Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENGELOLAAN LIMBAH CAIR B

“Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Kimia”

Dosen Pembimbing :
Syarifuddin, S. KM., M. Kes.
Zulfiah Maharani, ST, M.SI
Disusun Oleh :
Kelompok 2 - Kelas 2D4B
1) Alifah Nur Fikriaty P21335118005
2) Anggun Fortuna Dewi P21335118009
3) Dheanita Syahri P21335118019
4) Hisyam Fadhlurrahman P21335118024
5) Puty Langkyshaw P21335118051
6) Salma Nurul Fitria P21335118057
7) Wiwik Purwasih P21335118077

Program Studi :
2 - D IV B, KesehatanLingkungan

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II


Jln. Hang Jebat III/F3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
2020

ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dari mata kuliah Pengelolaan Limbah Cair-Bdengan judul “Pengolahan
Limbah Cair dengan Proses Kimia”
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Jakarta, Maret 2020

Kelompok 2

3
Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Kimia

A. Prinsip
Prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah menambahkan
bahan kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar yang dikandung air limbah,
kemudian memisahkannya (mengendapkan atau mengapungkan). Kekeruhan dalam air
limbah dapat dihilangkan melalui penambahan atau pembubuhan sejenis bahan kimia yang
disebut flokulan. Pada umumnya bahan seperti aluminium sulfat (tawas), fero sulfat, poli
amonium khlorida atau poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai flokulan. Untuk
menentukan dosis yang optimal, flokulan yang sesuai dan pH yang akan digunakan dalam
proses pengolahan air limbah, secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan
menggunakan test yang merupakan model sederhana dari proses koagulasi. Dalam
pengolahan limbah cara ini, hal yang penting harus diketahui adalah jenis dan jumlah polutan
yang dihasilkan dari proses produksi. Umumnya zat pencemar industri kain terdiri dari tiga
jenis yaitu padatan terlarut, padatan koloidal, dan padatan tersuspensi.
Terdapat 3 (tiga) tahapan penting yang diperlukan dalam proses koagulasi yaitu :
tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, dan tahap pemisahan flok dengan cairan.
a. Tahap Pembentukan Inti Endapan
Pada tahap ini diperlukan zat koagulan yang berfungsi untuk penggabungan antara koagulan
dengan polutan yang ada dalam air limbah. Agar penggabungan dapat berlangsung diperlukan
pengadukan dan pengaturan pH limbah. Pengadukan dilakukan pada kecepatan 60-100 rpm
selama 1-3 menit; pengaturan pH tergantug dari jenis koagunlan yang digunakan, misalnya untuk
: Alum pH 6- 8, Fero Sulfat pH 8-11, Feri Sulfat pH 5-9, dan PAC pH 6-9,3.
b. Tahap Flokulasi
Pada tahap ini terjadi penggabungan inti inti endapan sehingga menjadi molekul yang lebih
besar, pada tahap ini dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 40-50 rpm selama 15-30
menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok dapat ditambahkan flokulan misalnya
polielektrolit. Polielektrolit digunakan secara luas, baik untuk pengolahan air proses maupun
untuk pengolahan air limbah industri. Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu
nonionik, kationik dan anionik; biasanya bersifat larut air. Sifat yang menguntungkan dari
penggunaan polielektrolit adalah : volume lumpur yang terbentuk relatif lebih kecil, mempunyai

4
kemampuan untuk menghilangkan warna, dan efisien untuk proses pemisahan air dari lumpur( d
ewatering).

c. Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan Flok


Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan Flok yang terbentuk selanjutnya harus dipisahkan
dengan cairannya, yaitu dengan cara pengendapan atau pengapungan. Bila flok yang terbentuk
dipisahkan dengan cara pengendapan, maka dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok
yang terjadi diapungkan dengan menggunakan gelembung udara, maka flok dapat diambil
dengan menggunakan skimmer. Image Klarifier berfungsi sebagai tempat pemisahan flok dari
cairannya. Dalam klarifier diharapkan lumpur benar-benar dapat diendapkan sehingga tidak
terbawa oleh aliran air limbah yang keluar dari klarifier, untuk itu diperlukan perencanaan
pembuatan klarifier yang akurat. Kedalaman klarifier dipengaruhi oleh diameter klarifier yang
bersangkutan. Misalkan dibuat klarifier dengan diameter lebih kecil dari 12m, diperlukan
kedalaman air dalam klarifirer minimal sebesar 3,0 m. Proses pengolahan kimia digunakan
dalam instalasi air bersih dan IPAL. Pengolahan secara kimia pada IPAL biasanya digunakan
untuk netralisasi limbah asam maupun basa, memperbaiki proses pemisahan lumpur,
memisahkan padatan yang tak terlarut, mengurangi konsentrasi minyak dan lemak,
meningkatkan efisiensi instalasi flotasi dan filtrasi, serta mengoksidasi warna dan racun.
Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat menangani hampir seluruh
polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh polutan yang beracun atau toksik, dan tidak tergantung
pada perubahan konsentrasi. Namun, pengolahan kimia dapat meningkatkan jumlah garam pada
effluent dan meningkatkan jumlah lumpur.
Tujuan pengolahan air secara kimia :
• Menetralisasi efluen
• Miningkatkan kerja separasi solid dan penghilangan bahan-bahan organik
• Memflokulasi zat-zat anorganik terlarut
• Menghilangkan konsentrasi sisa lemak dan minyak
• Meningkatkan kinerja proses flokulasi dan filtrasi
• Mengoksidasi zat-zat pewarnaan atau bahan beracun yang tidak dapat mengurai.

