Anda di halaman 1dari 15

Pengertian Kesetimbangan Fase

- Kesetimbangan fase (Kualitatif): kondisi system yang secara makro tidak lagi mengalami
perubahan (statis)
- Kondisi statis (dalam tinjauan thermodinamika)  propertis bahan yang digunakan pada
system yang ditinjau
- Actual  keadaan kesetimbangan yang sebenarnya tidak pernah terjadi, karena pengaruh
kondisi lingkungan yang selalu mengalami perubahan
- Kesetimbangan  memerlukan keseimbangan semua potensial yang dapat menyebabkan
terjadinya perubahan
- Kesetimbangan dianggap benar:
 jika perubahan yang terjadi dapat diukur dengan alat ukur yang ada (Van Ness, 1975)
 jika hasil perhitungan propertis yang didasarkan metode kesetimbangan mempunyai
akurasi yang baik.

Kriteria Kesetimbangan Fase


- Kesetimbangan fase (Kuantitatif):
 Untuk menjelaskan korelasi propertis saat terjadi kesetimbangan
 Perlu kriteria kesetimbangan yang secara spesifik dapat digunakan sebagai metode
perhitungan kesetimbangan fase  Energi Gibbs

- Kesetimbangan fase (Kuantitatif):


 Jumlah Energi Gibbs total:
 system tertutup pada T dan P tertentu dianggap setimbang apabila jumlah total
energy bebasnya minimum.
d(nG) = (nV)dP – (nS)dT (A), n = jumlah semua komponen dalam keadaan
konstan
G = energy molar Gibbs, V = Volume, S = Entropi
* + * +

 digunakan pada system fluida: satu fase, sistem tertutup, tidak ada reaksi

 Fungsi jumlah mol komponen yang terdapat dalam system

nG = g (P,T,n1, n2, n3,……,ni) , g = energy interaksi

* + * + ∑* + (B)

Jika : * + (C) = potensial kimia komponen i

Maka, substitusi B dan C adalah:

d(nG) = (nV)dP – (nS)dT + ∑  digunakan pada sistem fluida satu fase


Potensial Kimia dan Keseimbangan Fase

- Sistem tertutup dua fase yang berkesetimbangan:


 Masing-masing fase berlaku sebagai system terbuka
 Saling terjadi perpindahan masa pada keduanya
 Masing-masing fase dituliskan sebagai:

 Perubahan energy Gibbs total kedua fase:


∑ ∑

 Jika, total propertis molar:

Maka, jumlah total energy Gibbs total kedua fase:


∑ ∑ (D)
Sehingga, kondisi kesetimbangan hasil substitusi A dan D:
∑ ∑  * Perubahan dan terjadi karena transfer
masa antar fase
* Maka, neraca masa hubungan kedua fase adalah:

Sehingga, kondisi kesetimbangan:


∑ ( )  * Variabel merupakan variable independen
yang harganya sembarang
Sehingga, kondisi kesetimbangan:

 Dengan menganalogikan system dua fasa, maka system multi fase sebanyak π fase,
maka pada kondisi setimbang mempunyai harga potensial kimia yang sama, yaitu:
(E)  * dapat dibuat kriteria kesetimbangan
system multi fase pada P dan T sama
* system akan berkesinambungan apabila
potensial kimia (µ) semua fase harganya
sama
* persamaan ini dapat dinyatakan dalam
fugasitas ( ̂ )  sehingga dapat lebih sesuai
untuk menyelesaikan masalh
kesetimbangan kimia.
 Korelasi antara potensial kimia (µ) dan fugasitas ( ̂ ) :
̂  pada T konstan, dengan hasil integrasinya adalah:
̂ (F)  = konstanta integrasi, harganya terhantung Temperatur.

