Remaja ialah suatu masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa, dan selama menjalani masa peralihan remaja akan mengalami perubahan fisik maupun psikis yang sangat cepat, misalnya perempuan akan mengalami perubahan seks primer ditandai dengan menstruasi pertama kali (menarche) dan diikuti dengan perubahan sekunder yaitu memiliki payudara dan pinggul membesar (Triyanto, 2010). Menarche menjadi saat yang mendebarkan bagi remaja putri karena baru pertama mengalaminya, ketidaktahuan mengalami mentruasi dapat menyebabkan gejala patologis, seperti rasa ketakutan, kecemasan, konflik batiniah, gangguan genetalia, pusing, mual, amenorhea (berhentinya menstruasi), disminore, haid tidak teratur dan macam-macam gejala neurotis lainnya (Zein & Suryani, 2009; Vidya, 2018). Remaja yang belum siap menghadapi menarche akan timbul keinginan untuk menolak proses fisiologis tersebut, mereka akan merasa haid sebagai sesuatu yang kejam danmengancam, keadaan ini dapat berlanjut sampai dewasa jika remaja putri tidakdiberikan informasi yang benar (Jayanti, 2012) Di US 18% remaja putri mengalami menarche dini, rata-rata usia menarche 1,1-1,3 bulan lebih cepat pada perempuan yang pertumbuhannya stabil, (Flom,2017). Usia menarche turun dari 14,2 tahun pada tahun 1900 menjadi 12,45 tahun pada 2010 (MD. Biro et al, 2018) Rerata usia menarche di negara eropa turun sekitar 3-4 bulan per decade dari tahun 1830 sampai 1980. Median usia menarche di Belanda sendiri sekitar 13,7 tahun pada tahun 1995, 13,1 tahun pada 1997 dan 13,0 tahun pada 2009. Di Amerika rata-rata usia menarche turun 0,9 tahun pada tahun 1980-1984 (Hayungningtyas, 2017). Di Indonesia rata-rata menarche pada usia 13 tahun, dengan usia awal 9 tahun dan paling akhir 17 tahun (RISKESDAS, 2010). Riset Kesehatan Dasar (2013), menyatakan 37,5% perempuan Indonesia mengalami menarche pada usia 13-14 tahun, 0,1% pada usia 6-8 tahun, 19,8% usia 15-16 tahun dan 4,5% pada usia diatas 17%. Di Indonesia rata-rata usia menarche terendah terdapat di Yogyakarta (12,5 tahun) dan tertinggi Kupang (13,86 tahun) (Depkes, 2013). data kejadian menarche SDKI meningkat dari hasil tahun 2007 yang menyatakan 29% remaja putri mengalami menarche saat usia 13 tahun, dan 24% remaja putri menarche pada umur 14 tahun pada tahun 2012 menjadi 23% remaja putri usia 12 tahun, 7% usia 10-11 tahun dan 89% usia 12-15 tahun telah mengalami menarche,. (Idelvia Delvi, 2014) Di Jawa Timur sendiri khususnya Surabaya, 0,1% remaja putri mengalami menarche di usia 6-8 tahun dan sekitar 26,3% lainnya mengalami menarche diusia lebih dari 14 tahun (Depkes, 2012; Hayungningtyas, 2017) 46,7% remaja putri di Kab. Jember belum siap mengalami menarche dan 60% tidak tau apa yang harus dilakukan. Menurut Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1475/MENKES/SK/X/2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Kesehatan Kabupaten/Kota mentargetkan 80% untuk cakupan pelayanan kesehatan remaja tahun 2010. Sedangkan hasil studi pendahuluan di SMP Sunan Ampel Pagelaran Malang terhadap siswi kelas 7 dan 8 sebanyak 39 siswi, 17 siswi telah mengalami menarche dan 22 siswi lainnya belum mendapatkan menarche. dari 22 siswi yang belum mendapatkan menarche 10 siswi yang belum mengerti tentang menarche dan merasa khawatir dan belum siap mendapatkan menarche, sedangkan dari 17 siswi yang telah mendapatkan menarche 13 siswi mengetahui menarche dari teman sebaya, mereka belum mendapat penjelasan dari orang tua karena masih dianggap belum waktunya. Bagi sebagian besar masyarakat indonesia menceritakan masalah menstruasi dalam keluarga masih dianggap tabu, padahal remaja memnutuhkan dukungan dari orang tua khususnya ibu dalam mempersiapkan datangnya menarche, sehingga remaja memiliki gambaran dan sikap yang cukup baik tentang perubahan-perubahan yang dialami terkait menarche. Kesiapan mental sangat diperlukan, karena perasaan cemas dan takut dapat muncul ketika remaja putri kurang paham tentang