TUGAS : MAKALAH
NAMA MAHASISWA :
1. Fadhlan Alkhairi (4193311017)
2. Lisa Ariani (4193311001)
3. Nia Monica (4193111086)
4. Nurhayatun Nupus (4193311025)
5. Nurul Hidayah Sembiring (4193311003)
6. Yulan Sari Dalimunthe (4193311028)
KELOMPOK : VI (Enam)
DOSEN PENGAMPU : Lidia Simanihuruk, S.Si., M.Pd
MATA KULIAH : Profesi Kependidikan
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah profesi kependidikan
ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan tugas ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun, kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyelesaian makalah ini merupakan berkat bantuan dari
Tuhan Yang Maha Esa dan berbagai sumber lain.
Terima kasih juga terhadap dosen pengampu kami ibu Lidia Simanihuruk, S,Si., M.Pd.
Atas bimbinganya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran, khususnya bagi kami sehingga tujuan
yang diharapkan dapat tercapai.
Dan tak lupa pula kami meminta maaf jika dalam laporan tugas makalah ini terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan, karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan agar kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi laporan agar
menjadi lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah proses kehidupan yang masalahnya sangat kompleks dan tetap
ada sepanjang manusia membentuk peradabannya di muka bumi ini. Namun dalam
prosesnya pendidikan tetap memerlukan pembenahan sesuai masalah yang dihadapi pada
zamannya. Dari beberapa masalah yang ada dalam persoalan pendidikan nasional yang
dapat dipelajari dalam sebuah konsep pemikiran atau setidaknya menjadi acuan dalam
mengatasi berbagai anomali dalam bidang pendidikan, antara lain diantaranya : penguatan
tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. sebagaimana dibahas berikut
ini Penguatan tata kelola pendidikan tidak saja bengantung pada kemampuan pemerintah
saja tetapi juga sangat bergantung pada kemauan dari semua lapisan masyarakat sebagai
stakeholder dalam Sistem Pendidikan Nasional, oleh sebab itu dalam pengelolaan
pendidikan sebagai sebagai suatu sistem sangat berkait dengan proses dan dinamika
manusia dan lingkungannya (filsafatnya), dan cita-cita pendidikan harus kita lihat secara
komprehensif sebagai suatu sistem pendidikan nasional yaitu adanya interdepedensi
komponen stakeholders pendidikan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
1) Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu
yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan
tertentu.
2) Biset (1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan
suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering
diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman (1984),
yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap issu, Grimble
and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka.
3) Stakeholder adalah kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan
peran serta masyarakat dalam memajukan pendidikan, dan komite sekolah.
3
2. Stakeholder Pendukung (Sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki
kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek,
tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara
dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.
Yang termasuk dalam stakeholders pendukung (sekunder) :
1) Lembaga (Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung
jawab langsung.
2) Lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan
secara langsung dalam pengambilan keputusan.
3) Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang
yang bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki
concern (termasuk organisasi massa yang terkait).
4) Perguruan Tinggi yakni kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam
pengambilan keputusan pemerintah serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait
sehingga mereka juga masuk dalam kelompok stakeholder pendukung.
5) Pengusaha (badan usaha) yang terkait.
3. Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara
legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah
unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu
keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
1) Pemerintah Kabupaten
2) DPR Kabupaten
3) Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
4
kemitraan. Kemitraan diartikan sebagai hubungan kooperatif antara orang atau
kelompok orang yang sepakat untuk berbagi tanggung jawab untuk mencapai tujuan
tertentu yang sudah ditetapkan. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
dalam modul pemberdayaan Komite Sekolah menjelaskan bahwa yang dimaksud
kemitraan dalam konteks hubungan resiprokal antara sekolah dan masyarakat
kemitraan bukan sekedar sekumpulan aturan main yang tertulis dan formal atau suatu
kontrak kerja melainkan lebih menunjukkan perilaku hubungan yang bersifat intim
antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak saling membantu untuk
mencapai tujuan bersama.
Dari definisi-definisi diatas kita bisa mengetahui bahwa hakikat kemitraan
adalah adanya keinginan untuk berbagi tanggung jawab yang diwujudkan melalui
perilaku hubungan dimana semua pihak yang terlibat saling bantu-membantu untuk
mencapai tujuan bersama.. Masing-masing pihak yang bermitra memiliki posisi dan
tanggung jawab yang sama. Hubungan atasan-bawahan tidak berlaku dalam konteks
kemitraan. Masing-masing menjalankan fungsi dan perannya sesuai dengan tugas dan
batas-batas wewenang yang dimiliki.Selain berkaitan dengan fungsi dan peran masing-
masing dalam kemitraan, dalam kemitraan tercakup dimensi kepentingan yang
dijadikan andalan.
