Disusun Oeh:
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan mengenai perhitungan kebutuhan SDM keperawatan?
2. menjelaskan data-data pada kasus diatas ke dalam analisa SWOT dan strategi apa
yang harus dilakukan kepala ruangan berdasarkan hasil diagram kartesius?
3. Menjelaskan fishbone analysis terkait temuan masalah di ruang rawat inap LCB?
4. Menjelaskan perumusan masalah dan planning of action terkait kasus tersebut?
5. Menjelaskan peran pemimpin dalam pengelolaan model praktek keperawatan
professional?
6. Menjelaskan solusi pemecahan masalah dengan intervensi untuk penyelesaian
masalah dengan role play mini seminar?
C. Tujuan
Tujuan dari praktik klinik kepemimpinan dan manajemen keperawatan adalah untuk
memfasilitasi permasalahan yang ada di ruang LCB sehingga mampu menjadi suatu
ruangan yang memiliki manajemen ruangan yang efektif dan efisien bagi semua
komponen yang ada diruangan serta mampu memberikan pelayanan keperawatan
secara tepat, cepat dan akurat. Serta dapat menciptakan iklim kerja yang kondusif,
harmonis, kompak, dinamis dan kekeluargaan di ruangan LCB Rumah Sakit
Immanuel Bandung.
D. Manfaat
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi:
1. Direktur Rumah Sakit Immanuel Bandung
Sebagai bahan informasi tambahan dan masukan dalam rangka untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dalam pelayanan RS dan kualitas
manajemen di setiap ruangan.
2. Kepala Bidang Keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung
Sebagai masukan dan informasi untuk perbaikan kinerja tenaga keperawatan
dan meningkatkan kualitas pelayanan.
3. Kepala Ruangan LCB
Sebagai masukan dan informasi kepada perawat ruangan untuk meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. STIK Immanuel Bandung
Sebagai pembelajaran bagi mahasiswa praktik untuk meningkatkan
pengetahuan dan melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif
kepada pasien.
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUHAN
Berisikan latar belakang, tujuan penulisan, manfaat, dan sistematika penulisan
yang kami paparkan serta jelaskan secara rinci.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Berisikan tentang teori manajemen dan Analisis SWOT
BAB III KAJIAN SISTUASI RUANG LCB
Berisikan Analisis SWOT, Matrik EFE dan IFE, Fish Bone Analisis, Prioritas
masalah dan Pemecahan masalah, serta Planning Of Action. Berisikan tinjauan
kasus dari ruangan LCB.
BAB IV PEMBAHASAN
Berisikan pembahasan dari analisis kasus dengan teori yang terkait.
BAB V PENUTUP
Berisikan kesimpulan dari keseluruhan materi dan saran.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang terdiri
dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan melalui
pemanfaatan sumber daya dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efesien untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Fungsi-Fungsi Manajemen
Menurut Nursalam (2011), fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan (planning)
Merupakan suatu kegiatan membuat tujuan organisasi dan diikuti
dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan tersebut, terdiri dari: gambaran apa yang akan dicapai,
persiapan pencapaian tujuan, rumusan suatu persoalan untuk dicapai,
persiapan tindakan-tindakan. Rumusan tujuan tidak harus tertulis dalam
bentuk perencanaan.
b. Pengorganisasian (organizing)
Merupakan suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya yang dimiliki
oleh suatu organisasi untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan
serta menggapai tujuan perusahaan. Kegiatan pengorganisasian terdiri
dari: pengaturan, setelah rencana, mengatur dan menentukan apa tugas
pekerjaannya, macam, jenis, unit kerja, keuangan dan fasilitas.
c. Penggerak (actuating)
Menggerakan orang-orang agar mau/suka bekerja. Ciptakan suasan
bekerja bukan hanya karena perintah, tetapi, harus dengan kesadaran
diri, termotivasi secara interval.
d. Pengendalian/pengawasan (controlling)
Merupakan fungsi pengawasan agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan
rencana, apakah orang-orangnya, cara dan waktunya tepat. Pengendalian
juga berfungsi agar kesalahan dapat segera diperbaiki.
e. Penilaian (evaluation)
Tahap akhir proses manajerial adalah mengevaluasi seluruh kegiatan
yang telah dilaksankan. Tujuan evaluasi disisni adalah untuk menilai
seberapa jauh staf mampu melkasnakan perannya sesuai dengan tujuan
organisasi yang telah ditetapkan serta mengidentifikasi faktor-faktor
yang menghambat dan mendukung dalam pelaksanaan.
3. Proses Manajemen
Menurut Swanburg (2004), proses manajemen keperawatan sesuai dengan
pendekatan sistem terbuka dimana masing-masing komponen saling
berhubungan, berinteraksi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Proses
manajemen merupakan suatu sistem maka akan terdiri dari lima elemen
yaitu input, proses, output, kontrol dan mekanisme umpan balik.
a. Input
Input dari proses manajemen keperawatan adalah informasi, personal,
peralatan dan fasilitas.
b. Proses
Proses manajemen keperawatan merupakan kelompok manajer dari
tingkat pengelola keperawatan tertinggi sampai ke perawat pelaksana
yang mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan. Untuk melaksanakan proses manajemen
diperlukan keterampilan teknik, keterampilan hubungan antar manusia
dan keterampilan konseptual.
c. Output
Output adalah asuhan keperawatan, pengembangan staf dan riset.
d. Kontrol
Kontrol yang digunakan dalam proses manajemen keperawatan
termasuk budget dari bagian keperawatan, evaluasi penampilan kerja
perawat, prosedur yang standar dan akreditasi.
e. Mekanisme timbal balik
Berupa laporan finansial, audit keperawatan, survei kendali mutu dan
penampilan kerja perawat. Berdasarkan prinsip-prinsip diatas maka para
manajer dan administrator seyoganya bekerja bersama-sama dalam
perencanaan dan pengorganisasian serta fungsi-fungsi manajemen
lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Tujuan
a. Meningkatkan mutu askep melalui penataan system pemberian asuhan
keperawatan
b. Memberikan kesempatan kepada perawat untuk belajar melaksanakan
praktik keperawatan profesional.
c. Menyediakan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan
penelitian keperawatan (Herlambang, dkk, 2012).
