Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat


fisikokimia formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat. Biovailabilitas
menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi
sistemik. Oleh karena bioavailabilitas suatu obat mempengaruhi daya
terapetik, aktivitas klinik, dan aktivitas toksik obat, maka mempelajari
biofarmasetika menjadi sangat penting. Biofarmasetika bertujuan untuk
mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar
diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu.

Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi


oleh  sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat absorpsi serta sifat-sifat
fisikokimia atau produk obat. Biofarmasetika berusaha mengendalikan
variable-variabel tersebut melalui rancangan suatu produk obat dengan
tujuan terapetik tertentu. Dengan memilih secara teliti rute pemberian obat
dan rancangan secara tepat produk obat, maka bioavailabilitas obat aktif
dapat diubah dari absorpsi yang sangat cepat dan lengkap menjadi lambat,
kecepatan absorpsi yang diperlambat atau bahkan sampai tidak terjadi
absorpsi sama sekali. Sewaktu obat mengalmai absorpsi sistemik berbagai
proses fisiologik normal yang berkaitan dengan distribusi dan eliminasi
biasanya tidak dipengaruhi oleh formulasi obat. Oleh karena faktor-faktor
tersebut terlibat di dalam bioavailabilitas obat, khususnya pada absorpsi
dalam saluran cerna, maka kadar obat sesudah pemakaian enteral lebih
bervariasi dibandingkan kadar obat sesudah pemakaian parenteral.

Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap


pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun kimia. Kulit merupakan sawar
fisiologik yang penting karena ia mampu manahan penembusan bahan gas,
cair maupun padat baik yang berasal dari lingkungan luar tubuh maupun

26
dari komponen organisme. Meskipun kulit relatif permeable terhadap
senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan-keadaan tertentu kulit dapat
ditembus oleh senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan
efek terapetik atau efek toksik, baik yang bersifat setempat maupun
sistemik.

Kulit, organ terbesar dalam tubuh manusia, terdiri dari dua lapisan:
epidermis dan dermis. Di bawah dermis terletak subkutan, yang sebagian
besar terdiri dari sel lemak. Epidermis membentuk lapisan luar. Di dasar
lapisan ini, sel-sel terus menerus terbagi, membentuk sel-sel baru. Dermis
membentuk lapisan di bawah epidermis dan lebih tebal dari epidermis.
Dermis terutama terdiri dari serat kolagen dan elastin. Hal ini juga berisi
pembuluh darah, saraf, organ-organ sensorik, kelenjar sebaceous, kelenjar
keringat, dan folikel rambut. Subkutan, lapisan ini terletak di bawah dermis
dan terdiri dari sel-sel lemak.

Sediaan obat mata (optalmika) adalah tetes mata (Oculoguttae), salep


mata (oculenta), pencuci mata (Colyria), dan beberapa bentuk pemakaian
yang khusus (lamella dan penyemprot mata) serta insert sebagai bentuk
depo yang ditentukan untuk digunakan pada mata utuh atau terluka. Obat
mata digunakan sebagai efek terapetik lokal (Lukas, 2012).

Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan
sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan
pada mata. (Depkes RI, 2014). Bentuk sediaan tetes mata harus memenuhi
persyaratan uji sterilitas. Beberapa penggunaan sediaan tetes mata harus
mengandung zat yang sesuai atau campuran zat untuk mencegah
pertumbuhan atau memusnahkan mikroorganisme. Sediaan mata harus
bebas dari partikel besar dan harus memenuhi persyaratan untuk kebocoran
dan partikel logam. Semua sediaan tetes mata harus steril dan bila
memungkinkan pengawet yang cocok harus ditambahkan untuk memastikan
sterilitas selama digunakan.

26
Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal
toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan
akan pengawet (dan jika perlu pemilihan pengawet) sterilisasi dan kemasan
yang tepat (Depkes RI, 1995) Menurut Muzakkar (2007).

Penggunaan tetes mata pada etiketnya tidak boleh digunakan lebih dari
satu bulan setelah tutup dibuka, karena penggunaan dengan tutup terbuka
kemungkinan terjadi kontaminasi dengan bebas. Oleh karena itu beberapa
penggunaan sediaan tetes mata harus mengandung zat yang sesuai atau
campuran zat untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan
mikroorganisme (Aldrich, et al., 2013).

Setiap larutan mata yang mengandung bahan pengawet harus tidak


mengiritasi serta dapat mencegah dan berkembang atau masuknya
mikroorganisme dengan tidak sengaja ke dalam larutan obat mata ketika
wadah terbuka selama pemakaian. Selain itu, harus diperhatikan juga sifat
dari pengawet seperti kelarutan dan efek yang terjadi pada zat aktifnya
(Ansel, 2005).

26
B A B II

PEMBAHASAN

I. Biofarmasetika Sediaan Melalui Kulit


A. Anatomi Dan Fisiologi Kulit
Menurut Anonim, (2011), anatomi dan fisiologi kulit adalah sebagai
berikut :
1. Struktur Kulit
 Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar,
 Kulit jangat (dermis, korium atau kutis), dan
 Jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis
atau subkutis)

Sumber : Shai, A., dkk., 2009

2. Fisiologi Kulit

26
Menurut Anonim, (2011), fisiologi kulit berdasarkan anatominya,
terbagi atas 3 lapisan yaitu :
a) Kulit Ari (epidermis)
Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional
epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari
plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke
dalam epidermis.
Lapisan tanduk (stratum corneum),
Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung
sepanjang hidup, menjadikan kulit ari memiliki self repairing
capacity atau kemampuan memperbaiki diri.
Lapisan bening (stratum lucidum)
Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang
kecil kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat
dilewati sinar (tembuscahaya). Lapisan ini sangat tampak
jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses keratinisasi
bermula dari lapisan bening.
Lapisan berbutir (stratum granulosum)
tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang
mengandung butir-butir dalam protoplasmanya, berbutir kasa
dan berinti mengkerut. Lapisan ini paling jelas pada kulit
telapak tangan dan kaki.
Lapisan bertaju (stratum spinosum)
Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang
berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan
pengantaran butir-butir melanin.
Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak
melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan
lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan

26
benih terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas
atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.
b) Kulit Jangat (dermis)
Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat,
memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar.
Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf
dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas,
dan dingin.
Kelenjar keringat
Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu
membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya
terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan
obat-obat tertentu.
Kelenjar palit
pada kulit kepala, kelenjar palit menghasilkan minyak untuk
melumasi rambut dan kulit Kepala.
c) Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)
Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau
penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam,
membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan.
3. Pembuluh Darah Yang Melewati Tiap Lapisan Kulit
Menurut Elizabeth J., Corwin, (1975), pembuluh darah yang berada di
tiap lapisan kulit :
a) Epidermis
Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah.
b) Dermis
Diseluruh dermis dijumpai pembuluh darah, saraf sensorik dan
simpatis, pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringat dan
palit (sebasea). Pembuluh darah didermis menyuplai makanan dan
oksigen dermis dan epidermis, dan membuang produk sisa.

