MK.PSIKOLOGIKESEHATAN
PRODI S1 GIZI
Skor Nilai :
Dosen Pengampu:
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
D. Identitas Jurnal yang Direview
JURNAL UTAMA
1. Judul Artikel :Hubungan Antara Pola Konsumsi Pangan
danAktifitas Fisik dengan Kejadian
Osteoporosis Pada Lansia di Panti Werdha
Bogor
2. Nama Jurnal :Jurnal Gizi dan Pangan
3. Edisi Terbit :Juli 2013
4. Pengarang Artikel :Avliya Quratul, Sri Anna
5. Kota Terbit :Bogor
6. Vol /No : 8/2
7. Hal : 123-128
8. ISSN : 1978-1059
JURNAL PEMBANDING
1. Judul Artikel : Hubungan Antara Pola Konsumsi dan
Aktifitas Fisik dengan Status Gizi Pada
Lansia di Panti Sosial Tresna
2. Nama Jurnal : Jurnal Kesmas
3. Edisi Terbit : September 2012
4. Pengarang Artikel : Nurika Ismayanti, Solikhah
5. Kota Terbit : Yogyakarta
6. Vol/No : 6/3
7. Hal : 162-173
8. ISSN : 1978-0575
5
BAB II
RINGKASAN ISI JURNAL
JURNAL UTAMA
Pada umumnya usia lanjut diartikan sebagai usia saat memasuki masa pensiun
yang di Indonesia dapat berkisar antara usia di atas 55 tahun. Salah satu perubahan
fisik yang terjadi seiring pertambahan usia adalah terjadinya penurunan massa tulang
yang sering disebut osteoporosis. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur jaringan
tulang yang berakibat menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan
tulang serta risiko terjadinya patah tulang (Harvey & Cooper 2004). Terdapat banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya osteoporosis diantaranya konsumsi pangan dan
aktivitas fisik (Lane 2003). Studi epidemiologis yang dilakukan menunjukkan bahwa
asupan zat gizi makro dan mikro dalam tubuh merupakan salah satu faktor yang dapat
memperlambat kejadian osteoporosis di masa lanjut usia. Selain memenuhi asupan zat
gizi, perlu juga memperhatikan aktivitas fisik. Menurut Hoger dan Hoeger (2005),
kurangnya aktivitas fisik pada seorang individu di masa muda akan berdampak pada
penurunan kepadatan tulang di masa lanjut usia.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pola konsumsi pangan, status gizi, tingkat
kecukupan energi, protein, kalsium, dan fosfor; mengkaji aktivitas fisik; mengkaji nilai
densitas tulang; dan menganalisis hubungan antara pola konsumsi pangan dan
aktivitas fisik dengan kejadian osteoporosis pada lansia di Panti Werdha Bogor.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilaksanakan di Panti Werdha
Tresna dan Panti Werdha Hanna Bogor pada bulan Maret—April 2013. Pemilihan
tempat dilakukan secara purposive.
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan ke-sehatan tubuh seseorang atau
kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan
penggunaan (utilisasi) zat-zat gizi makanan (Hsu et al. 2006). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar subjek (40.5%) memiliki status gizi lebih
(IMT>22.9). Sebagian besar subjek yang tidak mengalami osteoporosis memiliki status
gizi lebih sebesar 50.0%, sedangkan yang berstatus gizi normal dan kurus masing-
masing sebesar 25%. Subjek yang osteoporosis sebagian besar memiliki status gizi
normal (41.4%), sebesar 37.9% memiliki status gizi lebih dan 20.7% memiliki status
gizi kurang. Subjek yang berada pada kategori gizi lebih cenderung disebabkan karena
mengonsumsi pangan dalam jumlah ba-nyak dan tidak melakukan aktivitas fisik.
Sebaliknya, subjek yang berada pada kategori gizi kurang cen-derung mengonsumsi
pangan dalam jumlah sedikit dan juga karena terdapat gangguan kesehatan yang
menyebabkan penurunan nafsu makan.
Secara keseluruhan tingkat aktivitas fisik subjek termasuk dalam kategori
aktivitas ringan (81.1%), namun terdapat perbedaan sebaran antara subjek yang
tidak osteoporosis dengan yang osteoporosis, dimana sebesar 89.7% yang
osteoporosis memiliki tingkat aktivitas ringan, sedangkan pada subjek yang tidak
osteoporosis hanya sebesar 50.0% yang memiliki tingkat aktivitas ringan.
