Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN KAJIAN SITUASI RUANGAN LCB

DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

Disusun Oeh:

Nur Hikmah Clara Valen Thenu


Ester Kristian Karlah Hikmat Watimena
Rahayu Ratna Ningsih Pingkan Tumambo
Elvin Eirene Yohanes Masang

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXII


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manajemen keperawatan didefinisikan sebagai suatu proses dalam menyelesaikan


pekerjaan melalui orang lain, sedangkan manajemen keperawatan adalah suatu proses
bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan
secara professional. Manajer keperawatan dituntut untuk merencanakan,
mengorganisasi, memimpin, dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia
untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang seefektif dan seefisien mungkin
bagi individu, keluarga dan masyarakat (Sukmana 1999). Proses manajemen
keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai satu metode perlakuan
asuhan keperawatan secara profesional, sehingga diharapkan keduanya dapat saling
menopang. Sebagaimana proses keperawatan, dalam manajemen keperawatan terdiri
dari pengumpulan data, identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
hasil. (Nursalam, 2011).

Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf


keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional. Manajer
keperawatan dituntut untuk merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan
mengevaluasi saran dan prasarana yang tersedia untuk dapat memeberikan asuhan
keperawatan yang seefektif dan seefisien mungkin bagi individu, keluarga dan
masyarakat. Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan
sebagai satu metode perlakuan asuhan keperawatan secara profesioanl, sehingga
diharapkan keduanya dapat saling menopang. Sebagai mana proses keperawatan,
dalam manajemen keperawatan terdiri dari pengumpulan data, identifikasi masalah,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. (Nursalam, 2013).
Menurut Marquis & Huston (2010) menyatakan proses manajemen dibagi lima
tahap yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), staffing
(ketenagaan), directing (pengarahan) dan controlling (pengendalian) yang merupakan
satu siklus yang saling berkaitan. Swanburg (2000) mengemukakan secara
operasional manajemen keperawatan merupakan bentuk kepemimpinan dan
pengelolaan oleh departemen/ divisi/ bidang/ seksi keperawatan melalui tiga
tingkatan manejerial yaitu : 1) Manajemen puncak (direktur keperawatan),
bertanggung jawab terhadap semua kegiatan, fasilitas dan layanan keperawatan, 2)
Manajer menengah (supervisor/ coordinator), bertanggung jawab mengerahkan
aktifitas kepala ruangan dan bertanggung jawab kepada direktur keperawatan, 3)
manajer bawah (kepala ruangan/ ketua tim), yang bertanggung jawab terhadap
manajemen asuhan yang diberikan kepada klien.

Dalam manajemen keperawatan, ada beberapa tingkatan manajemen antara lain


sebagai berikut: top manager, midlle manager, dan nursing low manager.kepala
ruangan keperawatan merupakan bagian dari nursing low manager yang mempunyai
peranan penting dalam pelayanan di suatu bangsal atau ruangan. Kepala ruangan
keperawatan yang merupakan bagian manajemen keperawatan berpihak kepada
fungsi manajemen keperawatan yaitu, POAC (Planning, Organizing, Actuating,
Controlling, Evaluasi) dalam rangka untuk mengajukan staf keperawatan untuk
memberikan asuhan keperawatan secara profesional (Nursalam, 2013).

Model asuhan keperawatan professional (MAKP) adalah suatu sistem (struktur,


proses, dan nilai-nilai) yang memungkinkan perawat professional mengantur
pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untu menompang asuhan
keperawatan tersebut. Dalam penerapan model asuhan keperawatan professional
apabila tanggung jawab atau peran perawat baik dalam hal dokumentasi, timbang
terima, suver visi, dan sendralisasi obat tidak dijalankan dengan baik yang berarti
menunjukkan kinerja perawat menurun. (Nursalam, 2013).
Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga,
kelompok atau masyarakat baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Pelayanan
keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat baik dalam keadaan
sehat maupun sakit. (UU No.38 Tahun 2014).

Kepemimpinan atau proses mempengaruhi orang lain menuju pada pencapaian


sasaran, sudah sejak lama, diakui sebagai aspek vital dari manajemen. Kepemimpinan
adalah hubungan yang tercipta dari adanya pengaruh yang dimiliki seseorang
terhadap orang lain sehingga orang lain tersebut secara sukarela mau dan bersedia
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Georgy R. Terry, 2012).

