Anda di halaman 1dari 46

Hubungan Geografi Dengan Kemampuan Lahan

a. Pengertian Geografi

Istilah Geografi berasal dari bahasa Yunani yaitu Geo yang berarti

Bumi dan Graphien yang berarti tulisan. Secara harfiah, geografi berarti

tulisan tentang Bumi. Hal-hal yang dipelajari dalam Geografi meliputi

litosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer, dan antroposfer. Beberapa

pengertian geografi menurut beberapa ahli :

1. Menurut Ferdinand Von Richtofen tahun 1833-1905 (dalam

Suharyono dan Muh. Amin 1994 : 13), merumuskan definisi yang

pertama kali membatasi Geografi hanya terbatas pada apa yang

ada di permukaan bumi. Ia mengatakan bahwa Geografi sebagai

ilmu mempelajari gejala dan sifat-sifat permukaan bumi dan

penduduknya, di susun menurut letaknya, diterangkan tentang

terdapatnya gejala, sifat-sifatnya, serta hubungan timbal balik

gejala dengan sifat-sifat tersebut.

2. Menurut Armin K Lobeck (dalam Suharyono dan Muh. Amin

1994 : 13) Geografi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan –

hubungan yang ada antara kehidupan dengan lingkungan fisiknya.

3. Menurut seminar lokakarya tahun 1988 (dalam Suharyono dan

Muh. Amin 1994 : 13) pengertian Geografi adalah ilmu yang

mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan

sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks

keruangan.

b. Prinsip Geografi

Prinsip geografi menjadi dasar untuk menguraikan, pengkajian

dan pengungkapan gejala variabel, faktor dan masalah geografi.

Prinsip geografi terdiri dari empat macam, yaitu : prinsip

penyebaran, interelasi, deskripsi, dan korologi. Dalam penelitian

ini prinsip geografi yang digunakan adalah prinsip korologi

Prinsip korologi merupakan prinsip geografi yang komperhensif,

karena memadukan prinsip-prinsip yang lain. Prinsip korologi

mempelajari gejala, fakta dan masalah geografi ditinjau dari

penyebaran, interelasi dan interaksi dalam ruang. Faktor sebab dan


akibat terjadinya suatu gejala dan masalah, selalu terjadi dan tidak

dapat dilepaskan dari ruang yang bersangkutan. Prinsip korologi

memperhatikan penyebaran, interelasi dan interaksi segala unsur

atau komponen di permukaan bumi sebagai suatu ruang yang

membentuk kesatuan fungsi. Dalam penelitian ini prinsip korologi

digunakan untuk mendeskripsikan persebaran perubahan

pnggunaan lahan di Kabupaten Bantul dan mengetahui kesesuaian

perubahan penggunaan lahan dengan kemampuan lahan.

c. Konsep geografi

Menurut hasil Seminar Lokakarya Geografi 1989 dan 1990 dalam

Suharyono dan Muh. Amin (1994 : 27-34), konsep esensial geografi

ada 10, yaitu konsep lokasi, jarak, keterjangkauan, pola, morfologi,

aglomerasi, nilai kegunaan, interaksi, diferensiasi area, dan

keterkaitan keruangan. Dalam penelitian ini ada beberapa konsep

dasar dalam ilmu geografi yang dapat digunakan untuk

menjelaskan isi dan tujuan penelitian ini, konsep tersebut yaitu :

1. Konsep lokasi

Konsep lokasi atau letak merupakan konsep utama yang sejak

awal pertumbuhan geografi telah menjadi ciri khusus ilmu atau

pengetahuan geografi, dan merupakan jawaban atas pertanyaan

pertama geografi, yaitu “dimana?”. Konsep lokasi dapat dibagi

menjadi pengertian lokasi absolute dan lokasi relatif. Lokasi

absolut yaitu lokasi yang menunjukkan letak terhadap sistem

grid atau koordinat, yaitu dari garis bujur dan garis lintang.

Lokasi relatif yaitu lokasi berdasarkan letak dari keadaan

geografis yang ada. Lokasi relatif dapat berubah-rubah berkaitan

dengan keadaan sekitarnya. Konsep lokasi dalam penelitian ini

menjadi perhatian utama karena sangat berkaitan dengan

pemilihan daerah atau wilayah sekitar yang mendukung

penggunaan lahan yang ada.

1. Konsep Pola

Konsep pola adalah konsep yang berkaitan dengan susunan


bentuk atau persebaran fenomena dalam ruang di muka bumi,

baik fenomena yang bersifat alami (aliran sungai, persebaran

vegetasi, jenis tanah, curah hujan) maupun fenomena sosial

budaya (permukiman, industri, jasa, persebaran penduduk, dan

lain-lain) geografi mempelajari pola-pola bentuk dan persebaran

fenomena, memahami makna atau artinya serta berupaya untuk

memanfaatkan dan memodifikasi pola-pola guna mendapat

manfaat yang lebih besar. Konsep pola dalam penelitian ini

berkaitan dengan persebaran fenomena sarana dan prasarana

hidup penduduk yaitu persebaran penggunaan lahan.

2. Konsep Morfologi

Konsep morfologi adalah konsep yang menggambarkan

perwujudan daratan muka bumi sebagai hasil pengangkatan

atau penurunan wilayah (secara geologi) yang disertai erosi dan

sedimentasi sehingga ada yang berbentuk pulau-pulau, daratan

luas yang bergunung dengan lereng-lereng, dan lembah-lembah.

Morfologi juga menyangkut bentuk lahan yang berkaitan

dengan erosi dan pengendapan, penggunaan lahan, tebal tanah,

ketersediaan air serta jenis vegetasi yang domain. Konsep

morfologi dalam penelitian ini menyangkut bentuk lahan yang

berkaitan dengan kemampuan lahan di Kabupaten Bantul.

3. Konsep Deferensiasi Area

Perbedaan suatu daerah dengan daerah yang lain akan

mengakibatkan penyesuaian penggunaan lahan pada daerah

tersebut. Perbedaan wilayah ini akan berpengaruh terhadap

karakteristik lahan di daerah tersebut. Pada penelitian ini

konsep deferensiasi area yaitu daerah dataran rendah dengan

daerah pegunungan bagian barat dan timur.

c. Pendekatan Geografi

Dalam perkembangannya ilmu geografi mempunyai pendekatan-

pendekatan yang memudahkan untuk mengkaji suatu fenomena-

fenomena yang terjadi yang berpengaruh pada cara kerja atau

metode yang menjadi sasaran geografi, pendekatan-pendekatan


geografi tersebut antara lain pendekatan keruangan, ekologi, dan

kompleks wilayah. Pendekatan dalam penelitian ini adalah

pendekatan keruangan. Pendekatan keruangan merupakan Suatu

pendekatan dalam geografi dimana mempelajari perbedaan lokasi

mengenai sifat-sifat penting suatu fenomena dari sebuah lokasi.

Analisis keruangan ini memperhatikan penyebaran penggunaan

ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang

direncanakan sehingga dalam analisis ini banyak dikumpulkan

data lokasi yang terdiri dari data titik dan data bidang. Pendekatan

keruangan dalam penelitian ini mencakup satu wilayah dengan

satu karakteristik tertentu yang akan memberikan gambaran

mengenai bentuk penggunaan lahan di Kabupaten Bantul.

Pendekatan dalam penelitian ini berkaitan dengan penggunaan unit-

unit lahan di Kabupaten Bantul.

Pengertian lahan

Menurut Vink (1979) dalam Su Ritohardoyo (2002 : 8) Lahan sebagai

suatu wilayah tertentu di atas permukaan bumi, khususnya meliputi

semua benda penyusun biosfer yang dapat dianggap bersifat menetap

atau berpindah berada di atas dan di bawah wilayah tersebut,

meliputi atmosfer, tanah, dan batuan induk, topografi, air, tumbuh-

tumbuhan dan binatang, serta akibat-akibat kegiatan manusia pada

masa lalu maupun sekarang, yang semuanya memiliki pengaruh

nyata terhadap penggunaan lahan oleh manusia, pada masa sekarang

maupun masa datang.

Lahan adalah suatu lingkungan fisik terdiri atas tanah, iklim, relief,

hidrologi, vegetasi, dan benda-benda yang ada di atasnya yang

selanjutnya semua faktor-faktor tersebut mempengaruhi penggunaan,

termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia, baik masa lampau

maupun sekarang (FAO, 1976) dalam Arsyad (1989:207). Lahan

mengandung pengertian ruang atau tempat maka lahan mengandung

makna yang lebih luas dari tanah atau topografi. Marbut (1968) dalam

Su Ritohardoyo (2009:9) mengemukakan batasan arti lahan yang

diartikan sebagai gabungan dari unsur-unsur permukaan dan dekat


dengan permukaan bumi yang penting bagi manusia. Dari definisi di

atas lahan merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi

kehidupan manusia, lahan sangat penting mengingat kebutuhan

penduduk baik untuk melangsungkan hidupnya maupun kegiatan

kehidupan sosio-ekonomi dan sosio-budayanya. Lahan digunakan

manusia sebagai tempat aktivitasnya, sehingga manusia selalu

mengolah lahan yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya dan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

Penggunaan lahan

Menurut Malingreau (1978 : 6) penggunaan lahan adalah segala

bentuk campur tangan atau kegiatan manusia baik secara siklis

maupun permanen terhadap suatu kumpulan sumber daya alam dan

sumber daya buatan yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan

tujuan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan baik materiil maupun

spiritual ataupun kedua-duanya. Penggunaan lahan merupakan

interaksi antara manusia dengan lahan. Manusia merupakan faktor

yang mempengaruhi atau yang melakukan kegiatan terhadap lahan

dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan lahan

merupakan faktor yang dipengaruhi sebagai tempat tinggal maupun

sebagai tempat untuk mencari nafkah.

