Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Remaja ialah suatu masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa,
dan selama menjalani masa peralihan remaja akan mengalami perubahan fisik
maupun psikis yang sangat cepat, misalnya perempuan akan mengalami
perubahan seks primer ditandai dengan menstruasi pertama kali (menarche) dan
diikuti dengan perubahan sekunder yaitu memiliki payudara dan pinggul
membesar (Triyanto, 2010). Menarche menjadi saat yang mendebarkan bagi
remaja putri karena baru pertama mengalaminya, ketidaktahuan mengalami
mentruasi dapat menyebabkan gejala patologis, seperti rasa ketakutan, kecemasan,
konflik batiniah, gangguan genetalia, pusing, mual, amenorhea (berhentinya
menstruasi), disminore, haid tidak teratur dan macam-macam gejala neurotis
lainnya (Zein & Suryani, 2009; Vidya, 2018). Remaja yang belum siap
menghadapi menarche akan timbul keinginan untuk menolak proses fisiologis
tersebut, mereka akan merasa haid sebagai sesuatu yang kejam danmengancam,
keadaan ini dapat berlanjut sampai dewasa jika remaja putri tidakdiberikan
informasi yang benar (Jayanti, 2012)
Di US 18% remaja putri mengalami menarche dini, rata-rata usia menarche
1,1-1,3 bulan lebih cepat pada perempuan yang pertumbuhannya stabil,
(Flom,2017). Usia menarche turun dari 14,2 tahun pada tahun 1900 menjadi 12,45
tahun pada 2010 (MD. Biro et al, 2018) Rerata usia menarche di negara eropa
turun sekitar 3-4 bulan per decade dari tahun 1830 sampai 1980. Median usia
menarche di Belanda sendiri sekitar 13,7 tahun pada tahun 1995, 13,1 tahun pada
1997 dan 13,0 tahun pada 2009. Di Amerika rata-rata usia menarche turun 0,9
tahun pada tahun 1980-1984 (Hayungningtyas, 2017).
Di Indonesia rata-rata menarche pada usia 13 tahun, dengan usia awal 9
tahun dan paling akhir 17 tahun (RISKESDAS, 2010). Riset Kesehatan Dasar
(2013), menyatakan 37,5% perempuan Indonesia mengalami menarche pada usia
13-14 tahun, 0,1% pada usia 6-8 tahun, 19,8% usia 15-16 tahun dan 4,5% pada
usia diatas 17%. Di Indonesia rata-rata usia menarche terendah terdapat di
Yogyakarta (12,5 tahun) dan tertinggi Kupang (13,86 tahun) (Depkes, 2013). data
kejadian menarche SDKI meningkat dari hasil tahun 2007 yang menyatakan 29%
remaja putri mengalami menarche saat usia 13 tahun, dan 24% remaja putri
menarche pada umur 14 tahun pada tahun 2012 menjadi 23% remaja putri usia 12
tahun, 7% usia 10-11 tahun dan 89% usia 12-15 tahun telah mengalami
menarche,. (Idelvia Delvi, 2014)
Di Jawa Timur sendiri khususnya Surabaya, 0,1% remaja putri mengalami
menarche di usia 6-8 tahun dan sekitar 26,3% lainnya mengalami menarche diusia
lebih dari 14 tahun (Depkes, 2012; Hayungningtyas, 2017) 46,7% remaja putri di
Kab. Jember belum siap mengalami menarche dan 60% tidak tau apa yang harus
dilakukan.
Menurut Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1475/MENKES/SK/X/2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Kesehatan
Kabupaten/Kota mentargetkan 80% untuk cakupan pelayanan kesehatan remaja
tahun 2010. Sedangkan hasil studi pendahuluan di SMP Sunan Ampel Pagelaran
Malang terhadap siswi kelas 7 dan 8 sebanyak 39 siswi, 17 siswi telah mengalami
menarche dan 22 siswi lainnya belum mendapatkan menarche. dari 22 siswi yang
belum mendapatkan menarche 10 siswi yang belum mengerti tentang menarche
dan merasa khawatir dan belum siap mendapatkan menarche, sedangkan dari 17
siswi yang telah mendapatkan menarche 13 siswi mengetahui menarche dari
teman sebaya, mereka belum mendapat penjelasan dari orang tua karena masih
dianggap belum waktunya.
Bagi sebagian besar masyarakat indonesia menceritakan masalah menstruasi
dalam keluarga masih dianggap tabu, padahal remaja memnutuhkan dukungan
dari orang tua khususnya ibu dalam mempersiapkan datangnya menarche,
sehingga remaja memiliki gambaran dan sikap yang cukup baik tentang
perubahan-perubahan yang dialami terkait menarche. Kesiapan mental sangat
diperlukan, karena perasaan cemas dan takut dapat muncul ketika remaja putri
kurang paham tentang menarche. (Sukarni&Wahyu, 2013). Ketika remaja tidak
siap menghadapi menarche maka akan timbul perasaan atau keinginan untuk
menolak menarche, remaja juga akan memiliki anggapan yang salah mengenai
menstruasi, mereka akan beranggapan menstruasi merupakan sesuatu yang kotor,
najis, mengancam dan dapat berlanjut kearah yang lebih negative. Berbeda
dengan remaja yang telah siap menghadapi menarche mereka akan cenderung
bersikap positif, mereka akan merasa senang dan bangga karena merasa dirinya
telah dewasa secara fisiologis (Mansur&Budiarti, 2014) Perubahan psikologis
yang sering dialami anak remaja di Indonesia seringkali ditemukan remaja
mendapatkan menstruasi saat sedang belajar atau bermain di sekolah tanpa ada
persiapan sebelumnya (Soetjiningsih, 2007; Hayungningtyas, 2017)
Dalam menghadapi menarche remaja putri membutuhkan dukungan
keluarga, baik secara emosional, informasi, penghargaan dan instrumental.
Dekungan tersebut dapat didapatkan dari keluarga (Orang tua), lingkungan
sekolah (guru), lingkungan teman sebaya, dan lingkungan masyarakat (social
budaya dan media massa). Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama
dan utama bagi perkembangan anak. Peran orang tua yang baik berkaitan dengan
persepsi remaja tentang menarche berupa memberikan pemahaman tentang
menarche dan permasalahannya, cenderung dapat memberikan persepsi remaja
putri yang baik dibandingkan peran orang tua yang kurang baik. Peran orang tua
terhadap remaja putri saat menarche ialah sebagai pendidik dan pemberi asuhan
meliputi perawatan haid, perawatan genetalia, keluhan fisik, dan keluhan psikis
(kaget dan takut) (Boeree, 2010; Hayungningtyas, 2017)
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis ingin mengetahui
hubungan kecemasan menarche remaja putri yang ditinjau dari peran orang tua dan sikap
remaja putri di SMP Sunan Ampel Pagelaran Malang

