Anda di halaman 1dari 10

KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENATAAN RUANG INDONESIA

DI ERA OTONOMI DAERAH

Hariyanto dan Tukidi


Jurusan Geografi - FIS UNNES

Abstrak

Indonesia sebagai negara besar dengan kompleksitas yang dimiliki membutuhkan adanya suatu perencanaan
ruang yang matang dan terkoordinasi dengan baik. Konsep pengembangan wilayah dan penataan ruang yang begitu
banyak,perlu dipadukan dalam implementasinya mengingat keragaman potensi fisik-sosial-ekonomi-dan budaya.Pada
bagian selanjutnya,dipaparkan isu-isu strategi penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia kaitanya dengan
pelaksanaan otonomi daerah.Pada bagian akhir dari tulisan ini disampaikan kebijakan dan strategi penataan ruang
yang dilakukan pemerintah dalam upaya mewujudkan tujuan dan sasaran pengembangan wilayah sekaligus mengatasi
berbagai permasalahan aktuan pembangunan

Kata kunci : Pengembangan wilayah, penataan ruang, otonomi daerah

PENDAHULUAN pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial


Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era
dari suatu proses interaktif yang menggabungkan dasar- 1950 an) yang memunculkan teori polarization effect
dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman- dan trickling down effect dengan argumentasi bahwa
pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara
dinamis. Dengan kata lain, konsep pengembangan bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah
wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari Myrdal (era 1950 an) dengan teori yang menjelaskan
berbagai teori dan model yang selalu berkembang yang hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya
telah diujiterapkan. Selanjutnya dirumuskan kembali dengan menggunakan istilah backwash effect dan
menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan spreadwash effect. Keempat adalah Freadmann (era
kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia. 1960 an) yang lebih menekankan pada pembentukan
hirarki guna mempermudah pengembangan sistem
Dalam sejarah perkembangannya, bongkar pasang
pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat
konsep pengembangan wilayah di Indonesia terdapat
pertumbuhan. Kelima adalah Douglass (era 70 an) yang
beberapa landasan teori yang turut mewarnai
memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa-kota
keberadaannya. Pertama adalah Walter Isard sebagai
(rural-urban linkages) dalam pengembangan wilayah.
seorang pelopor ilmu wilayah yang mengkaji terjadinya
hubungan sebab dan akibat dari faktor-faktor utama Keberadaan landasan teori dan konsep
pengembangan wilayah di atas kemudian diperkaya

