Dinamika Stok Ikan Biji Nangka
Dinamika Stok Ikan Biji Nangka
PENDAHULUAN
Latar Belakang
pengkajian stok adalah untuk melangkah lebih jauh dari berbagai prediksi
sebelum ditangkap. Pengkajian stok berperan penting dalam berbagai hal untuk
ikan demersal. Sebagai ikan konsumsi, ikan ini bernilai kurang ekonomis
sebagai bahan baku pakan dalam budidaya udang dan ikan. Ikan biji nangka di
ikan biji nangka (famili Mullidae) berkisar 40-60 m. Hasil survei dengan trawl
oleh Direktorat Jenderal Perikanan di perairan sekitar Bengkulu, Selat Sunda dan
yang dangkal (10-39 m), meskipun teftangkap juga pada kedalaman antara 100-
159 m dan 190-300 m. Akan tetapi di perairan dalam hasil tangkapannya sedikit.
Kebanyakan ikan biji nangka hidup di dasar perairan dengan jenis substrat
berlurnpur atau lumpur bercampur dengan pasir, namun ditemukan pr-rla adanya
ikan biji nangka yang mencari makan sampai di daerah karang (Sjafei, 2001).
Pada sirip dorsal ikan biji nangka terdapat 8 jari-jari keras dan 9 jari-jari
lemah, sirip anal terdapat 1 jari-jari keras dan 7 jari-jari lemah, sirip pektoral
terdapat 15-16 jari-jari lemah. Jumlah sisik pada lateral line sebanyak 34-37 buah
sisik (hingga pada pangkal ekor). Tubuh tertutup oleh sisik stenoid. Tinggi badan
pada sirip pertama hingga sirip terakhir bagian dorsal kurang lebih 29-30 % dari
panjang standarnya (SL), tinggi pada bagian ekor hingga peduncle sekitar 11-12
% dari panjang standarnya, dan tinggi maksimum kepala adalah 23-35 % dari
panjang standarnya. Panjang maksimum ikan biji nangka yang tertangkap di alam
Umur ikan bisa ditentukan dari sebaran frekuensi panjang melalui analisis
kelompok umur karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk
dan menggunakan modus panjang kelas tersebut bisa diketahui kelompok umur
mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar berdasarkan kelas-kelas interval dan
3
untuk dibaca dan dipahami sebagai bahan informasi. Tabel Distribusi Frekuensi
disusun bila jumlah data yang akan disajikan cukup banyak, sehingga apabila
disajikan dengan menggunakan tabel biasa menjadi tidak efektif dan efisien serta
pertumbuhan ikan dari panjang minimum sampai panjang maksimum dari dua
jumlah total ikan yang mati karena semua factor baik factor alami maupun faktor
penangkapan (Pauly, 1984): Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi
adalah 0,5. Sehingga jika nilai eksploitasi lebih dari 0,5 maka dapat dikatakan
Tujuan Penelitian
1) Menduga pertumbuhan, laju mortalitas, dan laju eksploitasi ikan biji nangka.
2) Menentukan Hubungan Panjang bobot tubuh dan Faktor kondisi ikan biji
Utara Jawa.
Manfaat Penelitian
pertumbuhan, kisaran ukuran panjang ikan biji nangka yang tertangkap, hubungan
panjang bobot, mortalitas serta status stok ikan biji nangka yang dapat digunakan
Utara Jawa.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Biji Nangka memiliki bentuk tubuh dengan ukuran kepala yang
relatif kecil serta mulut ramping yang moncong dan terdapat sepasang sungut
pada dagunya. Pada sirip dorsal berwarna coklat tua pada ujungnya. Pada tulang
punggung kedua sampai keempat kira-kira setengah dari panjang tubuh berwarna
merah muda, warna putih pada perut, dan terdapat dua garis kuning mengkilat
pada kedua sisi tubuh. Sirip anus (anal) dan sirip dada berwarna pucat. Warna
sirip ekor (caudal) kuning dan berbentuk cagak. Ikan Biji Nangka menmiliki
beberapa ciri khas, pada sirip dorsal ikan Biji Nangka terdapat 8 jari-jari keras dan
9 jari-jari lemah, sirip anal terdapat 1 jari-jarikeras dan 7 jari-jari lemah, sirip
pektoral terdapat 15-16 jari-jari lemah. Jumlah sisikpada lateral line sebanyak 34-
37 buah sisik (hingga pada pangkal ekor). Tubuhtertutup oleh sisik stenoid.
