Anda di halaman 1dari 56

1BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Masa remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak

ke masa dewasa. Di masa ini seseorang mengalami masa pubertas yang pada

wanita salah satunya ditandai dengan datangnya menstruasi pertama (menarche).

Datangnya menarche mempunyai resiko untuk terjadinya gangguan psikologis

pada remaja putri (Sholeha, 2016).

World Health Organization (WHO) mendefenisikan remaja sebagai

individu yang berusia 10-19 tahun (World Health Organization, 2018), sedangkan

di Indonesia terdapat beberapa batasan usia remaja diantaranya yaitu menurut

Peraturan Menteri Kesehatan No. 25 tahun 2014 bahwa remaja merupakan

kelompok usia 10 sampai 18 tahun (Kementrian Kesehatan RI, 2014) dan menurut

BKKBN Rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah (Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 2015).

Data Word Health Organization (WHO) tahun 2021 menunjukkan remaja

dengan jumlah sekitar 18% dari jumlah penduduk yang ada di dunia atau sekitar

1,2 milyar jiwa (WHO 2015). Sementara itu data di Indonesia jumlah penduduk

Indonesia 270.203.917, 2/3 berada di usia produktif, 17% adalah remaja ( usia 10-

19 tahun) atau sama dengan 46 juta, 48% perempuan dan 52% laki-laki, 51% usia

10-14 tahun dan 49% usia 15-19 tahun (UNICEF-profil remaja 2021). Sedangkan

di jambi tahun jumlah remaja usia 10-14 tahun berjumlah 304 783 jiwa,147 940
perempuan dan 156 843 laki-laki. Usia 15-19 tahun berjumlah 301 388 jiwa, 146

639 perempuan dan 154 749 laki-laki (Badan Pusat Statistik Provinsi jambi,

2021). Data sensus kependudukan Tahun 2021 didapatkan bahwa pada usia 10-14

tahun berjumlah 108,86 jiwa, 3.995 laki-laki dan 3.670 perempuan, usia 14-19

tahun berjumlah 103,87 jiwa, 4.244 laki-laki dan 4086 perempuan(Badan Pusat

Statistik Kota Sungai Penuh, 2021).

Hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) menunjukan bahwa

berdasarkan laporan responden yang sudah mengalami haid rata-rata usia

menarche di Indonesia 13 tahun (20%) dengan kejadian lebih awal pada usia

kurang dari 9 tahun. Secara nasional rata-rata usia menarche 13-14 tahun terjadi

pada 37,5% anak Indonesia dan ada juga yang baru berusia 9 tahun sudah

memulai siklus haid namun jumlah ini sedikit sekali (Astriana, 2019).

Pertumbuhan dan perkembangan manusia menjadi dewasa mengalami

suatu tahap yang disebut masa pubertas. Remaja perempuan mengalami pubertas

lebih cepat dibandingkan laki-laki. Pubertas merupakan suatu tahapan antara masa

kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya dimulai saat usia delapan tahun

sampai sepuluh tahun. Pada masa pubertas pertumbuhan dan perkembangan

berlangsung dengan cepat sehingga kematangan alat-alat seksual dan kemampuan

reproduksi dapat tercapai pada masa ini (Proverawati & Mirasoh, 2017).

Menarche adalah menstruasi pertama yang terjadi akibat adanya suatu

proses sistem hormonal yang komplek. Setelah panca indra menerima rangsangan

yang diteruskan kepusat dan diolah oleh hipotalamus, dilanjutkan dengan hipofesi

melalui system fortal dikeluarkan hormone gonadotropik perangsang folikel dan


luteinzing hormon untuk merangsang indung telur. Hormon perangsang folikel

(FSH), merangsang folikel primodial yang di dalam perjalanannya dominan

mengeluarkan hormon estrogen sehingga terjadi pertumbuhan dan perkembangan

tanda seks sekunder (Siregar, 2018).

Fase tibanya haid pertama juga merupakan satu periode dimana

perempuan benar-benar menjalani fungsi kewanitaannya. Maka bagi perempuan

peristiwa haid menduduki satu eksistensi psikologis yang unik, yang bisa

mempengaruhi persepsi perempuan terhadap realitas hidup , baik pada masa

remaja maupun dewasa nanti. Remaja putri yang mengalami menarche sering

merasakan kebingungan dan kesedihan, hal ini terjadi karena banyaknya remaja

yang tidak memahami dasar perubahan yang terjadi pada dirinya. Ketika

menjelang awal menstruasi setiap remaja memiliki sikap dan respon yang

berbeda. (Wawan & Dewi M,2016)

Dampak yang sering ditimbulkan ketika mengalami menarche yaitu,

merasa cemas, terkejut, sedih, kecewa, malu, khawatir dan bingung. Masa depan

sangat tergantung pada kondisi kesehatan organ reproduksi wanita. Namun, bila

perubahan secara cepat dan mendadak terutama berkaitan dengan organ

reproduksinya menjadikan seorang anak perempuan tidak selalu mampu bersikap

secara tepat terhadap organ reproduksinya. Jumlah penelitian lainnya menunjukan

bahwa remaja memiliki pengetahuan yang sedikit sehingga tidak memiliki

pengetahuan yang lain tentang menstruasi pertama (menarche) (Astriana, 2017).

Pengetahuan tentang menstruasi yang kurang mengakibatkan remaja akan

menganggap datangnya menarche merupakan gejala dari datangnya 3 suatu


penyakit, sehingga menimbulkan kepanikan, dan beberapa remaja juga

menganggap bahwa merasa sangat kotor sangat menstruasi pertama, sehingga

mereka merasa malu, hal tersebut membuat remaja putri tidak siap menghadapi

datangnya menarche. Dampak dari ketidaksiapan menghadapi menarche adalah

mempunyai resiko 4,079 kali berperilaku vulva hygiene tidak baik dibandingkan

dengan remaja putri yang siap menghadapi menarche (Novitasari, 2018).

Kesiapan menghadapi menarche adalah keadaan yang menunjukkan

bahwa seseorang siap untuk mencapai salah satu kematangan fisik yaitu

datangnya menstruasi pertama (menarche). Hal ini ditandai dengan adanya

pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang proses menstruasi sehingga

siap menerima dan mengalami menarche sebagai proses yang normal (Siregar,

2018).

Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi merupakan satu kebutuhan

untuk remaja (Nurmawati & Erawantini, 2019). Remaja perempuan mempunyai

kerentanan yang tinggi terhadap infeksi karena mukosa vagina yang atrofi dan

tipis (kekurangan stimulasi estrogen), tercemar oleh feses (higiene yang buruk),

dan mekanisme imunitas vagina yang relative terganggu (Mahakam et al., 2015).

Sebuah penelitian yang menunjukkan kecenderungan bahwa infeksi

saluran kemih(ISK), Human Papiloma Virus(HIV) disebabkan karena kurangnya

pengetahuan wanita dalam menjaga kebersihan,terutama kebersihan kewanitaan

saat menstruasi sehingga virus tersebut dapat berkembang biak dalam organ

reproduksi wanita yang dalam kondisi lembab(Proverawati, 2018), Masalah fisik

yang mungkin timbul dari kurangnya pengetahuan adalah kurangnya personal


hygiene sehingga beresiko untuk terjadinya Infeksi Saluran Kemih(ISK)

(Proverawati, 2017)

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Sungai Penuh tahun 2021 jumlah

siswi terbanyak berdasarkan jenis kelamin wanita terdapat di SD Negeri 004/XI

Pelayang Raya sebanyak 166 siswi.