Karena semua fase pada temperature yang sama, maka kriteria kesetimbangan fase
berdasarkan fugasitas (hasil substitusi E dan F) adalah:

̂ ̂ ̂

Kesetimbangan Cair-Cair (LLE)

- Banyak dijumpai campuran cairan biner maupun multi komponen yangn hanya larut
sebagian.
- Campuran cairan yang hanya bercampur sebagian akan mengalami phase splitting.
- Phenomena terjadinya phase plitting pada saat terjadi kesetimbangan termodinamika
disebut kesetimbangan cair-cair (LLE)
- Kesetimbangan fase cair-cair banyak dijumpai pada proses ekstraksi menggunakan solven.
- Proses ekstraksi diperlukan informasi dan data komposisi komponen yang terdistribusi pada
fase ekstrak dan rafinat.
- LLE diperlukan perhitungan komposisi masing-masing fase pada saat terjadi kesetimbangan.
- Kriteria kesetimbangan pada system LLE yang terdiri dari :
 N komponen pada T dan P seragam yang terdiri dari π fase, sbb:
̂ ̂ ̂
Apabila dikorelasikan dengan koefisien aktifitas ( ) :

 Untuk komponen murni pada kondisi temperature system mepunyai fase cair
( ), maka:
(F1)

 Jika komponen tersebut diterapkan pada system terner dua fase akan dihasilkan

Terlihat hubungan antara koefisien aktifitas dan komposisi masing-masing komponen


system terner pada saat kesetimbangan.

Perhitungan komposi diatas memerlukan data koefisien aktivitas yang dihitung dengan
cara mengkorelasikan (energy gibbs excess).
 Pada perhitungan LLE apabila persaman korelasi excess molar Gibbs ( ) dan komposisi
campuran ( telah diketahui, maka diperoleh persamaan yang dapat digunakan
menghitung koefisien aktivitas ( ).
 Gabungan persamaan komponen system terner dua fase dengan persamaan neraca
masa pada flash calculation  dapat digunakan untuk menghitung kompoisisi kedua
fase ( ) dengan cara iterasi.

Koefisien Aktifitas dan Kesetimbangan Cair-Cair

- Sistem biner yang terdiri dari mol komponen 1 dan mol komponen 2, korelasi dan
koefisien aktivitas (γ) adalah:
(G)

- Masing-masing dan dapat dicari berdasarkan turunan persamaan diatas:

( )

( )

- Pengembangan persamaan model yang mengkorelasikan dan komposisi dapat digunakan


pada perhitungan koefisien aktifitas (γ).
- Semua persamaan mempunyai konstanta parameter yang harganya bisa berubah sebagi
fungsi temperature.
- Pada rentang temperature yang relative rendah, pengaruh temperature bisa diabaikan.
(Pooling, 2001)
- Model persamaan korelasi:

Model Penerapan Sistem Kesetimbangan


Parameter Note
Persamaan Biner Terner Multikomponen LLE VLE
Margules X X Melibatkan interaksi parameter
Van Laar X X terner atau yang lebih tinggi
Wilson X X - X
NRTL x X X x X 3
Perlu pemahaman:
- luas area molekular
- volume komponen murni
- keduanya dapat dihitung dari
UNIQUAC x X X x X 2
group kontribusi struktural
- dapat digunakan pada
campuran dengan ukuran
molekul yang beragam.
Model Persamaan

- Non Random Two Liquid (NRTL)


 Dapat digunakan untuk system yang larut sebagian maupun larut sempurna
 Dapat digunakan secara luas untuk VLE, LLE dan VLLE  campuran hidrokarbon,
senyawa polar dan nonpolar
 Publish oleh Renon & Prausnitz tahun 1968
 Diturunkan berdasarkan konsep local composition, yang ditemukan Wilson.
 Persamaan dengan Model Wilson:
 Menggunakan komposisi lokal untuk merepresentasikan persamaan energy excess
Gibbs campuran cairan
 Dikembangkan berdasarkan model teori two-liquid Scott
 Menggunakan asumsi non randomness (NR)
 Perbedaan dengan Model Wilson:
 Ditambahkan parameter non randomness ( )  dapat diterapkan pada berbagai
macam campuran
 Pemilihan harga secara tepat  persamaan NRTL dapat mengkorelasikan data
eksperimen dengan hasil yang baik
 Perhitungan konstanta non randomness pencampuran dilakukan dengan:
 Melakukan modifikasi persamaan Wilson
 Mengkorelasikan hubungan mol fraksi lokal molekul 1 dan mol fraksi lokal
molekul 2, sbb:


 dan = energy interaksi pasangan molekul 1-2 dan 1-
1

dan = fraksi mol keseluruhan

 Persamaan tersebut kemudian dimodifikasi dengan menambahkan ,sehingga


hubungan antar fraksi mol lokal dan , dan menjadi:


(H)
= konstanta karakteristik NR campuran


(I)

Hubungan masing-masing mol fraksi lokal:


(J)
(K)

Substitusi persamaan H dan J, serta persamaan I dan K, diperoleh fraksi mol lokal:


(L)


(M)
 Persamaan NRTL pada Sistem Biner
 Persamaan tersebut diterapkan pada teori dua-cell (two cell) yang dikemukakan
oleh Scott. Diasumsikan bahwa pada campuran biner terdapat dua macam cell:
molekul 1 dan molekul 2
 Cell tipe molekul 1 sebagai pusat

o Energy Gibbs residualnya adalah jumlah semua energy Gibbs residual dua
molekul yang berinteraksi dengan molekul 1 yang berada di tengah. Energi
residual =

(N)

o Apabila cairan murni 1, dan , maka energy Gibbs residual pada


cell dengan molekul 1 sebagi pusat, (O)

 Cell tipe molekul 2 sebagai pusat

o Energy Gibbs residualnya adalah jumlah semua energy Gibbs residual dua
molekul yang berinteraksi dengan molekul 2 yang berada di tengah. Energi
residual =
(P)
o Apabila cairan murni 2, dan , maka energy Gibbs residual pada
cell dengan molekul 2 sebagi pusat, (Q)

 Energi exess Gibbs molar pada larutan biner merupakan jumlah perubahan energy
Gibbs yang terjadi yaitu yang dipindah dari molekul:
o dari cell cairan murni 1 ke cell 1 larutan,
o dari cell cairan murni 2 ke cell 2 larutan,
o sehingga, molar exess Gibbs energinya:
( ) ( ) (R)
o substitusi persamaan J, K, N, O, P, Q ke dalam persamaan R, diperoleh:
(S)  dan dari pers. L
dan M

 Hasil penggabungan persamaan L, M dan S merupakan persamaan NRTL (Non


Random Two Liquid).
 Persamaan koefisien aktiivitas (γ) pada model NRTL diperoleh dari hasil deferensiasi
persamaan G :

Dimana:

Dengan:

 Persamaan NRTL pada sistem Multikomponen


 Penerapan pada system multikomponen tidak memerlukan asumsi-asumsi baru.
 Semua persamaan komposisi lokal yang digunakan pada perhitungan tetap, hanya
melibatkan interaksi dua molekul seperti pada system biner.
 Apabila fraksi mol komponen lokal j yang berdekatan dengan i, maka diberi notasi

 Sedangkan fraksi mol komponen lokal k yang berdekatan dengan I, diberi notasi
 Maka, kedua molekul lokal mempunyai persamaan korelasi:

 Persamaan energy exedd Gibbs nya sbb:



∑ (T)

Dimana: N = jumlah komponen dalam system

 Persamaan koefisien aktivitas diperoleh dari hasil diferensiasi persamaan T:


∑ ∑
∑ ( )
∑ ∑ ∑
 Penentuan Parameter Non-Randomness
 Tidak ada metode tertentu yang berlaku umum pada penentuan parameter non
randomness (Walas, 1985).
o Berdasarkan publikasi paper asli Renon dan Prausnitz (1968): menentukan harga
berdasarkan jenis senyawa  Polar, Non Polar, Air dan Hidrokarbon
o Hasil pengujian pada berbagai senyawa tersebut disimpulkan bahwa harga
dapat ditentukan pada rentang 0.2 – 0.47 yang validitasnya didasarkan pada
root-mean-square-deviation (RMSD).
 Hasil study pustaka koleksi data LLE DECHEMA (1980):
o Untuk memperoleh metode penentuan ternyat tidak dapat diambil
kesimpulan bagaimana metode yang sesuai.
 Khusus penerapan pada system cair-cair campuran biner dua fasa, menurut Pausnitz
(1968):
o Harga < 0,426 dapat digunakan untuk menghitung parameter dari data
eksperimen.