1.2 Rumusan Masalah


Berkaitan dengan hal tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini adalah
“Adakah hubungan peran orang tua dan sikap remaja putri di SMP Sunan Ampel
Pagelaran malang dengan kecemasan menarche?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan peran orang tua dan sikap
remaja putri dengan kecemasan menarche remaja putri di SMP Sunan Ampel Pagelaran
Malang
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi peran orang tua tentang menarche pada remaja putri di SMP
Sunan Ampel Pagelaran Malang
b. Mengidentifikasi sikap remaja tentang menarche pada remaja putri di SMP Sunan
Ampel Pagelaran Malang
c. Mengidentifikasi kecemasan remaja putri tentang menarche pada remaja putri di
SMP Sunan Ampel Pagelaran Malang
d. Menganalisis hubungan peran orang tua dengan kecemasan menarche pada remaja
putri di SMP Sunan Ampel Pagelaran Malang
e. Menganalisis hubungan sikap remaja putri dengan kecemasan menarche pada
remaja putri di SMP Sunan Ampel Pagelaran Malang

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Praktis
a. Bagi responden
Penelitian ini dapat memberikan informasi atau gambaran tentang pentingnya
peran orang tua dan sikap remaja putri dengan kecemasan menarche pada remaja
putri
b. Bagi profesi kebidanan
Diharapkan penelitian ini memberikan bahan masukan bagi profesi bidan dalam
menyampaikan informasi tentang peran orang tua dan sikap remaja putri mengenai
kecemasan menarche pada remaja putri
c. Bagi Institusi Pendidikan
Manfaat penelitian ini bagi institusi pendidikan diharapkan dapat menjadi bahan
pembelajaran dan referensi bagi kalangan yang akan melakukan penelitian lebih
lanjut dengan topik yang berhubungan dengan peran orang tua dan sikap remaja
putri dengan kecemasan menarche pada remaja putri
d. Bagi peneliti
Dapat menambah pemahaman mengenai hal-hal yang berhubungan dengan teori
peran orang tua dan sikap remaja putri tentang kecemasan menarche pada remaja
putri
1.4.2 Manfaat Akademis
Penelitian ini dapat memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya demi
mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidan kesehatan reproduksi pada
khususnya

Anda mungkin juga menyukai