Sitanala Arsyad (1989 : 207) mengartikan penggunaan lahan sebagai

setiap bentuk campur tangan menusia terhadap lahan dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual.

Penggunaan lahan merupakan hasil interaksi antara dua faktor, yaitu

faktor manusia dan faktor alam. Manusia merupakan faktor yang

mempengaruhi atau melakukan kegiatan terhadap lahan dalam usaha

memenuhi kebutuhan hidupnya. Penggunaan lahan pada hakekatnya

merupakan perwujudan keseluruhan kehidupan penduduk dalam

ruang (Bintarto, 1983 : 12). Penggunaan lahan sekarang ini

merupakan pertanda adanya dinamika eksploitasi oleh manusia (baik

perorangan atau masyarakat) terhadap sekumpulan sumber daya

alam. Penggunaan lahan timbul sebagai akibat adanya kebutuhan

dari aktivitas hidup manusia. Aktivitas manusia ini berupa tempat


tinggal, mata pencaharian, transportasi dan lain-lain. Contohnya

daerah perkotaaan biasanya banyak dibuat permukiman,

perkantoran, dan industri. Berbeda dengan daerah pedesaan yang

biasanya digunakan sebagai lahan pertanian, perkebunan, dan

peternakan. Penggunaan lahan digunakan untuk meningkatkan

kesejahteraan pemilik lahan tersebut. Penduduk akan merubah

penggunaan lahan yang dimilikinya agar dapat menghasilkan

keuntungan yang lebih besar.

Perubahan penggunaan lahan

Perubahan penggunaan lahan merupakan perubahan yang dilakukan

oleh manusia dalam mengelola lahan, hal ini dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Perubahan

penggunaan lahan terjadi karena berbagai faktor, baik itu dari

penduduk sendiri atau pembangunan dari pemerintah. Perubahan

penggunaan lahan yang dilakukan oleh penduduk biasanya karena

tuntutan untuk memenuhi kebutuhan penduduk itu sendiri, seperti

pembangunan rumah di lahan pertanian dan pembangunan

perkebunan atau tegalan di daerah hutan. Perubahan penggunaan

yang berasal dari pemerintah dilakukan karena untuk memenuhi

sarana-prasarana umum seperti taman kota, pembangunan gedung

pemerintahan, dan sarana prasarana umum. Perubahan lahan yang

dilakukan pihak swasta merubah penggunaan lahan untuk dijadikan

pabrik, gudang, kawasan perdagangan, perkebunan dan lain

sebagainya.

Perubahan penggunaan lahan terjadi karena tuntutan ekonomi, yaitu

karena dalam penggunaan yang sebelumnya kurang menghasilkan

keuntungan yang besar, sehingga penduduk dan perusahaan swasta

merubah penggunaan lahannya ke penggunaan lahan yang hasilnya

lebih menguntungkan. Namun, terdapat perubahan penggunaan

lahan yang tidak disesuaikan dengan kemampuan lahan tersebut,

akibatnya terjadi penyimpangan antara penggunaan lahan dengan

kemampuan lahan.

Kemampuan lahan
Kemampuan lahan adalah sifat lahan yang menyatakan

kesanggupannya untuk memberikan hasil optimum dalam

penggunaannya secara lestari tanpa menimbulkan kerusakan lahan

atau kerusakan lingkungan. Terjadinya kerusakan lahan antara lain

karena erosi, longsor lahan, kekeringan, lahan kritis, banjir dan

sedimentasi, umumnya berawal dari penggunaan lahan yang tidak

sesuai dengan kemampuan lahannya. Penggunaan lahan rasional

adalah penggunaan yang sesuai dengan kemampuan lahan atau

penggunaan lahan yang berorientasi ekonomi dan ekologi. Dari segi

ekonomi agar dicapai produksi optimum, ekologi berarti tidak

menimbulkan kerusakan lahan atau lingkungan.

Kemampuan lahan ditentukan oleh karakteristik lahan sebagai faktor

potensi dan pembatas kelas kemampuan lahan. Karakteristik lahan

tersebut meliputi: kemiringan lereng, jeluk tanah (soil depth), tingkat

erosi, tekstur tanah, permeabilitas, bahan kasar (stoniness and rock out

crop), drainase, banjir dan salinitas. Menurut USDA (dalam Arsyad,

2010) kelas kemampuan lahan dibedakan menjadi 8 kelas. Kelas I, II,

III, dan IV termasuk lahan yang dapat diolah atau digarap untuk

tanaman semusim (arable land), Kelas V, VI, VII, VIII termasuk lahan

yang tidak dapat digarap (unarable land). Pengertian lebih rinci dari

kelas kemampuan lahan adalah sebagai berikut :

Kelas kemampuan I

Lahan kelas kemampuan I mempunyai sedikit penghambat yang

membatasi penggunaannya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai

penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman

pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumput, hutan

produksi, dan cagar alam (Sitanala Arsyad, 2010: 326-327).

Kelas kemampuan II

Tanah-tanah dalam lahan kelas kemampuan II memiliki beberapa

hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan

penggunaannya atau mengakibatkannya memerlukan tindakan

konservasi yang sedang. Lahan kelas II memerlukan pengelolaan


yang hati-hati, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan konservasi

untuk mencegah kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan

udara jika tanah diusahakan untuk pertanian tanaman semusim.

Tanah-tanah ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim,

tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi dan

cagar alam (Sitanala Arsyad, 2010 : 326-327).

Kelas kemampuan III

Tanah-tanah dalam kelas III mempunyai hambatan yang berat yang

mengurangi pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan

konservasi khusus atau keduanya. Tanah-tanah dalam lahan kelas

III mempunyai pembatas yang lebih berat dari tanah-tanah kelas II

dan jika digunakan bagi tanaman yang memerlukan pengolahan

tanah, tindakan konservasi yang diperlukan biasanya lebih sulit

diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas III dapat digunakan untuk

tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan

tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan

lindung dan suaka marga satwa (Sitanala Arsyad, 2010: 326-327).

Kelas kemampuan IV

Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam

lahan kelas IV lebih besar dari pada tanah-tanah di dalam kelas III,

dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Jika digunakan untuk

tanaman semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan

tindakan konservasi yang lebih sulit diterapkan dan dipelihara,

seperti teras bangku, saluran bervegatasi dan dam penghambat,

disamping tindakan yang dilakukan untuk memelihara kesuburan

dan kondisi fisik tanah. Tanah di dalam kelas IV dapat digunakan

untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian dan pada

umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang

penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam (Sitanala Arsyad,

2010: 326-327).

Kelas kemampuan V

Tanah-tanah di dalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan tetapi


mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan

yang membatasi pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai

untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi

atau hutan lindung dan cagar alam. Tanah-tanah di dalam kelas V

mempunyai hambatan yang membatasi pilihan macam penggunaan

dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi tanaman

semusim (Sitanala Arsyad, 2010: 326-327).

Kelas kemampuan VI

Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat

yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan

pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau

padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar

alam (Sitanala Arsyad, 2010: 326-327).

Kelas kemampuan VII

Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika

digunakan untuk padanag rumput atau hutan produksi harus

dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat. Tanah-tanah

dalam lahan kelas VII yang dalam dan tidak peka erosi jika

digunakan unuk tanaman pertaniah harus dibuat teras bangku yang

ditunjang dengan cara-cara vegetatif untuk konservasi tanah,

disamping melakukan pemupukan (Sitanala Arsyad, 2010: 326- 327).

Kelas kemampuan VIII

Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih

sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII

bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar

alam. Contoh lahan kelas VIII adalah puncak gunung, tanah mati,

batu terungkap, dan pantai pasir (Sitanala Arsyad, 2010: 326-327).

Evaluasi penggunaan lahan

Menurut Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007:2), evaluasi

lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk

penggunaan-penggunaan tertentu. Pertambahan jumlah penduduk

akan menimbulkan persaingan dalam penggunaan ruang (tanah dan


lahan) untuk berbagai kepentingan di masyarakat. Proses

pembangunan yang sangat pesat akhir-akhir ini menggeser fungsi

lahan pertanian menjadi lahan permukiman, industri, jasa dan lain

sebagainya. Pemanfaatan lahan yang merupakan sumber daya alam

tidak dapat diperbarui dan luasnya terbatas harus dilakukan secara

berkelanjutan.

Evaluasi lahan merupakan proses penilaian suatu lahan sehingga

penggunaan lahan sesuai dengan kemampuan lahan tersebut.