Konsep SWOT
1. Pengertian SWOT
Menurut Marquis, L Bessie dan Carol J. Huston (2010), Analisis SWOT
(Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) adalah metode
perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi
bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi
bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang
mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.
Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset pada
Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dengan
menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500. Sebelum
melakukan perencanaan, maka perlu dikaji terlebih dahulu beberapa hal.
Fokus identifikasi bisa menggunakan pendekatan yang lazim dipakai yaitu
SWOT. Di dalam pendekatan ini kita akan mengumpulkan semua data
tentang tenaga keperawatan, adimistrasi dan bagian keuangan yang akan
mepengaruhi fungsi organisasi keperawatan secara keseluruhan. Setiap data
akan di kelompokan apakah merupakan kekuatan, kelemahan, kesempatan
ataukah merupakan ancaman bagi organisasi.
2. Matriks SWOT
Matriks SWOT memerlukan key success factor dari lingkungan eksternal
dan internal dengan jadgement yang baik. Ada 4 strategi SO, Strategi SO,
Strategi WO, Srtategi ST, dan Strategi WT dengan penjelasan sebagai
berikut:
a. Strategi SO (Strengths-Oppotunies) adalah menggunakan kekuatan
internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar
perusahaan.
b. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) adalah strategi yang bertujuan
untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan
memanfaatkan peluang-peluang eksternal.
c. Strategi ST (Strength-Threats) adalah strategi perusahaan untuk
menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman
eksternal.
d. Strategi WT (Weaknesses-Threats) adalah strategi untuk bertahan
dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghidari ancaman.
Konsep Fishbone
Menurut Marquis, L Bessie dan Carol J. Huston (2010), Analisa tulang ikan
dipakai jika ada perlu untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial dari satu
masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah dimengerti dan rapi. Juga
alat ini membantu kita dalam menganalisis apa yang sesungguhnya terjadi dalam
proses yaitu dengan cara memecah proses menjadi sejumlah kategori yang
berkaitan dengan proses, mencakup manusia, material, mesin, prosedur,
kebijakan dan sebagainya.
1. Langkah-langkah
a. Menyiapkan sesi sebab-akibat
b. Mengidentifikasi akibat
c. Mengidentifikasi berbagai kategori
d. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran
e. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
f. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin.
2. Manfaat analisa tulang ikan
Memperjelas sebab-sebab suatu masalah atau persoalan, langkah-langkah
penerapan:
a. Langkah 1: Menyiapkan sesi Analisa Tulang Ikan yakni: analisa tulang
ikan kemungkinan akan menghabiskan waktu 50-60 menit, peserta
dibagi dalam kelompok maksimum 6 orang per kelompok, dengan
menggunakan alat curah pendapat memilih pelayanan atau komponen
pelayanan yang akan dianalisa, siapkan kartu dan kertas flipchart untuk
setiap kelompok, buatlah gambar pada flipchart, tentukan seorang
pencatat dengan tugas pencatat adalah mengisi diagram tulang ikan.
b. Langkah 2: Mengidentifikasi akibat atau masalah yakni : Akibat atau
masalah yang akan ditangani tulislah pada kotak sebelah paling kanan
diagram tulang ikan. Misalnya Laporan Anggaran Akhir bulan
terlambat.
c. Langkah 3: Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama yakni: Dari
garis horizontal utama, ada empat garis diagonal yang menjadi
"cabang". Setiap cabang mewakili "sebab utama" dari masalah yang
ditulis, kategori sebab utama mengorganisasikan sebab sedemikian rupa
sehingga masuk akal dengan situasi.
A X B X 365
Tenaga Perawat (TP) =
Keterangan:
(365 – C) X Jam Kerja/Hari
A : Jam perawatan/24 jam (waktu yang dibutuhkan klien dalam
perawatan)
B : Sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur)
C : Jumlah hari libur 78 hari (libur hari minggu = 52 hari, cuti
tahunan = 12 hari, libur nasional = 14 hari)
365 : Jumlah hari kerja setahun
6 jam : jam kerja perhari
b. Depkes RI (2005)
c. Douglas
Penghitungan jumlah tenaga keperawatan menurut Douglas dihitung
berdasarkan tingkat ketergantungan untuk setiap shift pasien dan hasil
keseluruhan ditambah sepertiga (1/3). Klasifikasi derajat ketergantungan
pasien terhadap keperawatan menurut Douglas berdasarkan kriteria
sebagai berikut:
1) Perawatan minimal memerlukan waktu selama 1 – 2 jam/24 jam,
dengan kriteria:
a) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
b) Makan dan minum dilakukan sendiri
c) Ambulasi dengan pengawasan
d) Observasi tanda-tanda vital dilakukan tiap shift
e) Pengobatan minimal, status psikologi stabil.
