Anda di halaman 1dari 32

Page |1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini hampir semua negara di dunia sedang menghadapi krisis


ekonomi global, imbas dari krisis ekonomi global adalah menurunnya
pertumbuhan ekonomi dunia. Dunia usaha mengalami kesulitan keuangan
sehingga perlu memikirkan bagaimana cara untuk merangsang pertumbuhan
ekonomi. Namun, banyak hambatan yang dialami oleh dunia usaha tersebut
termasuk masalah pendanaan. Banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan
akibat ketidakmampuan memprediksi berapa jumlah batas maksimum hutang
yang memberikan manfaat bagi perusahaan dan tidak memicu timbulnya biaya
financial distress (Lim, 2010).

Selain hal tersebut, kondisi ekonomi global yang semakin maju,


menimbulkan persaingan usaha yang sangat ketat. Hal ini mendorong manajer
perusahaan untuk meningkatkan produktivitas kegiatan produksi, pemasaran dan
strategi perusahaan. Kegiatan tersebut berkaitan dengan usaha perusahaan dalam
memaksimalkan keuntungan. Selain itu, manajemen perusahaan juga harus
memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham (shareholder). Dalam
memenuhi tujuan tersebut, maka diperlukan pengambilan keputusan yang tepat
baik keputusan investasi, keputusan pendanaan, maupun keputusan dividen.

Salah satu keputusan penting yang dihadapi manajer keuangan dalam


kaitannya dengan kegiatan operasi perusahaan adalah keputusan pendanaan.
Keputusan pendanaan yang baik dari suatu perusahaan dapat dilihat dari
struktur modal, yaitu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi
hutang.Permasalahan ekonomi global tersebut menyatakan bahwa betapa
pentingnya keputusan pendanaan. Perusahaan perlu mengetahui faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi struktur pendanaan perusahaan.
Page |2

Setelah mengetahui faktor-faktor tersebut diharapkan manajemen


perusahaan dapat menentukan dasar pertimbangan untuk menentukan tingkat
pendanaan yang paling optimal bagi perusahaan tersebut agar mampu menaikkan
nilai dan daya saing perusahaan. Struktur modal memiliki peran penting bagi
perusahaan secara keseluruhan, karena dengan struktur modal, perusahaan dapat
menilai kinerja perusahaan dan mampu mengambil keputusan untuk
mengembangkan usahanya. Struktur modal perusahaan terdiri dari dua sisi, yaitu
sisi hutang (liabilitas) dan sisi modal sendiri (ekuitas). Sisi hutang (liabilitas)
merupakan sumber pendanaan perusahaan yang berasal dari pihak eksternal
berupa pinjaman. Sedangkan sisi modal sendiri (ekuitas) merupakan sumber
pendanaan perusahaan yang berasal dari pihak internal perusahaan. Bagi sebagian
besar perusahaan, sumber pendanaan dari modal sendiri seringkali dirasa kurang.
Hutang, karena sifatnya tidak permanen dan lebih murah untuk diadakan,
seringkali menjadi bagian penting dalam struktur modal perusahaan. Walaupun
demikian kreditor tidak selalu mau meminjamkan uangnya, terutama jika
resiko kredit perusahaan tinggi.

Keputusan pendanaan merupakan keputusan mengenai seberapa besar


tingkat penggunaan utang dibanding dengan ekuitas dalam membiayai investasi
perusahaan. Dana yang tersedia pada struktur permodalan tersebut akan
digunakan untuk mendanai investasi perusahaan atas berbagai macam jenis
pilihan investasi yang tersedia

1.2 Batasan Masalah


Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal antara lain profitabilitas, likuiditas, struktur aktiva,
pertumbuhan penjualan, resiko bisnis, ukuran perusahaan dan lain sebagainya.
Namun, terdapat perbedaan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal antara lain: pertumbuhan penjualan, perlindungan
pajak selain hutang (non debt tax shield), dan kapasitas pemenuhan pembayaran
bunga hutang (debt service capacity).
Page |3

Secara rinci dari rumusan masalah di atas maka dapat diajukan tiga
pertanyaan penelitian yaitu:

1. Apakah pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap struktur modal


perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indenesia periode 2007-
2009 ?

2. Apakah non debt tax shield berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indenesia periode 2007-2009 ?

3. Apakah debt service capacity berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan


manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indenesia periode 2007-2009 ?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan


dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi struktur modal pada


perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode 2007-2009.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan penjualan,
non debt tax shield, terhadap struktur modal pada perusahaan manufaktur
yang ada di Indonesia.
3. Untuk mengetahu seberapa besar pengaruh debt service capacity terhadap
struktur modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di perusahaan
Bursa Efek Indonesia Periode 2007 – 2009.
Penelitian dilakukan untuk memperoleh manfaat antara lain :
1. Memperoleh pengetahuan mengenai hubungan struktur modal dengan
berbagai karakteristik perusahaan pada perusahaan manufaktur di
Indonesia.
2. Sebagai bentuk kontribusi dalam penelitian mengenai struktur modal,
terutama struktur modal di negara berkembang.
Page |4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Struktur Modal

Struktur modal merupakan komposisi pendanaan ekuitas / modal


sendiri dan utang pada suatu perusahaan. Struktur modal sering kali
dihitung berdasarkan besaran relatif berbagai sumber pendanaan. Stabilitas
keuangan perusahaan serta risiko gagal melunasi utang tergantung pada
sumber pendanaan serta jenis dan jumlah berbagai aktiva yang dimiliki
perusahaan. Struktur modal dapat diartikan sebagai paduan sumber dana
jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan.

2.1.2 Pembagian & Kebijakan Struktur Modal

Kombinasi pemilihan struktur modal yang optimal merupakan hal


penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan karena kombinasi
pemilihan struktur modal tersebut akan mempengaruhi juga tingkat biaya
modal (cost of capital) yang dikeluarkan oleh perusahaan. Tingkat biaya
modal adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk
mendapatkan dana guna membiayai investasinya. Apabila suatu
perusahaan bermaksud untuk melakukan kombinasi atas struktur modal
yang ada maka tingkat biaya modal dari struktur modal tersebut dihitung
dengan menggunakan tingkat biaya rata-rata tertimbang (weighted
average cost of capital), yang dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Page |5

Tingkat biaya rata-rata tertimbang hanya dapat dicapai apabila


perusahaan telah menentukan struktur modalnya yang optimal. Struktur
yang optimal suatu perusahaan harus berada pada keseimbangan antara
risiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham
Menurut Dr. Dermawan Sjahrial, M.M. (2008:179), teori struktur modal
di bagi dua bagian:
1. Teori struktur modal tradisional yang terdiri dari:
a. Pendekatan laba bersih (net income approach)
Pendekatan laba bersih mangasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi
atau menilai laba perusahaan dengan tingkat kapitalisasi yang konstan
dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah hutangnya dengan tingkat
biaya hutang yang konstan pula. Karena tingkat kapitalisasi dan tingkat
biaya hutang konstan maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan
perusahaan, biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil sebagai
akibat penggunaan hutang yang semakin besar, nilai perusahaan akan
meningkat.
b. Pendekatan laba operasi (net operating income approach)
Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan
berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama,
diasumsikan bahwa biaya hutang konstan seperti halnya dalam
pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan hutang yang semakin besar
Page |6

oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan.