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan mengenai perhitungan kebutuhan SDM keperawatan?
2. menjelaskan data-data pada kasus diatas ke dalam analisa SWOT dan strategi apa
yang harus dilakukan kepala ruangan berdasarkan hasil diagram kartesius?
3. Menjelaskan fishbone analysis terkait temuan masalah di ruang rawat inap LCB?
4. Menjelaskan perumusan masalah dan planning of action terkait kasus tersebut?
5. Menjelaskan peran pemimpin dalam pengelolaan model praktek keperawatan
professional?
6. Menjelaskan solusi pemecahan masalah dengan intervensi untuk penyelesaian
masalah dengan role play mini seminar?

C. Tujuan
Tujuan dari praktik klinik kepemimpinan dan manajemen keperawatan adalah untuk
memfasilitasi permasalahan yang ada di ruang LCB sehingga mampu menjadi suatu
ruangan yang memiliki manajemen ruangan yang efektif dan efisien bagi semua
komponen yang ada diruangan serta mampu memberikan pelayanan keperawatan
secara tepat, cepat dan akurat. Serta dapat menciptakan iklim kerja yang kondusif,
harmonis, kompak, dinamis dan kekeluargaan di ruangan LCB Rumah Sakit
Immanuel Bandung.

D. Manfaat
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi:
1. Direktur Rumah Sakit Immanuel Bandung
Sebagai bahan informasi tambahan dan masukan dalam rangka untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dalam pelayanan RS dan kualitas
manajemen di setiap ruangan.
2. Kepala Bidang Keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung
Sebagai masukan dan informasi untuk perbaikan kinerja tenaga keperawatan
dan meningkatkan kualitas pelayanan.
3. Kepala Ruangan LCB
Sebagai masukan dan informasi kepada perawat ruangan untuk meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. STIK Immanuel Bandung
Sebagai pembelajaran bagi mahasiswa praktik untuk meningkatkan
pengetahuan dan melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif
kepada pasien.

E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUHAN
Berisikan latar belakang, tujuan penulisan, manfaat, dan sistematika penulisan
yang kami paparkan serta jelaskan secara rinci.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Berisikan tentang teori manajemen dan Analisis SWOT
BAB III KAJIAN SISTUASI RUANG LCB
Berisikan Analisis SWOT, Matrik EFE dan IFE, Fish Bone Analisis, Prioritas
masalah dan Pemecahan masalah, serta Planning Of Action. Berisikan tinjauan
kasus dari ruangan LCB.
BAB IV PEMBAHASAN
Berisikan pembahasan dari analisis kasus dengan teori yang terkait.
BAB V PENUTUP
Berisikan kesimpulan dari keseluruhan materi dan saran.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

 Konsep Kepemimpinan Keperawatan


1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk
bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P
Terry, 2011). Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada
suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya
sesuatu tujuan (Kirsmansa. 2011). Menurut Ruth. M Tappen (20014), dalam
buku “essential of nursing leadership and management”, seorang pemimpin
yang baik adalah pandai dalam mengambil keputusan yang tepat dan
berorientasi pada tindakan/action.
Seorang pemimpin yang baik adalah pandai dalam mengambil keputusan yang
tepat dan berorientasi pada tindakan/action. Untuk dapat mengambil
keputusan dan bertindak dengan baik maka seorang pemimpin harus memiliki
pengetahuan, kesadaran diri, kemampuan berkomunikasi dengan baik, energi,
dan tujuan yang jelas. Seorang pemimpin harus menjadi role model yang baik
dalam cara kepemimpinannya, dalam pelaksanaan tugas maupun dalam
membangun kerja sama dan bekerja sama dengan orang lain termasuk dengan
bawahannya. Selain itu seorang pemimpin yang efektif harus memiliki
kualitas diri dan kualitas perilaku sebagai berikut : integritas, berani
mengambil resiko, inisiatif, energy, optimis, pantang menyerah
(perseverance), seimbang, kemampuan menghadapi stress, dan kesadaran diri
serta memiliki kualitas perilaku seperti: berpikir kritis, menyelesaikan
masalah (solve problem), menghormati/menghargai orang lain, kemampuan
berkomunikasi yang baik, punya tujuan dan mengkomunikasikan visi dan
meningkatkan kemampuan diri dan orang lain (Warta Wargana, 2012).
2. Teori Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan
Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri
perilakupemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan
menonjolkan latarbelakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan,
persyaratanpemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta
etikaprofesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 2013).
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut
kemampuannya dalam memimpin.Perwujudan tersebut biasanya membentuk
suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang
demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan
Newstrom (2014).
3. Tipologi Kepemimpinan
Menurut Siagian, (2012), Gaya kepemimpinan berkembang menjadi beberapa
tipe kepemimpinan, diantaranya adalah sebagian berikut :
a. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau
ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi;
Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; Menganggap
bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima kritik, saran dan
pendapat; Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya, dalam tindakan
penggerakkannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung
unsur paksaan dan bersifat menghukum.
b. Tipe Militeristis.
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang
pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi
militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin
yang memiliki sifat-sifat berikut : dalam menggerakan bawahan sistem
perintah yang lebih sering dipergunakan, dalam menggerakkan bawahan
senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, senang pada formalitas
yang berlebih-lebihan, menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan,
sukar menerima kritikan dari bawahannya, menggemari upacara-upacara
untuk berbagai keadaan.
c. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah
seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai
manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly protective);
jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil inisiatif, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha
tahu.
d. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab
mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma, umumnya diketahui bahwa
pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan
karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat
besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan
mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu.Karena kurangnya
pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang
karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian
diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers).
Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria
untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain
bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin
yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih
menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat
digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.
e. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin
yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern, hal ini terjadi
karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam
proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa
manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha
mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan
dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat,
dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama
dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan
yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang
kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang
sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu berusaha
untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

