Anda di halaman 1dari 31

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN PROSES

PRESSURE CONTROL

DISUSUN OLEH
NAMA / NIM : 1. KARINA NUR EKA PUTRI 17 644 027
2. LINTANG NORFITRIA 17 644 029
3. MUHAMMAD AMJAD FADLIAN 17 644 038
4. INZIRAH 17 644 054
5. EGY TRYSIA YULANDA 17 644 059
KELAS : IV B
KELOMPOK : 6 (ENAM)
PROGRAM STUDI : S1 TERAPAN TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal…………..………… April 2019

Mengesahkan dan Menyetujui


Dosen Pembimbing

Arief Adhiksana, S. ST., M. T


NIP. 19800703 200604 1 013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Mengetahui prinsip kerja dari alat control pressure.
2. Mengetahui pengaruh mode P, PI, PID pada pengendalian tekanan.

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Definisi Pengendalian Proses
Pengendalian proses adalah bagian dari pengendalian secara automatik
yang diterapkan di bidang teknologi proses untuk menjaga kondisi proses
agar sesuai dengan yang diinginkan. Seluruh komponen yang terlibat dalam
pengendalian proses disebut sistem pengendalian atau sistem kontrol.

1.2.2 Jenis Variabel


Jenis variabel yang mendapatkan perhatian penting dalam bidang
pengendalian proses adalah variabel proses (process variable, PV) atau
disebut juga variabel terkendali (controlled variable). Variabel proses adalah
besaran fisik atau kimia yang menunjukkan keadaan proses. Variabel ini
bersifat dinamik artinya nilai variabel dapat berubah spontan atau oleh sebab
lain baik yang diketahui maupun tidak. Diantara banyak macam variabel
proses, terdapat empat macam variabel dasar, yaitu suhu (T), tekanan (P), laju
alir (F) dan tinggi permukaan cairan (L).
Dalam teknik pengendalian proses, titik berat permasalahan adalah
menjaga agar nilai variabel proses tetap atau berubah mengikuti alur
(trayektori) tertentu. Variabel yang digunakan untuk melakukan koreksi atau
mengendalikan variabel proses disebut variabel termanipulasi (manipulated
variable, MV) atau variabel pengendali. Sedang nilai yang diinginkan dan
dijadikan acuan atau referensi variabel proses disebut nilai acuan (setpoint
value, SV). Selain ketiga jenis variabel tersebut masih terdapat variabel lain
yaitu gangguan (disturbance) baik yang terukur (measured disturbance)
maupun tidak terukur (unmeasured disturbance) dan variabel keluaran tak
terkendali (uncontrolled output variable). Variabel gangguan adalah variabel
masukan yang mampu mempengaruhi nilai variabel proses, tetapi tidak
digunakan untuk mengendalikan. Variabel keluaran tak terkendali adalah
variabel keluaran yang tidak dikendalikan secara langsung.

