Anda di halaman 1dari 8

Tinjauan Pustaka

Stratifikasi Risiko dan Strategi


Manajemen Pasien dengan
Fibrilasi Atrium

Lucia Kris Dinarti,* Leonardo Paskah Suciadi**

*Departemen Kardiologi Rumah Sakit dr.Sardjito, Yogyakarta,


**Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Siloam, Jakarta

Abstrak: Fibrilasi atrium merupakan jenis aritmia yang paling sering dijumpai di klinis, dialami
oleh sekitar 0.4-1% populasi umum terutama kelompok usia lanjut. Deteksi dini dan penanganan
yang akurat penting dilakukan untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas serta memperbaiki
kualitas hidup pasien. Penanganan pasien dengan fibrilasi atrium meliputi tiga objektif yaitu
identifikasi faktor yang mendasari, pemilihan strategi rate-rhythm control, dan pencegahan
tromboembolisme. Baik strategi rate control maupun rhythm control yang dipilih, upaya
pencegahan stroke melalui tromboprofilaksis yang adekuat masih merupakan pokok
penanganan fibrilasi atrium. Stratifikasi risiko tromboembolisme terbaik diestimasi dengan
menggunakan skoring CHADS2 (Congestive heart failure, Hypertension, Age >75 years, Diabe-
tes, 1 point each; prior Stroke or transient ischaemic attack, 2 points).
Kata Kunci: fibrilasi atrium, tromboembolisme, rate control, rhythm control, stratifikasi risiko

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009 277


Stratifikasi Risiko dan Strategi Manajemen Pasien dengan Fibrilasi Atrium

Risk Stratification and Management of Patient with Atrial Fibrillation

Lucia Kris Dinarti,* Leonardo Paskah Suciadi**

*Cardiology Department dr.Sardjito Hospital, Yogyakarta,


**Emergency Department of Siloam Hospital, Jakarta

Abstract: Atrial fibrillation is the most common sustained arrhythmia in clinical practice, affecting
about 0.4-1% of general population especially the elderly. Early detection and accurate manage-
ment are important to reduce patient’s mortality and morbidity, as well as improve the quality of
life. Management of patients with atrial fibrillation involves three objective – identification of the
underlying factor, consideration between strategy rate-rhythm control, and prevention of throm-
boembolism. Irrespective of a rate-control or rhythm-control strategy, stroke prevention with
appropriate thromboprophylaxis still remains central to the management of atrial fibrillation.
Risk stratification of thromboembolism is best estimated with the CHADS2 score (Congestive
heart failure, Hypertension, Age >75 years, Diabetes, 1 point each; prior Stroke or transient
ischaemic attack, 2 points).
Keywords: atrial fibrillation, thromboembolism, rate control, rhythm control, risk stratification

Pendahuluan 50-59 tahun dan 8.8% pada usia 80-89 tahun. Angka kejadian
Fibrilasi atrium adalah suatu aritmia yang ditandai oleh pada pria sedikit lebih tinggi daripada wanita.2 Angka kejadian
disorganisasi dari depolarisasi atrium sehingga berakibat fibilasi atrium dipastikan akan terus meningkat terkait dengan
pada gangguan fungsi mekanik atrium. 1 Pada elektro- usia harapan hidup yang meningkat, perbaikan dalam
kardiogram (EKG), fibrilasi atrium dikenali dengan pergantian manajemen penyakit jantung koroner maupun penyakit
konsisten gelombang P oleh gelombang fibrilasi atau osilasi jantung kronis lainnya, serta sebagai konsekuensi dari
cepat yang bervariasi dalam hal bentuk, amplitudo maupun semakin baiknya alat monitoring diagnosis.
interval, diikuti dengan respons ventrikel yang tidak
beraturan sementara konduksi atriventrikular (AV) masih Identifikasi
intak.2 Umumnya gelombang QRS yang tampak adalah sempit Fibrilasi atrium memiliki gejala klinis bervariasi, yang
kecuali pada kasus fibrilasi atrium dengan jalur aberans atau tersering adalah palpitasi.2 Gejala lain yang sering dijumpai
bundle branch block.3 Walaupun denyut atrium bersifat berupa pre-sinkop, lemas, dispnea, dizziness, serta nyeri dada.
cepat, dapat dijumpai lebih dari 300 kali per menit, respons Sebagian lain pasien dengan fibrilasi atrium tidak bergejala
ventrikel bergantung pada perangkat elektrofisiologi dari AV sehingga pasien tidak menyadari akan diagnosis.
node dan jaringan konduktif lainnya, derajat tonus vagal Identifikasi fibrilasi atrium, sesuai dengan kode ICD
dan simpatis, ada atau tidaknya jalur konduksi aksesoris serta untuk fibrilasi atrium, adalah dengan menggunakan EKG 12
efek dari obat-obatan tertentu.2 Tanpa adanya jalur aksesoris, sadapan atau monitor Holter 24 jam yang didukung dengan
respons ventrikel jarang melebihi 200 kali permenit dan kualitas dokumentasi yang baik. Namun metode diagnosis
umumnya kurang dari 150 kali permenit. Dengan adanya jalur tersebut masih memiliki keterbatasan, yaitu gambaran fibrilasi
konduksi aksesoris seperti misalnya pada Wolff-Parkinson- yang intermiten kadangkala tidak tampak pada suatu
White Syndrome, respons ventrikel dapat melampaui 300 kali perekaman EKG. Akibatnya sekitar 25% pasien stroke iskemik
permenit serta mempresipitasi terjadinya fibrilasi ventrikel yang terkait fibrilasi atrium luput dari diagnosis fibrilasi atrium
yang mengancam nyawa sehingga tindakan emergensi sebelum kejadian stroke terjadi.4 Hasil rekaman lain tidak
diperlukan.1 jarang menunjukkan gambaran yang membingungkan antara
Fibrilasi atrium merupakan aritmia yang paling sering fibrilasi atrium, flutter atrium dan takikardia atrial.
dijumpai dalam praktik klinis, yaitu sekitar sepertiga dari kasus Presentasi klinis dari fibrilasi atrium dapat diklasifikasikan
rawat inap yang dikarenakan gangguan irama jantung.2,3 berdasarkan pola terjadinya. Fibrilasi atrium dapat muncul
Kejadian fibrilasi atrium meningkat seiring dengan sebagai suatu episode yang dipicu oleh berbagai kondisi
pertambahan usia, sekitar 0,5% untuk pasien yang berusia akut seperti konsumsi kafein, alkohol dan marijuana yang