Oleh karena itu tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal
sendiri akan meningkat sebagai akibat meningkatnya risiko perusahaan.
Konsekwensinya biaya modal rata-rata tertimbang tidak mengalami
perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak penting.
c. Pendekatan tradisional (traditional approach)
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga leverage tertentu, risiko
perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik tingkat bunga
hutang maupun tingkat kapitalisasi relatif konstan. Namun demikian
setelah leverage atau rasio hutang tertentu, biaya hutang dan biaya modal
sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin
besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena
penggunaan hutang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata
tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan
meningkat.
Ketiga pendekatan struktur modal tradisional ini pada mulanya
dikembangkan oleh David Durand pada tahun 1952.
2. Teori struktur modal modern yang terdiri dari:
a. Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak
Pada tahun 1958 mereka mengajukan suatu teori yang ilmiah tentang
struktur modal perusahaan. Teori mereka menggunakan beberapa asumsi:
1) Risiko bisnis perusahaan diukur dengan σ EBIT (Standard Deviation
Earning Before Interest and Taxes)
2) Investor memiliki pengharapan yang sama tentang EBIT perusahaan di
masa mendatang.
3) Saham dan obligasi diperjual belikan di suatu pasar modal yang
sempurna.
4) Seluruh aliran kas adalah perpetuitas (sama jumlahnya setiap periode
hingga waktu tak terhingga). Dengan kata lain, pertumbuhan perusahaan
adalah nol atau EBIT selalu sama.
b. Model Modigliani-Miller (MM) dengan pajak
Pada tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM
Page |7

tahun 1958.Asumsi yang diubah adalah adanya pajak terhadap


penghasilan perusahaan. Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan
bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan karena
biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak.
c. Model Miller
Tahun 1976, Miller menyajikan suatu teori struktur modal yang juga
meliputi pajak untuk pengasilan pribadi. Pajak pribadi ini adalah pajak
penghasilan dari saham dan pajak pengasilan dari obligasi.
d. Financial distress dan agency costs
Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan
keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami
kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan yang disebabkan
oleh: keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar, biaya likuidasi
perusahaan, rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual, dan
sebagainya.
Agency costs atau biaya keagenan adalah biaya yang timbul karena
perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara
pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Biaya keagenan ini
muncul dari problem keagenan. Jika perusahaan menggunakan utang, ada
kemungkinan pemilik perusahaan melakukan tindakan yang merugikan
kreditor.
e. Model trade off
Semakin besar penggunaan hutang, semakin besar keuntungan dari
penggunaan hutang, tetapi PV biaya financial distress dan PV agency
costs juga meningkat, bahkan lebih besar. Kesimpulannya adalah:
penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya
sampai kondisi tertentu.
f. Teori informasi tidak simetris
Awal dekade 1950-an, Gordon Donaldson dari Harvard University
mengajukan teori tentang informasi asimetris. Asymmetric information
adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak
dari pihak lain. Karena asymmetric information, manajemen perusahaan
Page |8

tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor di pasar modal.

2.1.3 Sumber Pendanaan


Struktur modal berkaitan dengan perolehan sumber pendanaan
perusahaan. Sumber pendanaan perusahaan berasal dari internal dan
eksternal perusahaan. Menurut Riyanto (2001), modal dibagi menjadi
dua yaitu:
1. Modal Sendiri
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik
perusahaan dan yang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang
tidak tertentu lamanya. Oleh karena itu, modal sendiri ditinjau dari
sudut likuiditas merupakan dana jangka panjang yang tidak tertentu
waktunya.
Modal sendiri terdiri dari dua sumber yaitu sumber intern dan
ekstern. Modal sendiri yang berasal dari dari sumber intern ialah dalam
bentuknya keuntungan yang dihasilkan perusahaan.

Modal sendiri yang berasal dari sumber ekstern ialah modal yang
berasal dari pemilik perusahaan.Modal yang berasal dari pemilik
perusahaan terdiri dari berbagai macam bentuk menurut bentuk hukum
dari masing-masing perusahaan yang bersangkutan. Dalam PT modal yang
berasal dari pemilik ialah modal saham. Modal sendiri di dalam suatu
perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas terdiri dari, (Riyanto
2001):
A. Modal Saham
Saham adalah tanda bukti pengambilan bagian atau peserta
dalam suatu perusahaan PT.
Adapun jenis-jenis dari saham adalah sebagai berikut:
1. Saham Biasa
Pemegang saham biasa akan mendapat dividen pada akhir tahun
pembukuan, hanya kalau perusahaan tersebut mendapatkan
keuntungan. Apabila perusahaan tersebut tidak mendapatkan
Page |9

keuntungan, maka pemegang saham tidak mendapat dividen.


2. Saham Preferen
Pemegang saham preferen mempunyai beberapa preferensi
tertentu di atas pemegang saham biasa. Pembagian dividen dari saham
preferen diambilkan terlebih dahulu, kemudian sisanya barulah
disediakan untuk saham biasa. Apabila perusahaan dilikuidir, maka
dalam pembagian kekayaan, saham preferen didahulukan daripada
saham biasa.
3. Saham Preferen Kumulatif
Jenis saham ini pada dasarnya adalah sama dengan saham preferen.
Perbedaannya terletak pada adanya hak kumulatif pada saham preferen
kumulatif. Dengan demikian pemegang saham preferen kumulatif
apabila tidak menerima dividen selama beberapa waktu karena
besarnya laba tidak mengizinkan atau karena adanya kerugian,
pemegang jenis saham ini dikemudian hari apabila perusahaan
mendapatkan keuntungan berhak untuk menuntut dividen-dividen
yang belum dibayarkan di waktu-waktu lampau.
B. Cadangan
Cadangan disini dimaksudkan sebagai cadangan yang dibentuk dari
keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan selama beberapa waktu yang
lampau atau dari tahun yang berjalan. Tidak semua cadangan termasuk
dalam pengertian modal sendiri.
Cadangan yang termasuk dalam modal sendiri antara lain
(Riyanto,2001) :
1. Cadangan ekspansi
2. Cadangan modal kerja
3. Cadangan selisih kurs
4. Cadangan untuk menampung hal-hal atau kejadian-kejadian
yang tidak terduga sebelumnya (cadangan umum).
Adapun cadangan yang tidak termasuk dalam modal sendiri
antara lain ialah cadangan depresiasi, cadangan piutang ragu-ragu,
dan cadangan yang bersifat hutang (cadangan untuk pensiun
P a g e | 10

pegawai, cadangan untuk membayar pajak).