Model kemitraan mengandalkan pada kepentingan pribadi orang tua dan
anggota masyarakat yang mau tidak mau membuat mereka berpartisipasi dalam
aktifitas yang berkaitan dengan sekolah.Kemitraan memandang semua pihak yang
memiliki kepentingan terhadap sekolah merupakan pihak yang dapat didayagunakan
dan mampu membantu sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
2) Bentuk-Bentuk Kemitraan
Bentuk kemitraan yang dapat dilakukan oleh tenaga kependidikan dengan
stakeholder antara lain berupa :
1. Kerjasama dalam penggalangan dana pendidikan baik untuk kepentingan proses
pembelajaran, pengadaan bahan bacaan (buku), perbaikan mebeuler sekolah, alat
administrasi sekolah, rehabilitasi bengunan sekolah maupun peningkatan kualitas
guru itu sendiri.
2. Kerjasama penyelenggaraan kegiatan pada momen hari – hari besar nasional dan
keagamaan.
5
3) Stakeholder Pendidikan
Perkataan stakeholder pada awalnya digunakan dalam dunia usaha. Terdiri atas
dua kata yaitu stake dan holder. Stake berarti to give support to (memberikan
dukungan) ; Holder berarti pemegang. Jadi Stakeholder pendidikan dapat diartikan
sebagai orang yang menjadi pemegang dan sekaligus pemberi support terhadap
pendidikan atau lembaga pendidikan. Kalau lembaga pendidikan itu berupa sekolah,
maka stakeholdernya adalah birokrasi pendidikan (dinas pendidikan), pengawas,
kepala sekolah, guru-guru, orangtua, komite sekolah, dewan sekolah, masyarakat.
Dengan kata lain, stakeholder adalah orang-orang atau badan yang berkepentingan
langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan pendidikan disekolah.
Dalam konteks penyelenggaraan sekolah bermutu sebagai penerapan total quality
management = managemen mutu terpadu dalam bidang pendidikan sebagaimana
dikembangkan oleh Rinehart maupun Cornesky oleh Tampubolon(2000) dirumuskan
ada beberapa prinsip yang diperkenalkan antara lain :
1. Bahwa sekolah pada dasarnya adalah suatu industri , yaitu industri jasa seperti
rumah sakit, hotel atau biro perjalanan, berusaha menghasilkan produk berupa
jasa-jasa yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Bila pelanggan merasa puas
atas pelayanan yang diterima, maka jumlah pelanggan akan bertambah dan
keuntungan akan meningkat.
2. Produk dari sekolah adalah jasa kependidikan, yang terinci atas (a) jasa kurikuler,
meliputi kurikulum,silabus umum, rpp, evaluasi,dll. (b) jasa penelitian berupa
berbagai kegiatan penelitian. (c) jasa ekstrakurikuler meliputi berbagai kegiatan
pelayanan diluar jasa kurikuler, seperti kegiatan kesenian, olahraga,dll. (d) jasa
pengembangan kehidupan bermasyarakat, seperti mengobservasi kehidupan
petani, pengusaha, perusahaan industri, mengunjungi rumah sakit,dll. (e) jasa
administrasi /ketatausahaan berupa layanan berbagai surat keterangan, surat
pengantar bagi peserta didik, laporan hasil belajar dan sebagainya. (f) jasa layanan
khusus berupa layanan bimbingan dan konseling, layanan perpustakaan layanan
UKS, dll.
3. Mutu Pendidikan adalah kesesuaian paduan sifat-sifat produk dengan kebutuhan
para pelanggan.
4. Pelanggan Pendidikan adalah pihak yang dipengaruhi oleh produk pendidikan dan
proses pendidikan yang terjadi dalam produk dan penyajian produk itu.
6
Pelanggan pendidikan dapat dibagi:
a. Pelanggan primer : pihak yang langsung membutuhkan dan dipengaruhi oleh serta
langsung berkepentingan pada produk pendidikan , dalam arti proses pelayanan
(jasa kependidikan ).
b. Pelanggan sekunder : terdiri atas pengelola pendidikan (kepala sekolah, guru,
pegawai tata usaha, tenaga penunjang pendidikan), orangtua siswa, masyarakat,
pemerintah, organisasi sponsor/ penyelenggara dan lingkungan. Inilah yang
disebut stakeholder.
c. Pelanggan tertier : adalah dunia usaha / dunia industri, lembaga study lanjutan,
inilah pihak-pihak yang langsung membutuhkan dan berkepentingan pada produk
pendidikan.
7
keluarga, sekolah lebih cenderung memberikan pengetahuan saja. Namun sangat
disayangkan bahwa kondisi orangtua dalam masyarakat Indonesia masih hidup
terbelakang baik secara ekonomi maupun kesehatan (kurang gizi), serta kerja yang
serabutan, sehingga dapat kita bayangkan bagaimana generasi yang dihasilkannya
dalam rangka peningkatan pendidikan non-formal anak disamping pendidikan di
sekolah.