278 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009


Stratifikasi Risiko dan Strategi Manajemen Pasien dengan Fibrilasi Atrium

berlebihan. Kondisi klinis lain yang juga sering terkait adalah re-entri merupakan substrat abnormal atrial. Moe dan kolega
penyakit paru, tirotoksikosis, pasca operasi jantung maupun (1959)3 memperkenalkan hipotesis multiple-wavelet sebagai
paru, emboli paru akut, perikarditis, miokarditis, serta infark mekanisme re-entran pada fibrilasi atrium, suatu hipotesis
miokard akut, terutama apabila oklusi terjadi pada cabang yang bersama dengan sejumlah studi lanjutan nya
koroner kanan atau disertai dengan disfungsi ventrikel.3 menekankan akan pentingnya peranan substrat atrial abnor-
Fibrilasi atrium paroksismal demikian umumnya akan mereda mal untuk memungkinkan suatu fibrilasi atrium dapat terus
secara spontan dalam waktu <7 hari, setelah penyebab berlangsung dalam jangka panjang.
primernya diatasi. Fibrilasi atrium merupakan aritmia yang banyak
Fibrilasi atrium dapat pula terkait dengan berbagai menimbulkan permasalahan sebagai konsekuensinya. Deteksi
penyakit struktural jantung, seperti penyakit katup mitral serta manajemen pasien dengan fibrilasi atrium secara akurat
rematik, penyakit jantung kongenital, hipertensi, kardio- penting untuk dilakukan karena terkait dengan peningkatan
miopati dan gagal jantung kronik.1,3 Fibrilasi atrium umumnya morbiditas dan mortalitas serta kualitas hidup pasien yang
bersifat kronik-rekurens baik berupa persisten (dapat terganggu.
terkendali dengan intervensi farmakologik atau elektrik), Gangguan fungsi hemodinamik dapat ditimbulkan oleh
maupun permanen (yaitu upaya kardioversi tidak kunjung fibrilasi atrium dikarenakan irregularitas dari aktivitas mekanik
efektif). atrium, respons ventrikel, denyut jantung dan kontraktilitas
Fibrilasi atrium lone atau idiopatik secara umum miokard.8 Akibat dari gangguan hemodinamik tersebut, car-
didefinisikan sebagai fibrilasi atrium yang dijumpai pada diac output pada pasien dengan fibrilasi atrium dapat
individu tanpa adanya faktor etiologi yang potensial berkurang secara signifikan. Fibrilasi atrium juga terbukti
maupun bukti klinis dan ekokardiografi akan adanya mengganggu aliran darah koroner,10 dan terutama penting
disfungsi ventrikel.3 Fibrilasi atrium lone dapat bersifat bagi pasien yang memiliki penyakit jantung koroner
rekurens maupun menetap. sebelumnya, dengan kompensasi vasodilatasi koroner yang
Akhir-akhir ini, telah diketahui juga bahwa obesitas terbatas.
merupakan salah satu faktor risiko tambahan untuk Respons ventrikuler yang cepat pada fibrilasi atrium akan
berkembangnya fibrilasi atrium di kemudian hari.5 mengganggu fungsi katup mitral sehingga meningkatkan
risiko regurgitasi mitral.8 Selain itu, respons ventrikuler cepat
Patofisiologi dan Implikasi Klinis yang persisten pada fibrilasi atrium dapat menimbulkan
Beberapa penelitian menunjukkan adanya berbagai disfungsi reversibel dari ventrikel berupa kardiomiopati
perubahan histopatologi pada atrium pasien dengan fibrilasi dilatasi, atau dikenal sebagai tachycardia-induced cardi-
atrium, namun patofisiologi penyebabnya masih belum omyopathy.3,8
diketahui dengan pasti. Perubahan degeneratif pada atrium Pasien dengan fibrilasi atrium baik jenis paroksismal
seiring dengan bertambahnya usia diduga sebagai faktor maupun persisten memiliki peningkatan risiko terkena
penyebab terjadinya fibrilasi atrium.1,2 Faktor lainnya yang stroke.1,2 Fibrilasi atrium merupakan penyebab paling sering
dapat memicu proses degeneratif di atrium berupa mutasi kejadian stroke emboli pada pasien usia lanjut, dengan
genetik, proses autoimun, proses inflamasi pada jantung, peningkatan risiko stroke lima kali lebih besar dibandingkan
serta berbagai penyakit jantung kronis lain seperti hipertensi, dengan faktor-faktor risiko lain seperti penyakit jantung
payah jantung, penyakit jantung katup dan aterosklerosis koroner, hipertensi maupun gagal jantung kongestif.11 Di
koroner. samping itu, fibrilasi atrium juga menyebabkan kasus stroke
Studi dari Allessie et al. 6 menyatakan bahwa fibrilasi yang lebih berat, yang ditandai dengan tingginya angka
atrium kronik dapat menyebabkan regangan dan dilatasi kematian maupun perawatan di rumah sakit yang lebih lama
atrium dikarenakan gangguan kontraktilitas dari atrium, dibandingkan kasus stroke dengan penyebab lainnya.12
sehingga proses fibrosis pada atrium tersebut justru Kebanyakan morbiditas dan mortalitas pasien dengan fibrilasi
merupakan konsekuensi dari fibrilasi atrium. Fibrosis atrium merupakan konsekuensi dari kejadian trombo-
interstisial, dilatasi atrium dan payah jantung akan embolisme sehingga tatalaksana prevensi tromboembolisme
memfasilitasi fibrilasi atrium menjadi persisten, sehingga hal merupakan suatu komponen penting dalam manajemen pasien
tersebut bagaikan suatu lingkaran setan dalam perjalanan dengan fibrilasi atrium.
klinis aritmia ini.7
Beberapa aspek dari mekanisme elektrofisiologi yang Manajemen Fibrilasi Atrium
mendasari terjadinya fibrilasi atrium masih menjadi Manajemen fibrilasi atrium meliputi 3 objektif utama yaitu
kontroversi. Pada dasarnya, onset fibrilasi atrium memerlukan identifikasi dan penanganan faktor kausatif terkait (misalnya
suatu pemicu, sementara prasyarat agar fibrilasi dapat terus hipertensi, penyakit jantung iskemik, gagal jantung, kelainan
berlangsung adalah adanya suatu substrat anatomi.3,8,9 katup, tirotoksikosis, dan lain-lain), pemilihan strategi terapi
Sebagai trigger adalah automatisme fokus yang umumnya rate control atau rhythm control, dan penilaian terhadap
bersumber dari daerah vena pulmonalis, sedangkan sirkuit risiko tromboemboli serta terapi prevensinya.8,13,14 Jenis