2) Perawatan intermediet memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam dengan
kriteria:
a) Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
b) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
c) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
d) Folley catheter/intake output dicatat
e) Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan
memerlukan prosedur.
Tabel 2.1
Kebutuhan Perawat Berdasarkan Klasifikasi Pasien
d. Strategi Pelaksanaan
1) Melakukan kegiatan sosialisasi kepada kelompok
2) Melakukan pelatihan di dalam kelompok
3. Redemontrasi
a. Pengertian
Demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu
peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang
dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh suatu kelompok
secara nyata atau tiruannya (Djamarah, 2018). Demonstrasi adalah cara
penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukan kepada
orang lain tentang suatu proses, situasI atau benda tertentu yang sedang
dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan
yang dipertujukan. Redemonstrasi adalah mempertunjukan kembali
proses terjadinya suatu peristiwa dan dicontohkan agar dapat dipahami
oleh suatu kelompok secara nyata.
b. Tujuan
1) Untuk memudahkan penjelasan sebab penggunaan bahasa lebih
terbatas.
2) Untuk membantu anak dalam memahami dengan jelas jalannya
suatu proses dengan penuh perhatian.
3) Untuk menghindari verbalisme.
4) Cocok digunakan apabila akan memberikan ketrampilan tertentu.
c. Proses tahapan
1) Tahap persiapan
Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan:
a) Rumuskan tujuan yang harus dicapai
b) Persiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan
dilakukan
c) Lakukan uji coba demonstrasi
d) Tahap pelaksanaan
e) Langkah pembukaan
f) Langkah pelaksanaan demonstrasic)
2) Tahap pelaksanaan
a) Langkah pembukaan
b) Langkah pelaksaan demonstrasi
c) Langkah mengakhiri demonstrasi
3) Strategi pelaksanaan
a) Langkah pembukaan
Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus
diperhatikan diantaranya:
Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua dapat
memperhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan.
Kemukakan tujuan apa yang harus dicapai.
Kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan.
b) Lakukan pelaksanaan demonstrasi
Mulailah demonstrasi dengan kegiatan yang merangsang
peserta untuk berpikir.
Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari
suasana yang menegangkan.
Yakinkan bahwa semua yang mengikuti jalannya
demonstrasi dengan memerhatikan reaksi seluruh peserta.
Berikan kesempatan kepada peserta untuk secara aktif
memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari
proses demonstrasi.
c) Langkah mengakhiri demonstrasi
Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran
perlu diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang
ada kaitannya dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses
pencapaian tujuan pembelajaran.
4. Resimulasi
a. Pengertian
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2015) simulasi adalah satu metode
pelatihan yang memperagakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip
dengan keadaan yang sesungguhnya; simulasi: penggambaran suatu
sistem atau proses dengan peragaan memakai model statistik atau
pemeran. Simulasi adalah suatu peniruan sesuatu yang nyata, keadaan
sekelilingnya (step of affairs), atau proses. Aksi melakukan simulasi
sesuatu secara umum mewakilkan suatu karakteristik kunci atau
kelakuan dari sistem-sistem fisik atau abstrak. Resimulasi adalah
memperagakan kembali suatu sistem pelatihan dalam bentuk tiruan yang
mirip atau secara nyata seperti sesungguhnya.
b. Tujuan
1) Membantu dalam menerapkan keterampilan untuk membuat
keputusan dan dalam menyelesaikan masalah.
2) Membantu untuk mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi
antar sesama manusia.
3) Memberikan kesempatan untuk menerapkan tentang berbagai
prinsip dan teori.
c. Proses Tahapan
Sri Anitah, W. DKK (2014) prosedur yang harus ditempuh dalam
penggunaan metode simulasi adalah:
1) Menetapkan topik simulasi yang diarahkan.
2) Menetapkan kelompok dan topik-topik yang akan dibahas.
3) Simulasi diawali dengan petunjuk dari guru tentang prosedur,
teknik, dan peran yang dimainkan.
4) Proses pengamatan pelaksanaan simulasi dapat dilakukan dengan
diskusi.
5) Mengadakan kesimpulan dan saran dari hasil kegiatan simulasi.
d. Strategi Pelaksanaan
1) Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.
2) Para peserta lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.
3) Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang
mendapat kesulitan.
4) Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini
dimaksudkan untuk mendorong peserta berpikir dalam
menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.
5. Seminar
a. Pengertian
Seminar adalah pertemuan untuk membahas suatu masalah yang
dilakukan secara ilmiah. Pada seminar biasanya menampilkan satu atau
kertas kerja yang sebelumnya telah dipersiapkan.Dalam seminar
biasanya pembahasan berpangkal pada makalah atau kertas kerja yang
sudah disiapkan dan disususun sebelumnya oleh para pembicara, dan
tema pembahasan harus sesuai dengan permintaan panitia
penyelenggaraan.
b. Tujuan
Tujuan diadakannya seminar yaitu menyampaikan suatu pendapat atau
sesuatu yang baru kepada pendengarnya, dengan harapan penerima
informasi memperoleh sesuatu yang baru untuk dikembang tumbuhkan
menjadi sesuatu yang lebih luas lagi kepada yang lainnya.
c. Proses Tahapan
1) Persiapan
a) Bentuk panitia seminar
b) Tentukan topik bahasan sekaligus tujuannya. Formulasikan
dalam beberapa kalimat.
c) Tentukan jumlah peserta yang akan di undang dan gaung
kegiatan yang akan dibuat.
d) Tentukan pemateri/pembicara atau pemakalahnya untuk
seminar ini dan bagaimana mendapatkannya?
e) Tentukan tanggal yang tepat untuk pembuatannya.
f) Kalau diseminar tersebut membutuhkan dana, darimana
saudara mendapatkan.
g) Apa saudara akan membuat sertifikat, apa bunyinya dan siapa
yang akan tanda tangan.
h) Kalau saudara menyiapkan makanan ringan, siapa yang
mengurus dan bagaimana?
i) Bagaimana saudara memberitau peserta seminar dan pemakalah
bahwa seminar jadi dilaksanakan. Darimana saudara tau kalau
mereka akan datang?
j) Menurut saudara apa perlu diwartakan dalam koran atau TV,
kalau perlu bagaimana?