Jurnal Geografi 1
dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran proses penataan ruang dalan rangka pencapaian tuaajuan
putra-putra bangsa. Diantaranya adalah Sutami (era pembangunan yang berkelanjutan dalan wadah NKRI.
1970 an) dengan gagasan bahwa pembangunan
Berpijak pada pengertian di atas maka
infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan
pembangunan seyogyanya tidak hanya diselenggarakan
potensi sumberdaya alam akan mampu mempercepat
untuk memenuhi tujuan sektoral yang bersifat parsial,
pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi)
namum lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan
memberikan kontribusi lahirnya konsep hiriarki kota-
untuk memenuhi tujuan pengembangan wilayah yang
kota dan hikarki prasarana jalan melalui orde kota.
bersifat komprehensif dan holistik dengan
Selanjutnya adalah Ruslan Diwiryo (era 1980 an) yanbg
mempertimbangkan keserasian antara berbagai
memperkenalkan konsep pola dan struktur ruang yang
sumberdaya sebagai unsur utama pembentuk ruang
bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No
(sumbedaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas),
24/1992 tentang penataan ruang. Pada periode 80 an
yang didukung oleh sistem hukum dan sistem
ini pula, lahir strategi nasional pembangunan perkotaan
kelembagaan yang melingkupinya.
(SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan sistem kota
nasional yang efiseien dalan konteks pengembangan
KONSEP PENATAAN RUANG DI INDONESIA
wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula
menjadi cikal bakal lahirnya konsep program Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan
pembangunan prasarana kota terpadu (P3KT) sebagai wilayah yang di dalamnya memuat tujuan dan sasaran
upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh
fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP. melalui upaya penataan ruang yang terdiri dari 3 (tiga)
Pada era 90 an, konsep pengembangan wilayah mulai proses utama, yakni : a). proses perencanaan tata ruang
diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal wilayah, yang menghasilkan Rencana Tata Ruang
antara KTI dan KBI, antara kawasan dalam wilayah Wilayah (RTRW). Disamping sebagai “guidance of
pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan future action” RTRW pada dasarnya merupakan
perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad bentuki intervensi yang dilakukan agar interkasi manusia/
millenium bahkan, mengarahkan konsep pengembangan makluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan
wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi negara serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya
kesatuan Republik Indonesia. kesejahteraan manusia/ makluk hidup serta kelestarian
likungan dan keberlanjutan pembangunan
Berdasarkan pemahaman teoritis dan pengalaman
(sustainability development); b) Proses pemanfaatan
empiris di atas, maka secara konseptual pengertian
ruang, yang merupakan wujud oprasionalisasi rencana
pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai
tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri;
rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam
c) proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri
penggunaan berbagai sumberdaya, merekatkan dan
atas mekanisme perijinan dan penertiban terhadap
menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan
pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan
wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar
RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.
kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui
2 Volume 4 No. 1 Januari 2007
Dengan demikian, selain merupakan proses untuk tertentu dan kawasan andalan yang diprioritaskan
mewujudkan tujuan pembangunan, penataan ruang penangananya.
sekaligus juga merupakan produk yang memiliki
Aspek teknis perencanaan tata ruang wilayah
landasan hukum (legal instrumen) untuk mewujudkan
dibedakan berdasarkan hirarki rencana. RTRWN
tujuan pengembangan wilayah.
merupakan perencanaan makro strategis jangka
Di Indonesia, penataan ruang telah ditetapkan panjang dengan horizon waktu hingga 25-50 tahun
melalui UU No 24/1992 yang kemudian diikuti dengan kedepan dengan menggunakan skala ketelitian
penetapan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) untuk 1:1.000.000. RTRW Propinsi merupakan perencanaan
operasioalisasinya. Berdasarakan UU No 24/1992, makro strategis jangka menengah dengan horizon waktu
khususnya pasal 3, termuat tujuan penataan ruang, yakni 15 tahun peda skala ketelitian 1:250.000. Sementara
terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang itu RTRWkabupaten/kota merupakan perencanaan
kawasan lindung dan budidaya. Sedanngkan sasaran mikro operasional jangka menengah (5-10) dengan
penataan ruang adalah (1) Mewujudkan kehidupan skala ketelitian 1:20.000 hingga 1:100.000. Rencana
bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan sejahtera. (2) detail yang bersifat mikro operasional jangka pendek
Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan dengan skala ketelitian 1:5.000.
sumberdaya alam dan buatan dengan memperhatikan
Selain penyiapan rencana untuk wilayah adminitratif,
sumberdaya manusia. (3) Mewujudkan keseimbangan
maka disusun pula rencana pengembangan (spatial
kepentingan antara kesejahterraan dan keamanan. (4)
development plan) untuk kawasan-kawasan fungsional
Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan
yang memiliki nilai strategis.misalnya,untuk kawasan
sumberdaya buatan secara berdayaguna, berhasilguna
dengan nilai strategis ekonomi seperti Batam, disusun
dan tepatguna untuk meningkatkan kualitas sumberdaya
rencana pengembangan kawasan pengembangan
manusia. (5) Mewujudkan perlindungan fungsi ruang
ekonomi terpadu (KAPET). Sementara itu untuk
dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif
kawasan dengan nilai strategis pertahanan keamanan
terhadap lingkungan.
(security), disusun rencana pengembangan kawasan
Sesuai dengan UU 24/1992 tentang penataan perbatasan negara, baik di darat maupun di laut. Selain
ruang, sistem perencanaan tata ruang wilayah itu juga disusun rencana pengembangan kawasan agro
diselenggarakan secara berhirarkis menurut politan (sentra produksi pertanian), serta kawasan
kewenangan administratif, yakni dalam bentuk RTRW andalan lainnya.
Nasional, RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota
Dalam kitannya dengan pengembangan sitem
serta rencana-rencana yang sifatnya lebih rinci. RTRW
permukiman, maka didalam RTRWN sendiri telah
Nasional disusun dengan memperhatikan wilayah
ditetapkan fungsi kota-kota secara nasional
nasional sebagai satu kesatuan wilayah yang lebih lanjut
berdasarkankriteria tertentu (administratif, ekonomi
dijabarkan dalam strategi serta struktur dan pola
dukungan prasarana, maupun kriteria strategis lainnya)
pemanfaatan ruang pada wilayah propinsi (RTRWP),
yakni sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat
termasuk di dalamnya penetapan sejumlah kawasan

