Anda di halaman 1dari 15

1.

Mengapa Perbankan Syariah tidak terlalu cepat perkembangannya atau peranannya


belum signifikan di dalam industri perbankan nasional?
Jawab :
Upaya pengembangan bank syariah tidak cukup hanya berlandaskan kepada
aspek-aspek legal dan peraturan perundang-undangan tetapi juga harus berorientasi
kepada pasar atau masyarakat sebagai pengguna jasa (konsumen) lembaga perbankan.
Keberadaan bank (konvensional dan syariah) secara umum memiliki fungsi strategis
sebagai lembaga intermediasi dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran,
namun karakteristik dari kedua tipe bank (konvensional dan syariah) dapat
mempengaruhi perilaku calon nasabah dalam menentukan preferensi mereka terhadap
pemilihan antara kedua tipe bank tersebut. Lebih lanjut, perilaku nasabah terhadap
produk perbankan (bank konvensional dan bank syariah) dapat dipengaruhi oleh sikap
dan persepsi masyarakat terhadap karakteristik perbankan itu sendiri. 1

Adapun persepsi masyarakat terhadap karakteristik perbankan syariah menjadi


salah satu faktor dari lambatnya perkembangan bank syariah jika dibandingkan dengan
bank konvensional. Pertama. berkaitan dengan nama produk yang dijual oleh Bank
Syariah dengan menggunakan istilah yang mungkin asing di tengah masyarakat sehingga
sulit untuk dilafalkan, sedangkan pada perbankan konvensional masyarakat sudah
mengenal produk perbankan konvensional sehingga masyarakat lebih berminat untuk
memilih menggunakan produk perbankan konvensional. Selain itu, mengenai sistem
bagi hasil yang diterapkan di perbankan syariah menyebabkan masyarakat menjadi ragu
dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai lembaga keuangan syariah. 2
Selain itu, sistem bagi hasil ini tidak diterapkan di perbankan konvensional, yang mana
pada perbankan konvensional menggunakan sistem bunga sehingga masyarakat lebih
familiar dengan sistem bunga dibandingkan dengan sistem bagi hasil. Pemahaman dan
sosialisasi terhadap masyarakat tentang produk dan sistem perbankan syariah di
Indonesia masih sangat terbatas. Sehingga masyarakat Indonesia banyak yang tidak
menaruh perhatiannya pada perbankan syariah.
Menurut institusi yang berfungsi sebagai regulator sekaligus pengawas industri
perbankan, yaitu Otoritas Jasa Keuangan, lambatnya perkembangan Perbankan Syariah
dalam industri perbankan nasional disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain sebagai
berikut:3

1 Harif Amali Rivai, et. al., “Identifikasi Faktor Penentu Keputusan Konsumen dalam memilih
Jasa Perbankan: Bank Syariah vs Bank Konvensional” http://www.bi.go.id/id/publikasi/perbankan-dan-
stabilitas/arsitektur/Documents/be97b7ef957a461a90ec56f3a78022b3IdentifikasiFaktorPenentuKeputusa
nKonsumenDalamMem.pdf diakses pada 2 Maret 2018

2 Amir Mu’allim, “Persepsi Masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Syariah”,


https://media.neliti.com/media/publications/42539-ID-persepsi-masyarakat-terhadap-lembaga-keuangan-
syariah.pdf diakses pada 2 Maret 2018
3 Dana Aditiasari, “7 Hambatan yang Buat Bank Syariah Lambat Berkembang di RI”
https://finance.detik.com/moneter/d-3076959/7-hambatan-yang-buat-bank-syariah-lambat-berkembang-
di-ri diakses pada 2 Maret 2018
a. Belum selarasnya visi dan kurangnya koordinasi antar pemerintah dan otoritas
dalam pengembangan perbankan syariah tersebut. Sebagai contoh di Malaysia,
perbankan syariah berkembang karena Pemerintah turun tangan dalam
mengembangkan perbankan syariah, seperti misalnya mengeluarkan kebijakan
yang mendukung seperti insentif pajak, bantuan riset, kemudian dana APBN-nya
ditempatkan sebagian ke bank syariah.
b. Masih banyak perbankan syariah yang belum memiliki modal memadai.
Dampaknya adalah bank-bank syariah kesulitan mengembangkan usaha seperti
membuka kantor-kantor cabang, mengembangkan infrastruktur, dan
pengembangan segmen layanan.
c. Struktur pendana perbankan syariah yang masih mengandalkan pembiayaan dari
dana mahal. Artinya nilai pengembalian ke pada nasabah atau yang pada bank
konvesional disebut sebagai bunga simpanan terhitung cukup tinggi.
Dampaknya, bank syariah menjadi tidak efisien karena harus menyediakan dana
lebih besar untuk memberikan bagi hasil ke pada nasabah yang menyimpan
uangnya di bank. Hal tersebut tercermin dari komposisi Cash and Saving
accounts (CASA) belum seefisien bank konvensional.
d. Produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai ekspektasi
masyarakat. Fitur bank syariah belum selengkap produk serupa bank
konvensional.
e. Jumlah dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai serta
teknologi informasi kurang mendukung pengembangan produk serta layanan.
f. Pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah ke bank syariah.
g. Pengaturan dan pengawasan yang masih belum optimal.