26
Pembuluh darah di dermis. Fungsi utama darah adalah untuk
mengangkut nutrisi dan oksigen ke setiap organ dalam tubuh, termasuk
kulit, dan untuk menghilangkan produk-produk limbah dan karbon
dioksida yang dihasilkan dalam berbagai sel tubuh. Perhatikan bahwa
tidak ada pembuluh darah di epidermis. epidermis menerima nutrisi dan
oksigen langsung dari dermis, yang kaya dengan pembuluh darah (Avi
Shai, 2009).
Dalam dermis, pembuluh darah (kelanjutan dari pembuluh darah
yang lebih besar lebih dalam tubuh) cabang yang kecil dan pembuluh
darah yang lebih kecil yang menutupi seluruh area kulit. Pelebaran dan
penyempitan (dilatasi dan penyempitan) pembuluh darah terjadi sebagai
respon terhadap perubahan suhu, untuk membentuk suatu mekanisme
penting untuk mengendalikan suhu tubuh. Dilatasi hasil pembuluh
darah dalam kulit menjadi merah jambu, atau bahkan merah seperti
merona atau ketika suhu naik (Avi Shai, 2009).
B. Rute Penghantaran Obat Melalui Kulit Manusia
Kontak diantara molekul obat dengan permukaan kulit dapat terjadi
melalui tiga jalur, yaitu melalui saluran keringat, via folikel rambut dan
kelenjar sebaseus (disebut juga shunt atau rute apendageal) maupun secara
langsung melewati stratum korneum. Perkembangan penelitian saat ini
lebih diarahkan pada pemahaman mengenai struktur dan penyusun barier
stratum korneum. Stratum korneum terdiri dari 10 – 15 lapisan korneosit
dengan variasi ketebalan m saat mengalami hidrasi.m pada kondisi
kering hingga 40 berkisar antara 10-15 Termasuk di dalamnya lapisan
multi layer “brick and mortar” korneosit kaya keratin (bricks) di dalam
matriks intraselular (mortar) yang secara umum terdiri dari ceramid rantai
panjang, asam lemak bebas, trigliserida, kolesterol, kolesterol sulfat dan
sterol/ester lilin. Meskipun begitu, sebenarnya korneosit tidak berbentuk
seperti batako m,(brick), melainkan poligonal, panjang dan rata
(ketebalan berkisar antara 0.2 – 1.5 m). Bagian tengah dan atas stratum
granulosum merupakan lapisanberdiameter 34 – 46 lipid intraselular

26
yang tersusun oleh keratinosit yang membatasi isi lamelar stratum
granulosum dengan bagian interselular. Pada lapisan terluar stratum
korneum, material yang sudah dilepaskan ini kembali digunakan dalam
membentuk lamelar lipid interselular 13 yang kemudian akan berasosiasi
membentuk lipid bilayer dengan terikat pada rantai hidrokarbon dan
kepala polar yang larut dalam lapisan aquaeus. Akibat dari susunan lipid
stratum korneum yang demikian menyebabkan lapisan ini memiliki sifat
yang berbeda dengan membran biologi lain. Rantai karbon tersusun
membentuk bagian kristalin, gel lamelar dan cairan kristal lamelar.
Adanya protein intrinsik dan ekstrinsik seperti enzim juga dapat berefek
pada struktur lamelar stratum korneum. Air merupakan komponen esensial
bagi stratum korneum, air berperan sebagai plasticizer yang mencegah
terjadinya retakan pada stratum korneum dan juga terlibat dalam generasi
faktor pelembab alami yang membantu dalam mengatur kelenturan
stratum korneum. Pemahaman mengenai bagaimana fisika kimia suatu
obat yang berdifusi serta mekanismenya dalam mempengaruhi proses
penyerapan obat melalui stratum korneum dan dengan demikian dapat
mengoptimalkan penghantaran obat, perlu dilakukan determinasi lebih
lanjut mengenai rute mana paling penting dalam proses penghantaran obat
melalui stratum korneum. Secara sederhana mekanisme ini diawali
masuknya obat melalui stratum korneum dengan cara berdifusi melalui
bagian aqeous untuk bagian yang bersifat hidrofilik yang terletak pada
permukaan luar filamen intraselular keratin (rute intraselular atau
transselular) dan bagian lipofilik berdifusi melalui matriks lipid
antarfilamen (rute interselular). Suatu molekul yang melintasi rute
transselular akan mengalami partisi dan berdifusi melalui keratinosit,
namun untuk berpindah ke keratinosit selanjutnya molekul tersebut akan
mengalami partisi lebih danjut dan berdifusi melalui sekitar 4 – 20 lamelar
lipid untuk setiap keratinosit. Rangkaian proses partisi dan difusi melalui
lapisan multi hidrofilik dan hidrofobik keratinosit tidak umum terjadi pada
sebagian besar obat. Sehingga saat ini rute interselular dianggap sebagai

26
jalur permeasi utama untuk sebagian besar obat saat melewati stratum
korneum. Akibatnya sebagian besar perkembangan teknik peningkatan
penyerapan obat melalui kulit lebih terarah pada manipulasi kelarutan obat
dalam lipid atau perubahan struktur obat ke arah lipofilik.
C. Faktor Yang Mempengaruhi Liberasi, Disolusi, Serta Absorbsi Obat
Menurut M.T Simanjuntak (2006), berbagai faktor yang mempengaruhi
proses LDA obat pada pemberian secara perkutan
a) Penyerapan (Absorbsi)
Sampai saat ini secara keseluruhan dari proses penyerapan
secara perkutan obat, belum diketahui. Kajian yang telah dilakukan
hanya terbatas pada faktor-faktor yang dapat mengubah ketersediaan
hayati zat aktif yang terdapat dalam sediaan yang dioleskan pada kulit,
seperti :
Lokalisasi Sawar (Barrier)
Kulit mengandung sejumlah tumpukan lapisan spesifik
yang dapat mencegah masuknya bahan-bahan kimia dan hal ini
terutama disebabkan oleh adanya lapisan tipis lipida pada
permukaan, lapisan tanduk dan lapisan epidermis malfigi. Pada
daerah ini, ditemukan juga suatu celah yang berhubungan langsung
dengan kulit bagian dalam yang dibentuk oleh kelenjar sebasea
yang membatasi bagian luar dan cairan ekstraselular, yang juga
merupakan sawar tapi kurang efektif, yang terdiri dari sebum dan
deretan sel-sel germinatif.
Peranan lapisan lipids yang tipis dan tidak beraturan pada
permukaan kulit (0,4 - 4 μ m) terhadap proses penyerapan
(absorpsi) dapat diabaikan. Peniadaan dari lapisan tersebut oleh
eter, alkohol atau sabun-sabun tertentu tidak akan mengubah secara
nyata permeabilitas kulit (Tregear, R, T. thn 1966), keadaan yang
sama juga terjadi setelah pengolesan pada permukaan kulit yang
mempunyai sebum setebal 30 μm (Eligman, A, M. thn 1963).

26
Lapisan lipida dapat ditembus senyawa-senyawa lipofilik
dengan cara difusi dan adanya kolesterol menyebabkan senyawa
yang larut dalam air dapat teremulsi.
Sawar (barrier) kulit terutama disusun oleh lapisan tanduk
(stratum corneum), namun demikian pada cuplikan lapisan tanduk
(stratum corneum) terpisah, juga mempunyai permeabilitas yang
sangat rendah dan kepekaan yang sama seperti kulit utuh (Sprott
W, E,. thn 1965 dan Scheuplein R, J,. dkk, thn 1669). Lapisan
tanduk berperan melindungi kulit (TregearR, T, thn 1966; Blank I.
H, dkk, thn1969). Deretan sel-sel pada lapisan tanduk saling
berikatandengan kohesi yang sangat kuat dan merupakan
pelindung kulit yang paling efisien. Sesudahpenghilangan lapisan
tanduk (stratum corneum), impermeabilitas kulit dipengaruhi oleh
regenerasi sel; dalam 2 (dua) atau 3(tiga) hari meskipun ketebalan
lapisan tanduk (stratum corneum) yang terbentuk masih sangat
tipis, namun lapisan tersebut telah mempunyaikapasitas
perlindungan yang mendekati sempurna (Matoltsy A, G, dkk, thn
1962; Monash S,dkk, thn 1963).
Dengan demikian epidermis mempunyai 2 (dua) jenis
pelindung, yang pertama adalah pelindung sawar spesifik yang
terletak pada lapisan tanduk (stratum corneum) yang salah satu
elemennya berasal dari kulit dan bersifat impermeabel, dan
pelindung yang kedua terletak di sub-junction dan kurang efektif,
dibentuk oleh epidermis hidup yang permeabilitasnya dapat
disamakan dengan membran biologis lainnya. Pada sebagian besar
kasus, proses pergantian kulit diatur oleh lapisan tanduk (stratum
corneum) yang impermeabel dan akan membentuk suatu pelindung
terbatas.
Jalur Penembusan (Absorbsi)
Penembusan = penetrasi = absorbsi perkutan, terdiri dari
pemindahan obat dari permukaan kulit ke stratum corneum,

