Anda di halaman 1dari 24

INJEKSI KIMIA

Tugas Kelompok Mata Kuliah Enhanced Oil Recovery

Di Susun Oleh :

1. Melta Aditya Nugraha/071001700079


2. Syendy Nursyahlia/071001700125
3. Delvin Fadhil/071001700021
4. Tubagus Satria Nurvaliansyah/0710001700131
5. Frenaldo Ponggohong/071001700049
6. Sheren Immanuela Loverdy/071001700122
7. Imanuel Johanes Emor/0710001700062

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamualikum warrahmatullahi wabarakatuh,


Shalom, Om swastiastu, Namo buddhaya.

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan
anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolonganNya tentu penulis tidak mampu menyelesaikan makalah ini
dengan baik.

Penyusunan makalah berjudul “INJEKSI KIMIA” ini dimaksudkan untuk


memenuhi nilai tugas mata kuliah Enhanced Oil Recovery. Selain itu, makalah ini
juga menjadii sarana pembelajaran bagi penulis dalam menyusun karya ilmiah.

Tentu dalam penyusunan makalah ini penulis memiliki banyak kesulitan.


Maka dari itu, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang turut membantu
dan membangun motivasi penulis dalam menyusun makalah ini. Penulis secara
khusus berterima kasih kepada orangtua penulis yang senantiasa menjadi motivasi
utama penulis dalam menyelesaikan segala tugas yang diberikan oleh dosen.
Penulis juga secara khusus berterima kasih kepada ibu dosen EOR yaitu Ibu Rini
Setiati yang turut membimbing penulis dalam menyusun makalah ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Maka


dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat
menyusun karya ilmiah di kemudian hari dengan lebih baik. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat sebagaimana mestinya.

Jakarta, 19 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
I.1 Latar belakang................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah..........................................................................1
I.3 Maksud Dan Tujuan.......................................................................2
I.4 Batasan Masalah............................................................................2
I.5 Manfaat..........................................................................................2
BAB II INJEKSI KIMIA.....................................................................................3
II.1 Injeksi Polimer..................................................................................3
II.2 Injeksi Surfaktan...............................................................................5
II.3. Injeksi Alkalin................................................................................13
BAB III METODOLOGI....................................................................................15
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................16
BAB V KESIMPULAN.....................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Skema Polymer Flooding…………………………………………….…..4

Gambar II.2 Skema Pendesakan Minyak dengan Polimer………………………...5

Gambar II.3 Gambaran stuktur surfaktan…………………………………..……..7

Gambar II.4 Micelles yang terdispersi………………………………………..….10

iv
BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Pada awal produksi suatu reservoir, umumnya produksi minyak dan gas bumi
terjadi dengan bantuan energi alamiah (natural flow), yaitu produksi yang terjadi
karena daya dorong tenaga alam atau dapat pula karena pengangkatan buatan
(artificial lift) atau dengan bantuan pompa. Apabila masih banyak minyak di
dalam reservoir yang belum terangkat ke permukaan maka sebelum produksi
secara alamiah yang ekonomis berakhir atau bisa pada awal kehidupan suatu
reservoir digunakan metode injeksi kimia (chemical flooding) untuk
meningkatkan perolehan minyaknya, sebab injeksi kimia dapat meningkatkan
efisiensi penyapuan dan efisiensi pendesakan sehingga perolehan minyaknya
dapat meningkat dari jumlah cadangan mula-mula di reservoir. Injeksi kimia
adalah salah satu metode pengurasan minyak tahap lanjut dengan menambahkan
zat-zat kimia ke dalam reservoir dengan jalan injeksi. Penambahan zat-zat kimia
ini bertujuan untuk merubah sifat fisik dari fluida reservoirnya, yaitu menurunkan
tegangan antar muka. Apabila tegangan antar muka memiliki nilai yang besar
maka mobilitas minyak di reservoir akan berkurang sehingga perolehan minyak
pada Primary Recovery maupun Secondary Recovery akan berdampak pada laju
produksi yang menurun.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat disusun
adalah sebagai berikut :
1. apa yang dimaksud dengan chemical flooding?
2. Apa saja jenis metode EOR yang termasuk Chemical Flooding?

3. Bagaimanakah Mekanisme dan parameter yang digunakan pada injeksi


kimia.