Penggunaan lahan yang sudah sesuai dengan kemampuan lahan

akan dapat digunakan secara berkelanjutan. Penggunaan lahan yang

tidak sesuai dengan kemampuan lahan, harus dikembalikan sesuai

dengan kemampuan lahan daerah tersebut agar lahan tersebut tidak

rusak. Evaluasi sumber daya lahan bermanfaat bagi penggunaan

lahan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari

perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan, karena

perubahan penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap keadaan

lingkungan sekitar (Su Ritohardoyo, 2009 : 77).

Hubungan Geografi dengan Evaluasi Kemampuan Lahan

Berdasarkan hasil seminar dan lokakarya para pakar Geografi di

Semarang tahun 1988 menyatakan bahwa Geografi adalah pengetahuan

mengenai persamaan dan perbedaan gejala alam dan kehidupan di muka

bumi (gejala geosfer) serta interaksi antara manusia dan lingkungannya

dalam konteks keruangan dan kewilayahan (Sumaatmadja, 1991: 21

dalam Kumpulan Makalah Seminar Lokakarya Nasional Pengajaran

Geografi, 1991). Hubungan antara permukaan bumi dan penduduk

khususnya terlihat pada lingkungan, dimana manusia menempati

bagian-bagian permukaan bumi dengan cara merubah keadaan alam

sekitarnya atau lingkungan.

Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh manusia adalah

dengan memanfaatkan lahan yang ada secara optimal dengan cara

menyesuaikan penggunaan lahannya dengan kemampuan tanah dan

memberikan perlakuan sesuai dengan syarat – syarat yang diperlukan,

agar tanah dapat berfungsi tanpa mengurangi tingkat kesuburannya


yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin

meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula

kebutuhan akan lahan dan langkanya lahan-lahan pertanian yang subur

dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor

pertanian dan sektor non pertanian diperlukan adanya tekhnologi yang

tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan sumberdaya

lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya

lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data informasi

yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik

lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan

terutama tanaman-tanaman yang mempunyai arti ekonomi cukup baik.

Lahan adalah suatu lingkungan fisik terdiri atas tanah, iklim, relief,

hidrologi, vegetasi, dan benda-benda yang ada di atasnya yang

selanjutnya semua faktor-faktor tersebut mempengaruhi penggunaan,

termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia, baik masa lampau

maupun sekarang (FAO, 1976) dalam Arsyad (1989:207). Lahan

mengandung pengertian ruang atau tempat maka lahan mengandung

makna yang lebih luas dari tanah atau topografi. Marbut (1968) dalam Su

Ritohardoyo (2009:9) mengemukakan batasan arti lahan yang diartikan

sebagai gabungan dari unsur-unsur permukaan dan dekat dengan

permukaan bumi yang penting bagi manusia. Dari definisi di atas lahan

merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan

manusia, lahan sangat penting mengingat kebutuhan penduduk baik

untuk melangsungkan hidupnya maupun kegiatan kehidupan sosio-

ekonomi dan sosio-budayanya. Lahan digunakan manusia sebagai tempat

aktivitasnya, sehingga manusia selalu mengolah lahan yang dimilikinya

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk mencukupi kebutuhan

keluarganya.
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang

Berdasarkan hasil seminar dan lokakarya para pakar Geografi di

Semarang tahun 1988 menyatakan bahwa Geografi adalah pengetahuan

mengenai persamaan dan perbedaan gejala alam dan kehidupan di muka

bumi (gejala geosfer) serta interaksi antara manusia dan lingkungannya

dalam konteks keruangan dan kewilayahan (Sumaatmadja, 1991: 21

dalam Kumpulan Makalah Seminar Lokakarya Nasional Pengajaran

Geografi, 1991). Hubungan antara permukaan bumi dan penduduk

khususnya terlihat pada lingkungan, dimana manusia menempati

bagian-bagian permukaan bumi dengan cara merubah keadaan alam

sekitarnya atau lingkungan.

Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh manusia adalah

dengan memanfaatkan lahan yang ada secara optimal dengan cara

menyesuaikan penggunaan lahannya dengan kemampuan tanah dan

memberikan perlakuan sesuai dengan syarat – syarat yang diperlukan,

agar tanah dapat berfungsi tanpa mengurangi tingkat kesuburannya

yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin

meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula


kebutuhan akan lahan dan langkanya lahan-lahan pertanian yang subur

dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor

pertanian dan sektor non pertanian diperlukan adanya tekhnologi yang

tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan sumberdaya

lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya

lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data informasi

yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik

lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan

terutama tanaman-tanaman yang mempunyai arti ekonomi cukup baik.

Evaluasi kemampuan lahan adalah evaluasi potensi lahan untuk

penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan

peruntukan untuk jenis tanaman tertentu maupun tindakan-tindakan

pengelolaannya. Evaluasi Kemampuan Lahan Desa Sihiong, Sinar

Sabungan dan Lumban Lobu Kabupaten Toba Samosir. Penelitian ini

dilakukan pada bulan April Tahun 2012. Tujuan dari peneitian adalah

untuk mengetahui kelas kemampuan lahan di Desa Sihiong, Sinar

Sabungan dan Lumban Lobu Kabupaten Toba Samosir dengan metode

faktor penghambat dan matching menurut kelas kemampuan lahan

Arsyad (1989). Analisis tanah berupa tekstur tanah, permeabiltas, Bulk

Density, Salinitas dan Bahan Organik dilakukan di laboratorium Riset dan

Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan

pengamatan dilapangan berupa lereng, faktor erosi, kedalaman tanah,

drainase, krikil/batuan dan bahaya banjir/genangan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa daerah Sihiong, Sinar sabungan dan Lumban Lobu

memiliki kelas kemampuan lahan aktual yang sama yaitu pada kelas

III(es) dimana kelas III merupakan lahan yang dapat dipergunakan untuk

tanaman semusim dan hutan produksi, (es) merupakan faktor

penghambat pada erosi dan daerah perakaran. Sehingga kelas

kemampuan lahan potensial menjadi III(s), dimana (s) merupakan faktor

penghambat pada daerah perakaran saja.

Kemampuan lahan adalah potensi lahan untuk penggunaan

berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan peruntukan

untuk jenis tanaman tertentu maupun tindakan-tindakan pengelolaannya.


Tujuannya adalah untuk mengelompokkan lahan yang dapat diusahakan

bagi pertanian berdasarkan potensi dan pembatasnya agar dapat

berproduksi secara berkesinambungan. Kemampuan lahan merupakan

lingkungan fisik yang meliputi iklim, relief, tanah, hidrologi, dan vegetasi.

Faktor-faktor ini hingga batas tertentu mempengaruhi potensi dan

kemampuan lahan untuk mendukung suatu tipe penggunaan tertentu

(Arsyad, 1989).

Desa Sihiong, Sinar Sabungan dan Lumban Lobu desa yang

berada di Kecamatan Bonatua Lunasi Kabupaten Toba Samosir, dimana

mata pencarian masyarakat desa tersebut pada umumnya adalah bertani.

Salah satu faktor penting dan yang paling mempengaruhi pertanian di

kecamatan Bonatua Lunasi adalah pengairan (irigasi). Jenis irigasi

setengah teknis merupakan jenis irigasi yang paling banyak digunakan di

kecamatan Bonatua Lunasi yaitu digunakan untuk mengairi 62,69 persen

dari luas lahan sawah. Rata-rata produksi padi sawah di Kecamatan

Bonatua Lunasi pada tahun 2008 adalah 6,26 ton/Ha dengan luas panen

sebesar 1.955 Ha. Desa Sihiong, Sinar Sabungan dan Lumban Lobu

merupakan penyumbang produksi padi sawah tertinggi dengan rata –

rata produksi padi sawah 6,39 ton/Ha (BPS Kabupaten TOBASA, 2010).

Kemampuan lahan merupakan potensi lahan untuk penggunan

berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan peruntukan

untuk jenis tanaman tertentu maupun tindakan pengelolaannya.

Pengelompokan ke dalam kelas kemampuan lahan didasarkan pada

besarnya faktor pembatas atau kendala (penghambat). Dalam

pengevaluasian kemampuan tanah atau lahan dikelompokan kedalam

kelas menggunakan huruf Romawi (I sampai dengan VIII). Tanah pada

kelas I sampai IV adalah tanah atau lahan yang sesuai digunakan untuk

tanaman pertanian pada umumnya (tanaman semusim atau tahunan),

maupun untuk rumput makanan ternak, padang rumput dan hutan.

Tanah pada kelas V, VI dan VII tidak sesuai untuk pertanian, melainkan

sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohon atau vegetasi alami.

Tanah dalam kelas VIII harus dibiarkan dalam keadaan alami. Dengan

demikian, semakin tinggi kelasnya (semakin besar angka kelas) semakin


rendah kualitas lahannya (Rayes, 2007). Berdasarkan latar belakang diatas

maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kelas kemampuan

lahan di Desa Sihiong, Sinar Sabungan dan Lumban Lobu Kecamatan

Bonatua Lunasi Kabupaten Toba Samosir.

Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat penting untuk

pengembangan usaha pertanian, kebutuhan lahan pertanian semakin

meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, namun luasan

lahan yang sesuai bagi kegiatan di bidang pertanian terbatas. Hal ini

menjadi kendala untuk meningkatkan produksi pangan dalam rangka

memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Masyarakat tani yang tradisional

memenuhi kebutuhan pangannya dengan menanaman secara tradisional.

Kegiatan pertanian ini menyebabkan degrasi kesuburan tanah melalui

erosi dan penggunaan tanah yang terus menerus. Salah satu cara untuk

mengatasi masalah ini adalah mengelola lahan sesuai dengan kemampuan

lahan (Rayes 2006).

Kemampuan lahan adalah penilaian atas kemampuan lahan

untuk penggunaan tertentu yang dinilai dari masing-masing faktor

penghambat. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan

kemampuannya dan tidak dikuti dengan usaha konservasi tanah yang

baik akan mempercepat terjadi erosi. Apabila tanah sudah tererosi maka

produktivitas lahan akan menurun (Arsyad 2010), Pengklasifikasian

lahan dimaksudkan agar dalam pendayagunaan lahan yang digunakan

sesuai dengan kemampuannya dan bagaimana menerapkan teknik

konservasi tanah dan air yang sesuai dengan kemampuan lahan

tersebut.

Pembukaan suatu wilayah yang baru sebaiknya didahului dengan

survei dan evaluasi tentang kemampuan lahan dan kesesuaian lahan,

sehingga di wilayah itu dapat digolongkan menurut penggunaannya

yang tepat (Ishemat soeranegara, 1977 dalam Jamulyo dan Sunarto,

1996). Survei kemampuan lahan merupakan salah satu survei

sumberdaya lahan yang bertujuan mengetahui kemampuan lahan suatu

daerah dan menentukan penggunaan lahan beserta pengelolaanya yang


tepat sehingga dapat dicapai produktivitas yang optimal atau sedikit

menimbulkan kerusakan lahan. Evaluasi Kemampuan lahan pada

hakekatnya merupakan proses untuk mengarahkan potensi sumberdaya

lahan untuk berbagai penggunaan.

Berkaitan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk mengambil

judul “EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN (Kumpulan dari 3 Jurnal)”.

B. Permasalahan

1. Bagaimana Evaluasi Kemampuan Lahan untuk Mendukung

Pengembangan Pariwisata Wilayah Pesisir Pacitan ?

2. Bagaimana Evaluasi Kemampuan Lahan Desa Sihiong, Sinar

Sabungan Dan Lumban Lobu Kabupaten Toba Samosir ?

3. Bagaimana klasifikasi kemampuan lahan dengan menggunakan

system informasi geografis di kecamatan lolak kabupaten bolaang

mongondow ?

C. Manfaat

1. Manfaat bagi pembangunan

Manfaat penelitian ini bagi pembangunan adalah :

a. Untuk menyumbang pikiran bagi pemerintah daerah setempat

yang berkaitan dengan kegiatan perencanaan kawasan.

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten

dalam penyusunan kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan

penggunaan lahan.

2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan

a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan

hasil penelitian

b. Untuk mengembangkan kepustakaan bagi peneliti-peneliti


selanjutnya.

c. Untuk menambah referensi pengetahuan bagi pembaca mengenai

potensi wilayah Kabupaten tersebut khususnya yang berkaitan

dengan kodisi sumberdaya lahan.

D. Tujuan
1. Untuk mengetahui kelas kemampuan lahan di Desa Sihiong, Sinar

Sabungan dan Lumban Lobu Kabupaten Toba Samosir dengan

metode faktor penghambat dan matching menurut kelas kemampuan

lahan Arsyad (1989)

2. Mengetahui klasifikasi kemampuan lahan yang ada di wilayah

daerah yang disajikan dalam bentuk Peta Kelas Kemampuan Lahan.

3. Untuk menentukkan kelas kemampuan lahan di Kecamatan Lolak

Kabupaten Bolaang Mongondow. Mengevaluasi kesesuaian antara

penggunaan lahan yang ada dengan kemampuan lahan yang sudah

ditetapkan.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Evaluasi Lahan

Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah

dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia baik di masa lalu maupun

masa sekarang. Sebagai contoh aktvitas dalam penggunaan lahan

pertanian, reklamasi lahan rawa dan pasang surut, atau tindakan

konservasi tanah.

Dalam kegiatan survei dan pemetaan sumber daya alam, bagian

lahan satu dengan yang lain dibedakan berdasarkan perbedaan sifat –

sifatnya yang tediri dari iklim, bentuk lahan (termasuk litologi, topografi

atau relief), tanah dan atau hidrologi sehingga terbentuk satuan – satuan

lahan. Melalui satuan lahan tersebut dapat diketahui kelas – kelas

kemampuan lahan.

Evaluasi lahan adalah proses penilaian atau keragaan (perfomance)

lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan

interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan

aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat

perbandingan berbagai alternatif penggunaan lahan yang mungkin

dikembangkan (FAO, 1976 dalam Arsyad, 1989 ; 209). Evaluasi lahan

sebagai proses penelaahan dan interprertasi data dasar tanah, vegetasi,

iklim dan aspek lahan lainya agar dapat mengidentifikasikan dan

membuat perbandingan pertama antara berbagai alternatif penggunaan

lahan termasuk sosial – ekonomi yang sederhana (Brinkman dan Smyth,

1973 dalam Jamulyo dan Sunarto, 1996 ;5).

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi lahan

adalah suatu proses penilaian terhadap lahan untuk dilakukan

identifikasi kedalam bentuk kelas – kelas lahan.

B. Klasifikasi Kemampuan lahan


Lahan yang dimanfaatkan oleh manusia pada dasarnya

mempunyai kemampuan yang berbeda. Untuk mengetahui kemampuan

suatu lahan maka perlu dilakukan klasifikasi kemampuan lahan.

Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Classification) adalah

penilaian lahan (komponen - komponen lahan) secara sistematik dan

pengelompokkanya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat –

sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaanya

secara lestari. Kemampuan disini dipandang sebagi kapasitas lahan itu

sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum.

Menurut Nockensmith dan Steel (1943) dan Klingebel dan

Montgomery (1973) klasifikasi kemampuan lahan terdiri dari 3 kategori

utama yaitu kelas, subkelas dan satuan kemampuan (Arsyad, 1989 : 212)

1. Kelas

Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas

faktor penghambat. Tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas

yang ditandai dengan huruf Romawi I sampai VIII. Ancaman

kerusakan atau hambatan meningkat berturut – turut dari kelas I

sampai kelas VIII.

Tanah pada kelas I sampai kelas IV dengan pengelolaan yang

baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan

seperti untuk penanaman tanaman pertanian umumnya (tanaman

semusim, dan tahunan), rumput untuk makanan ternak, padang

rumput dan hutan. Tanah pada kelas V, VI dan VII sesuai untuk

padang rumput, tanaman pohon – pohon atau vegetasi alami. Dalam

beberapa hal tanah kelas V dan VI dapat menghasilkan dan

menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah –

buahan, tanaman hias atau bunga – bungaan dan bahkan jenis

sayuran bernilai tinggi dengan pengelolaan dan tindakan konservasi

tanah dan air yang baik. Tanah kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam

keadaan alami.

2. Kelas Kemampuan
Lahan

a. Kelas I
Lahan kelas I mempunyai sedikit hambatan yang

membatasi penggunaanya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai

penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan

tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, hutan dan

cagar alam. Tanah – tanah di kelas I mempunyai salah satu

kombinasi sifat dan kualitas sebagai berikut:

1) Terletak pada topografi hampir datar

2) Ancaman erosi
kecil

3) Mempunyai kedalaman efektif yang dalam

4) Umumnya berdrainase baik

5) Mudah di olah

6) Kapasitas menahan air baik

7) Subur atau responsif terhadap pemupukan


8) Tidak Terancam banjir

9) Di bawah iklim setempat yang sesuai bagi tanaman umumnya.

Di daerah beriklim kering yang telah di bangun fasilitas

irigasi, suatu tanah yang dimasukkan kedalam kelas I jika

topografi hampir datar, daerah perakaran dalam, permeabilitas

dan kapasitas menahan air yang baik, dan mudah di olah.

Beberapa dari tanah yang dimasukkan kedalam kelas ini mungkin

memerlukan perbaikan pada awalnya seperti perataan,

pencuculan garam laut, atau penurunan permukaan permukaan

air dalam tanah musiman. Jika hambatan oleh garam, permukaan

air tanah, ancaman banjir, atau ancaman erosi akan terjadi

kembali, maka tanah tersebut mempunyai hambatan alami

permanen yang oleh karenanya tidak dapat dimasukkan ke dalam

kelas ini.

Tanah yang kelebihan air dan mempunyai lapisan bawah

yang permeabilitasnya lambat tidak dimasukkan ke dalam kelas I.