26
dibawah pengaruh gradien konsentrasi, dan berikutnya difusi obat
melalui stratum corneum yang terletak dibawah epidermis,
melewati dermis dan masuk kedalam mikro sirkulasi.
Jumlah total daya difusi (Rkulit) untuk penembusan
melalui kulit dijelaskan oleh Chen sbb :
R = Rsc + Re + Rpd
Dimana :
R = Daya difusi
sc = stratum corneum
E = epidermis
pd = lapisan papilla dari dermis
Kulit, karena sifat impermeabilitasnya maka hanya dapat
dilalui oleh sejumlah senyawa kimia dalam jumlah yang sedikit.
Penembusan molekul dari luar ke bagian dalam kulit secara nyata
dapat terjadi, baik secara difusi melalui lapisan tanduk (stratum
corneum) maupun secaradifusi melalui kelenjar sudoripori atau
organ pilosebasea.
Penahanan Dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan
Perkutan
Surfaktan amonik dan kationik juga tertahan di lapisan
tanduk atau rambut (Scott G. V, dkk, thn 1669), adanya muatan ion
mempakan penyebab terjadinya pembentukan ikatan ionik dengan
protein dari keratin (Idson B, J, thn 1967). Intensitas penahanan
akan berbanding lurus dengan ukuran dan muatan kation atau
anion. Akibat pengikatan ini maka umumnya surfaktan dengan
konsentrasi tinggi akan merusak struktur lapisan tanduk
(Scheuplein R, J, dkk, thn 1970), menyebabkan peningkatan
kehilangan air dan terjadi suatu iritasi yang bermakna. Pada
konsentrasi surfaktan yang rendah terjadi keadaan sebaliknya,
ikatan sediaan kosmetika tertentu dengan lipida akan
mempermudah penyerapan sediaan ini pada lapisan tanduk dan

26
dengan demikian meningkatkan kerja pelembutan kulit (Idson B, J,
thn 1967).
Penahanan senyawa pada lapisan tanduk akan mengurangi
resiko keracunan karena akan mencegah terjadinya penyerapan
sistemik. Lapisan tanduk (stratum corneum) bukan merupakan satu
satunya penyebab terjadinva fenomena penahanan senyawa pada
kulit; dalam hal tertentu dermis berperanan sebagai depo.
b) Faktor fisiologik yang mempengaruhi penyerapan perkutan
Keadaan dan Umur Kulit
Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang
efektif dan efektivitasnya berkurang bila terjadi perubahan dan
kerusakan pada sel-sel lapisan tanduk.Pada keadaan patologis yang
ditunjukkan oleh perubahan sifat lapisan tanduk (stratum corneum);
dermatosis dengan eksim, psoriasis, dermatosis seborheik, maka
permiabilitas kulit akan meningkat. Scott, thn 1959, telah
membukfkan bahwa kadar hidrokortison yang melintasi kulit akan
berkurang bila lapisan tanduk berjamur dan akan meningkat, pada
kulit dengan eritematosis. Hal yang sama juga telah dibuktikan bila
kulit terbakar atau luka.Bila stratum corneum rusak sebagai akibat
pengikisan oleh plester , maka kecepatan difusi air, hidrokortison
dan sejumlah senyawa lain akan meningkat secara nyata
Aliran Darah
Perubahan debit darah ke dalam kulit secara nyata akan
mengubah kecepatan penembusan molekul. Pada sebahagian besar
obat obatan, lapisan tanduk merupakan faktor penentu pada proses
penyerapan dan debit darah selalu cukup untuk menyebabkan
senyawa menyetarakan diri dalam perjalanannya. Namun, bila kulit
luka atau bila dipakai cara iontoforesis untuk zat aktif, maka
jumlah zat aktif yang menembus akan lebih banyak dan peranan
debit darah merupakan faktor yang menentukan. Demikian pula
bila kapasitas penyerapan oleh darah sedikit atau hiperemi yang

26
disebabkan pemakaian senyawa ester nikotinat, maka akan terjadi
peningkatan penembusan. Akhimya, penyempitan pembuluih darah
sebagai akibat pemakaian setempat dari kortikosteroida akan
mengurangi kapasitas alir dari darah, menyebabkan pembentukan
suatu timbunan (efek depo) pada lapisan kulit dan akan
mengganggu penyerapan senyawa yang bersangkutan.
Tempat pengolesan
Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama, akan
berbeda dan tergantung pada susunan anatomi dari tempat
pengolesan: kulit dada, punggung, tangan atau lengan. Perbedaan
ketebalan terutama disebabkan oleh ketebalan lapisan tanduk
(stratum corneum) yang berbeda pada setiap bagian tubuh, tebalnya
bervariasi antara 9 pm untuk kulit kantung zakar sampai 600 pin
untuk kulit telapak tangan dan telapak kaki.
Kelembaban dan Temperatur
Pada keadaan normal, kandungan air dalam lapisan tanduk
rendah, yaitu 5-15%, namun dapat ditingkatkan sampai 50%
dengan cara pengolesan pada permukaan kulit suatu bahan
pembawa yang dapat menyumbat: vaselin, minyak atau suatu
pembalut impermeabel. Peranan kelembaban terhadap
penyerapan perkutan telah dibuktikan oleh Scheuplein R, J,
dkk, thn 1971; stratum corneum yang lembab mempunyai
afinitas yang sama terhadap senyawa-senyawa yang larut dalam
air atau dalam lipida. Sifat ini disebabkan oleh struktur histologi sel
tanduk dan oleh benang-benang keratin yang dapat mengembang
dalam air dan pada media lipida amorf yang meresap di sekitarnya.
Kelembaban dapat mengembangkan lapisan tanduk dengan cara
pengurangan bobot jenisnya atau tahanan difusi. Air mula-mula
meresap di antara janngan jaringan, kemudian menembus ke dalam
benang keratin, membentuk suatu anyaman rangkap yang stabil

26
pada daerah polar yang kaya air dan daerah non polar yang kaya
lipida.