C. Laba Ditahan
Keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dapat sebagian
dibayarkan sebagai dividen dan sebagian ditahan oleh perusahaan.
Apabila penahanan keuntungan tersebut sudah dengan tujuan tertentu,
maka dibentuklah cadangan sebagaimana diuraikan diatas. Jika
perusahaan belum mempunyai tujuan tertentu mengenai penggunaan
keuntungan tersebut, maka keuntungan merupakan laba yang ditahan
(retained earning). Adanya keuntungan akan memperbesar retained
earning yang berarti akan memperbesar modal sendiri

2. Modal Asing
Modal asing atau hutang adalah modal yang berasal dari luar
perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi
perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan hutang.
Menurut Riyanto (2001), modal asing terbagi tiga , antara lain :
A. Hutang Jangka Pendek
Hutang jangka pendek adalah modal asing yang jangka waktunya kurang
dari satu tahun. Hutang jangka pendek terdiri dari: hutang dagang, hutang
wesel, hutang yang masih harus dibayar, hutang jangka panjang yang
segera jatuh tempo, dan penghasilan yang diterima dimuka.
B. Hutang Jangka Menengah
Hutang jangka menengah adalah modal asing yang jangka waktunya
lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun.Kebutuhan membelanjai
usaha dengan jenis kredit ini dirasakan karena adanya kebutuhan yang tidak
dapat dipenuhi dengan hutang jangka pendek di satu pihak juga sulit dipenuhi
P a g e | 11

dengan hutang jangka panjang.


Menurut Riyanto (2001).Bentuk-bentuk utama dari kredit jangka
menengah adalah sebagai berikut:
1. Tearm Loan
Tearm loan adalah kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun
dan kurang dari sepuluh tahun. Pada umumnya tearm loan dibayar kembali
dengan angsuran tetap selama suatu periode tertentu (amortization payment),
misalkan pembayaran angsuran dilakukan setiap bulan, setiap kuartal atau
setiap tahun. Tearm loan ini biasanya diberikan oleh bank dagang,
perusahaan asuransi, atau manufaktur.
2. Leasing
Merupakan suatu cara untuk menggunakan suatu aktiva tanpa
harus membeli aktiva tersebut. Karena leasing merupakan suatu bentuk
persewaan dengan jangka waktu tertentu. Kepemilikan atas aktiva tersebut
berada pada pihak yang menyewakan (lessor), tetapi pemanfaatan
ekonominya dilakukan oleh pihak yang menyewa (lessee).

Ada tiga bentuk utama dari leasing (Riyanto, 2001) :


i.Sale and leaseback
Dalam bentuk leasing ini, pemilik aktiva menjual aktiva kepada
leasing corporation atau bank dan bersamaan dengan itu dibuatkan
kontrak leasing untuk menggunakan aktiva terebut selama suatu periode
tertentu dengan syarat tertentu.
ii.Operating leases
Bentuk leasing ini memberikan service mengenai
pemeliharaannya.
iii.Financial leases
Financial lease adalah bentuk leasing yang tidak memberikan
maintenance service, tidak dapat dibatalkan dan harus penuh
diangsur.
C. Hutang Jangka Panjang
Hutang jangka panjang adalah hutang yang jangka waktunya
P a g e | 12

lebih dari sepuluh tahun. Hutang jangka panjang ini pada umumnya
digunakan untuk membelanjakan perluasan perusahaan (ekspansi) atau
modernisasi dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk keperluan
tersebut meliputi jumlah yang besar.
Menurut Riyanto (2001), bentuk hutang jangka panjang antara lain:
1. Hutang Obligasi
Merupakan surat pengakuan hutang jangka panjang secara tertulis
dalam kontrak surat obligasi yang dilakukan oleh pihak berhutang yang
wajib membayar hutangnya disertai bunga (penerbit obligasi) kepada
pihak yang berhak menerima pembayaran atas piutang yang dimilikinya.
Menurut Riyanto (2001), hutang obligasi terdir dari:
a) Obligasi biasa (bonds)
Obligasi biasa ialah obligasi yang bunganya tetap dibayar oleh
debitur dalam waktu-waktu tertentu, dengan tidak memandang apakah
debitur memperoleh keuntungan atau tidak.

b) Obligasi pendapatan (income bonds)


Obligasi pendapatan adalah jenis obligasi di mana pembayaran bunga
hanya dilakukan pada waktu debitur atau perusahaan yangmengeluarka
surat obligasi tersebut mendapatkan keuntungan.
c) Obligasi yang dapat ditukar (convertible bonds)
Convertible bond adalah obligasi yang memberikan kesempatan kepada
pemegang surat obligasitersebut untuk ditukarkan dengan saham dari
perusahaan yang bersangkutan.
2. Hutang Hipotik
Hutang hipotik adalah pinjaman jangka panjang di mana kreditur
diberi hak hipotik terhadap suatu barang tidak bergerak, agar supaya
bila debitur tidak memenuhi kewajiannya, barang itu dapat dijual dan hasil
dari hasil penjualannya dapat digunakan untuk menutup tagihannya.