Berdasarkan data awal yang di peroleh di SD Negeri 004/XI Pelayang

Raya,Kota Sungai Penuh menyatakan bahwa siswi usia 10-12 tahun yang duduk

di kelas IV,V dan VI berjumlah 80 siswi, pertimbangan peneliti memilih

responden usia 10-12 tahun di SD Negeri 004/XI Pelayang Raya karena pada usia

ini adalah masa remaja awal yang sangat rentan terhadap dunia luar dimana

merupakan masa transisi dalam mencapai kedewasaannya dan merupakan usia

mendekati menarche dan berdasarkan hasil wawancara dari 10 siswi 7 diantaranya

mengatakan bahwa belum mengetahui apa itu haid pertama dan bagaimana gejala

yang dirasakan jika mengalami haid dan juga dan belum siap untuk mengalami

menarche.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan mengangakat judul “Hubungan pengetahuan tentang menstruasi

terhadap kesiapan menghadapi menarche SDN 004/XI Palayang Raya, Kota

Sungai Penuh tahun 2022”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Hasil survey awal, berdasarkan hasil wawancara dari 10 siswi 5 diantaranya

mengatakan bahwa belum mengetahui apa itu haid pertama dan bagaimana gejala
yang dirasakan jika mengalami haid dan juga dan belum siap untuk mengalami

menarche. Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah apakah ada hubungan tingkat pengetahuan siswi kelas IV,V dan VI tentang

menstruasi dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi menarche di SD Negeri

004/XI Pelayang Raya, Kota Sungai Penuh?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan siswi kelas IV,V

dan VI tentang menstruasi dengan tingkat kecemasan dalam

menghadapi menarche di SD Negeri 004/XI Pelayang Raya, Kota

Sungai Penuh.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui gambaran karakteristik ibu responden (pendidikan dan

pekerjaan), tingkat pengetahuan dan tingkat kesiapan menghadapi

menstruasi pada siswi di SD Negeri 004/XI Pelayang Raya, Kota

Sungai Penuh.

b. Diketahui hubungan tingkat pengetahuan remaja tentang

menstruasi dengan kesiapan menghadapi menarche pada siswi di

SD Negeri 004/XI Pelayang Raya, Kota Sungai Penuh.

c. Diketahui hubungan variabel luar (pendidikan dan pekerjaan ibu)


dengan kesiapan menghadapi menarche pada siswi di SD Negeri
004/XI Pelayang Raya, Kota Sungai Penuh.
1.4 MANFAAT PENELITIAN

A. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang tingkat pengetahuan

tentang menstruasi dengan tingkat kecemasan menghadapi menarche pada

siswi kelas IV,V dan VI SD.

B. Manfaat Praktisi

1) Bagi peneliti

Dilakukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana

kebidanan selain itu juga bisa menambah referensi dan pembelajaran

bagi peneliti untuk mengetahui dan melakukan penelitian secara

langsung.

Sebagai bahan masukan kepada bidan dalam memberikan

konseling ataupun penyuluhan terkait dengan menstruasi sebagai

upaya dalam peningkatan pendidikan kesehatan reproduksi pada siswi

kelas 5 dan 6 SD.

2) Bagi siswa

Sebagai informasi dan pengetahuan bagi siswa tentang

pengetahuan menstruasi dan menarche sehingga para siswi bisa

menghadapi menstruasi dengan tidak merasa cemas dan siap.

a. Bagi SDN 004/XI Palayang Raya

Pihak sekolah dapat meningkatkan kegiatan promosi dan

penyuluhan pada siswi tentang menarche untuk meningkatkan

kesehatan reproduksinya.

b. Bagi tenaga kesehatan (khususnya Bidan)


Dapat memberikan masukan dalam melaksanakan tugasnya

untuk memberikan pelayanan kepada remaja yang dilaksanakan

dengan mengkaji status dan kebutuhan anak remaja,

menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan, serta

memberikan tindakan sesuai dengan prioritas kebutuhan

khususnya tentang kesiapan menghadapi menarche.

c. Bagi institusi pendidikan

Menambah kepustakaan sebagai salah satu sarana


memperluas pengetahuan dalam bidang kesehatan reproduksi
remaja khususnya tentang menstruasi dan sebagai bahan
masukan dalam menambah pelajaran tentang menstruasi agar
para siswa mendapat pengetahuan lebih.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

1. What (apa)?

Penelitian ini adalah penelitian tentang hubungan tingkat

pengetahuan siswi kelas 5 dan 6 tentang menstruasi dengan tingkat

kecemasan dalam menghadapi menarche.

2. Who(Siapa)?

Populasi pada penelitian ini adalah siswi kelas 5 dan 6 SDN

004/XI Palayang Raya.

3. When(Kapan)?

Pengumpulan data dari bulan Agustus-Oktober 2022.

4. Where(Dimana)?

Lokasi penelitian ini adalah Di SDN 004/XI Palayang Raya, Kota

Sungai Penuh.
5. Why(Mengapa)?

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan siswi kelas 5 dan 6 tentang menstruasi dengan tingkat

kecemasan dalam menghadapi menarche di SD Negeri 004/XI

Pelayang Raya, Kota Sungai Penuh.

6. How(Bagaimana)?

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kuantitatif

dengan menggunakan metode penelitian cross sectional (Arikunto,

2015). Teknik dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah

total sampling karena jumlah sampel yang sangat minim, adapun

teknik pengumpulan data yaitu data primer dan data sekunder dimana

data primer adalah data atau kesimpulan fakta yang dikumpulkan

secara langsung pada saat berlangsungnya penelitian, dengan cara

menggunakan alat bantu berupa kuesioner yang berisi sejumlah

pertanyaan yang harus dijawab oleh responden dimana pertanyaan

pada kuesioner kesiapan siswi dalam menghadapi menarche di SDN

004/XI Palayang Raya, Kota Sungai Penuh.


2BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence (kata

bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa.

Adolescence artinya berangsur-angsur menuju kematangan secara fisik, akal,

kejiwaan dan sosial serta emosional. Hal ini mengisyaratkan kepada hakikat

umum, yaitu bahwa pertumbuhan tidak berpindah dari satu fase ke fase lainya

secara tiba-tiba, tetapi pertumbuhan itu berlangsung setahap demi setahap

(Mighwar, 2015).

Remaja adalah seseorang yang berusia 11 – 20 tahun yang dibagi menjadi

3 tahap remaja awal (11 – 13 tahun), remaja tengah (14 – 16 tahun), dan remaja

akhir (17 - 20 tahun). Istilah adolescence biasanya menunjukkan maturasi

psikologis individu, ketika pubertas menunjukkan titik di mana reproduksi

mungkin dapat terjadi (Soetjiingsih, 2014).

1. Tahap Perkembangan Remaja

Menurut Sarwono (2016) ada 3 tahap perkembangan remaja dalam proses

penyesuaian diri menuju dewasa.

1) Remaja awal (Early Adolescence).


Seorang remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun masih terhera-

heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan

dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka

mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan

mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh

lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini

ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”. Hal ini

menyebabkan para remaja awal sulit dimengerti orang dewasa (Sarwono,

2016).

2) Remaja Madya (Middle Adolescence)

Tahap ini berusia 13-15 tahun. Pada tahap ini remaja sangat

membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang

menyukainya. Ada kecenderungan “narastic”, yaitu mencintai diri

sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat

yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi

kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau

tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis

atau meterialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri

dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa

kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan

dari lawan jenis (Sarwono, 2016).

3) Remaja Akhir (Late Adolescence)


Tahap ini (16-19 tahun) adalah masa konsolidasi menuju

periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah

ini (Sarwono, 2016).

a) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-

orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

c) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri

sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan

diri sendiri dengan orang lain.

e) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya

(private self) dan masyarakat umum (the public).

2.1.2 Ciri Perkembangan Remaja Putri

Ciri-ciri perkembangan remaja putri menurut Hurlock (2013), antara lain :

1) Perubahan Ukuran Tubuh

Perubahan fisik utama pada masa puber adalah perubauan ukuran

tubuh dalam tinggi dan berat badan. Di antara anak-anak perempuan, rata-

rata peningkatan per tahun dalam tahun sebelum haid adalah 3 inci, tetapi

peningkatan itu bisa juga terjadi dari 5 sampai 6 inci. Dua tahun sebelum

haid peningkatan rata-rata adalah 2,5 inci. Jadi peningkatan keseluruhan

selama dua tahun sebelum haid adalah 5,5 inci. Setelah haid, tingkat
pertumbuhan menurun sampai kira-kira 1 inci setahun dan berhenti sekitar

delapan belas tahun.