5
B. MACAM-MACAM PENGOLAHAN AIR SECARA KIMIA
Pengolahan secara kimia (chemical treatment) melibatkan beberapa proses kimia, yaitu
a. Netralisasi dengan basa atau asam
Limbah cair dari industri pada umumnya bersifat alkali atau asam sehingga diperlukan
proses kimia netralisasi limbah cair. Limbah cair yang bersifat basa, maka proses netralisasi
dilakukan dengan penambahan HCl, atau asam sulfat, atau gas CO 2 sehingga dicapai nilai pH
antara 6,50-8,50. Jika gas karbondioksida tidak tersedia, maka netralisasi dilakukan dengan
menggunakan asam sulfat karena harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan asam
asam khlorida. Reaksi kimia netralisasi berlangsung cepat, diperlukan pengadukan, dilengkapi
dengan sensor nilai pH, dan alat pengendali penambahan asam. Limbah cair yang bersifat asam
dinetralkan dengan penambahan bahan kimia air kapur atau Ca(OH)2, kostik soda atau NaOH,
soda abu atau Na2CO3.
Netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa menghasilkan air dan garam. Dalam
pengolahan air limbah, pH diatur antara 6,0 – 9,5. Di luar kisaran pH tersebut, air limbah akan
bersifat racun bagi kehidupan air, termasuk bakteri.
Jenis bahan kimia yang ditambahkan tergantung pada jenis dan jumlah air limbah serta
kondisi lingkungan setempat. Netralisasi air limbah yang bersifat asam dapat menambahkan
Ca(OH)2 atau NaOH, sedangkan bersifat basa dapat menambahkan H2SO4, HCl, HNO3, H3PO4,
atau CO2 yang bersumber dari flue gas.
Netralisasi dapat dilakukan dengan dua system, yaitu: batch atau continue, tergantung pada
aliran air limbah. Netralsasi system batch biasanya digunakan jika aliran sedikit dan kualitas air
buangan cukup tinggi. Netralisasi system continue digunakan jika laju aliran besar sehingga
perlu dilengkapi dengan alat kontrol otomatis.
Adapun macam-macam dari proses netralisasi adalah :
a) Mengalirkan air limbah yang bersifat asam pada media batu kapur
Ini merupakan sistem aliran ke bawah atau ke atas. Dimana maximum kecepatan hydrolik
untuk sistem aliran ke bawah adalah 1 gal / (min, ft2) (4,07.10 -2 m3/min, m2). Konsentrasi asam
dibatasi hingga 0,6 % H2SO4 jika H2SO4 ada dan melapisi butiran kapur dengan bahan CaSO 4 &
CO2. Kecepatan hydrolik loading dapat bertambah dengan sistem aliran ke atas karena hasil dari
reaksi dijaga sebelum adanya pengendapan. Sistem ini dapat dilihat pada gambar 1 berikut :

6
Gambar 1 Sistem Aliran Pada Bangunan Netralisasi
b) Mencampur air limbah yang bersifat asam dengan bahan-bahan yang bersifat basa
Jenis netralisasi ini tergantung dari macam-macam bahan basa yang digunakan
Magnesium adalah bahan basa yang sangat reaktif dalam asam kuat dan digunakan pada pH
di bawah 4,2.
Netralisasi dengan menggunakan bahan basa dapat didefinisikan berdasarkan faktor
titrasi dalam 1 gram sampel dengan HCl yang dididihkan selama 15 menit kemudian dititrasi
lagi dengan 0,5 N NaOH dengan menggunakan phenolpthalen sebagai buffer.
Mencampurkan bahan-bahan basa dapat dilakukan dengan pemanasan maupun pengadukan
secara fisik. Untuk bahan yang sangat reaktif, reaksi terjadi secara lengkap selama 10 menit.
Bahan-bahan basa lainya yang dapat digunakan sebagai netralisasi adalah NaOH, Na 2CO3
atau NH4OH.
c) Air limbah yang bersifat basa
Banyak bahan asam kuat yang efektif digunakan untuk menetralkan air limbah yang bersifat
basa, biasanya yang digunakan adalah sulfaric atau hydrochloric acid. Asap gas yang terdri dari
14 % CO2 dapat digunakan untuk netralisasi dengan melewatkan gelembung-gelembung gas
melalui air limbah CO2 ini terbentuk dari carbonik acid yang mana dapat bereaksi dengan basa.
Reaksi ini lambat tapi cukup untuk mendapatkan pH antara 7 hingga 8. Cara lain yang dapat
digunakan adalah dengan menggunakan spray tower.