Tanah – tanah dalam kelas I yang dipergunakan untuk

penanaman tanaman pertanian memerlukan tindakan pengelolaan

untuk memelihara produktivitas, berupa pemeliharaan kesuburan

dan struktur tanah. Tindakan tersebut dapat berupa pemupukan

dan pengapuran, penggunaan tanaman penutup tanah dan pupuk

hijau, penggunaan sisa – sisa tanaman dan pupuk kandang,

pergiliran tanaman. Di dalam peta kelas kemampuan lahan, lahan

kelas I biasanya diberi warna hijau.

b. Kelas II

Tanah – tanah dalam kelas II memiliki beberapa hambatan

atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaanya

atau mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi sedang.

Lahan kelas II memerlukan pengelolaan yang berhati – hati,

termasuk didalamnya tindakan – tindakan konservasi untuk

mencegah kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan udara

jika tanah diusahakan untuk pertanian. Hambatan pada kelas II


sedikit, dan tindakan yang diperlukan mudah diterapkan. Tanah –

tanah ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman

rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung

dan cagar alam.

Hambatan atau ancaman kerusakan pada kelas II adalah

salah satu kombinasi dari pengaruh berikut :

1) Lereng yang landai

2) Kepekaan erosi atau ancaman erosi sedang atau telah

mengalami erosi sedang.

3) Kedalaman efektif agak dalam

4) Struktur tanah dan daya olah agak kurang baik

5) Salinitas ringan sampai sedang atau terdapat garam natrium

yang mudah dihilangkan akan tetapi besar kemungkinan

timbul kembali.

6) Kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi

ada sebagai pembatas yang sedang tingkatannya, atau

7) Keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman dan


pengelolaan.

Tanah – tanah dalam kelas II memberikan pilihan

penggunaan yang kurang dan tuntutan pengelolaan yang lebih

berarti dari tanah kelas I kepada penggarap. Tanah – tanah dalam

kelas ini mungkin memerlukan sistem pertanaman konservasi

khusus, tindakan – tindakan pencegahan erosi, pengendalian air

lebih, atau metode pengelolaan jika dipergunakan untuk tanaman

semusim dan tanaman yang memerlukan pengelolaan tanah.

Sebagai contoh : tanah yang dalam dengan lereng yang landai

yang terancam erosi sedang jika dipergunakan untuk tanaman

semusim mungkin memerlukan salah satu atau kombinasi

tindakan – tindakan berikut : guludan, penanaman dalam strip,

pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman dengan rumput

dan leguminosa, mulsa selain dari pemupukan. Secara tepatnya

tindakan atau kombinasi tindakan yang akan diterapkan,

dipengaruhi oleh sifat – sifat tanah, iklim dan sistem usaha tani.
Didalam peta kemampuan lahan kelas II biasanya diberi warna

kuning.

c. Kelas III

Tanah – tanah dalam lahan kelas III mempunyai hambatan

yang berat yang mengurangi pilihan penggunaan atau

memerlukan tindakan konservasi khusus dan keduanya. Tanah –

tanah dalam Kelas III mempunyai pembatas yang lebih berat dari

tanah – tanah kelas II dan jika dipergunakan bagi tanaman yang

memerlukan pengelolaan tanah tindakan konservasi yang

diperlukan biasanya lebih sulit diterapkan dan dipelihara. Lahan

kelas III dapat dipergunakan untuk tanaman semusim


dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput,

padang rumput, huitan produksi, hutan lindung dan suaka margasatwa.

Hambatan yang terdapat pada tanah dalam Kelas III membatasi lama

penggunaanya bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman

atau kombinasi dari pembatas – pembatas tersebut. Hambatan atau ancaman

kerusakan kerusakan mungkin disebabkan oleh salah satu beberapa hal

berikut :

1) Lereng yang agak miring atau bergelombang

2) Peka terhadap erosi atau telah mengalami erosi yang berat

3) Seringkali mengalami banjir yang merusak tanaman

4) Lapisan bawah tanah yang berpermeabilitas lambat

5) Kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padat keras (hardpan),

lapisan padas rapuh (fragipan) atau lapisan liat padat (claypan) yang

membatasi perakaran dan simpanan air.

6) Terlalu basah atau masih terus jenuh air setelah didrainase

7) Kapasitas menahan air rendah

8) Salinitas atau kandungan natrium sedang

9) Hambatan iklim yang agak besar.

Jika digunakan untuk tanman semusim dan tanaman pertanian

umumnya, pada tanah yang basah, permeabilitas rendah tetapi hampir datar

dida;lam Kelas III memerlukan drainase dan pengelolaan tanah yang dapat

memelihara atau memperbaiki struktur dan keadaan olah tanah. Untuk

mencegah pelumpuran dan pemadatan dan memperbaiki permeabilitas

umumnya diperlakukan penambahan bahan organik dan tidak mengolah

tanah sewaktu tanah masih basah. Pada tanah berlereng tindakan – tindakan
konservasi tanah untuk mencegah erosi diperlukan bagi tanah – tanah di

dalam Kelas III, seperti guludan bersaluran, penanamn dalam strip,

penggunaan mulsa, pergiliran tanaman atau pembuatan terras atau

kombinasi dari tindakan – tindakan tersebut. Didalam peta kemampuan

lahan, lahan Kelas III biasanya diberi warna merah

d. Kelas IV

Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah – tanah di dalam

lahan Kelas IV lebih besar dari pada tanah – tanah di dalam Kelas III, dan

pilihan tanaman juga lebih tebatas. Jika dipergunakan untuk tanaman

semusim duiperlukan pengelolaan yang lebih hati – hati dan tindakan

konservasi lebih sulit diterapkan dan di pelihara, seperti terras bangku,

saluran bervegetasi dan dam penghambat, disamping tindakan yang

dilakukan untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Tanah

didalam Kelas IV dapat dipergunakan untuk tanaman semusim dan

tanaman pertanian pada umumnya juga dapat dipergunakan untuk

tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung

atau suaka alam.

Hambatan atau ancaman kerusaklan tanah – tanah di dalam kelas IV

disebabkan oleh salah satu kombinasi faktor – faktor berikut :

1) Lereng yang miring atau berbukit


2) Kepekaan erosi yang besar

3) Pengaruh bekas erosi agak berat yang telah terjadi

4) Tanahnya dangkal

5) Kapasitas menahan air yang rendah

6) Sering tergenang yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman.

7) Kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan terus

terjadi setelah didrainase

8) Salinitas atau kandungan natrium yang tinggi


9) Keadaan iklim yang kurang menguntungkan.

Pada peta kelas kemampuan lahan, lahan kelas IV biasanya diberi

warna biru.

e. Kelas V

Tanah – tanah di dalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan

tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak untuk dihilangkan sehingga

membatasi pilihan penggunaanya, oleh karena itu lahan ini sesuai untuk

tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan

lindung dan suaka alam. Tanah – tanah didalam kelas V mempunyai

hambatan yang membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan

menghambat pengolahan tanah bagi tanaman semusim. Tanah – tanah ini

terletak pada topografi datar atau hampir datar tetapi tergenang air, sering

terlanda banjir, atau berbatu – batu, atau iklim yang kurang sesuai, atau

mempunyai kombinasi hambatan tersebut. Contoh tanah kelas V adalah

sebagai berikut :

1) Tanah – tanah yang sering di landa banjir sehingga sulit

dipergunakan untuk penanaman tanaman semusim secara normal.

2) Tanah – tanah datar yang berda di bawah iklim yang tidak

memungkinkan produksi secara normal.

3) Tanah datar atau hampir datar yang berbatu – batu, dan

4) Tanah – tanah tergenang yang tidak layak didrainase untuk tanaman

semusim, tetapi dapat ditumbuhi rumput atau pohon – pohonan.

Pada peta kelas kemampuan lahan, lahan kelas V biasanya di beri

warna hijau tua.

f. Kelas VI

Tanah – tanah dalam kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang

menyebabkan tanah – tanah ini tidak sesuai dengan untuk penggunaan


pertanian, penggunaanya terbatas untuk tanaman rumput atau padang

pengembalaan, hutan produksi, hutan lindung, cagar alam. Tanah – tanah

dalam kelas VI mempunyai pembatas atau ancaman kerusakan yang tidak

dapat dihilangkan, berupa salah satu atau kombinasi faktor – faktor berikut

1) Terletak pada lereng agak curam

2) Ancaman erosi berat

3) Telah tererosi berat

4) Mengandung garam laut atau natrium

5) Berbatu – batu

6) Daerah perakaran sangat dangkal

7) Iklim yang tidak sesuai

Tanah – tanah kelas VI yang terletak pada lereng agak curam, jika

dipergunakan untuk penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola

dengan baik untuk menghindari erosi. Beberapa tanah dalam kelas VI dan

daerah perakarannya dalam tetapi terletak pada lereng agak curam dapat

dipergunakan untuk tanaman semusi dengan tindakan konservasi yang

berat. Pada peta kelas kemampuan lahan, lahan kelas VI diberi warna

orange.

g. Kelas VII

Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Jika

dipergunakan untuk padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan

dengan usaha pencegahan erosi yang berat.Tanah – tanah dalam lahan kelas

VII yang dalam dan tidak peka erosi jika digunakan untuk tanman pertanian

harus di buat terras bangku yang ditunjang dengan cara vegetatif untuk

konservasi tanah, di samping tindakan pemupukkan. Tanah – tanah kelas

VII mempunyai beberapa hambatan atau ancaman kerusakan yang berat


dan tidak dapat dihilangkan seperti :

1) Terletak pada lereng yang curam

2) Telah tererosi sangat berat berupa erosi parit

3) Daerah perakaran sangat dangkal

Pada peta kelas kemampuan lahan, lahan kelas VII biasanya diberi

warna coklat.

h. Kelas VIII

Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih

sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat

sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam. Pembatas atau

ancaman kerusakan pada kelas VIII dapat berupa ;

1) Terletak pada lereng yang sangat curam

2) Berbatu

3) Kapasitas menahan air sangat rendah

Contoh lahan kelas VIII adalah tanah mati, batu terungkap, pantai pasir dan

puncak gunung.