1
I.3 Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan berdasarkan rumusan masalah yang dibuat adalah sebagai
berikut

1. Mengetahui Apa itu Injeksi Kimia.


2. Mengetahui Beberapa jenis injeksi kimia
3. Mengetetahui Mekanisme dan Parameter yang digunakan pada tiap
injeksi.

I.4 Batasan Masalah


Penulisan paper ini dibatasi oleh studi literatur yang membahas tentang
injeksi Kimia

I.5 Manfaat
Manfaat dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut menambah
pengetahuan bagi pembaca.

2
BAB II INJEKSI KIMIA

Injeksi kimia adalah salah satu metode pengurasan minyak tahap lanjut
dengan cara menambahkan zat-zat kimia ke dalam reservoir dengan cara injeksi
(Kasmungin et al., 2018). Injeksi kimia bertujuan untuk merubah sifat fisik dari
fluida reservoir, antara lain menurunkan tegangan antar muka dan meningkatkan
viskositas. Pada umumnya injeksi kimia diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu
injeksi Polimer, Injeksi Surfactant dan injeksi alkali.

II.1 Injeksi Polimer


Injeksi polimer merupakan salah satu metode EOR untuk meningkatkan
penyapuan minyak dengan menggunakan polimer baik itu sintetik maupun alami,
injeksi polimer sangat berguna untuk menurunkan mobility ratio serta
meningkatkan viskositas, sehingga akan menaikan efesiensi penyapuan yang akan
berdampak pada kenaikan nilai recovery factor dari injeksi polimer (Kasmungin
et al., 2018). Faktor – faktor yang mempengaruhi injeksi polimer adalah polimer
retention, adsorpsi, salinitas, temperatur dan konsentrasi polimer itu sendiri.
Polimer adalah jenis chemical yang bertujuan untuk meningkatkan viskositas
water. Karena air berfungsi sebagai displacer (pendesak) maka akan
meningkatkan sweep efficiency. Biasanya jenis polimer yang umum dipakai
adalah polimer sintetik (polyacrylamide) & biopolymer (polysaccharide). Alasan
lebih banyak dipakainya polimer flooding adalah:

a. Identik dengan water flooding

b. teknik aplikasinya relatif sederhana

c. biaya yang diperlukan relatif kecil

d. recovery yang didapat relatif besar.

3
Polimer yang terlarut dalam air digunakan sebagai viscosifying agent yang
dapat mengontrol mobilitas fluida injeksi (water base) untuk meningkatkan
efisiensi penyapuan. Polimer mengurangi efek negatif karena adanya variasi
permeabilitas dan rekahan dalam reservoir heterogen. Injeksi polimer terdiri atas
beberapa tahap, yaitu preflush (pengondisian reservoir), additional oil recovery
(oil Bank), injeksi larutan polimer untuk mengontrol mobilitas fluida, injeksi air
bebas mineral (fresh water buffer) untuk melindungi polimer, dan injeksi fluida
pendorong (driving fluid) berupa air.

Gambar II.1 Skema Polymer Flooding

Polimer meningkatkan efficiency penyapuan selama waterflooding. Metodenya


adalah dengan menambahkan polimer yang larut air ke dalam air sebelum
diinjeksikan ke reservoir. Digunakan polimer konsentrasi rendah (umumnya 250-
2000 mg/L) dari beberapa jenis polimer sintetik atau biopolimer (Arina &
Kasmungin, 2015).

Mekanisme peningkatan recovery dengan polimer:

 Meningkatkan viskositas fluida pendesak

 Menurunkan mobilitas fluida pendesak

 Berkomunikasi dengan volume reservoir yang lebih luas

4
Limitnya adalah jika viskositas dari minyaknya terlalu besar maka polimer yang
diinjeksikan harus dengan viskositas yang lebih tinggi pula untuk mencapai
mobility control yang diinginkan (Arina & Kasmungin, 2015). Hasilnya biasanya
lebih baik jika polymer flood dimulai sebelum WOR menjadi terlalu tinggi.
Adanya clay meningkatkan penyerapan polimer. Jika ada fracture atau rekahan
maka polymer yang berbentuk gel atau crosslinked polymer techniques harus
diaplikasikan.