7
Adapun beberapa sistem yang digunakan untuk bangunan netralisasi ini adalah :
- Sistem Batch, yang digunakan untuk aliran air limbah hingga 380 m3/hari
- Sistem continouse, dengan pH control dimana dibutuhkan udara untuk pengadukan
dengan minimum aliran air 1-3 ft3/mm, ft2 atau 0,3-0,9 m3/mm, m2 pada kedalaman 9 ft (2,7
m)
Sistem pengadukan mekanis, dimana daya yang digunakan 0,2-0,4 hp/thausand gal ( 0,04 -
0,08 kW/m3 )
b. Presipitasi
Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut dengan cara penambahan bahan - bahan
kimia terlarut yang menyebabkan terbentuknya padatan – padatan. Dalam pengolahan air limbah,
presipitasi digunakan untuk menghilangkan logam berat, sufat, fluoride, dan fosfat. Senyawa
kimia yang biasa digunakan adalah lime, dikombinasikan dengan kalsium klorida, magnesium
klorida, alumunium klorida, dan garam - garam besi.
Adanya complexing agent, misalnya NTA (Nitrilo Triacetic Acid) atau EDTA (Ethylene
Diamine Tetraacetic Acid), menyebabkan presipitasi tidak dapat terjadi. Oleh karena itu, kedua
senyawa tersebut harus dihancurkan sebelum proses presipitasi akhir dari seluruh aliran, dengan
penambahan garam besi dan polimer khusus atau gugus sulfida yang memiliki karakteristik
pengendapan yang baik Pengendapan fosfat, terutama pada limbah domestik, dilakukan untuk
mencegah eutrophication dari permukaan. Presipitasi fosfat dari sewage dapat dilakukan dengan
beberapa metode, yaitu penambahan slaked lime, garam besi, atau garam alumunium.
Metode presipitasi (pengendapan) merupakan salah satu metode pengolahan limbah yang
banyak digunakan untuk memisahkan logam berat dari limbah cair. Dalam metode presipitasi
kimia dilakukan penambahan sejumlah zat kimia tertentu untuk mengubah senyawa yang mudah
larut ke bentuk padatan yang tak larut.
Presipitasi kimiawi dapat dipakai untuk mengolah limbah encer yang mengandung bahan
beracun, yang dapat diubah menjadi bentuk tak larut, misalnya limbah yang mengandung arsen,
cadmium, chrom, cuprum, plumbum, hidrargyrum, nikel, argentum, dan zink.
Proses presipitasi tidak hanya melibatkan proses kimia saja , tetapi juga melibatkan proses
fisik . proses fisik yang ada antara lain adalah perubahan bentuk padatan terlarut yang relatif
berukuran kecil menjadi padatan tersuspensi yang relatif berukuran besar sehingga mudah
diendapkan. Faktor fisik lainya adalah pengadukan untuk mempercepat proses presipitasi kimia .

8
Prinsip presipitasi kimia adalah mengubah senyawa Calcium H atau Magnesium H dalam
kondisi terlarut (nilai kelarutan besar) menjadi senyawa Calcium Carbonat dan Magnesium
Hidroksida yang terendapkan atau memiliki nilai kelarutan kecil. Oleh karena itu, pemahaman
terhadap nilai kelarutan senyawa dalam air menjadi faktor penting. Prinsip reaksi pada presipitasi
kimia adalah reaksi oksidasi-reduksi yang membutuhkan kondisi lingkungan (pH, waktu,
temperatur, konsentrasi) tertentu. Reaksi yang terjadi antara konstituen dalam air dengan bahan
kimia yang ditambahkan menghasilkan presipitat yang mudah diendapkan. Diagram alur dari
proses presipitasi kimia dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

c. Koagulasi dan flokulasi


Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel senyawa koloid dalam limbah cair.
Proses pengendapan dengan menambahkan bahan koagulan ke dalam limbah cair sehingga
terjadi endapan pada dasar tangki pengendapan. Flokulasi adalah proses pengendapan
pencemar dalam limbah cair dengan penambahan bahan koagulan utama dan koagulan
pendukung sehingga terjadi gumpalan sebelum mencapai dasar tangki pengendap. Flokulasi
dikenal pula sebagai pencampuran (mixing), namun kecepatan pencampuran sangat lambat,
dan tangki flokulasi dilengkapi dengan pengaduk bentuk pedal, dan baffle atau sirip di
dinding tangki flokulasi. Limbah cair yang diberi koagulan dengan dosis tertentu diaduk
dalam tangki flokulasi kemudian pengaduk dimatikan dan didiamkan, maka akan terbentuk
endapan di bagian bawah. Nilai pH untuk koagulasi harus diperhatikan, misal garam-garam
besi bekerja pada nilai pH antara 4,50 sampai 5,50. Sebaliknya, garam alumunium bekerja
pada nilai pH antara 5,50 sampai 6,30. Limbah cair pada perlakuan primer terdiri atas
senyawa organik dalam bentuk suspensi dan senyawa organik terlarut kemudian mengalir
masuk ke dalam tangkisedimentasi dan didiamkan selama 2 sampai 3 jam sehingga terbentuk
air limbah relatif bersih dengan campuran padatan dan limbah cair atau lumpur primer
(primary sludge). Proses koagulasi dan flokulasi adalah konversi dari polutan-polutan yang