2) Perubahan Proporsi Tubuh

Perubahan fisik pokok yang kedua adalah perubahan proporsi

tubuh. Daerah-daerah tubuh tertentu yang tadinya terlampau kecil,

sekarang menjadi terlampau besar karena kematangan tercapai lebih cepat

dari daerah-daerah tubuh yang lain. Badan yang kurus dan panjang mulai

melebar di bagian pinggul dan bahu, dan ukuran pinggang tampak tinggi

karena kaki menjadi lebih panjang dari badan.

3) Ciri-ciri Seks Primer

Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber,

meskipun dalam tingkat kecepatan yang berbeda. Berat uterus anak usia

sebelah atau dua belas tahun berkisar 5,3 gram; pada usia enam belas

tahun rata-rata beratnya 43 gram. Tuba faloppi, telur-telur, dan vagina juga

tumbuh pesat pada saat ini. Petunjuk pertama bahwa mekanisme

reproduksi anak perempuanmenjadi matang adalah datangnya haid. Ini

adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir, dan jaringan

sel yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan terjadi kira-kira

setiap dua puluh delapan hari sampai mencapai menopause. Periode haid

umumnya terjadi pada jangka waktu yang sangat tidak teratur dan lamanya

berbedabeda pada tahun-tahun pertama.

4) Ciri-ciri seks sekunder

a) Pinggul
Panggul menjadi bertambah lebar dan bulat sebagai akibat

membesarnyya tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit.

b) Payudara

Segera setelah pinggul mulai membesar, payudara juga

berkembang. Puting susu membesar dan menonjol, dan dengan

berkembangnya kelenjarr susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih

bulat.

c) Rambut

Rambut kemaluan timbul setelah pinggul dan payudara mulai

berkembangg. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah mulai tampak

setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mulai lurus dan

terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebir kasar, lebih gelap

dan agak keriting.

d) Kulit

Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat dan lubang pori-

pori bertambah besar.

e) Kelenjar

Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan

kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat di ketiak

mengeluarkan banyak keringat dan baunya menusuk sebelum dan

selama masa haid.

f) Otot
Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan

dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada

bahu, lengan dan tungkai kaki.

g) Suara

Suara menjadi lebih penuh dan lebih semakin merdu. Suara serak
dan suara yang pecah jarang terjadi pada anak perempuan.

2.2 Menstruasi

2.2.1 Pengertian Menstruasi

Menstruasi atau haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari

uterus, disertai dengan pelepasan (deskuamasi) endometrium. Menstruasi adalah

proses alamiah yang terjadi pada perempuan. Menstruasi meruoakan perdarahan

yang teratur dari uterus sebagai tanda bahwa organ kandungan telah berfungsi

matang, Siklus menstruasi adalah 28 hari panjang siklus dapat berkisar dari 21

sampai 35 hari pada orang dewasa dan 21 sampai 45 hari pada remaja muda

perempuan. dengan lamanya menstruasi 2-7 hari (Eny, 2014).

Menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14

hari setelah ovulasi. Menstruasi adalah perdarahan vagina secara berkala akibat

terlepasnya lapisan endometrium uterus. Fungsi menstruasi normal merupakan

hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-

perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium

memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung

jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus

menstruasi (Sukarni K, 2013).


2.2.2 Siklus Menstruasi

Menstruasi atau haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari

uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Proses terjadinya haid

berlangsung dengan empat tahapan yaitu masa poliferasi, masa ovulasi, masa

sekresi dan masa haid. Dalam proses ovulasi, yang memegang peranan penting

adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-pituitary-

ovarium axis).

Menurut teori neurohumoral, hipotalamus mengawasi sekresi hormon

gonadotropin oleh adenohipofisis melalui sekresi neurohormon yang disalurkan

ke sel-sel adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus. Hipotalamus

menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin

Releasing Hormone (GnRH) karena dapat merangsang pelepasan Lutenizing

Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis (Sinaga,

2017).

Dalam beberapa jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan inilah

yang menyebabkan LH ikut menurun. Menurunnya estrogen disebabkan oleh

perubahan morfologik pada folikel. Selain itu, menurunnya LH disebabkan oleh

umpan balik negatif yang pendek dari LH terhadap hipotalamus. Pecahnya folikel

terjadi 16-24 jam setelah lonjakan LH dan biasanya hanya satu folikel yang

matang. Mekanisme terjadinya ovulasi terjadi karena adanya perubahan-

perubahan degeneratif kolagen pada dinding folikel, sehingga ia menjadi tipis.

Prostaglandin F2 memegang peranan dalam peristiwa itu pada fase luteal, setelah

ovulasi, sel-sel granulose membesar, membentuk vakuola dan bertumpuk pigmen

kuning (lutein) folikel menjadi korpus luteum (Sinaga, 2017).


Vaskularisasi dalam lapisan garanulosa juga bertambah dan mencapai

puncaknya pada 8-9 hari setelah ovulasi. Luteinized granulose cell meningkatkan

kadar estrogen dalam tubuh, sehingga kedua hormon itu menjadi lebih tinggi pada

fase luteal. Mulai 10-12 hari setelah ovulasi, korpus luetum mengalami regresi

berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya kapiler dan diikuti oleh

menurunnya sekresi progesteron dan estrogen. Setelah empat belas hari sesudah

ovulasi maka terjadilah haid (Sukarni K, 2013).

2.2.3 Fase-fase Menstruasi

Menurut (Sinaga, 2017).Fase menstruasi terdiri dari fisiologis menstruasi

dan faktor yang mempengaruhi:

a. Fisiologis Menstruasi

1) Stadium menstruasi

Stadium ini berlangsung selama 3-7 hari. Pada saat itu, endometrium

(selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan. Hormon-

hormon ovarium berada pada kadar paling rendah.

2) Stadium proliferasi

Stadium ini berlangsung pada 7-9 hari. Dimulai sejak berhentinya

darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah menstruasi berakhir,

dimulailah fase proliferasi di mana terjadi pertumbuhan dari desidua

fungsionalis yang mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin.

Pada fase ini endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12

sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel telur dari indung telur (disebut

ovulasi).
3) Stadium sekresi

Stadium sekresi berlangsung 11 hari. Masa sekresi adalah masa

sesudah terjadinya ovulasi. Hormon progesteron dikeluarkan dan

mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi

rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim).

4) Stadium premenstruasi

Stadium yang berlangsung selama 3 hari. Ada infiltrasi sel-sel darah

putih, bisa sel bulat. Stroma mengalami disintegrasi dengan

hilangnya cairan dan secret sehingga akan terjadi kolaps dari

kelenjar dan arteri. Pada saat ini terjadi vasokontriksi, kemudian

pembuluh darah itu berelaksasi dan akhirnya pecah.

b. Faktor yang mempengaruhi menstruasi

1) Faktor hormon

Hormon-hormon yang mempengaruhi terjadinya haid pada wanita

yaitu Folicle Stimulating Hormone (FSH) yang dikeluarkan oleh

hipofisis, estrogen yang dihasilkan oleh ovarium, Luteinizing

Hormone (LH) yang dihasilkan oleh hipofisis, serta progesterone

yang dihasilkan oleh ovarium.

2) Faktor enzim

Enzim hidrolitik yang terdapat dalam endometrium merusak sel yang

berperan dalam sintesis protein, yang mengganggu metabolisme

sehingga mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan.


3) Faktor vascular

Saat fase proliferasi, terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam

lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium

ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena, dan hubungan di antara

keduanya. Dengan regresi endomerium, timbul statis dalam vena-

vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri,

dan akhirnya terjadi n ekrosis dan perdarahan dengan pembentukan

hematoma, baik dari arteri maupun vena.