Tinggi badan bagian dorsal kurang lebih 29-30 % dari panjang standarnya (SL),
tinggi padabagian ekor hingga peduncle sekitar 11-12 % dari panjang standarnya,
6
(Syamsiyah, 2010).
diperoleh ukuran pertama kali ikan Kuniran matang gonad sebesar 120 mm (ikan
jantan) dan 125 mm (ikan betina) spesies ikan yang sama (U. moluccensis) di
perairan Teluk Jakarta memperoleh ukuran pertama kali ikan Biji Nangka matang
gonad sebesar 173 mm (ikan jantan) dan 155 mm (ikan betina). Ukuran pertama
kali matang gonad ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk Antalya, Turki sebesar
110 mm untuk ikan betina dan 105 mm untuk ikan jantan. Ikan Biji Nangka
pertama kali matang gonad ikan kuniran betina dan jantan adalah 110 mm
(Husna, 2012).
(schooling), hidup di perairan payau dan laut pada kedalaman rata-rata 10-90
Biji Nangka hidup di dasar perairan dengan jenis substrat berlumpur dengan pasir,
namun ditemukan pula adanya ikan Biji Nangka yang mencari makan sampai di
daerah karang, ikan Biji Nangka dapat menjadi bottom feeder (pemakan biota
yang berada di dasar perairan) yang baik dengan jenis substrat berpasir (white
melintang bagian depan punggung, serta ukuran maksimum tubuhnya yang dapat
makanan ikan Biji Nangka adalah 59,49% jenis udang, 14,51% ikan-ikan kecil,
dan 13,51% moluska. Ikan Biji Nangka (Mullidae) termasuk ke dalam jenis ikan
demersal. Sebagai ikan konsumsi, ikan ini bernilai kurang ekonomis dibandingkan
beberapa jenis ikan demersal lainnya. Ikan ini banyak digunakan sebagai bahan
baku pakan dalam budidaya udang dan ikan. Ikan Biji Nangka tersebar hampir di
rendah dan gerak ruaya juga tidak terlalu jauh. Sehingga dari ciri-ciri yang
dimiliki tersebut, kelompok ikan demersal cenderung relatif rendah daya tahann
(Triana, 2011).
yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan sumber daya perikanan, misalnya
dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar ikan–ikan yang tertangkap hanya
mengetahui variasi berat dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau
pertumbuhan panjang lebih besar daripada pertumbuhan bobot. Jika nila b sama
bobot antara ikan jantan dan betina sebaiknya dipisahkan, karena umumnya
terdapat perbedaan hasil antara ikan jantan dan ikan betina (Damayanti, 2010).
ikan itu sendiri, kondisi perairan, jenis ikan, tingkat kematangan gonad, tingkat
koefisien regresi (b) dari persamaan hubungan panjang total dengan bobot tubuh
cepat dari pertambahan bobot tubuh dengan derajat hubungan yang sangat kuat
sekali dengan nilai r antara 0,903 –0,907. Berarti besar sekali pengaruh
pertambahan panjang total terhadap pertambahan bobot tubuh yaitu sebesar 81,5 –
82,3 %,sedangkan sisanya merupakan faktor lingkungan dimanat hitung > t table
nilai konstanta b hubungan panjang berat ikan tersebut. Jika b=3, maka
pertambahan berat). Jika b≠3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik
umumnya antara 0,5-2,0 untuk pola pertumbuhan isometrik (Wujdi et al., 2012).
Faktor Kondisi
atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu hal
relatif populasi ikan atau individu tertentu. Berat relatif (Wr) dan koefesien (K)
faktor kondisi di gunakan untuk mengevaluasi faktor kondisi dari setiap individu.