9
tersuspensi koloid yang sangat halus didalam air limbah, menjadi gumpalan-gumpalan yang
dapat diendapkan, disaring, atau diapungkan.
Air baku dari air permukaan sering mengandung bahan-bahan yang tersusun oleh partikel
koloid yang tidak bisa diendapkan secara alamiah dalam waktu singkat. Partikel-partikel
koloid dibedakan berdasarkan ukuran. Jarak ukurannya antara 0,001 mikron (10-6 mm)
sampai 1 mikron (10-3 mm). Partikel yang ditemukan dalam kisaran ini meliputi partikel
anorganik, seperti serat asbes, tanah liat, dan lanau/silt, (2) presipitat koagulan, dan (3)
partikel organik, seperti zat humat, virus, bakteri, dan plankton. Dispersi koloid mempunyai
sifat memendarkan cahaya. Sifat pemendaran cahaya ini terukur sebagai satuan kekeruhan.
Koloid merupakan partikel yang tidak dapat mengendap secara alami karena adanya
stabilitas suspensi koloid. Stabilitas koloid terjadi karena gaya tarik van der Waal's dan gaya
tolak/repulsive elektrostatik serta gerak brown. Kestabilan koloid dapat dikurangi dengan
proses koagulasi (proses destabilisasi) melalui penambahan bahan kimia dengan muatan
berlawanan. Terjadinya muatan pada partikel menyebabkan antar partikel yang berlawanan
cenderung bergabung membentuk inti flok.
Untuk penghilangan zat-zat berbahaya dari air, salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang
terjadi secara berurutan untuk mentidakstabilkan partikel tersuspensi, menyebabkan
tumbukan partikel dan tumbuh menjadi flok.
Proses koagulasi selalui diikuti oleh proses flokulasi, yaitu penggabungan inti flok atau
flok kecil menjadi flok yang berukuran besar. Tahap awal dimulai dengan proses koagulasi,
koagulasi melibatkan netralisasi dari muatan partikel dengan penambahan elektrolit. Dalam
hal ini bahan yang ditambahkan biasanya disebut sebagai koagulan atau dengan jalan
mengubah pH yang dapat menghasilkan agregat/kumpulan partikel yang dapat dipisahkan.
Hal ini dapat terjadi karena elektrolit atau konsentrasi ion yang ditambahkan cukup untuk
mengurangi tekanan elektrostatis di antara kedua partikel. Agregat yang terbentuk akan
saling menempel dan menyebabkan terbentuknya partikel yang lebih besar yang dinamakan
mikroflok, dimana mikroflok ini tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Pengadukan cepat
untuk mendispersikan koagulan dalam larutan dan mendorong terjadinya tumbukan partikel
sangat diperlukan untuk memperoleh proses koagulasi yang bagus. Biasanya proses
koagulasi ini membutuhkan waktu sekitar 1-3 menit.

10
Tahap selanjutnya dari proses koagulasi adalah proses flokulasi. Flokulasi disebabkan
oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia yang disebut sebagai flokulan (Rath &
Singh, 1997). Mikroflok yang terbentuk pada saat proses koagulasi sebagai akibat penetralan
muatan, akan saling bertumbukan dengan adanya pengadukan lambat. Tumbukan tersebut
akan menyebabkan mikroflok berikatan dan menghasilkan flok yang lebih besar.
Pertumbuhan ukuran flok akan terus berlanjut dengan penambahan flokulan atau polimer
dengan bobot molekul tinggi. Polimer tersebut menyebabkan terbentuknya jembatan,
mengikat flok, memperkuat ikatannya serta menambah berat flok sehingga meningkatkan
rate pengendapan flok. Waktu yang dibutuhkan untuk proses flokulasi berkisar antara 15-20
menit hingga 1 jam.
Proses koagulasi-flokulasi terjadi pada unit pengaduk cepat dan pengaduk lambat,
(seperti terlihat pada gambar 2) . Pada bak pengaduk cepat, dibubuhkan bahan kimia
(disebut koagulan). Pengadukan cepat dimaksudkan agar koagulan yang dibubuhkan dapat
tercampur secara merata/homogen. Pada bak pengaduk lambat, terjadi pembentukan flok
yang berukuran besar hingga mudah diendapkan pada bak sedimentasi.

Gambar2. Proses Koagulasi-Flokulasi


Koagulan yang banyak digunakan dalam pengolahan air minum adalah aluminium sulfat
atau garam-garam besi. Kadang-kadang koagulan-pembantu, seperti polielektrolit dibutuhkan
untuk memproduksi flok yang cepat mengendap. Faktor utama yang mempengaruhi koagulasi
dan flokulasi air adalah kekeruhan, padatan tersuspensi, temperatur, pH, komposisi dan
konsentrasi kation dan anion, durasi dan tingkat agitasi selama koagulasi dan flokulasi, dosis
koagulan, dan jika diperlukan, koagulan-pembantu. Beberapa jenis koagulan beserta sifatnya
dapat dilihat pada Tabel 1.

11
Pemilihan koagulan dan kadarnya membutuhkan studi laboratorium atau pilot plant
(menggunakan jar test apparatus) untuk mendapatkan kondisi optimum. Reaksi kimia untuk
menghasilkan flok adalah:

Pada air yang mempunyai alkalinitas tidak cukup untuk bereaksi dengan alum, maka perlu
ditambahkan alkalinitas dengan menambah kalsium hidroksida
Tabel 1. Beberapa Jenis Koagulan dalam Praktek pengolahan air

 Tahapan Pada Proses Koagulasi dan Flokulasi


Proses koagulasi-flokulasi dijelaskan secara ringkas pada Gambar 1.4, dengan penjelasan
sebagai berikut:
1. Partikel koloid tidak bisa mengendap karena bersifat stabil.
2. Kestabilan koloid dapat diganggu dengan penambahan koagulan dan
3. pengadukan cepat.
4. Partikel yang tidak stabil cenderung untuk saling berinteraksi dan bergabung
membentuk flok yang berukuran besar.