6
maka usia 55—64 tahun belum merupakan faktor penghambat terjadinya osteopo-
rosis pada subjek penelitian ini. Hal ini menjelaskan bahwa meningkatnya usia
bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kejadian osteoporosis.
Berdasarkan analisis antara tingkat pendidik-an rendah dengan tingkat pendidikan
tinggi pada subjek diketahui bahwa pada selang CI: 0.28—3.84 terdapat angka 1,
maka tingkat pendidikan rendah belum merupakan faktor risiko terjadinya osteopo-
rosis pada subjek penelitian ini.
JURNAL PEMBANDING
7
tidak baik dapat menyebabkan timbulnya masalah dalam kesehatan. Masalah
kesehatan yang terjadi dapat berupa kurang gizi.
Status gizi lansia yang ada di PSTW Unit Abiyoso Yogyakarta, menunjukkan
bahwa responden dengan status gizi tidak baik ada sebanyak 33 responden (62,3%),
sedangkan 20 responden (37,7%) memiliki status gizi yang baik. Status gizi yang tidak
baik dapat terjadi karena ketidakseimbangan gizi. Keti-dakseimbangan gizi yaitu
ketidakseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan, menyebabkan lansia kurang gizi
atau menjadi kegemukan. Pada lansia yang kurang gizi masalahnya adalah kemampuan
indera rasa lidah yang menurun, juga menurunnya kemampuan tubuh mencerna
makanan. Pengaruh lingkungan ikut menyebabkan konsumsi makan menjadi rendah,
sehingga tidak mencukupi kebutu-han. Demikian sebaliknya, lansia yang kegemukan
disebabkan oleh konsumsi yang relatif tetap sedangkan kebutuhan menurun.
Penurunan kebutuhan ini disebabkan oleh metabolisme dan aktivitas yang juga ikut
menurun.
8
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Isi Jurnal
Pada jurnal utama dijelaskan bahwa salah satu perubahan fisik yang terjadi
seiring pertambahan usia adalah terjadinya penurunan massa tulang yang
sering disebut osteoporosis. Berdasarkan hasil penelitian pada jurnal ini lebih
mengacu pada suatu contoh penyakit pada lansia, yaitu osteoporosis.
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa
tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat
menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang serta risiko
terjadinya patah tulang (Harvey & Cooper 2004). Terdapat banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya osteoporosis diantaranya konsumsi pangan dan
aktivitas fisik (Lane 2003).
Sementara pada jurnal pembanding, menjelaskan usia lansia adalah usia yang
rentan terhadap penyakit . Kelompok rentan gizi adalah kelompok masyarakat
yang paling mudah menderita ke-lainan gizi, bila suatu masyarakat terkena
kekurangan penyediaan makanan, dan lansia masuk ke dalam salah satu
kelompok rentan gizi. Faktor yang dapat mempengaruhi kese-hatan seseorang
salah satunya adalah diet. Bertambahnya usia seseorang, menyebabkan
kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun. Permasalahan tersebut dapat
diatasi den-gan memberikan kebutuhan gizi yang adekuat untuk lansia.
Asupan makanan yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan konsumsi yang
berle-bihan yang berhubungan dengan perubahan dalam gaya hidup yang akan
berpengaruh terhadap munculnya berbagai penyakit tidak menular pada
lansia.5 Selain pemberian nu-trisi yang baik, aktivitas fisik juga merupakan hal
yang perlu diperhatikan pada lansia. Olahraga teratur dan istirahat yang cukup
dapat memperlambat penuaan jantung dan pem-buluh darah serta
menurunkan risiko penyakit jantung coroner.
9
B. Kelebihan dan Kekurangan
Secara keseluruhan kedua jurnal memiliki struktur yang lengkap. Kedua jurnal
sama sama membahas mengenai faktor aktivitas pada lansia dapat
mempengaruhi status gizi, penyakit, dan psikologi lansia. Pada jurnl utama
lebih memfokuskan pada osteoporosis karena mengacu pada hasil penelitian.
Artinya, cakupan pembahasan kurang luas. Tetapi kelebihannya adalah, materi
yang disajikan lebih khusus atau spesifik. Sedangkan, pada jurnal pembanding
cakupannya luas, dan menyajikan pengetahuan yang lebih umum. Secara
bahasa, kedua jurnal memuat bahasa Indonesia yang mudah dimengerti.