4) Faktor prostaglandin

Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2. Dengan adanya

desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan

kontraksi miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi

perdarahan pada haid (Kusmiran Eny, 2014).

2.3 Konsep Menarche.

2.3.1 Definisi

Menurut Sukarni (2013) menarche merupakan menstruasi pertama yang bias

terjadi dalam rentang usia 10-16 tahun atau pada masa awal remaja dimana tengah

masa pubertas sebelum memasuki masa reproduksi.

Menarche adalah haid yang pertama kali dialami seorang wanita, yang pada

umumnya terjadi pada usia sekitar 14 tahun. Menarche merupakan pertanda

berakhirnya masa pubertas, masa peralihan dari masa anak menuju masa dewasa.
Selama kehidupan seorang perempuan, haid dialami mulai dari menarche sampai

menopause (Prawirohardjo, 2016).

Menarche biasanya terjadi di usia sekitar 10 tahun. Pada umumnya,

sebelum memasuki masa menarche atau sekitar 5 bulan sebelumnya, seorang

perempuan akan mengalami keputihan yang berwarna keputih-putihan atau

kekuningan dan tidak berbau. (Dianawati, 2015).

Menarche adalah menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentang usia

10 – 16 tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum

memasuki masa reproduksi (Proverawati, 2014).

2.3.2 Gejala Menarhe.


Menurut Sukarni (2013) gejala yang sering menyertai menarche adalah

sebagai berikut:

a. Rasa tidak nyaman disebabkan karena selama menstruasi volume air di

dalam tubuh kita berkurang.

b. Sakit kepala

c. Pegal-pegal di kaki dan dipinggang untuk beberapa jam

d. Kram perut dan sakit perut

e. Perubahan emosional yaitu perasaan suntuk, marah dan sedih yang

disebabkan oleh adanya pelepasan beberapa hormone.

Gejala yang sering menyertai menarche sakit kepala, pegal-pegal di kaki

dan dipinggang untuk beberapa jam, kram perut dan sakit perut. Perasaan suntuk,

marah dan sedih yang disebabkan oleh adanya pelepasan beberapa hormon

(Sastrawinata, 2014).
2.3.3 Usia Menarche

Menstruasi pertama (menarche) pada remaja putri sering terjadi pada usia 11

tahun. Namun tidak tertutup kemungkinan terjadi pada rentang usia 8-16 tahun.

Menstruasi merupakan pertanda masa reproduksi pada kehidupan seorang

perempuan yang dimulai dari menarche sampai terjadinya menopause

(Sibagariang, 2016).

Menurut Sukarni (2013), usia saat anak perempuan mulai mendapat

menstruasi sangat bervariasi. Terdapat kecenderuangan bahwa saat ini anak

mendapat menstruasi yang pertma kali pada usia yang lebih muda. Ada yang

berusia 12 tahun saat mendapat menstrusi pertama kali, tapi ada juga yang 8 tahun

sudah memulai siklusnya, bila usia 16 tahun baru mendapat menstruasipun dapat

terjadi.

Menurut Sastrawinata (2014), usia menarche dibagi menjadi :

a. Menarche Prekoks (sudah ada haid sebelum umur 10 tahun).

b. Menarche Normal (usia remaja pada waktu pertama kalinya haid (menarche)

yaitu usia 10-14 tahun)

c. Menarche Tarda (menarche yang baru datang setelah usia 14 tahun dan tidak

lebih dari usia 18 tahun).


2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi menarche.

Faktor yang mempengaruhi usia menarche diantaranya yaitu:

a. Aspek Psikologi yang menyatakan bahwa menarche merupakan bagian dari

masa pubertas. Menarche merupakan suatu proses yang melibatkan sistem

anatomi dan fisiologi dari proses pubertas yaitu sebagai berikut:

1) Disekresikannya estrogen oleh ovarium yang distimulasi oleh hormon

ptuitari.

2) Estrogen menstimulasi pertumbuhan uterus.

3) Fluktuasi tingkat hormon yang dapat menghasilkan perubahan suplai

darah yang adekuat ke bagian endometrium.

4) Kematian beberapa jaringan endometrium dari hormon ini dan adanya

peningkatan fluktuasi suplai darah ke desidua.

b. Menarche dan kesuburan

Pada sebagian besar wanita, menarche bukanlah sebagai tanda terjadinya

ovulasi. Sebuah penelitian di Amerika menyatakan bahwa interval rata-rata

antara menarche dan ovulasi terjadi beberapa bulan. Secara tidak teratur

menstruasi terjadi sela 1-2 tahun sebelum terjadinya ovulasi yang teratur.

c. Pengaruh waktu terjadinya menarche

Menarche biasanya terjadi sekitar dua tahun setelah perkembangan

payudara. Namun akhir-akhir ini menarche terjadi pada usia yang lebih muda

dan tergantung dari pertumbuhan indivdu tersebut, diet dan tingkat

kesehatannya.
d. Menarche dan lingkungan sosial

Menurut sebuah penelitian menyatakan bahwa lingkungan sosial

berpengaruh terhadap waktu terjadinya menarche. Beberapa aspek struktur dan

fungsi keluarga berpengaruh terhadap kejadian menarche dini yaitu sebagai

berikut:

1) Ketidak hadiran seorang ayah ketika ia masih kecil.

2) Kekerasan seksual pada remaja.

3) Adanya konflik dalam keluarga.

Struktur dan fungsi keluarga juga berpengaruh terhadap terjadinya

pubertas yang lambat yaitu adanya keluarga besar, hubungan yang positif

dalam keluarga serta adanya dukungan dan tingkat stress yang rendah dalam

lingkungan keluarga.

e. Usia menarche dan status sosial ekonomi

Menarche terlambat terjadi pada kelompok sosial ekonomi sedang sampai

tinggi yang memiliki selisih sekitar 12 bulan. Penelitian Alin Yaotu Padmavati

(2013) menyatakan bahwa wanita yang vegetarian kejadian menarchenya lebih

lama. Orang yang non vegetarian menarchenya 6 bulan lebih awal daripada

yang vegetarian.

f. Basal metabolik indek dan kejadian menarche


Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang mengalami menarche

dini (9-11 tahun) mempunyai berat badan maksimum 46 Kg. kelompok yang

memiliki berat badan 37 Kg mengalami menarche yang terlambat yaitu sekitar

4,5 Kg lebih rendah dari kelompok yang memiliki berat badan yang ideal.

Menarche merupakan tanda berfungsinya organ reproduksi dan sistem

endokrin yang akan bermanifestasi pada polikstik ovarian syndrome dan resiko

kanker payudara. Basal metabolik indek merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap terjadinya menarche dan hal ini telah terbukti bahwa

berhubungan dengan pertumbuhan postnatal dan kejadian peningkatan resiko

penyakit DM, hipertensi, dan penyakit jantung. Selanjutnya BBLR dan

menarche dini merupakan faktor resiko terjadinya intoleransi glukosa pada

wanita yang mengalami syndrome polikistik ovarium (Sukarni K, 2013).

2.3.5 Perubahan fisik yang terjadi pada waktu menarche

Buah dada mulai mengembang, puting susu menonjol keluar, panggul

melebar, rambut tumbuh di daerah ketiak dan sekitar alat kelamin,rambut juga

tumbuh sedikit lebih banyak di lengan dan tungkai, bentuk tubuh menjadi sedikit

lebih bulat karena lemak mulai menumpuk, alat kelamin warnanya menjadi lebih

gelap dan lebih berotot, cairan yang keluar dari vagina lebih terihat nyata dan

menstruasi atau mulai datang bulan..

2.3.6 Faktor Resiko Psikologis Menarche

Faktor resiko psikologis menarche yaitu sebagai berikut :

a. Dukungan sosial
1) Keluarga

Peran orang tua sangat penting dalam memberikan perhatian

informasi tentang menarche sehingga siswi mampu mengatasi dan

menerima permasalahan yang dialami saat menstruasi dan meneima

permasalahan yang dialami saat menstruasi (Mardialh, 2014). Penelitian

yang dilakukan oleh Ramatika (2014) menunjukkan ada hubungan

dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan menarche pada siswi

karena keluarga memberikan salah satu fungsi keluarga yaitu fungsi

efektif sebagai sumber kekuatan dasar serta pemenuhan kebutuhan

psikologis.