Berat relatif (Wr) di tentukan berdasarkan persamaan Rypel & Richter (2008)
ikan, dan Ws adalah berat standar yang diprediksi dari sampel yang sama karena
adalah panjang (mm) dan -3 adalah koefesien panjang untuk memastikan bahwa
gonad juga dapat dipengaruhi oleh bobot makanan yang terdapat dalam saluran
pencernaan. Selain itu ukuran dan umur ikan serta kondisi lingkungan dimana
ikan itu berada dapat juga mempengaruhi nilai faktor kondisi ikan. Nilai faktor
kondisi (kemontokan ikan) akan bervariasi untuk setiap spesies ikan. Bahwa ikan
Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi
kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Penggunaan nilai faktor kondisi
daging ikan yang tersedia untuk dapat dimakan. Ikan-ikan yang badannya kurang
pipih atau montok memiliki harga K berkisar antara 1-3. perbedaan nilai faktor
Distribusi Frekuensi
mempelajari biologi ikan, fisiologi, ekologi, dan merupakan dasar yang digunakan
untuk mengetahui informasi tentang faktor kondisi ikan serta mendeterminasi sifat
pertumbuhan ikan apakah isometrik atau alometrik. Hubungan panjang dan bobot
juga dapat digunakan untuk mendeterminasi bobot dan biomassa jika hanya
pertumbuhan dari daerah yang berbeda. Analisis hubungan panjang dan bobot
dimaksudkan untuk mengukur variasi bobot harapan untuk panjang tertentu dari
lain dari analisis hubungan panjang dan bobot yaitu dapat digunakan untuk
melakukan estimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness,
perbandingan bentuk tubuh dari kelompok ikan yang berbeda. Data ikan
membantu untuk menentukan hubungan secara matematik antara dua variabel dan
menghitung variasi dari berat pada panjang setiap individu ikan. Dalam
penelitian dasar maupun aplikasi. Adapun informasi data hubungan panjang dan
berat ikan dapat dimanfaatkan untuk manajemen dan konservasi suatu perairan
(Sasmita, 2018).
sangat berhubungan dengan berat tubuh. Hubungan panjang dengan berat seperti
hubungan kubik yaitu bahwa berat sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Namun,
hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan
panjang ikan berbeda-beda. Hubungan panjang dan berat dihitung dalam suatu
12
bentuk rumus yang umum yaitu: w= aLb Dimana: W = Berat L = Panjang a & b =
dan berat rumus berat dan panjang ditranformasikan ke dalam logaritma, maka
Kohort
panjang. Kohort adalah sekelompok individu ikan dari jenis yang sama dan
berasal dari tempat pemijahan yang sama. Terdapat 4 kohort, ikan tongkol
ikan pelagis kecil memiliki kohort umumnya lebih dari satu. Jumlah kohort lebih
dari dua pada penelitian ini bisa saja terjadi, tetapi pada kohort dengan ukuran
panjang yang kecil (ikan-ikan muda) masih belum tertangkap nelayan pukat
cincin. Pola rekrutmen pertama yang puncaknya terjadi pada bulan Februari
diduga berasal dari pemijahan bulan Juni–Juli pada tahun sebelumnya, sedangkan
rekrutmen kedua yang puncaknya terjadi pada bulan Juli diduga berasal dari
musim pemijahan pada bulan Februari pada tahun yang sama. Terjadinya
rekrutmen sebanyak dua kali dalam setahun menyebabkan sumber daya ikan
frekuensi panjang ikan umumnya berasal dari umur yang sama dan cenderung
terdapat pada paket program Fisat II dapat menggambarkan jumlah kohort dari
dan hal ini menunjukkan terdapat tiga kohort atau generasi yang hidup bersama
dalam satu waktu di lingkungan perairan yang sama. Menurut Suwarso dan
sekelompok individu ikan dari jenis yang sama yang berasal dari pemijahan yang
panjang atau ukuran suatu organisme yang merupakan selisih dari dua proses
sangat berperan penting dalan model von bertalanffy. Sementara asumsi koefisien
diganti dengan fungsi yang bervariasi menurut waktu yaitu b(t), maka akan
memberikan realisme biologi tambahan dari model von bertalanffy ke dalam suatu
(Anisyah, 2016).