2) Pelaksanaan
a) Buat list (check list) apa saja yang dibutuhkan agar seminar
pada hari tersebut berhasil.
b) Siapkan agenda seminar untuk hari tersebut; MC, waktu,
pembicara, dsb.
c) Pikirkan apa lagi yang saudara butuhkan untuk hari seminar
tersebut (contoh: absen hadir, makalah yang di copy, laptop,
dsb).
d) Bagaimana saudara susun bangku diruang seminar?
e) Pikirkan seandainya listrik mati tiba-tiba.f)Siapa yang
mengurus dan menata tempat, siapa yang menerima peserta,
dsb.
3) Evaluasi
a) Saudara perlu siapkan instrumen evaluasi untuk melihat
bagaimana mutu dari seminar yang saudara lakukan.
b) Perlu saudara siapkan model (format pelaporan) dan kapan
anda melapor hasil seminar tersebut.
c) Kepada siapa saudara akan melapor setelah seminar.
6. Coaching
a. Pengertian
Coaching merupakan suatu gaya kepemimpinan yang dapat membuat
orang lain tumbuh dan berkembang. Karena melalui proses ini
membuat orang lain menemukan kekuatan, kelemahan yang terdapat
pada dirinya sendiri secara sadar tanpa tekanan dari orang lain sehingga
pada akhirnya dia dapat menentukan target dan cara mencapainya
(Kurniasari, 2012).
b. Manfaat Coaching
Menurut Mirna (2009), manfaat coaching adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan kinerja organisasi
2) Meningkatkan motivasi, moral, dan retensi karyawan
3) Meningkatkan produktifitas dan komunikasi organisasi
4) Organizational aligement dan leardership empowerment
5) Membangun kepercayaan diri dan kompetensi
6) Meningkatkan keunggulan individu dan tim
7) Mengembangkan komitmen yang tinggi untuk tujuan bersama
8) Meningkatkan focus pada goal setting dan goal achievement
9) Memoitivasi tim dan individu serta memelihara semangat kerja
individu dan tim
10) Menyelaraskan nilai individu dengan nilai-nilai organisasi
c. Tujuan Coaching
Tujuan Tujuan yang umum diperoleh dari coaching adalah dapat
meningkatkan kinerja individu dan organisasi, keseimbangan yang lebih
baik antara pekerjaan dengan kehidupan, motivasi yang lebih tinggi,
pemahaman diri yang lebih baik, pengambilan keputusan yang lebih
baik dan peningkatan pelaksanaan manajemen perubahan. Beberapa
tujuan coaching:
1) Menstimulan pengembangan keterampilan peserta secara
individual.
2) Membantu peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman
pembelajaran dengan bimbingan dan mengembangkan profesional
peserta.
3) Memberi kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan
yang diberikan fasilitator dan pada saat yang sama mempersiapkan
keterampilan peserta dalam mengambil tanggung jawab dan
pekerjaan mendatang.
4) Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan
mengatasi permasalahan yang dihadapi mereka.
d. Proses Tahapan
Proses coaching adalah untuk menetapkan dan menjelaskan arah dan
tujuan serta untuk mengembangkan rencana-rencana kerja untuk
mencapai tujuan. Selain itu dijelaskan juga satu pengertian mengenai
hal-hal yang penting dalam kehidupan bahwa kita diberikan kemampuan
untuk mengambil dan melaksanakan tanggung jawab yang telah
diberikan dan membangun serta melakukan setiap rencana kerja. Secara
sederhana proses coaching akan membantu untuk menciptakan visi yang
terbaik dan terbaru yang dimiliki dalam rangka mencapai suatu
keberhasilan. Tahapan coaching antara lain:
1) Tahap orientasi
Tahap ini merupakan tahap perkenalan dan tahap pengkondisian
agar tercipta suasana yang saling mempercayai.
2) Tahap klasrifikasi
Pada tahap ini dilakukan analisis permasalahan. Masalah yang akan
dipecahkan diuraikan sehingga jelas mana permasalahan utama dan
juga permasalahan mana yang akan dipecahkan terlebih dahulu.
Teori Hand-Over
Timbang terima memiliki beberapa istilah lain. Beberapa istilah itu diantaranya
handover, handoffs, shift report, signout, signover dan cross coverage. Handover adalah
komunikasi oral dari informasi tentang pasien yang dilakukan oleh perawat pada
pergantian shift jaga. Friesen (2008) menyebutkan tentang definisi dari handover adalah
transfer tentang informasi (termasuk tanggungjawab dan tanggunggugat) selama
perpindahan perawatan yang berkelanjutan yang mencakup peluang tentang pertanyaan,
klarifikasi dan konfirmasi tentang pasien. Handoffs juga meliputi mekanisme transfer
informasi yang dilakukan, tanggungjawab utama dan kewenangan perawat dari perawat
sebelumnya ke perawat yang akan melanjutnya perawatan.