Gambar 1.1 Jenis Variabel dalam Sistem Proses

1.2.3 Jenis Sistem Pengendalian


1. Sistem Pengendalian Simpal Terbuka dan Tertutup
Berdasarkan atas ada atau tidak adanya umpan balik, sistem
pengendalian dibedakan atas sistem pengendalian simpal terbuka (open loop
control system) dan sistem pengendalian simpal tertutup (closed loop control
system).
Sistem pengendalian simpal terbuka bekerja tanpa membandingkan
variabel proses yang dihasilkan dengan nilai acuan yang diinginkan. Sistem
ini bekerja semata–mata bekerja atas dasar masukan yang telah dikalibrasi.
Sebagai contoh sederhana adalah keran air yang terkalibrasi. Sistem
pengendalian terbuka tidak dapat mengatasi perubahan beban atau
gangguangn yang terjadi.
2. Sistem Pengaturan dan Pengendalian
Berdasarkan nilai acuan, sistem pengendalian umpan balik dibedakan
atas dua jenis yaitu sistem pengendalian dengan nilai acuan tetap (dibidang
elektro sering disebut sistem pengaturan) dan sistem pengendalian dengan
nilai acuan berubah (dibidang mekanik sering disebut sistem pengendalian,
sistem servo atau tracking). Tujuan utama sistem pengaturan adalah
mempertahankan agar nilai variabel proses tetap pada nilai yang diinginkan.
Sedangkan pada sistem pengendalian, tujuan utamanya adalah
mempertahankan agar nilai variabel proses mengikuti perubahan nilai acuan.
Dibidang teknologi proses termasuk teknik kimia, meskipun hampir
semuanya bekerja dengan titik acuan tetap tetapi lebih populer dengan istilah
sistem pengendalian dan bukan sistem pengaturan. Hal ini disebabkan karena
istilah pengendalian lebih mencerminkan kondisi dinamik.
3. Sistem Pengendalian Umpan Balik
Prinsip mekanisme kerja sistem pengendalian umpan balik adalah
mengukur variabel proses dan kemudian melakukan koreksi bila nilainya
tidak sesuai dengan yang diinginkan. Ciri utama pengendalian umpan balik
negatif. Artinya jika nilai variabel proses berubah terdapat umpan balik yang
melakukan tindakan untuk memperkecil perubahan itu.

1.2.4 Langkah Pengendalian Proses


Langkah – langkah pengendalian adalah sebagai berikut :
1. Mengukur
Tahap pertama dari langkah pengendalian adalah mengukur atau
mengamati nilai variabel proses
2. Membandingkan
Hasil pengukuran atau pengamatan variabel proses (nilai terukur)
dibandingkan dengan nilai acuan (setpoint)
3. Mengevaluasi
Perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan dievaluasi untuk
menentukan langkah atau cara melakukan koreksi atas perbedaan itu
4. Mengoreksi
Tahap ini bertugas melakukan koreksi variabel proses agar perbedaan
nilai terukur dan nilai acuan tidak ada atau sekecil mungkin.

1.2.5 Instrumentasi Proses


Pelaksanaan keempat langkah pengendalian seperti yang telah
dijelaskan pada point 1.2.5 memerlukan instrumentasi berikut :
a) Unit pengukuran
Bagian ini bertugas mengubah nilai variabel proses yang berupa
besaran fisik atau kimia seperti laju alir, tekanan, suhu, Ph, Konsentrasi dan
sebagainya menjadi sinyal standar yang populer di bidang pengendalian
proses adalah berupa sinyal pneumatik (tekanan udara) dan sinyal listrik. Unit
pengukuran terdiri atas dua bagian besar yaitu :
1. Sensor yaitu elemen perasa yang langsung bersentuhan dengan variabel
proses
2. Transmiter yaitu bagian yang berfungsi mengubah sinyal dari sensor
(gerakan mekanik, perubahan hambatan, perubahan tegangan atau arus)
menjadi sinyal standar
b) Unit pengendali
Bagian ini bertugas membandingkan, mengevaluasi dan mengirimkan
sinyal ke unit kendali akhir. Evaluasi yang dilakukan berupa operasi
matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian,
integrasi dan diferansial. Hasil evaluasi berupa sinyal kendali yang dikirim ke
unit kendali akhir. Sinyal kendali berupa sinyal standar yang serupa dengan
sinyal pengukuran.
c) Unit kendali akhir
Bagian ini bertugas menerjemahkan sinyal kendali menjadi aksi atau
tindakan koreksi melalui pengaturan variabel termanipulasi. Unit ini terdiri
atas dua bagian besar, yaitu aktuator dan elemen kendali akhir. Aktuator
adalah penggerak elemen kendali akhir. Bagian ini dapat berupa motor listrik,
selenoida dan membran pneumatik. Sedangkan elemen kendali akhir biasanya
berupa katup kendali (control valve) atau elemen pemanas.