Jurnal Geografi 3
Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal degradasi lingkungan akibat penyimpangan tata ruang,
(PKL). Untuk mewujudkan fungsi-fungsi kota sebagai baik di darat laut dan udara serta. c) dukungan terhadap
mana ditetapkan dalam RTRWN secara bertahap dan pengembangan wilayah belum optimal, seperti
sistematis, maka pada saat ini tengah disusun review diindikasikan dari minimnya dukungan kebijakan sektor
Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP). terhadap pengembangan kawasan-kawasan strategis
Dengan kata lain, SNPP dewasa ini merupakan bentuk nasional dalam RTRWN seperti kawasan perbatasan
penjabaran dari RTRWN. negara, kawasan andalan, dan KAPET

Pada era otonomi daerah, inisiatif untuk


ISU STRATEGI PENATAAN RUANG
meningkatkan kesejahteraan rakyat cenderung
Presiden Republik Indonesia dalam sambutannya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan jangka pendek,
pada saat Rapat Kerja Nasional Badan Koordinasi Tata tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dan
Ruang baru-baru ini di Surabaya menegaskan beberapa keberlanjutan pembangunan jangka panjang. Konversi
isu strategis dalam penyelenggaraan penataan ruang lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya
nasional, yakni: a) Terjadinya konflik kepentingan antar guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD)
sektor, seperti pertambangan, lingkungan hidup, adalah praktik pembangunan yang kerap terjadi. Di
kehutanan, prasarana wilayah dan sebagainya. b) Belum Pulau Jawa misalnya, hutan lindung telah terkonversi
berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam dengan laju 19.000 Ha per tahun (BPS,2001). Bahkan
rangka menyelaraskan, mensinkronkan, dan Badan Planologi Kehutanan menyebutkan bahwa hingga
memadukan berbagai rencana dan progam sektor tadi. 2001 penjarahan hutan di Jawa telah mencapai 350.000
c) Terjadinya penyimpangan pemanfatan ruang dari ha sehingga luas hutan tersisa 23 % saja dari luas daratan
ketentuan dan norma yang seharusnya ditegakkan. pulau Jawa. Selain itu, terjadi konversi lahan pertanian
Penyebabnya adalah inkonsistensi kebijakan terhadap untuk penggunaan non-pertanian seperti industri,
rencana tata ruang serta kelemahan dalam pengendalian permukimaan dan jasa di P.Jawa yang mencapai
pembangunan. d) Belum terserdianya alokasi fungsi- 1.002.005 ha, atau 50.000 ha per tahun antara 1979-
fungsi yang tegas dalam RTRWN. e) Belum adanya 1999 (Deptan, 2001)
keterbukaan dan keikhlasan dalam menempatkan
Contoh lain adalah penurunan luas kawasan resapan
kepentingan sektor dan wilayah dalam kerangka
air pada pulau-pulau besar yang signifikan. Hutan tropis
penataan ruang. f) Kurangnya kemampuan menahan diri
misalnya, sebagai kawasan resapan air telah berkurang
dari keinginan membela kepentingan masing-masing
luasnya baik akibat kebakaran dan penjarahan/
secara berlebihan.
penggundulan hutan. Data yang dihimpun dari
Senada dengan isu yang dikemukakan Presiden RI, Georgetown/international environmnental law
Menko perekonomian pada forum yang sama review (1990) menunjukkan bahwa antara tahun 1997-
menyebutkan adanya 3 isu utama dalam 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta ha hutan terbakar
penyelenggaraan penataan ruang nassional, yang di Sumatra dan Kalimantan. Bahkan WWF (2000)
meliputi : a) konflik antar sektor dan antar wilayah, b) menyebutkan angka yang lebih besar, yakni antara 2 -