Gambar II.2 Skema Pendesakan Minyak dengan Polimer

II.2 Injeksi Surfaktan


Surfactant (surfactive active agent) adalah senyawa organik yang bersifat
ampihifilic. Didefinisikan sebagai molekul yang mencari tempat diantara dua
cairan (fluida) yang tidak dapat bercampur dan mempunyai kemampuan untuk
mengubah kondisi. Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas
pada permukaan yang tinggi.
Definisi surfaktan menurut IUPAC (1997) adalah suatu zat yang
mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan (surface
tension) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (interfacial tension)
antar dua fasa yang sama tetapi berbeda derajat polaritasnya dalam suatu medium
yaitu dengan cara melarutkan surfaktan ke dalam medium tersebut. Injeksi
surfactant merupakan proses penginjeksian sejumlah surfaktan ke dalam reservoir

5
dengan maksud agar terjadi penurunan tegangan (interfacial tension) antarmuka
minyak-fluida injeksi supaya perolehan minyak meningkat. Efisiensi injeksi
meningkat sesuai dengan penurunan tegangan antarmuka.
Pengertian antarmuka (interface) adalah bidang kontak antara dua
senyawa dalam fasa yang sama, sedangkan permukaan (surface) adalah jika
antarmuka antara dua senyawa tidak dalam fasa yang sama. Selanjutnya
menambahkan tegangan permukaan dari suatu cairan adalah tekanan internal di
bawah permukaan cairan yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik antar molekul
cairan itu sendiri. Gaya tarik menarik tersebut menimbulkan tekanan dari dalam
cairan melawan tekanan dari atas permukaan cairan, sehingga cairan tersebut
cenderung untuk membentuk lapisan antarmuka dengan zat yang lain. Surfaktan
dapat mempengaruhi kemampuan dari molekul cairan tersebut agar dapat
berinteraksi dengan zat yang lain dengan cara menurunkan tegangan
permukaannya. (Romel et al,2013)
Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam disebabkan oleh
struktur molekulnya yang tidak seimbang. Surfaktan merupakan molekul
amphifilik yang memiliki dua gugus yaitu polar dan nonpolar. Dan molekul
surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu ataupun bola raket mini yang
terdiri atas bagian kepala dan ekor.
 Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air)
merupakan bagian yang sangat polar, dan mengandung heteroatom
sepert O, S, P, atau N yang terikat dalam gugus fungsional seperti
alcoholmeter, ester, asam, sulfat, sulfonat, fosfat, amina, amida, dan
lain sebagainya. sedangkan
 Bagian ekor bersifat hidrofobik (benci air/suka minyak)
merupakan bagian nonpolar. Kepala dapat berupa anion, kation atau
nonion, sedangkan ekor dapat berupa rantai linier atau cabang
hidrokarbon dengan gugus alkil atau alkilbenzena.

6
Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang
beragam di industri. (Anggara et al., 2019)

Gugus Alkil Gugus Gugus


Fungsi Alkali

Gambar II.3 Gambaran stuktur surfaktan


Injeksi surfactant bertujuan untuk menurunkan tegangan antarmuka dan mendesak
minyak yang tidak terdesak hanya dengan menggunakan pendorong air (Hambali,
Suryani, & Rivai, 2013). Jadi efisiensi injeksi meningkat sesuai dengan penurunan
tegangan antarmuka.

Ojeda et al (1954) mengidentifikasikan parameter-parameter penting yang


menentukan kinerja injeksi surfaktan, yaitu :

1. Geometri pori.
2. Tegangan antarmuka.
3. Kebasahan atau sudut kontak.
4. P atau P/L.
5. Karakteristik perpindahan kromatografi surfactant pada sistim tertentu.