2) Dukungan sekolah

Guru Bimbingan Konseling (BK) memiliki wewenang terhadap

pelayanan bimbingan dan konseling pada siswinya terkait

pengembangan diri siswi yaitu kebutuhan, potensi, bakat yang dimiliki,

minat, serta kepribadian siswi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

Rahayu (2012) bahwa dukungan sekolah Madrasah Tsanawiyah

mengalami penurunan kecemasan siswi menarche. Kurikulum pelajaran

fiqih membahas tentang pubertas dan menstruasi tetapi hanya sekilas.

Guru melakukan bimbingan terkait menstruasi bertujuan mengurangi

kecemasan saat menghadapi menarche sehingga meningkat

kepercayaan diri siswi saat menarche.

3) Dukungan teman sebaya


Teman sebaya merupakan interaksi awal bagi anak-anak dan

remaja untuk mengenal lingkungannya. Anak-anak dan remaja mulai

belajar berinteraksi dengan lingkungan di luar lingkungan keluarga. Hal

tersebut dilakukan supaya mendapatkan pengakuan dan penerimaan

dari teman sebaya sehingga tercipta rasa aman (Sulistiyawati, 2014).

Dukungan teman sebaya memberikan informasi tentang menstruasi

pertama kali dan bagaimana menjalani proses menstruasi.

b. Kesiapan

Menurut BKKBN (2012) sebelum mengalami menstruasi pertama

kali, anak harus memiliki kesiapan yang baik. Kurangnya kesiapan

menghadapi masa pubertas akan menjadikan pengalaman yang traumatis.

Menyatakan kurangnya kesiapn menghadapi masa pubertas menjadi

bahaya psikologis yang serius terutama pada anak yang mengalami

kematangan lebih awal.

c. Pengetahuan

Penelitian yang dilakukan oleh Sholihah (2013) menunjukkan

adanya perbedaan tingkat kecemasan menghadapi menarche pada siswi

yang pengetahuannya baik dan pengetahuan kurang. Siswi yang memiliki

pengetahuan baik tentang menarche akan mengalami perubahan-

perubahan fisiologis yang menyebabkan ketidakstabilan kondisi

psikologis, sehingga anak dapat mengantisipasi dan mengatasi

kecemasan menarche yang dialami.


d. Penerimaan diri

Menurut BKKBN (2012) hanya sebagian kecil individu mengalami

masa pubertas menerima kenyataan bahwa dirinya mengalami proses

pendewasaan sehingga mereka tidak puas dengan penampilan. Pentingnya

penampilan perempuan sering menyalahkan penampilan sebagai penyebab

harapan yang tidak sesuai dengan keinginannya.

2.3.7 Kecemasan Menghadapi Menarche

Manifestasi psikologis yang bermacam-macam seperti cemas, takut

merupakan salah satu bukti bahwa kurang kesiapan remaja putri dalam

mengahadapi masalah reproduksi seperti menstruasi pertama. konstitusional

psikologis merupakan pengaruh perubahan morfologi dan fisiologi terhadap

psikologis. Hal ini menjadi penting karena dimasa menarche, ataupun secara

keseluruhan pubertas, terjadi serangkaian perubahan baik secara fisik maupun

mental yang saling mempengruhi (Sibagariang, 2016)

Pada seorang remaja putri yang baru mengalami perubahan ciri seks

skunder, akan terjadi perubahan lain secara psikis yang saling mempengaruhi.

Masalah konstitusional fisiologis, apalagi pada wanita yang telah menarche, tidak

dapat begitu saja dilupakan. Mengingat hal ini akan mempengaruhi kehidupan

secara keseluruhan remaja itu sendiri misalnya saja pada remaja putri yang

mengalami pengalaman yang psikis yang traumatik pada masa setelah menarche,

dan juga hal ini berdampak besar pada kehidupan dimasa yang akan datang, baik

secara langsung maupun tidak langsung (Mastina, 2016).


Menurut Wawan dan Dewi (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku remaja putri dalam menghadapi menarche yaitu:

1) Faktor internal

a) Sikap

Sikap adalah penilaian atau pendapat seseorang tentang suatu

objek yang diketahuinya yang menjadi penentu dalam tingkah laku

manusia terhadap objek tersebut, dimana sikap yaitu senang atau tidak

senang (Notoatmodjo, 2014).

Dalam penelitian Jayanti dan Purwanti (2015), sebanyak

73,08% anak bersikap tidak baik terhadap menarche. Mereka

beranggapan bahwa menarche merupakan beban baru yang tidak

menyenangkan.

b) Usia

Semakin muda usia remaja, maka semakin belum siap ia

menerima peristiwa menstruasi tersebut (Kartono, 2015). Dalam

penelitian Jayanti & Purwanti (2015), didapatkan hasil 75% dari anak

SD yang siap menghadapi menarche berumur 13 tahun, sedangkan

27,08% dari yang tidak siap dalam menghadapi menarche berumur 10

tahun.

c) Dukungan sosial ibu


Dukungan sosial ibu merupakan pertukaran sumber baik verbal

dan non verbal antara ibu dan anak, dimana ibu sebagai pemberi dan

anak sebagai penerima.

2) Faktor Eksternal

a) Kelompok Teman Sebaya

Hubungan kelompok teman sebaya dengan kesiapan menghadapi

menarche yaitu, informasi anak tentang menarche dapat diperoleh dari

kelompok teman sebaya, apabila informasi-informasi tentang

menarche tidak benar, maka persepsi siswa tentang menarche akan

negatif.

b) Lingkungan sekolah

Keterkaitan peran sekolah sebagai pendidik dan komunikator

akan cukup membantu dalam penyampaian informasi mengenai

menarche dan merupakan hal yang utama bagi kesiapan anak

menghadapi menarche.

1. Tingkat Kecemasan

Menurut Sulistyawati (2013) tingkatan kecemasan, yaitu:

1) Kecemasan Ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang di alami sehari-hari.

Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan

indra.

2) Kecemasan Sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,

terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu

dengan arahan orang lain.

3) Kecemasan Berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada

detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal lain.

Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu

banyak perintah/arahan untuk terfokus pada area lain.

4) Kecemasan Sangat Berat atau Panik

Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan

berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya

pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif.

2. Alat Ukur Kecemasan

Menurut Saputro & Fazris (2017), tingkat kecemasan dapat diukur

dengan pengukuran skor kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang

disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan

pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya gejala pada

individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14

gejala yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap

item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 sampai dengan 4.

Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan

oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran

kecemasan. Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan


reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan yaitu

0,93 dan 0,97.8 Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan

dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan

reliabel.

Menurut Saputro & Fazris (2017), Skala HARS (Hamilton Anxiety

Rating Scale) dalam penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:

1) Perasaan ansietas: cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri,

mudah tersinggung.

2) Ketegangan: merasa tegang, lesu, tak bisa istirahat tenang, mudah

terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.

3) Ketakutan: pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri, pada

binatang besar, pada keramaian lalu lintas, pada kerumunan orang

banyak.

4) Gangguan tidur: sukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidak

nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk.

5) Gangguan kecerdasan: sukar konsentrasi, daya ingat buruk

6) Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi,

sedih, bangun dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

7) Gejala somatik: sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi

gemerutuk, suara tidak stabil.

8) Gejala sensorik: penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa

lemah, perasaan ditusuk-tusuk.


9) Gejala kardiovaskuler: takikardi, berdebar, nyeri di dada, denyut nadi

mengeras, perasaan lesu/lemas seperti mau pingsan, detak jantung

menghilang (berhenti).

10) Gejala respiratori: rasa tertekan atau sempit di dada, perasaan tercekik,

sering menarik napas, napas pendek/sesak.