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009 279


Stratifikasi Risiko dan Strategi Manajemen Pasien dengan Fibrilasi Atrium

fibrilasi atrium akan menentukan pemilihan strategi terapi dihidropiridin seperti diltiazem dan verapamil dapat menjadi
dan fokus objektif manajemen. Pada kasus fibrilasi atrium pilihan lini kedua pada pasien yang kontraindikasi atau non-
paroksismal, target terapi umumnya adalah mereduksi aritmia toleransi dengan penyekat beta. Penyekat beta dan antagonis
yang terjadi dan mempertahankan irama sinus. Sedangkan kalsium bersifat depresif terhadap fungsi ventrikel sehingga
pada fibrilasi atrium permanen, pendekatan rate control lebih harus berhati-hati dalam penggunaannya pada pasien dengan
menjadi pilihan.8 Namun apapun jenis fibrilasi atriumnya, hipotensi atau payah jantung. Digoxin dapat dijadikan pilihan
upaya prevensi risiko tromboemboli, meredakan gejala klinis sebagai rate control pada pasien payah jantung dengan
dan hemodinamik serta penanganan komorbid merupakan fibrilasi atrium. Namun digoxin kurang efektif dalam
aspek penting manajemen keseluruhan. mengontrol denyut jantung pada saat beraktivitas atau dalam
Pasien fibrilasi atrium onset baru dengan ketidak- kondisi hiperadrenergik seperti demam, tirotoksikosis dan
stabilan hemodinamik dikarenakan respons ventrikular yang pasca operasi.13 Ablasi nodus AV dan pacing dapat menjadi
cepat harus segera dilakukan kardioversi emergensi dan pilihan yang efektif dalam rate control bagi pasien yang gagal
dirawat lebih lanjut.15 Strategi penanganan fibrilasi atrium terapi dengan agen-agen farmakologis.
akut dapat dilihat pada Gambar 1. Rhythm control atau kardioversi mengacu pada upaya
reversi dan mempertahankan irama sinus dalam waktu
Fibrilasi atrium onset baru panjang. Kesuksesan bergantung pada beberapa faktor
seperti durasi fibrilasi atrium (prognosis buruk pada fibrilasi
Penilaian awal Konversi spontan
atrium yang telah berlangsung > 1 tahun), adanya penyakit
struktural jantung, dan adanya dilatasi atrium kiri.13 Rhythm
Hemodinamik tak stabil Hemodinamik stabil
control dapat dicapai secara farmakologis dengan meng-
Kardioversi segera Rate control dengan diltiazem, gunakan agen anti-aritmia maupun dengan kardioversi
verapamil, penyekat beta atau elektrik. Kardioversi secara farmakologis kurang efektif jika
digoksin
dibandingkan dengan kardioversi elektrik bifasik. Namun
Tentukan penyebab dan metode kardioversi manapun akan membawa risiko
pertimbangkan pemberian tromboemboli, terutama jika aritmia telah berlangsung >48
antikoagulan
jam, kecuali jika profilaksis dengan antikoagulan telah
Konversi spontan Fibrilasi atrium menetap
diberikan sebelumnya. Agen farmakologik yang merupakan
rekomendasi kelas 1 sebagai rhythm control sesuai dengan
Guidelines of the American College of Cardiology, Ameri-
Penilaian lanjutan atau Fibrilasi atrium< 48 jam dan Fibrilasi atrium > 48 jam
pasien boleh dipulangkan tanpa kelainan katup dan tanpa kelainan katup can Heart Association and European Society of Cardiol-
ogy 2006 (ACC/AHA/ESC 2006) 8 adalah flecainide,
dofetilide, propafenone, dan ibutilide. Sedangkan Amiodaron,
Terapi dengan agen Kardioversi dengan
antiaritmia atau kardioversi panduan ekokardiografi
agen anti-aritmia yang paling umum digunakan, dimasukkan
elektrik atau keduanya trans-esofagus atau ke dalam kelas 2A. Sebaiknya kardioversi farmakologik dimulai
terapi antikoagulan oral
selama 3 minggu diikuti kurang dari 7 hari setelah onset fibrilasi atrium agar
dengan kardioversi
efektivitasnya lebih baik.
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam strategi
Gambar 1. Manajemen Fibrilasi Atrium Onset Baru 15 rhythm control adalah penggunaan agen anti-aritmia itu
sendiri dapat meningkatkan mortalitas terkait dengan
Pemilihan Strategi Terapi eksaserbasi gangguan sistem konduksi maupun sifat
proaritmik-nya. Selain itu, agen anti-aritmia hanya memiliki
Target utama dari pendekatan rate control adalah angka kesuksesan antara 40-60% dalam preservasi irama si-
meredakan gejala klinis dan pencegahan komplikasi nus dalam 1 tahun masa terapi.14
hemodinamik dengan cara mengontrol respons detak Pemilihan agen anti-aritmia yang akan digunakan
ventrikel.15,16 Upaya tersebut dapat dicapai dengan peng- sebagai kardioversi pada pasien fibrilasi atrium paroksismal
gunaan obat-obatan farmakologis maupun tindakan non rekurens ataupun persisten disesuaikan dengan ada tidaknya
farmakologis berupa ablasi nodus AV dan pacing. Tingkat kelainan struktural pada jantung (Gambar 2).8
kesuksesan rate control secara farmakologis adalah sekitar Beberapa studi tentang fibrilasi atrium seperti AFFIRM
80%. Target terapi adalah detak ventrikel antara 60-80 kali (Atrial Fibrillation Follow-Up Investigation of Rhythm
per menit saat istirahat dan 90-115 kali per menit saat Management), RACE (Rate Control Versus Electrical
beraktivitas sedang.8 Obat yang menjadi lini pertama adalah Cardioversion), PIAF (Pharmacologic Intervention in Atrial
golongan penyekat beta (metoprolol dan atenolol).8,13,16 Jika Fibrillation) dan STAF (Strategies of Treatment of Atrial
monoterapi belum berhasil, maka agen kedua atau ketiga Fibrillation) menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
dapat ditambahkan. Golongan antagonis kalsium non- bermakna antara pasien dengan fibrilasi atrium yang diterapi