3) Peserta didik (belum sepenuhnya peserta didik dari berbagai tingkatan yang
tertampung, sehingga berdampak pada jumlah anak putus sekolah karena biaya tinggi
dan juga kurang didukung oleh faktor pendekatan pisik (gizi) dan pendekatan psikis.
4) Negara (dari segi material bahwa negara belum menempatkan pos khusus untuk
pendidikan, dan kesannya dana pendidikan disediakan secara tambal sulam, jelas kita
akan mengetahui apa hasil pendidikan dengan dana terbatas. Siap atau tidak siap,
pendidikan di daerah memerlukan perhatian serius terutama dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan pemanfaatan sumberdaya manusia di daerah. Selanjutnya dana
pendidikan 20% yang dianggarkan dalam APBN/APBD masih sebatas wacana,
kalaupun ada biaya murah atau gratis biaya pendidikan di daerah-daerah tertentu,
kesannya dipaksakan untuk populis saja bahkan untuk menarik simpati partai politik
pendukung saja bukan sebagai bentuk perencanaan pendidikan yang matang.
5) Pengelola profesi pendidikan (cenderung menyelenggarakan pendidikan bukan motiv
mencerdaskan tetapi profit oriented atau bisnis sehingga pendidikan terkesan mahal,
sementara pendidikan formal yang disediakan negara sangat terbatas menampung
peserta didik). Dikhawatirkan oleh Neils Postman seorang pemikir pendidikan dunia,
akan terjadi apa yang dinamakan teacher as as subversive activity. Untuk itu sekolah
harus bisa menjadi alat kontrol cita-cita kemajuan bangsa sesuai filsafat pendidikan
dan arah kebijakan pembangunan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan UUD
45.
8
B. Hakekat Supervise Pendidikan
2.5 Konsep Dasar Supervisi Pendidikan
1) Pengertian Supervisi Pendidikan
Ada bermacam-macam konsep supervise. Secara historis mula-mula diterapkan
konsep supervisi yang tradisional, yaitu pekerjaan inspeksi, mengawasi dalam
pengertian mencari kesalahan dan menemukan kesalahan dengan tujuan untuk
diperbaiki. Perilaku supervisi yang tradisional ini disebut snooper vision, yaitu tugas
memata-matai untuk menemukan kesalahan. Konsep seperti ini menyebabkan guru-
guru menjadi takut dan mereka bekerja dengan tidak baik karena takut dipersalahkan.
Kemudian berkembang supervisi yang bersifat ilmiah, ialah:
1. Sistematis, artinya dilaksanakan secara teratur, berencana dan kontinu.
2. Objektif dalam pengertian ada data yang didapat berdasarkan observasi nyata
bukan berdasarkan tafsiran pribadi.
3. Menggunakan alat mencatat yang dapat memberikan informasi sebagai umpan
balik untuk mengadakan penelitian terhadap proses pembelajaran di kelas. Makin
maju hasil-hasil penelitian di bidang pendidikan telah membantu berubahnya
berbagai pendekatan dalam supervisi pendidikan.
9
kepada keterampilan supervisor sebagai pemimpin. Seorang supervisor yang baik
memiliki lima keterampilan dasar, yaitu:
1. Keterampilan dalam hubungan-hubungan kemanusiaan
2. Keterampilan dalam proses kelompok
3. Keterampilan dalam kepemimpinan pendidikan
4. Keterampilan dalam mengatur pesonalia sekolah
5. Keterampilan dalam evaluasi (Kimball Wiles, 1955)
Dalam buku Kimball Wiles yang direvisi oleh John T. Lovel, dijelaskan
supervisi pengajaran dianggap sebagai sistem tingkah laku formal, yang dipersiapkan
oleh lembaga untuk mencapai interaksi dengan sistem perilaku mengajar dengan cara
memelihara, mengubah dan memperbaiki rencana serta aktualisasi kesempatan belajar
siswa. Uraian tentang supervisi pengajaran yang disebutkan di atas berfokus pada:
1. Perilaku supervisor
2. Dalam membantu guru-guru
3. Dan tujuan akhirnya untuk mengangkat harapan belajar siswa
Sehingga dapat dirumuskan supervisi tidak lain dari usaha memberi layanan
kepada guru-guru baik secara individual maupun secra kelompok dalam usaha
memperbaiki pengajaran. Kata kunci dari pemberi supervisi pada akhirnya ialah
memberikan layanan dan bantuan.