2. Mengapa pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah tidak sepesat pembiayaan


Murabahah? Apa saja kelemahan dan keunggulan dari produk pembiayaan
Murabahah?

a. Mengapa pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah tidak sepesat pembiayaan


Murabahah?
Mudharabah adalah perjanjian pembiayaan atau penanaman dana dari pemilik
dana (shohibull maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha tertentu sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak
bredasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. 4 Mudharabah dapat berbentuk
penghimpunan/penanaman dana dan pembiayaan. Menurut Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (“UU 21/2008”) yang dimaksud akad
Mudharabah dalam menghimpun dana adalah akad kerja sama antara pihak pertama
(malik, shahibul mal, atau nasabah) sebagai pemilik dana dan pihak kedua (‘ail,
mudharib, atau bank syariah) yang bertindak sebagai pengelola dana dengan membagi
keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan. 5 Keuntungan usaha secara mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
4Aspek Hukum Perbankan Syariah, hlm.44
5UU 21/2008, Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. 6
seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. 7 Mudharabah pun ada yang
berbentuk pembiayaan, akad Mudharabah dalam pembiayaan adalah akad kerja sama
suatu usaha antara pihak petama (malik, shahibul mal, atau bank syariah) yang
menyediakan seluruh modal dan pihak kedua ‘ail, mudharib, atau nasabah) yang
bertindak selaku pengelola usaha sesuai dengan kesepakatan, dimana kerugian
sepenuhnya ditanggung oleh bank syariah, kecuali jika pihak keda melakukan kesalahan
yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.8
Akad Musyarakah adalah perjanjian pembiayaan/penanaman dana dari dua atau
lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah
dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang
disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-
masing.9 Menurut penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf c, akad musyarakah adalah akad
kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-
masing pihak memberikan prosi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi
sesuai dengan kesepakatan , sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana
masing-masing.
Akad Murabahah adalah perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang
sebesar harga perolehan barang ditambah margin yang disepakati oleh para pihak,
dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli. 10
Menurut penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf d, akad murabahah adalah akad pembiayaan
suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Singkatnya
pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah adalah suatu bentuk pembiayaan
berupa talangan dana yang dibutuhkan oleh nasabah untuk membeli suatu produk
dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut seluruhnya pada setelah
jatuh tempo beserta keuntungan dari pihak yang memberikan talangan dana yang
besarnya sudah disepakati sebelumnya, dimana penjual harus memberi tahu harga
produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. 11
Permasalahan dengan pengunaan/minat pembiayaan bagi hasil, yaitu
mudharabah dan musyarakah masih sangat rendah dikarenakan 4 faktor,12 yaitu