280 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009


Stratifikasi Risiko dan Strategi Manajemen Pasien dengan Fibrilasi Atrium

Pemilihan agen antiaritmia untuk mencapai Pastikan diagnosis fibrilasi atrium


irama sinus

Penelusuran lanjut dan penilaian klinis termasuk


Tanpa (atau hipertensi Penyakit jantung Gagal
stratifikasi risiko terhadap tromboembolisme atau stroke
minimal) adanya koroner jantung
penyakit jantung
lain Hipertrofi ventrikel kiri Dofetilide Amiodaron Fibrilasi atrium paroksismal Fibrilasi atrium persisten Fibrilasi atrium permanen
Sotalol Dofetilide
Flecainide
Propafenone tidak ya
Sotalol atau

Gejala masih ada


Rhythm control Rate control
Amiodaron Ablasi Flecainide Amiodaron Ablasi kateter
Propafenone Kegagalanrhythm control
Dofetilide kateter
Sotalol
Gambar 3. Strategi Terapi Fibrilasi Atrium15

Amiodaron
Ablasi kateter rhythm control akan memperpanjang masa perawatan di
dofetilide
rumah sakit serta meningkatkan risiko efek samping dari agen
anti-aritmia.14,15 Pasien fibrilasi atrium persisten dengan
Gambar 2. Agen Anti-Aritmia untuk Mempertahankan
hipertensi yang diterapi dengan strategi rhythm control
Irama Sinus 8
memiliki risiko kejadian kardiovaskular 1,9 kali lebih besar,
terutama terkait komplikasi tromboembolik dan efek samping
dengan strategi rate control dibandingkan dengan strategi dari agen anti-aritmia.19 Hal tersebut tidak dijumpai pada
rhythm control dalam hal mortalitas, risiko tromboembolik, kelompok pasien fibrilasi atrium dengan hipertensi yang
perdarahan mayor maupun kualitas hidup pasien secara diterapi dengan strategi rate control. Dengan demikian,
umum. Selain itu juga tidak terdapat perbedaan dalam hal strategi rate control lebih tepat untuk dipilih pada kelompok
kejadian maupun perburukan gagal jantung kongestif antara pasien fibrilasi atrium yang memiliki hipertensi.
pasien dengan fibrilasi atrium yang diterapi dengan strategi Pertimbangan untuk memilih upaya kardioversi dan
rate control maupun rhythm control.8,17 mempertahankan irama sinus bergantung pada ancaman
Strategi rate control terbukti tidak lebih inferior jangka panjang dari fibrilasi atrium serta dengan turut
dibandingkan dengan strategi rhythm control pada studi memperhatikan risiko efek samping dari agen anti-aritmia.
AFFIRM dan RACE, sehingga strategi rate control dapat Pada kondisi tertentu, gagal jantung misalnya, irama sinus
dipertimbangkan sebagai terapi primer pada fibrilasi atrium.17 mungkin diperlukan. Namun efektivitas agen anti-aritmia yang
Namun karena perbedaan hasil irama sinus yang dicapai tidak masih terbatas dalam mempertahankan irama sinus serta
jauh berbeda, tidak dapat disimpulkan bahwa upaya mengingat efek sampingnya yang nyata, telah membuat
mempertahankan irama sinus berarti lebih inferior jika pilihan terapi menjadi lebih sulit pada beberapa kondisi
dibandingkan dengan irama non-sinus. Panduan dari NICE ( pasien.14 Di samping itu, strategi rhythm control sering
National Institute for Health and Clinical Exellence)18 berkaitan dengan kejadian rekurensi fibrilasi atrium yang
menganjurkan strategi rate control sebagai pilihan pertama sering, terkadang malah tidak bergejala, sehingga akan
pada pasien dengan fibrilasi atrium persisten dengan menempatkan pasien pada risiko lebih tinggi untuk terkena
karakteristik sebagai berikut; berusia >65 tahun, dengan stroke. Oleh karena itu, strategi manapun yang dipilih,
penyakit jantung koroner, kontraindikasi terhadap agen anti- stratifikasi risiko dan terapi profilaksis terhadap kejadian
aritmia, tanpa adanya gagal jantung kongestif, dan tidak tromboembolik merupakan komponen penting dalam program
cocok untuk kardioversi. Sedangkan strategi rhythm con- terapi jangka panjang bagi pasien fibrilasi atrium.8
trol selayaknya menjadi pilihan pertama pada fibrilasi atrium Pilihan terapi non-farmakologik dipertimbangkan pada
persisten yang bergejala, usia pasien lebih muda, tampil kasus agen anti-aritmia yang kurang efektif dalam mengontrol
pertama kali sebagai fibrilasi atrium lone ataupun paroksismal respons ventrikel maupun gejala pasien.13 Pilihan terapi non-
sekunder terhadap suatu presipitan. Ablasi kateter dapat farmakologik umumnya berupa ablasi berbasiskan kateter dan
dipertimbangkan untuk mempertahankan irama sinus pada terkadang juga ablasi operatif (prosedur Maze). Beberapa
pasien dengan respons minimal terhadap agen anti-aritmia.8 teknik lain yang dicoba dikembangkan berupa pacu atrial
Strategi rhythm control menimbulkan risiko lebih besar dan defibrillator atrial internal, walaupun penggunaan
bagi pasien dibandingkan strategi rate control. Strategi keduanya masih terbatas.8 Teknik ablasi radiofrekuensi