2.1.4 Teori Struktur Modal


P a g e | 13

Pembahasan tentang struktur modal ( capital structure ) sangat


berkaitan dengan keputusan pembelanjaan ( financial decision ) yang akan
dilakukan oleh perusahaan.
Dengan kata lain, apakah pembelanjaan dengan menggunakan
sumber dana yang berbeda akan ada pengaruhnya terhadap nilai
perusahaan ( value of the firm ) yang biasanya dicerminkan dalam harga
saham perusahaan.
TEORI STRUKTUR MODAL DALAM PASAR YANG SEMPURNA

Pasar modal yang sempurna adalah pasar modal yang yang sangat
kompetitif. Dalam pasar tersebut antara lain tidak dikenal biaya
kebangkrutan, tidak ada biaya transaksi, informasi bisa diperoleh tanpa
biaya, bunga pinjaman dan simpanan sama, serta aktiva tersebut bisa
dibagi-bagi ( fully divisible ). Sebagai tambahan diasumsikan tidak ada
pajak penghasilan ( income tax ). Secara intuitif kita bisa mengatakan
bahwa apabila pasar modal tersebut adalah sempurna, maka variasi dalam
struktur modal tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap perusahaan.
Apabila perusahaan dinilai berdasarkan resiko sistematisnya, maka tingkat
leverage ( yaitu perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri )
tidak akan mempengaruhi.

Tentu saja asumsi-asumsi yang telah dikemukakan diatas tidak


akan kita jumpai dalam dunia nyata. Tetapi untuk lebih mempermudah
dalam memahami tentang struktur modal ini, analisis kita awali dengan
kondisi seperti yang dikemukakan diatas.

Asumsi-asumsi lain yang digunakan sebagai tambahan dalam


mempermudah pemahaman kita, antara lain :
1. Laba operasi yang diperoleh setiap tahunnya dianggap konstan.
Ini berarti bahwa perusahaan tidak merubah keputusan investasinya.
2. Semua laba yang tersedia bagi pemegang saham dibagikan
sebagai deviden. Ini berarti bahwa kita tidak memasukkan unsur
kerumitan faktor kebijakan deviden.
3. Hutang yang dipergunakan bersifat permanen. Ini berarti bahwa
hutang yang jatuh tempo akan diperpanjang lagi. Asumsi ini hanya
untuk mempermudah perhitungan biaya hutang ( cost of Debt ) dan
membuat hutang dan modal sendiri comparable.
4. Pergantian struktur hutang dilakukan secara langsung. Artinya,
P a g e | 14

apabila perusahaan menambah hutang, maka modal sendiri


dikurangi, demikian juga sebaliknya.
Sesuai dengan asumsi diatas, bahwa hutang bersifat permanen,
maka kita dapat merumuskan biaya modal dari masing-masing sumber
dana sebagai berikut ini :
E
Ke = ______
S
Dimana : Ke = biaya modal sendiri ( cost of equity )
E = laba per lembar saham
S = nilai pasar modal sendiri

Sedangkan bagi kreditur, biaya modal yang mereka syaratkan


disebut sebagai biaya hutang ( cost of Debt ).
F
Kd = ______
B
Dimana : Kd = biaya hutang ( cost of Debt )
F = beban bunga yang dibayarkan
B = Total nilai pinjaman ( hutang )

Berdasarkan kedua formulasi diatas, maka biaya modal perusahaan


dapatlah diformulasikan sebagai berikut :
S B
ko = ke ( _______) + kd ( ______ )
B+S B+S
O Laba Operasi
P a g e | 15

ko = ______ = _______________
V Nilai Perusahaan
Dimana : Nilai Perusahaan ( value of the firm ) adalah V = B + S

PENDEKATAN TRADISIONAL
Pendekatan tradisional ini beranggapan bahwa dalam pasar modal
yang sempurna dan tidak ada pajak, nilai perusahaan ( value of the firm )
atau biaya modal perusahaan bisa berubah dengan cara merubah struktur
modalnya ( yaitu B/S ). Untuk lebih jelasnya perhatikan ilustrasi
perhitungan dibawah ini.
Misalkan, Perusahaan PT. XYZ mempunyai 100% modal sendiri,
dan diharapkan akan memperoleh laba bersih setiap tahunnya sebesar Rp.
10 juta. Andaikan tingkat keuntungan yang dipersyaratkan oleh pemilik
modal sendiri ( = ke ) adalah sebesar 20%, maka value of the firm dan cost
of Equity dapat dihitung sebagai berikut ini :

O Laba bersih operasi Rp. 10.000.000,-


F Bunga 000,-
E Laba tersedia untuk pemilik saham Rp. 10.000.000,-
ke Biaya modal sendiri ( 10 juta : 50 juta ) 0,20
S Nilai modal sendiri( 10 juta : 0,20 ) Rp. 50.000.000,-
B Nilai pasar hutang -
V Nilai perusahaan Rp. 50.000.000,-
ko Biaya modal perusahaan
= 0,20 ( 50 / 50 ) + 0 ( 0 / 50 ) 0,20
atau
= 10.000.000 / 50.000.000 0,20
Andaikata sekarang perusahaan PT XYZ berkeinginan untuk
mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang ( debt ), dimana biaya
hutang ( kd ) atau tingkat keuntungan yang diminta oleh kreditur adalah
sebesar 16%. Dengan penggunaan hutang ini, perusahaan mempunyai
P a g e | 16

kewajiban membayar bunga sebesar Rp. 4.000.000,- setiap tahunnya.


Kalau laba operasi tidak berubah, berapakah value of the firm dan biaya
modal perusahaan ?
O Laba bersih operasi Rp.10.000.000,-
F Bunga Rp.4.000.000,-
E Laba tersedia untuk pemilik saham Rp. 6.000.000,-
ke Biaya modal sendiri (6 juta : 27.272 ) 0,22
S Nilai modal sendiri ( 6 juta : 0,22 ) Rp. 27.272.700,-
B Nilai pasar hutang ( 4 juta : 0,16 ) Rp. 25.000.000,-
V Nilai perusahaan Rp. 52.272.700,-
ko Biaya modal perusahaan
= 0,22 (27.272 / 52.272) + 0,16 (25.000 / 52.272 ) 0,19
atau
= 10.000.000 / 52.272.700 0,19

Dari ilustrasi perhitungan diatas, tampak bahwa dengan


menggunakan hutang, biaya modal sendiri ( ke ) menjadi naik yakni
sebesar 22% tetapi keadaan perusahaan menjadi lebih baik karena nilai
perusahaan menjadi lebih tinggi dan biaya modal perusahaan ( ko )
menjadi menurun yakni dari sebesar 0,20 menjadi 0,19. Andaikata,
sebelum perusahaan menggunakan hutang mempunyai 1.000 lembar
saham, maka harga sahamnya ( Rp. 50 juta : 1000 ) = Rp. 50.000,- per
lembar. Setelah perusahaan mengganti sebagian sahamnya dengan hutang,
maka harga sahamnya mengalami kenaikan yakni menjadi sebesar ( Rp.
27.272.700,- : 500 ) = Rp 54.545,-
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa penggunaan hutang
( debt ) dalam struktur modal perusahaan akan berdampak pada naiknya
harga saham perusahaan serta dapat menurunkan biaya modal perusahaan.