Nursalam (2008), menyatakan timbang terima adalah suatu cara dalam
menyampaikan sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien.
Handover adalah waktu dimana terjadi perpindahan atau transfer tanggungjawab
tentang pasien dari perawat yang satu ke perawat yang lain. Tujuan dari
handover adalah menyediakan waktu, informasi yang akurat tentang rencana
perawatan pasien, terapi, kondisi terbaru, dan perubahan yang akan terjadi dan
antisipasinya.
1. Persiapan
e. Masalah keperawatan.
h. Tindakan kolaborasi.
Hand hygiene (kebersihan tangan) merupakan teknik dasar yang paling penting
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi (Potter & Perry, 2003) dalam
(Zulpahiyana, 2013). Menurut Van dan Enk (2006) dalam Zulpahiyana (2013), hand
hygiene adalah cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial. Tujuan
hand hygiene untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel ditangan dan
untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Mikroorganisme pada kulit
manusia dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu flora residen dan flora
transient. Flora residen adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi
dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanis karena telah
beradaptasi pada tangan manusia contohnya: Staphylococcus, Corynobacterium, dan
Klibsiella. Flora transient yaitu flora transit atau flora kontaminasi yang jenisnya
tergantung dari lingkungan tempat bekerja, kuman ini mudah dihilangkan dengan
cuci tangan yang efektif.Contohnya; Staphylococcus aureus, Streptococci,
Pseudomonas, E.Coli. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari
permukaan tangan dengan gesekan mekanis dan pencucian dengan sabun. Hand
hygiene merupakan membersihkan tangan dengan sabun dan air (handwash) atau
handrub berbasis alkohol yang bertujuan mengurangi atau mencegah berkembangnya
mikroorganisme ditangan (WHO, 2009). Hand hygiene harus dilakukan dengan benar
sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun menggunakan
sarung tangan atau alat pelindung diri guna menghilangkan kuman dan bakteri.
b. Tujuan hand hygiene
Tujuan dilakukan hand hygiene adalah untuk menghilangkan mikroorganisme
(Kozier, 2003 cit.Zulpahiyana, 2013). Hand hygiene dilakukan untuk menghilangkan
kotoran bahan organik dan membunuh mikroorganisme yang terkontaminasi di
tangan yang diperoleh karena kontak dengan pasien terinfeksi/kolonisasi dan kontak
dengan permukaan lingkungan. Menurut Susianti (2008) dalam Zulpahiyana (2013),
tujuan dilakukannya hand hygiene yaitu;
1) Menekan atau mengurangi jumlah dan pertumbuhan
bakteri pada tangan
2) Menurunkan jumlah kuman yang tumbuh dibawah sarung tangan
3) Mengurangi risiko transmisi mikroorganisme ke perawat dan pasien serta
kontaminasi silang kepada pasien lain, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain.
4) Memberikan perasaan segar dan bersih. Menurut Hidayat, et al (2011) dalam
Zulpahiyana (2013), tujuan hand hygiene antara lain:
1) Untuk memutus transmisi mikroba melalui tangan diantaranya :
a) diantara area perawatan dan zona pasien
b) diantara zona pasien dan area perawatan
c) pada daerah tubuh pasien yang berisiko infeksi (contoh: membran mukosa,
kulit non-intak, alat invasif)
d) dari darah dan cairan tubuh.
2) Untuk mencegah:
a) kolonisasi patogen pada pasien (termasuk yang multiresisten)
b) penyebaran patogen ke area perawatan
c) infeksi yang disebabkan oleh mikroba endogen
d) kolonisasi dan infeksi pada tenaga kesehatan.
1) Pengetahuan (knowledge),
disebut C1 Tahu diartikan sebagai mengingat sebuah materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima merupakan kondisi
yang termasuk dalam pengetahuan tingkat ini. Menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan merupakan kata kerja yang digunakan untuk mengukur tingkat tahu
(know) yang dimiliki seseorang.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Menanggapi, membandingkan,
menafsirkan merupakan kata kerja yang dapat digunakan untuk mengukur
pengetahuan pada tingkat evaluasi. Akan meningkatkan kualitas dari pada
pengetahuan staf, meningkatkan keahlian dalam berkomunikasi, kepuasan, dan
keselamatan pasien meningkat. Jika dihubungkan dengan konsep pemahaman yang
merupakan tingkatan kedua dalam pengetahuan, pemahaman merupakan aspek yang
penting dalam proses pembelajaran. Memahami sesuatu dapatn membuat individu
menyadari akan tugasnya melalu
b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar diri subyek, sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku
manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut
(lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik,
tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku manusia.
Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budidaya
masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.
c. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap
situasi dan suatu rangsangan dari luar. Perubahan perilaku individu baru dapat
menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui prosesinternalisasi dimana
prilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri dan
diintegrasikan dengan nilai-nilai dari kehidupan. Proses perubahan perilaku dapat
terjadi dalam waktu pendek (spontan) atau dalam waktu lama bergantung pada factor-
faktor yang mempengaruhinya (Maulana, 2009). Kepatuhan diartikan sebagai
ketaatan atau ketidaktaatan pada suatu perintah, koreksi, penyediaan dari pimpinan.