Menurut Howard C., Ansel (2008), faktor-faktor yang berperan


dalam absorbsi perkutan dari obat adalah sifat dari obat itu sendiri, sifat dari
pembawa, kondisi dari kulit dan adanya uap air. Walaupun sukar untuk
diambil kesimpulan umum, yang dapat diberlakukan pada kemungkinan
yang dihasilkan oleh kombinasi obat, pembawa dan kondsi kulit, tapi
konsensus temuan hasil penelitian mungkin dapat disimpulkan sebagai
berikut :

1. Obat yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus bersatu pada


permukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup.
2. Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah
obat yang diabsorbsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap
periode waktu, bertambah sebanding dengan bertambahnya
kkonsentrasi obat dalam suatu pembawa.
3. Semakin banyak obat diserap dengan cara absorbsi perkutan apabila
bahan obat dipakai pada permukaan yang lebih luas.
4. Bahan obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologi yang lebih besar
pada kulit dari pada terhadap pembawa, supaya obat dapat
meninggalkan pembawamenuju kulit.
5. Beberapa derajat kelarutan bahan obat baik dalam minyak dan air
dipandang penting untuk efektivitas absorbsi perkutan. Pentingnya
kelarutan obat dalam air ditunjukan oleh adanya konsentrasi pada
daerah absorbsi dan koefisien partisi sangat mempengaruhi jumlah yang
dipindahkan melalui tempat absorbsi. Zat terlarut bobot molekul yang
dibbawah 800 sampai 100 dengan kelarutan yang sesuai dalam minyak
mineral dan air (>1mg/mL) dapat meresapkedalam kulit.
6. Absorbsi obat nampaknya ditingkatkan dari pembawa yang dapat
dengan mudah menyebar dipermukaan kulit, sesudah dicampur dengan

26
cairan berlemak dan membawa obat untuk berhubungan dengan
jaringan sel untuk absorbsi.
7. Pembawa yang meningkatkan jumlah uap air yang ditahan kulit
umumnya cenderung baik bagi absorbsi pelarut obat. Pembawa yang
bersifat lemak bekerja sebagai penghalang uap air sehingga keringat
tidak dapat menembus kulit dan tertahan pada kulit sehingga umunya
menahasilkan hidrasi dari kulit dibawah pembawa.
8. Hidrasi dari kulit umunya fakta yang paling penting dalam absorbsi
perkutan. Hidrasi sratum corneum tampaknya meningkatkan derajat
lintasan dari semua obat yang mempenetrasi kulit. Peningkatan absorbsi
mungkin disebabkan melunaknya jaringan dan akibat pengaruh “bunga
karang” dengan penambahan ukuran pori-pori yang memungkinkan
arus bahan lebih besar, besar dan kecildapat melaluinya.
9. Hidrasi kulit bukan saja dipengaruhi oleh jenis pembawa (misalnya
bersifat lemak) tetapi juga oleh ada tidaknya pembungkus dan
sejenisnya ketika pemakaian obat. Pada umunya pemakaian
pembungkusyang tidak menutup seperti pembawa yang bercampur
dengan air, akan mempengaruhi efek pelembab dari kulit
melaluipenghalang penguapan keringat dan oleh karena itu
mempengaruhi absorbsi. Penutup yang menutup lebih efektif daripada
anyaman jarang dari pembungkus yang tidak menutup.
10. Pada umunyan penggosokan atau pengolesan waktu pemakaian pada
kulit akan meningkatkan jumlah obat yang diabsorbsi dan semakin lama
mengoleskan dengan digosok-gosok, semakin banyak piula obat yang
diabsorbsi.
11. Absorbsi perkutan nampaknya apabila obat dipakai pada kulit dengan
lapisan tanduk yang tipis daripada yang tebal. Jadi, tempat pemakaian
mungkin bersangkut paut dengan derajat absorbsi, dengan absorbsi dari
kulit yang ada penebalannya atau tempat yang tebal seperti telapak
tangan dan kaki secara komparatif lebih lambat.

26
Pada umumnya, semakin lama waktu pemakaian obat
menempel pada kulit, semakin banyak kemungkinan absorbsi.
Bagaimanapun juga perubahan dahidrasi kulit sewaktu pemakaian atau
penjenuhan kulit oleh obat, akan menghambat tambahan absorbsi.

D. Evaluasi Biofarmasetika Sediaan


Menurut Swastika A. Et. Mufrod., (2013) evaluasi sediaan (baik salep,
krim, gel) yang diberikan melalui kulit pada umumnya sebagai berikut :
1. Pemeriksaan organoleptis
Pengamatan meliputi perubahan warna, bau (ketengikan),
konsistensi, dan terjadinya pemisahan fase. Pengamatan dilakukan tiap
minggu selama 5 minggu.
2. Pemeriksaan homogenitas
Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengoleskan krim
pada lempeng kaca, kemudian dilihat warnanya seragam atau tidak.
Pengamatan dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.
3. Uji viskositas
Viskositas krim ditetapkan dengan viscotester VT-04E (Rion CO,
Ltd), rotor no 1. Pengamatan dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.
4. Uji daya sebar
Setengah gram krim diletakkan di pusat antara 2 lempeng gelas,
dimana lempeng sebelah atas ditimbang terlebih dahulu kemudian
diletakkan diatas krim dan biarkan selama 1 menit. Di atasnya diberi
beban 150 g, dibiarkan 1 menit dan diukur diameter sebarnya.
Pengamatan dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.
5. Uji waktu lekat
Gelas objek ditandai 4 x 2,5 cm kemudian sebanyak 0,25 g krim
diletakkan di titik tengah uasan tersebut dan ditutup dengan gelas objek
lain. Beri beban 1 kg selama 5 menit. Kedua gelas objek yang telah
saling melekat 1 sama lain dipasang pada alat uji yang diberi beban 80
gram. Setelah itu dicatat waktu yang diperlukan hingga dilakukan tiap
minggu selama 5 minggu.

26
6. Uji rasio pemisahan krim
Krim dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala tertentu.
Masing-masing disimpan pada suhu kamar selama 5 minggu
penyimpanan. Amati volume pemisahan tiap 3 hari sekali dan dihitung
volume pemisahannya dengan menggunakan rumus persamaan berikut :
Hu
F=
Ho
Keterangan : F = rasio volume pemisahan;
Hu =tinggi emulsi yang memisah;
Ho = tinggi emulsi mula-mula
Bila tidak terjadi pemisahan selama penyimpanan pada suhu
kamar, dapat dilakukan uji pemisahan fase dipercepat dengan metode
sentrifugasi. Sebanyak 2 gram lotion dimasukkan kedalam tabung
sentrifuga, sentrifugasi 3750 rpm selama 5 jam dengan interval waktu
pengamatan setiap 1 jam. Amati pemisahan fase minyak dan fase air
yang terjadi dalam setiap interval waktu pengamatan (Lachman dkk.,
1986).
7. Pemeriksaan pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH merk
universal. Pengamatan dilakukan setelah pembuatan krim yaitu pada
minggu ke-0 dan minggu ke-5.
8. Evaluasi Tipe Krim
a. Metode Pengenceran
Krim yang jadi dimasukkan ke dalam vial, kemudian diencerkan
dengan air. Jika emulsi dapat diencerkan maka tipe emulsi adalah
tipe m/a.
b. Metode Dispersi Zat Warna
Emulsi yang dibuat dimasukkan ke dalam vial, kemudian ditetesi de-
ngan beberapa tetes larutan biru me-tilen. Jika warna biru segera
terdispersi ke seluruh emulsi maka tipe emulsinya adalah tipe m/a.