PENDEKATAN MODIGLIANI DAN MILLER


P a g e | 17

Menurut Modigliani & Miller ( MM ), bahwa apa yang dikatakan


dalam pendekatan tradisional adalah tidak benar. MM dalam hal ini
menunjukkan kemungkinan munculnya “ arbitrage process “ yang akan
membuat harga saham ( atau nilai perusahaan / value of the firm ) yang
tidak menggunakan hutang ( debt ) maupun yang menggunakan hutang,
akhirnya sama. Arbitrage process ini muncul karena investor akan
lebih menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit tetapi
memberikan penghasilan bersih yang sama dengan resiko yang sama pula.
Dalam contoh diatas, pemodal bisa memperoleh keuntungan yang sama
tetapi dengan investasi yang lebih kecil, apabila memiliki saham PT XYZ
yang tidak memiliki hutang.
Misalkan apabila kita memiliki 20% saham PT XYZ yang
menggunakan hutang ( Debt ), maka nilai kekayaan yang kita miliki adalah
sebesar ( 0,20 x Rp. 27.272.700,- ) = Rp 5.450.000,-.

Langkah dalam arbitrage process :


1.Jual saham PT. XYZ, dan kita akan memperoleh dana sebesar Rp.
5.450.000,-
2.Pinjam dana sebesar Rp. 5.000.000,-. Nilai pinjaman ini adalah sebesar
20% dari nilai hutang PT. XYZ.
3.Beli 20% saham PT. ABC yang tidak memiliki hutang dalam struktur
modalnya senilai 0,20 x Rp. 50.000.000,- = Rp. 10.000.000,-
4.Dengan demikian kita dapat menghemat investasi sebesar Rp. 450.000,

Apabila kita lihat sebelum menjual dan membeli, keuntungan yang


diharapkan besarnya sama, yakni :
Pada waktu memiliki saham PT. XYZ = 0,20 x Rp. 6.000.000,- = Rp. 1.200.000,-
Pada waktu membeli saham PT ABC :
- Keuntungan dari saham = 0,20 x Rp. 10.000.000,- = Rp. 2.000.000,-
- Bunga yang dibayar = 0,16 x Rp. 5.000.000,- = Rp. 800.000,-
P a g e | 18

Keuntungan bersih Rp. 1.200.000,-

Sebenarnya kalau kita amati dengan mendasarkan pada pendekatan


tradisional diatas, maka disini kita akan menjumpai kejanggalan dalam
masalah penggantian struktur modal sendiri dengan hutang yang nilainya
Rp. 25 juta menjadi Rp. 27,27 juta.
Andaikata nilai modal sendiri yang asalnya sebesar Rp. 50 juta
kemudian berubah menjadi Rp. 25 juta karena adanya penggantian dengan
hutang yang nilainya Rp. 25 juta, maka seharusnya biaya modal sendiri
akan menjadi :
ke = E = 6 juta = 24%
S 25 juta
Dengan kd = 16%, maka biaya modal perusahaan setelah
menggunakan hutang adalah :
ko = 24% ( 25 / 50 ) + 16% ( 25 / 50 )

= 20%
Hal ini berarti bahwa biaya modal perusahaan ( value of the firm )
tidak berubah, dengan adanya perubahan struktur modal tersebut. Karena
pada pendekatan tradisional diasumsikan biaya modal sendiri meningkat
tetapi hanya menjadi 22%, maka perusahaan yang menggunakan hutang
menjadi lebih tinggi nilainya dari perusahaan yang tidak menggunakan
hutang.
Dalam kondisi pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, MM
merumuskan bahwa biaya modal sendiri akan berperilaku sebagai berikut :
ke = keu + ( keu - kd ) ( B / S )
ke = 20% + ( 20% - 16% ) ( 25 / 25 )
= 24%
Dimana : keu adalah biaya modal sendiri pada saat perusahaan
tidak menggunakan hutang dalam komponen struktur modalnya.
Dari hasil perhitungan diatas, maka kita akan memperoleh hasil
yang sama sebesar 24% seperti ditunjukkan dalam perhitungan
P a g e | 19

sebelumnya diatas. Perhatikan bahwa biaya hutang ( kd ) selalu lebih kecil


dari modal sendiri ( keu ).
Hal ini disebabkan karena pemilik modal sendiri menanggung
resiko yang lebih besar dari pemberi kredit, disamping itu kita berada
dalam pasar modal yang kompetitif. Kondisi ini disebabkan karena :
1. Penghasilan yang diterima pemilik modal sendiri bersifat lebih
tidak pasti dibandingkan dengan pemberi kredit.
2. Dalam kondisi likuidasi, pemilik modal sendiri akan menerima
bagian yang paling akhir setelah kredit-kredit dilunasi.

Jadi tidaklah benar argumen yang dikemukakan oleh pendekatan


traditional yang mengatakan bahwa apabila perusahaan menghimpun dana
dalam bentuk equity, perusahaan kemudian berhasil menghimpun dana
murah. MM kemudian berpendapat bahwa semua sumber pendanaan
mempunyai biaya, dan untuk modal sendiri justru biayanya lebih mahal
dibandingkan dengan dana pinjaman.

Berdasarkan hal ini, maka MM kemudian mengemukakan


argumennya “ bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak
ada pajak, maka keputusan pembelanjaan ( financing decision ) menjadi
tidak relevan “. Artinya, penggunaan hutang ataukah modal sendiri akan
memberi dampak yang sama bagi kemakmuran para pemegang saham
( pemilik ) perusahaan.