menarche. (Sukarni&Wahyu, 2013). Ketika remaja tidak siap menghadapi menarche maka akan timbul perasaan atau keinginan untuk menolak menarche, remaja juga akan memiliki anggapan yang salah mengenai menstruasi, mereka akan beranggapan menstruasi merupakan sesuatu yang kotor, najis, mengancam dan dapat berlanjut kearah yang lebih negative. Berbeda dengan remaja yang telah siap menghadapi menarche mereka akan cenderung bersikap positif, mereka akan merasa senang dan bangga karena merasa dirinya telah dewasa secara fisiologis (Mansur&Budiarti, 2014) Perubahan psikologis yang sering dialami anak remaja di Indonesia seringkali ditemukan remaja mendapatkan menstruasi saat sedang belajar atau bermain di sekolah tanpa ada persiapan sebelumnya (Soetjiningsih, 2007; Hayungningtyas, 2017) Dalam menghadapi menarche remaja putri membutuhkan dukungan keluarga, baik secara emosional, informasi, penghargaan dan instrumental. Dekungan tersebut dapat didapatkan dari keluarga (Orang tua), lingkungan sekolah (guru), lingkungan teman sebaya, dan lingkungan masyarakat (social budaya dan media massa). Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Peran orang tua yang baik berkaitan dengan persepsi remaja tentang menarche berupa memberikan pemahaman tentang menarche dan permasalahannya, cenderung dapat memberikan persepsi remaja putri yang baik dibandingkan peran orang tua yang kurang baik. Peran orang tua terhadap remaja putri saat menarche ialah sebagai pendidik dan pemberi asuhan meliputi perawatan haid, perawatan genetalia, keluhan fisik, dan keluhan psikis (kaget dan takut) (Boeree, 2010; Hayungningtyas, 2017) Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis ingin mengetahui hubungan kecemasan menarche remaja putri yang ditinjau dari peran orang tua dan sikap remaja putri di SMP Sunan Ampel Pagelaran Malang
1.2 Rumusan Masalah
Berkaitan dengan hal tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “Adakah hubungan peran orang tua dan sikap remaja putri di SMP Sunan Ampel Pagelaran malang dengan kecemasan menarche?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan peran orang tua dan sikap remaja putri dengan kecemasan menarche remaja putri di SMP Sunan Ampel Pagelaran Malang 1.3.2 Tujuan khusus a. Mengidentifikasi peran orang tua tentang menarche pada remaja putri di SMP Sunan Ampel Pagelaran Malang b. Mengidentifikasi sikap remaja tentang menarche pada remaja putri di SMP Sunan Ampel Pagelaran Malang c. Mengidentifikasi kecemasan remaja putri tentang menarche pada remaja putri di SMP Sunan Ampel Pagelaran Malang d. Menganalisis hubungan peran orang tua dengan kecemasan menarche pada remaja putri di SMP Sunan Ampel Pagelaran Malang e. Menganalisis hubungan sikap remaja putri dengan kecemasan menarche pada remaja putri di SMP Sunan Ampel Pagelaran Malang
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis a. Bagi responden Penelitian ini dapat memberikan informasi atau gambaran tentang pentingnya peran orang tua dan sikap remaja putri dengan kecemasan menarche pada remaja putri b. Bagi profesi kebidanan Diharapkan penelitian ini memberikan bahan masukan bagi profesi bidan dalam menyampaikan informasi tentang peran orang tua dan sikap remaja putri mengenai kecemasan menarche pada remaja putri c. Bagi Institusi Pendidikan Manfaat penelitian ini bagi institusi pendidikan diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan referensi bagi kalangan yang akan melakukan penelitian lebih lanjut dengan topik yang berhubungan dengan peran orang tua dan sikap remaja putri dengan kecemasan menarche pada remaja putri d. Bagi peneliti Dapat menambah pemahaman mengenai hal-hal yang berhubungan dengan teori peran orang tua dan sikap remaja putri tentang kecemasan menarche pada remaja putri 1.4.2 Manfaat Akademis Penelitian ini dapat memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya demi mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidan kesehatan reproduksi pada khususnya