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009 281


Stratifikasi Risiko dan Strategi Manajemen Pasien dengan Fibrilasi Atrium

memiliki angka keberhasilan bervariasi, umumnya sekitar 75%, maupun permanen adalah sama besarnya, sehingga
walaupun prosedur multipel mungkin diperlukan. Fibrilasi tromboprofilaksis diperlukan pada kedua kondisi tersebut.
atrium masih mungkin terjadi kembali setelah prosedur Panduan ACC/AHA/ESC tahun 2006 merekomendasikan
dilakukan dan bersifat tidak bergejala, sehingga antikoagulan terapi antitrombotik sebagai pencegahan tromboembolik pada
jangka panjang diperlukan bagi pasien.13 semua pasien dengan fibrilasi atrium, kecuali untuk kasus
fibrilasi atrium lone atau jika ada kontraindikasi.8 Terapi
Stratifikasi Risiko dan Pencegahan Tromboemboli antitrombotik juga direkomendasikan kepada pasien dengan
Tromboprofilaksis yang optimal pada pasien dengan atrial flutter.8,14 Pemilihan agen antitrombotik (antikoagulan
fibrilasi atrium bersifat personal, sesuai dengan kondisi setiap atau antiplatelet), didasarkan pada besarnya risiko stroke-
pasien, serta membutuhkan beberapa penilaian utama berupa tromboembolik dibandingkan komplikasi perdarahan yang
stratifikasi risiko tromboembolik, pertimbangan untuk memilih mungkin terjadi.
antara terapi antikoagulan atau antiplatelet, dan penilaian Salah satu cara pemilihan agen antitrombotik dapat
risiko perdarahan sebagai komplikasi penggunaan obat- didasarkan pada indeks risiko CHADS2.8 Pasien dengan skor
obatan tersebut.14 CHADS2 0 tidak memerlukan antikoagulan dan dapat diterapi
Risiko kejadian tromboembolik dan stroke pada pasien dengan aspirin 81-325 mg (I/A). Antikoagulan diperlukan
dengan fibrilasi atrium tidaklah sama, terdapat berbagai faktor untuk skor CHADS2 2 atau lebih besar, dengan memper-
klinis lain yang turut berkontribusi terhadap risiko tersebut. timbangkan risiko perdarahan. Untuk pasien dengan skor
Oleh karena itu, pendekatan pencegahan stroke pun berbeda CHADS2 1, baik aspirin maupun warfarin dapat digunakan.
sesuai dengan kondisi masing-masing pasien. Berbagai Pemilihan agen antitrombotik di klinis lebih lanjut dapat ber-
kriteria klinis dan ekokardiografis telah dipakai dalam dasarkan Panduan ACC/AHA/ESC tahun 2006 8 (Tabel 1).
beberapa model stratifikasi risiko. Salah satu model yang
paling populer dan sukses dalam identifikasi pencegahan Tabel 1. Terapi Antitrombotik Pada Pasien Dengan Fibrilasi
primer pasien dengan risiko tinggi stroke adalah indeks risiko Atrium 8
CHADS2 (Congestive heart failure, Hypertension, Age >75 Kategori risiko Terapi yang direkomendasikan
years, Diabetes mellitus, and prior Stroke or transient
ischaemic attack/TIA).8,13,14 Indeks risiko CHADS2 meru- Tanpa faktor risiko Aspirin 81-325 mg / hari
pakan suatu sistem skoring kumulatif yang memprediksi risiko Satu faktor risiko Aspirin 81-325 mg / hari, atau warfarin
stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium. Skoring CHADS2 menengah (INR 2.0-3.0, target 2.5)
Faktor risiko tinggi Warfarin (INR 2.0-3.0, target 2.5)
memberikan poin 2 untuk adanya riwayat stroke atau TIA apapun atau >1
sebelumnya, sedangkan untuk masing-masing faktor klinis faktor risiko
lainnya seperti usia > 75 tahun, hipertensi, diabetes mellitus menengah
dan gagal jantung kongestif diberikan 1 poin. Semakin tinggi Faktor risiko rendah Faktor risiko Faktor risiko
kumulasi poin CHADS2 yang dimiliki pasien dengan fibrilasi menengah tinggi
atrium, semakin besar pula risiko untuk terkena stroke.
Ekokardiografi selain bermanfaat dalam menentukan Wanita Usia 75 tahun atau Riwayat stroke, TIA,
Usia 65-74 tahun lebih emboli sebelumnya
berbagai penyebab dari fibrilasi atrium juga dapat digunakan Penyakit jantung Hipertensi stenosis mitral
dalam stratifikasi risiko tromboembolik. Pada kelompok pasien koroner Gagal jantung katup prostetik
dengan fibrilasi atrium risiko tinggi, terdapatnya disfungsi Tirotoksikosis Ejeksi fraksi <35%
sistolik ventrikel kiri, trombus, kecepatan aliran darah di atrium Diabetes mellitus
kiri yang rendah dan plak ateroma di aorta torakal dikaitkan
dengan tromboembolisme. 8 Diameter atrium kiri dan Warfarin merupakan agen yang sangat efektif dalam
abnormalitas endokardium juga dikaitkan dengan trom- pencegahan stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium
boembolisme walaupun dalam korelasi yang masih kurang dengan mengurangi risiko relatif stroke sebesar 62%,
konsisten. dibandingkan dengan 22% oleh aspirin.8 Hal ini juga diperkuat
Nilai laboratorium d-dimer bersamaan dengan faktor dengan studi AFFIRM yang memaparkan bahwa kebanyakan
risiko klinis dapat dipertimbangkan sebagai penanda risiko stroke yang terjadi dalam studi tersebut dikarenakan INR
tromboembolik diantara pasien dengan fibrilasi atrium tanpa (International Normalised Ratio) yang subterapeutik atau
memandang status antitrombotiknya.20 Pasien fibrilasi atrium setelah penghentian terapi warfarin.17 Warfarin juga masih
dengan nilai d-dimer 150 ng/mL atau lebih memiliki insidensi lebih superior dibandingkan klopidogrel 75 mg plus aspirin
tromboembolik lebih besar dibandingkan kelompok dengan 75-100 mg pada pasien fibrilasi atrium dengan risiko tinggi
nilai d-dimer rendah. Dengan demikian, pengukuran d-dimer stroke.21 Sementara itu, kombinasi antara antikoagulan dan
dapat berguna untuk stratifikasi risiko tromboembolik pada antiplatelet tersebut tidak menunjukkan efektivitas yang lebih
pasien dengan fibrilasi atrium. baik daripada terapi dengan antikoagulan semata, malah
Risiko stroke tahunan pada fibrilasi atrium paroksismal kombinasi demikian akan meningkatkan risiko perdarahan.