PASAR MODAL SEMPURNA DAN ADA PAJAK


MM (Modigliani-Miller) mengemukakan argumentasinya
bahwa “ keputusan pendanaan akan menjadi relevan dalam kondisi pasar
yang sempurna dan ada pajak “. Hal ini disebabkan karena pada umumnya
bunga yang dibayarkan ( dari adanya hutang ) bisa dipergunakan untuk
mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak ( tax deductible ). Dengan
kata lain, apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi yang
sama, tetapi yang satu menggunakan hutang ( debt ) dengan adanya beban
P a g e | 20

bunga, sedangkan yang satunya lagi tidak menggunakan hutang, maka


perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan
( income tax ) yang lebih kecil. Karena menghemat membayar pajak
merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka tentunya nilai
perusahaan ( value of the firm ) yang menggunakan hutang akan lebih
besar dari nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang dalam struktur
permodalannya.
Untuk lebih memperjelas argumen dari MM tersebut, perhatikan
contoh ilustrasi perrhitungan dibawah ini :
PT. DGE PT. KLM
Laba Operasi Rp. 10.000.000,- Rp. 10.000.000,-
Bunga 000,- Rp. 4.000.000,-
Laba Sebelum Pajak Rp. 10.000.000,- Rp. 6.000.000,-
Pajak ( 25% ) Rp. 2.500.000,- Rp. 1.500.000,-
Laba Setelah Pajak Rp. 7.500.000,- Rp. 4.500.000,-

Dari ilustrasi perhitungan diatas, nampak bahwa PT. KLM


membayar pajak yang lebih kecil ( lebih hemat ) dari PT. DGE ( dalam hal
ini selisihnya sebesar Rp. 1 juta ).
Persoalan yang kemudian muncul adalah : “ Apakah penghematan
pajak tersebut merupakan manfaat ?”. Jawabannya adalah “ ya “.
Masalahnya adalah “ bagaimana menghitung besarnya manfaat
tersebut ? “.
Apabila dipergunakan asumsi bahwa hutang bersifat permanen,
maka PT. KLM akan memperoleh manfaat yang berupa penghematan
pajak sebesar Rp. 1 juta setiap tahun selamanya. Berapakah nilai manfaat
tersebut ? Nilai penghematan pajak bisa dicari dengan perhitungan berikut
ini :
∞ Rp. 1 juta
PV penghematan pajak = Σ __________________
t=1 ( 1 + r )t
P a g e | 21

Dimana : PV= present value


R = tingkat bunga ( biaya hutang / kd ), dan karena n = ∞

PV penghematan pajak = Rp. 1 juta / kd


Karena itu kemudian MM berargumen bahwa nilai perusahaan
yang menggunakan hutang ( debt ) akan lebih besar daripada yang tidak
menggunakan hutang. Selisihnya adalah sebesar “ present value
penghematan pajak “. Atau secara lebih mudahnya dapat diformulasikan
sebagai berikut :

VL = VU + PV penghematan pajak

Dimana : VL = nilai perusahaan yang menggunakan hutang


VU = nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang

Andaikata biaya modal sendiri ( keu ) sebesar 20% dan biaya


hutang ( kd ) adalah sebesar 16% maka nilai perusahaan ( value of the firm
) PT. DGE adalah :
VU = Rp. 7.500.000,- / 0,20
= Rp. 37.500.000,-

Penghematan pajak = Rp. 1.000.000,- / 0,16


= Rp. 6.250.000,-
Dengan demikian maka nilai perusahaan ( value of the firm ) PT.
KLM yang menggunakan hutang didalam struktur permodalannya
adalah :
VL = VU + PV penghematan pajak
= Rp. 37.500.000,- + Rp. 6.250.000,-
= Rp. 43.750.000,-
Perhatikan bahwa laba yang tersedia untuk pemilik modal sendiri
P a g e | 22

pada PT. DGE adalah sebesar Rp. 7.500.000,-. Dengan demikian nilai
modal sendiri ( S ) PT. DGE adalah Rp. 37.500.000,- dan karena PT. DGE
tidak menggunakan hutang dalam struktur permodalannya ( unleverage ),
maka berarti nilai perusahaan ( value of the firm / V ) adalah sebesar Rp.
37.500.000,-. Untuk lebih jelasnya perhatikan ilustrasi dibawah ini.
PT. DGE PT. KLM
Laba Operasi Rp. 10.000.000,- Rp. 10.000.000,-
Bunga 000,- Rp. 4.000.000,-
Laba Sebelum Pajak Rp. 10.000.000,- Rp. 6.000.000,-
Pajak ( 25% ) Rp. 2.500.000,- Rp. 1.500.000,-
Laba Setelah Pajak Rp. 7.500.000,- Rp. 4.500.000,-
kd - 0,16
B ( 4 juta : 0,16 ) Rp. 25.000.000,-
Ke ( 4,5 juta : 18,750 juta ) 0,20 0,24
S ( 4,5 juta : 0,24 ) Rp. 37.500.000,- Rp. 18.750.000,-
V Rp. 37.500.000,- Rp. 43.750.000,-
ko 0,2000 0,1714
Biaya rata-rata tertimbang ( weighted average cost of capital )
dapat dihitung dengan cara :
ko = Laba Operasi ( 1 – t ) / V
= [ 10.000.000 ( 1 – 0,25 ) ] / 43.750.000
= 0,171
Cara kedua adalah dengan menghitung biaya rata-rata tertimbang
( weighted average cost of capital ) atas dasar setelah pajak sebagai berikut
ini :
Ko = ke ( S / V ) + kd ( 1 – t ) ( B / V )
= 0,24 (18.750.000 /43.750.000) + 0,16(1–0,25)
( 25.000.000/43.750.000 )
= 0,1714

Argumen yang dikemukakan oleh MM yang menunjukkan bahwa


“ perusahaan akan bisa meningkatkan nilainya ( value of the firm ) kalau
P a g e | 23

menggunakan hutang sebesar-besarnya dalam struktur permodalannya


( dalam keadaan ada pajak ) “, tentu saja banyak mengundang kritikan dan
keberatan dari para praktisi keuangan. Keberatan ini muncul salah satunya
disebabkan oleh asumsi yang dipergunakan oleh MM yang menyiratkan
bahwa dalam pasar modal yang sempurna, biaya modal sendiri ( ke ) akan
mengikuti rumus sebelumnya yakni :

ke = keu + ( keu - kd ) ( B / S ) ( 1 – t )
Dalam contoh kasus ini, berarti bahwa ke PT. KLM adalah
ke = 20% + ( 20% - 16% ) ( 25.000.000 / 18.750.000 ) ( 1 – 0,25 )
= 24%

Dari ilustrasi gambar mengenai perilaku biaya modal berdasarkan


argumen MM diatas, dijelaskan bahwa dalam keadaan tidak ada pajak,
maka biaya modal perusahaan ( ko ) akan konstan, berapapun komposisi
hutang yang dipergunakan dalam struktur permodalannya. Sebaliknya,
dalam keadaan ada pajak, maka ko akan makin menurun dengan semakin
besarnya komposisi hutang yang dipergunakan, turun mendekati biaya
hutang setelah pajak. Biaya modal sendiri meningkat secara linier,
meskipun slope-nya berbeda antara keadaan tidak ada pajak dengan
keadaan ada pajak. Biaya hutang ( kd ) diasumsikan konstan, berapapun
proporsi hutang yang dipergunakan dalam struktur permodalam
perusahaan.