7
 Tujuan injeksi surfactant
Injeksi surfactant ini ditujukan untuk memproduksikan residual oil yang
ditinggalkan oleh water drive, dimana minyak yang terjebak oleh tekanan kapiler,
sehingga tidak dapat bergerak dapat dikeluarkan dengan menginjeksikan larutan
surfactant. Percampuran surfactant dengan minyak membentuk emulsi yang akan
mengurangi tekanan kapiler.
Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada lagi minyak
yang tertinggal. Pada surfactant flooding kita tidak perlu menginjeksikan
surfactant seterusnya, melainkan diikuti dengan fluida pendesak lainnya, yaitu air
yang dicampur dengan polymer untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan
akhirnya diinjeksikan air.
Untuk di kondisi reservoir yang tidak diharapkan, seperti konsentrasi ion
bervalensi dua, salinitas air formasi yang sangat tinggi, serta absorbsi batuan
reservoir terhadap larutan dan kondisi-kondisi lain yang mungkin dapat
menghambat proses surfaktan flooding, maka perlu ditambahkan bahan-bahan
kimia yang lain seperti kosurfaktan (umumnya alkohol) dan larutan NaCl.
Disamping kedua additive diatas, yang perlu diperhatikan dalam operasi
surfaktan flooding adalah kualitas dan kuantitas dari zat tersebut.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan dari injeksi surfactant yaitu :
 Menurunkan tegangan permukaan
 Menurunkan tekanan kapiler
 Menaikkan effisiensi pendesakan dalam skala pori (mikroskopis)

Proses injeksi surfactant


 Secara garis besar proses injeksi surfaktan ditujukan untuk
memproduksikan residual oil yang ditinggalkan oleh water drive, dimana minyak
yang terjebak oleh tekanan kapiler, sehingga tidak dapat bergerak namun dapat
dikeluarkan dengan menginjeksikan surfaktan. Percampuran surfactant dengan
minyak membentuk emulsi yang akan mengurangi tekanan kapiler.
(Pauhesti, Kasmungin, & Hartono, 2018)

8
Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada lagi minyak
yang tertinggal. Injeksi surfaktan tidak mesti harus menginjeksikan surfaktan
secara menerus, malainkan dapat juga diikuti dengan fluida pendesak lainnya,
yaitu air yang dicampur dengan polymer untuk meningkatkan effisiensi
penyapuan dan akhirnya diinjeksikan air sebagai fluida pendorong dibelakangnya.
Untuk memperbaiki kondisi reservoir yang tidak diharapkan, seperti
konsentrasi ion bervalensi dua, salinitas air formasi yang sangat tinggi, serta
absorbsi (penyerapan) batuan reservoir terhadap larutan dan kondisi-kondisi lain
yang mungkin dapat menghambat proses injeksi surfaktan, maka perlu
ditambahkan bahan-bahan kimia yang lain seperti cosurfactant (umumnya
alcohol) dan larutan Nacl. Disamping kedua additive diatas, yang perlu
diperhatikan dalam operasi injeksi surfaktan adalah kualitas dan kuantitas dari zat
tersebut.
Pada dasarnya ada dua konsep yang telah dikembangkan dalam
penggunaan surfaktan untuk meningkatkan perolehan minyak :
a. Konsep pertama adalah larutan yang mengandung surfaktan dengan
konsentrasi rendah diinjeksikan. Surfaktan dilarutkan didalam air atau
minyak dan berada dalam jumlah yang setimbang dengan gumpalan-
gumpalan surfaktan yang dikenal sebagai micelle. Sejumlah besar fluida
(sekitar 15 - 60% pv) diinjeksikan kedalam reservoir untuk mengurangi
tegangan antar muka antara minyak dan air, sehingga dapat
meningkatkan perolehan minyak.
b. Pada konsep kedua, larutan surfaktan dengan konsentrasi yang lebih
tinggi diinjeksikan kedalam reservoir dalam jumlah yang relative kecil
(3-20% pv). Dapat dilihat pada Gambar 3.3. dibawah ini.

9
Dalam hal ini, micelles yang terbentuk dapat berupa dispersi stabil, air
didalam hidrokarbon atau hidrokarbon didalam air.