6 Ibid, hlm. 51
7 Ibid, hlm. 52
8Ibid, Penjelasan Pasal 19 ayat 1 huruf c

9Muammar Arafat Yusmad, Aspek Hukum Perbankan Syariah, (Sleman: Deepublish, 2012), hlm. 45
10 Ibid, hlm. 46
11 Ibid, hlm. 55
12 Pamungkas Aji, “Identifikasi Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Pembiayaan Bagi Hasil
Perbankan Syariah (Studi Kasus PT BRI Syariah Kantor Cabang Malang)” Jurnal Ilmiah Universitas
Brawijaya, 2013, hlm. 12-14. http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=189068&val=6467&title=IDENTIFIKASI%20FAKTOR%20YANG%20MEMPENGARUHI
%20RENDAHNYA%20%20PEMBIAYAAN%20BAGI%20HASIL%20PERBANKAN%20SYARIAH
%20%20(Studi%20Kasus%20Bank%20BRI%20Syariah%20Cabang%20Malang)
1) Internal bank syariah
Kurangnya pemahaman sumber daya manusia perbankan syariah merupakan
permasalahan utama karena semua SDM berasal dari perbankan konvensional dan tidak
diberikannya tarining yang memadai sebagai bekal untuk mengoperasikan perbankan
dengan konsep perbankan syariah. Sedangkan di negara Islam, keberhasilan dari
pembiayaan bagi hasil sangat ditentukan oleh pihak perbankan yang memahami seluk
beluk bisnis yang akan dibiayai.
2) Nasabah
Dalam perbankan biasanya ada adverse selection, dalam hal ini terjadi kesulitan
untuk mengetahui karakter nasabah yang sesungguhnya dan kemampuan nasabah yang
sesungguhnya dalam menjalankan usaha yang akan diberikan pembiayaan dengan akad
mudharabah dan musyarakah. Untuk dapat mengetahui dengan benar mengenai
informasi yang diberikan calon nasabah kepada bank sebagai shahibul maal, bank harus
mengeluarkan biaya verifikasi yang tinggi ntuk memeriksa dan mendapatkan kebenaran
mengenai informasi calon nasabah. Verifikasi dengan biaya yang tinggi tidak akan
dilakukan bank karena hanya akan menghasilkan pendapatan yang kecil bagi pihak bank,
sebab tingginya biaya verifikasi. Selain kemampuan nasabah dalam menjalankan usaha,
bank juga harus dapat memprediksi usaha yang diajukan nasabah. Usaha tersebut harus
dapat menghasilkan profit dan dapat memiliki prospek yang bagus kedepannya. Bank
akan memprediksi profit yang akan dihasilkan oleh usaha nasabah, karena bank syariah
dalam menyalurkan pembiayannya memiliki tingkatan profit yang diinginkan, jika pihak
bank syariah melihat bahwa usaha yang akan dibiayai tidak mampu menghasilkan profit
seperti yang diinginkan, maka bank tidak akan memberikan pembiayaan kepada
nasabah/mudharib tersebut.
Selain itu ada juga permasalahan moral hazard, yaitu permasalahan yang timbul
ketika mudharib menggunakan pembiayaan yang diterimanya tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan. Permasalahan moral hazard pada skema bagi hasil lebih besar daripada
skema bunga mengingat dampaknya terhadap besaran bagi hasil. Pada skema bunga,
moral hazard dapat ditoleransi sepanjang debitur tidak melakukan kelalaian. Sedangkan
dalam musyarakah atau mudharabah
3) Regulasi
Kebijakan yang ada kurang mendukung terhadap penyaluran pembiayaan bagi
hasil. Contohnya ialah masalah ketentuan kolektibilatas bagi skema pembiayaan
mudharabah dan musyarakah yang dirasa memberatkan bank. Dimana tingkat
peringatan kolektibilitas untuk pembiayaan bagi hasil dibuat lebih longgar dari
pembiayaan murabahah. Berdasarkan PBI No. 13/9/PBI/2011 tentang perubahan atas
PBI No. 10/PBI/2008 tentang Restrukturisasi pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah, setiap terjadi pembiayaan bermasalah, maka bank syariah akan berupaya
untuk meyelamatkan pembiayaan, yaitu dengan restrukturisasi pembiayaan.
Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakkan untuk nasabah yang memenuhi
kriteria berikut: a) nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran; dan b)
nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenui kewajiban setelah
restukturisasi. Pembiayaan mudharabah dan musyarakah ini diklasifikasikan lancar
sampai dengan tiga bulan setelah jangka waktu berakhir, tanpa melihat kondisi
pembiayaan maupun bagi hasil yang diberikan untung atau rugi. Sementara itu,
pembiayaan murabahah sudah dapat diklasifikasikan sebagai non performing financing
(kurang lancar) apabila terdapat tunggakan yang melebihi satu bulan, maka jika disaakan
dilihat pada bulan pertama penunggakan, maka hal ini sangat memberatkan bagi hasil
dengan proses yang lebih rumit dan teliti dalam menaksir bagi hasil tersebut. Apabila hal
tersebut disamakan akan menambah kebijakan restrukturisasi pembiayaan yang leih
banyak pada pebiayaan bagi hasil yang juga memperhitungkan rugi.
Dengan demikian, alasan murabahah yang lebih pesat perkembangannya karena skema
pembiayaan dengan mudharabah dan musyarakah belum didukung dengan regulasi dan
praktek yang saling menguntungkan antara bank dan nasabah, juga dikarenakan skema
pembiayaan murabahah lebih mudah pengaplikasinnya dan menguntungkan baik nasabah
maupun bank.

b. Apa saja kelemahan dan keunggulan dari produk pembiayaan Murabahah?


Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu, di mana penjual menyebutkan
harga pembelian barang kepada pembeli kemudian menjual kepada pihak pembeli dengan
mensyaratkan keuntungan yang diharapkan sesuai jumlah tertentu. 13 Dalam pembiayaan
dengan prinsip murabahah dalam bank syariah, bank merupakan penjual atas objek barang dan
nasabah merupakan pembeli. Bank menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan
membeli barang dari supplier, kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih
tinggi dibanding harga beli yang dilakukan oleh bank syariah. Pembayaran atas transaksi
murabahah dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus pada saat jatuh tempo atau
melakukan pembayaran angsuran selama jangka waktu yang disepakati. 14 Kelebihan harga yang
ada dalam transaksi tersebut didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak.
Terdapat beberapa kelemahan dalam pembiayaan murabahah, yakni mengenai risiko-
risiko yang mungkin muncul dalam transaksinya. Risiko pertama adalah adanya default atau
kelalaian yang terjadi dalam hal nasabah sengaja tidak membayar angsuran. Risiko kedua
adalah fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank
membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut. Risiko
ketiga adalah adanya penolakan barang oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena
rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya
dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang
tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Risiko selanjutnya adalah kemungkinan barang yang
akan dijual baik oleh pihak bank ataupun nasabah. Karena murabahah bersifat jual beli dengan
utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas
melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Di sisi lain,
bank merupakan pihak yang menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, sehingga
barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai risiko untuk