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal


Brigham dan Houston (2011), menyatakan bahwa pada umumnya
perusahaan akan mempertimbangkan beberapa faktor ketika melakukan
keputusan struktur modal antara lain :
P a g e | 24

1. Stabilitas penjualan
Suatu perusahaan yang penjualannya relatif stabil dapat
secara aman mengambil utang dalam jumlah yang lebih besar dan
mengeluarkan beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
2. Struktur aset
Perusahaan yang asetnya memadai untuk digunakan sebagai
jaminan pinjaman cenderung akan cukup banyak menggunakan
utang. Aset umum yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan
dapat menjadi jaminan yang baik, sementara tidak untuk aset dengan
tujuan khusus.
3. Leverage operasi
Jika hal lain dianggap sama, perusahaan dengan leverage
operasi yang lebih rendah akan lebih mampu menerapkan leverage
keuangan karena perusahaan tersebut akan memiliki risiko usaha yang
lebih rendah
4. Tingkat pertumbuhan
Jika hal lain dianggap sama, maka perusahaan yang memiliki
pertumbuhan lebih cepat harus lebih mengandalkan diri pada modal
eksternal. Selain itu, biaya emisi yang berkaitan dengan penjualan
saham biasa akan melebihi biaya emisi yang terjadi ketika perusahaan
menjual utang, mendorong perusahaan yang mengalami pertumbuhan
pesat untuk lebih mengandalkan diri pada utang.
Namun, pada waktu bersamaan, perusahaan tersebut sering kali
menghadapi ketidakpastian yang lebih tinggi, cenderung akan
menurunkan keinginan mereka untuk menggunakan utang.
5. Profitabilitas

Perusahaan dengan tingkat pengembalian atas investasi yang


sangat tinggi ternyata menggunakan utang dalam jumlah yang
relatif sedikit. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan
perusahaan-perusahaan tersebut melakukan sebagian besar
pendanaannya melalui dana yang dihasilkan secara internal.
P a g e | 25

6. Pajak
Bunga merupakan suatu beban pengurangan pajak, dan
pengurangan ini lebih bernilai bagi perusahaan dengan tarif pajak
yang tinggi.
7. Kendali
Pengaruh utang dibandingkan saham pada posisi kendali suatu
perusahaan dapat mempengaruhi struktur modal. Jika manajemen
memiliki kendali / hak suara lebih dari 50% saham tetapi tidak berada
dalam posisi untuk membeli saham tambahan lagi, maka manajemen
mungkin akan memilih utang sebagai pendanaa baru.
8. Sikap manajemen
Tidak ada yang dapat membuktikan bahwa satu struktur modal
akan mengarah pada harga saham yang lebih tinggi dibandingkan
dengan struktur yang lain. Manajemen dapat melaksanakan
pertimbangannya sendiri tentang struktur modal yang tepat.

9. Sikap pemberi pinjaman dan lembaga pemeringkat


Tanpa mempertimbangkan analisis manajemen sendiri atas
faktor leverage yang tepat bagi perusahaan, sikap pemberi pinjaman
dan lembaga pemeringkat sering kali akan mempengaruhi keputusan
struktur keuangan.
10. Kondisi pasar
Kondisi pasar saham dan obligasi mengalami perubahan
dalam jangka panjang maupun jangka pendek yang dapat
memberikan arah penting pada struktur modal optimal suatu
perusahaan.
11. Kondisi internal perusahaan
Kondisi internal suatu perusahaan sendiri juga dapat
berpengaruh pada sasaran struktur modalnya. Perusahaan akan
memilih waktu yang tepat ketika akan mengeluarkan saham.
12. Fleksibilitas keuangan
Mempertahankan fleksibilitas keuangan dilihat dari sudut
P a g e | 26

pandang operasional berarti mempertahankan kapasitas cadangan


yang memadai untuk melakukan pinjaman.

2.1.6 Pengaruh Pertumbuhan Penjualan Terhadap Struktur Modal

Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung


membutuhkan dana yang tinggi. Dana internal dirasa tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan. Maka dari itu perusahaan
membutuhkan dana dari pihak eksternal. Menurut pecking order theory,
ketika dibutuhkan dana eksternal, perusahaan lebih memilih hutang
terlebih dahulu sebagai pendanaan dibandingkan dengan menerbitkan
saham baru. Hal ini disebabkan karena untuk menerbitkan saham baru
perusahaan harus mengeluarkan biaya modal saham.
Menurut Brigham dan Houston ( 2011), perusahaan yang memiliki
tingkat penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman dalam
memperoleh banyak pinjaman dibandingkan dengan perusahaan yang
penjualannya tidak stabil.

Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pertumbuhan penjualan


maka akan semakin tinggi pula tingkat penggunaan hutangnya.
Konsisten dengan hasil penelitian Mas’ud (2008),Kesuma (2009),
Supriyanto (2008), Indrajaya (2011), Suripto (2008), Sbaiti (2010),
menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif terhadap
struktur modal perusahaan. Hasil berbeda diperoleh dari penelitian Nanok
(2008), dan Mayangsari (2001), yang menyatakan bahwa pertumbuhan
penjualan tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.
Pertumbuhan penjualan berpengaruh positif terhadap struktur modal
perusahaan.

2.1.7 Pengaruh Non Debt Tax Shield Terhadap Struktur Modal

Perusahaan yang dikenai pajak tinggi dalam batas tertentu


sebaiknya menggunakan banyak hutang karena adanya tax shield
(perlindungan pajak). Beban bunga hutang tersebut dapat digunakan
P a g e | 27