4 Volume 4 No. 1 Januari 2007


3,5 juta ha pada periode yang sama. Dengan kerusakan bersifat statis, seperti kondisi geografis, topografi,
hutan yang berfungsi lindung tersebut maka akan karakterisitik sungai. b) peristiwa alam yang bersifat
menimbulkan run-off yang besar, mengganggu siklus dinamis, seperti : perubahan iklim (pemanasan global),
hidrologi, memperluas kelangkaan air bersih pada land subsidence, sedimentasi, dan sebagainya. c)
jangka panjang, serta meningkatkan resiko aktivitas sosial ekonomi manusia yang dinamis, seperti
pendangkalan sungai dan banjir pada kawasan pesisir. penggundulan hutan, konversi lahan pada kawasan
lindung, pemanfaatan sempadan sungai untuk
Selain itu kondisi satuan wilayah sungai (SWS) di
permukiman, pemanfaatan wilayah retensi banjir,
Indonesia telah berada pada kondisi yang
perilaku masyarakat dan sebagainya.
menghawatirkan. Dari keseluruhan 89 SWS di
Indonesia, hingga tahun 1984 saja terlah terdapat 22 Pada kawasan pesisir pun telah terjadi degradasi
SWS yang berada dalam kondisi kritis. Pada tahun kualitas lingkungan yang serius. Pertama, adalah
1992, kondisi ini semakin meluas hingga menjadi 39 penurunan luas mangrove di Indonesia dari 5.209.543
SWS. Perkembangan yang buruk terus meluas hingga ha (1982) menjadi 3.235.700 ha (1987) dan menjadi
taun 1998, dimana 59 SWS di Indonesia telah berada 2.496.185 ha (1993). Dalam sepuluh tahun (1982-
dalam kondisi kritis, termasuk hampir seluruh SWS di 1993) telah terjadi penurunan mangrove kurang lebih
P. Jawa. Seluruh SWS kritis tersebut selain 50% dari total luasan semula. Apabila mangrove tidak
mendatangkan benjana banjir pada musim hujan, dapat dipertahankan maka : abrasi pantai, pencemaran
sebaliknya juga menyebabkan kekeringan yang parah dari sungai ke laut, dan zona aquaculture pun akan
pada musim kemarau. Dari sisi ketahanan pangan, bila terancam. Kedua, adanya intrusi air laut yang
mana kecenderungan negatif dalam pengelolaan SWS diakibatkan oleh kenaikan muka air laut serta land
tersebut terus berlanjut, maka produktivitas sentra- subsidence akibat penghisapan air tanah secara
sentra pangan yang terletak di SWS-SWS potensial berlebihan. Ketiga, adalah hilangnya ekosistem terumbu
(seperti Citarum, Saddang, Brantas, dan sebagainya) karang yang merupakan tempat pemijahan (breeding
akan terancam pula. and nursery ground) bagi perkembanganbiakan ikan-
ikan. Keempat, adalah ancaman dampak pemanasan
Berbagai fenomena bencana (water-related
global berupa gangguan terhadap kondisi sosial ekonomi
disaster) seperti banjir, longsor dan kekeringan yang
kawasan, diantaranya adalah : a) jalan lintas Pantura
terjadi secara merata di berbagai wilayah Indonesia
dan KA di Pantura Jawa, Sumatra bagian timur. b)
pada awal tahun 2002 dan 2003, pada dasarnya
permukiman penduduk pada wilayah pantura Jawa,
merupakan indikasi yang kuat terjadinya
Sumatra bagian Timur, Kalimantan selatan, Sulawesi
ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang, antara
bagian barat daya dan beberapa spot pesisir di Papua.
manusia dengan alam maupun antara kepentingan
c) hilangnya sawah, payau, kolam ikan dan mangrove
ekonomi dengan kelestarian lingkungan.
seluas 3,4 juta ha, sentra produksi pangan (4%)
Penyebab terjadinya bencana sendiri dapat terancam alih fungsi lahan. d) penurunan produktivitas
dibedakan menjadi 3 hal, yakni : a) kondisi alam yang