1.2.6 Diagram blok


Penggambaran suatu sistem atau komponen dari sistem dapat berbentuk
blok (kotak) yang dilengkapi dengan garis sinyal masuk dan keluar. Sinyal
dapat berupa arus listrik, tegangan (voltase), tekanan, aliran cairan, tekanan
cairan, suhu, pH, kecepatan, posisi dan sebagainya. Sinyal yang perlu
digambarkan hanyalah sinyal masuk dan sinyal keluar yang secara langsung
berperan dalam sistem. Sedangkan sumber energi atau massa yang masuk
biasanya tidak digambarkan.
Diagram blok lengkap sistem pengendalian flow digambarkan sebagai
berikut :
W-
r+ e U M+ C
GC GV GP

y-

Gambar 1.2 diagram blok lengkap pengendalian flow

Keterangan gambar :
r+ = nilai acuan atau setpoint value (SV)
e = sinyal galat (error) dengan e = r –y
y = sinyal pengukuran
u = sinyal kendali
M+= variabel termanipulasi
W- = variabel gangguan
C = variabel proses
GC = computer
GV = pompa A
GP = orifice
H = transmiter

1.2.7 Tanggapan transien sistem tertutup


Sistem pengendalian dapat lebih disederhanakan, yaitu dengan
memandang sistem sebagai suatu blok dengan dua masukan (r dan w) dan
satu keluaran (y).

Gambar 1.3 Penyederhanaan sistem pengendalian sebagai satu blok


Jika ke dalam sistem pengendalian terjadi perubahan nilai acuan,
idealnya nilai variabel proses dapat mengikuti nilai acuan baru. Tetapi kondisi
demikian biasanya tidak terjadi. Nilai variabel proses akan mengalami
beberapa kemungkinan perubahan yaitu :
 Tanpa osilasi (overdamped)
 Osilasi teredam (underdamped)
 Osilasi kontinyu (sustained oscillation)
 Tidak stabil (amplitudo membesar)
Keempat tanggapan di atas dibuat dengan memberi masukan berupa
step function yaitu dengan perubahan mendadak dari satu nilai masukan
konstan ke nilai masukan konstan yang lain. Besarnya perubahan tersebut
biasanya paling besar 10 %.Tanggapan tanpa osilasi bersifat lambat namun
stabil. Sedangkan tanggapan osilasi teredam memiliki sedikit gelombang di
awal perubahan, dan selanjutnya amplitudo mengecil dan akhirnya hilang.
Tanggapan ini cukup cepat meskipun sedikit terjadi kestabilan.
Pada tanggapan dengan osilasi kontinyu variabel proses secara terus
menerus bergelombang dengan amplitudo dan frekuensi yang tetap. Terakhir
tanggapan tidak stabil, memiliki amplitudo membesar. Kondisi demikian
sangat berbahaya karena dapat merusak sistem keseluruhan.

Gambar 1.4 Tanggapan sistem pengendalian simpal tertutup pada perubahan nilai
acuan
Dari keempat kemungkinan tadi yang paling dihindari bahkan sama
sekali tidak boleh terjadi adalah tanggapan tidak stabil dengan amplitudo
membesar. Sedangkan tanggapan osilasi kontinyu dalam beberapa hal masih
bisa diterima , meskipun cukup berbahaya.
Perhatian untuk praktisi industri , meskipun variabel proses secara terus
menerus terlihat berayun seperti mengalami osilasi kontinyu, tetapi belum
tentu benar-benar terjadi osilasi dalam sistem pengendalian . Boleh jadi
kondisi demikian memang sifat variabel itu sendiri, misalnya aliran gas atau
turbulensi fluida.