13 Ismail, Perbankan Syariah, ed. 1, cet. 4 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm. 109.

14 Ibid., hlm 110.


menjualnya kepada pihak lain. Jika terjadi hal-hal demikian, maka risiko terjadinya default akan
besar.15
Walaupun memiliki kelemahan, murabahah juga memiliki berbagai manfaat yang
menjadi keunggulannya. Salah satunya adalah sistem murabahah sangat sederhana sehingga
memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah. 16 Dalam murabahah terdapat
transparansi harga objek yang sesungguhnya dikarenakan nasabah mengetahui semua biaya
yang semestinya serta mengetahui harga pokok barang dan keuntungan (mark up) yang
diartikan sebagai persentase harga keseluruhan dan ditambah biaya-biayanya. Hal tersebut
akan menguntungkan pihak nasabah dan mark up yang ditetapkan akan memastikan bahwa
bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan berbasis bunga.
Murabahah juga secara tidak langsung mendorong percepatan arus barang, mendorong
produktivitas dan kewirausahaan, yang pada akhrinya juga akan meningkatkan lapangan
pekerjaan. Selain itu apabila nasabah tidak mampu membayar maka tidak akan dikenakan
denda kepadanya, sebagaimana diatur dalam QS Al Baqarah ayat 283 (QS 2:283). Namun
apabila nasabah dinilai mampu tetapi tidak membayar, maka akan dikenakan denda untuk
mendidik, dan dananya untuk sosial bukan pendapatan bank.17

3. Upaya apa saja yang seyogyanya dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan pangsa
pasar perbankan syariah?

Berdasarkan data statistik OJK pada tanggal 30 September 2017 mengenai perbankan
syariah di Indonesia, market share perbankan syariah terhadap perbankan nasional adalah
sebesar 5,57%.18 Angka ini menunjukkan peningkatan yang cukup baik dari market share
sebelumnya di tahun 2016, yaitu sebesar 5,33%. 19 Meski mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya, harus diakui bahwa perkembangan perbankan syariah di indonesia masih sangat
kecil. Dari sisi pangsa pasar, perbankan syariah di Indonesia cukup jauh tertinggal dari negara
lain. Misalnya, Arab Saudi yang pangsa pasar perbankan syariahnya mencapai 51,1% dan Uni
Emirat Arab 19,6%. Bahkan, Negeri Jiran Malaysia pangsa pasar perbankan syariahnya
mencapai 23,8%.20

15 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, cet. 1 (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), hlm. 107.

16 Ibid., hlm. 107.

17 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, ed. 1,
cet. 1 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010), hlm. 44-45.

18 Otoritas Jasa Keuangan, “Snapshot Perbankan Syariah Indonesia”,


http://perbanas.org/file/CP171108001_file2017-11-08_11-41-44.pdf, diakses 1 Maret 2018.

19 Otoritas Jasa Keuangan, “Laporan Perkembangan Keuangan Syariah 2016”, hlm, 5,


http://www.ojk.go.id/en/berita-dan-kegiatan/publikasi/Documents/Pages/OJK-Publishes-2016-Islamic-Banking-and-
Finance-Development-Report/Laporan%20Perkembangan%20Keuangan%20Syariah%20(LPKS)%202016.pdf,
diakses 1 Maret 2018.
Dapat dikatakan bahwa tidak sulit untuk mengembangkan perbankan syariah di
indoensia, melihat pangsa pasar potensial dari 207 juta umat muslim, atau 87,2% dari total 237
juta populasi masyarakat Indonesia. Namun demikian, diperlukan langkah strategis untuk
menarik minat pasar potensial terebut agar tahu, sadar dan mau berpartisipasi dalam
pengembangan industri keuangan syariah. OJK telah menyadari betul permaslahan yang
dihadapi industri keuangan syariah, khususnya perbankan syariah adalah rendahnya tingkat
kesadaran dan minat masyarkat terhadap industri ini.21
Untuk meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah, maka perlu dilakukan upaya-
upaya berikut ini: 1) meningkatkan sosialisasi dan edukasi masyarakat bersama lembaga dan
pemerintah daerah terkait;22 2) mengarahkan pengembangan keuangan syariah ke depan untuk
meningkatkan kapasitas kelembagaan industri keuangan syariah yang lebih efisien, memperluas
akses terhadap produk layanan keuangan syariah dan memperbesar pangsa pasar industri jasa
keuangan syariah;23 3) konversi BUK milik daerah menjadi BUS, dan spin-off UUS menjadi BUS
baru (dalam beberapa tahun yang akan datang hingga tahun 2023 diprediksi akan
meningkatkan pangsa pasar industri perbankan syariah secara signifikan); 24 4) meningkatkan
kerja sama internasional dengan institusi dan lembaga terkait yang mendukung perkembangan
keuangan syariah global;25 5) inovasi produk perbankan syariah untuk melakukan terobosan
yang lebih kompetitif, lebih berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 26 dan 6) fokus
bersaing pada segmentasi usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah. 27