Jurnal Geografi 5
sentra-sentra pangan, seperti DAS Citarum, Brantas, Isu lain adalah menyangkut perkembangan kota-
Sadang. kota yang tidak terarah, cenderung membentuk
konurbasi antara kota inti dengan kota-kota sekitarnya.
Isu berikutnya yang sangat serius adalah mengenai
Konurbasi dimaksud dicirikan dengan munculnya 9 kota
jumlah penduduk perkotaan sebagai wujud terjadinya
metropolitan dengan penduduk di atas 1 juta jiwa
fenomena urbanisasi akibat migrasi desa-kota. Data
(Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bekasi,
menunjukkan bahwa jumlah penduduk perkotaan di
Tanggerang, Semarang, Palembang, Makasar).
Indonesia menunjukkan perkembangan yang pesat dari
Disamping itu muncul pula 9 kota besar yakni Bandar
32,8 juta (22,3%) dari total penduduk nasional (1980)
Lampung, Malang, Padang, Samarinda, Pekanbaru,
meningkat menjadi 55,4 juta (30,9%) dalam tahun
Banjarmasin, Solo, Yogyakarta, dan Denpasar.
1990, menjadi 74 juta atau 37% (1998), menjadi 90
Konurbasi yang terjadi pada kota-kota tersebut
juta jiwa atau 44% (2002), dan diperkirakan akan
menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks
mencapai 150 juta jiwa atau 60% dari total penduduk
seperti kemiskinan perkotaan, pelayanan sarana dan
nasional (2015). Dengan laju pertumbuhan penduduk
prasarana kota, kemacetan alu-lintas, dan pencemaran
kota rata-rata 4,49% (1990-1995). Dengan
lingkungan.
kecenderungan urbanisasi yang terus meningkat,
perhatian pada penataan ruang kawasan perkotaan Pengembangan kota-kota pada kawasan
perlu mendapat perhatian khusus, misalnya melalui perbatasan negara, baik yang berada di mainland
penerapan zoning regulation, mekanisme insentif dan maupun di pulau-pulau kecil sebagai pusat pertumbuhan
disinsentif dan sebaginya. wilayah dan beranda depan negara (frontier region)
pada saat ini masih jauh dari harapan. Ketertinggalan,
Perkembangan kawasan perkotaan yang
keterisolasian dan keterbatasan aksesibilitas, serta
membentuk pola linear yang dikenal dengan ribbon
keterbatasan pelayanan merupakan kondisi yang tipikal
developmnet, seperti yang terjadi di pantai utara Jawa
terjadi.
secara intensifpun mulai terjadi di pantai timur Sumatra.
Konsentrasi perkembangan kawasan perkotaan yang Walaupun telah diatur melalui PP No69/1996
memanjang pada kedua pulau utama tersebut telah tentang pelaksanaan hak dan kewajiban serta bentuk
menimbulkan kesenjangan antar wilayah yang cukup dan tatacara peran serta masyarakat yang merupakan
signifikan, serta inefiseinsi pelayanan prasarana-sarana. derivasi (turunan) dari UU No 24/1992 dan karenanya
Sebagai gambaran konsentrasi kegiatan ekonomi di telah menjadi kepentingan umum, proses pelibatan
Pantura Jawa mencapai 85%, jauh meninggalkan pantai masyarakat sebagai subyek utama dalam penataan
selatan Jawa (15%). Hal inipun dicirikan dengan ruang masihbelum menemukan bentuk terbaiknya.
intensitas pergerakan orang dan barang yang sangat Kondisi saat ini menunjukkan bahwa penyaluran hak-
tinggi, seperti pada lintas Pantura dan lintas timur hak masyarakat dalam penataan ruang saja belum
Sumatra. terjamin sepenuhnya, terlebih pelaksanaan
kewajibannya masih jauh dari harapan. Persepsi yang
beda mengenai hak dan kewajiban pada masyarakat