11) Gejala gastrointestinal: sulit menelan, perut melilit, nyeri sebelum dan

sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh/kembung, mual,

muntah, BAB lembek, kehilangan berat badan konstipasi.

12) Gejala urogenital: sering buang air kecil, tidak dapat menahan air seni,

amenorrhea, menorrhagia.

13) Gejala otonom: mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, pusing

atau sakit kepala, bulu-bulu berdiri.

14) Tingkah laku pada wawancara: gelisah, tidak tenang, jari gemetar,

kerut kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek dan

cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan

kategori (Saputro & Fazris, 2017):

STS = Jika menurut anda merasa sangat tidak setuju dengan

pernyataan tersebut

TS = Jika menurut anda merasa tidak setuju dengan pernyataan

tersebut

RR = Jika menurut anda merasa ragu-ragu dengan pernyataan

tersebut
S = Jika menurut anda setuju dengan pernyataan tersebut

SS = Jika menurut anda sangat setuju dengan pernyataan tersebut

2.4 Pengetahuan

2.4.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan terjadi setelah orang mengadakan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh

seseorang. Pengetahuan dalam pengertian lain adalah berbagai gejala yang

diterima dan diproleh manusia melalui indrawi (Haruna & Rahim, 2020).

2.4.2 Klasifikasi Pengetahuan

Pengetahuan menurut Mubarak (2015) mengungkapkan bahwa sebelum

orang menghadapi prilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan yaitu :

a. Awarness (kesadaran)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih

dahulu terhadap stimulus.

b. Interest (ketertarikan)
Dimana subyek tertarik terhadap stimulus atau objek tertentu.

c. Evaluation (evaluasi)

Menimbang terhadap yang baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya.

d. Trial (percobaan)

Dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuai dengan apa

yang dikehendakinya.

e. Adoption (adopsi)

Dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Yamani, 2017).

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap suatu objek melalui indera yang dimilikinya

dsehingga menghasilkan pengetahuan ( Notoatmojo, 2014).

Dalam Nursalam (2017), pendidikan diperlukan untuk

mendapatkan informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kualitas

hidup oleh sebab itu makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makan

semakin mudah menerima infromasi dengan demikian pengetahuan

siswi mudah menerima nilai-nilai baru dikembangkan. Maka dari itu

pengetahuan siswi akan terus meningkat.


2.4.3 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan dalam domain kognitif terbagi menjadi enam tingkatan yaitu

sebagai berikut :

a. Tahu ( Know )

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk juga mengingat kembali (recall) terhadap rangsangan

yang sudah diberikan. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami ( comprehension )

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan objek tersebut

secara benar. Orang yang paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap

objek yang dipelajari.

c. Aplikasi ( aplication )

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenanrnya.

d. Analisis ( analysis )

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain. kemampuan analisis dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja seperti membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis ( synthesis )

Sintesis di sini berarti suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

sintesis dapat diartikan juga suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada. Kata kerja untuk sintesis yaitu dapat

menyusun, merencanakan, meringkaskan, dan sebagainya.

f. Evaluasi ( evaluation )

Evaluasi berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada (Ahmad

Kholid,2012).

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan terjadi setelah orang

mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui pancaindera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh

seseorang. Pengetahuan dalam pengertian lain adalah berbagai gejala yang

diterima dan diproleh manusia melalui indrawi (Haruna & Rahim, 2020)

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan terjadi setelah orang mengadakan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,


dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh

seseorang. Pengetahuan dalam pengertian lain adalah berbagai gejala yang

diterima dan diproleh manusia melalui indrawi (Haruna & Rahim, 2020).

2.4.4 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut (Anwar & Febrianty, 2017) ada 7 faktor yang mempengaruhi

pengetahuan adalah sebagai berikut :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan kepada orang lain agar dapat

memahami suatu hal. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan

seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya

pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman

dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

c. Usia

Dengan bertambahnya usia seseorang akan mengalami perubahan aspek

fisik dan psikologis (mental). Secara garis besar, pertumbuhan fisik terdiri dari

4 kategori perubahan, yaitu : perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya

ciri-ciri lama, dan timbulkan cirri-ciri baru. Perubahan ini terjadi karena

pematangan fungsiorgan. Pada aspek psikologis atau mental, taraf berfikir

seseorang semakin matang dan dewasa.


d. Minat

Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni sesuatu

hal, sehingga seseorang memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

e. Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Orang cenderung berusaha melupakan

pengalaman yang kurang bai. Sebaiknya, jika pengalaman tersebut

menyenangkan, maka secara psikologis mampu menimbulkan kesan yang

sangat mendalam.

f. Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat mempercepat

seseorang memperoleh pengetahuan yang baru (Yamani, 2017).

2.4.5 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawacancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

peneliti/responden (Masturoh, 2018). Menurut (Yamani, 2017) untuk

memudahkan terhadap pemisahan tingkat pengetahuan dalam penelitian, tingkat

pengetahuan dibagi berdasarkan skor yang terdiri dari:

a. Baik bila tingkat pengetahuan 76% sampai dengan 100%

b. Cukup bila tingkat pengetahuan 56% sampai 75%


c. Kurang bila tingkat pengetahuan kurang dari 56%.

2.5 Tingkat Kesiapan

Menurut pendapat Slameto (2015), bahwa Kesiapan adalah keseluruhan

kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon atau jawaban di

dalam cara tertentu terhadap satu situasi, dan Soemanto (2012) mengatakan ada

orang yang mengartikan readiness sebagai kesiapan seseorang untuk melakukan

sesuatu. Dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa kesiapan yaitu suatu

keadaan dalam diri seseorang yang membuat siap memberi jawaban atau respon

dalam mencapai tertentu. Kesiapan merupakan kesediaan untuk memberikan

respon. Kesediaan tersebut datang dari dalam diri siswi, kesiapaan amat perlu

diperhatikan untuk suatu proses karena apabila siswi sudah ada kesiapan maka

hasilnya akan memuaskan (Wardhani,2018).

Beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kesiapan menghadapi

menarche adalah keadaan yang menunjukkan bahwa seseorang siap untuk

mencapai kematangan fisik yaitu datangnya menstruasi pertama (menarche) pada

saat menginjak usia sepuluh sampai enam belas tahun yang terjadi secara periodic

(pada waktu tertentu) dan siklik (berulang-ulang). Hal ini ditandai dengan adanya

pemahaman yang mendalam tentang proses menstruasi sehingga siap menerima

dan mengalami menstruasi pertama (menarche) sebagai proses yang normal

(Siregar, 2018).

Kesiapan menghadapi menarche adalah keadaan yang menunjukkan bahwa

seseorang siap untuk mencapai salah satu kematangan fisik yaitu datangnya

menstruasi pertama (menarche) sebagai proses yang normal. Aspek-aspek


menstruasi pertama (menarche) antara lain : aspek pemahaman, aspek

penghayatan dan aspek kesediaan (Hidayah & Palila, 2018).

2.5.1 Macam-macam Kesiapan

Kesiapan diri menghadapi menarche diantaranya perlu adanya:

a. Kesiapan Fisik

Kejadian yang penting dalam pubertas adalah pertumbuhan badan yang

cepat, timbulnya cirri-ciri kelainan skunder, menarche dan perubahan psikis.

Menarche merupakan perubahan yang mendasar anatara pubertas pria dan

wanita. Menurut Suryani dan Widyasih (10), gejala yang sering terjadi dan

sangat mencolok pada peristiwa haid pertama adlah kecemasan, ketakutan,

diperkuat oleh keinginan untuk menolak proses fisiologis. Apabila tidak

mempunyai pengetahuan dan kesiapn tentang menarche pada remaja

cenderung menolah perubahan fisik tersebut, sehingga dapat berpengaruh pada

psikologis remaja itu sendiri. Maka kesiapan psikologis sangat diperlukan

dalam menghadapi menarche (Siregar, 2018).

b. Kesiapan Psikologis

Kesiapan psikologis remaja berupa sikap remaja tersebut dalam

menghadapi menarche. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat

negative. Dlam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah memahami,

menghargai dan menerima adanya menstruasi pertama sebagai tanda

kedewasaan seorang wanita, sedangkan dalam sikap negative terdapat


kecenderungan kondisi psikologis yang tak stabil (bingung, sedih, stress,

cemas, mudah tersinggung, marah, emosional) (Siregar, 2018).