1.2.8 Tujuan pengendalian


1. Hakikat Utama
Hakikat utama tujuan pengendalian proses adalah mempertahankan
nilai variabel proses agar sesuai dengan kebutuhan operasi. Makna dari
pernyataan ini adalah satu atau beberapa nilai variabel proses mungkin perlu
dikorbankan semata – mata untuk mencapai tujuan yang lebih besar, yaitu
kebutuhan operasi keseluruhan agar berjalan sesuai yang dinginkan.
2. Tujuan Ideal dan Praktis
Tujuan ideal adalah mempertahankan nilai variabel proses agar “sama”
dengan nilai acuan. Sedangkan tujuan praktis adalah mempertahankan nilai
variabel proses “disekitar” nilai acuan dalam batas – batas yang ditetapkan.
Tujuan pengendalian erat berkaitan dengan kualitas pengendalian yang
didasarkan atas bentuk tanggapan variabel proses. Setelah terjadi perubahan
nilai acuan (setpoint) atau beban diharapkan.
 Penyimpangan maksimum dari nilai acuan sekecil mungkin
 Waktu yang diperluakan oleh variabel proses mencapai kondisi mantap
sekecil mungkin
 Perbedaan nilai acuan dan variabel proses setelah tunak sekecil mungkin
Atau dapat dinyatakan dengan istilah umum sebagai berikut :
 Minimum overshoot
 Minimum settling time
 Minimum offset
Dengan kata lain kualitas pengendalian yang diharapkan adalah :
 Tanggapan cepat
 Hasilnya stabil dan tidak ada penyimpangan dengan nilai acuan

Gambar 1.5 Tanggapan sistem pengendalian

1.2.9 Model-model pegendalian


1. Pengendalian Proportional
Pengendalian proportional menghasilkan sinyal kendali yang besarnya
sebanding dengan sinyal galat (error). Sehingga terdapat hubungan tetap dan
lancar antara variabel proses (PV) dan posisi elemen kendali akhir. Gain
pengendali proportional adalah perubahan posisi katub dibagi dengan
perubahan tekanan. Di kalangan praktisi industri besaran gain kurang populer.
Sebagai gantinya dipakai besaran Proportional Band (PB) yaitu perubahan
galat / variabel proses yang dapat menghasilkan perubahan sinyal kendali
sebesar 100%. Besaran ini lebih mencerminkan kebutuhan pengendalian
dibandingkan gain proportional.
Lebar proportional band menentukan kestabilan sistem pengendalian.
Semakin kecil nilai PB pengendali semakin peka (tanggapan semakin cepat).
Offset yang terjadi semakin kecil tetapi sistem menjadi stabil tetapi
pengendali tidak peka dan offset besar. Pada PB sama dengan nol maka
perilaku pengendali proportional menjadi sama dengan pengendali on – off.
Satu – satunya problem pengendalian proportional adalah selalu
menghasilkan galat sisa (residual error atau offset) yang disebabkan
perubahan beban, sebab dengan perubahan beban memerlukan nilai sinyal
kendali (u) yang berbeda. Dengan demikian offset memang diperlukan untuk
menjaga nilai sinyal kendali baru (u) yang berbeda dengan Uo, untuk menjaga
keseimbangan massa dan atau energi yang baru.
Sifat – sifat pengendalian proportional adalah keluaran sinyal kendali
terjadi seketika tanpa ada pergeseran fase (c=0).
2. Pengendali Proportional Integral (PI)
Penambahan integral pada pengendali proportional dimaksudkan untuk
menghilangkan offset. Mekanismenya mirip dengan kerja operator yaitu
dengan membuat nilai bias baru. Sehingga variabel proses sama dengan nilai
acuan untuk mengulang aksi proportional. Penambahan aksi integral
menambah kelambatan dan ketidakstabilan sistem. Pengaturan waktu integral
(T) tergantung pada waktu mati sistem proses. Waktu integral tidak boleh
kecil dibandingkan waktu mati. Jika waktu integral lebih kecil dari waktu
mati, maka keluaran pengendali terlalu cepat berubah dibanding tanggapan
sistem proses.
Hal ini mengakibatkan overshoot dan osilasi berlebihan. Sifat – sifat
pengendali proportional integral (PI) adalah :
 Fase sinyal kendali tertinggal terhadap fase sinyal galat
 Tidak terjadi offset
 Tanggapan sistem lebih lambat dan cenderung kurang stabil.
3. Pengendali Proportional Integral Derivative (PID)
Kelambatan akibat aksi integral dihilangkan dengan menambahkan aksi
derivatif pada pengendalian PI sehingga menghasilkan jenis pengendalian
PID. Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat tanggapan sekaligus
memperkecil overshoot variabel proses. Namun penambahan derivatif
menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise. Selain itu penambahan
aksi derivatif tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu mati dominan
(lebih dari setengah konstanta waktu).
Sifat – sifat pengendali proportional integral derivatif :
 Tidak terjadi offset dan peka terhadap adanya noise
 Tanggapan cepat dan amplitudo osilasi kecil (lebih stabil)
1.2.10 Proportional Solenoid Valve (PSV)
Proportional Solenoid Valve (PSV) adalah valve yang digunakan
untuk melindungi peralatan dari tekanan yang berlebih dengan cara
membuang tekanan berlebih sesuai tekanan yang telah diset pada PSV. PSV
pada dasarnya memiliki 5 bagian utama, yaitu: Adjusting Screw, Spring,
Spindle, Disc dan Nozzle. Prinsip kerja PSV sebenarnya cukup sederhana
dimana Spring di-setting untuk menahan disc yang duduk pada seating
surface.
Tekanan yang datang dari system bertekanan akan ditahan oleh Disc.
Sedangkan Disc mempunyai kemampuan untuk menahan pressure dari
system bertekanan tergantung dari setting-an sping dan kekuatan spring ini
diatur oleh adjuster screw. Jika tekanan yang datang dari system melebihi
kemampuan spring maka disc akan membuka dan membuang tekanan
berlebih tersebut. Jika tekanan berlebih tersebut sudah terbuang maka disc
akan menutup kembali.