4. Apa sajakah ke-10 perbedaan antara perbankan konvensional dan perbankan syariah?
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Tentang Perbankan, yang dimaksud dengan
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 28Dalam hal ini
antara bank syariah dan bank konvensional memiliki aktivas atau kegaiatan perbankan yang

20 Lily Rusna Fajirah, “Ini Jurus BI agar Pangsa Pasar Perbankan Syariah Meningkat,
ttps://ekbis.sindonews.com/read/1255600/178/ini-jurus-bi-agar-pangsa-pasar-perbankan-syariah-ri-meningkat-
1510129859, diakses 1 Maret 2018.

21 Elif Pardiansyah, “Langkah Strategis Meningkatkan Pertumbuhan Perbankan Syariah”,


http://rubik.okezone.com/read/46686/langkah-strategis-meningkatkan-pertumbuhan-perbankan-syariah-di-indonesia,
diakses 1 Maret 2018.
22 Otoritas Jasa Keuangan, “Laporan Perkembangan Keuangan Syariah 2016”, hlm, viii, diakses 1 Maret
2018.

23 Ibid.

24 Ibid., hlm. 76.

25 Ibid., hlm. 144.

26 Elif Pardiansyah, “Langkah Strategis Meningkatkan Pertumbuhan Perbankan Syariah”, diakses 1 Maret
2018.

27 Ibid.
28 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perbankan, UU Nomor 10 Tahun 1998 sebagai
Amandemen UU Nomor 7 Tahun 1992, LN No. X, TLN No. X
berbeda, mengingat keduanya dalam jenis yang berbeda walaupun dilihat dari pengkategorian
jenis bank, antara bank syariah dan bank konvensional masuk kedalam kategori bank umum.
Apa saja yang menjadi perbedaan antara perbankan syariah dan perbankan konvensional?

Perbankan Konvensional Perbankan Syariah Penjelasan

Salah satu kegiatan Pada kegiatan perbankan Yang membedakan antara


perbankan konvensional syariah, investasi hanya investasi konvensional
adalah investasi, baik dapat dilakukan dengan dengan investasi dengan
investasi biasa (non-syariah), mekanisme investasi syariah. sistem perbankan syariah
maupun investasi syariah adalah keuntungan yang
diperoleh nasabah. Jika
investasi konvensional
mengenal keuntungan
berupa bunga bank, lain
halnya dengan investasi
syariah yang menggunakan
persentase bagi hasil atau
nisbah. Sistem bagi hasil pada
investasi syariah ini
memberikan efek keadilan
bagi para investor dan
nasabah bank. Diawali
dengan rasa kepercayaan
dan dilengkapi dengan sistem
perbankan ekonomi Islam
yang memberikan rasa
keadilan bagi para nasabah,
investasi syariah ini berlaku
universal bagi siapapun.
Simak produk primadona
investasi syariah berikutini,
siapa tahu Anda akan mulai
meliriknya di masa
mendatang.29

Pada perbankan Pada perbankan syariah, Salah satu perbedaan


konvensional kegiatan kegiatan penghimpunan dana penghimpunan dana yaitu
penghimpun dana dikenal dikenal dengan empat tabungan di dalam
dengan empat macam jenis, macam jenis juga, yaitu : perbankan konvensional,
yaitu : 1. Wadhiah yad dalam perbankan syariah
1. Giro dhamanah dikenal dengan Wadhiah yad

29 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, hlm.