 Konsep Manajemen Keperawatan


1. Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam
mejalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen tersebut mencakup
kegiatan planning, organizing, actuating, controlling (POAC) terhadap staf,
sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Nursalam, 2011).

Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan


perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengendalian untuk
menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya (Athoillah, 2010).
Menurut Gillies dalam Nursalam (2011), manajemen merupakan suatu
proses dalam menjelaskan pekerjaan melalui orang lain dan manajemen
keperawatan adalah suatu proses kerja melalui anggota staf keperawatan
untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional. Manajer
keperawatan di tuntut untuk merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan
mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan
asuhan keperawatan seefektif dan seefesien mungkin bagi indiviodu,
keluaraga dan masyarakat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang terdiri
dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan melalui
pemanfaatan sumber daya dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efesien untuk mencapai tujuan tersebut.

2. Fungsi-Fungsi Manajemen
Menurut Nursalam (2011), fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan (planning)
Merupakan suatu kegiatan membuat tujuan organisasi dan diikuti
dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan tersebut, terdiri dari: gambaran apa yang akan dicapai,
persiapan pencapaian tujuan, rumusan suatu persoalan untuk dicapai,
persiapan tindakan-tindakan. Rumusan tujuan tidak harus tertulis dalam
bentuk perencanaan.
b. Pengorganisasian (organizing)
Merupakan suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya yang dimiliki
oleh suatu organisasi untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan
serta menggapai tujuan perusahaan. Kegiatan pengorganisasian terdiri
dari: pengaturan, setelah rencana, mengatur dan menentukan apa tugas
pekerjaannya, macam, jenis, unit kerja, keuangan dan fasilitas.
c. Penggerak (actuating)
Menggerakan orang-orang agar mau/suka bekerja. Ciptakan suasan
bekerja bukan hanya karena perintah, tetapi, harus dengan kesadaran
diri, termotivasi secara interval.
d. Pengendalian/pengawasan (controlling)
Merupakan fungsi pengawasan agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan
rencana, apakah orang-orangnya, cara dan waktunya tepat. Pengendalian
juga berfungsi agar kesalahan dapat segera diperbaiki.
e. Penilaian (evaluation)
Tahap akhir proses manajerial adalah mengevaluasi seluruh kegiatan
yang telah dilaksankan. Tujuan evaluasi disisni adalah untuk menilai
seberapa jauh staf mampu melkasnakan perannya sesuai dengan tujuan
organisasi yang telah ditetapkan serta mengidentifikasi faktor-faktor
yang menghambat dan mendukung dalam pelaksanaan.