sebagai tax shield sebagai pengurang laba sebelum pajak. Dalam struktur
modal, non debt tax shield merupakan faktor perlindungan pajak selain
hutang.
Menurut De Angelo (1980), menyatakan bahwa potongan pajak
(tax deduction) yang berupa depresiasi dan investment tax credit dapat
digunakan untuk mengurangi pajak selain bunga hutang. Jadi, perusahaan
dapat mengurangi pajak dengan memanfaatkan keuntungan/perlindungan
pajak melalui fasilitas perpajakan yang diberikan oleh pemerintah atau yang
disebut non debt tax shield.
Mackie-Mason (1990),menyatakan bahwa non debt tax shield
dikelompokkan menjadi dua yaitu : Tax loss carryforward yaitu fasilitas
berupa kerugian yang dapat dikompensasikan terhadap laba paling lama
lima tahun kedepan dan investmen tax credit berupa fasilitas yang diberikan
oleh pemerintah yang meliputi pengurangan beban pajak, penundaan pajak,
dan pembebasan pajak. Dimana investment tax credit sebagai proksi untuk
non debt tax shield pada umumnya diberikan kepada perusahaan yang
memiliki tangible asset yang besar sehingga dapat digunakan sebagai
collateral bagi pengambilan hutang.
Tax shield effect dengan indikator non debt tax shield menunjukkan
besarnya biaya non kas yang menyebabkan penghematan pajak dan dapat
digunakan sebagai modal untuk mengurangi hutang (Mas’ud,2008).
Penghematan pajak selain beban bunga hutang juga berasal dari depresiasi
dan amortisasi. Menurut Young Rok Choi (dalam Tirsono 2008),
menemukan bahwa perusahaan dengan aktiva tangible cenderung
mengajukan lebih banyak hutang.
Perusahaan yang memiliki depresiasi tinggi mencerminkan bahwa
perusahaan tersebut mempunyai aktiva tetap yang besar sehingga dapat
digunakan sebagai collateral untuk mendapatkan hutang. Dengan kata lain
depresiasi berpengaruh positif terhadap struktur modal.
Young Rok Choi (dalam Tirsono 2008), mendukung hipotesis ini
bahwa semakin besar non debt tax shield perusahaan maka semakin besar
jumlah hutang yang digunakan perusahaan. Penelitian tersebut bertentangan
P a g e | 28

dengan penelitian Mas’ud (2008), Mutamimah (2009), dan Sayeed (2011),


yang menyatakan bahwa non debt tax shield tidak berpengaruh signifikan
terhadap struktur modal perusahaan. Non debt tax shield tidak berlaku pada
perusahaan atau Negara yang menganut sistem padat karya (Mas’ud 2008).

2.1.8 Pengaruh Debt Service Capacity Terhadap Struktur Modal


Debt service capacity adalah kapasitas pemenuhan pembayaran
hutang yang dapat diketahui dari debt service ratio yaitu perbandingan
antara laba sebelum pajak dengan biaya bunga hutang. Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi pembayaran
bunga hutang dari laba operasinya (Keoun and others dalam Baral 2004).
Dari persamaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi
debt service ratio suatu perusahaan, maka semakin tinggi laba operasi
perusahaan. Laba operasi yang tinggi mengindikasikan bahwa semakin
tinggi pula kemampuan perusahaan dalam pemenuhan pembayaran
hutangnya.

Berdasarkan trade-off theory, perusahaan yang mempunyai laba


operasi yang tinggi akan lebih banyak melakukan pinjaman hutang untuk
melindungi pendapatan mereka dari pajak (Kumar et al, 2012). Maka
dari itu debt service ratio memiliki hubungan positif terhadap struktur
modal.
Hasil penelitian Shidiqui (2012) menunjukkan hasil berbeda yakni
debt service ratio memiliki hubungan negatif terhadap struktur modal. Baral
(2004), menyatakan bahwa debt service ratio tidak berpengaruh signifikan
terhadap struktur modal.
P a g e | 29

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan


dalam bab sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan pengujian statistik disimpulkan bahwa secara parsial ada


tiga variabel independen yang berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap variabel dependen yaitu variabel Operating leverage,
Profitabilitas (ROI) dan Struktur aktiva. Sedangkan untuk kedua variabel
P a g e | 30

lainnya yaitu Likuiditas dan Pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh


signifikan secara parsial terhadap Struktur Modal.

2. Variabel Likuiditas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap


struktur modal namun arahnya sesuai dengan hipotesa yang ditetapkan
yaitu positif.

3. Variabel Operating Leverage mempunyai pengaruh terhadap struktur


modal dan arahnya pun sesuai dengan hipotesa yaitu negatif.

4. Variabel Profitabilitas mempunyai pengaruh secara positif terhadap


Struktur modal. Walaupun arahnya tidak sesuai dengan hipotesa tetapi
Profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur
modal.

5. Variabel Pertumbuhan penjualan tidak mempunyai pengaruh terhadap


struktur modal dan arahnya sesuai dengan hipotesa yang ditetapkan yaitu
positif.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran


sebagai berikut :

1. Baik perusahaan maupun penelitian selanjutnya sebaiknya


mempertimbangkan kemungkinan pengaruh variabel-variabel lain yang
digunakan dalam mengukur struktur modal (DER) misalnya pajak,
fleksibilitas keuangan, stabilitas penjualan dan price earning ratio.

2. Beberapa variabel yang tidak terbukti pada penelitian ini sebaiknya


pada penelitian yang akan datang digunakan proxy yang lain dari variabel
tersebut, sehingga diharapkan dapat mencerminkan variabel yang
digunakan.
P a g e | 31

3. Bagi pihak manajemen sebelum menetapkan kebijakan struktur


modalnya agar terlebih dahulu memperhatikan variabel profitabilitas,
operating leverage dan struktur aktiva. Dengan memperhatikan variabel-
variabel tersebut, perusahaan dapat memutuskan besarnya struktur modal
yang sesuai sehingga dihasilkan kebijakan struktur modal yang optimal
bagi perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Brigham, Euguene, F. dan Houston, Joel F. 2001. Manajemen Keuanga.


Buku II.Edisi ke Delapan. Jakarta: Erlangga.

Cahyadi, Fandy dan Fandiawati. Melly. 2008. Analisa Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2005.

Riyanto. Bambang. 1995. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi


keempat. Cetakan ketuju. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah
Mada.
P a g e | 32

Sarjono.1993. Telaah Optimal Struktur Modal Guna memaksimumkan


RMS serta Faktor-Faktor yang mempengaruhinya.

Weston. J. Fred dan Brigham. Eugene F.. 1994. Dasar-Dasar Manajemen


Keuangan. Alih Bahasa Alfonsus Sirait. SE. Jilid 2. Edisi Kesembilan.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Weston. J. Fred dan Copeland. Thomas E.. 1997. Manajemen Keuangan.


Alih Bahasa Jaka wasana dan Kibrandoko. Jilid 2. Edisi kesembilan.
Jakarta: Binarupa Aksara.

Makmur. 2010. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur


Modal Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”.

(Dr. Dermawan Sjahrial, M.M.,2008:204-205)

http://ekonomi.kabo.biz/2011/07/kebijakan-struktur-modal.html

http://www.scribd.com/doc/54593753/Analisis-Struktur-Modal#download

Anda mungkin juga menyukai