282 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009


Stratifikasi Risiko dan Strategi Manajemen Pasien dengan Fibrilasi Atrium

Walaupun memiliki efektivitas yang tinggi, ancaman Dalam kasus penghentian temporer antikoagulan oral
komplikasi perdarahan warfarin merupakan permasalahan diperlukan untuk prosedur operasi atau invasif lainnya, terapi
tersendiri terutama pada pasien usia lanjut, sehingga dengan heparin unfractionated atau low-molecular-weight
membatasi rekomendasi penggunaannya oleh klinisi.22 perlu dipertimbangkan, terutama bagi pasien yang berisiko
Namun studi the Birmingham Atrial Fibrillation Treatment tinggi tromboembolik.8 Permasalahan lainnya adalah terapi
of the Aged (BAFTA)23, yang melibatkan 973 pasien berusia pasien dengan fibrilasi atrium pasca sindrom koroner akut
>75 tahun dengan fibrilasi atrium, memaparkan bahwa war- maupun Primary Coronary Intervention (PCI). Panduan
farin (INR 2.0-3.0) lebih superior dibanding aspirin (75 mg) ACC/AHA/ESC tahun 2006 merekomendasikan pemberian
dalam pencegahan stroke (1,8% vs 3,8 % per tahun) dan aspirin dosis rendah (<100 mg/hari) atau klopidogrel (75 mg/
tidak lebih berbahaya dibandingkan aspirin dalam hari), atau keduanya, bersamaan dengan terapi antikoagulan
menimbulkan komplikasi perdarahan (1,9% vs 2,0% per untuk pencegahan kejadian iskemia miokard ulangan.8
tahun). Dengan demikian, pada kelompok usia berapapun, Sebagai terapi rumatan, panduan yang sama mereko-
manfaat dari terapi warfarin secara terkontrol melebihi risiko mendasikan klopidogrel (75 mg/hari) plus warfarin (INR 2.0-
yang dapat ditimbulkannya.24 Warfarin dengan target INR 3.0).
lebih rendah (kisaran 1.6-2.5) dapat diberikan sebagai
pencegahan primer tromboembolik bagi pasien fibrilasi atrium Pencegahan Primer dan Rekurensi Fibrilasi Atrium
yang berusia >75 tahun dan tidak bisa mentoleransi Pencegahan primer kejadian fibrilasi atrium pada
antikoagulan pada target INR 2.0-3.0.8 populasi yang berisiko meliputi intervensi diet, agen
Meskipun demikian, kekhawatiran akan risiko farmakologik dan prosedur pacu jantung. Beberapa meta-
perdarahan merupakan salah satu alasan utama tidak analisis menyimpulkan peranan ACE inhibitor dan antagonis
diberikannya warfarin kepada pasien dengan fibrilasi atrium reseptor angiotensin dalam pencegahan primer maupun
di klinis sesuai dengan rekomendasi yang ada. Hasil dari rekurensi fibrilasi atrium pada beberapa penyakit kardio-
Studi SCAF di Swedia22 menyatakan bahwa mayoritas pasien vaskular yang mendasari, seperti hipertensi, infark miokard,
dengan fibrilasi atrium belum mendapatkan terapi gagal jantung dan diabetes melitus.8,14
trombofilaksis yang adekuat seperti yang direkomendasikan Statin (atorvastatin) juga diduga memiliki efek proteksi
dalam panduan AHA/ACC/ESC tahun 2006. Alasan lainnya terhadap fibrilasi atrium melalui pencegahan perubahan
berupa estimasi risiko stroke yang lebih rendah dan struktural dan elektrofisiologik dari atrium terkait inflamasi