2. Tabungan 2. Wadhiah yad dahamanah dan wa;
3. Deposito dhamanah dan mudharabah. Perbedaan
4. Simpanan Khusus mudharabah antara Tabungan biasa
3. Mudharabah dengan Wadiah yadhamanah
4. Mudharabah mudharabah dalam hal
muqayyadah wadi'ah yad dhamanah, pihak
yang dititipi (bank)
bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan
sehingga ia boleh
memanfaatkan harta titipan
tersebut. Dalam hal ini, Bank
dimungkinkan memberikan
bonus kepada pemilik dana
sebagai suatu insentif untuk
menarik dana masyarakat
tapi tiak boleh diperjanjikan
di muka.30

Pembayaran bunga di dalam Pembayaran bagi hasil Mengenai pembayaran


perbankan konvensional tergantung realisasi hasil bunga ini, berarti berkaitan
tidak mempertimbangkan usaha. dengan kegiatan penyaluran
kegiatan usaha. kredit di perbankan
konvensional maupun di
perbankan syariah. Jika di
dalam perbankan
konvensional pembayaran
bunga tidak memerhatikan
atau mempertimbangkan
kegiatan usaha (harus dibayar
sesuai dengan waktu yang
ditetapkan di perjanjian
awal), maka hal ini berbeda
dengan perbankan syariah
yang memerhatikan realisasi
hasil usaha dalam pembagian
hasil (bukan bunga). Jika
dilihat di dalam kegiatan
perbankan syariah ini terlihat
lebih manusiawi dan

30 Otoritas Jasa Keuangan, “Konsep Opersional Perbankan Syariah”, diakses melalui


http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/Konsep-Operasional-PBS.aspx ,pada 3 Maret
2018/
menguntungkan dari sisi
debitur yang mana hal ini
memang sesuai dengan apa
yang terkandug di dalam
ajaran islam.

Di dalam kegiatan perbankan Di dalam perbankan syariah, Dengan hubungan kemitraan


konvensional, hubungan hubngan antara nasabah ini maka tidak terdapat pihak
antara bank (sebagai dengan bank adalah yang merasa dieksploitasi
penyalur kredit) dengan hubungan kemitraan. oleh pihak lain. Pihak
nasabah (penerima kredit) nasabah tidak tereksploitasi
adlah hubungan debitur dan karena harus membayar
kreditur bunga dalam jumlah tertentu
seperti halnya hubungan
antara nasabah dengan bank
nonsyariah. Bahkan bank
syariah ikut peduli terhadap
kinerja dunia usaha/bisnis
yang dilaksanakan oleh
nasabah (apalagi jika akad
yang disepakati adalah
musyarakah dan
mudharabah). Pihak bank
syariah juga tidak merasa
tereksploitasi oleh penabung
karena harus membayar
bunga seperti yang
diperjanjikan (misal dalam
deposito). Imbalan yang
diberikan kepada penabung
adalah sesuai dengan
keuntungan yang dihasilkan
pihak bank dalam mengelola
dana nasabah tersebut.
Antara nasabah dan bank
syariah berada dalam kondisi
saling menolong dan bekerja
sama (ta’awun). 31

Kegiatan Perbankan Kegiatan Perbankan Syariah Bank syariah memberikan


Konvensional dapat mengacu lebih ditujukan kepada sektor penekanan pada usaha sektor

31 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kemenkeu RI, “Mengenal Prinsip Dasar Bank
Syariah”, diakses melalui http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-
umum/21054-mengenal-prinsip-dasar-bank-syariah ,pada 3 Maret 2018.
kepada sektor keuangan dan riil. Hal ini dikarenakan pada riel. Hal ini sangat
sektor riil (tidak diutamakan bank syariah dilarang untuk mendukung bagi usaha
pada salah satu sektor menerapkan bunga, sehingga meningkatkan pertumbuhan
tertentu) harus mencari strategi lain ekonomi. Dengan sektor riel
sesuai dengan syariat dalam yang digerakkan, maka
hal mencari keuntungan. perbankan syariah memiliki
andil besar dalam
pengurangan pengangguran
dan pengentasan kemiskinan.
Dunia usaha menjadi lebih
banyak dan besar sehingga
mampu menyerap tenaga
kerja yang lebih besar.
Dampak selanjutnya adalah
berkurangnya pengangguran
dan naiknya pendapatan
masyarakat sehingga
kemiskinan dapat
berkurang.32

Kegiatan penyaluran dana Kegiatan penyaluran dana


pada bank konvensional dalam perbankan syariah
berbentuk kredit dengan terdiri atas empat kategori
sistem bunga yang dibedakan berdasarkan
tujuan penggunaannya, yaitu:
1) Pembiayaan dengan
prinsip jual-beli, 2)
Pembiayaan dengan prinsip
sewa, 3) Pembiayaan dengan
prinsip bagi hasil,
4)Pembiayaan dengan akad
pelengkap

Dalam menyalurkan kredit, Pada perbankan syariah, Bank syariah akan menolak
Bank Konvensional tidak pengelolaan dana dari kredit pengajuan kredit yang
memerhatikan mengenai harus untuk kegiatan yang ditujukan untuk hal-hal yang
pengelolaan dana dari kredit sesuai dengan syariat islam dapat melanggar hukum
tersebut oleh nasabah (tidak boleh untuk kegiatan Islam. Yang menjadi poin
(debitur) yang haram) penting pada bank syariah
adalah kegiatan-kegiatan
yang halal dan baik serta
sesuai dengan prinsip

32 Ibid
ekonomi syariah yang ada.
Hal inilah yang menjadi syarat
utama pengajuan kredit di
bank syariah. Bahkan kartu
kredit yang dikeluarkan bank
syariah sendiri juga melarang
penggunaannya untuk
transaksi-transaksi yang tidak
halal.