26
Menurut M.T Simanjuntak (2006), evaluasi ketersediaan hayati obat
yang diberikan melalui kulit :
a) Studi difusi in vitro
Berdasarkan dari penilaian biofarmasetik obat-obatan yang
diberikan melalui kulit, maka sesudah dilakukan uji kekentalan bentuk
sediaan, ketercampuran, pengawetan, selanjutnya dilakukan uji
pelepasan zat aktif in vitro, dengan maksud agar dapat ditentukan bahan
pembawa yang paling sesuai digunakan untuk dapat melepaskan zat
aktif di tempat pengolesan. Ada beberapa metoda, yang dapat dilakukan
di antaranya adalah
- Difusi sederhana dalam air atau difusi dalam gel
- Dialysis melalui membran kolodion atau selofan
b) Studi penyerapan (absorbsi)
Penyerapan perkutan dapat diteliti berdasarkan dua aspek utama yaitu
penyerapan sistemik dan lokalisasi senyawa dalam strukiur kulit.
Dengan cara in vitro dan in vivo dapat dipastikan lintasan penembusan
dan tetapan permeabilitas, serta membandingkan efektivitas dari
berbagai bahan pembawa. Absorbsi perkutan telah lama diteliti baik
secara in vivo dengan mempergunakan senyawa radioaktif atau dengan
tehnik in vitro mempergunakan sayatan kulit manusia.
c) Pembuktian Mekanisme Absorpsi Perkutan Dari Sifat Fisiko Kimia
Tehnik Umum untuk karakterisasi Membran
Seluruh membran mahluk hidup adalah bersifat heterogenous
dan disusun dalam fase makroskopis yang berbeda, dan menentukan
difusi pasif molekul melalui total barrier pada membran sangat
diperlukan, dan hal ini tergantung pada pengaturan dan rangkaian dari
fase yang dialami selama proses transpor. Hukum difusi yang
sebenamya adalah bahwa molekul mengikuti lintasan yang bersifat
diffusional resistance yang paling sedikit. Lintasan yang bersifat
diffusional resistance yang paling sedikit ini ditentukan dari sifat fisiko
kimia alamiah fase membran atau dengan densisitas, viskositas dun,

26
dimana terdapat protein dun makro molekul yang lain, keberadaan
ikatan silang dun susunan dari bahan polimer dalam masing masing
fase, seluruh hal diatas memberikan pengaruh terhadap kecepatan
pergerakan difusi. Lintasan yang bersifat sedikit resisten. juga
dipengaruhi oleh afinitas relatip dari fase terhadap bahan yang
terpermiasi (permeant), terakhir akan berperanan untuk distribusi
internal dari permeant melalui pengaturan sifat fisiko kimia dari
komponen membran, dun oleh volume relatip dari fase. Resistensi dari
setiap fase yang terdapat dalam membran dapat dikarakterisasikan
dalam istilah khusus yang berhubungan dengan difusi dalam fase,
terhadap seluruh variabel lengkap secara umum. Secara keseluruhan,
membran mungkin dianggap sebagai sejenis penghambat (resistor)
rangkaian antara 2 (dua) fase. Masing masing fase membran
menentukan aliran difusi melalui channel dalam elemen bahagian
sebelah dalam (interior) membran, yang menghasilkan masing masing
resistensinya dan pengaturannya.
E. Kondisi Yang Memungkinkan Dan Tidak Memungkinkan Untuk
Digunakan Sediaan Topikal
a) Kondisi yang memungkinkan
Digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat.
Memungkinkan untuk pemakaian yang merata dan cepat pada
permukaan kulit yang luas
Sebagai pelembut atau pelicin untuk kulit.
Digunakan untuk menghilangkan iritasi atau hanya untuk pijit.
Digunakan untuk melemaskan otot-otot yang kaku
b) Kondisi yang tidak memungkinkan
Tidak digunakan untuk luka yang terbuka
Tidak dapat digunakan pada kulit yang pecah atau lecet sebab
mungkin menimbulkan iritasi yang berlebihan

26
II. Biofarmasetika Sediaaan Optalmik
A. Anatomi Mata

1. Kornea
Kornea adalah jaringan berbentuk kubah transparan yang
membentuk bagian paling depan mata Anda. Kornea berfungsi sebagai
jendela dan sebagai jalan masuk cahaya ke mata Anda. Berkat kornea,
mata Anda juga memulai proses untuk mengatur proses sinar cahaya
agar bisa melihat kata-kata dan gambar secara jelas.
Kornea berfungsi memberikan 65-75 persen kekuatan fokus mata
Anda. Anda pun perlu berhati-hati untuk menjaga
kesehatan kornea Anda. Karena di dalam kornea mengandung banyak
ujung saraf yang membuatnya sangat sensitif dan merupakan bagian
penting dalam jalur masuknya cahaya ke dalam mata.
2. Bilik mata depan (anterior chamber)
Bilik mata depan adalah sebuah kantung mirip jelly yang berada di
belakang kornea mata, di depan lensa. Kantung yang juga dikenal
dengan istilah anterior chamber ini (lihat pada gambar) berisi cairan
aqueous humor yang membantu membawa nutrisi ke jaringan mata.

26
Cairan aqueous humor ini berfungsi sebagai penyeimbang tekanan di
dalam mata. Kesehatan mata Anda bergantung pada proses produksi
dan aliran cairan di bilik mata depan. Jika terdapat gangguan, hal ini
dapat menyebabkan masalah pada tekanan di dalam matanya,
contohnya seperti penyakit glaukoma.
3. Sklera
Sklera adalah selaput putih keras dengan jaringan fibrosa yang
menutupi seluruh bola mata Anda (sepanjang jalan di sekitar), kecuali
bagian kornea. Di dalamnya terdapat otot yang menempel guna
menggerakkan mata yang menempel pada sklera.
4. Iris dan pupil
Iris dan pupil adalah bagian dari anatomi mata yang saling
berhubungan satu sama lain. Iris adalah membran berbentuk cincin di
dalam mata yang mengelilingi lubang di tengahnya. Nah lubang di
tengahnya itulah yang disebut dengan pupil. Pupil merupakan otot
yang bisa tertutup dan terbuka atau mengecil dan membesar.
Iris berfungsi mengatur sejumlah cahaya yang masuk ke mata dan
menyesuaikan dengan bukaan pupil. Ketika diterpa cahaya terang, iris
akan menutup (atau menyempit) dan membuat pupil terbuka lebih
kecil untuk membatasi jumlah cahaya yang masuk ke mata Anda.
Selain itu, irislah yang menentukan warna mata Anda. Orang
dengan mata cokelat memiliki iris berpigmen tinggi, sementara orang
dengan mata biru atau ringan memiliki iris dengan pigmen yang
sedikit.
5. Lensa
Lensa adalah sebuah jaringan transparan dan lentur yang terletak
tepat di belakang iris dan pupil. Ini adalah salah satu bagian kedua dari
mata Anda, setelah kornea. Fungsi lensa adalah membantu
memusatkan cahaya dan gambar pada retina Anda.
Karena lensa mata ini lentur dan elastis, maka bentukanya bisa
berubah jadi melengkung dan fokus pada objek di sekitar, orang yang

26
berada di dekatnya atau dari kejauhan. Lensa ini memberikan 25-35
persen kekuatan fokus mata Anda.
Seiring bertambahnya usia, salah satu bagian penting dari anatomi
mata ini bisa kehilangan elastisitasnya serta kemampuan menangkap
objek secara fokus. Hal ini biasa disebut sebagai presbiopia atau mata
tua, yaitu gangguan penglihatan yang banyak dialami orang lanjut usia.
6. Choroid dan konjungtiva (conjunctiva)
Choroid adalah membran cokelat gelap yang terdapat banyak
pembuluh darah di dalamnya. Posisinya terletak di antara sklera dan
retina. Choroid ini berfungsi untuk memasok darah dan nutrisi ke
retina dan ke semua struktur lainnya pada bagian anatomi mata.
Sedangkan konjungtiva adalah lapisan tipis jaringan yang menutupi
seluruh bagian depan mata Anda, kecuali untuk kornea.
7. Vitreous
Vitreous humor terletak di belakang lensa mata. Vitreous adalah
zat seperti jelly yang mengisi bagian dalam bagian belakang mata.
Seiring waktu, vitreous menjadi lebih encer dan bisa terlepas dari
bagian belakang mata. 
8. Retina dan optic
Retina adalah sebuah jaringan yang peka terhadap cahaya. Retina
ini melapisi permukaan bagian dalam mata. Sel di retina bisa
mengubah cahaya masuk menjadi impuls listrik. Impuls listrik ini
dibawa oleh saraf optik (yang menyerupai kabel televisi Anda) ke
otak, yang akhirnya menafsirkannya sebagai gambar atau objek yang
Anda lihat.
Sedangkan makula adalah area sensitif kecil di tengah retina yang
memberikan penglihatan sentral yang jelas. Fovea terletak di pusat
makula dan fungsinya untuk memberikan penglihatan detail yang
paling tajam di mata Anda.