3. Proses Manajemen
Menurut Swanburg (2004), proses manajemen keperawatan sesuai dengan
pendekatan sistem terbuka dimana masing-masing komponen saling
berhubungan, berinteraksi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Proses
manajemen merupakan suatu sistem maka akan terdiri dari lima elemen
yaitu input, proses, output, kontrol dan mekanisme umpan balik.
a. Input
Input dari proses manajemen keperawatan adalah informasi, personal,
peralatan dan fasilitas.
b. Proses
Proses manajemen keperawatan merupakan kelompok manajer dari
tingkat pengelola keperawatan tertinggi sampai ke perawat pelaksana
yang mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan. Untuk melaksanakan proses manajemen
diperlukan keterampilan teknik, keterampilan hubungan antar manusia
dan keterampilan konseptual.
c. Output
Output adalah asuhan keperawatan, pengembangan staf dan riset.
d. Kontrol
Kontrol yang digunakan dalam proses manajemen keperawatan
termasuk budget dari bagian keperawatan, evaluasi penampilan kerja
perawat, prosedur yang standar dan akreditasi.
e. Mekanisme timbal balik
Berupa laporan finansial, audit keperawatan, survei kendali mutu dan
penampilan kerja perawat. Berdasarkan prinsip-prinsip diatas maka para
manajer dan administrator seyoganya bekerja bersama-sama dalam
perencanaan dan pengorganisasian serta fungsi-fungsi manajemen
lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

 Konsep Model Praktik Keperawatan Profesional


1. Pengertian
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses, dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan (Sitorus, 2013). Unsur struktur yang harus
disiapkan untuk dapat melaksanakan MPKP, yaitu:
a. Menetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien
sesuai dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah tenaga
keperawatan menjadi penting karena bila jumlah perawat tidak sesuai
dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan, maka tidak ada waktu bagi
perawat untuk melakukan tindakan keperawatan yang seharusnya
dilakukan sesuia dengan rencana keperawatan. Akibatnyan perawat
hanya melakukan tindakan kolaboratif dan tidak sempat melakukan
tindakan terapi keperawatan, observasi, dan pemberian pendidikan
kesehatan.
b. Menetapkan jenis tenaga keperawatan diruang rawat, yaitu kepala
ruangan, perawat primer dan perawat asosiate, sehingga peran dan
fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan
terdapat tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan
keperawatan.
c. Menyusun standar rencana keperawatan dengan standar renpra, maka PP
hanya melakukan validasi terhadap ketepatan penentuan diagnosis
berdasarkan pengkajian ynag sudah dilakukan, sehingga waktu tidak
tersita untuk membuat penulisan renpra yang tidak diperlukan.

2. Tujuan
a. Meningkatkan mutu askep melalui penataan system pemberian asuhan
keperawatan
b. Memberikan kesempatan kepada perawat untuk belajar melaksanakan
praktik keperawatan profesional.
c. Menyediakan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan
penelitian keperawatan (Herlambang, dkk, 2012).

3. Peran dan Tanggung Jawab dalam MPKP


a. Peran Kepala Ruangan (Karu)
1) Sebelum melakukan sharing dsan operan pagi, Karu melakukan
ronde keperawatan kepada pasien yang dirawat, meliputi :
menanyakan keadaan pasien dan kebutuhannya serta mengobservasi
keadaan infuse, tetesan infuse dan bila ada obat yang belum
diminum oleh pasien segera diberikan dengan memberikan motivasi
kepada pasien tentang kegunaan obat.
2) Memimpin sharing pagi
3) Memimpin operan pagi
4) Memastikan pembagian tugas perawat yang telah dibuat oleh
Kepala Tim dalam pemberian asuhan keperawatan pada hari itu.
5) Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik,
meliputi pengisian Askep, Visite Dokter (Advise), pemeriksaan
penunjang (hasil Lab), dll.
6) Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan
kebutuhan.
7) Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di
area tanggung jawabnya.
8) Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.
b. Ketua Tim (KATIM)
Tugas Utama: Mengkoordinir pelaksanaan askep sekelompok pasien
oleh Tim keperawatan dibawah koordinasinya.
1) Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien yang
dikoordinirnya pada saat Pre Confrence.
2) Memastikan seluruh PP membuat rencana asuhan yang tepat untuk
setiap pasiennya.
3) Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan sesuai
rencana yang telah dibuat PP.
4) Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien
dibawah koordinasinya pada saat Post Confrence.
c. Penanggung Jawab Shift (PJ Shift)
Tugas Utama: Menggantikan fungsi pengatur pada saat shift sore/malam
dan hari libur.
1) Memimpin kegiatan operan shift sore-malam.
2) Memastikan PP melaksanakan follow up pasien tanggung
jawabnya.
3) Memastikan seluruh PA melaksanakan Askep sesuai rencana yang
telah dibuat PP.
4) Mengatasi permasalahan yang terjadi diruang perawatan.
5) Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.
d. Perawat Pelaksana (PP) & Perawat Asosiet (PA)
Tugas Utama: Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien
yang menjadi tanggung jawabnya, merencanakan asuhan keperawatan,
melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi (follow
up) perkembangan pasien.
1) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan oleh
PA.
2) Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan rencana.