10
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Tingkat kecukupan kalsium dan aktivitas fisik yang kurang merupakan
faktor risiko terhadap kejadian osteoporosis pada subjek penelitian ini.
- Aktivitas fisik lansia di PSTW Unit Abiyoso Yogyakarta Tahun 2011,
sebagian besar memiliki aktivitas fisik dengan kategori berolahraga.
B. Rekomendasi
Perlu adanya penelitian lanjutan yang serupa dengan variabel penelitian yang lebih lengkap
(pendidikan, umur, jenis kelamin dan lain-lain) dan menggunakan metode penilaian gizi
selain metode food recall 24 jam.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ismayanti, Nurika.2012, Hubungan Antara Pola Konsumsi dan Aktifitas Fisik dengan
Status Gizi Pada Lansia di Panti Sosial Tresna,Jurnal Kesmas, Vol.6 No.3, 162-173
12
ISSN 1978 - 1059
Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2013, 8(2): 129—136
(Food Consumption Patterns, Physical Activity, History of the Disease, Family History of Dementia,
and Incidence of Dementia in Elderly in Tresna Werdha Nursing, Bogor)
1
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680
2
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor,
Bogor 16680
ABSTRACT
The objective of this study were to analyze the patterns of food consumption, physical activity, history
of disease, family history of dementia, and incidence of dementia in elderly in Werdha Tresna, nursing
home, Bogor. Research design was cross sectional study with 42 elderly as subjects. The results showed that
there were significant correlation between the level of education, adequacy of level vitamin A, vitamin B1,
vitamin B2, vitamin B6, vitamin C, history of diabetes and physical activity with incidence of dementia in
elderly (p<0.05). There were no significant correlation between age, adequacy of level folic acid, history of
hypertension, and family history of dementia with incidence of dementia in elderly (p>0.05).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi pangan, aktivitas fisik, riwayat penyakit, riwayat
demensia keluarga, dan kejadian demensia pada lansia di Panti Werdha Tresna, Bogor. Desain penelitian ini
adalah cross sectional dengan subjek penelitian sebanyak 42 lansia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan, tingkat kecukupan vitamin A, vitamin B1,
vitamin B2, vitamin B6, vitamin C, riwayat penyakit diabetes mellitus, dan aktivitas fisik dengan kejadian
demensia pada lansia (p<0.05). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia, tingkat kecukupan asam
folat, riwayat hipertensi, dan riwayat demensia keluarga dengan kejadian demensia pada lansia (p>0.05).
Korespondensi: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor,
*
per 24 jam dengan menggunakan nilai PAL (Physi- sarapan oleh panti yang dilakukan sekitar pukul
cal Activity Level) (FAO/WHO/UNU 2001). Nilai PAL 06.00 pagi. Menu sarapan pagi biasanya berupa nasi
dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu PAL≥1<1.4 dikata- dan lauk pauk. Keseluruhan subjek terbiasa untuk
kan sedentary atau tidak aktif, PAL≥1.4<1.6 dikata- makan siang dan makan malam secara teratur.
kan kurang aktif, PAL≥1.6<1.9 dikatakan aktif, dan Kebiasaan minum. Asupan air pada lan-
PAL≥1.9<2.5 dikatakan sangat aktif. sia harus lebih diperhatikan karena osmoreseptor
Analisis inferensia digunakan untuk melihat kurang sensitif sehingga mereka kerap tidak merasa
hubungan antar variabel. Hubungan antara karak- haus. Minuman yang biasa diminum subjek ketika
teristik lansia, tingkat kecukupan vitamin A, vita- pagi atau malam adalah teh manis dan air putih.
min B1, vitamin B2, vitamin B6, asam folat, vitamin Sebesar 66.7% subjek yang demensia biasa minum
C, aktivitas fisik, riwayat penyakit, dan riwayat de- teh manis ketika pagi atau malam hari, dan sebe-
mensia keluarga dengan kejadian demensia dianali- sar 50% subjek yang tidak demensia biasa minum
sis dengan uji korelasi Spearman. Faktor-faktor yang air putih ketika pagi atau malam hari. Konsumsi air
berpengaruh terhadap kejadian demensia pada lan- putih rata-rata untuk subjek yang demensia sebagian
sia di Panti Werdha Tresna Bogor dianalisis dengan besar adalah sebanyak 3 gelas sehari, dan 5—8 gelas
uji multiregresi logistik. sehari untuk subjek yang tidak demensia.