Patuh juga merupakan kepatuhan perawat dimana perilaku perawat terhadap suatu
anjuran, prosedur dan yang harus dilakukan dengan ketelitian. Perubahan sikap dan
perilaku individu diawali dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa
internalisasi (Hidayat, 2007). Kepatuhan hand hygiene merupakan ketaatan dalam
melaksanakan kebersihan tangan baik dengan mencuci tangan dengan air
(handwash), ataupun dengan handrub berbasis alkohol. Banyak faktor yang
berkontribusi terhadap rendahnya kepatuhan hand hygiene di antara perawat dan
dokter, termasuk kurangnya pengetahuan tentang pentingnya hand hygiene dalam
mengurangi penyebaran infeksi, kurangnya pemahaman tentang teknik hand hygiene
yang benar, kurangnya fasilitas cuci tangan, serta ketakutan petugas kesehatan akan
terjadinya iritasi pada tangan jika sering terkena sabun (Institute for Health Care
Improvement, 2003) Pittet, D. (2001) juga menjelaskan tentang faktorfaktor yang
mempengaruhi kurangnya kepatuhan hand hygiene antara lain: bahan yang digunakan
untuk mencuci tangan dapat menyebabkan tangan kering dan iritasi, lokasi tempat
mencuci tangan yang tidak strategis, kurang tersedianya bahan untuk mencuci tangan
seperti sabun dan handuk untuk mengeringkan tangan, petugas kesehatan terlalu
sibuk atau kurang waktu, rasio petugas kesehatan dan perawat yang tidak seimbang,
serta anggapan bahwa kebutuhan pasien menjadi prioritas utama dan harus segera
dilaksanakan. CDC (2002) .
Alat Pelindung Diri (APD)
Berdasarkan data (Jamsostek, 2011), angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2011
mencapai 99.491 kasus. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Pada tahun 2007 sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736
kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus, dan tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus.
Angka kecelakaan kerja di Indonesia tergolong cukup tinggi. Hal ini disebabkan masih
lemahnya kedisiplinan dan kesadaran masyarakat. Penggunaan alat pelindung diri sudah
seharusnya dilakukan, karena terdapat temuan bahaya di perusahaan yang ada di
Indonesia bahwa 60 % tenaga kerja cedera kepala karena tidak menggunakan helm
pengaman, 90 % tenaga kerja cedera wajah karena tidak menggunakan alat pelindung
wajah, 77 % tenaga kerja cedera Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja
sehingga tidak menggunakan alat pelindung diri yang telah disediakan oleh perusahaan
yaitu alat pelindung diri dapat membatasi pergerakan dan penglihatan, atau menambah
beban bawaan pekerja (Mokhtar, 1992). Peraturan yang mengatur penggunaan alat
pelindung diri adalah Permenakertans No. 1 Tahun 1981 pasal 5 ayat 2 menyatakan
“Pekerja harus memakai alat pelindung diri yang diwajibkan untuk mencegah penyakit
akibat kerja” maksud dari dikeluarkannya peraturan tentang alat pelindung diri adalah :
melindungi pekerja dari bahaya - bahaya akibat kerja seperti mesin, pesawat, proses dan
bahan kimia, memelihara meningkatkan derajat keselamatan dan kesehatan kerja
khususnya dalam peng gunaan alat pelindung diri sehingga mampu meningkatkan
produktifitas, dan terciptanya perasaan aman dan terlindung, sehingga mampu
meningkatkan motivasi untuk lebih berprestasi. Pemakaian alat pelindung diri yang
masih kurang diterapkan dengan baik oleh para pekerja disebabkan oleh
beberapa faktor, salah satunya yaitu pengawasan yang kurang ketat oleh pihak
manajemen perusahaan terutama dalam penggunaan alat pelindung diri.
Peraturan yang telah diterapkan oleh perusahaan akan menjadi sia - sia apabila
tidak dipatuhi oleh pekerja, sehingga diperlukan pengawasan secara langsung
oleh pihak manajemen perusahaan. Agar pengawasan berhasil maka manajemen
perusahaan harus melakukan kegiatan - kegiatan pemeriksaan, pengecekan,
inspeksi, dan tindakan yang sejenis dengan itu. Hal tersebut bertujuan untuk
mencegah perilaku tidak disiplin pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri
dan mengurangi terjadinya resiko kecelakaan kerja pada pekerja. . Pedoman
umum alat pelindung diri
1) Tangan harus selalu bersih walaupun mengunakan APD.
2) Lepas atau ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan
kembali yang sudah rusak atau sobek segera setalah anda mengetahui APD
tersebut tidak berfugsi optimal.
3) Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan pelayanan
dan hindari kontaminasi : lingkungan di luar ruang isolasi, para pasien atau
pekerja lain, dan diri anda sendiri.
4) Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera bersihkan tangan.
a) Perkiraan resiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum
melakukan kegiatan perawatan kesehatan.
b) Pilih APD sesuai dengan perkiraan resiko terjadinya pajanan.
c) Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk dipakai
(Depertemen Kesehatan, 2009).
Pilihan Alat
Jenis Pajanan Contoh
Pelindung Diri
Resiko Redah :
· Kontak dengan Kulit · Injeksi · Sarung tangan
· Tidak terpajan darah · Perawatan luka ringan esensial
langsung
Resiko Sedang :
Kemungkinana terpajan · Pemeriksaan pelvis · Sarung tangan
darah namun tidak ada · Insersi IUD · Mungkin perlu
cipratan · Melepas IUD gaun pelindung atau
· Pemasangan kateter intra Celemek
vena
· Penanganan spesimen
laboratorium
· Perawatan luka berat
· Ceceran darah
Resiko Tinggi :
· Kemungkinan terpajan · Tidakan bedah mayor · Sarung tangan
darah dan kemungkinan · Bedah mulut · Celemek
terciprat · Persalinan pervagina · Kacamata
· Perdarahan massif pelindung
· Masker
BAB III
KAJIAN SITUASI RUANG LCB
A. Profil Rumah Sakit Immanuel Bandung
1. Profil Rumah Sakit Immanuel
Rumah Sakit Immanuel adalah rumah sakit swasta yang diselenggarakan
oleh Yayasan Badan Rumah Sakit Gereja Kristen Pasundan. Rumah Sakit
Immanuel sebagai rumah sakit pendidikan swasta yang mempunyai tugas untuk
memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan serta penelitian di bidang
kedokteran, keperawatan dan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan serta melaksanakan
upaya rujukan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan.