26
B. Sediaan Obat Mata
1. Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air
atau minyak steril yang mengandung satu atau lebih zat aktif
yang dibutuhkan untuk digunakan pada mata.Sediaan mata
adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air atau minyak
steril yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang dibutuhkan
untuk digunakan pada mata.
2. Larutan optalmik adalah larutan steril basis lemak atau air dari
alkaloid, garam alkaloid, antibiotik, atau zat lain yang
dimasukkan ke dalam mata.
3. Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung
partikel- partikel yg terdispersi dalam cairan pembawa untuk
pemakaian pada obat mata seperti yg tertera pada Suspensiones.
Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung
partikel- partikel yg terdispersi dalam cairan pembawa untuk
pemakaian pada obat mata seperti yg tertera pada Suspensiones.
C. Rute Pemberian Opthalmik
Ada tiga jalur utama yang biasa digunakan untuk pemberian obat
untuk mata: topikal, intraokuler dan sistemik.
Rute topikal adalah metode yang paling umum untuk obat mata.
Obat langsung ditempatkan ke kantung konjungtiva melokalisasi
efek obat, memfasilitasi masuknya obat tidak sulit untuk mencapai
target dengan penghantaran sistemik dan menghindari metabolisme
lintas pertama. Faktor fisiologis yang mempengaruhi pemberian
obat topikal dan pendekatan dalam pengembangan untuk
mengoptimalkan jenis pengiriman dijelaskan secara rinci di bawah
ini.
Pemberian obat intraokular lebih sulit dicapai. Penelitian, seperti
yang dijelaskan di bawah ini, berkonsentrasi pada pengembangan
suntikan intravitreal dan penggunaan implan intraokular untuk
meningkatkan penghantaran ke daerah ini.

26
Rute sistemik, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
beberapa obat dapat didistribusikan ke jaringan mata setelah
pemberian sistemik. Oral inhibitor anhydrase karbonat (CAIs,
untuk pengobatan glaukoma), termasuk acetazolamide,
methazolamide dan dichlorphenamide, menunjukkan kapasitas
obat sistemik untuk didistribusikan ke dalam proses silia mata dan
memberikan konsentrasi yang cukup untuk menghambat karbonat
anhidrase isoenzim II, yang mengakibatkan penurunan efektifitas
sekresi aqueous humor. Pemberian sistemik CAIs telah digunakan
dalam pengelolaan glaukoma. Hal ini juga menunjukkan bahwa
steroid dan antibiotik dapat menembus ke dalam aqueous humor
setelah pemberian sistemik. Terapi obat sistemik sering dianggap
sebagai pilihan pertama untuk penyakit mata posterior melibatkan
saraf optik, retina dan saluran uveal. Hal ini karena distribusi obat
ke posterior jaringan mata sulit melalui rute topikal karena
pembatasan anatomi yang ditimbulkan oleh mata. Namun, rute
sistemik memiliki kelemahan yang signifikan bahwa semua organ
tubuh yang mengalami aksi obat, ketika hanya volume yang sangat
kecil jaringan mata perlu pengobatan. 
D. Karakteristik Sediaan Mata
1. Kejernihan
Larutan mata adalah dengan definisi bebas adari partikel asing dan
jernih secara normal diperoleh dengan filtrasi, pentingnya peralatan
filtrasi dan tercuci baik sehingga bahan-bahan partikulat tidak
dikontribusikan untuk larutan dengan desain peralatan untuk
menghilangkannya. pengerjaan penampilan dalam lingkungan bersih.
Penggunaan Laminar Air Flow dan harus tidak tertumpahkan akan
memberikan kebersamaan untuk penyiapan larutan jernih bebas
partikel asing. Dalam beberapa permasalahan, kejernihan dan streilitas
dilakukan dalam langkah filtrasi yang sama. Ini penting untuk
menyadari bahwa larutan jernih sama fungsinya untuk pembersihan

26
wadah dan tutup. keduanya, wadah dan tutup harus bersih, steril dan
tidak tertumpahkan. Wadah dan tutup tidak membawa partikel dalam
larutan selama kontak lama sepanjang penyimpanan. Normalnya
dilakukan test sterilitas.
2. Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan, seperti produk tergantung pada sifat
kimia bahan obat, pH produk, metode penyimpanan (khususnya
penggunaan suhu), zaat tambahan larutan dan tipe pengemasan.
Obat seperti pilokarpin dan fisostigmin aktif dan cocok pada mata
pada pH 6.8 namun demikian, pH stabilitas kimia (atau kestabilan)
dapat diukur dalam beberapa hari atau bulan. Dengan obat ini, bahan
kehilangan stabilitas kimia kurang dari 1 tahun. Sebaliknya pH 5,
kedua obat stabil dalam beberapa tahun.
Tambahan untuk pH optimal, jika sensitivitas oksigen adalah satu
faktor, stabilitas adekuat diinginkan antioksidan. kemasan plastik,
polietilen densitas rendah “Droptainer” memberikan kenyamanan
pasien, dapat meningkatkan deksimental untuk kestabilan dengan
pelepasan oksigen menghasilkan dekomposisi oksidatif bahan-bahan
obat.
3. Buffer dan pH
Idealnya, sediaan mata sebaiknya pada pH yang ekuivalen dengan
cairan mata yaitu 7,4. Dalam prakteknya, ini jarang dicapai. mayoritas
bahan aktif dalam optalmologi adalah garam basa lemah dan paling
stabil pada pH asam. ini umumnya dapat dibuat dalam suspensi
kortikosteroid tidak larut suspensi biasanya paling stabil pada pH
asam.
pH optimum umumnya menginginkan kompromi pada formulator.
pH diseleksi jadi optimum untuk kestabilan. Sistem buffer diseleksi
agar mempunyai kapsitas adekuat untuk memperoleh pH dengan range
stabilitas untuk durasi umur produk. kapasitas buffer adalah kunci
utama, situasi ini.

26
4. Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-
garam dalam larutan berair, larutan mata adalah isotonik dengan
larutan lain ketika magnefudosifat koligatif larutan adalah sama.
larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama
dengan 0,9% laritan Na Cl.
E. Factor formulasi yang mempengaruhi bioavailabilitas pada aplikasi
topikal
Kebanyakan membran, difusi pasif adalah mekanisme utama
dimana obat melintasi membran hambatan. Proses difusi pasif awalnya
melibatkan partisi dari obat antara cairan berair di lokasi aplikasi dan
membran sel lipoidal.
Larutan obat dalam membran kemudian berdifusi melintasi
membran diikuti dengan partisi kedua obat antara membran dan cairan
berair dalam situs penyerapan.
Dua pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
permeabilitas obat di kornea:
 memodifikasi integritas epitel kornea secara sementara :
 memodifikasi struktur kimia obat.

Pendekatan pertama dapat dicapai dengan tambahan senyawa


seperti agen chelating dan surfaktan, tetapi hampir tidak pernah
dieksplorasi karena sensitivitas jaringan tertentu. Pendekatan kedua
umumnya berfokus pada perubahan sifat fisikokimia obat, seperti
lipofilisitas, kelarutan dan pKa.