Menstruasi pertama sering dihayati oleh remaja putri sebagai suatu

pengalaman traumatis, terkadang anak yang belum siap mnghadapi menarche

akan timbul keinginan untuk menolak proses psikologis. Mereka akan merasa

haid sebagai sesuatu yang kejam dan mengancam. Keadaan ini dapat berlanjut

kea rah lebih negative, dimana anak tersebut memiliki gambaran fantasi yang

sangat aneh bersamaan dengan kecemasan dan ketakutan yang tidak masuk

akal. Hal tersebut mereka kaitkan dengan masalah pendarahan pada organ

kelamin. Berbeda dengan remaja putrid yang telah siap dalam menghadapi

menarche, mereka akan merasa senang dan bangga, karena mereka

menganggap dirinya sudah dewasa secara biologis (Siregar, 2018).

c. Kesiapan Keluarga

Orang tua secara lebih dini harus memberikan pelajaran tentang

menarche pada anak perempuannya, agar anak lebih mengerti dan siap dalam

menghadapi menarche. Jika peristiwa menarche tersebut tidak disertai dengan

informasi-informasi yan benar maka akan timbul beberapa gangguan

diantaranya pusing, mual, haid tidak teratur. Anak pertama kali melakukan

interaksi komunikasi dalam lingkungan keluarga sesame dengan orang yang

paling dekat dengan nya yaitu ibu. Hubungan kedekatan anak dengan ibunya

akan berlangsung sampai anak mencapai usia remaja. Peran ibu untuk

membentuk kedekatan merupakan awal pembentikan rasa percaya diri anak

(Siregar, 2018).
2.5.2 Cara ukur kesiapan

Pengukuran kesiapan dapat dilakukan dengan wawacancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

peneliti/responden (Notoadmodjo S, 2010).

Menurut (Hidayah & Palila, 2018) untuk memudahkan terhadap pemisahan

tingkat kesiapan dalam penelitian, tingkat kesiapan dibagi berdasarkan skor yang

terdiri dari :

a. Siap bila tingkat pengetahuan 51% sampai dengan 100%

b. Tidak siap bila tingkat kesiapan >50%.

2.5.3 Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Remaja

Remaja Remaja
Remaja Akhir
Awal Menengah

Menarche

Faktor yang mempengaruhi Faktor resiko psikologis


Faktor yang
kesiapan menarche menarche
mempengaruhi
a. Usia a. Dukungan sosial
pengetahuan
b. Sumber informasi b. Penerimaan diri
a. Pendidikan
1) Keluarga
b. Pekerjaan c. Usia
2) Kelompok sebaya
c. Usia d. Kesiapan
3) Lingungan
d. Minat
keluarga
e. Pengalaman
c. Sikap
d. Pengetahuan
f. Informasi
Keterangan :

Diteliti : Huruf yang dicetak tebal

Sumber : modifikasi (Sholeha, 2016)

2.5.4 Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara pengetahuan remaja putri terhadap kesiapan

menghadapi menarche.
3BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah pemikiran yang diturunkan dari beberapa teori

maupun konsep yang sesuai masalah penelitian, sehingga muncul asumsi-asumsi

yang berbentuk bagan alur pemikiran, yang dapat dirumuskan ke dalam hipotesis

yang dapat diuji (Sujarweni,2014).

Adapun kerangka konseptual dapat dilihat pada gambar 3.1

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Kesiapan menghadapi
Pengetahuan
Menarcehe

Variabel Luar
1. Pendidikan ibu
2. Pekerjaan

Modifikasi Notoadmojo 2012


3.2 Variabel dan Desfinisi Operasional

3.2.1 Definisi Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono(2017;38) Variabel Menurut Sugiyono (2017:38)

mengemukakan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini ada dua

variabel yang digunakan yaitu variabel independen dan variabel dependen.

Berikut penjelasannya:

a. Variabel independen

Menurut sugiyono (2017:39) mendefinisikan variabel independen

adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Dalam penelitian ini

yang termasuk variabel independen (variabel bebas) yaitu pengetahuan

remaja putri tentang menarche.

b. Variabel Dependen(variabel terikat)

Menurut Sugiyono (2017:39) variabel dependen adalah variabel

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel

bebas. Variabel dependen(variabel terikat) dalam penelitian ini adalah

Kesiapan remaja putri dalam menghadapi menarche.


3.2.2 Definisi Operasional

Menurut Sugiyono(2013), definisi operasional variabel adalah suatu atribut

atau sifat atau nilai dari orang,obyek atau kegiatan ang mempunyai variasi tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.

3.2.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara dari dua kemungkinan jawaban

yang disimbolkan dengan H. Kemungkinan jawaban tersebut dipilih berdasarkan

teoridan penelitian terdahulu (Sujarweni, 2014)

Adapun hipotesis dari penelitian ini yaitu :

H1 : Ada hubungan antara pengetahuan remaja putri terhadap

kesiapan menghadapi menarche.

H0 : Tidak ada hubungan antara pengetahuan remaja putri

terhadap kesiapan menghadapi menarche.


4BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain survey analitik dengan pendekatan cross

sectional. Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dengan

tingkat pengetahuan terhadap menarche dan kesiapan menghadapi menarche yang

diisi oleh responden. Dengan mengamati hubungan antara pengetahuan dan

kesiapan pada saat yang sama.

Bagan 4.1 Desain Penelitian

Siap
Baik

Tidak Siap

Siswi Pra Siap


menarche di SD
Negeri 004/XI
Pengetahuan Cukup
Kota Sungai Tidak Siap
Penuh
Siap

Kurang
Tidak Siap
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus- sampai dengan September 2022.

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 004/XI Palayang Raya Kota

Sungai Penuh.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto,2010). Dalam

penelitian ini yang digunakan adalah semua siswi perempuan kelas IV,V dan VI

SD Negeri 004/XI Palayang Raya, Kota Sungai Penuh berjumlah 60 orang.

4.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik ang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2010). Sampel dalam

penelitian ini adalah semua siswi kelas IV,V dan VI SD Negeri 38 004/XI

Palayang Raya, Kota Sungai Penuh. Tekhnik pengambilan sampel adalah

menggunakan total sampling yaitu tekhnik pengambilan sampel dimana jumlah

sampel sama dengan jumlah populasi (Sugiyono, 2013).

4.3.3 Kriteria Sample


Spesifikasi penelitian ini ditentukan dengan kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat

mewakili dalam sample penelitian yang memenuhi syarat sebagai sample

(Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Siswi yang berumur 10-14 tahun dan belum mengalami menarche

2) Bersedia menjadi responden dan mengisi kuesioner.

3) Siswi yang bersedia dilakukan penelitian

2. Kriteria Ekslusi
Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak

dapat mewakili sample karena tidak memenuhi syarat sebagai sample

penelitian (Notoatmodjo, 2010). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini

adalah :

1) Siswi yang sudah mengalami menarche.

2)Siswi yang berhalangan hadir atau sakit.

4.3.4 Tekhnik Pengambilan Sampel


Pengambilan sample dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive

sampling. Purposive sampling merupakan tekhnik pengambilan sampel yang

disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan peneliti (Dahlan, 2019).