12
Gambar 3.Proses Koagulasi dan Flokasi
d. Adsorpsi
Adsorpsi adalah salah satu dari sifat koloid yang merupakan proses penyerapan suatu partikel zat
baik berupa ion, atom, atau molekul pada permukaan zat lain. Adsorpsi terjadi karena adanya
gaya tarik yang tidak seimbang pada partikel zat yang berada pada permukaan absorben .

Gambar.4 ilustrasi proses terjadinya adsorpsi dengan menggunakan karbon aktif.


Dalam sistem koloid, partikel-partikel fase terdispersi tersebar merata dalam medium
pendispersinya sebagai molekul-molekul yang sangat halus. Setiap partikel-pertikel koloid
mempunyei permukaan yang berbatasan dengan mediumnya. Permukaan partikel ini mempunyai
kemampuan adsorpsi sangat besar.
Apabila partikel koloid mengadsorpsi ion-ion yang ada di dalam medium pendispersi, maka
partikel-partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Adsorpsi mengakibatkan partikel-partikel
koloid menjadi bermuatan sejenis. Oleh karena itu, partikel-partikel koloid saling berjauhan
sehingga tidak terjadi penggumpalan. Hal inilah yang membuat kolid stabil.

13
Atas dasar fenomena kejadiannya, adsorpsi juga dibedakan menjadi tiga macam. Yang
pertama disebut chemisorption, terjadi karena ikatan kimia (chemical bonding) antara molekul
zat terlarut (solute) dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat eksotermis dan tidak
dapat berbalik (irreversible). Yang kedua, adsorpsi fisika (physical adsorption, terjadi karena
gaya tarik molekul oleh gaya van der Waals dan yang ketiga disebut ion exchange (pertukaran
ion), terjadi karena gaya elektrostatis.
Proses adsorpsi dengan menggunakan adsorben digunakan untuk memisahkan senyawa
pencemar dalam limbah cair. Proses adsorpsi adalah kumpulan senyawa kimia dipermukaan
adsorben, padat sebaliknya absorpsi adalah penetrasi kumpulan senyawa kimia ke dalam
senyawa padat. Jika kedua peristiwa terjadi simultan maka peristiwa ini disebut adsorpsi. Karbon
aktif digunakan sebagai adsorben untuk menghilangkan kontaminan. Karbon aktif terbuat dari
kayu, batu bara, lignit, tempurung kepala, dan tulang ternak serta limbah sayuran kemudian
dipanaskan tanpa adanya oksigen sehingga terbentuk arang utuh. Pengolahan air secara adsorpsi
merupakan proses pemisahan air dari pengotornya dengan cara penyerapan pengotor seperti
partikel-partikel halus, kation-kation terlarut atau bau yang terkandung dalam air. Media adsorpsi
yang umum digunakan dalam pengolahan air adalah karbon aktif atau mineral zeolit. Karbon
aktif ataupun zeolit memiliki sifat sebagai adsorben sehingga mampu menyerap partikel atau
kation-kation dan bau yang terlarut atau tercampur dalam air.
Skematika pengolahan air dengan mekanisme penyerapan atau adsorpsi dapat dilihat pada
gambar di bawah. Instalasi pengolahan terdiri dari dua tangki dengan ukuran yang disesuaikan
dengan kebutuhan. Tangki pertama merupakan tangki utama pengolahan. Tangki ini diisi oleh
adsorben sebagai media pengolah air. Tangki kedua merupakan tangki untuk tempat menyimpan
air hasil pengolahan, tempat air bersih.

Gambar.5 Adsorpsi

14
 Mekanisme Adsorpsi
Adsorpsi ialah pengumpulan zat terlarut di permukaan media dan merupakan jenis adhesi
yang terjadi pada zat padat atau zat cair yang kontak dengan zat lainnya. Proses ini menghasilkan
akumulasi konsentrasi zat tertentu di permukaan media setelah terjadi kontak antarmuka atau
bidang batas (paras, interface) cairan dengan cairan, cairan dengan gas atau cairan dengan
padatan dalam waktu tertentu. Contohnya antara lain dehumidifikasi, yaitu pengeringan udara
dengan desiccant (penyerap), pemisahan zat yang tidak diinginkan dari udara atau air
menggunakan karbon aktif, ion exchanger untuk zat terlarut di dalam larutan dengan ion dari
media exchanger. Artinya, pengolahan air minum dengan karbon aktif hanyalah salah satu dari
terapan adsorpsi.
Ahli pengolahan air membagi adsorpsi menjadi tiga langkah, yaitu (1)makrotransport:
perpindahan zat pencemar, disebut juga adsorbat (zat yang diadsorpsi), di dalam air menuju
permukaan adsorban; (2)mikrotransport: perpindahan adsorbat menuju pori-pori di dalam
adsorban; (3)sorpsi: pelekatan zat adsorbat ke dinding pori-pori atau jaringan pembuluh kapiler
mikroskopis.
e. Penukar Ion
Prinsip pertukaran ion adalah selektifitas, artinya ion yang mempunyai koefisien selektifitas
besar mampu menggantikan ion lain di resin yang koefisien selektifitasnya lebih kecil.
Pertukaran ion dalam reaksi kimia dapat
ditulis: nR-A+ + Bn+ Rn-Bn+ + nA+