6 Volume 4 No. 1 Januari 2007


sringkali mengakibatkan konflik pemanfaatan ruang yang desentralisasi politik, dekonsentrasi pada pengertian
sulit dicarikan solusinya, tingginya biaya transaksi desentralisasi administrasi, dan delegasi maupun
(transaction cost), dan kecenderungan merugikan privatisasi sebagai tugas/subcontracting.
kepentingan publik. Pelibatan masyarakat perlu
Berlakunya kebijakan ekonomi daerah melalui UU
dikembangkan berdasarkan konsensus yang disepakati
No 22/1999 berimplikasi pada biasnya hirarki dalam
bersama serta memperhatikan karakteristik sosial-
sistem perencanaan tata ruang wilayah. Dengan tidak
budaya setempat.
adanya hirarki antara pemerintah propinsi dan
pemerintah kabupaten/kota, RTRW Nasional dan
PENATAAN RUANG DALAM ERA OTONOMI
RTRW Propinsi yang sebelumnya sebelumnya menjadi
DAERAH
pedoman bagi daerah tingkat bawahnya ps. 20 (3c)
Dengan diberlakukannya UU Otonomi Daerah dan dan ps 21 (3d) UU24/1992 dapat menjadi tidak efektif
desentralisasi fiskal di tahun 2001, mulailah era baru karena daerah mempunyai kewenangan penuh dalam
dalm sistem pembangunan di daerah. Pada hakekatnya penataan ruang daerahnya . Dalam PP No 25/1999
otonomi daerah mengandung makna yaitu diberikannya bahkan disebutkan bahwa penyusun RTRWN
wewenang (outhoruty) pada Pemerintah Daerah berdasarkan tata ruang kabupaten/kota dan propinsi
(Pemda) menurut kerangka perundang-undangan yang (pasal 2 butir 13 c). Sementara penyusun RTRWP harus
berlaku untuk mengatur kepentingan (interst) daerah berdasarkan kesepakatan antara propinsi dan
masing-masing. Melalui kebijakan otonomi daerah ini, kabupaten/kota (pasal 3 butir 12a). Meskipun pada
pemerintah pusat mendesentralisasikan sebagian besar satu sisi penataan ruang yang paling fundamental
kewenangannya pada Pemda. merupakan wewenang daerah, namun pada sisi lain
RTRWP bukanlah mosaik dari kabupaten/kota.
Secara konseptual, desentralisasi dapat dibedakan
atas 4 bentuk dengan turunan yang berbeda yakni 1) Dalam konteks ini, konsen pemerintah pusat dalam
devolusi, yang merupakan penyerahan urusan fungsi- bidang penataan ruang adalah untuk menjamin (a)
fungsi pemerintahan dari pusat ke Pemerintah Daerah tercapaianya keseimbangan pemanfaatan ruang makro
hingga menjadi urusan rumah tangga daerah; 2) antara kawasan berfungsi lindung dan budidaya, antara
dekonsentrasi, yang merupakan pelimpahan kawasan perkotaan dan perdesaan, antara wilayah dan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada Pemerintah antar sektor; (b) tercapainya pemulihan daya dukung
Daerah; 3) delegasi, yang merupakan penunjukkan oleh lingkungan untuk mencegah terjadinya bencana yang
pemerintah pusat atau pemerintah atasan kepada lebih besar dan menjamin keberlanjutan pebangunan;
pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas (c) terwujudnya keterpaduan dan kerjasama
pemerintahan dengan pertangungjawaban kepada pembangunan lintas propinsi dan lintas sektor untuk
atasnya; 4) Privatisasi, yang merupakan pengalihan optimasi dan sinergi struktur pemanfaatan ruang; (d)
kewenangan dari pemerintah pusat kepada organisasi terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat (basic
non pemeriontah baik yang berorientasi profit maupun needs) akan pelayanan publik yang memadai.
non profit. Lazimnya prinsip devolusi mengacu pada

