Anda di halaman 1dari 8

2 KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMIPIRIS

BAB
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK
EMIPIRIS 2
2.1 KAJIAN TEORITIS
Terdapat beberapa konsep yang perlu dikaji secara teoritis seperti konsep pengembangan
wilayah, konsep penataan ruang dan konsep pengembangan kota berkelanjutan.

2.1.1 Konsep Pengembangan Wilayah

Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang
menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalamanpengalaman praktis
sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Terdapat beberapa landasan teori
yang turut mewarnai sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia
yaitu:

1) Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan
sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor
fisik, sosial-ekonomi, dan budaya.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN 1-1


RUANG
NASKAH AKADEMIK
RENCANA TATA RUANG KAWASAN DAN PERATURAN ZONASI KECAMATAN
BANYURESMI

2) Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan


trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak
terjadi secara bersamaan (unbalanced development ).
3) Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah
maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and
spread effect.
4) Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna
mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal
dengan teori pusat pertumbuhan.
5) Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa –
kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan wilayah.

Konsep-konsep ini kemudian terpadukan dari berbagai teori dan model yang senantiasa
berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu
pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia.
Konsep pengembangan wilayah diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari
pemikiran cemerlang putra-putra bangsa diantaranya:

 Sutami (era 1970-an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang


intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya alam akan mampu
mempercepat pengembangan wilayah;
 Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-
kota dan hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota; dan
 Ruslan Diwiryo (era 1980-an) yang memperkenalkan konsep Pola dan Struktur
ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang
Penataan Ruang.

Penataan ruang ditetapkan atas Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 sebagai


pengganti undang-undang sebelumnya. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah
yang dilaksanakan pada awal tahun 2000 memberikan kewenangan yang lebih besar
kepada Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota dalam mengelola pembangunan
wilayahnya. Peran pemerintah pusat lebih kepada menciptakan kebijakan yang
memampukan dan kondusif bagi pemangku kepentingan dalam menyelenggarakan
pembangunan daerah. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, hampir semua
peraturan perundang-undangan mengalami perubahan disesuaikan dengan konteks
otonomi dan desentralisasi daerah.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


1-1
DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG
NASKAH AKADEMIK
RENCANA TATA RUANG KAWASAN DAN PERATURAN ZONASI KECAMATAN
BANYURESMI

Maka secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai


rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber
daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah
nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan
melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang
berkelanjutan di Indonesia.

2.1.2 Konsep Penataan Ruang

Konsep Penataan Ruang di Indonesia telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 26


tahun 2007 yang kemudian diikuti dengan penetapan berbagai Peraturan Pemerintah (PP)
untuk operasionalisasinya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007,
khususnya pasal 3, tercantum tujuan penataan ruang, yakni mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional. Sedangkan sasaran penataan ruang adalah :

1) Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan


2) Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia
3) Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative
terhadap ingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang didalamnya memuat


tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh melalui
penyelenggaraan penataan ruang yang terdiri dari 4 (empat) proses utama, yakni :

1) Pengaturan, upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah


daerah dan masyarakat dalam penataan ruang.
2) Pembinaan, upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang
diselenggarakan oeh Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
3) Pelaksanaan, upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan
perencanaan tata ruang, pemenfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4) Pengawasan, upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain merupakan proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan, penataan ruang


sekaligus juga merupakan produk yang memiliki landasan hukum (legal instrument)
untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah yaitu:

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


1-1
DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG
NASKAH AKADEMIK
RENCANA TATA RUANG KAWASAN DAN PERATURAN ZONASI KECAMATAN
BANYURESMI

a) Rencana umum tata ruang , secara berhierarki terdiri dari RTRW Nasional,
RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota, dan
b) Rencana rinci tata ruang, yang terdiri atas: RTR Pulau/Kepulauan dan RTR
Kawasan Strategis Nasional, RTR Kawasan Strategis Provinsi dan RDTR
Kabupaten/Kota dan RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.

Dengan demikian, rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam
pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang karena mencakup
wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana memerlukan perincian
sebelum dioperasionalkan sedangkan Rencana Detail Tata Ruang dapat dijadikan dasar
penyusunan peraturan zonasi.