Gambar 6. Penukaran Ion

Tipe resin yang digunakan dalam pertukaran ion :

15
 Resin pertukaran kation (mengandung kation yang dapat dipertukarkan)
– Resin pertukaran asam kuat
– Resin pertukaran asam lemah
 Resin pertukaran anion (mengandung anion yang dapat dipertukarkan)
– Resin pertukaran basa kuat
– Resin pertukaran basa lemah
f. Disinfeksi

Disinfeksi adalah istilah untuk proses penghancuran organisme penyebab penyakit, sementara
itu sterilisasi adalah istilah untuk proses total penghancuran semua organisme. Dalam proses
disinfeksi pada pengolahan air limbah terjadi pemaparan antara bahan penghancur dengan
organisme. Pada umumnya terjadi penghancuran virus, bakteri dan protozoa yang terdapat dalam
air. Beberapa metode disinfeksi yaitu :
(1) Penambahan zat kimia;
(2) Penggunaan materi fisik, seperti panas dan cahaya;
(3) Penggunaan mekanik;
(4) Penggunaan elektromagnetik, akustik, dan radiasi.

Metode yang paling banyak digunakan adalah metode penambahan bahan kimia.
Penggunaan zat khlor (khlorinasi) merupakan cara yang paling banyak digunakan, namun
kekurangan dari sistem ini adalah dapat menghasilkan senyawa carcinogen seperti
trihalomethane dan chloroform. Sistem lain yang sering pula digunakan adalah penggunaan
ozone, namun kekurangan sistem ini ialah tidak meninggalkan sisa konsentrasi untuk mencegah
organisme tumbuh kembali. Kedua proses masing-masing mempunyai kekurangan, sehingga
dalam penerapannya sangat tergantung pada kondisi.
Beberapa Macam Disinfeksi

1. Khlorinasi

Khlorinasi banyak digunakan pada pengolahan dan penyediaan air domestik, disamping
itu sering pula digunakan pada air limbah yang telah diolah. Zat khlor merupakan zat
pengoksidasi, oleh karena itu jumlah khlor yang dibutuhkan tergantung pada konsentrasi
organik dan zat NH3-N dalam air yang diolah. Kebutuhan zat khlor untuk air limbah rata-rata

16
40 hingga 60 mgr/l. Pada umumnya zat khlor dimasukkan ke dalam air dalam bentuk gas Cl 2,
khlor dioksida (ClO2), sodium hipokhlorit (NaOCl) dan calsium hipokhlorit Ca(OCl)2. Khlor
bentuk calcium hipokhlorit lebih banyak digunakan dari pada bentuk gas, karena
penanganannya lebih mudah.
1.1. Reaksi Kimia Zat Khlor

Apabila khlor dalam bentuk gas ditambahkan ke dalam air limbah, akan terjadi 2 reaksi
yaitu reaksi hidrolisa dan reaksi ionisasi. Pada reaksi hidrolisa terbentuk hipokhlorit (HOCl)
dan pada reaksi ionisasi terbentuk ion (OCl-). Reaksi keseimbangannya sebagai berikut:
 Reaksi hidrolisa : Cl2 + H2O  HOCl + H+ Cl-

 Reaksi ionisasi : HOCl  H+ + OCl-

1.1.1 Sisa Khlor Bebas

Sisa khlor didefinisikan sebagai jumlah (HOCl) dan OCl - , biasanya digunakan pula sebagai
ukuran keefektifan khlor. Jumlah sisa khlor sebagai standar pada sistem penyediaan air adalah
0,5 – 1,0 gr/m3. Sisa khlor dapat digunakan pula sebagai ukuran jumlah khlor yang masih ada.
Dari ketiga bentuk hasil reaksi, bentuk (HOCl) merupakan bentuk yang paling efektif sebagai
disinfektan.

1.1.2 Reaksi Dengan Amonia

Reaksi hipokhlorit dengan amonia menghasilkan senyawa khloramin dan gas nitrogen (N 2)
serta oksida nitrogen (N2O).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

HOCl + NH3  NH2Cl (monochloramine) + H2O HOCl + NH2Cl  NHCl2

(dichloramine) + H2O HOCl + NHCl2  NCl3 (nitrogen trichloride) + H2O

Reaksi-reaksi tersebut sangat tergantung pada pH, temperatur, waktu kontak dan rasio

17
awal antara chlorine dengan amonia. Pada umumnya senyawa yang paling dominan adalah
monochloramine dan dichloramine. Chlorine yang ada dalam senyawa-senyawa tersebut
disebut chlorine terikat yang tersedia. Chloramine merupakan disinfektan juga, namun
kekuatannya lebih kecil dari pada hipokhlorit.

1.1.3 Break Point Khlorinasasi

Breakpoint khlorinasi adalah angka pada saat jumlah khlor cukup untuk menghasilkan
sisa khlor bebas. Terdapat 4 tahap yang terlibat dalam hal ini, yaitu:
 Tahap 1 : zat-zat yang mudah teroksidasi, yaitu Fe 2+, H2S dan zat-zat
organik bereaksi terlebih dahulu menghasilkan khlorida.
 Tahap 2 : terbentuk senyawa chloramine dan chloroorganik
 Tahap 3 : penambahan khlor selanjutnya akan mengoksidasi senyawa-
senyawa di tahap 2, menghasilkan N2O, khlorida, dan N2, reaksinya
sebagai berikut :
NH2Cl + NHCl2 + HOCl  N2O + 4 HCl 2 NH2Cl + HOCl  N2 + H2O + 3 HCl

 Tahap 4 : tahap breakpoint, semua chloramine dan sebagian besar


senyawa chloroorganik telah dioksidasi. Penambahan khlor selanjutnya
akan menghasilkan sisa khlor bebas (HOCl) dan (OCl-).