rumus ini digunakan untuk menunjukkan pertumbuhan panjang ikan pada umur
satu tahun lebih muda, artinya pertumbuhan ikan pada umur tertentu tidak
ikan pada saat umur t (satuan waktu) L∞ = Panjang maksimum secara teoritis
pertumbuhan pada fase awal hidupnya lambat kemudian cepat lalu kembali
lambat. Titik inflasi pada kurva yaitu titik perubahan fase penaikan ke fase
populasi dari berbagai kelompok umur yang diambil dari tahun ke tahun, dimana
pengukuran dilakukan pada setiap tahun. Antara satu titik dengan titik yang
Mortalitas
terdiri dari mortalitas alami dan mortalitas penangkapan. Mortalitas alami
peristiwa seperti kematian, predasi, penyakit, dan usia tua. Laju mortalitas
dan L∞. Ikan yang pertumbuhannya (K) tinggi mempunyai nilai M tinggi
berkaitan dengan nilai L∞ karena pemangsa ikan besar lebih sedikit daripada
terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan. Laju mortalitas penangkapan
Laju eksploitasi (E) merupakan bagian dari suatu kelompok umur yang
akan ditangkap selama ikan tersebut hidup, sehingga laju eksploitasi juga
total ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alami maupun faktor
(F) sama dengan laju mortalitas alami (M) atau laju eksploitasi (E) sama dengan
0.5. Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui
(Syamsiyah, 2010).
Laju eksploitasi optimal sumber daya ikan sebesar 0,5 yang berarti
lebih besar dari 0,5 mengindikasikan bahwa laju eksploitasi sumber daya ikan
Rekomendasi Pengelolaan
Pengelolaan sumberdaya ikan saat ini sangat minim dukungan data ilmiah
Sumberdaya ikan selar dapat tetap lestari apabila dilakukan pengelolaan dengan
baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengelola sumberdaya ikan
16
yang berkelanjutan. Sumberdaya ikan selar saat ini dalam kondisi terancam karena
terus menerus ditangkap oleh nelayan sepanjang tahun (Santoso et al., 2017).
tentang aspek biologi memiliki arti penting sebagai upaya dalam pengelolaan
Beberapa aspek biologi yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi ukuran ikan
yang tertangkap yakni panjang minimum dan maksimum, ukuran pertama kali
matang gonad (Lm), ukuran pertama kali ikan tertangkap (Lc), tipe pemijahan,
METODE PENELITIAN
secara geografis pada 060 53’ 30.81” LS dan 1120 17’ 01.22” BT. Pengumpulan
data primer dilakukan pada tanggal 7 Februari 2010 sampai 27 Maret 2010.
sampai dengan bulan Februari 2010. Peta lokasi daerah penangkapan ikan biji
nangka (U. sulphureus Cuvier, 1829) di Perairan Utara Jawa yang didaratkan di
panjang dan bobot ikan contoh dengan interval waktu 8 hari selama 2 bulan,
contoh ikan biji nangka yang digunakan sebanyak 1 050 ekor. Ikan biji nangka
contoh, ikan biji nangka yang ditangkap di daerah Bawean. Proses pengambilan
ikan contoh dilakukan secara acak dari beberapa nelayan yang ada. Panjang ikan
biji nangka yang diukur adalah panjang total menggunakan meteran dengan
ketelitian 1 mm. Sedangkan bobot ikan biji nangka ditimbang dengan timbangan
dengan ketelitian 0.1 gram. Pengambilan contoh ikan biji nangka di PPN
Brondong.
dan wawancara terhadap nelayan ikan biji nangka. Informasi yang diperoleh dari
hasil wawancara berupa data unit penangkapan ikan biji nangka (pemilik, mesin,
kapal, nelayan atau anak buah kapal dan alat tangkap), kegiatan operasi,
Analisis Data
suatu spesies ikan. Penentuan analisis hubungan panjang dan bobot dapat
W = aLb
Keterangan:
Pola hubungan panjang dan bobot dapat diduga dari nilai konstanta b
dengan hipotesis:
pertumbuhan bobot).
t hitung =|3|
S
Faktor kondisi
dan betina yang sudah diketahui pola pertumbuhan dari nilai b hubungan
panjangdan bobot. Pola pertumbuhan ikan isometrik (b=3), maka analisis faktor
FK = W10^5
20
aLb
Keterangan:
K = faktor kondisi
Faktor kondisi ikan jika pola pertumbuhan allometrik (b<3 atau b>3),
FK= W
aLb
Keterangan:
K = faktor kondisi
gonad dilakukan dengan pengamatan perubahan yang terjadi pada gonad (FAO
1974). Penentuan IKG dilakukan dengan rumus (Effendie 1979) sebagai berikut:
Keterangan:
bercampur) adalah fungsi Boer (1996), fungsi objektif yang digunakan dalam
Keterangan:
fi = frekuensi ikan biji nangka pada kelas panjang ke-i (i = 1, 2, ...,N).
µj = rata-rata panjang kelompok umur ke-j.
sj = simpangan baku panjang kelompok umur ke-j.