Water
Injection Separation and
Injection P roduction Well
Well Storage Facilities
P ump
Surfactant
Solution from
Mixing P lant

4 3 2 1

1 Oil Zone 2 Surfactant 3 Polymer Solution 4 Drive Water

Gambar II.4 Micelles yang terdispersi

Penentuan kuantitas dan kualitas surfactant yang digunakan untuk injeksi


perlu diketahui agar residu oil yang tertinggal bisa didesak dan diproduksikan
dengan cara menurunkan tegangan permukaan minyak-air. Untuk memperbaiki
kondisi reservoir yang tidak diharapkan, yang dapat menghambat operasi injeksi
surfactant, maka perlu ditambahkan bahan-bahan kimia lain seperti kosurfactant
dan larutan NaCl. Setelah kuantitas dan kualitas surfactant serta additive
ditentukan, maka dilakukan pencampuran larutan. Larutan ini dapat berbentuk
larutan biasa atau dalam bentuk microemulsion.
Surfactant yang umum dipakai dalam proses eksploitasi EOR adalah sodium
sulfonate yang ionik bermuatan negatif. Sedangkan jenis lain jarang dipakai.
Larutan surfactant yang biasa digunakan di lapangan untuk pendesakan minyak
sisa hasil pendorongan air, terdiri dari komponen surfactant, air, minyak dan
alkohol sebagai cosurfactant. Campuran cairan surfactant ini diijeksikan ke dalam
reservoir sebagai slug kemudian didorong oleh larutan polimer untuk
memperbaiki mobilitas aliran, selanjutnya diikuti pendorongan air agar hemat

10
bahan polimer. Slug yang biasa digunakan dari 5 - 15 % PV (Pore Volume),
diharapkan kemampuannya menghasilkan tambahan perolehan diatas perolehan
jika digunakan secondery recovery.

 Variabel yang mempengaruhi injeksi surfactant


Variabel-variabel yang mempengaruhi injeksi surfactant diantaranya adalah
adsorbsi, konsentrasi slug surfactant, clay, salinitas.
• Absorbsi
Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah absorbsi batuan
reservoir terhadap larutan surfactant. Absorbsi batuan reservoir pada slug
surfactant terjadi akibat gaya tarik-menarik antara molekul-molekul surfactant
dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini tergantung dari besarnya afinitas
batuan reservoir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang terjadi kuat sekali, maka
surfactant yang ada dalam slug surfactant menjadi menipis, akibatnya kemampuan
untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air semakin menurun.
Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang
dilarutkan dalam air yang merupakan microemulsion diinjeksikan ke dalam
reservoir. Slug surfactant akan mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air,
sekaligus akan bersinggungan dengan permukaan butiran batuan. Pada saat terjadi
persinggungan ini molekul-molekul surfactant akan ditarik oleh molekul-molekul
batuan reservoir dan diendapkan pada permukaan batuan secara kontinyu sampai
mencapai titik jenuh. Akibatnya kualitas surfactant menurun karena terjadi
adsorbsi sehingga mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan surfactant dengan
berat ekivalen rendah didepan dibandingkan dengan berat ekivalen tinggi.
• Konsentrasi Slug Surfactant
Konsentrasi surfactant juga berpengaruh besar terhadap terjadinya adsorbsi
batuan reservoir pada surfactant. Makin pekat konsentrasi surfactant yang
digunakan, maka akan semakin besar adsorbsi yang diakibatkannya mencapai titik
jenuh.

11
• Clay
Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat
menurunkan recovery minyak, disebabkan oleh sifat clay yang suka air (Lyophile)
menyebabkan adsorbsi yang terjadi besar sekali. Untuk reservoir dengan salinitas
rendah, peranan clay ini sangat dominan.
• Salinitas
Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan
minyak-air oleh surfactant. Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan
menyebabkan penurunan tegangan permukaan minyak-air tidak efektif lagi. Hal
ini disebabkan karena ikatan kimia yang membentuk NaCl adalah ikatan ion yang
sangat mudah terurai menjadi ion Na+ dan ion Cl-, begitu juga halnya dengan
molekul-molekul surfactant.Di dalam air ia akan mudah terurai menjadi ion
RSO3- dan H+. Konsekuensinya bila pada operasi injeksi surfactant terdapat
garam NaCl, maka akan membentuk HCl dan RSO3Na, dimana HCl dan RSO3Na
buatan merupakan zat aktif permukaan dan tidak dapat menurunkan tegangan
permukaan minyak-air.
Selain mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, garam NaCl juga
mengakibatkan fraksinasi surfactant yang lebih besar, sampai batuan reservoir
tersebut mencapai titik jenuh.