 Konsep SWOT
1. Pengertian SWOT
Menurut Marquis, L Bessie dan Carol J. Huston (2010), Analisis SWOT
(Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) adalah metode
perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi
bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi
bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang
mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.

Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset pada
Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dengan
menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500. Sebelum
melakukan perencanaan, maka perlu dikaji terlebih dahulu beberapa hal.
Fokus identifikasi bisa menggunakan pendekatan yang lazim dipakai yaitu
SWOT. Di dalam pendekatan ini kita akan mengumpulkan semua data
tentang tenaga keperawatan, adimistrasi dan bagian keuangan yang akan
mepengaruhi fungsi organisasi keperawatan secara keseluruhan. Setiap data
akan di kelompokan apakah merupakan kekuatan, kelemahan, kesempatan
ataukah merupakan ancaman bagi organisasi.

2. Matriks SWOT
Matriks SWOT memerlukan key success factor dari lingkungan eksternal
dan internal dengan jadgement yang baik. Ada 4 strategi SO, Strategi SO,
Strategi WO, Srtategi ST, dan Strategi WT dengan penjelasan sebagai
berikut:
a. Strategi SO (Strengths-Oppotunies) adalah menggunakan kekuatan
internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar
perusahaan.
b. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) adalah strategi yang bertujuan
untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan
memanfaatkan peluang-peluang eksternal.
c. Strategi ST (Strength-Threats) adalah strategi perusahaan untuk
menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman
eksternal.
d. Strategi WT (Weaknesses-Threats) adalah strategi untuk bertahan
dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghidari ancaman.

Internal Streghts-S Weakness –W


Catatalah kekuatan- Catatlah kelemahan-
kekuatan internal kelemahan internal
Eksternal perusahaan perusahaan
Opportunities-O Strategi SO Strategi WO
Catatlah peluang- Daftar kekuatan untuk Daftar untuk
peluang eksternal meraih keuntungan memperkecil kelemahan
yang ada dari peluang yang ada dengan memanfaatkan
keuntungan dari peluang
yang ada
Threats-T Straregi ST Strategi WT
Catatlah ancaman- Daftar kekuatan untuk Daftar untuk
ancaman ekternal menghindari ancaman memperkecil kelemahan
yang ada dan menghindari
ancaman.

 Konsep Fishbone
Menurut Marquis, L Bessie dan Carol J. Huston (2010), Analisa tulang ikan
dipakai jika ada perlu untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial dari satu
masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah dimengerti dan rapi. Juga
alat ini membantu kita dalam menganalisis apa yang sesungguhnya terjadi dalam
proses yaitu dengan cara memecah proses menjadi sejumlah kategori yang
berkaitan dengan proses, mencakup manusia, material, mesin, prosedur,
kebijakan dan sebagainya.

1. Langkah-langkah
a. Menyiapkan sesi sebab-akibat
b. Mengidentifikasi akibat
c. Mengidentifikasi berbagai kategori
d. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran
e. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
f. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin.
2. Manfaat analisa tulang ikan
Memperjelas sebab-sebab suatu masalah atau persoalan, langkah-langkah
penerapan:
a. Langkah 1: Menyiapkan sesi Analisa Tulang Ikan yakni: analisa tulang
ikan kemungkinan akan menghabiskan waktu 50-60 menit, peserta
dibagi dalam kelompok maksimum 6 orang per kelompok, dengan
menggunakan alat curah pendapat memilih pelayanan atau komponen
pelayanan yang akan dianalisa, siapkan kartu dan kertas flipchart untuk
setiap kelompok, buatlah gambar pada flipchart, tentukan seorang
pencatat dengan tugas pencatat adalah mengisi diagram tulang ikan.
b. Langkah 2: Mengidentifikasi akibat atau masalah yakni : Akibat atau
masalah yang akan ditangani tulislah pada kotak sebelah paling kanan
diagram tulang ikan. Misalnya Laporan Anggaran Akhir bulan
terlambat.
c. Langkah 3: Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama yakni: Dari
garis horizontal utama, ada empat garis diagonal yang menjadi
"cabang". Setiap cabang mewakili "sebab utama" dari masalah yang
ditulis, kategori sebab utama mengorganisasikan sebab sedemikian rupa
sehingga masuk akal dengan situasi.