1) Factor fisiko kimia yang berhubungan dengan obat


Sifat fisikokimia molekul yang mempengaruhi penyerapan di
kornea secara umum sama dengan yang mempengaruhi penyerapan
trans epitelial di situs manapun. Faktor-faktor ini mempengaruhi
mekanisme dan tingkat penyerapan obat melalui kornea. Hal ini juga
digambarkan oleh upaya dalam mengembangkan topikal efektif

26
anhydrase inhibitor karbonat seperti dorzolamide melalui pergantian
yang signifikan dalam struktur kimia. Upaya lain telah didasarkan pada
modifikasi kimia sederhana, yaitu pendekatan prodrug.
2) Pendekatan prodrug
Dalam penelitian mata, prodrug yang dirancang untuk menjadi
aktif dengan beberapa derajat kelarutan biphasic seperti kornea adalah
jaringan biphasic. Ini akan berubah menjadi obat aktif dengan baik
dengan enzimatik atau proses kimia dalam mata. Dipivefrin adalah
prodrug epinefrin. Karena lipofilisitas peningkatan yang, dipivefrin
menembus epitel kornea 10 kali lebih mudah daripada epinefrin.
Penetrasi lebih tinggi dari hasil narkoba dalam dosis yang lebih kecil
yang diperlukan, sehingga mengurangi efek samping sistemik. Untuk
obat ampuh seperti timolol, yang memiliki potensi menyebabkan efek
samping sistemik yang serius. ·
Faktor fisiokimia adalah penentu terbesar untuk difusi pasif melintasi
kornea.
a. Koefisien partisi
Koefisien partisi adalah parameter untuk menentukan status
yang cepat daripotensi penetrasi obat ke membran biologis yang
berbeda. Korelasi hubungankoefisien partisi dengan permeabilitas
membantu untuk mendesain obat-obatopthalmik yang
permeabilitasnya optimal. Obat yang hidrofilik (log
koefisienpartisi < 0), epitheliummemberikan persentase yang besae
dari resistensi kepenetrasi kornea. Untuk obat lipofilik dengan log
koefisien partisi 1.6-2.5,stroma berkontribusi dengan persentase
yang signifikan terhadap resistensi.Keseimbangan
lipofilik/hidrofilik yang optimal pada struktur molekul
daripenetrant harus dicapai untuk menghasilkan efek penetrasi
yangcepat melaluibarrier lipofilik dan hidrofilik di kornea.
b. Kelarutan

26
Kecepatan penetrasi maksimum dicapai oleh
permeating obat ke korneaadalah faktor multiplikatif dari
koefisien permeabilitas dan kelarutan air mata.Jika kelarutan obat
rendah, konsentrasinya pada lapisan air mata perkornealmungkin
dibatasi dan oleh karena itu kecepatan absorpsi mungkin tidak
cukuptinggi untuk mencapai konsentrasi yang adekuat untuk
aktivitas terapetik.
c. Konstanta Ionisasi
pKa dari obat-obat yang dapat terionisasi adalah
faktor penting padapenetrasikorneal. Derajat ionisasi
mempengaruhi luas difusi yang melewatimembran. Banyakobat-
obatan adalah asam dan basa lemah dan oleh karena itusebagian
terionisasi pada pHfisiologis. Rata-rata pH air mata adalah 7.2
danpKa dari obat sekitar 1 atau 2 dari nilaitersebut, penetrasi
kornea akan lebihkarena proporsi yang besar dari dosis
yangdiadministrasikan akan dalambentuk tidak terionisasi.
Bentuk ionisasi dari obat sedikitlarut lemak, jikafraksi ini terlalu
besar, kecepatan penetrasi kornea mungkin tidak
cukupuntukmenghasilkan efek terapeutik pada mata (Malhorta and
Majumdar, 2001)
d. Berat Molekul
Berat molekul berhubungan dengan kekuatan difusional
aktif selama permeasikorneal. Untuk molekul kecil, koefisien
difusi berhubungan terbalik denganakar kuadratdari berat molekul.
Molekul besar, koefisien difusi berhubunganterbalik dengan akar
pangkat tiga dari berat molekul. Perubahan berat
molekulmenunjukkan hubungan terbalik terhadap permeabilitas.
e. Pengikatan Melanin
Kehadiran melanin dapat mengubah disposisi obat mata.
Interaksi denganpigmen ini dapat mengubah ketersediaan
obat bebas di tempat yangditargetkan. Sehingga pengikatan

26
melanin akan menurunkan aktivitas farmakologis. Melanin
dalam jaringan okular terdapat pada uvea dan RPE.Melanin
mengikat radikal bebas dan obat dengan elektrostatik dan ikatan
vander waals atau dengan transfer muatan sederhana. Dapat
disimpulkan bahwasemua obat lipofilik mengikat melanin. Obat
yang terikat dengan melaninbiasanya tidak bisa berikatan
dengan reseptor sehingga memerlukanpemberian dosis yang
lebih besar. Keberadaan melanin dalam koroid dan
RPEmempengaruhi tingkat penyerapan obat ke dalam
retina dan vitreoustransscleral atau pemberian obat sistemik

Formulasi untuk meningkatkan retensi prekoneal


Dalam pengiriman ophthalmic area kontak harus dibatasi
sekitar 3 cm2 dan dengan demikian gradien konsentrasi adalah penentu
utama penyerapan obat. Dengan rute lainnya, hal ini dapat dicapai
dengan mengikuti reservoir obat sebagai patch membran-kontrol atau
pompa osmotik pada epitel. Namun, fungsi mata sebagai alat visual
membatasi kemungkinan bentuk sediaan ini untuk kornea.
Untuk mengoptimalkan bioavailabilitas obat mata dengan
meningkatkan gradien konsentrasi obat, upaya besar telah dibuka
untuk meminimalkan larutan drainase. Hal ini akan meningkatkan
waktu tinggal obat di sclera dan kornea. Eksipien sederhana, seperti
hidroksietilselulosa atau poli (vinil alkohol) (PVA), memberikan
larutan kental, yang meningkatkan lokasi target. Teknik lainnya
termasuk penggunaan formulasi baru yang memungkinkan obat yang
akan disampaikan dengan cara yang terkontrol selama periode yang
panjang. Penempatan yang sesuai dari eyedrop dan pengurangan
volume diberikan juga berkontribusi terhadap peningkatan
bioavailabilitas mata.
 System viskositas

26
Sebuah pendekatan yang populer untuk meningkatkan
bioavailabilitas obat mata adalah menggabungkan polimer larut
dalam larutan berair untuk memperpanjang waktu tinggal obat di
cul-de-sac. Hal ini beralasan bahwa viskositas larutan akan
meningkat dan karenanya larutan drainase akan berkurang. Para
agen viskositas lebih umum digunakan termasuk PVA dan
turunannya dari selulosa. Polimer selulosa, seperti metilselulosa,
hidroksietilselulosa (HEC), hidroksipropil metilselulosa-(HPMC)
dan hidroksipropilselulosa (HPC), yang banyak digunakan sebagai
viskositas menunjukkan sifat Newtonian. Mereka memiliki sifat
yang sama:
 Agen viskositas yang luas (400 sampai 15.000 cps)
 Kompatibilitas dengan banyak obat topical
 Peningkatan stabilitas film lakrimal
PVA dapat menurunkan tegangan permukaan air, mengurangi
tegangan antarmuka air minyak dan meningkatkan stabilitas
lapisan air mata. Mudah sterilisasi, kompatibilitas dengan berbagai
obat tetes mata dan jelas kurangnya toksisitas epitel sehingga
meluasnya penggunaan PVA sebagai peghantaran obat dan
komponen persiapan air mata buatan.
 Bioadhesive
Bioadhesion adalah fenomena antarmuka di mana polimer
sintetik atau alami terikat pada substrat biologis dengan cara
kekuatan antarmuka. Jika melibatkan musin atau selaput lendir.
Bioadhesif digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas obat
melalui berbagai rute lainnya termasuk oral, transmucosal dan
vagina. Bioadhesif mungkin menawarkan beberapa fitur unik:
 Lokalisasi bentuk sediaan dalam suatu wilayah tertentu,
meningkatkan bioavailabilitas obat

