Anda di halaman 1dari 6

Rumah Adat Bantaya

(Gambar 1: Gerbang Rumah Adat Bantaya)

Rumah adat bantaya adalah rumah adat tradisional yang biasa masyarakat sebut dengan
rumah Romu Dea. Sejarah dari rumahadat tersebut paling dikenal bagian strukturnya
yaitu dari tiang rumah adatnya yaitu dari “Batang Rica”. Rumah adat Bantaya ini berada
di Desa Balane Kecamatan Kinovaru Kabupaten Sigi. Rumah adat tersebut membentuk
model rumah panggung dengan gaya Arsitektur yang sangat tradisional pada era tahun
80-an. Tiang yang digunakan rumah adat tersebut belum pernah sama sekali diganti
dengan kayu lain, model atap yang digunakan pada rumah adat tersebut model atap
plana.

Bentuk bangunan Baruga / Bantaya adalah biasa saja, bangunan ini hanyalah sebuah
rumah panggung yang panjang. Ruangannya terbuka tanpa kamar, punya pintu dan
tangga di bagian depan samping kiri dan samping kanan atau sering juga dibagian
belakang. Dinding setinggi pinggang, lantainya rata. Konstruksi bangunan sama saja
dengan rumah-rumah kampung yang ada sekarang tanpa dapur.
Ditinjau dari segi bangunan, disepanjang sejarah Baruga bukanlah tempat
dilaksanakannya upacara adat, sebaiknya hanya merupakan bangunan yang berfungsi
sosial. Istilah "baruga" hanya dikenal didaerah suku Pamona, sedang didaerah lain
dikenal dengan nama Bantaya.
Ada dua macam bantaya dilihat dari sifatnya, yaitu:
1. Yang bersifat sementara: didirikan disaat keluarga bangsawan mengadakan
pesta yaitu sebuah bangunan yang disediakan untuk menampung para tamu, jadi
Bantaya hanyalah berupa bangunan tambahan sementara, dan akan segera dibongkar
bila pesta telah selesai.
2. Yang bersifat tetap: adalah hasil swadaya masyarakat yang ditujukan untuk
maksud-maksud sosial, seperti;
o pesta keramaian kampung
o tempat berkumpul untuk membicarakan hal-hal yang tidak terlalu
prinsipil karena yang menyangkut masalah adat dilakukan di Lobo
o tempat tinggal sementara kaum musafir dari lain kampong
(Gambar 2: Rumah Adat Bantaya)

Dari segi artistiknya, bagian luar maupun bagian dalam Baruga (bantaya) tidak ada
sedikitpun terdapat hiasan-hiasan, baik ukiran, lukisan atau fariasi-fariasi lainnya.

Acara Adat

“Pongore Tava Kayu”

Pongore Tava Kayu merupakan bahasa dari suku kaili yang berarti Mendirikan Batang Kayu
(Pongore=Mendirikan, Tava=Batang, Kayu=Kayu). Acara Pongore Tava Kayu ini diadakan di
Rumah Adat Bantaya. Acara ini dilaksanakan setiap tahun dimana bermaksud untuk
menghargai pembangunan Rumah Adat Bantaya yang dibangun oleh leluhurnya. Acara adat ini
merupakan tempat berkumpul masyarakat kaili, dimana dalam acara ini ada adat pemanggilan
arwah leluhurnya sebagai keselamatan dan kekuatan atas izin Allah SWT serta adanya
penyembahan sesajen untuk leluhurnya.
Proses acara adat
Proses pelaksanaan adat dimulai dari penjemputan kepala adat dimana disambut dengan
prosesi membaca ritual adat.

(Gambar 3: Proses Penjemputan Kepala Adat)

Pada prosesi penjemputan ini beberapa dari petinggi adat membaca ritualnya. Selain itu
terdapat beberapa orang juga yang melemparkan beras berwarna kuning yang merupakan
bagian dari acara penyambutan kepala adat.

(Gambar 4: Prosesi pelemparan beras kuning)


Dalam proses pelaksanaannya “Pomare taka tava kayu” masyarakat membaca ritual
dengan memanggil para arwah-arwah para leluhur terdahulu untuk datang menyaksikan
acara adat tradisional yang dibuat oleh masyarakat suku kaili da’a desa balane.
Masyarakat setempat percaya bahwa para leluhur datang menyaksikan acara tersebut.

(Gambar 5: Proses Pelaksanaan Pomare Taka Tava Kayu)

Di dalam bangunan ini prosesi adat di pusatkan di tengah-tengah bangunan adat bantaya ini.
Bangunan ini terdiri dari 5 tiang. Di tengah-tengah tiang tersebut terdapat tiang raja yang
terbuat dari batang rica yang merupakan pusat dari prosesi adat ini. Selain tiang raja, terdapat
juga gimba yang di gantung dengan tiga ukuran berbeda yaitu besar, sedang, dan kecil.

Selain dengan membaca ritual, acara ini terdapat juga “Pale Putu” yang berarti tangan yang
buntung. Dalam prosesi ini petinggi adat memukul alat music tradisional yang disebut dengan
gimba atau tambur. Dalam prosesi ini petinggi adat memanggil dengan cara memukul gimba
dengan bergantian.
(Gambar 6: Prosesi Pale Putu)

Setelah adat prosesi pale putu ada juga prosesi pemotongan ayam sebagaimana untuk
menghargai para leluhur dengan memberikan sesajen.

(Gambar 7: Sesajen Untuk para leluhur terdahulu)


TUGAS
RANGKUMAN PADA BANGUNAN TRADISIONAL BANTAYA

Disusun Oleh :

NAMA : NUGROHO PUTRO H.L


STAMBUK : F221 18 128
KELAS :B
MATA KULIAH : TEORI ARSITEKTUR

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ARSITEKTUR


JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2019

Anda mungkin juga menyukai