Kategori-kategori ini bisa diringkas seperti : sumber daya alam, sumber


daya manusia, mesin, materi, pengukuran, metode, mesin, material,
manusia - (4m), tempat (place), prosedur (procedure), manusia (people),
kebijakan (policy) - (4p), lingkungan (surrounding), pemasok (supplier),
sistem (system), keterampilan (skill) - (4s). Kategori tersebut hanya
sebagai saran; bisa menggunakan kategori lain yang dapat membantu
mengatur gagasan-gagasan. Sebaiknya tidak ada lebih dari 6 kotak.
d. Langkah 4: Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang
saran yakni : Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu
diuraikan dengan menggunakan curah pendapat, saat sebab-sebab
dikemukakan, tentukan bersama-sama dimana sebab tersebut harus
ditempatkan dalam diagram tulang ikan. (yaitu, tentukan di bawah
kategori yang mana gagasan tersebut harus ditempatkan. misalnya di
kategori mesin.), sebab-sebab ditulis pada garis horizontal sehingga
banyak "tulang" kecil keluar dari garis horizontal utama, suatu sebab
bisa ditulis dibawah lebih dari satu kategori sebab utama (misalnya,
menerima data yang terlambat bisa diletakkan dibawah manusia dan
sistem).
e. Langkah 5: Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama yakni:
Setelah setiap kategori diisi carilah sebab-sebab yang muncul pada lebih
dari satu kategori. Sebab-sebab inilah yang merupakan petunjuk "sebab
yang tampaknya paling mungkin " lingkarilah sebab yang tampaknya
paling memungkinkan pada diagram. Catat jawabannya pada kertas
flipchart terpisah.
f. Langkah 6: Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling
mungkin yakni: Diantara semua sebab-sebab, harus dicari sebab yang
paling mungkin, kaji kembali sebab-sebab yang telah didaftarkan (sebab
yang tampaknya paling memungkinkan) dan tanyakan , "mengapa ini
sebabnya ?", pertanyaan "mengapa ?" akan membantu anda sampai pada
sebab pokok dari permasalahan teridentifikasi.

 Konsep Perhitungan Bor dan Los dan Penetapan Jumlah Tenaga


Keperawatan
1. BOR (Bed Occupancy Ratio)
BOR atau angka penggunaan tempat tidur adalah presentase pemakaian
tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran
tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan
JUMLAH tempat
KLIENtidur rumah sakit. Nilai
parameter BOR yang
BOR = ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).X Rumus
penghitungan BOR yaitu:
100%
JUMLAH TEMPAT TIDUR X PERIODE

2. LOS (Longth of Stay)


LOS adalah rata-rata lama rawat seorang klien. Indikator ini disamping
memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran
mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan
hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai LOS yang
ideal antara 6-9 hari. Rumus penghitungan LOS yaitu:

JUMLAH LAMA DIRAWAT


LOS =
JUMLAH KLIEN KELUAR (HIDUP/MATI)

3. Penetapan Jumlah Tenaga Keperawatan


Penetapan jumlah tenaga keperawatan adalah proses membuat perencanaan
untuk menentukan berapa banyak dan dengan kriteria tenaga yang seperti
apa pada suatu ruangan tiap shiftnya. Berbagai cara perhtungan kebutuhan
tenaga perawat diruang rawat inap yang dapat menjadi acuan, seperti:
a. Formula Gillies

A X B X 365
Tenaga Perawat (TP) =
Keterangan:
(365 – C) X Jam Kerja/Hari
A : Jam perawatan/24 jam (waktu yang dibutuhkan klien dalam
perawatan)
B : Sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur)
C : Jumlah hari libur 78 hari (libur hari minggu = 52 hari, cuti
tahunan = 12 hari, libur nasional = 14 hari)
365 : Jumlah hari kerja setahun
6 jam : jam kerja perhari

b. Depkes RI (2005)

Jumlah hari minggu dalam 1 tahun + cuti + hari besar


Loss Day = x Jumlah perawat
Jumlah hari kerja efektif

c. Douglas
Penghitungan jumlah tenaga keperawatan menurut Douglas dihitung
berdasarkan tingkat ketergantungan untuk setiap shift pasien dan hasil
keseluruhan ditambah sepertiga (1/3). Klasifikasi derajat ketergantungan
pasien terhadap keperawatan menurut Douglas berdasarkan kriteria
sebagai berikut:
1) Perawatan minimal memerlukan waktu selama 1 – 2 jam/24 jam,
dengan kriteria:
a) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
b) Makan dan minum dilakukan sendiri
c) Ambulasi dengan pengawasan
d) Observasi tanda-tanda vital dilakukan tiap shift
e) Pengobatan minimal, status psikologi stabil.
2) Perawatan intermediet memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam dengan
kriteria:
a) Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
b) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
c) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
d) Folley catheter/intake output dicatat
e) Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan
memerlukan prosedur.

3) Perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5–6 jam/ 24 jam


dengan kriteria:
a) Segalanya diberikan/ dibantu
b) Posisi diatur, observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
c) Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena
d) Pemakaian suction
e) Gelisah/ disorientasi (Nursalam, 2011)

Tabel 2.1
Kebutuhan Perawat Berdasarkan Klasifikasi Pasien

Jumla Klasifikasi Pasien


Perawatan Minimal Perawatan Parsial Perawatan Total
h Mala Mala
Pagi Siang Pagi Siang Pagi Siang Malam
Pasien m m
1 0,17 0,14 0,10 0,27 0,15 0,07 0,36 0,30 0,20
2 0,34 0,28 0,20 0,54 0,30 0,14 0,72 0,60 0,40
3 0,51 0,42 0,30 0,81 0,45 0,21 1,08 0,90 0,60
Dst
d. PPNI

Tenaga Perawat = (A x 52 mg) x 7 hari (TT x BOR) x 125%


41 mg x 40 jam
3. Jurnal Terkait
Hasil penelitian Sade (2012) mengenai kebutuhan jumlah tenaga perawat
berdasarkan beban kerja pada instalasi rawat inap RSUD Mamuju Utara
Provinsi Sulawai Barat mengatakan kegiatan pelayanan keperawatan yang
merupakan bagian intergral dari pelayanan yang di selenggaran di rumah
sakit mempunyai peran yang besar dalam pencapaian mutu, citra dan
efisiensi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Kualitas asuhan keperawatan
dapat mencapai hasil yang optimal apabila beban kerja dan sumber daya
yang ada proporsi yang seimbang dengan jumlah tenaga yang ada
(Aviantono, 2009).