Dalam menjaankan kegiatan Pada bank syariah, selain Selain itu, perbedaan juga
perbankan dan diawasi oleh OJK dan terlihat pada pengawasan
kelembagaannya, Perbankan ketentuan hukum yang yang ada di bank syariah
Nasional hanya diawasi oleh berlaku, kegiatan perbankan maupun bank konvensional.
OJK dan ketentuan hukum dan kelembagaan juga Setiap transaksi yang
yang berlaku. diawasi oleh Dewan dilakukan oleh bank syariah,
Pertimbangan Syariah (DPS) selalu berada di dalam
pengawasan Dewan
Pengawas. Yang termasuk ke
dalam dewan pengawasan
disini adalah ulama-ulama
serta ahli ekonomi yang
memang menguasai tentang
fiqih muamalah.

Perdagangan valuta asing Dalam perdagangan valuta


yang dilakukan dalam asing di perbankan syariah,
kegiatan perbankan kegiatan tersebut dikenal
konvesional tidak dengan al-sharf. Al-sharf ini
mementingkan apakah harus memerhatikan
terdapat unsur riba atau beberapa ketentuan,
motif spekulasi di dalamnya. diantaranya :
1. Pertukaran tersebut harus
dilakukan secara tunai (spot),
artinya masing-masing pihak
harus
menerima/menyerahkan
masing-masing mata uang
pada saat yang bersamaan.
2. Motif pertukaran adalah
untuk kegiatan bisnis sektor
riil, yaitu transaksi barang
dan jasa, bukan dalam rangka
spekulasi.
3. Harus dihindari jual beli
bersyarat. Misalnya, si A
setuju membelinya kembali
pada tanggal tertentu di
masa mendatang.
4. Transaksi berjangka harus
dilakukan dengan pihak yang
diyakini mampu
menyediakan valuta asing
yang dipertukarkan.
5. Tidak dibenarkan menjual
barang yang belum dikuasai
atau dengan kata lain, tidak
dibenarkan jual beli tanpa
hak kepemilikan (ba’i al-
fudhuli) .

Dalam penyelesaian Dalam penyelesaian Badan Arbitrase Syari’ah


permasalahan beberapa permasalahan beberapa Nasional (BASYARNAS) adalah
kegiatan perbankan antara kegiatan perbankan antara perubahan dari
nasabah dengan bank, selai nasabah dengan bank, selai nama Badan Arbitrase
dengan bantuan OJK dengan bantuan OJK Muamalat Indonesia (BAMUI)
(Fasilitasi Terbatas) yang (Fasilitasi Terbatas) yang yang merupakan salah satu
diatur di dalam POJK Nomor diatur di dalam POJK Nomor wujud dari Arbitrase Islam
01/POJK.07/2013 Tentang 01/POJK.07/2013 Tentang yang pertama kali didirikan di
Perlindungan Konsumen Perlindungan Konsumen Indonesia.
Sektor Jasa Keuangan, juga Sektor Jasa Keuangan, juga
dapat melalui mekanisme terdapat lembaga
ADR BASYARNAS sebagai lembaga
non-litigasi yang dapat
membantu menyelesaikan
permasalahan kegiatan
perbankan syariah.

5. Pada perbankan syariah apa yang menjadi tugas dan kewenangan dari Dewan
Pengawas Syariah? Apakah DSN bertanggung jawab jika terjadi penyimpangan
syariah? Serta bagaimana hubungannya dengan DSN dan KPS?
Jawab :
dengan kegiatan usaha berprinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib
pula mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam strukurnya. 33 DPS selaku badan
independen yang bertugas melakukan pengarahan (directing), pemberian konsultasi
(consulting), melakukan evaluasi (evaluating) dan pengawasan (Supervising) terhadap
kegiatan bank syariah dalam rangka memastikan bahwa kegiatan bank tersebut
mematuhi prinsip – prinsip syariah sebagaimana yang telah ditentukan oleh syariah
Islam dan Fatwa.34 Dalam Ketentuan Umum UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah tidak didefinisikan secara jelas mengenai Dewan Pengawas Syariah, hanya diatur
mengenai bahwasanya sebuah Bank Umum syariah dan UUS wajib untuk memiliki DPS. 35
DPS tersebut diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) atas
persetujuan Dewan Syari’ah Nasional (DSN). 36
Mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS tersebut diatur dalam
pasal 32 U NO. 2o tahun 2008 yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada
direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. Sedangkan
menurut ketentuan pasal 27 PBI No. 6/24/PBI/2004 peraturan bank indonesia
Perbankan Syariah UUadalah sebagai berikut: a. Memastikan dan mengawasi kesesuaian
kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN . b. Menilai aspek
syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank. c.
Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara
keseluruhan dan laporan publikasi bank. d. Menyampaikan laporan hasil pengawasan
syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kedepan direksi, komasaris, Dewan
syariah nasional dan bank indonesia.

