BAB
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK
EMIPIRIS 2
2.1 KAJIAN TEORITIS
Terdapat beberapa konsep yang perlu dikaji secara teoritis seperti konsep pengembangan
wilayah, konsep penataan ruang dan konsep pengembangan kota berkelanjutan.
Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang
menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalamanpengalaman praktis
sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Terdapat beberapa landasan teori
yang turut mewarnai sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia
yaitu:
1) Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan
sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor
fisik, sosial-ekonomi, dan budaya.
Konsep-konsep ini kemudian terpadukan dari berbagai teori dan model yang senantiasa
berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu
pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia.
Konsep pengembangan wilayah diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari
pemikiran cemerlang putra-putra bangsa diantaranya:
a) Rencana umum tata ruang , secara berhierarki terdiri dari RTRW Nasional,
RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota, dan
b) Rencana rinci tata ruang, yang terdiri atas: RTR Pulau/Kepulauan dan RTR
Kawasan Strategis Nasional, RTR Kawasan Strategis Provinsi dan RDTR
Kabupaten/Kota dan RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.
Dengan demikian, rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam
pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang karena mencakup
wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana memerlukan perincian
sebelum dioperasionalkan sedangkan Rencana Detail Tata Ruang dapat dijadikan dasar
penyusunan peraturan zonasi.
Pembangunan kota yang berkelanjutan menurut Salim [1997] adalah suatu proses dinamis
yang berlangsung secara terus – menerus, merupakan respon terhadap tekanan peruahan
ekonomi, lingkungan, dan sosial. Proses dan kebijakannya tidak sama pada setiap kota,
tergantung pada kota – kotanya. Salah satu tantangan terbesar konsep tersebut saat ini
adalah menciptakan keberlanjutan, termasuk didalamnya keberlanjutan sistem politik dan
kelembagaan sampai pada strategi, program, dan kebijakan sehingga pembangunan kota
yang berkelanjutan dapat terwujud.
Konsep ini kemudian diperkenalkan sebagai hasil dari debat antara pendukung
pembangunan dan pendukung pengelolaan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan
harus dilihat sebagai interaksi antara tiga sistem: sistem biologi dan sumberdaya, sistem
ekonomi dan sistem sosial. Pembahasan mengenai konsep dan pendekatan, kesepakatan
dan agenda pembangunan berkelanjutan, baik pada tingkat global, regional, negara,
provinsi dan kota/kabupaten terus berlangsung sejak pencanangan awal dalam Konferensi
PBB tentang Manusia dan Lingkungan di Stockholm pada tahun 1972.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan
perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Hal ini
menunjukan bahwa kota dibandingkan desa memiliki kelebihan dalam hal kemampuan
finansial dan ekonomi, kualitas manusia dan modal sosial. Kota sebagai pusat kegiatan
perekonomian memiliki sumber pendapatan yang lebih dan dapat disalurkan untuk
investasi di bidang pengelolaan lingkungan.
2. Pemahaman yang jelas tentang kedudukan dan fungsi penataan ruang yang
merupakan upaya untuk memadukan dan menyerasikan kegiatan antarsektor agar
dapat saling menunjang serta untuk mengatasi konflik berbagai kepentingan
dalam pemanfaatan ruang; serta
3. Pedoman dalam menyusun program kerja yang komprehensif, terpadu dan tepat
sasaran sesuai dengan visi dan misi untuk membangun tatanan kehidupan
masyarakat di Kecamatan Banyuresmi.