1.2. Ozonisasi

Ozon (O3) adalah suatu bentuk allotropik oksigen yang diproduksi dengan cara
melewatkan oksigen kering atau udara dalam suatu medan listrik (5000 –20.00V; 50 – 500
Hz). Ozon bersifat tidak stabil, merupakan gas berwarna biru yang sangat toksik dengan bau
seperti rumput kering. Ozon adalah oksidator kuat yang sangat efisien untuk disinfeksi.
Sebagaimana oksigen, kelarutan ozon dalam air cukup rendah dan karena sifatnya yang tidak
stabil maka disinfeksi dengan ozon tidak memberikan residu (sisa).Pengolahan disinfeksi
dengan ozon jauh lebih mahal dari pada disinfeksi dengan khlor, namun ozon memberi
keuntungan yaitu dapat menghilangkan warna. Dalam hal ini pengolahan air dengan filtrasi dan
ozonisasi dapat menghasilkan kualitas air yang setara dengan proses koagulasi, sedimentasi,
filtrasi dan khlorinasi. Oleh karena ozon tidak memberikan sisa, maka dalam sistem distribusi

18
tidak akan terdapat ozon sehingga akan timbul masalah dengan adanya pertumbuhan kembali
mikroorganisme yang disertai masalah bau dan warna. Pertumbuhan mikro- organisme dalam
sistem perpipaan dapat diatasi dengan penambahan khlor dosis rendah setelah proses ozonisasi.
Pada pengolahan limbah industri ozon dapat digunakan untuk mengoksidasi zat-zat yang non-
biodegradable.
Terdapat dua macam ozonizer :
1. Tipe plate dengan elektroda datar dan isolator gelas (glass dielectrics);
2. Tipe tabung dengan elektroda silinder koaksial (cylindrical electrodes
coaxial) dan isolator gelas silinder.
Sisi yang mempunyai tegangan tinggi didinginkan dengan konveksi (pemindahan panas dengan
sirkulasi), sedangkan sisi yang bertegangan rendah didinginkan dengan air. Udara dilewatkan
diantara elektroda-elektroda dan terozonisasi oleh tegangan listrik yang ada diantara udara
tersebut. Produksi ozon biasanya sampai 4% berat udara yang dilewatkan dengan kebutuhan
energi sekitar 25 kwh/kg ozon yang dihasilkan.

1.3. Radiasi Ultraviolet

Berbagai bentuk radiasi dapat dijadikan disinfeksi yang efektif. Radiasi ultra violet (UV)
telah bertahun-tahun digunakan untuk pengolahan air skala kecil. Reaksi disinfeksi UV pada
panjang gelombang sekitar 254 nm merupakan radiasi yang sangat kuat apabila organisme
benar-benar terpapar oleh radiasi. Oleh karena itu penting sekali untuk mencapai kekeruhan
serendah-rendahnya agar adsorpsi UV oleh senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam
aliran dapat berlangsung merata. Air yang akan didisinfeksi dialirkan diantara tabung sinar
merkuri dan tabung Reflektor yang dilapisi metal dengan waktu pemaparan beberapa detik,
namun energi yang diperlukan cukup tinggi yaitu sekitar 10 – 20 watt/m 3/jam. Keuntungan
disinfeksi dengan UV antara lain : pemeliharaan minimum, tidak menimbulkan dampak bau
dan rasa, tidak menimbulkan bahaya apabila terjadi overdosis. Sedangkan kelemahannya antara
lain: tidak memiliki residu disinfeksi, biaya mahal dan memerlukan klarifikasi air lebih
sempurna.

g. Oksidasi Kimia

19
Bahan kimia oksidant seperti oksigen, Khlorine, permanganat, ozon dan hidrogen
peroksida digunakan sebagai zat pengoksidasi pada proses pengolahan air limbah. Oksidasi
dengan khlor telah dibahas pada pembahasan khlorinasi, tiga proses reaksi oksidasi penting
lainnya adalah penghilangan besi, mangan dan sianida.
Pada pengolahan air limbah industri, sering dijumpai kandungan sianida yang biasanya
terdapat pada buangan industri ekstraksi emas dan perak atau pada industri pelapisan logam.