Pada peta kelas kemampuan lahan biasanya lahan kelasVIII berwarna

putih atau tidak berwarna (Arsyad, 1989 : 216-220).

3. Subkelas

Pengelompokan dalam sub kelas berdasarkan atas jenis faktor

penghambat atau ancaman kerusakan. Jadi sub kelas adalah pengelompokkan

unit kemampuan lahan yang mempunyai jenis hambatan atau ancaman

dominan yang sama. Jika dipergunakan untuk pertanian sebagai akibat sifat –

sifat tanah, relief, hidrologi dan iklim.

Terdapat beberapa jenis hambatan atau ancaman yang pada sub kelas

yaitu : ancaman erosi tanah ditandai dengan huruf e; keadaan drainase atau

kelebihan air atau ancm,an banjir ditandai dengan huruf w; hambatan daerah
perakaran ditandai dengan huruf s; dan hambatan iklim ditandai dengan huruf

c. Subkelas menunjukan kepada pemakai peta informasi tentang derajat dan

jenis hambatan dan kelas keterangan dari pada sub kelas. Satuan kemampuan

adalah pengelompokan lahan yang sama atau hampir sama kesesuaianya bagi

tanaman dan memerlukan pengelolaan yang sama atau memberi tanggapan

yang sama terhadap masukan pengelolaan yang diberikan (Arsyad, 1989 : 220).

C. Kriteria Pengelompokan Kelas

Tanah dan komponen lahan lainnya seperti bentuk lahan, hidrologi dan

iklim dalam hubungannya dengan penggunaan lahan, pengelolaan dan

produktivitas lahan adalah dasar dalam pengelompokan kelas kemampuan. Kelas

kemampuan didasarkan atas derajat atau intensitas dan jumlah faktor pembatas

atau penghambat atau ancaman kerusakan yang mempengaruhi jenis penggunaan

lahan, resiko kerusakan jika salah kelola, keperluan pengelolaan tanah dan resiko

kegagalan tanaman (Arsyad, 1989 : 221-222)

Untuk membantu klasifikasi diperlukan kriteria yang jelas yang

memungkinkan pengelompokan tanah pada setiap kategori yaitu kelas, subkelas

dan satuan kemampuan. Oleh karena pengaruh sifat – sifat dan kualitas lahan

berbeda dengan sangat luas menurut iklim, maka kriteria yang disusun dengan

anggapan meliputi berbagai tanah iklim yang sama.

Kriteria yang digunakan dalam pengelompokan kelas adalah sebagai berikut

1. Iklim

Komponen iklim yang paling mempengaruhi kemampuan lahan adalah

temperatur dan curah hujan. Temperatur yang rendah mempengaruhi jenis

dan pertumbuhan tanaman. Di daerah tropika yang paling penting

mempengaruhi temperatur udara adalah ketinggian letak suatu tempat adri

permukaan laut. Udara yang bebas bergerak akan turun temperatur pada
umumnya dengan 1 °C untuk setiap 100 meter naik diatas permukaan laut.

Penyediaan air secara alami berupa curah hujan yang terbatas atau

rendah di daerah agak basah (sub humid), agak kering (semi arid) dan kering

(arid) mempengaruhi kemampuan tanah. Oleh karena klasifikasi pada setiap

lokasi didasarkan atas penmapilan tanaman, maka pengaruh interaksi antara

iklim dan tanah harus diperhitungkan.

2. Lereng

Kemiringan lereng dinyatakan dal;am derajat atau persen. Dua titik yang

berjarak horizontal 100 meter yang mwempuyai selisih tinggi 10 meter

membentuk lereng 10 persen. Kecuraman lereng tercatat atau dapat di ketahui

pada peta tanah. Panjang dan bentuk lereng tidak tercatat pada peta tanah tetapi

dapat menajdi peunjuk jenis tanah tertentu dan pengaruhnya pada penggunaan

dan pengelolaan tanah dapat di evaluasi sebagai bagian satuan peta.

3. Kedalaman tanah

Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi

pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat di

tembus oleh akar tanaman. Lapisan tersebut dapat berupa lapisan padas keras,

padas liat, padas rapuh atau lapisan phlintite.

4. Tekstur tanah

Tekstur tanah adalah satu faktor penting yang mempengaruhi kapasitas

tanah untuk menahan air dan permeabilitas tanah serta berbagai sifat dan kimia

tanah lainnya.

5. Permeabilitas

Permeabilitas adalah cepat lambatnya air merembes kedalam tanah baik

melalui pori – pori makro maupun pori – pori mikro baik kearah horisontal

maupun vertikal.

6. Faktor – faktor khusus


Faktor – faktor khusus ini berupa :

a. Kondisi batuan permukaan

b. Ancaman banjir atau genangan

c. Salinitas (Kandungan Garam Laut)

(Arsyad, 1989 : 223-231).

D. Penggunaan Lahan

Evaluasi kemampuan lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk

menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagi penggunaan lahan sangat

bervariasi dalam berbagai benruk faktor seperti keadaan topografi, iklim, geologi,

geomorfologi, tanah, air dan vegetasi atau penggunaan lahan. Lahan yang

merupakan obyek penelitian keadaanya kompleks dan tidak merupakan suatu

unsur fisik atau sosial ekonomi yang berdiri sendiri. Tetapi merupakan hasil

interaksi dari lingkungan biofisisnya (Karmono,1985 dalam Jamulyo dan Sunarto,

1996 ; 1).

Berhasilnya suatu peningkatan produksi pertanian tergantung pada

perencanaan penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahannya (Kang

Biaw Tjwan,1955 Jamulyo dan Sunarto, 1996 ; 1). Menurut Jamulyo dan Sunarto,

1996 hal. 2 Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi

(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya baik materiil maupun spirituil.

Contoh tipe penggunaan lahan adalah sebagai berikut :

1. Perladangan

2. Tanaman semusim campuran, tanah darat tidak intensif

3. Tanaman semusim campuran, tanah darat intensif

4. Sawah satu kali setahun, tidak intensif

5. Sawah dua kali setahun, intensif


6. Perkebunan rakyat (karet, kopi atau coklat, jeruk), tidak intensif

7. Perkebuanan rakyat intensif

8. Perkebunan besar tidak intensif

9. Perkebunan besar intensif

10. Hutan produksi alami

11. Hutan produksi, tanaman pinus, dan sebagainya

12. Padang penggembalaan tidak intensif

13. Hutan lindung

14. Cagar alam

BAB III
PEMBAHASAN

A. Evaluasi Kemampuan Lahan untuk Mendukung Pengembangan Pariwisata


Wilayah Pesisir Pacitan
Salah satu usaha untuk meningkatkan pengembangan sector

pariwisata adalah dengan melaksanakan pengembangan kawasan pariwisata.

Sebagaimana sector lainnya, sector pariwisata khususnya pariwisata di daerah

pesisir memerlukan evaluasi potensi pada suatu kawasan yang akan

direncanakan agar dalam pengembangannya dapat berhasil dengan baik.


Kabupaten pacitan mempunyai daerah pesisir yang cukup luas dan potensial

untuk dijadikan daerah wisata pesisir, daerah tersebut antara lain adalah

teleng ria dan tamperan dimana daerah tersebut mempunyai panorama yang

cukup menarik. Untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan lahan

untuk pengembangan pariwisata dilakukan dengan menilai aspek fisik lahan

dimana aspek tersebut mengacu dari pendapat Haryono (1995) adalah antara

lain sebagai berikut : kemiringan lereng, b. tingkat erosi permukaan, c.

drainase permukaan, d. kedalaman air tanah, e. tekstur tanah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan daerah penelitian


terdapat bentuk lahan asal marine, bentuk lahan asal flufial bentuk lahan

denudasional berdasarkan topografi, litologi dan prosesnya dapat

diklasifikasikan lagi menjadi sebagai berikut….1. satuan bentuk lahan

gasik, 2. Satuan bentuk lahan betting gisik. 3. Satuan bentuk lahan dataran

alluvial pantai. 4. Satuan bentuk lahn dataran alluvial,5. Bentuk lahan

dataran banjir, 6. Satuan bentuk lahan perbukitan terkikis

Berdasarkan lampiran kemampuan lahan, daerah penelitian

terdapat tiga klasifikasi yaitu kemampuan lahan sangat baik (kelas 1),

kemampuan lahan yang agak baik terdapat pada (kelas 3) sedangkan

kemampuan lahan yang tidak baik terdapat pada (kelas 4).