4.4 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

4.4.1 Identifikasi Variabel


Variabel penelitian ini meliputi :

1. Variabel independent (variabel bebas) yaitu pengetahuan remaja putri tentang

menarche.
2. Variabel dependent (variabel terikat) yaitu Kesiapan remaja putri dalam

menghadapi menarche. Digambarkan pada bagan sebagai berikut :

Bagan 4.4.1 identifikasi variabel

Variabel Independent variabel dependent

Pengetahuan remaja putri Kesiapan menghadapi


tentang menarche Menarche
putri tentang menstruasi

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

Tabel 4.4.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Varaiabel Independen
Pengetahuan Pengetahuan kuesion Mengisi 1. kurang, Ordinal
merupakan er kuesioner apabila
segala hal berupa 15 responden
yang diketahui pertanyaan mendapatka
oleh dengan n skor : <56
responden pilihan 2. Cukup
meliputi: jawaban apabila
Defenisi,peny a,b,c responden
ebab,ganggua alternatif mendapatka
n yang terjadi jawaban: n skor : 56-
saat 75%
haid,pencegah 1. Benar : 1 3. Baik : apabila
aan gangguan responden
pada haid dan 2. Salah: 0 mendapatkan
perubahaan skor : ≥76-
pada saat 100%
menginjak
masa remaja
putri
Variabel Dependen
Kesiapan Suatu kesediaan kuesion Mengisi 1. tidak siap Nomina
menghadapi seseorang dalam er kuesioner apabila l
menarche menerima berupa 10 responden
perubahaan dan pernyataan, mendapatkan
perkembangan alternatif skor :<50%
yang akan jawaban ya
dialami saat (diberi nilai 1), 2. siap apabila
menarche. tidak (diberi responden
Meliputi : nilai 0) mendapatkan
kesanggupan skor : ≥50%
seseorang
menghadapi
menarche,
bersedia
menerima
perubahan yang
terjadi selama
menarche.

4.5 Alat pengumpulan data.


Kuesioner dalam penelitian ini digunakan sebagai alat pengumpulan data

untuk mengetahui pengetahuan tentang menstruasi dengan kesiapan menghadapi

menarche. Pengetahuan yang peneliti ukur hanya sampai tingkat pengetahuan

yang paling rendah yaitu (tahu). kuesioner pengetahuan terdiri dari 15 pertanyaan.

Kuesioner yang kedua yaitu kuesioner yang digunakan untuk mengetahui

kesiapan remaja putri menghadapi menarche terdiri dari 10 pernyataan. Selanjut

nya variabel kesiapan remaja putri dalam menghadapi menarche di

interprestasikan dengan menggunakan skor.

4.6 Prosedur Pengumpulan Data

4.6.1 Teknik Pengumpulan Data


1. Data primer
Data primer diproleh dengan cara melakukan wawancara terhadap

responden dengan menggunakan kuesioner yang telah tersedia untuk

mendapatkan identitas umum siswi serta mengukur tingkat pengetahuan

tentang menarche pada remaja putri. Kuesioner adalah daftar

pertanyaan/pernyataan yang sudah tersusun dengan baik, dimana

responden tinggal memberikan jawaban (Notoatmodjo,2012).

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh peneliti secara tidak langsung, yaitu dari

dinas pendidikan kota Sungai Penuh bahwa SDN 004/XI Palayang

Raya mempunyai siswa/i yang banyak dibanding sekolah dasar lainnya

yang berada di Kota Sungai Penuh dan pihak sekolah belum perna

memberikan penyuluhaan dan informasi tentang kesehataan reproduksi

dan menarche (haid) pada remaja putri sehingga sebagian remaja putri

masih ada ditemukan yang belum siap menghadapi menarche karena

kurangnya informasi yang diterima.

4.6.2 Teknik Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer yang

dilakukan melalui suatu proses dengan tahapan berikut :

1. Editing data

Merupakan tahap pemilihan dan pemeriksaan kembali kelengkapan data-

data yang diperoleh untuk pengelompokan dan penyusunan data.

Pengelompokan data bertujuan untuk memudahkan pengolahan data.


2. Coding data

Coding data yaitu memberikan kode terhadap hasil yang diperoleh dari data

yang ada yaitu menurut jenisnya, kemudian dimasukkan dalam lembar label

kerja guna mempermudah melakukan analisis terhadap data yang diperoleh .

3. Tabulating

Tabulating adalah memasukkan data-data penelitian ke dalam abel sesuai

kriteria data yang telah ditentukan.

a. Processing

Data yang telah ditabulasi diolah secara manual atau komputer agar

dapat dianalisis

b. Cleaning

Cleaning yaitu melakukan pengecekan kembali data yang sudah

dimasukkan kekomputer ada kesalahan atau tidak. dalam pengolahan

ini tidak ditentukannya kesalahan atau kekeliruan.

4.7 Analisa data yang digunakan


Analisis data yang dilakukan yaitu mengelola data dalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterpretasikan serta dapat diuji secara statistic, kebenaran

hipotesis yang telah ditetapkan. Analisa data dilakukan secara bertahap yaitu

analisa data univariat dan bivariat :

1. Analisa Univariat

Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap tiap

variabel dalam hasil penelitian. Analisis univariat ini mendeskripsikan


karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya

menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012).

Analisis ini dilakukan untuk mendeskripsikan variabel independent yaitu

pengetahuan remaja putri tentang menarche, variabel dependent yaitu kesiapan

remaja putri menghadapi menarche.

2. Analisa Bivariat

Analisa ini dilakukan untuk melihat hubungan dua variabel, yaitu variabel

independen dan dependen dengan uji statistik chi square menggunakan

hitunganstatistik yang sesuai. dimana derajat kemaknaan α=0,05 apabila nilai p

value <0,05 , maka Ho ditolak dan apabila p value >0,05 maka Ho gagal

ditolak.

Sedangkan untuk chi square digunakan bila :

o Jumlah subjek total >40, tanpa melihat nilai expected yaitu nilai

yang dihitung bila hipotesis 0 benar.

o Jumlah subjek antara 20 dan 40 dan semua nilai expected >5

4.8 Etika Penelitian


Etika penelitian merupakan perilaku peneliti yang harus dipegang teguh

pada sikap ilmiah dan etika penelitian yang kita lakukan tidak merugikan

responden tetapi etika penelitian harus tetap dilakukan. Masalah etika penelitian

yang harus diperhatikan oleh peneliti yaitu sebagai berikut (Hidayat,2014 : 93) :

1. Informed consent
merupakan lembar persetujuan yang akan diteliti agar subyek

Mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila responden tidak bersedia

maka peneliti harus menghormati hak-hak responden .

Dalam penelitian ini dijaga dengan memberikan kebebasan pada

responden untuk memilih dan memutuskan berpartisipasi dan menolak

dalam penelitian ini tanpa ada paksaan.

2. Tanpa nama ( Anomity )

Untuk menjaga kerahasiaan responden, Peneliti tidak

mencantumkan nama responden dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data.

3. Kerahasiaan ( confidentiality )

Kerahasiaan ini diartikan sebagai semua informasi yang dapat dari

responden tidak disebarluaskan ke orang lain dan hanya peneliti yang

mengetahuinya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiannya.

4. Keadilan ( justice )

Prinsip keadilan memenuhi prinsip kejujuran, keterbukaan dan

kehati-hatian. Responden harus di perlakukan secara adil awal sampai

akhir tanpa ada diskriminasi, Sehingga jika ada yang tidak bersedia maka

harus dikeluarkan. Penelitian memberikan penghargaan kepada responden,

jika telah mengikuti penelitian dengan baik.


5. Asas kemanfaatan (beneficiency)

Asas kemanfaatan harus memiliki tiga prinsip yaitu bebas

penderitaan, bebas eksploitasi dan bebas resiko. bebas penderitaan bila ada

penderitaan pada responden. Bebas eksploitasi bila dalam pemberian

informasi dan pengetahuan tidak berguna, sehingga merugikan responden.

risiko yang dimaksud adalah penelitian menghindarkan responden dari

bahaya dan keuntungan kedepannya. Tujuan dari penelitian untuk

mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan dengan kesiapan

menghadapi menarche di SDN 004/XI Palayang Raya, Kota Sungai

Penuh.

Anda mungkin juga menyukai