10
c. Membimbing guru agar dapat mengefektifkan penggunaan sumber-sumber belajar.
d. Membnatu guru agar dapat mengevaluasi kemajuan belajar murid.
e. Membantu guru agar dapat menjalankan tugasnya dengan perasaan penuh
tanggungjawab.
f. Membantu guru menggunakan metode-metode dan alat-alat pelajaran modern.
g. Membantu guru dalam memenuhi kebtuhan belajar murid.
h. Membantu guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka
pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka.
i. Membantu guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang
diperolehnya.
j. Membantu guru agar waktu dan tenaga tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan
sekolah (Sahertian, 1985).
11
6. Untuk menganggap agar apayang dilakukan dan yang ditemukan tidak hilang atau
terlupakan sebaiknya supervisor membuat catatan singkat, berisi hal-hal penting yang
diperlukan untuk membuat laporai oleh supervisor.
Secara umum
a. Prinsip Ilmiah. Prinsip ilmiah mengandung ciri-ciri sebagai berikut.
1) Kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data obyektif yang diperoleh dalam
kenyataan pelaksanaan proses belajar mengaja.
2) Untuk memperoleh data perlu diterapkan alat perekam data seperti angket,
observasi, percakapan pribadi, dan seterusnya.
3) Setiap kegiatan supervise dilaksanakan secara sistematis terencana.
b. Prinsip Demokratis Servis dan bantuan yang diberikan kepada guru berdasarkan
hubungan kemanusian yang akrab dan kehangatan sehingga guru-guru merasa aman
untuk mengembangkan tugasnya. Demokratis mengandung makna menjunjung tinggi
harga diri dan martabat guru, bukan berdasarkan atasan dan bawahan.
c. Prinsip Kerjasama Mengembangkan usaha bersama atau menurut istilah supervisi “
sharing of idea, sharing of experience ” memberi support mendorong, menstimulasi
guru, sehingga mereka merasa tumbuh bersama.
12
d. Prinsip konstruktif dan kreatif Setiap guru akan merasa termotivasi dalam
mengembangkan potensi kreativitas kalau supervisi mampu menciptakan suasana
kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara menakutkan (Piet Sahertian,
2008).
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian materi di atas, kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Stakeholder pendidikan dapat diartikan sebagai orang yang menjadi pemegang dan
sekaligus pemberi support terhadap pendidikan atau lembaga pendidikan. Dengan
perkataan lain stakeholder adalah orang-orang atau badan yang berkepentingan
langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan pendidikan di sekolah.
2. Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu,
stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder
primer, sekunder dan stakeholder kunci.
14
5. Tujuan dan prinsip supervise pendidikan
1) Tujuan supervise pendidikan
Secara operasional Sahertian menjelaskan bahwa tujuan konkrit dari
supervisi Pendidikan yaitu mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih
efektif, antara lain dengan :
a. Membantu guru agar dapat membantu murid-murid dalam proses belajar
mengajar.
b. Membantu guru agar dapat melihat dengan jelas tujuan pendidikan.
c. Membimbing guru agar dapat mengefektifkan penggunaan sumber-sumber
belajar.
d. Membnatu guru agar dapat mengevaluasi kemajuan belajar murid.
e. Membantu guru agar dapat menjalankan tugasnya dengan perasaan penuh
tanggungjawab.
f. Membantu guru menggunakan metode-metode dan alat-alat pelajaran
modern.
g. Membantu guru dalam memenuhi kebtuhan belajar murid.
h. Membantu guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam
rangka pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka.
i. Membantu guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan
tugas yang diperolehnya.
j. Membantu guru agar waktu dan tenaga tercurahkan sepenuhnya dalam
pembinaan sekolah.
15
Kooperatif, yaitu mengembangkan usaha bersama untuk menciptakan
situasi pembelajaran yang lebih baik.
Konstruktif dan kreatif, yaitu membina inisiatif guru serta mendorongnya
untuk akif dalam menciptakan situasi pembelajaran yang lebih baik.
3.2 Saran
Dengan berbagai uraian di atas, tentunya tidak lepas dari berbagai kekurangan baik
dari segi isi materi, teknik penulisan dan sebagainya, untuk itu sangat diharapkan saran
maupun kritikan yang sangat membangun dalam perbaikan makalah selanjutnya. Baik
dari dosen pembimbing maupun rekan-rekan mahasiswa sekalian.
16
DAFTAR PUSTAKA
Marmoah, Sri. 2016. Administrasi dan Supervisi Pendidikan Teori dan Praktek. Yogyakarta:
CV Budi Utama.
Sahertian, Piet A. 1985. Prinsip dan Tehnik Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Shulhan, Muhawid. 2012. Supervisi Pendidikan: Teori dan Terapan Dalam Mengembangkan
Sumber Daya Guru. Surabaya: Acima Publishing.
17