Gambar 1.6 Proportional Solenoid Valve


BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan :
 Armfield PCT-40
Bahan yang digunakan :
 Air PDAM

2.2 Prosedur Kerja


Mode Automatic
1. Menyalakan PCT-40 lalu menyalakan komputer
2. Mengklik PCT-40 Process Control Apparatus di dekstop kemudian pilih
“Section 10 : Pressure Control”
3. Mengklik “Sample”, memilih “Sample Configuration” kemudian mengisi
parameter :
- Sampling Operation : Automatic
- Automatic Sampling Parameter :
 Sample Interval : 4 sec
 Mengklik “Countinous”
4. Mengklik “Ok”
5. Mengklik “View Graph”, mengklik “Format” kemudian memilih “Graph
Data” akan terbuka kolom “Graph Configuration” kemudian mengklik
“showlines kemudian mengklik “Ok”
6. Mengklik ikon “PID” lalu setting :
- Proportional Band (P) : 0%
- Integral Time (I) :0s
- Derivative Time (D) :0s
- Set Point : 58 mmH2O
- Pilih “Mode of Operation” : Automatic
7. Mengklik “Apply” kemudian mengklik “Ok”
8. Memilih ikon “Go” pada toolbar untuk memulai percobaan
9. Mengamati respon yang terjadi dengan membuka grafik dan table data
dengan cara mengklik ikon “graphics”
10. Setelah 8 menit, memilih ikon “Stop” untuk menghentikan record data
percobaan
11. Menyimpan semua data dalam bentuk Microsoft Excel (.xls) ke dalam
folder “Praktikum Flow Control 4B/S1 2019”
12. Mengulangi langkah 5-11 dengan variasi :
- Set Proportional Band 5%, Integral Time 0 s & Derivative Time 0 s
- Set Proportional Band 5%, Integral Time 5 s & Derivative Time 0 s
- Set Proportional Band 5%, Integral Time 5 s & Derivative Time 5 s
- Set Proportional Band 5%, Integral Time 5 s & Derivative Time 10 s
- Set Proportional Band 5%, Integral Time 10 s & Derivative Time 0 s
- Set Proportional Band 5%, Integral Time 10 s & Derivative Time 5 s
- Set Proportional Band 5%, Integral Time 10 s & Derivative Time 10 s
- Set Proportional Band 5%, Integral Time 15 s & Derivative Time 0 s
- Set Proportional Band 5%, Integral Time 15 s & Derivative Time 5 s
- Set Proportional Band 5%, Integral Time 15 s & Derivative Time 10 s
- Set Proportional Band 10%, Integral Time 0 s & Derivative Time 0 s
- Set Proportional Band 10%, Integral Time 5 s & Derivative Time 0 s
- Set Proportional Band 10%, Integral Time 5 s & Derivative Time 5 s
- Set Proportional Band 10%, Integral Time 5 s & Derivative Time 10 s
- Set Proportional Band 10%, Integral Time 10 s & Derivative Time 0 s
- Set Proportional Band 10%, Integral Time 10 s & Derivative Time 5 s
- Set Proportional Band 10%, Integral Time 10 s & Derivative Time 10s
- Set Proportional Band 10%, Integral Time 15 s & Derivative Time 0 s
- Set Proportional Band 10%, Integral Time 15 s & Derivative Time 5 s
- Set Proportional Band 10%, Integral Time 15 s & Derivative Time 10s
13. Menutup aplikasi PTC-40, mematikan komputer dan mematikan alat
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