-
Ion sianida (CN ) bersifat racun, oleh karena itu harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum
buangan dialirkan ke perairan terbuka atau badan air.
 Metode yang umum dipakai adalah oksidasi dengan Cl 2 atau NaOCl. Apabila digunakan Cl2,
perlu ditambahkan NaOH, reaksinya adalah sebagai berikut :
CN- + 2 NaOH + Cl2  CNO- + 2 NaCl + H2O

 Reaksi oksidasi CN- dengan NaOCl adalah sebagai berikut :

CN- + NaOCl  CNO- + NaCl

 Reaksi diatas berlangsung pada keadaan pH alkali yaitu antara 8,5 dan 11. Apabila pH lebih
kecil dari 7, cyanate terhidrolisa sebagai berikut :
CNO- + 2 H+ + H2O  NH4+ + CO2

 Penambahan Cl2 pada pH sedikit basa terjadi oksidasi CNO - menjadi N2 dan CO2, reaksinya
sebagai berikut :

CNO- + 3 Cl2 + 4 NaOH  N2 + 2 Cl- + 4 NaCl + 2 H2O + 2 CO2


h. Penukar Ion (Ion Exchange)
Proses ion exchange dilakukan untuk menghilangkan ion-ion yang tidak diinginkan
seperti Ca+2, Mg+2, Fe+2 dan NH4+ . Media penukar adalah fasa padat terbuat dari bahan mineral
atau resin sintetik yang terdiri dari ion bergerak yang menempel pada grup fungsional tetap,
yang dapat bersifat asam atau basa. Pada proses penukaran, ion bergerak ditukar dengan ion
terlarut yang terdapat dalam air. Sebagai contoh Ca+2 ditukar dengan Na+ atau SO -2
ditukar
4
dengan Cl-.

Bahan penukar ion pada awalnya menggunakan bahan yang berasal dari alam yaitu

20
greensand yang biasa disebut zeolit. Zeolit biasa digunakan untuk menghilangkan kesadahan
dan menghilangkan ion amonium. Zeolit yang digunakan untuk pelunakan adalah
aluminosilicates komplek dengan ion bergeraknya ion sodium. Untuk penghilangan amonium
digunakan zeolit clinoptilolite, disamping itu terdapat pula zeolit sintetis.
Pada saat ini bahan-bahan tersebut sudah diganti dengan bahan yang lebih efektif yang
disebut resin penukar ion. Resin penukar ion umumnya terbuat dari partikel cross-linked
polystyrene. Sistem penukar ion biasanya diterapkan pada proses pelunakan air dan proses
demineralisasi.

 Reaksi penukar ion untuk zeolit dan resin adalah sebagai berikut :

 Untuk zeolit alam (Z) :

Ca+2 Ca+2
Na2 Z + Mg+2  Mg+2 Z + 2 Na+ Fe+2 Fe+2

 Untuk resin sintetis (R):

- Penukar kation asam kuat :

RSO3H + Na+  RSO3Na + H+


2 RSO3Na + Ca+2  (RSO3)2Ca + 2 Na+

- Penukar kation asam lemah :


RCOOOH + Na+  RCOONa + H+ RCOONa + Ca+ 
(RCOONa)2Ca + 2 Na+2

- Penukar anion basa kuat :


RR’3NOH + Cl-  RR’3NCl + OH-
2 RR’3NCl + SO4-2  (RR3N)2SO4 + 2 Cl-

- Penukar anion basa lemah :

RNH3OH + Cl-  RNH3Cl + OH-


2 RNH3Cl + SO4-2  (RNH3)2SO4 + 2 Cl-

21
1. Regenerasi

Setelah proses penukar ion beroperasi beberapa waktu, akan terjadi kejenuhan dan pada
kondisi seperti ini tercapai keseimbangan dengan air baku. Untuk itu perlu dilakukan
regenerasi. Pada proses regenerasi senyawa asli garam yang berperan sebagai ion bergerak
(mobile ion) dikontakkan dengan resin yang telah jenuh, maka keseimbangan akan cenderung
bergeser ke kondisi asli. Pada proses pelunakan air dan proses penukar kation lainnya,
regenerasi biasanya menggunakan garam dapur (NaCl).

Contoh reaksi regenerasi dengan garam dapur :

Ca Ca
R + 2 NaCl  Na2R + Cl2 Mg
Mg

1.1. Kapasitas Penukaran

Kemampuan resin dalam menghilangkan kesadahan disebut sebagai kapasitas


penukaran. Angka kapasitas dapat ditetapkan melalui pengukuran jumlah kesadahan yang dapat
dihilangkan oleh satuan volume resin atau satuan berat resin, misalnya 1 kg CaCO 3 per 1 m3
resin. Angka kapasitas dapat pula sebagai jumlah ekivalen kation atau anion yang dapat ditukar
per unit berat penukar ion.

Pada umumnya kapasitas penukar resin berkisar antara 2 sampai 10 eq/kg resin.
Kapasitas penukar zeolit berkisar antara 0,05 sampai 0,1 eq/kg zeolit. Pengukuran lain adalah
jumlah garam yang diperlukan untuk regenerasi per kesadahan yang dapat dihilangkan,
misalnya 11 gr NaCl per 100 gr CaCO3.

22
DAFTAR PUSTAKA

Suprihatin (2002), Mengamankan Air Minum Isi Ulang, Institut Pertanian Bogor.
Kusnaedi (2010), Mengolah Air Kotor untuk Air Minum, Penebar Swadaya, Cetakan
I, Jakarta
Taboada, Peter. 2002. Water Treatment System for Dialysis. Spain: Millarada, 68-Villar de
Infesta.
Hammer Mark, J. Water and Wastewater Technologi. John Wiley & Sons, 1977.
Chapter 11
Metcalf & Eddy. Wastewater Treatment and Reuse, Fourth Edition. Mc-Graw Hill Higher
Education, 2003. Chapter 5.
Sugiharto. Dasar – dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta : UI – Press, 1987.

23
20

24

Anda mungkin juga menyukai