Jurnal Geografi 7
Di sisi lain, menurut PP 25 Th 2000, kewenangan pengelolaan pusat pertumbuhan baru’, ‘pengembangan
pusat dalam bidang tata ruang meliputi (a) Perencanaan kawasan perbatasan’, ‘pengedalian dalam pengelolaan
nasional dan pengendalian pembangunan secara makro, tata ruang’, dan’ peningkatan aspek pertahanan dan
serta (penetapan) pola dan struktur pemanfaatan ruang keamanan dalam penataan ruang’ demi keutuhan NKRI.
nasional. (b) Fasilitasi kerjasama atau penyelesaian
Adalah menjadi tugas Ditjen penataan ruang/
masalah antar propinsi/daerah, misal melalui penyusun
Ditkimpraswil untuk menjabarkan jiwa dan dari visi tata
RTRW pulau atau RTRW kawasan Jabodetabek. (c)
ruang ke depan tersebut ke dalam bentuk kebijakan
Pengaturan tata ruang perairan di luar 12 mil dan kriteria
dan strategi penyelenggaraan penataan ruang. Selain itu
penataan per wilayah ekosistem daerah tangkapan air.
perunusan kebijakan dan strategi tersebut tidak dapat
(d) Penyiapan standar, kriteria dan fasilitasi kerjasama
pula dilepaskan dari 2 pokok kesepakatan yang dicapai
penataan ruang.
dalam RAKERNAS-BKTRN, yaitu Pengaturan
Berkenaan dengan hal tersebut, instrumen pengikat penataan ruang nasional dan penguatan peran daerah
yang dapat digunakan sebagai acauan sekaligus alat dalam penataan ruang. Berpijak pada jiwa dari pada
keterpaduan dan kerjasama pembangunan antar daerah visi tata ruang ke depan dan kesepakatan
adalah melalui (a) Instrumen perundang-undangan yang RAKERNAS-BKTRN tersebut, maka telah dihasilkan
mengikat. (b) Kebijakan-kebijakan yang jelas dan rumusan kebijakan dan strategi pokok penataan ruang
responsif sesuai dengan kebutuhan daerah. (c) Bantuan tahun 2004 dan pasca 2004 yakni (a) Memfungsikan
dan kompensasi dalam bentuk fiskal. (d) Penyediaan kembali (revitalisasi) penataan ruang yang mamapu
langsung prasarana berfungsi lintas wilayah dan tulang menangani agenda-agenda aktual, terbuka, akuntabel
punggung (backbone) pengembangan wilayah. (e) dan mengaktifkan peran masyarakat. (b) Memantapkan
Mendorong kemitraan secara vertikal dan horizontal RTRWN sebagai acuan pengembangan wilayah, yang
yang bersifat kerjasama pengelolaan (co-management) ditempuh melalui (1) operasionalisasi RTRWN (melalui
dan kerjasama produksi (co-production) RTRW pulau, Propinsi, Kabupaten/Kota) sebagai
produk yang mengintegrasikan rencana pemanfaataan
KEBIJAKAN DAN STRATEGI ruang darat, laut dan pesisir, serta udara. (2) koordinasi
PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG lintas sektor dan lintas daerah. (3) pengembangan sistem

Dalam merespon berbagai isu dan tantangan penataan ruang. Dalam kaitan ini RTRWN diharapkan
pembangunan yang aktual dalam era otonomi daerah, dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
perencanaan pembangunan nasional dan menjadi
maka keberadaan visi penyelenggaraan penataan ruang
landasan dalam penyusunan program pembangunan lima
yang tegas menjadi sangat penting. Dalam
tahun. RTRWN juga digunakan sebagai acuan dalam
RAKERNAS-BKTRN di Surabaya yang lalu, Menko
pengembangan sistem kot-kota yang efisien, sesuai
perekonomian selaku ketua BKTRN telah
dengan fungsi-fungsi yang ditetapkan. (c) Meningkatkan
menjabarkan keywords yang menjadi jiwa daripada visi
pembinaan pengelolaan KAPET (sebagai pusat
tata ruang ke depan. Adapaun keywords dimaksud
adalah : ‘integrasi tata ruang darat, laut, dan udara’, ‘ pertumbuhan baru) dan kawasan tertentu (sebagai