Grafik terlampir pada lampiran

3.2 Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prinsip kerja dari alat
control pressure dan mengetahui pengaruh mode P, PI, PID pada
pengendalian tekanan. Pada proses ini yang merupakan variabel proses adalah
pressure, variabel termanipulasi adalah % PSV dan gangguan adalah laju alir.

Gambar 3.1 Diagram Instrumentasi Pressure Control PCT 40

Dalam mengukur pressure terdapat PSV (Proportional Selenoid


Valve), pressure transmitter, pressure sensor dan control valve. Prinsip kerja
pada gambar 3.1 yaitu mula – mula fluida masuk lalu menyentuh pressure
sensor, kemudian hasil pembacaan pressure sensor akan diubah oleh pressure
transmitter menjadi sinyal standar. Hasil pembacaan sinyal standar akan
dibandingkan dengan nilai set point. Apabila terjadi error, PC akan mengatur
bukaan pada PSV (Proportional Selenoid Valve) untuk mengendalikan
pressure yang terjadi.
Pada gambar 3.2 dapat kita lihat bahwa terdapat hubungan antara
variabel proses (Pressure) dengan variabel termanipulasi (% PSV). Semakin
tinggi % PSV maka pressure akan semakin tinggi pula. Hal ini dikarenakan
semakin tinggi % PSV maka semakin tinggi pula aliran air yang masuk
sehingga membuat pressure akan semakin besar.

Kurva Kalibrasi Tekanan


120
100
80
Pressure (mm)

60
Pressure (mm)
40
Linear (Pressure (mm))
20
0
0 20 40 60 80 100 120
-20
-40
PSV (%)

Gambar 3.2 Grafik PSV (%) Vs Pressure

Pengendalian proportional memiliki waktu respon yang cepat tetapi


memiliki error yang besar. Pengendalian proportional integral memiliki
waktu respon yang lambat, tetapi memiliki error yang kecil. Pengendalian
proportional integral derivative memiliki respon yang cepat, error yang kecil
tetapi peka terhadap gangguan.
Pada praktikum ini set point yang ingin dicapai adalah 58 mm. Nilai
proportional (P), proportional integral (PI) dan proportional integral
derivative (PID) divariasikan. Pada mode pengendalian proportional (P)
dilakukan dengan nilai 0 %, 5 % dan 10%. Pada mode pengendalian integral
(PI) dilakukan dengan nilai 0 s, 5 s, 10 s dan 15 s. Pada mode pengendalian
integral derivative (PID) dilakukan dengan nilai 0 s, 5 s dan 10 s.
80
70
60