Rumah Sakit Immanuel mempunyai visi, misi, dan tujuan yaitu:
a. Visi Rumah Sakit Immanuel Bandung
“Memberikan pelayanan dan pendidikan kesehatan yang prima dan
inovatif berfokus kepada pasien sebagai perwujudan cinta kasih Allah.”
b. Misi Rumah Sakit Immanuel Bandung
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang prima dan
berbasis keselamatan pasien.
2) Menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan mengembangkan
budaya ilmiah di bidang kesehatan.
3) Mengembangkan layanan tersier, unggul, dan berkembang.
4) Membangun budaya kerja dan karakter SDM yang berlandaskan
nilai-nilai Kristiani agar memberikan pelayanan terbaik, handal dan
beretika dalam menjalankan kompetensinya.
5) Menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dalam upaya
memperkuat peran rumah sakit dalam pelayanan dan pendidikan
kesehatan.
c. Tujuan Rumah Sakit Immanuel Bandung
1) Terwujudnya layanan dan pendidikan kesehatan yang memberikan
kepuasan dan kepercayaan pelanggan.
2) Adanya penelitian dan pengembangan di bidang pelayanan dan
pendidikan kesehatan yang menghasilkan produk inovatif.
3) Terwujudnya sinergitas kerjasama dengan semua pihak dalam
rangka memperkuat peran rumah sakit dalam pelayanan dan
pendidikan kesehatan.
d. Kebijakan Mutu Rumah Sakit Immanuel
“ Rumah sakit Immanuel berupaya memenuhi kepuasan dan
keselamatan pasien dengan senantiasa memperbaiki sistem managemen
mutu, managemen resiko, pendidikan dan penelitian kesehatan yang
berbasis bukti secara konsisten, dan berkesinambungan”.
(November 2019)
No Nama Penyakit Jumlah Presentase
1. GED 41 40,1%
2. BP 19 18,6%
3. Febris 16 15,6%
4. ISPA 14 13,7%
5. Typoid 12 11,7%
Total 102 100%
(Desember 2019)
No Nama Penyakit Jumlah Presentase
1. GED 36 28,1%
2. BP 30 23,4%
3. Obs Febris 23 17,9%
4. Typoid Fever 21 16,4%
5. ISPA 18 14%
Total 128 100%
(Januari 2020)
No Nama Penyakit Jumlah Presentase
1. DHF 27 25,2%
2. BP 22 20.5%
3. Diare Akut 21 19,6%
4. Typoid 20 18,6%
5. Febris 17 15,8%
Total 107 100%
(Februari 2020)
No Nama Penyakit Jumlah Presentase
1. BP 34 31,4%
2. DHF 27 25%
3. Ispa 18 16,6%
4. Typoid 15 13,8%
5. GED 14 12,9%
Total 108 100%
Sumber: Laporan Harian Pasien Rawat Inap November, Desember (2019) dan
Januari, Februari (2020).
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa dari 5 penyakit tertinggi di Ruang
LCB, penyakit GED merupakan penyakit yang menempati urutan pertama
dengan jumlah 40.1% dan Typoid merupakan penyakit yang urutan terakhir
dari 5 penyakit dengan jumlah 11,7%. Dan pada bulan Desember penyakit GED
masih menjadi penyakit tertinggi pertama dengan persentasi 28,1%, sementara
pada januari penyakit tertinggi pertama yaitu DHF dengan persentasi 25,2%,
dan Pada bulan Februari penyakit tertinggi pertama yaitu BP dengan persentasi
31,4%.
BOR = 74%
2. Kelemahan (Weakness)
1) Jumlah perawat setiap harinya masih belum sebanding
dengan jumlah pasien
2) Kurangnya motivasi perawat dalam memberikan edukasi
kepada keluarga pasien akibat waktu perawat yang sedikit
tidak sebanding dengan jumlah pasien.
3) Kurangnya alat-alat kesehatan yang menunjang pelayanan
seperti tensi,oksimetri, termometer tidak sebanding dengan
banyaknya psien yang ada.
4) Sistem pendokumentasian masih dilakukan secara manual
(komputerisasi hanya untuk administarsi dan dokumentasi
hasil-hasil laboratorium, SAK dan SPO rumah sakit).
5) Kurang patunya perawat dalam melakukan 5 momen (hand
higiene).
6) Belum optimalnya orientasi penerimaan pasien baru
7) Masih ada perawat yang memiliki pengalaman kerja
kurang dari 1 tahun sebanyak 2 orang
8) Ruangan LCB berjauhan dengan pusat pelayanan prosedur
diagnostik seperti laboratorium, rontgen, farmasi dan sarana
dan prasarana.
9) Ruang LCB tidak memiliki aerocom (Sistem transfortasi
untuk pengirim).
3. Opportunity (Peluang)
1) Adanya organisasi PPNI komisariat RS yang menaungi
program Profesi Keperawatan.