dikonversi sesuai berat badan masing-masing subjek Asam folat mampu meningkatkan konsentrasi
adalah sebesar 40.4 g. Rata-rata asupan protein sub- plasma docosahexaenoic acid (DHA) dan eicosapen-
jek yang demensia (31.6 g) lebih rendah dibanding- taenoic acid (EPA). EPA, DHA, dan asam arakhidonat
kan dengan subjek yang tidak demensia (41.4 g). Per- berperan dalam kejadian demensia dengan mere-
bedaan rata-rata konsumsi adalah sekitar 10 g untuk gulasi kembali ekspresi gen yang berkaitan dengan
protein. Perbedaan rata-rata asupan menyebabkan neurogenesis, neurotransmisi, dan konektivitas. EPA,
adanya perbedaan untuk tingkat kecukupan harian DHA, dan asam arakhidonat mampu meningkatkan
protein subjek. Rata-rata tingkat kecukupan protein asetilkolin di otak dan menghambat senyawa anti-
untuk subjek yang demensia tergolong defisit ringan inflamasi yang melindungi neuron dari aktivitas si-
karena hanya memenuhi 80—89% AKP, sedangkan totoksik berupa berbagai rangsangan stres oksidatif
untuk subjek yang tidak demensia tergolong normal (Das 2008). Diketahui seluruh subjek dari kedua
karena sudah memenuhi sekitar 90—119% AKP. kelompok (demensia dan tidak demensia) memiliki
Vitamin A merupakan substansi yang tidak tingkat kecukupan asam folat yang tergolong defisit,
larut dalam air dan disimpan dalam tubuh terutama yaitu <77% AKG asam folat harian.
di hati yang kemudian dilepas dalam aliran darah Sebagian besar subjek yang demensia (66.7%)
untuk digunakan oleh seluruh sel epitel tubuh, ter- memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang kurang
masuk mata dan sel-sel benih fosforeseptor mata (<77% AKG) dan sebagian besar subjek yang tidak de-
(Arisman 2004). Seluruh subjek memiliki tingkat mensia (55.6%) memiliki tingkat kecukupan vitamin
kecukupan vitamin A yang cukup (≥77% AKG). Ting- C yang cukup (>77% AKG). Hal ini berkaitan dengan
kat kecukupan vitamin A yang cukup untuk kedua perbedaan rata-rata konsumsi buah dan sayur sub-
kelompok subjek berkaitan dengan rata-rata asupan jek yang demensia dan subjek yang tidak demensia.
vitamin A yang cukup. Sayur dan buah merupakan sumber vitamin C yang
Kekurangan vitamin B1 dapat ditandai dengan baik untuk dikonsumsi. Rata-rata asupan vitamin C
adanya penurunan nafsu makan, depresi mental, untuk subjek yang tidak demensia sekitar 69.4 mg
dan lemah. Defisiensi kronis vitamin B1 akan mun- dan sekitar 52.2 mg untuk subjek yang demensia.
cul gejala kelainan neurologis seperti kebingungan Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak
(mental) dan kehilangan koordinasi mata. Sebagian dalam tubuh, yaitu sekitar 1%. Fosfor berperan da-
besar subjek dari kedua kelompok (demensia dan lam pembentukan tulang dan gigi, penyimpanan dan
tidak demensia) memiliki tingkat kecukupan vitamin pengeluaran energi (perubahan ATP dengan ADP).
B1 yang tergolong defisit, yaitu <77% AKG vitamin B1 Sebagian besar subjek dari kedua kelompok (de-
harian. Hal ini berkaitan dengan rendahnya konsumsi mensia dan tidak demensia) memiliki tingkat kecu-
bahan pangan yang banyak mengandung vitamin B1. kupan fosfor yang tergolong cukup, yaitu ≥77% AKG
Rata-rata asupan vitamin B1 untuk kedua kelompok fosfor harian. Tingkat kecukupan fosfor yang cukup
subjek tergolong rendah, dimana hanya sekitar 0.46 berkaitan dengan rata-rata asupan fosfor untuk ke-
mg untuk subjek yang tidak demensia dan sekitar dua kelompok subjek yang tergolong cukup, dimana
0.26 mg untuk subjek yang demensia. untuk subjek yang tidak demensia sekitar 866.4±SD
Vitamin B2 atau riboflavin merupakan kom- mg dan sekitar 637.6 mg untuk subjek yang demen-
ponen suatu enzim yang dikenal sebagai flavoprotein sia.