B. Evaluasi Kemampuan Lahan Desa Sihiong, Sinar Sabungan Dan Lumban

Lobu Kabupaten Toba Samosir

1. Kemiringan Lereng (S)

Dari hasil pengamatan kemiringan lereng dilapangan dan setelah

dikonversi dapat dilihat pada Tabel 1 berikut


Dari hasil pengamatan dilapangan dengan menggunakan Klinometer

diketahui bahwa desa Sihiong, Sinar Sabungan dan Lumban Lobu memiliki kelas

kemiringan lereng yang tidak jauh berbeda dengan karakter lereng agak miring atau

bergelombang. Data yang diambil dari pengamatan dilapangan dengan klinometer

dalam bentuk derjat yang kemudian dikonversikandalam bentuk %.

Semakin besar persentasi kemiringan lereng maka semakin besar pula

potensial erosi yang terjadi pada unit lahan tersebut. Rata-rata kemiringan lahan

yang terdapat di desa Sihiong adalah 12,3%, pada desa Sinar Sabungan 10,5%, dan

desa Lumban Lobu 10,5%. Menurut Hendrawan (2004) lahan-lahan yang miring

berpengaruh besar terhadap keagresifan limpasan karena kemiringan lahan turut

mengendalikan volume, kecepatan, daya rusak, dan daya angkut limpasan.

Kemiringan lahan yang semakin besar akan memperbesar peluang terjadinya erosi.

Damayanti (2005) selanjutnya menyatakan bahwa jika derajat meningkat dua kali

maka laju erosi tanahnya akan meningkat sebesar 2,8 kali.

2. Tingkat Erosi (Kerusakan Erosi)

Dari hasil pengamatan faktor menejemen tanaman dan faktor teknik

konservasi dilapangan dan menurut penilaian Arsyad (1989) diketahui nilai faktor

menejemen tenaman relatif sama. Nilai faktor menejemen tanaman (C) dari ketiga

desa tersebut adalah Sihiong 0,7 (jagung), Sinar Sabungan 0,3 (kebun campuran

dengan kerapatan sedang) dan Lumban Lobu 0,4 (perladangan). Nilai faktor teknik

konservasi tanah (P) ketiga desa ialah sebagai berikut Sihiong 0,40 (teras
tradisional), Sinar Sabungan 0,75 (pengolahan menurut kontur pada lereng 9 – 20% )

dan Lumban Lobu 0,75 ( pengolahan menurut kontur pada lereng 9 – 20%).

Dari nilai dan data faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, penggunaan

lahan, kelerengan dan faktor praktek konservasi yang telah diperoleh maka didapat

juga besarannya nilai erosi (A) yang terjadi. Dengan menggunakan rumus

perhitungan tingkat erosi (persamaan USLE) dan dari nilai serta data Data dari

faktor-faktor yang terkait nilai A tiap desa selengkapnya tertera pada Tabel

3. Kedalaman Tanah

Pada Tabel 5 dari pengamatan dilapangan dan melihat jangkauan akar

tanaman kedalaman tanah pada ketiga desa tergolong cukup baik. Kedalaman

Tanah

Tekstur Tanah

Dari hasil pengamatan dilapangan dan analisis laboratorium terlihat bahwa

tekstur tanah pada ketiga desa cenderung sama, dapat diamati pada Tabel 6.
Tekstur tanah yang paling peka terhadap erosi adalah debu dan pasir sangat halus.

Oleh karena itu, makin tinggi kandungan debu dalam tanah maka tanah makin peka

terhadap erosi dan ini akan mempengaruhi kepekaan erosi tanah.

4. Permeabilitas Tanah

Analisis permeabilitas dari pengambilan sampel tanah dengan menggunakan ring

sampel pada kedalaman 0 – 30 cm diketahui hasil pada Tabel 7.

Tabel 7. Permeabilitas Tanah


5. Drainase

Dari hasil pengamatan profil dilapangan diketahui dari adanya karatan dan warna

tanah yang berbeda didapat hasil sebagai berikut.

Dari hasil pengamatan Profil dilapangan diketahui bahwa Sinar Sabungan dan

Sihiong memiliki kriteria drainase yang sama, yaitu tergolong dalam kelas lahan 1 (d1),

sedangkan drainase pada desa Lumban Lobu tergolong dalam kriteria kelas 2 (d2).

6. Krikil/Batuan

Dari pengamatan dilapangan serta perbandingan batuan krikil, singkapan batuan

dipermukaan didapat hasil sebagai berikut.

Tabel 9. Krikil/Batuan Tanah

Lokasi Keterangan Batuan Klasifikasi

Diameter >2mm-7,5cm: <15% volume tanah


Lumban Lobu b1 (sedang)
Diameter >25cm: 0,01-3% permukaan tertutup Batuan Tersingkap: 2-5% permukaan tertutup

Diameter >2mm-7,5cm: <15% volume tanah Diameter >25cm: <0,01 permukaan tertutup Batuan Tersingkap:
Sinar Sabungan
Diameter >25cm: < 0,01 permukaan tertutup Batuan Tersingkap: <2% permukaan tertutup
Sihiong

7. Bahaya Banjir
Dari pengamatan dilapangan berupa kecuraman lereng, genangan dan survei

penduduk tentang bahaya banjir didapat hasil sebagai berikut.

Tabel 10. Bahaya Banjir


Lokasi Bahaya Banjir/Genangan Klasifikasi
Lumba dalam periode satu tahun tanah O0 (Tidak
n Lobu tidak pernah kebanjiran selama > Pernah)
Sinar 24 jam O0 (Tidak
Sabunga dalam periode satu tahun tanah Pernah)
n tidak pernah kebanjiran selama >
24 jam

dalam periode satu tahun tanah


Sihiong tidak pernah kebanjiran selama O0 (Tidak
> 24 jam Pernah)
kemampuan lahan aktual pada desa Lumban

Lobu
Dari hasil analisis dan pengamatan didapat bahwa adalah Kelas III(e,s) dengan faktor

penghambat kelerengan, tingkat erosi dan tekstur.


kelas kemampuan lahan aktual pada desa Sihiong

Dengan adanya usaha perbaikan maka faktor


adalah kelas III(e,s) dengan faktor penghambat

penghambat dapat dikurangi, namun tidak dapat


kelerengan dan tekstur. Dengan adanya usaha

perbaikan maka faktor penghambat meningkatkan kelasnya karena tekstur pada kelas
dapat

III dan krikil/batuan pada kelas III tidak dapat


dikurangi, namun tidak dapat meningkatkan

diperbaiki sehingga kelas kemampuan lahan


kelasnya karena tekstur pada kelas III tidak dapat

diperbaiki sehingga kelas potensial menjadi kelas III(s).


kemampuan

lahanpotensial menjadi kelas III(s). Sama hal Sesuai dengan pernyataan Arsyad

dengan desa Sihiong, desa Sinar Sabungan juga (1989) bahwa tanah pada kelas I sampai IV

memiliki kelas kemampuan lahan aktual dan dengan pengelolaan yang baik mampu

faktor penghambat yang sama, yaitu III(e,s) menghasilkan dan sesuai untuk berbagai

dengan faktor penghambat kelerengan dan tekstur. penggunaan seperti untuk penanaman

Dan kelas kemampuan lahan potensialnya adalah tanaman pertanian umumnya (tanaman

III(s). Dari hasil analisis laboratorium dan semusim dan tahunan), rumput untuk

pengamatan dilapangan diketahui bahwa kelas makanan ternak, padang rumput, dan
hutan. Dan pada kelas III memiliki Satuan Leren
No. g Luas (Ha)
Lahan
memerlukan tindakan konservasi yang (%)
1. F ko Hp > 40 28531,23
khusus seperti menanam tanaman
2. C ko Kc 15- 40 15767,72
semusim, pembuatan teras. 3. A ko < 15 912,44
Hm
C. Klasifikasi kemampuan lahan dengan B ko
4. < 15 249,46
menggunakan sistem informasi Pmk
geografis di kecamatan lolak A ko
kabupaten bolaang mongondow 5. < 15 2481,20
Swh
Dalam menentukkan klasifikasi
C k2
kemampuan lahan harus memperhatikan 6. < 15 10,15
Smk
beberapa faktor penghambat yaitu lereng
Jumlah 47922,68
permukaan, tingkal erosi, kedalaman
Sumber : Bappeda Bolmong
tanah, tekstur, permeabilitas, drainase,
(2008); Hasil Survai ( 2012)
kerikil atau batuan dan bahaya banjir
Dari Tabel 6 di atas menunjukkan
(Arsyad 2010). Adapun faktor-faktor
18,46 % atau seluas 8844,46 hektar
pembatas kemampuan lahan sebagai
berada pada kemiringan lereng < 15
berikut :
%, 18,78 % atau seluas 8999,32 hektar
berada pada kemiringan 15-40 % dan
62,76 % atau seluas 30078,90 hektar
berada pada kemiringan > 40 %.