2) Adanya kerjasama dengan bidang pendidikan yang dapat
meningkatkan mutu pelayanan.
3) Menjadi ruangan yang dipakai untuk sarana pendidikan baik
perawat maupun kedokteran.
4) Keluarga mendampingi pasien selama dirawat di ruangan.
5) Sering di adakan pelatihan bagi staf keperawatan seperti:
Patient Safety, bantuan hidup dasar, dan lain-lain.
6) Banyaknya pasien asuransi dan BPJS mandiri yang lebih
memilih perawatan dengan kapasitas kelas I maupun kelas II
7) Ruangan LCB merupakan ruangan yang bersih, jauh dari
keramaian sehingga dapat embuat anak lebih merasa nyaman
dan terhindar dari keributan sehingga dapat beristirahat dengan
nyaman.
4. Threat (Ancaman)
1) Adanya tuntutan dari keluarga untuk mendapatkan pelayanan
yang professional dan berkualitas
2) Adanya undang-undang perlindungan konsumen.
3) Adanya ruangan abednego yang merupakan ruangan anak juga.
4) Ruang LCB terlalu jauh dari akses pelayanan rumah sakit di
bandingkan dengan abednego
5) Kurangnya informasi tentang keberadaan ruang LCB di
bandingkan dengan abednego
6) Kebanyakan pasien memilih untuk memasuki ruang perawatan
kelas III di bandingkan kelas I dan II untuk mengurangi biaya
perawatan.
Keterangan :
Rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang memiliki nilai 1
= sangat lemah, 2 = tidak begitu lemah, 3 = cukup kuat, 4 = sangat kuat. Jadi,
rating mengacu pada kondisi rumah sakit, sedangkan bobot mengacu rumah sakit
berada.
1) Kalikan antara bobot dan rating dari masing-masing faktor untuk menentukan
nilai skornya
Jumlah semua skor untuk mendapatkan skot total bagi rumah sakit yang
dinilai. Nilai rata rata adalah 2,5. Jika nilainya dibawah 2,5 menandakan
bahwa secara internal, rumah sakit adalah lemah, sedangkan nilai yang berada
diatas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Seperti halnya pada matriks
EFE, matriks IFE terdiri dari cukup banyak faktor. Jumlah faktor-faktornya
tidak berdampak pada jumlah bobot karena selalu berjumlah 1,0.
Ancaman (Thread)
1. Adanya tuntutan dari keluarga untuk 0.02 2
mendapatkan pelayanan yang professional dan 0,04
berkualitas.
2. Adanya undang-undang perlindungan 0.05 2 0,1
konsumen.
3. Adanya ruangan abednego yang merupakan 0.04 2 0.08
ruangan anak juga.
4. Ruang LCB terlalu jauh dari akses pelayanan 0.03 2 0.06
rumah sakit di bandingkan dengan abednego
5. Kurangnya informasi tentang keberadaan 0.04 2 0.08
ruang LCB di bandingkan dengan abednego
6. Kebanyakan pasien memilih untuk memasuki 0.05 2 0.1
ruang perawatan kelas III di bandingkan kelas
I dan II untuk mengurangi biaya perawatan.
1 2,63
TOTAL
Keterangan:
Rating setiap critical succes factors antara 1 sampai 4, dimana 1 = dibawah rata-
rata, 2 = rata-rata, 3 = diatas rata-rata, 4 = sangat bagus. Rating ditentukan
berdasarkan efektifitas strategi rumah sakit. Dengan demikian, nilainya
didasarkan pada kondisi rumah sakit.
a. Kalikan nilai bobot dengan nilai ratingnya untuk mendapatkan skor critical
succes factors
b. Jumlah semua skor untuk mendapatkan skor total bagi rumah sakit yang
dinilai. Skor 4,0 mengindikasikan bahwa rumah sakit merespon dengan cara
yang luar biasa terhadap peluang-peluang yang ada dan menghindari
ancaman-ancaman. Sementara itu, skor total sebesar 1,0 menunjukkan bahwa
rumah sakit tidak memanfaatkan peluang-peluang yang ada atau tidak
menghindari ancaman-ancaman eksternal.
E. Identifikasi Masalah
1. Belum optimalnya perawat dalam melakukan handover
2. Kurangnya perawat yang menerapkan 5 moment
3. Kurang efektifnya perawat dalam menggunakan APD (handscoon)
F. Scoring Perumusan Masalah
No MASALAH Mg Sv Mn Nc Af SKOR KET
1 Belum 5 5 3 3 4 20 I
optimalnya
perawat dalam
melakukan
handover
2 Kurangnya 5 4 3 3 4 19 II
perawat yang
menerapkan 5
moment
3 Kurang 4 3 3 3 4 17 III
efektifnya
perawat dalam
menggunakan
APD
(handscoon)
G. Prioritas Masalah
1. Belum optimalnya perawat dalam melakukan handover
2. Kurangnya perawat yang menerapkan 5 moment
3. Kurang efektifnya perawat dalam menggunakan APD (handscoon)
Proses untuk memprioritaskan masalah dengan metode pembobotan yang
memperhatikan aspek:
Magnitude (Mg) : Kecendrungan besar dan seringnya masalah terjadi
Severy (Sv) : Besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh
masalah
Managebility (Mn) : Berfokus pada perawatan sehingga dapat di atur
Nursing Consent (Ne): Melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat
Affability (Af) : Ketersedian sumberdaya
Rentang Nilai:
Sangat tidak penting : 1
Tidak Penting :2
Cukup Penting :3
Penting :4
Sangat Penting :5