Anda di halaman 1dari 5

DILEMA ABORSI

Seorang perempuan berusia 33 tahun G6P5A0 datang ke praktik dokter layanan primer ditemani oleh
suaminya. Dari pemeriksaan didapatkan usia kehamilan 3 minggu dan normal. Suami tidak bekerja dan
meminta dokter untuk menggugurkan kandungan istrinya, namun istrinya ingin mempertahankan
kandungannya. Istri sudah pernah meminta untuk ikut program KB setelah anak kedua lahir namun
suami menolak.

Tugas: Apa yang sebaiknya dokter lakukan dengan mempertimbangkan aspek bioetika dan hukum
kesehatan?

Home

Headline

Terpopuler

Kanal

Fokus

Kesehatan

Mengenal Risiko dan Dampak Aborsi

Jum'at, 25 Oktober 2019 - 09:33 | Views: 505.62k

DR Erna Bayu D.CL, aktivis kesehatan, pendidikan dan kebudayaan (FOTO: ilustrasi: alodokter.com)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Penghentian kehamilan dengan alasan apapun sebelum hasil konsepsi
dapat bertahan hidup di luar kandungan ibunya, secara etimologi, aborsi adalah menggugurkan anak,
sehingga ia tidak hidup.

Secara terminologi, aborsi adalah praktek seorang wanita yang menggugurkan janinnya baik dilakukan
sendiri ataupun orang lain. Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah “abortus.” Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh.

Macam–macam Aborsi:

Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:

1. Aborsi Spontan/Alamiah

2. Aborsi Buatan/Sengaja

3. Aborsi Terapeutik/Medis.

Aborsi spontan/alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang
baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.

Aborsi buatan/sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu
akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini
dokter, bidan atau dukun beranak).

Aborsi terapeutik/medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit
jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi
ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.

Aborsi Dalam Perspektif Medis

Pandangan medis, aborsi (abortus atau abortion) yang dibolehkan adalah abortus berdasarkan indikasi
medis (abortus artificialis therapicus). Selebihnya, aborsi yang dilakukan tanpa indikasi medis
dikategorikan sebagai abortus kriminal (abortus provocatus criminalis). Adapun indikasi medis yang
dimaksudkan adalah berdasarkan kesehatan ibu yang dibatasi pengertiannya pada jiwa ibu. Bila
keselamatan jiwa ibu terancam dengan adanya kehamilan itu, aborsi dapat dilakukan. Pengertian ini
kemudian diadopsi dalam KUHP dan menjadi dasar penghukuman bagi siapa saja yang melakukan aborsi
dan diancam hukuman penjara.

Ancaman ini tidak saja tertuju pada si wanita yang bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat
termasuk para bidan/dokter, juru obat, maupun orang yang menganjurkan aborsi. Dari sini jelas bahwa
persepsi hukum dan medis adalah menghargai kehidupan sejak masa konsepsi hingga aborsi yang
dilakukan sejak dini sekalipun dianggap identik dengan pembunuhan.

Praktek fetuscid ini di luar negeri juga dilarang keras. Praktek aborsi yang terjadi sering kali dilakukan
oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kompetensi, sehingga menimbulkan bahaya bagi ibu yang
mengandungnya dan bagi masyarakat umumnya.

Risiko Aborsi

Risiko kesehatan dan keselamatan secara fisik

Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa risiko yang akan dihadapi
seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd
yaitu:

(1) Kematian mendadak karena pendarahan hebat.

(2) Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.

(3) Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.

(4) Rahim yang sobek (Uterine Perforation).

(5) Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.

(6) Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita).


(7) Kanker indung telur (Ovarian Cancer).

(8) Kanker leher rahim (Cervical Cancer).

(9) Kanker hati (Liver Cancer).

(10) Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya.

(11) Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy). Infeksi rongga panggul
(Pelvic Inflammatory Disease).

(12) Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis).

Resiko gangguan psikologis.

Resiko kesehatan mental.

Aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki risiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang
wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang
wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-
Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di
dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).

Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994). Dasarnya seorang
wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:

(1) Kehilangan harga diri (82%).

(2) Berteriak-teriak histeris (51%).

(3) Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%).


(4) Ingin melakukan bunuh diri (28%).

(5) Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%).

(6) Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%).

Di luar hal-hal tersebut di atas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah
yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya. Perasaan itu muncul hingga alam bawah
sadarnya. Mimpi kehadiran seorang anak kecil adalah hal yang biasa, namun sangat mempengaruhi
perasaannya setelah terbangun, dan terkadang cukup mengganggu aktifitas kesehariannya.

Dampak Tindakan Aborsi

Timbul luka-luka dan infeksi-infeksi pada dinding alat kelamin dan merusak organ-organ di dekatnya,
seperti kandung kencing atau usus.

Robek mulut rahim sebelah dalam (satu otot lingkar). Hal ini dapat terjadi karena mulut rahim sebelah
dalam bukan saja sempit dan perasa sifatnya, tetapi juga kalau tersentuh, maka ia menguncup kuat-
kuat. Kalau dicoba untuk memasukinya dengan kekerasan maka otot tersebut akan menjadi robek.

Dinding rahim bisa tembus, karena alat-alat yang dimasukkan ke dalam rahim.

Terjadi pendarahan. Biasanya pendarahan itu berhenti sebentar, tetapi beberapa hari kemudian/
beberapa minggu timbul kembali. Menstruasi tidak normal lagi selama sisa produk kehamilan belum
dikeluarkan dan bahkan sisa itu dapat berubah. (*)

Anda mungkin juga menyukai