2.1.3 Konsep Pengembangan Kota Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang


dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan,
kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan
kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya
(Budimanta, 2005). Pembangunan berkelanjutan ini terdiri dari tiga tiang utama yakni
ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling bergantung dan memperkuat. Ketiga aspek
tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena ketiganya menimbulkan hubungan
sebab – akibat. Hubungan ekonomi dan sosial diharapkan dapat menciptakan hubungan
yang adil (equitable). Hubungan antara ekonomi dan lingkungan diharapkan dapat terus
berjalan (viable). Sedangkan hubungan antara sosial dan lingkungan bertujuan agar dapat
terus bertahan (bearable). Ketiga aspek yaitu aspek ekonomi, sosial , dan lingkungan akan
menciptakan kondisi berkelanjutan (sustainable).

Menurut Budihardjo, E dan Sudjarto, DJ [2009], kota berkelanjutan didefinisikan sebagai


kota yang dalam pengembangannya mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya masa
kini, mampu berkompetisi dalam ekonomi global dengan mempertahankan keserasian
lingkungan vitalitas sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanannya tanpa
mengabaikan atau mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam pemenuhan
kebutuhan mereka. Menurut Research Triangle Institute, 1996 dalam Budihardjo, 2009
dalam mewujudkan kota berkelanjutan diperlukan beberapa prinsip dasar yang dikenal
dengan Panca E yaitu Environment (Ecology), Economy (Employment), Equity,
Engagement dan Energy.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


1-1
DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG
NASKAH AKADEMIK
RENCANA TATA RUANG KAWASAN DAN PERATURAN ZONASI KECAMATAN
BANYURESMI

Pembangunan kota yang berkelanjutan menurut Salim [1997] adalah suatu proses dinamis
yang berlangsung secara terus – menerus, merupakan respon terhadap tekanan peruahan
ekonomi, lingkungan, dan sosial. Proses dan kebijakannya tidak sama pada setiap kota,
tergantung pada kota – kotanya. Salah satu tantangan terbesar konsep tersebut saat ini
adalah menciptakan keberlanjutan, termasuk didalamnya keberlanjutan sistem politik dan
kelembagaan sampai pada strategi, program, dan kebijakan sehingga pembangunan kota
yang berkelanjutan dapat terwujud.

Konsep ini kemudian diperkenalkan sebagai hasil dari debat antara pendukung
pembangunan dan pendukung pengelolaan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan
harus dilihat sebagai interaksi antara tiga sistem: sistem biologi dan sumberdaya, sistem
ekonomi dan sistem sosial. Pembahasan mengenai konsep dan pendekatan, kesepakatan
dan agenda pembangunan berkelanjutan, baik pada tingkat global, regional, negara,
provinsi dan kota/kabupaten terus berlangsung sejak pencanangan awal dalam Konferensi
PBB tentang Manusia dan Lingkungan di Stockholm pada tahun 1972.

Kesepakatan dan agenda pembangunan berkelanjutan dibahas dalam berbagai pertemuan


internasional telah mewarnai proses penyusunan kebijakan, rencana dan program yang
dilakukan Pemerintah dalam empat dekade terakhir. Konsep pembangunan berkelanjutan
menjadi rujukan dalam perencanaan pembangunan mulai tingkat nasional sampai tingkat
daerah.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan
perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Hal ini
menunjukan bahwa kota dibandingkan desa memiliki kelebihan dalam hal kemampuan
finansial dan ekonomi, kualitas manusia dan modal sosial. Kota sebagai pusat kegiatan
perekonomian memiliki sumber pendapatan yang lebih dan dapat disalurkan untuk
investasi di bidang pengelolaan lingkungan.