- Universal Quasi-Chemical (UNIQUAC)


 Persamaan UNIQUAC dikemukakan oleh Abram dan Prausnitz (1975).
 Persamaan ini pada dasarnya merupakan kelanjutan dari teori Quasi Chemical
Guggenheim.
 Teori ini dikembangkan pada campuran yang terdiri dari molekul-molekul yang
mempunyai bentuk dan ukuran berbeda, dengan menggunakan konsep komposisi lokal
Wilson.
 Ide dasar konsep: kenyataan bahwa apabila campuran cairan ditinjau secara mikroskopis
tidak homogeny.
 Pada penerapan di engineering dan laboratorium  komposisi campuran yang
digunakan untuk perhitungan adalah komposisi rata-rata.
 Namun pada perhitungan untuk menyusn model campuran cairan, anggapan rata-rata
ini kurang tepat. Yang lebih realistis adalah menggunakan komposisi lokal.
 Hasil pengembangan teori Guggenheim ini diberi nama UNIQUAC (universal quasi-
chemical).
 Dasar yang digunakan untuk mengkorelasikan persamaan ini adalah energy excess
Gibbs.
 Penyimpangan propertis dari kondisi ideal biasanya dinyatakn dengan koefisien aktivitas.
 Hubungan koefisien akifitas komponen i ( ) dan energy excess Gibbs setiap mol
campuran ( ) dinyatakan dalam persamaan:

( ) (U)  = mol komponen i


( )

= jumlah mol total


 Untuk memperoleh koefisien aktifitas diperlukan persamaan yang mengkorelasikan
sebagai fungsi komposisi, temperature dan tekanan.
 Dari ketiga variable tersebut yang paling berpengaruh adalah komposisi.
 Pada campuran cairan dengan tekanan normal dan temperature pada rentang yang
tidak terlalu tinggi, pengaruhnya terhadap dapat diabaikan.
 Energi excess Gibbs pada persamaan model UNIQUAC terdiri dari dua macam:
o dan yang dinyatakan dalam persamaan berikut:
(V)
o Dimana:
( ) (W)

(X)

o Dimana:

* ( )+ dan * ( )+ (Y)

o Pada persamaan W fraksi segmen rata-rata Ф:


dan

 Penerapan UNIQUAC pada system Biner


 Pada persamaan V, W, X merupakan persamaan energy excess Gibbs untuk:
o campuran biner yang mepunyai dua buah parameter biner ( ) dan
( )
o dua buah parameter structural komponen murni r dan q

 Persamaan koefisien aktifitas dapt diperoleh dari deferensiasi penggabungan


persamaan V dan W mengikuti bentuk persamaan U, pada system biner
persamaannya adalah:

( ) ( )

( )

( ) ( )

( )

o Dimana:
( ) dan ( )

o Berdasarkan paper asli Prausnitz (1975) digunakan harga z=10


 Penerapan UNIQUAC pada system Multikomponen
 Penerapan pada system multikomponen, persamaan V masih berlaku, tanpa perlu
menambahkan asumsi lain.
 Persamaan W dan X pada system multikomponen adalah:
∑ ∑ (Z)

∑ (∑ ) (AA)

o Dimana:
*( )+

o Persamaan koefisien aktifitas untuk komponen I diperoleh dari deferensiasi


hasil penjumlahan persamaan Z dan AA:

( ) ∑ (∑ )


o Dimana:
( )( ) ( )

o Sedangkan fraksi luas, dan fraksi segmen rat-rata (sama dengan fraksi
volume), diperoleh dari persamaan:

∑ ∑
dan ∑ ∑
 x = fraksi mol

o Karena penurunan persamaan didasarkan pengembangan teori Guggenheim


model quasi chemical, maka persamaan ini diberi nam Universal Quasi Chemical
(UNIQUAC).
o Kelebihan persamaan ini adalah:
 hanya memerlukan dua pbuah parameter setiap pasangan
biner.
 dapat mengkorelasikan kesetimbangan VLE dan LLE pada
berbagai larutan non-elektrolit.
- Parameter Persamaan Komposisi Lokal (Local Composition)
 Pada system biner, baik persamaan NRTL maupun UNIQUAC mempunyai parameter
dan yang dikorelasikan dengan persamaan Y berikut:

* ( )+ dan * ( )+

o Dimana:
Parameter  merupakan karakteristik energy interaksi antara molekul I dan
molekul j

o Persamaan ini dapat juga dinyatkan dalam bentuk parameter interaksi biner
dan sbb:
* ( )+ *( )+ dan * ( )+
*( )+

o Untuk system terner, diperlukan 6 buah parameter , , , , ,


 untuk perhitungan koefisien aktifitas.
o Parameter ini diperoleh dengan cara fitting parameter berdasarkan data hasil
eksperimen.