Pj = proporsi ikan biji nangka dalam kelompok umur ke-j (j =1, 2, .., G).
dengan ketentuan:
tengah dan simpangan baku merupakan titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi
Parameter Pertumbuhan
berikut:
Keterangan:
t0 = umur ikan biji nangka pada saat panjang ikan sama dengan nol (bulan)
Antilog
23
Keterangan:
xk = nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad
qi =1–p
digunakan untuk menduga ukuran pertama kali ikan kembung tertangkap dengan
formula:
Keterangan:
SL = nilai dugaan
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan
berdasarkan data komposisi panjang, sehingga diperoleh persamaan sebagai
berikut:
Keterangan:
M = mortalitas alami
F= Z-M
E= F
F+M
Keterangan:
Z = mortalitas total
Hasil
93%. Hal tersebut menunjukkan bahwa model dugaan mampu menjelaskan data
sebesar 93 %. Pola pertumbuhan ikan biji nangka yang di tangkap di Pantai Utara
Jawa Timur adalah allometrik negatif, artinya pertumbuhan panjang lebih cepat
Tabel 1. Hubungan panjang bobot ikan biji nangka pada setiap pengambilan
ke-
1 07 Februari 2010 2,52 0.89 allometrik negatif
bobot.
27
Ikan biji nangka yang diamati selama penelitian berjumlah 1 050 ekor.
Hasil sebaran frekuensi panjang ikan biji nangka pada setiap pengambilan contoh
Kohort
contoh II, III, dan IV diperoleh empat kelompok ukuran panjang. Pengambilan
Tabel 2. Sebaran kelompok ukuran ikan biji nangka di Perairan Utara Jawa
pertumbuhan (K) dan panjang infinitif (L∞,) serta umur teoritis ikan pada saat
Parameter Nilai
K (per tahun) 0.28
L ∞ (mm) 313.43
to (tahun) -0.55 -0.55
30
Lt=313.43(1-e (0.28(t+0.55))
(Gambar 9) diperoleh dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang total ikan
mortalitas penangkapan dan mortalitas alami. Laju mortalitas total (Z) adalah
penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M).
Ketiga jenis mortalitas tersebut perlu dianalisis. Pendugaan mortalitas total (Z)
ikan biji nangka dilakukan dengan kurva hasil penangkapan yang dilinierkan
berbasis data panjang (length converted catch curve), seperti yang disajikan pada
Gambar 7.
31
Gambar 7. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang : titik
diperoleh dugaan laju mortalitas total (Z) = -b. Dugaan mortalitas alami (M) ikan
biji nangka dihitung menggunakan persamaan Pauly (1984) dengan nilai T yaitu
rata-rata suhu perairan Pantai Utara Jawa Timur sebesar 28.4 0C. Menurut Pauly
perairan selain faktor panjang maksimum secara teoritis (L∞) dan laju
pertumbuhan (K). Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan
Tabel 4. Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan biji nangka di Peariran Utara
Jawa
Pembahasan
W = 0.0001 L2.47 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 93%. Hal tersebut
pertumbuhan ikan biji nangka yang di tangkap di Pantai Utara Jawa Timur adalah
ini sesuai dengan Wudji et al (2012) yang menyatakan bahwa untuk mengetahui
pola pertumbuhan ikan dapat ditentukan dari nilai konstanta b hubungan panjang
pertambahan beratnya.
Ikan biji nangka yang diamati selama penelitian berjumlah 1 050 ekor.
umur ikan. Hal ini disebabkan histogram frekuensi panjang ikan dapat
33
menurut sebaran normal. Jumlah ikan yang diambil berbeda beda setiap bulannya
modus kelas panjang dari pengambilan contoh I hingga pengambilan contoh VII.
ukuran baru pada setiap pengambilan contoh yang dilakukan. Pergeseran tersebut
ukuran baru di bagian kiri, hal ini diduga adanya individuindividu baru yang
tertangkap berkisar 170-175 mm dan 200-205 mm, sedangkan panjang ikan yang
paling sedikit tertangkap berkisar 80-85 mm. Panjang maksimum ikan yang
diamati berdasarkan pengambilan contoh di PPN Brondong adalah 300 mm, hal
ini sesuai dengan Munro (1967) in Fahmi (2002) yang menyebutkan bahwa ikan
Kohort
ukuran panjang atau 3 kohort. Pengambilan contoh II, III, dan IV diperoleh empat
tiga kelompok ukuran panjang atau 3 kohort. Dan pada pengambilan contoh VII
umur atau kohort tersebut merupakan adanya generasi yang hidup bersama dalam
satu waktu di lingkungan perairan yang sama Hal ini sesuai dengn Utami et al
terdapat tiga kelompok umur dan hal ini menunjukkan terdapat tiga kohort atau
generasi yang hidup bersama dalam satu waktu di lingkungan perairan yang sama.