Sebelum menjelaskan mengenai hubungan antara Dewan Pengawas Syariah (“DPS”)


dengan Komite Perbankan Syariah (“KPS”), perlu dipahami terlebih dahulu mengenai
definisi KPS yang berarti forum yang beranggotakan para ahli di bidang syariah
muamalah dan/atau ahli ekonomi, ahli keuangan, dan ahli perbankan, yang bertugas
membantu Bank Indonesia dalam mengimplementasikan fatwa Majelis Ulama Indonesia
menjadi ketentuan yang dituangkan ke dalam Peraturan Bank Indonesia. 37 Ruang
lingkup kerja keduanya adalah berbeda yakni DPS beruanglingkup kerja pada Bank
Syariah/ Unit Usaha Syariah/ Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, sedangkan KPS memiliki
ruang lingkup kerja pada level yang lebih luas yakni Bank Indonesia sebagai bank sentral.

Hubungan antara keduanya sampai sekarang tidak dituliskan atau diatur secara nyata
dalam peraturan, namun terdapat satu hubungan konkret yang tersirat dalam peraturan
yang sudah ada yakni KPS menjadi penyambunglidah daripada BI dalam menafsirkan

33 Pasal 109 UU PT
34 M. Umer, Chapra, dan Habib Ahmed, Corporate Governance Lembaga Keuangan
Syariah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hal 42
35 Pasal 32 (2) UU Perbankan Syariah.
36 ] pasal 109 (2) UU Perseroan Terbatas Jo. Keputusan Dewan Syari’ah Nasional Majelis
Ulama Indonesia No:03 tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggota Dewan
Pengawas Syariah Pada Lembaga Keuangan Syari’ah.
37 Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/32/PBI/2008, Pasal 1 angka (1).
dan mengimplementasikan fatwa-fatwa dari Majelis Ulama Indonesia kepada perbankan
syariah. Meskipun bukan sebagai pembuat fatwa, namun KPS memiliki peran sebagai
pihak yang memberikan bantuan kepada Bank Indonesia dalam memaknai dan
mengimplementasikan fatwa-fatwa dari MUI.

Pada level pelaksanaan dalam sistem perbankan syariah, DPS lah yang memiliki tugas
pokok untuk memastikan bahwa prinsip syariah yang difatwakan oleh MUI dapat
diterapkan dengan utuh dengan mengacu kepada tafsirannya dalam bentuk Peraturan
Bank Indonesia yang dibantu oleh KPS. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa DPS dan KPS
punya hubungan dilihat dari segi tugas masing-masing yakni KPS sebagai pihak yang
membantu pembentukan Peraturan Bank Indonesia dan DPS sebagai pihak yang
membantu pihak perbankan syariah untuk tetap pada koridor pelaksanaan prinsip
syariah sesuai fatwa dari Majelis Ulama Indonesia.
Hubungan antara Dewan Pengawas Syariah dengan Dewan Syariah Nasional
terhubung berdasarkan fungsi utama daripada DPS yakni memberi nasihat dan saran
kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank Perkreditan Rakyat Syariah agar sesuai
dengan Prinsip Syariah.38 Selanjutnya, prinsip syariah yang dimaksud dalam Angka (1)
Huruf (B) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/22/DPbS adalah prinsip
hukum Islam yang dalam kegiatan syariah berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional-
Majelis Ulama Indonesia. Hal tersebut berarti bahwa DPS menjadi perpanjangan tangan
daripada DSN untuk mengawasi dan melaksanakan fungsi advisory terhadap kegiatan
yang dilakukan oleh BPRS. Salah satu contoh konkretnya dalam ruang lingkup Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah adalah DPS dapat meminta kepada Direksi BPRS untuk
meminta fatwa kepada DSN-MUI terkait pengaturan yang belum jelas mengenai
sesuatu.39 Sehingga dapat disimpulkan bahwa DPS dan DSN saling berdekatan dengan
DSN memberikan arahan secara luas mengenai praktek pelaksanaan perbankan berbasis
syariah dan DPS memastikan bahwa bank syariah tempatnya melaksanakan arahan
daripada DSN dengan konsisten dan tetap pada koridor prinsip syariah

38 Indonesia, Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/22/DPbS, Angka (1) Huruf (A).
39 Ibid, Angka (2) Huruf (B 2).

Anda mungkin juga menyukai