- Persamaan UNIFAC (Universal Quasi-Chemical Functional group Activity Coefficients)


 Dikemukakan oleh Fredenslund, dkk (1975, 1977), dengan ide pokok model ini adalah
memanfaatkan data kesetimbangan yang ada untuk memprediksi fase kesetimbangan
dari system yang data eksperimennya tidak tersedia.
 Secara konsep  UNIFAC mengikuti ASOG: koefisien aktifitas dalam campuran
berhubungan dengan interaksi antar grup structural.
o
o ∑
o Dimana:

∑ ∑

∑ ∑

selalu bilangan bulat  merupakan grup k dalam molekul i


Parameter dan ditentukan dari grup volum dan grup surface area Van der
Walls.
o * ∑ ∑ +

( )
merupakan ukuran energy dari interaksi antar grup m dan n.
Parameter interaksi antar grup (dalam satuan Kelvin) harus
dievaluasi dari data kesetimbangan fase eksperimen.

- Estimasi Parameter Data Kesetimbangan Fase Cair-Cair Sistem Terner


 Tujuan estimasi parameter adalah menentukan parameter model dadi data
kesetimbangan fase hasil eksperimen.
 Model NRTL dan UNIQUAC system terner  masing-masing mempunyai enam buah
parameter biner.
 Untuk dapat melakukan estimasi parameter tersebut  minimal diperlukan enam buah
persamaan yang diperoleh dari dua buah tie-line hasil eksperimen, dimana masing-
masing persamaan mempunyai tiga buah persamaan isoactivity.
 Kebanyakan hasil eksperimen kesetimbangan terner pada temperature tertentu 
biasanya data tie line yang diperoleh lebih dari dua buah.
 Sehingga perhitungan parameternya dilakukan dengan cara iterasi berdasarkan
constraint  dengan meminimalkan fungsi objektif tertentu,
 Pemilihan prosedur pada minimalisasi fungsi objektif  berpengaruh terhadap
kecepatan mencapai tingkat konvergensi hasil fitting (Sorensen dkk, 1979)
 Menurut Sorensen, ada dua tahapan strategi yang dapat digunakn untuk memperoleh
parameter dari data kesetimbangan fase cair-cair pada temperature dan
tekanan konstan ( )
 Perhitungan parameter ini menggunakan prinsip least square dengan meminimalkan
dua buah fungsi objektif sbb:
 Perbedaan aktifitas (isoactivity objective)
o Fungsi objektif ini berdasarkan minimalisasi selisih aktivitas kedua fasse yang
dapat dinyatakan dengan rumusan: ∑ ∑
o Persamaan diatas disebut absolut isoactivity objective.
o Selain dinyatakan dalam absolut, dapat pula dinyatakan dalam relative
isoactivity objective yang mempunyai bentuk persamaan:
∑ ∑

 Fungsi objektif konsentrasi


o Fungsi objektif ini berdasarkan minimalisasi selisih konsentrasi data eksperimen
dan hasil perhitungan menggunakan model yang dapat dirumuskan sbb:
∑ ∑ ∑ ̂  konsentrasi hasil eksperimen
̂ konsentrasi perhit dgn pers. Model
i komponen (1,2,3)
j fase (I, II))
k tie line (1, 2, …. N)
l jumlah data (1,2, … N)
o Sebagai estimasi awal untuk perhitungan parameter menggunakan fungsi
objektif  apabila telah konvergen perhitungan dilanjutkan untuk
menghitung komposisi yang mendekati komposisi kesetimbangan dengan
menggunakn fungsi objektif .
- Perhitungan Komposisi
 Perhitungan komposisi pada masing-masing fase dilakukan dengan menggunakan
metode perhitungan flash.
 Berdasarkan persamaan berikut:

 Yang berlaku padaa setiap komponen i, sbb:

 Yang dapat diubah menjadi:


( )  (AB) adalah koefisien distribusi.
 Neraca masa hubungan antara komposisi keseluruhan pada campuran dan fraksi 1
yang terpisah (β) dapat dituliskan:


 Dengan menjumlahkan fraksi pada persamaan AB pada ketiga komponen, maka
diperoleh persamaan yang harus diselesaikan pada perhitungan komposisi
kesetimbangan:

 Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan cara iterasi harga β seperti pada
metode perhitungan flash.
 Apabila telah diperoleh harga β, mak dapat dihitung menggunakan persamaan AB
 Komposisi kesetimbangan pada fase II dihitung berdasarkan persamaan:
( )

- Diagram Kesetimbangan Fase Terner


 Diagram terner fase cair pada temperature dan tekanan tertentu mempunyai daerah
beragam, tergantung dari jumlah daerah fase yang terbentuk saat terjadi
kesetimbangan.
 Jumlah fase yang terbentuk pada campuran dengan komposisi overall tertentu
dipengaruhi oleh sifat kimia dari masing-masing komponen bahan campuran (Walas,
1985).
 Daerah fase dapat dibagi menjadi tiga: satu fase, dua fase dan tiga fase.
 Daerah fase dibatasi kurva kesetimbangan fase.
 Komposisi daerah fase setimbang dihubungkan dengan garis tie line atau disebut juga
connodal.
 Cara mudah untuk mengklasifikasikan diagram kesetimbangan terner fase cair adalah ->
dengan mengamati banyaknya daerah fase yang terbentuk.
 Masing-masing system mempunyai daerah fase yang berbeda.
 Pada system yang sama dengan temperature berbeda dapat mempunyai daerah fase
yang berbeda, karena temperature dapat mengubah kelarutan masing-masing
komponen pada system yang mengalami kesetimbangan.
 Pada gambar-gambar berikut ditunjukkan berbagai bentuk diagram terner system cair-
cair dengan berbagai daerah fase. Sistem tersebut terjadi bila pada pencampuran
mempunyai kelarutan sbb:

Kelarutan
Daerah Fase Diagram Kesetimbangan Terner
A-B B-C A-C

1 1&2 sempurna sebagian sempurna

2 1 sebagian sebagian sempurna

2 2 sebagian sebagian sempurna

3 2 sebagian sebagian sebagian

 Campuran eugenol-ethanol-air merupakan system terner yang mempunyai satu pasang


komponen yang hanya terlarut sebagian.
 Eugenol dan air dapat terlarut secara sempurna ada ethanol.
 Sedangkan eugenol hanya terlarut sebagian pada air.
 Pada kondisi setimbang akan terbentuk dua fase dengan pasangan sebagai berikut:
o Eugenol (A) – Ethanol (B)  terlarut sempurna
o Ethanol (B) – Air (C)  terlarut sempurna
o Eugenol (A) – Air (C)  terlarut sebagian
- Variabel yang Berpengaruh pada Kesetimbangan Cair-Cair
 Pada kesetimbangan fase cair-cair, properti yang berpengaruh terhadap kelarutan
adalah:
o Konsentrasi
o Temperature  sangat sensitive terhadap perubahan temperature. Perubahan
temperature dapat berpengaruh pada kelarutan masing-masing komponen
dalma sitem.
o Impuritis
o Tekanan  pengaruh tekanan dibawah 20 bar terhadap kesetimbangan sangat
kecil (Sorensen, 1980)
 Pada system biner, pengaruh temperatur terhadap komposisi dapat dilihat pada kurva
kelarutan system cair-cair sebagai fungsi temperature pada tekana konstan, sbb:

LLE dapat terjadi pada rentang temperature TL dan TU

Pada temperature T < TU dan T > TU hanya terjadi satu fase


pada rentang keseluruhan komposisi.

TU : Temperatur UTCS (Upper Critical Solution Temperature),


yaitu temperature maksimum dimana masih terbentuk dua
fase.

TL : Temperatur LTCS (Lower Critical Solution Temperature),


yaitu temperature terendah dimana masih terbentuk dua
fase.

 Pada system terner, bentuk diagram fase sangat dipengaruhi oleh temperature.
 Untuk dapat mengetahui pengaruh temperature pada system terner, dapat dilakukan
dengan membuat korelasi secara matematis koefisien aktifitas sebagai fungsi
temperature.
 Berdasarkan persamaan korelasi tersebut dapat dilakukan interpolasi maupun
ekstrapolasi pada berbagai temperature, kemudian digambarkan kurva bimodal pada
masing-masing temperature.
 Korelasi model UNIQUAC dan NRTL dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh
temperature terhadap kesetimbangan terner.

Anda mungkin juga menyukai