Anda di halaman 1dari 5

WHITE SPONGE NEVUS

Oleh : LAILA FATMAWATI - 021523143005

1. Nama Kelainan :
White Sponge Nevus

2. Nama lain :
Cannon’s disease, familial white folded dysplasia, hereditary
leukokeratosis, white gingivostomatitis, and exfoliative leukoedema (Altop,
MS., et. al., 2014).

3. Definisi :
White Spnge Nevus awalnya dijelaskan oleh Cannon pada tahun 1935,
karenanya penyakit ini juga dikenal sebagi Cannon’s disease dan White
Sponge Nevus of Cannon. White Sponge Nevus merupakan lesi keratotik
pada mukosa yang tanpa gejala, putih, berkerut dan seperti busa, seringkali
lesinya memperlihatkan pola gelombang yang simetris. Lokasi yang paling
umum pada epitel mukosa tidak berkeratin seperti di mukosa pipi, bilateral
dan selanjutnya di mukosa bibir, lingir alveolar dan dasar mulut. Keadaan
ini dapat mengenai seluruh mukosa mulut atau didistribusikan secara
universal sebagai bercak-bercak putih tertentu. Tepi gusi dan dorsal lidah
hampir tidak pernah terkena, meskipun palatum lunak dan ventral lidah
umum terlibat. Ukuran lesinya bervariasi dan satu pasien ke pasien lain dan
dan waktu ke waktu. Lesi ini menetap sepanjang hidup (Mihai, MM., et. al.,
2015).

4. Predileksi :

White sponge nevus tidak menunjukkan predileksi ras, jenis kelamin, tetapi
karena pola transmisi autosomal dominan pada keadaan ini, maka banyak
anggota keluarga dapat menderita kelainan tersebut. Daerah-daerah mukosa

1
ekstraoral yang dapat terlibat adalah rongga hidung, esofagus, larings,
vagina dan rectum (Mihai, MM., et. al., 2015).

Penyakit ini biasanya terjadi pada anak-anak usia dini, dengan 50 persen
pasien didiagnosa sebelum usia 20 tahun. White Sponge Nevus ini
merupakan perubahan mukosa keratotik yang dapat dilihat pada esofagus,
genital, namun sebagian besar kasus melibatkan mukosa oral. Lesi sering
telihat di mukosa bukal, dan bagian mukosa lain yang tidak berkeratin.

5. Etiologi :
White sponge nevus dihubungan dengan mutasi pada keratin di mukosa
spesifik, yakni K4 dan K13. Mutasi ini terjadi dalam bentuk insersi, delesi,
dan substitusi, yang mengakibatkan agregasi abnormal dari tonofilaments
dan ketidakstabilan keratin filament. Penyebabnya dihubungkan dengan
cacat pada kematangan epitel dan eksfoliasi (Mihai, MM., et. al., 2015).

6. Patogenesis :
White sponge adalah kelainan bawaan menunjukkan transmisi autosomal
dominan. Mutasi yang mempengaruhi protein keratin mengganggu proses
kematangan intermediate filament. Jadi menurut mekanisme patogen
diduga, intermediate filament bisa mudah rusak sebagai akibat dari trauma
mekanik ringan, menginduksi sitokin yang mendasari sel basal, dan sebagai
akibatnya, proliferasi sel basal yang berlebihan menyebabkan mukosa
hiperkeratosis termasuk penebalan epitel, parakeratosis, vacuolization luas
dari keratinosit suprabasal dan agregat kompak keratin intermediate
filament (KIF) di lapisan spinosus atas, menyerupai yang ditemukan dalam
gangguan epidermal karena cacat keratin. Histopatologi sel suprabasal sama
dengan ditemukannya ekspresi jaringan spesifik keratin 4 dan 13 di lapisan
sel suprabasal K4 dan K13 yang mengalami mutasi gen.