2.2 KAJIAN ASAS


Dalam rangka membentuk peraturan perundang-undangan termasuk Peraturan Daerah
(Perda), harus berdasarkan pada asas-asas pembentukan yang baik yang sejalan dengan
pendapat meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat,
kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi muatan; dapat dilaksanakan, kedayagunaan
dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan sebagaimana dijelaskan dalam

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


1-1
DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG
NASKAH AKADEMIK
RENCANA TATA RUANG KAWASAN DAN PERATURAN ZONASI KECAMATAN
BANYURESMI

Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan. Asas pelaksanaan penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

1) Keterpaduan yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan


berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah dan lintas
pemangku kepentingan. Asas ini diterapkan dengan menjadikan UU 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang sebagai dasar pembentukan Revisi Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Kuningan. Pembentukan Perda ini juga
menselaraskan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
2) Keserasian, keselarasan dan keseimbangan yaitu penataan ruang diselenggarakan
dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan
antara kehidupan manusia dan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan
perkembangan antardaerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan.
3) Keberlanjutan yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin
kelestarian dan kelangsungan daya dukung serta daya tampung lingkungan
dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang. Hal ini dilakukan
dengan menerapkan pendekatan urban sustainability pada pendekatan
penyusunan pola ruang.
4) Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan yaitu penataan ruang diselenggarakan
dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di
dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.
5) Keterbukaan yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses
yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang
berkaitan dengan penataan ruang.
6) Kebersamaan dan kemitraan yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Hal ini dilakukan dengan metode
kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan dan pengembangan
wilayah Kabupaten Kuningan.
7) Perlindungan kepentingan umum yaitu, penataan ruang diselenggarkan dengan
mengutamakan kepentingan masyarkat, sesuai dengan UU 26/2007 pasal 7 ayat 1
yang menyatakan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang sebesar-besar
untuk kemakmuran rakyat.
8) Kepastian hukum dan keadilan, yaitu penataan ruang diselenggarakan dengan
berlandaskan hukum atau ketentuan peraturan perundang-undangan dan

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


1-1
DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG
NASKAH AKADEMIK
RENCANA TATA RUANG KAWASAN DAN PERATURAN ZONASI KECAMATAN
BANYURESMI

dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta


melindungi hak dak kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian
hukum. Kepastian hukum tersebut akan dijamin dengan adanya Perda tentang
Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kuningan serta peraturan
perundangan di atasnya.
9) Akuntabilitas ruang yaitu penataan ruang dapat dipertangungjawabkan, baik
proses pembiayaan, maupun hasilnya.

2.3 KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENYELENGGARAAN


PERATURAN DAERAH
Sesuai dengan fungsi, kegunaan dan kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Kuningan harus dapat menjadi pedoman dan dasar bagi penyusunan rencana
dan program pembangunan di Kabupaten Kuningan baik jangka menengah maupun
jangka panjang. Dengan demikian, arahan dari rencana tata ruang lebih lanjut perlu
dioperasionalkan dalam penyusunan indikasi program pembangunan.

Indikasi program-program pembangunan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)


Kabupaten Kuningan dijabarkan secara sektoral di berbagai kawasan atau wilayah
pengembangan. Jangka waktu perencanaan program adalah 20 (dua puluh) tahun
terhitung dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2031, yang dijabarkan dalam 4 (empat)
kali program. Program-program ini selanjutnya menjadi panduan bagi penyusunan
program dan kegiatan pembangunan, terutama yang berskala besar. Hal ini berimplikasi
terhadap:

1. Arah yang jelas dalam proses pembangunan wilayah Kecamatan Banyuresmi


dengan wilayah sekitarnya dan terwujudnya tata ruang wilayah Kecamatan
Banyuresmi yang berkualitas;

2. Pemahaman yang jelas tentang kedudukan dan fungsi penataan ruang yang
merupakan upaya untuk memadukan dan menyerasikan kegiatan antarsektor agar
dapat saling menunjang serta untuk mengatasi konflik berbagai kepentingan
dalam pemanfaatan ruang; serta

3. Pedoman dalam menyusun program kerja yang komprehensif, terpadu dan tepat
sasaran sesuai dengan visi dan misi untuk membangun tatanan kehidupan
masyarakat di Kecamatan Banyuresmi.

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


1-1
DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG
NASKAH AKADEMIK
RENCANA TATA RUANG KAWASAN DAN PERATURAN ZONASI KECAMATAN
BANYURESMI

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT


1-1
DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG

Anda mungkin juga menyukai