12
II.3. Injeksi Alkalin
Alkali adalah gambar ionik dasar dari logam alkali atau tanah alkali
elemen logam. Penggunaan alkali dalam injeksi kimia menawarkan beberapa hal
manfaat termasuk meningkatkan emulsifikasi minyak bumi, meningkatkan ionik
fasa air yang mengarah ke pengaturan fase perilaku surfaktan yang diinjeksikan,
dan menurunkan Interfacial Tension (IFT) untuk nilai ultra-low di hadapan
surfaktan. Alkali juga dapat mengurangi biaya dengan membatasi jumlah
surfaktan yang dibutuhkan dalam dua cara. Pertama, alkali mengurangi adsorbsi
surfaktan dengan meningkatkan densitas muatan negatif permukaan batu,
membuatnya istimewa water-wet. Kedua, alkali bereaksi dengan asam dalam
minyak mentah untuk menghasilkan sabun in situ, yang pada gilirannya
memperluas rentang salinitas. Sabun yang dihasilkan menciptakan fasa
mikroemulsion yang dapat berdampingan dengan minyak dan air, sehingga
memanjang wilayah tiga fasa (atau wilayah IFT sangat rendah). Akhirnya alkali
relatif tidak mahal. Alkali agen termasuk sodium hydroxide (NaOH, atau caustic
soda), sodium karbonat (Na2CO3, atau soda ash), sodium biarbonate (NaHCO3)
dan sodium metaborate (NaBO2).
 Parameter yang mempengaruhi Injeksi alkaline
Beberapa parameter yang banyak mempengaruhi dalam proses injeksi
alkalin antara lain adalah konsentrasi NaOH, karakteristik reservoir, luas
permukaan serta komposisi fluida reservoir dan air injeksi.
 Bahan Kimia Injeksi Alkaline
Bahan kimia yang umumnya banyak dipakai adalah sodium hidroksida.
Sodium orthosilikat, ammonium hidroksida, pottassium hidroksida, trisodium
phospat, sodium karbonat, sodium silikat dan poly ethylenimine, juga termasuk
zat organik yang dianjurkan untuk dipakai. Harga dari bahan-bahan kimia tersebut
merupakan pertimbangan yang penting dimana NaOH dan sodium orthisilikat
tidak begitu mahal dan lebih efektif dalam menaikkan perolehan minyak
tambahan.

13
Dalam injeksi alkaline terdapat beberapa mekanisme, yaitu penurunan
tegangan enter permukaan, emulsifikasi, perubahan kebasahan dan penghancuran
rigid interfacial film, dimana semua itu dapat menyokong terhadap kenaikan
recovery minyak.
Akibat dari mekanisme diatas secara makroskopis adalah perbaikan areal
dan volumetrik sweep efisiency, yaitu dengan perubahan mobility ratio atau
perubahan permeabilitas minyak-air. Percobaen injeksi alkaline di laboratorium
menunjukkan perbaikan penyapuan minyak.
Sedangkan secara mikroskopis adalah merubah minyak yang tak dapat
bergerak (immobile) dalam media berpori menjadi dapat bergerak (mobilized),
yaitu dengan emulsifikasi dan penurunan tegangan antar permukaan. Dalam
aplikasi injeksi ini di lapangan, disarankan untuk melakukan pilot test terlebih
dahulu, yaitu sebagai kelanjutan dari evaluasi laboratorium.

Kelebihan injeksi alkaline dalam menutupi kebutuhan injeksi lainnya se-


hubungan dengan permasalahan teknis, adalah karena injeksi alkaline baik pada
kondisi :
· Gravity dari menengah sampai tinggi (13 - 35°API).
· Viskositas tinggi (sampai 200 cp).
· Salinitas cukup tinggi (sampai 20000 ppm).
Dasar pertimbangan yang digunakan untuk memilih metoda pendesakan
surfactant pada suatu reservoir yang diperoleh dari data empiris diantaranya
meliputi :
1. Sifat fisik fluida reservoir yang terdiri dari : gravity minyak,
viskositas minyak, komposisi dan kandungan chloridanya.
2. Sifat fisik batuan reservoir yang terdiri dari : saturasi minyak sisa,
tipe formasinya, ketebalan, kedalaman, permeabilitas rata-rata dan temperaturnya.