dan terlibat dalam reaksi metabolisme intermediet. Besi merupakan mineral mikro yang paling
Sebagian besar subjek dari kedua kelompok memiliki banyak terdapat dalam tubuh, yaitu sebanyak 3—5
tingkat kecukupan vitamin B2 yang tergolong defisit, g. Besi memiliki beberapa fungsi esensial dalam tu-
yaitu <77% AKG vitamin B2 harian. Rata-rata asupan buh seperti alat angkut oksigen dari paru-paru ke
vitamin B2 untuk kedua kelompok subjek tergolong jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron dalam
rendah, dimana hanya sekitar 0.54 mg untuk subjek sel, dan sebagai bagian dari berbagai reaksi enzim
yang tidak demensia dan sekitar 0.32 mg untuk sub- dalam jaringan tubuh. Sebagian besar subjek dari
jek yang demensia. kedua kelompok memiliki tingkat kecukupan besi
Sumber utama vitamin B6 adalah daging, ung- yang cukup, yaitu ≥77% AKG besi harian. Hal ini
gas, ikan, kentang, ubi jalar, sayur-sayuran, susu, berkaitan dengan banyaknya subjek yang mengon-
dan biji-bijian. Kekurangan vitamin B6 menyebabkan sumsi pangan yang banyak mengandung Fe seperti
gejala kulit rusak, syaraf motorik terganggu, dan ke- susu, ikan, ayam, dan bayam. Sumber besi yang baik
lainan darah. Subjek yang tidak demensia sebagian adalah dari makanan hewani seperti daging, ayam,
besar sudah memiliki tingkat kecukupan vitamin B6 telur, dan ikan. Sumber besi yang lainnya yaitu serea-
yang cukup, yaitu ≥77% AKG vitamin B6 harian. Per- lia, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa
bedaan tingkat kecukupan vitamin B6 pada kedua jenis buah. Daya absorpsi besi berbeda untuk bahan
kelompok subjek berkaitan dengan perbedaan rata- pangan satu dengan lainnya. Rata-rata asupan besi
rata asupannya. Rata-rata asupan vitamin B6 untuk untuk kedua kelompok subjek yang tergolong cukup,
subjek yang tidak demensia sekitar 1.34 mg dan dimana untuk subjek tidak demensia sekitar 16.1 mg
sekitar 0.97 mg untuk subjek yang demensia. dan sekitar 15.2 mg untuk subjek demensia.
kan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan sebagian besar masih aktif (55.6%). Sebagian besar
(p>0.05). Namun hasil uji korelasi tersebut juga subjek dari kedua kelompok tidak ada riwayat penya-
menunjukkan adanya kecenderungan positif yang kit. Sebagian subjek yang demensia tidak diketahui
berarti bahwa dengan adanya hipertensi pada sub- riwayat demensia keluarganya (50.0%) dan sebagian
jek maka semakin tinggi nilai CDR. besar subjek yang tidak demensia tidak ada riwayat
Hasil uji korelasi antara riwayat penyakit dia- demensia keluarga (72.2%). Terdapat hubungan yang
betes mellitus dengan kejadian demensia menunjuk- signifikan antara tingkat kecukupan vitamin A, vita-
kan bahwa terdapat hubungan positif yang signifi- min B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin C, tingkat
kan (p<0.05), hal ini berarti bahwa dengan adanya pendidikan, riwayat diabetes mellitus, dan aktivitas
diabetes mellitus pada subjek maka semakin tinggi fisik dengan kejadian demensia. Berdasarkan uji re-
nilai CDR. Menurut Richard et al. (2007), diabetes gresi logistik yang berpengaruh terhadap kejadian
mellitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya demensia adalah aktivitas fisik.