8 Volume 4 No. 1 Januari 2007


kawasan yang memiliki nilai strategis nasional, seperti perkembangan antar wilayah serta kawasan, serta
kawasan perbatasan negara, kawasan kritis lingkungan, lemahnya koordinasi dan pengendalian pembangunan.
kawasan metropolitan, dsb). Keduanya ditampung Penataan ruang merupakan instrumen legal untuk
melaui upaya fasilitasi yang konsisten dan sistematis. mewujudkan tujuan dan sasaran pengembangan wilayah
(d) Meningkatkan kapasitas penyelenggaraan penataan melalui pemanfaatan sumberdaya secara efektif, efisien,
ruang di daerah dalam rangka mempercepat pelaksnaan dan terpadu sekaligus mewujuidkan ruang yang
otonomi daerah. Adapun upaya yang ditempuh adalah berkualitas. Dengan memanfaatkan berbagai teori dan
melalui: (1) penyelenggaraan Bimtek penyusun dan konsep pengembangan wilayah penataan ruang
evaluasi RTRW propinsi, kabupaten/kota. (2) penciptaan merupakan instrumen yang digunakan untuk memahami
iklim yang mendorong tumbuhnya kemitraan dan peran interaksi 4 unsur utama pembentuk ruang yakni :
serta masyarakat dalam penataan ruang. (3) sumberdaya alam-manusia-sumberdaya buatan-dan
peningkatan kepastian hukum dan transpansi dalam sistem aktivitasnya, secara komprehensif. Penataan
penataan ruang. (4) penyusunan norma, standar, ruang merupakan instrumen untukmengkaji keterkaitan
pedoman, dan manual (NSPM). (e) Kertkait dengan antar fenomena tersebut serta untuk merumuskan tujuan
kebijakan dan strategi untuk meningkatkan kapasitas dan strategi pengembangan wilayah terpadu sebagai
penyelenggaraan penataan ruang di daerah, maka landasan pengembangan kebijakan pembangunan
langkah strategis yang menjadi penting adalah : 1) sektoral dan daerah, termasuk sebagai landasan
memperkuat peran gubernur dalam penyelenggaraan pengembangan sistem perkotaan yang efisien sesuai
penataan ruang, khususnya untuk memfasilitasi dengan fungsi-fungsi yang telah ditetapkan. Dalam
kerjasama penataan ruang antar daerah dan perkembangannya, kini penataan ruang memiliki peran
mengendalikan pembangunan (pemanfaatan ruang) yang strategis dalam konteks pembangunan nasional
secara lebih efektif. 2) memberdayakan tim koordinasi karena diarahkan sebagai landasan untuk
penataan ruang daerah (TKPRD), baik pada tingkat mempertahankan integritas wilayah NKRI. Untuk
propinsi, kabupaten atau kota, dalama rangka mendukung peran tersebut secara efektif dan konsisten
menjalankan fungsi-fungsi koordinasi, inisiasi, supervisi, maka penyelenggaraan penataan ruang akan berpijak
dan mediasi (conflict resolution body). pada 2 pokok yakni : 1) pengaturan penataan ruang
nasional khususnya melalui percepatan penyelesaian
PENUTUP review PP47/1997 tentang RTRWN dan alat
operasionalisasinya. 2) penguatan peran daerah dalam
Beberapa kesimpulan yang penting untuk
penataan ruang, khususnya melalui penguatan peran
dikemukakan berdasarkan uraian di atas adalah dalam
gubernur dalam pengendalian pemanfaatan ruang,
era otonomi daerah dewasa ini penataan ruang memiliki
peningkatan kerjasama antar daerah dalam
peran penting dalam menjawab berbagai isu dan
penyelenggaraan penataan ruang serta penguatan
tantangan nyata dalam pembangunan, seperti konflik
kelembagaan penataan ruang di daerah (TKPRD).
pemanfaatan ruang lintas sektor dan lintas wilayah,
degradasi kualitas lingkungan, kesenjangan tingkat

Jurnal Geografi 9
DAFTAR RUJUKAN

Budhy Tjahjati.S. Pembangunan Perkotaan dengan


Pendekatan Penataan Ruang: Implikasi
dan Prospeknya, sumbangan tulisan
untuk sejarah tata ruang Indonesia
1950-2000, Ditkimtaru, Jakarta.

Purnomosidhi HS. 1981. Konsepsi Dasar


Pengembangan Wilayah di Indosensia.
DPU, Jakarta.

Sjarifuddin Akil. Tujuan Umum Pengembangan


Wilayah dan Penataan Ruang. Draft 3.
Bapenas , Jakarta

Roslan Zaris. Strategi Nasional Pengembangan


Perkotaan (SNPP). Sumbangan tulisan
untuk sejarah tata ruang untuk Indonesia.

Robinson Tarigan. Perencanaan Pembangunan


Wilayah. PT Bumi Aksara, Jakarta

Walter Isard. 1960. Methods of Region Analisys-An


Introduction to Regional Science. New
York. Massachusetts institute of
technology and wiley.

10 Volume 4 No. 1 Januari 2007

Anda mungkin juga menyukai