26
 Mempromosikan kontak dengan absorbsi permukaan,
memungkinkan modifikasi permeabilitas jaringan di
wilayah terbatas
 Memperpanjang waktu tinggal dan mengurangi frekuensi
dosis.
Mengingat tantangan besar pemberian obat mata, yaitu waktu
kontak yang singkat dan bioavailabilitas obat yang rendah,
mucoadhesives merupakan eksipien yang menarik dalam formulasi
obat tetes mata. Kehadiran musin di mata memungkinkan polimer
bioadhesive untuk mengentalkan lapisan air mata.
 Polimer alam
Sodium hyaluronate merupakan polimer dengan berat molekul
tinggi diekstraksi dengan proses dipatenkan dari sumber ayam
coxcombs. Ini terdiri dari linier, bercabang, non-sulfat,
glikosaminoglikan polyanionic, terdiri dari satu unit pengulangan
disakarida dari D-glukuronat natrium dan N-asetil-D-glucosamine.
Produk berdasarkan hyaluronates banyak digunakan dalam operasi
intraokular sebagai pengganti humor vitreous dan sebagai ajuvan
untuk perbaikan jaringan. Hyaluronates menunjukkan efek
perlindungan topikal pada endothelium kornea dan jaringan halus
lainnya dari kerusakan mekanis melalui penyediaan hidrogel yang
stabil. Sodium hyaluronate dengan kualitas rheologi yang tidak
biasa, menghasilkan transformasi yang cepat, bermanfaat bagi
penghantaran topikal. Sifat pseudoplastic larutan hyaluronate, di
mana viskositas lebih tinggi pada fase istirahat, menyediakan
lapisan air mata yang tebal, drainase lambat dan distribusi
ditingkatkan pada kornea selama berkedip. Selain itu, kelompok
karboksil dari ikatan hidrogen bentuk hyaluronate dengan
kelompok hidroksil gula musin ketika sodium hyaluronate
diterapkan di mata, menghasilkan ikatan dengan kornea. Sifat unik

26
ini memberikan hyaluronates berpotensi besar dalam pemberian
obat mata.
Kondroitin sulfat adalah turunan polisakarida lain
(glikosaminoglikan) dengan unit ulang yang mengandung asam β
D-glucoronic dan D-N-asetil galactosamine, sangat mirip dengan
asam hialuronat kecuali untuk modifikasi posisi gugus hidroksil
dan penambahan kelompok sulfat ke galactosamine. Chondroitin
sulfat memiliki afinitas yang baik ke permukaan kornea, mencegah
pecahnya dari lapisan air mata selama berkedip. Formulasi yang
mengandung kondroitin telah digunakan untuk pengobatan mata
kering dan menunjukkan superioritas terhadap asam hyaluronic
dalam mengobati kasus keratoconjunctivitis sicca yang parah.
 Polimer sintetik
Karbomer adalah poli (asam akrilat) polimer yang banyak
digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik. Memiliki
beberapa keunggulan, viskositas tinggi pada konsentrasi rendah,
adhesi kuat pada mukosa tanpa iritasi, sifat kekentalan,
kompatibilitas dengan banyak bahan aktif, penerimaan pasien yang
baik dan profil toksisitas yang rendah. sifat ini membuat karbomer
sangat berharga di bidang formulasi. Produk air mata buatan dan
sistem penghantaran obat baru berdasarkan karbomer telah banyak
dirumuskan. Leogel mengandung 0,5% karbomer meningkatkan
bioavailabilitas mata prednisolon asetat. Sebuah studi baru-baru ini
di scintigraphic Geltears (Carbopol 940) menunjukkan bahwa
kediaman prekornea secara signifikan diperpanjang oleh gel
karbomer bila dibandingkan dengan kontrol garam. 40% dari dosis
dipertahankan di mata pada 8 menit setelah aplikasi topikal
Geltears.
 System fase transisi
Pengenalan pada awal 1980-an tentang konsep sistem gel in
situ menunjukkan bahwa perpanjangan yang cukup besar dalam

26
durasi kerja dapat diperoleh. Sistem In situ pembentuk gel
memiliki sifat yang unik, yang dapat membuat perubahan fasa cair
ke gel atau fase padat dalam cul-de-sac. Tiga metode telah
digunakan untuk menginduksi fase transisi pada permukaan mata:
perubahan pH dan suhu serta aktivasi oleh ion.
Selulosa asetat ftalat membentuk sistem fase transisi pH, yang
menunjukkan viskositas yang sangat rendah hingga pH 5. Sistem
ini akan kontak dengan cairan air mata (pH 7,4), membentuk gel
dalam beberapa detik dan melepaskan bahan aktif dalam jangka
waktu lama. Waktu paruh tinggal di permukaan kornea kelinci
adalah sekitar 400 detik dibandingkan dengan 40 detik untuk
saline. Namun, sistem tersebut ditandai dengan konsentrasi polimer
yang tinggi, dan pH larutan yang rendah dapat menyebabkan
ketidaknyamanan kepada pasien.
Pendekatan alternatif menggunakan sistem sensitive
temperatur. Poloxamer F127 mengalami transisi fase yang
disebabkan oleh perubahan suhu. Pada suhu kamar poloxamer
tetap larutan. Ketika larutannya ditanamkan ke permukaan mata
(34 ° C) suhu tinggi menyebabkan larutan menjadi gel, sehingga
memperpanjang kontak dengan permukaan okular. Salah satu
kelemahan dari sistem tersebut adalah konsentrasi polimer tinggi
(25% poloxamer), dan sifat surfaktan dari poloxamer dapat
merugikan tolerabilitas mata.
Pendekatan alternatif adalah dengan memanfaatkan pengaruh
perubahan kekuatan ion. Gellan gum adalah polisakarida anionik
dalam larutan air, yang membentuk gel di bawah pengaruh
peningkatan kekuatan ion. Gelatin meningkat secara proporsional
baik monovalen atau kation divalen. Telah dilaporkan bahwa
konsentrasi sodium dalam air mata manusia ( ̴2,6 mg mL-1) sangat
cocok untuk menginduksi pembentukan gel dari gellan gum.
Refleks air mata, yang sering menyebabkan pengenceran larutan

26
mata, lebih meningkatkan viskositas gellan gum dengan
meningkatkan volume air mata dan dengan demikian konsentrasi
kation meningkat. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa
Gelrite (0,6% b / v) secara signifikan memperpanjang retensi mata
dalam diri manusia. T1/2 prekornea sekitar 1.089 s, 891 s dan 22 s
untuk Gelrite, HEC (0,5% b / v) dan garam. Hal ini juga
memungkinkan untuk mengembangkan sistem yang mengalami
perubahan suhu dan pH tergantung pada struktur. Karbomer
membentuk asam, viskositas rendah, dispersi air yang berubah
menjadi gel kaku saat pH dinaikkan. Meskipun bahan ini berair
dapat membentuk gel in situ pada kantung konjungtiva secara
bertahap, mereka sering menyebabkan iritasi mata karena
keasaman yang tinggi dan kadang-kadang dispersi tidak mudah
dinetralisir oleh buffer cairan air mata. Lainnya dalam gel in situ
adalah ditandai dengan konsentrasi polimer yang tinggi, seperti
25% poloxomer dan 30% CAP (acetophthalate selulosa) yang
dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Berbagai kombinasi
polimer telah diteliti dalam upaya untuk memperbaiki sifat gel dan
mengurangi total kandungan formulasi polimer.

26

Anda mungkin juga menyukai