Pressure (mm)
50
40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)

Gambar 3.3 Grafik PB = 5%, Integral = 5 s, Derivative = 5 s

Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan grafik yang terbaik seperti


gambar 3.3 yang menunjukkan bahwa pengendalian yang paling baik yaitu
pada mode pengendalian proportional (P) dengan nilai 5 %, pengendalian
proportional integral (PI) dengan nilai 5 s dan pengendalian proportional
integral derivative (PID) dengan nilai 5 s. Hal ini dikarenakan settling time
lebih cepat dari variasi lain yaitu pada detik ke 8 telah mencapai settling time.
Hal ini terjadi karena penggunaan proportional (P) yang mempercepat waktu
untuk mencapai set point dan error yang kecil disebabkan karena
menggunakan proportional integral (PI) yang benar. Pada gambar 3.2
memiliki error yang paling kecil yaitu sebesar 21,86% dan error terbesar
seperti pada grafik (lampiran) yaitu sebesar 86,83%.
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Semakin kecil nilai dari Proportional (P) akan mendapatkan hasil yang
baik, dimana terjadinya error semakin kecil
2. Pengendalian yang optimal terjadi pada nilai Proportional (P) 5%,
Proportinsl Integral (PI) 5 s, dan Proportional Integral Derivative (PID) 5 s
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
GRAFIK

Kurva Kalibrasi Tekanan


120
100
80
Pressure (mm)

60
Pressure (mm)
40
Linear (Pressure (mm))
20
0
0 20 40 60 80 100 120
-20
-40
PSV (%)
90
Variasi :
80 PB : 0
I :0
70
D :0
60
Pressure (mm)

50
40 Pressure (mm)
30 Set Point

20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)

70
Variasi :
60 PB : 5
I :0
50 D :0
Pressure (mm)

40

30 Pressure (mm)
Set Point
20

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elalpsed Time (min)
80
Variasi :
70 PB : 5
I :5
60 D :0
50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)

80
Variasi :
70 PB : 5
I :5
60 D :5
50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)
80
Variasi :
70 PB : 5
60 I :5
D : 10
50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)

80
Variasi :
70 PB : 5
I : 10
60 D :0
50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)
80
Variasi :
70 PB : 5
I : 10
60 D :5
50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)

80
Variasi :
70 PB : 5
I : 10
60 D : 10
50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)
80
Variasi :
70 PB : 5
I : 15
60 D :0
50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)

80
Variasi :
70 PB : 5
I : 15
60 D :5
50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)
80
Variasi :
70 PB : 5
I : 15
60 D : 10

50
Pressure (mm)

40
Pressure (min)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)

70
Variasi :
60 PB : 10
I :0
50 D :0

40
Pressure (mm)

30
Pressure (mm)
20 Set Point

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
-10
Elapsed Time (min)
80
Variasi :
70 PB : 10
I :5
60 D :0

50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)

80
Variasi :
70 PB : 10
I :5
60 D :5
50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)
80
Variasi :
70 PB : 10
I :5
60 D : 10

50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)

80
Variasi :
70 PB : 10
I : 10
60 D :0
50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)
70
Variasi :
PB : 10
60
I : 10
D :5
50
Pressure (mm)

40

30 Pressure (mm)
Set Point
20

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)

70
Variasi :
PB : 10
60
I : 10
D : 10
50
Pressure (mm)

40

30 Pressure (mm)
Set Point
20

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)
80
Variasi :
70 PB : 10
I : 15
60 D :0

50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)

80
Variasi :
70 PB : 10
I : 15
60 D :5

50
Pressure (mm)

40
Pressure (mm)
30 Set Point
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)
70
Variasi :
60 PB : 10
I : 15
50 D : 10
Pressure (mm)

40

30 Pressure (mm)
Set Point
20

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Elapsed Time (min)

Anda mungkin juga menyukai