kurangnya pengetahuan klinisi akan uji klinis dan panduan sehingga dapat mereduksi insidensi fibrilasi atrium. Penelitian
terapi antikoagulan. Hal itu terutama ditemukan pada kasus Robert B. Neuman dan kolega (2007)25 menunjukkan korelasi
fibrilasi atrium jenis paroksismal dan pada pasien usia tua terbalik antara terapi statin dengan stress oksidatif pada
(>80 tahun), walaupun tidak terdapat kontraindikasi terhadap jantung. Stress oksidatif berimplikasi pada patogenesis dari
terapi warfarin. Di antara kelima faktor risiko mayor yang fibrilasi atrium. Statin, yang disepakati memiliki properti
termuat dalam CHADS2, hanya riwayat stroke terdahulu yang sebagai antioksidan, berperanan dalam mencegah produksi
meningkatkan kewaspadaan klinisi terhadap pemberian war- radikal bebas yang diinduksi oleh NADPH oksidase.
farin kepada pasien dengan fibrilasi atrium. Peningkatan aktivitas enzim tersebut telah terbukti berkaitan
Penilaian risiko perdarahan sebelum pemberian terapi dengan insidensi fibrilasi atrium pada manusia. Selain itu,
antikoagulan didasarkan pada adanya kategori klinis risiko penelitian tersebut juga melaporkan bahwa statin berperanan
tinggi seperti usia tua, hipertensi tidak terkontrol, riwayat dalam pencegahan rekurensi fibrilasi atrium pasca kar-
perdarahan (saluran cerna, perdarahan intrakranial), maupun dioversi.
penggunaan bersama dengan obat-obat antiplatelet atau anti
inflamasi non-steroid. Usia pasien di atas 80 tahun, INR >4.0 Kesimpulan
dan riwayat iskemia serebral sebelumnya berkaitan dengan Fibrilasi atrium merupakan aritmia yang banyak
peningkatan risiko perdarahan pada awal terapi warfarin.15 menimbulkan permasalahan sebagai konsekuensinya. Deteksi
Sebagai kontrol terapi antikoagulan, maka sebaiknya serta manajemen pasien dengan fibrilasi atrium secara akurat
INR diperiksa rutin setiap minggunya di awal terapi dan setiap penting untuk dilakukan karena terkait dengan peningkatan
bulannya setelah terapi antikoagulan stabil. Target INR yang morbiditas dan mortalitas serta penurunan kualitas hidup
direkomendasikan pada kasus fibrilasi atrium non-valvular pasien.
adalah rentang 2.0-3.0.8 Pada pasien fibrilasi atrium dengan Kebanyakan morbiditas dan mortalitas tersebut me-
katup protesa membutuhkan terapi warfarin dengan INR lebih rupakan konsekuensi dari kejadian stroke-tromboembolisme
tinggi lagi (minimal 2.5), tergantung pada jenis protesanya. yang merupakan suatu komplikasi dari fibrilasi atrium
Terapi antikoagulan harus tetap dilanjutkan hingga minimal sehingga upaya tromboprofilaksis merupakan komponen
1 bulan setelah irama sinus tercapai pada strategi rhythm penting dalam manajemen fibrilasi atrium. Pemilihan terapi
control karena butuh waktu untuk menormalkan kembali antikoagulan harus mempertimbangkan segi manfaat dan
fungsi mekanik dari atrium walaupun reversi telah tercapai.16 risiko personal, serta membutuhkan kontrol yang adekuat.