7. Gambaran klinis :

2
Secara klinis, White Sponge Nevus pada rongga mulut ditandai dengan
adanya plak yang berbentuk seperti "spons", asimptomatik, dapat terdapat
bilateral. Permukaan plak tebal serta dapat terkelupas dari jaringan di
bawahnya. Lesi tidak menunjukkan gejala dan kasar apabila di palpasi.
Kondisi ini mungkin melibatkan seluruh mukosa mulut untuk meninggalkan
sedikit mukosa normal terlihat, atau dapat didistribusikan secara sepihak
sebagai bercak putih diskrit. Mukosa bukal merupakan daerah yang paling
sering terkena, diikuti oleh palatum molle, ventral lidah, mukosa labial, dan
dasar mulut. Margin gingiva dan daerah dorsal lidah biasanya jarang
terkena. Ukuran lesi bervariasi dari pasien ke pasien dan waktu ke waktu.
(Songu M, et al. 2012)

Gb. 1. Gambaran Klinis White Sponge Nevus

8. Pemeriksaan penunjang :

3
Pada pemeriksaan HPA lapisan stratified squamous epithelium
parakeratinisasi dan akantosis. Lapisan sel prickle mengandung sejumlah
besar sel vakuola yang tampak seperti tercuci dan jaringan ikat biasanya
bebas dari infiltrasi sel peradangan. Permukaan epithelium biasanya ditutupi
oleh mikroorganisme.

9. Differential Diagnosis :
Leukoedema adalah contoh lain dari fenomena perkembangan yang terjadi
pada masa kanak-kanak dan diliputi sel epitel supersifisal yang edema. Dan
ada kalanya untuk mendiagnosa penyakit ini adalah dengan meregangkan
mukosa yang terkena dampak, dan saat cara ini dilakukan biasanya lesi
terlihat menghilang, namun pada saat cara ini dilakukan pada penderita
White Sponge Nevus, lesi putih akan tetap terlihat.

10. Prinsip terapi :


Terapi sebenarnya tidak diperlukan karena asimtomatik dan merupakan lesi
yang jinak. Namun, meskipun pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit,
mereka sering mengeluh tekstur mukosa atau lesi yang memberikan
ketidaknyamanan pasien dalam segi estetik. Pengobatan dengan vitamin,
antihistamin, obat kumur disarankan, tetapi tidak ada yang berhasil.
Penicilin dilaporkan berhasil pada sebagian kecil pengelolaan white sponge
nevus. Perawatan dalam bentuk terapi gen sulit untuk sekelompok gangguan
termasuk white sponge nevus yang disebabkan karena autosomal dominan.

4
Untuk mencapai hal ini dengan cara mutasi gen secara aktif sedang
dipelajari.

11. Referensi :

Altop, MS., Ozdal, O., Ozer, CB., et. al. 2014. Case Report : White Sponge
Nevus: A Non-hereditery Presentation. International Journal of Basic and
Clinical Studies (IJBCS) 2014;3(2). Pp. 106-108.

Chao S-C, Tsai Y-m., Yang, Lee J.y-Y. A novel mutation in the keratin 4 gene
causing white sponge naevus. British Journal of Dermatology 2003; 148:1125-
1128.

Cox MF, Eveson J, Porter SR, Maitland N, Scully C. Human papillomavirus


type 16 DNA in oral white sponge nevus. Oral Surg Oral Med Oral Pathol.
1992; 73:476-8.

Lamey PJ, Bolas A, Napier SS, Darwazeh AM, Macdonald DG. Oral white
sponge nevus: response to antibiotic therapy. Clin Exp Dermatol 1998; 23:59-
63.

Mihai, MM., Bumbacea, RS., Orzan, OA., et. al., 2015. Familial Case of
White Sponge Nevus – Diagnosis and Therapeutical Challenges. Acta
Dermatovenerol Croat 2015;23(3). Pp. 228.

Songu M, Adibelli H, Diniz G. White sponge nevus: clinical suspicion and


diagnosis. Pediatr Dermatol 2012;29:495-7

Anda mungkin juga menyukai