demensia pada subjek. Panti sebaiknya memerhatikan aktivitas fisik
harian subjek agar kesehatan subjek tetap terjaga.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian De- Aktivitas fisik yang cukup mampu meningkatkan
mensia aliran oksigen ke otak sehingga daya ingat subjek
Faktor-faktor yang berhubungan signifikan tetap terjaga. Selain itu perlu diperhatikan juga ke-
dengan kejadian demensia diantaranya tingkat ke- beragaman pangan subjek. Diperlukan adanya ahli
cukupan vitamin A (X1), vitamin B1 (X2), vitamin gizi untuk mengatur pola makan subjek agar tingkat
B2 (X3), vitamin B6 (X4), vitamin C (X5), riwayat kecukupan zat gizi harian subjek baik zat gizi mikro
penyakit diabetes mellitus (X6), aktivitas fisik (X7), maupun zat gizi makro terpenuhi dengan baik.
dan tingkat pendidikan (X8). Berdasarkan hasil uji
regresi logistik, diketahui hanya aktivitas fisik yang DAFTAR PUSTAKA
memiliki pengaruh signifikan terhadap kejadian
demensia pada lansia sedangkan faktor lain hanya Arisman. 2004. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur
berhubungan signifikan namun tidak berpengaruh. Kehidupan. EGC, Jakarta.
Semakin tinggi level aktivitas fisik maka semakin Das UN. 2008. Folic acid and polyunsaturated fatty
rendah kejadian demensia pada lansia di panti acids improve cognitive function and prevent
Werdha Tresna. depression, dementia, and Alzheimer’s di-
sease-but how and why? Prostaglandins Leu-
KESIMPULAN kot Essent Fatty Acids, 78(1), 11—20.
Engelhart MJ, Geerlings MI, Ruitenberg A, van Switen
Frekuensi makan sebagian besar subjek ada- JC, Hofman A, Witteman JC & Breteler MM.
lah 3 kali sehari dengan nasi sebagai pangan sumber 2003. Dietary intake of antioxidants and risk
karbohidratnya. Pangan sumber hewani yang banyak of Alzheimer disease. JAMA, 287(24), 3223—
dikonsumsi adalah telur ayam, sedangkan pangan 3232.
nabati yang biasa dikonsumsi adalah tahu dan tem- Fridman S. 2005. High folic acid intake is not a risk
pe. Sayuran yang banyak dikonsumsi adalah wortel factor for cognitive decline: misinterpreta-
dan kol. Buah-buahan yang biasa dikonsumsi adalah tion of results. Arch Neurol, 62, 1786—1793.
pepaya dan pisang. Goodman AB. 2006. Retinoid receptors, transport-
Tingkat kecukupan energi sebagian besar sub- ers, and metabolizers as therapeutic targets
jek yang demensia tergolong lebih, dan untuk subjek in late onset Alzheimer disease. J Cell Physiol,
yang tidak demensia tergolong normal atau cukup. 209(3), 598—603.
Tingkat kecukupan protein sebagian besar subjek Gray SL, Anderson ML, Crane PK, Breitner JC, McCor-
yang demensia tergolong defisit berat, sedangkan mick W, Bowen JD, Teri L, & Larson E. 2008.
subjek yang tidak demensia tergolong cukup. Se- Antioxidant vitamin supplement use and risk
luruh subjek memiliki tingkat kecukupan vitamin A of dementia or Alzheimer’s disease in older
yang cukup. Tingkat kecukupan vitamin B1, vitamin adults. J Am Geriatr Soc, 56(2), 291—96.
B2, asam folat sebagian besar subjek dari kedua ke- Hsu & Yi-Hsiang et al. 2006. Relation of body com-
lompok tergolong defisit (<77% AKG harian). Tingkat potition, fat mass, serum lipids to osteopo-
kecukupan vitamin B6 dan vitamin C sebagian besar rosis fractures and bone mineral density in
subjek yang demensia tergolong defisit (<77% AKG Chinese men and women. Am J Clin Nutr, 83,
harian), dan untuk subjek yang tidak demensia ter- 146—154.
golong cukup (≥77% AKG harian). Tingkat kecukupan Koseoglu E. 2011. Alzheimer’s Disease Pathogenesis-
fosfor dan besi sebagian besar subjek dari kedua Core Concepts, Shifting Paradigms and Thera-
kelompok tergolong cukup (≥77% AKG harian). peutic Targets. Erciyes University, Medicine
Sebagian besar subjek yang demensia sudah Faculty, Neurology Department, Kayseri, Tur-
tidak aktif (66.7%), dan subjek yang tidak demensia key : In Tech http://ebookee.org/Alzheimer-