Anda di halaman 1dari 8

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Sektor jasa merupakan sektor yang semakin memegang peranan besar dan penting di
banyak negara, termasuk Indonesia. Saat ini sektor-sektor jasa menyumbangkan lebih dari
45% nilai tambah perekonomian dan menyerap lebih dari 35% tenaga kerja. Tetapi lebih dari
itu, peran penting sektor jasa dalam perekonomian bukan hanya bersumber dari dampak
langsung sektor jasa melalui proporsinya terhadap PDB atau statistik tenaga kerja, tetapi
juga dari perannya sebagai input antara dan enabler bagi seluruh aktivitas perekonomian.

Menurut Worldbank (2014), sektor jasa tersegmentasi ke dalam beberapa subsektor,


diantaranya pedagang besar dan kecil (termasuk hotel dan restoran), transportasi,
pemerintahan, keuangan, layanan profesional dan layanan personal seperti pendidikan,
kesehatan, dan jasa real estate. Banyaknya variasi bidang pekerjaan di sektor jasa menjadi
salah satu faktor yang mendorong tingginya kontribusi pada perekonomian dan
ketenagakerjaan di Indonesia. Di mana, produk utama sektor jasa adalah jasa atau layanan.
Bedasarkan data Input-Output Indonesia tahun 2005, sektor jasa berkontribusi sekitar 35%
dari total input antara yang dibutuhkan oleh sektor-sektor produksi di Indonesia, dimana
sektor retail dan grosir serta transportasi menjadi sektor jasa yang mendominasi input antara
bagi banyak sektor pengolahan (Duggan, Rahardja and Varela, 2013). Sektor jasa berperan
penting dalam peningkatan daya saing industri dan produk ekspor. Sektor jasa juga menjadi
kunci dalam pengentasan kemiskinan dan pemerataan: sektor logistik dan distribusi yang
berkualitas akan mengurangi disparitas harga antara berbagai lokasi di Indonesia.

Tantangan transformasi global telah mengubah karakter profesi jasa di masa mendatang.
Hal ini yang menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pembangunan. Perlu strategi dan
upaya untuk menghadapi tantangan di masa depan, memperkuat sinergi antara regulator,
tenaga kerja, dan perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik sektor jasa Indonesia?


2. Apa saja kontribusi sektor jasa Indonesia?
3. Bagaimana dimensi sektor jasa Indonesia?
4. Bagaimana perkembangan sektor jasa Indonesia?
5. Apa strategi yang dilakukan dalam rangka pembangunan sektor jasa Indonesia?

1.3 Tujuan Makalah

BAB II
Hasil Kajian/Telaah dan Pembahasan

2.1 Peranan Sektor Jasa Indonesia

Sektor jasa berperan tidak hanya sebagai salah satu sektor produksi dan penyerap
tenaga kerja, tetapi lebih penting lagi sebagai katalis, input antara dan enabler dalam
aktivitas dan pembangunan ekonomi.

Persaingan yang sehat dapat memperbaiki kinerja sektor jasa dan mendorong penyedia
jasa menjadi lebih efisien. Ini terkait dengan reformasi regulasi yang menciptakan
lingkungan usaha yang lebih mendorong persaingan sehat. Diperlukan badan regulasi yang
independen ataupun bebas terhadap berbagai kepentingan yang ada, terutama bebas dari
kepentingan-kepentingan di dalam pemerintah itu sendiri, untuk tiap-tiap sektor jasa.

2.2 Karakteristik Sektor Jasa Indonesia

Menurut ahli ekonomi dunia, Philip Kotler (2015), jasa memiliki 4 sifat atau karakteristik
pokok yang unik. 4 karakteristik jasa yang membedakan dengan produk barang fisik
tersebut adalah:

1. Tidak berwujud (intangibility)


Jasa bersifat intangible, artinya adalah sesuatu yang tidak berwujud. Jasa tidak dapat
dilihat, dirasa, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Jika benda merupakan
obyek, alat atau benda yang bisa dinilai dari bentuk dan fungsinya, maka jasa adalah
suatu perbuatan (pelayanan), kinerja (performance) atau usaha.
2. Tidak dapat dipisahkan (inseparability)
Jasa umumnya dijual dulu baru kemudian diproduksi secara khusus dan dikonsumsi
pada waktu yang bersamaan. Mutu / kualitas dari suatu jasa terjadi pada saat
pemberian jasa.
Interaksi yang terjadi antara penyedia jasa dan konsumen menjadi ciri khusus dan
sangat berpengaruh terhadap mutu dari jasa yang diberikan. Artinya, konsumen juga
terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam proses produksi. Keduanya
mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut.
3. Keragaman (variability)
Jasa bersifat sangat beragam karena merupakan nonstandardized out-put. Artinya
ada banyak variasi jenis dan kualitas tergantung pada siapa (who), kapan (when),
dan di mana (where) jasa tersebut dihasilkan. Ada 3 faktor yang menyebabkan
variabilitas kualitas jasa. Yaitu:
 Kerja sama atau partisipasi pelanggan selama proses penyampaian
 Motivasi penyedia jasa atau karyawan dalam melayani customer
 Beban kerja perusahaan jasa