Kelas
Penggunaan
No Kemampu Luas (Ha)
Lahan
an Lahan
1. III 8347,72 Sawah,
Pemukiman
, Semak
1.) Kemiringan Lereng
belukar
Faktor yang paling mendasar Tabel 13. Kelas Kemampuan Lahan
2. IV 548,32 Kebun
dalam menentukkan kelas kemampuan dan Penggunaan Lahan
campuran
lahan adalah keadaan lereng, di daerah
3. VI 8987,45 Hutan
penelitian mempunyai tiga kemiringan
Mangrove
lereng seperti di tunjukkan pada
4. VII 30039,19 Hutan
Gambar 12 dan Tabel 6 di bawah ini. Primer
Tabel 6. Kemiringan
Jumlah Lereng
4 47922.68
Total
Kelas kemampuan lahan berdasarkan
faktor penghambat di daerah penelitian
diperoleh empat kelas kemampuan lahan,
yaitu kelas III, IV, VI dan VII yang
digambarkan dalam bentuk peta kelas
kemampuan lahan Skala 1 : 20.000 (Gambar
16).
85
4
Dari tabel di atas, luas kelas kemampuan lahan di daerah penelitian
secara keseluruhan adalah 47922,68 hektar. Kelas kemampuan terluas adalah
kelas VII, seluas 30039,19 hektar dan luas terkecil adalah kelas kemampuan IV,
seluas 548,32 hektar. Adapun penyebaran kelas kemampuan lahan seperti
pada Gambar 16 di bawah ini.
Faktor pembatas utama yang menyebabkan lokasi penelitian pada
lahan kelas III, IV dan VI adalah permeabiltas. Sedangkan pada kelas VII
faktor pembatasnya adalah lereng yang sangat curam sehingga pada lahan ini
penggunaan lahannya disarankan atau difungsikan untuk hutan primer atau
hutan konservasi. Penggunaan lahan intensif pada kelas VII, dapat
menyebabkan terjadi erosi.
Arsyad (2010) mengatakan pada umumnya penurunan kualitas tanah
cepat terjadi pada daerah yang kemiringan. Hal ini disebabkan karena
semakin kemiringan lereng, jumlah dan kecepatan permukaan semakin besar
sehingga percepatan erosi yang terjadi/ selanjutnya, bahwa erosi dapat
menghilangkan lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan
tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerapkan dan
menahan air.

Ancaman banjir tidak menjadi faktor penghambat dalam kelas kemampuan


lahan karena terjadinya banjir hanya secara periodik apabila intensitas curah
hujannya tinggi dan dua sungai yang ada di wilayah Lolak meluap. Seperti
kejadian banjir pada bulan Januari 2012 yang merendam beberapa wilayah
Lolak.
Penggunaan lahan saat ini di daerah penelitian secara menyeluruh
digambarkan pada peta penggunaan lahan (Gambar 10). Berdasarkan peta
penggunaan lahan tersebut, terdapat enam bentuk penggunaan lahan yaitu
penggunaan lahan untuk hutan primer dengan luas 28531,23 hektar, kebun
campuran dengan luas 15767,72 hektar, hutan mangrove dengan luas 912.44
hektar, sawah dengan luas 2481,20 hektar, pemukiman dengan luas 249,46
hektar dan semak belukar dengan luas 10,15 hektar.
Dijumpai di lapangan bahwa penggunaan lahan hutan primer terdapat
pada lerengnya > 45 %, namun juga pada lahan ini terjadi perombakan hutan
untuk dijadikan lahan pertanian seperti pada Gambar 17 dan 18.
Kartasapoetra, dkk (1991) mengemukakan bahwa ekosistem
hutan yang tidak terganggu mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pengawetan air bagi kepentingan manusia.
85
5
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa

Kelas kemampuan lahan aktual pada desa Sihiong adalah kelas III(e,s) dan

kelas kemampuan lahan potensial menjadi kelas III(s). Kelas kemampuan

lahan aktual pada desa Sinar Sabungan adalah kelas III(e,s) dan kelas

kemampuan lahan potensial menjadi kelas III(s). Kelas kemampuan lahan

aktual pada desa Lumban Lobu adalah kelas III(e,s) dan kelas kemampuan

lahan potensial menjadi kelas III(s). Kemampuan Lahan pada ketiga desa

menunjukkan bahwa dimana Kelas III merupakan lahan yang dapat

dipergunakan untuk tanaman semusim dan hutan prod (es) merupakan

faktor penghambat pada erosi dan daerah perakaran dan kelas

kemampuan lahan potensial menjadi III(s) dimana (s) merupakan faktor

penghambat pada daerah perakaran saja.

Empat kelas kemampuan lahan di Kecamatan Lolak Kabupaten

Bolaang Mongondow, yaitu : kelas III dengan luas 8347,72 hektar, kelas IV

dengan luas 548,32 hektar, kelas VI dengan luas 8987,45 hektar dan kelas

VII dengan luas 30039,19 hektar. Kelas kemampuan lahan di Kecamatan

Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow digambarkan dalam peta kelas

kemampuan lahan.Perlu adanya penelitian lanjut tentang evaluasi

kemampuan lahan terhadap penggunaan lahan yang ada.

B. Saran

Dari kesimpulan di atas penulis dapat menyarankan :

1. Dalam perencanaan penggunaan lahan di wilayah Kecamatan

sebaiknya perlu diperhatikan kondisi wilayah dengan mengetahui

terlebih dahulu bagaimana karakteristik lahan yang terdapat pada

wilayah yang bersangkutan.

2. Lahan Kelas II sebagai kelas lahan dengan ancaman erosi terkecil

sebaiknya digunakan sebagai lahan pertanian yang disertaidengan

tindakan konservasi.
85
3. Lahan kelas III dengan ancaman erosi sedang diarahkan sebagai kelas
6

kemampuan lahan yang diperuntukkan pertanian yang disertai

tindakan pengawetan tanah yang khusus seperti penanaman dalam

strip, pembuatan terras, pergiliran dengan tanaman penutup tanah.

4. Lahan kelas IV yang memiliki ancaman erosi terberat sebaiknya

digunakan sebagai lahan hutan produksi dan cagar alam disertai

tindakan khusus.

5. Perencanaan penggunaan lahan tanpa memperhatikan kemampuan

lahan di suatu wilayah dapat menimbulkan bahaya bagi lahan yang

diolah seperti terjadinya erosi.

6. Perlu adanya peran serta pemerintah dalam penyuluhan kepada

masyarakat dengan cara pengarahan mengenai pentingnya pengolahan

lahan yang memeperhatikan kemampuan suatu lahan agar tidak

menimbulkan kerusakan lingkungan atau bahaya bagi masyarakat

sekitar seperti longsor.

7. Perlu dilaksanakannya program terkait dengan konservasi lahan

dengan cara dipublikasikan kepada masyarakat agar masyarakat dapat

ikut andil dalam perencanaan kawasan penggunaan lahan sesuai

dengan prosedur atau ketetapan yang sudah ada.


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : Penerbit

IPB Press.

BAPPEDA. 1999/2000. Data Pokok untuk Pembangunan daerah

Kabupaten
Pekalongan Tahun 1998.Pekalongan :BAPPEDA dan BPN.
BAPPEDA. 2000. Rencanaa Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan.
Pekalongan : BAPPEDA.
Bintarto dan Surastopo. 1978. Metodologi Analisa Geografi.
Yogyakarta : Lembaga Penelitian Pendidikan dan
Penerangan Ekonomi dan Sosial.

BPS. 2003. Kecamatan Karanganyar Dalam Angka. Pekalongan.


Dulbahri, dkk. 1996. Program Ilwis GIS (Hasil Pelatihan Evaluasi
Sumber Daya Lahan Angkatan VI 1 – 31 Juli 1996).
Yogyakarta : UGM

Edisi Ketiga. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdiknas.

Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research. Yogyakarta : Penerbit


Andi Yogyakarta.
Jamulya dan Sunarto. 1996. Kemampuan Lahan (Hasil Penelitian
evaluasi Sumberdaya Lahan Angkatan VI 1 – 31 Juli 1996).
Yogyakarta : UGM.
Kampus Bumi Siliwangi, 1991. Kumpulan Makalah Seminar dan
Lokakarya Nasional Pengajaran Geografi. Bogor : IKIP
Bandung
Kantor Pertanahan. 2003. Rencana Persediaan peruntukan dan
Penggunaan Tanah. Pekalongan : Kantor Pertanahan.

Kecamatan Karanganyar. 2004. Data Monografi Kecamatan Karanganyar.


Pekalongan : Karanganyar.

Sitorus. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung : Penerbit


Tarsito. Suhandini, Purwadi. 1991. Klasifikasi Iklim Indonesia.
Semarang : IKIP
Semarang

Sumaatmadja, dkk. 1991. Kumpulan Makalah Seminar Lokakarya


Nasional Pengajaran Geografi. Semarang

Sumaatmadja, Nursid. 1981. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan


Analisa Keruangan. Bandung : Alumni.

Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993. Petunjuk Teknis


Evaluasi Lahan. Bogor : Pusat penelitian Tanah dan
Agroklimat Kerjasama dengan proyek pembangunan
penelitian Pertanian Nasional, Badan penelitian dan
pengembangan pertanian, Departemen pertanian.

Anda mungkin juga menyukai