14
BAB III METODOLOGI

Di bawah ini adalah Mekanisme pembuatan makalah :

MULAI

PERUMUSAN MASALAH

PENGUMPULAN DATA
SEKUNDER BERDASARKAN
SUMBER

SESUAI
DENGAN
TIDAK
RUMUSAN
MASALAH

YA

ANALISA DATA DAN


KESIMPULAN

SELESAI

15
BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dipaparkan pembahasan mengenai injeksi yang


dilakukan pada sumur yang bertujuan agar meningkatan perolehan minyak.hal ini
dilakukan ketika sumur atau lapangan mengalami penurunan tekanan akibat
adanya produksi terus menerus dan sudah dilakukan secondary recovery, yaitu
dilakukannya produksi dengan menggunakan artificial lift seperti sucker rod
pump, ESP dan sebagainya. Pada Injeksi Kimia ini dilakukan penginjeksian zat
zat kimiawi kedalam sumur. Injeksi kimia ini juga terbagi menjadi beberapa jenis,
yaitu : Injeksi Polimer, Injeksi Surfactant dan Injeksi Alkaline.
Seperti yang dijelaskan oleh (IUPAC, 1997) bahwa surfaktan adalah suatu
zat yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan
(surface tension) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (interfacial
tension) antar dua fasa yang sama tetapi berbeda derajat polaritasnya dalam suatu
medium yaitu dengan cara melarutkan surfaktan ke dalam medium tersebut.
Terdapat beberapa jenis surfaktan yakni surfaktan anionik, kationik, non-ionik,
amfoter.
Penggunaan surfaktan sangat bergantung pada kriteria fluida reservoar dan
batuan reservoar. Oleh karena itu, sifat-sifat reservoar tersebut menentukan
penentuan jenis surfaktan apa atau metode penginjeksian apa yang nanti akan
digunakan. Aspek yang diperhitungkan di makalah ini adalah geometri pori,
tegangan antarmuka, kebasahan atau sudut kontak, suhu dan tekanan, karakteristik
perpindahan kromatografi surfaktan pada sistim tertentu. Sifat fisik fluida
reservoar yang diperhatikan yaitu gravity minyak, viskositas minyak, komposisi
dan kandugan kloridanya. Sedangkan sifat fisik batuan reservoar yang
diperhatikan yaitu saturasi minyak sisa, tipe formasinya, ketebalan, kedalaman,
permeabilitas rata-rata dan temperaturnya. Tujuan dari injeksi surfaktan tersebut
yakni menurunkan tegangan permukaan, menurunkan tekanan kapiler, menaikkan
effisiensi pendesakan dalam skala pori (mikroskopis).

16
Setelah itu, jenis dari injeksi kimia yang kedua adalah injeksi polimer.
Injeksi ini meliputi penambahan bahan pengental (Thickening agent) ke dalam air
injeksi untuk meningkatkan viskositasnya. Bahan pengental yang digunakan ini
adalah polimer. Injeksi polimer pada dasarnya merupakan injeksi air yang
disempurnakan. Penambahan polimer ke dalam air injeksi dimaksudkan untuk
memperbaiki sifat fluida pendesak, dengan harapan perolehan minyaknya akan
lebih besar. Injeksi polimer dapat meningkatkan perolehan minyak yang cukup
tinggi dibandingkan dengan injeksi air konvensional. Akan tetapi mekanisme
pendesakannya sangat kompleks dan tidak dipahami seluruhnya. Jika minyak
reservoir lebih sukar bergerak dibandingkan dengan air pendesak, maka air
cenderung menerobos minyak, hal ini akan menyebabkan air cepat terproduksi,
sehingga effisiensi pendesakan dan recovery minyak rendah. Pada kondisi
reservoir seperti diatas, injeksi polimer dapat digunakan. Polymer yang terlarut
dalam air injeksi akan mengentalkan air, mengurangi mobilitas air dan mencegah
air menerobos minyak. Dua hal yang perlu diperhatikan dalam injeksi polimer
adalah heterogenitas reservoir dan perbandingan mobilitas fluida reservoir.
Selanjutnya adalah Injeksi alkalin atau kaustik yang merupakan suatu
proses dimana pH air injeksi dikontrol pada kisaran harga 12-13 untuk
memperbaiki perolehan minyak. Beberapa sifat batuan dapat mempengaruhi
terhadap injeksi alkalin. Ion divalen dalam air di reservoir, jika jumlahnya cukup
banyak dapat mendesak slug alkalin karena mengendapnya hidroksida –
hidroksida yang tidak dapat larut. Gypsum dan anhydrit jika jumlahnya melebihi
dibandingkan dengan jumlahnya yang ada didalam tracer akan menyebabkan
mengendapnya Ca(OH)2 dan membuat slug NaOH menjadi tidak efektif. Clay
dengan kapasitas pertukaran ion yang tinggi dapat menghasilkan slug NaOH
dengan menukar hidrogen dari sodium. Limestone dan dolomit bersifat tidak
reaktif dan reaksi dengan komponen silika di dalam batu pasir sangat lambat dan
tidak lengkap, sedangkan reseistivitas alkalin dengan batuan reservoir dapat
ditentukan di laboratorium.