Para konsumen dewasa ini semakin kritis dan sangat peduli dengan keragaman yang
tinggi ini. Mereka cenderung meminta rujukan dari orang lain sebelum memutuskan
jasa mana yang akan dipilih. Ini menjadi tantangan bagi wirausahawan di bidang
jasa untuk menjaga standard mutu pelayanan jika tak ingin disalip oleh pesaing.

4. Tidak tahan lama (perishability)

Para praktisi bisnis, terutama yang menganut paham street enterpreneur sering
mengabaikan pengetahuan dasar tentang karakteristik jasa atau barang yang dijual.
Mereka menganggapnya hanya sekedar teori untuk konsumsi kaum akademisi saja.
Padahal dengan mengenali sifat atau karakteristik jasa sangat penting sebagai dasar
dalam menyusun desain program pemasaran yang tepat sasaran.

Para praktisi bisnis, terutama yang menganut paham street enterpreneur sering
mengabaikan pengetahuan dasar tentang karakteristik jasa atau barang yang dijual. Mereka
menganggapnya hanya sekedar teori untuk konsumsi kaum akademisi saja. Padahal dengan
mengenali sifat atau karakteristik jasa sangat penting sebagai dasar dalam menyusun desain
program pemasaran yang tepat sasaran.

2.3 Kontribusi Sektor Jasa Indonesia

Peningkatan pesat sektor jasa terjadi sejak 2012. Pada tahun 2018 sektor jasa telah
memberikan sumbangan sebesar 59 persen dalam produk domestik bruto (PDB). Padahal
Indonesia masih tergolong sebagai negara berpendapatan menengah-bawah (lower-middle
income) yang pada umumnya masih bertumpu pada sektor penghasil barang (pertanian,
kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; dan industri manufaktur).

Sejalan dengan peningkatan peranan sektor jasa dalam perekonomian, penduduk yang
bekerja di sektor jasa pun semakin meningkat dan telah melampaui penduduk yang bekerja
di sektor penghasil barang, masing-masing 55 persen dan 45 persen. Keperkasaan sektor jasa
kian mencolok dalam penyerapan kredit perbankan. Pada tahun 2018, kredit perbankan
konvensional ke sektor jasa mencapai 73 persen dari keseluruhan kredit perbankan kapada
pihak ketiga. Sektor jasa pun sudah dominan dalam hal nilai kapitalisasi saham di Bursa
Efek Indonesia (BEI), yaitu 57 persen.

Oleh karena itu pula wajar jika sektor jasa telah menjadi penyumbang penerimaan pajak
yang lebih besar ketimbang sektor penghasil barang, masing-masing 62 persen dan 38
persen.

2.4 Dimensi Sektor Jasa

Kualitas jasa adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang
harus dikerjakan dengan baik. Aplikasi kualitas sebagai sifat dari penampilan produk atau
kinerja merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan
yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin pasar ataupun strategi untuk terus
tumbuh. Keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang
diperlihatkan oleh jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan
pelanggan.

Penilaian tinggi rendahnya kualitas jasa tergantung pada bagaimana pelanggan


merasakan performansi layanan yang diterimanya berada di dalam konteks performansi
layanan yang diharapkannya. Kualitas jasa itu sendiri merupakan evaluasi yang
menggambarkan persepsi pelanggan pada dimensi layanan. Melalui serangkaian penelitian
terhadap berbagai macam industri jasa, Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Tjiptono
berhasil mengidentifikasi lima dimensi pokok service quality yang disusun sesuai urutan
tingkat kepentingan relatifnya, yaitu sebagai berikut:

1. Tangibles (bukti fisik); meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana
komunikasi serta kendaraan operasional. Dengan demikian bukti langsung/wujud
merupakan satu indikator yang paling konkrit. Wujudnya berupa segala fasilitas
yang secara nyata dapat terlihat.
2. Reliability (kepercayaan); merupakan kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Menurut Lovelock, reliability to perform
the promised service dependably, this means doing it right, over a period of time.
Artinya, keandalan adalah kemampuan perusahaan untuk menampilkan pelayanan
yang dijanjikan secara tepat dan konsisten. Keandalan dapat diartikan mengerjakan
dengan benar sampai kurun waktu tertentu. Pemenuhan janji pelayanan yang tepat
dan memuaskan meliputi ketepatan waktu dan kecakapan dalam menanggapi
keluhan pelanggan serta pemberian pelayanan secara wajar dan akurat.
3. Responsiveness (daya tanggap); yaitu sikap tanggap pegawai dalam memberikan
pelayanan yang dibutuhkan dan dapat menyelesaikan dengan cepat. Kecepatan
pelayanan yang diberikan merupakan sikap tanggap dari petugas dalam pemberian
pelayanan yang dibutuhkan. Sikap tanggap ini merupakan suatu akibat akal dan
pikiran yang ditunjukkan pada pelanggan.
4. Assurence (jaminan); mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki pegawai, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-raguan.
Jaminan adalah upaya perlindungan yang disajikan untuk masyarakat bagi
warganya terhadap resiko yang apabila resiko itu terjadi akan dapat mengakibatkan
gangguan dalam struktur kehidupan yang normal.
5. Emphaty (empati); meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi
yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. Empati merupakan individualized
attention to customer. Empati adalah perhatian yang dilaksanakan secara pribadi
atau individu terhadap pelanggan dengan menempatkan dirinya pada situasi
pelanggan.

2.5 Perkembangan Sektor Jasa Indonesia

Pertumbuhan Sektor Jasa Indonesia di Bawah Rata-rata ASEAN. Kelesuan kondisi


ekonomi global sejak tahun 2014 menyebabkan berbagai negara mencari sumber ekonomi
baru. Salah satu sektor yang diperhatikan dan cukup menarik perhatian adalah sektor jasa.
Di Indonesia sendiri, potensi sumbangsih sektor jasa terhadap Gross Domestic Product
meningkat menjadi 56% pada tahun 2014. Selain itu, per tahun 2008 kurang lebih 80% orang
desa dan kota, keluar dari lingkar kemiskinan akibat pendapatan yang diperoleh dari sektor
jasa. Hal tersebut yang menyebabkan adanya optimisme akan potensi sektor ini dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di Indonesia.

Meskipun terjadi peningkatan, secara keseluruhan Indonesia masih memiliki


kekurangan. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura,
Brunai, dan Filipina, rata-rata pertumbuhan sektor jasa di Indonesia masih di bawah negara
ASEAN lain. Hal ini diungkapkan oleh Mari Elka Pangestu, Profesor Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Indonesia dan mantan Menteri Pariwisata dan Menteri Perindustrian
tahun 2011.
“Jumlah rata-rata pekerja dan pertumbuhan sektor jasa masih relatif rendah di Indonesia jika
dibandingkan dengan rata-rata negara ASEAN. Indonesia hanya mengalami pertumbuhan
sebanyak 43%, sedangkan rata-rata ASEAN ada pada titik di atas 50%. Jaraknya sangat
tinggi jika deibandingkan dengan Singapura yang mencapai angka 77%, Malaysia 60% dan
Filipina sebanyak 53%,” ujar Mari.

Rendahnya jumlah pertumbuhan rata-rata sektor jasa dibanding negara ASEAN lainnya
antara lain disebabkan adanya jarak yang cukup besar antara jasa dan perdagangan. Seperti
yang diketahui, sektor jasa saat ini bisa menjadi komoditas yang mampu diperdagangkan.
Apalagi di era global sekarang ini mengakibatkan adanya kemungkinan sektor ini
diperjualbelikan untuk pasar domestik dan internasional. Oleh sebab itu, menjadikan sektor
jasa menjadi lebih bernilai dan punya nilai tambah sangat diperlukan oleh Indonesia.

2.6 Strategi Pembangunan Sektor Jasa Indonesia

Adapun strategi yang dilakukan dalam rangka pembangunan sektor jasa di Indonesia
adalah sebagai berikut:

1. Melakukan lebih banyak lagi investasi di infrastruktur transportasi dan belanja


publik di sektor jasa yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, seperti
pendidikan dan kesehatan;
2. Meningkatkan liberalisasi di sektor jasa yang berhubungan erat dengan
pembangunan inklusif yakni jasa keuangan, telekomunikasi, kesehatan, pendidikan,
dan ritel;
3. Regulasi yang lebih baik dalam mengatur pasar agar dapat mendorong kompetisi
yang sehat, terjaminnya kualitas jasa, dan terlindungnya konsumen;
4. Reformasi perpajakan untuk menciptakan kesetaraan bagi para pelaku usaha;
5. Kebijakan pemerintah terhadap industri untuk mengatasi kegagalan pasar dan
mendorong inovasi;
6. Penguatan kelembagaan dan capacity building;
7. Peningkatan kesetaraan dan perluasan akses ke sektor jasa.

Anda mungkin juga menyukai