Menurut Suwarso dan Hariati (2002) yang menyatakan bahwa kelompok ukuran
(kohort) yaitu sekelompok individu ikan dari jenis yang sama yang berasal dari
pertumbuhan (K) dan panjang asimtotik (L∞) serta umur teoritis ikan pada saat
panjang sama dengan nol (t0). Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy yang
pertumbuhan (K) sebesar 0,28 per tahun serta nilai t0 didapatkan secara empiris
yaitu -0,55.
Laju Eksploitasi
0,32; 1.86; dan 2,18 pertahun. Kurva hasil tangkapan dalam menduga nilai Z.
Perhitungan nilai Z yang didasari nilai R 2 terbesar pada analisis regresi. Nilai
dugaan kematian karena penangkapan (F) sebesar 1.86 pertahun diperoleh dari
Nilai dugaan Mortalitalis total (Z) dari penelitian ini sebesar 2,18 pertahun
terlihat lebih kecil dari nilai dugaan Z yang diperoleh Oktaviani (2013), yaitu 2,18
35
pertahun. Hal ini akibat dari kematian karena penangkapan yang tinggi dari ikan
kembung (F = 1.72 pertahun) yang diperoleh dari penelitian ini. Menurut Gulland
apabila nilai F = M, yaitu Eopt = 0,5. Hal ini sesuai dengan Octoriani (2013) yang
menyatakan bahwa laju eksploitasi optimal sumber daya ikan sebesar 0,5 yang
yang lebih besar dari 0,5 mengindikasikan bahwa laju eksploitasi sumber daya
bahwa sudah terlihat adanya gejala tangkap lebih di perairan. Kondisi tersebut
kegiatan penangkapan.
Rekomendasi Pengelolaan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terdapat dua garis besar
Jawa bagian timur, yaitu pengontrolan ukuran ikan biji nangka yang tertangkap
Terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengontrol ukuran ikan biji
nangka yang tertangkap. Pertama, memodifikasi alat tangkap yang digunakan agar
lebih selektif sehingga ikan-ikan yang berukuran kecil dan ukuran pertama kali
b. Pengontrolan jumlah upaya penangkapan ikan biji nangka. Laju eksploitasi ikan
eksploitasi.
36
Kesimpulan
1. Ikan biji nangka (U. sulphureus Cuvier, 1829) di Perairan Utara Jawa memilki
Utara Jawa melalui pengontrolan ukuran ikan biji nangka yang tertangkap
dengan dua pendekatan, yaitu pengaturan ukuran mata jaring bagian kantong
pada alat tangkap dogol dan tidak melakukan kegiatan penangkapan pada
musim pemijahan.
Saran
kajian mengenai dinamika stok ikan biji nangka di Perairan Utara Jawa dengan
pendekatan bioekonomi, diperlukan juga kajian yang sama pada musim berbeda
DAFTAR PUSTAKA
Octoriani, W., A. Fahrudin dan M. Boer. 2015. Laju Eksploitasi Sumber Daya
Ikan yang Tertangkap Pukat Cincin di Selat Sunda. Jurnal Marine
Fisheries. 6 (1): 69-76.
Pulungan, C. P., Indra J. Z., Sukendi dan Mansyurdin. 2012. Sebaran Ukuran,
Hubungan Panjang-Berat dan Faktor Kondisi Ikan Pantau Janggut
(Esomus metallicus AHL) di Sungai Tenayan dan Tapung Mati, Riau.
Jurnal Perikanan dan Keluatan. 17 (2).
Sasmita, S., N. Pebruwanti Dan I. Fitrani. 2018. Distribusi Ukuran Ikan Teri Hasil
Tangkapan Jaring Puring Di Perairan Pulolampes, Kabupaten Brebes
Jawa Tengah. Journal of Fisheries and Marine Science. 2(2).