17
BAB V KESIMPULAN

Dari pembahasan tentang injeksi surfaktan ini dapat ditarik beberapa


kesimpulan, sebagai berikut :
1. Injeksi surfaktan hanya cocok untuk formasi yang relative homogen,
bukan lapisan karbonat dan clay yang besar. Untuk penggunaan chemical,
maka air klorida formation harus lebih diperhatikan.
2. Injeksi surfaktan bertujuan untuk memproduksi minyak sisa yang
tertinggal setelah drive mechanism, dimana minyak yang terjebak oleh
tekanan kapiler, sehingga tidak dapat bergerak dapat dikeluarkan dengan
menginjeksikan larutan surfactant. Percampuran surfactant dengan
minyak membentuk emulsi yang akan mengurangi tekanan kapiler.
3. Penginjeksian Polimer dilakukan untuk memperbaiki sifat fluida
pendesak sehingga bias mendorong fluida hidrokarbon ke permukaan
4. Injeksi Polimer juga meliputi penambahan bahan pengental ke dalam air
sehingga memperbesar Viskositas
5. Pertimbangan yang diperhatikan untuk memilih metode penginjeksian
Kimia meliputi Sifat fisik fluida dan Sifat fisik batuan reservoir.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abadli, Farid, 2012, Simulation Study of Enhanced Oil Recovery by ASP


(Alkaline, Surfatant and Polymer) Flooding for Norne Field C-segment,
Norwegian University of Science and Technology.

Aitkulov, Almas and Kishore K. Mohanty, 2016, Timing of ASP Injection for
Viscous Oil Reovery, SPE Journal.

Al-Murayri, M. T., A. A. Al-Kharji, and D. S. Kamal, 2018, Successful


Implementation of a One-Spot Alkaline-Surfatant-Polymer ASP Pilot in a
Giant Carbonate Reservoir, SPE Journal.

Denney, 2013, Progress and Effects of ASP Flooding, SPE Journal.

Feng, Ru-Sen, Guo Yong-Jun, and Xing-Min Zhang, 2013, Alkali/


Surfactant/Polymer Floodingin the Daqing Oilfield Calss II Reservoirs
Using Assoiating Polymer, Journal of Chemistry, vol. 2013, No. 275943, PP
6, http://dx.doi.org/10.1155/2013/275943.

Guo, Hu, Yiqiang Li, and Fuyong Wang, 2017, ASP Flooding : Theory and
Practice Progress in China, Journal of Chemistry, vol. 2017, No. 8509563,
PP 18, https://doi.org/10.1155/2017/8509563.

Karazincir, O., S. Thach, W. Wei, G. Prukop, and T. Malik, 2011, Scale


Formation Prevention During ASP Flooding, SPE Journal..

Kumar, Rahul and Kishore K. Mohanty, 2010, ASP Flooding of Vicous Oil, SPE
Journal.

Yin, Dandan, Dongfeng Zhao, Jianfeng Gao, and Jian Gai, 2017, Experimental
Study of Enhancing Oil Recovery with Weak Base
Alkaline/Surfatant/Polymer, International Journal of Polymer Science, vol.

19
2017, No. 4652181, PP 7, https://doi.org/10.1155/2017/4652181

Zhang, Jieyuan, Ravi Ravikiran, David Freiberg, and Charles Thomas., 2012, ASP
Formulation design for Heavy Oil, SPE Journal.

20

Anda mungkin juga menyukai