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009 283


Stratifikasi Risiko dan Strategi Manajemen Pasien dengan Fibrilasi Atrium

Daftar Pustaka 14. Medi C, Hankey GJ, Freedman SB. Clinical Update: Atrial fibril-
lation. MJA 2007;186(4):197-202.
1. Olgin JE, Zipes DP. Spesific Arrhythmias Diagnosis and Treat-
15. Lip GYH, Tse HF. Management of Atrial Fibrilation. The Lancet.
ment. In: Libby, Bonow, Mann, Zipes editors, Braunwald’s Heart
London: Aug 18-Aug 24, 2007. Vol. 370, Iss. 9587;pg. 604,15pgs.
Disease. 8 th edition, Volume 1. Philadelphia; Saunders;
16. Kistler PM, Habersberger J. Management of Atrial Fibrillation.
2007.p.863-923.
Aus Fam Phy. Vol.36 No.7 July 2007;506-11.
2. Prystowsky EN, Katz AM, Atrial Fibrillation. In: Topol’s Text-
17. Blackshear JL, Safford RE. AFFIRM and RACE Trials: Implica-
book of Cardiovascular Medicine. 2 nd edition. Philadelphia:
tion for the management of atrial fibrillation. Cardiac Electro-
Lippincott Williams & Wilkins; 2002.........64.
physiology Rev. 2003;7:366-9.
3. Scheinman MM, Atrial Fibrillation, In: Current Diagnosis and
18. National Collaborating Centre for Chronic Conditions. Atrial
Treatment in Cardiology. 2nd edition. McGraw-Hill /Appleton &
fibrillation: national clinical guideline for management in pri-
Lange; 2002.........20.
mary and secondary care. London; Royal College of Physicians,
4. Schuchert A, Behrens G, Meinertz T. Impact of long-term ECG
2006.
recording on the detection of paroxysmal atrial fibrillation in
19. Rienstra M, Veldhuisen DJV, Harry J.G.M, Crijns, and Gelder ICV
patients after an acute ischemic stroke. Pacing Clin Electro-
for the RACE investigators. Enhanced cardiovascular morbidity
physiol. 1999;22:1082-4.
and mortality during rhythm control treatment in persistent
5. Wang TJ, Parise H, Levy D. Obesity and the risk of new-onset
atrial fibrillation in hypertensives: data of the RACE study. Eur
atrial fibrillation. JAMA 2004;292:2471.
Heart J. 2007;28:741–51.
6. Allessie M, Ausma J, Schotten U. Electrical, contractile and struc-
20. Nozawa T, Inoue H, Hirai T, Iwasa A, Okumura K, Lee JD,
tural remodeling during atrial fibrillation. Cardiovasc Res
Shimizu A, Hayano M, Yano K. D-dimer level influences throm-
2002;54:230–46.
boembolic events inpatients with atrial fibrillation. Int J Cardiol
7. Everett TH, Li H, Mangrum JM. Electrical, morphological, and
2006;109:59–65.
ultrastructural remodeling and reverse remodeling in a canine
21. Connolly S, Pogue J, Hart RG. Clopidogrel plus aspirin versus oral
model of chronic atrial fibrillation. Circulation 2000:102:1454-
anticoagulation for atrial fibrillation in the Atrial fibrillation
60.
Clopidogrel Trial with Irbesartan for prevention of Vascular Events
8. Fuster V, Ryden LE, Cannom DS, Crijns HJ, Curtis AB, Ellenbogen
(ACTIVE W): a randomised controlled trial. Lancet 2006;
KA, et al. ACC/AHA/ESC 2006 Guidelines for the management
367:1903-12.
of patients with atrial fibrillation: a report of the American
22. Friberg L, Hammar N, Ringh M, Pettersson H, Rosenqvist M.
College of Cardiology/ American Heart Association Task Force
Stroke prophylaxis in atrial fibrillation: who gets it and who does
on Practice Guidelines and the European Society of Cardiology
not? Report from the Stockholm Cohort-study on Atrial Fibril-
Committee for Practice Guidelines (Writing Committee to Re-
lation (SCAF-study). Eur Heart J. 2006;27:1954–64.
vise the 2001 Guidelines for the Management of Patients With
23. Mant J, Hobbs FDR, Fletcher K, on behalf of the BAFTA inves-
Atrial Fibrillation). Circulation. 2006;114:e257-e354.
tigators and the Midland Research Practices Network (MidReC).
9. Nattel S, Opie LH. Controversies in atrial fibrillation. Lancet.
Warfarin versus aspirin for stroke prevention in an elderly com-
2006;367(9506):262-72.
munity population with atrial fibrillation (the Birmingham Atrial
10. Kochiadakis GE, Skalidis EI, Kalebubas MD. Effect of acute atrial
Fibrillation Treatment of the Aged Study, BAFTA): a randomised
fibrillation on phasic coronary blood flow pattern and flow re-
controlled trial. Lancet. 2007;370:493-503.
serve in humans. Eur Heart J. 2002;23:734–41.
24. Garcia D, Hylek E. Stroke prevention in elderly patients with
11. Hardin SR, Steele JR. Atrial Fibrillation Among Older Adults:
atrial fibrillation. Lancet. 2007;370,(9586);460-4.
Pathophysiology, Symptoms and Treatment. Gerontological
25. Neuman RB, Bloom HL, Shukrullah I, Darrow LA. Oxidative
Nursing. 2008;34,(7):
Stress Markers Are Associated with Persistent Atrial Fibrillation.
12. Yap KB, Ng TP, Ong HY. Low prevalence of atrial fibrillation in
Clinical Chemistry. 2007;53(9):1652-7.
community-dwelling Chinese aged 55 year or older in Singapore:
a population-based study. Electrocardiology. 2008;94-98
13. Watson T, Lip GYH. Management of Atrial Fibrillation. Herz
MS
2006:31:849–56.

284 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009

Anda mungkin juga menyukai