 Intervensi Manajemen Keperawatan


1. Diseminasi
a. Pengertian
Diseminasi (Bahasa Inggris: Dissemination) adalah suatu kegiatan yang
ditujukan kepada kelompok target atau individu agar mereka
memperoleh informasi, timbul kesadaran, menerima, dan akhirnya
memanfaatkan informasi tersebut. Diseminasi merupakan tindak inovasi
yang disusun dan disebarannya berdasarkan sebuah perencanaan yang
matang dengan pandangan jauh ke depan baik melalui diskusi atau
forum lainnnya yang sengaja diprogramkan, sehingga terdapat
kesepakatan untuk melaksanakan inovasi (Ibrahim, 2016).
b. Tujuan
Adapun tujuan diseminasi adalah tercapainya suatu pemahaman
bersama (mutual understanding) di dalam individu maupun suatu
kelompok.
c. Proses tahapan
1) Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Proses keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan yaitu
tahap pada saat seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin
tahu bagaimana fungsi inovasi tersebut. Pengertian menyadari
dalam hal ini bukan memahami tetapi membuka diri untuk
mengetahui inovasi. Seseorang menyadari atau membuka diri
terhadap suatu inovasi tentu dilakukan secara aktif bukan secara
pasif.
2) Tahap Bujukan (Persuation)
Pada tahap persuasi dari proses keputusan inovasi, seseorang
membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap
inovasi. Jika pada tahap pengetahuan proses kegiatan mental yang
utama bidang kognitif, maka pada tahap persuasi yang berperan
utama bidang afektif atau perasaan. Seseorang tidak dapat
menyenangi inovasi sebelum ia tahu lebih dulu tentang inovasi.
3) Tahap Keputusan (Decision)
Tahap keputusan dari proses inovasi, berlangsung jika seseorang
melakukan kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima
atau menolak inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan
menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti tidak akan
menerapkan inovasi. Sering terjadi seseorang akan menerima
inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu. Bahkan jika mungkin
mencoba sebagian kecil lebih dahulu, baru kemudaian dilanjutkan
secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang
diharapkan. Tetapi tidak semua inovasi dapat dicoba dengan
dipecah menjadi beberapa bagian. Inovasi yang dapat dicoba bagian
demi bagian akan lebih cepat diterima.
4) Tahap Implementasi (Implementation)
Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila
seseorang menerapkan inovasi. Dalam tahap implementasi ini
berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan. Keputusan
penerima gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktek. Pada
umumnya impelementasi tentu mengikuti hasil keputusan inovasi.
5) Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Dalam tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap
keputusan yang telah diambilnya, dan ia dapat menarik kembali
keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan
dengan informasi semula. Tahap konfirmasi ini sebenarnya
berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima
atau menolak inovasi yang berlangsung dalam waktu yang tak
terbatas. Selama dalam konfirmasi seseorang berusaha menghindari
terjadinya disonansi paling tidak berusaha menguranginya.
d. Strategi Pelaksanaan
Dalam konteks strategi penerapan diseminasi, prinsip komunikasi
efektif penting untuk tercapai common interest. Untuk itu, ada beberapa
langkah yang harus diperhatikan, yaitu:
1) Menentukan dan memahami tujuan.
2) Mengidentifikasi pesan inti atau kunci (key messages) yang akan
dikomunikasikan.
3) Mehamami target audience: siapa saja yang terlibat, siapa yang
dipengaruhi, siapa yang tertarik? Informasi apa yang mereka
butuhkan? Bagaimana reaksi mereka? Apa konsern atau minat
mereka?
4) Menentukan media yang paling efektif.
5) Memotivasi audiens untuk memberi tanggapan atau masukan.
6) Frekuensi penyampaian pesan.
7) Memperhitungkan dampak, baik negatif atupun positif. Dalam hal
ini, ukuran sukses sebuah program komunikasi yaitu pesan yang
sampai saja, tidak cukup. Perlu evaluasi, sejauh mana audiens
memahami dengan baik pesan kunci dan menganalisis apakah
semua strategi sesuai dengan persoalan yang dihadapi atau alasan
komunikasi (Cees Leeuwis, 2016).
e. Media
Media secara garis besar dapat dibagi ke dalam tiga kelas utama:
1) Media massa konvensional
2) Media interpersonal
3) Media hibrida baru (new media)
2. Resosialisasi
a. Pengertian
Menurut David A. Goslin berpendapat “Sosialisasi adalah prosesbelajar
yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan keterampilan,
nilai-nilai dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota
dalam kelompok masyarakatnya (Ihrom, 2014). Resosialisasi adalah
mengulangi kembali suatu proses pembelajaran kepada seseorang untuk
memperoleh pengetahuan keterampilan, nilai-nilai dan norma-norma
agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam suatu kelompok.
b. Tujuan
Tujuan sosialisasi menurut Ihrom (2014) adalah:
1) Mengembangkan keahlian/kemampuan seseorang di dalam
kehidupan untuk berkomunikasi dengan sesama secara baik dan
efektif.
2) Memberikan suatu ketrampilan yang diperlukan oleh seseorang
yang memiliki tugas pokok didalam masyarakat.
3) Menanamkan nilai-nilai kepercayaan kepada seseorang yang
memiliki tugas pokok di dalam masyarakat.
4) Membentuk suatu karakter dan juga kepribadian seseorang.
c. Proses tahapan
Dalam hal ini, Charles H. Cooley menekankan peranan interaksi dalam
proses sosialisasi. Menurutnya, konsep diri (self concept) seseorang
berkembang melalui interaksinya dengan orang lain atau dikenal dengan
istilah looking-glass self. Diri yang berkembang melalui interaksi
dengan orang lain terbentuk melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut:
1) Tahap memahami diri kita dari pandangan orang lain.
2) Tahap merasakan adanya penilaian dari orang lain.

d. Strategi Pelaksanaan
1) Melakukan kegiatan sosialisasi kepada kelompok
2) Melakukan pelatihan di dalam kelompok

3. Redemontrasi
a. Pengertian
Demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu
peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang
dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh suatu kelompok
secara nyata atau tiruannya (Djamarah, 2018). Demonstrasi adalah cara
penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukan kepada
orang lain tentang suatu proses, situasI atau benda tertentu yang sedang
dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan
yang dipertujukan. Redemonstrasi adalah mempertunjukan kembali
proses terjadinya suatu peristiwa dan dicontohkan agar dapat dipahami
oleh suatu kelompok secara nyata.
b. Tujuan
1) Untuk memudahkan penjelasan sebab penggunaan bahasa lebih
terbatas.
2) Untuk membantu anak dalam memahami dengan jelas jalannya
suatu proses dengan penuh perhatian.
3) Untuk menghindari verbalisme.
4) Cocok digunakan apabila akan memberikan ketrampilan tertentu.
c. Proses tahapan
1) Tahap persiapan
Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan:
a) Rumuskan tujuan yang harus dicapai
b) Persiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan
dilakukan
c) Lakukan uji coba demonstrasi
d) Tahap pelaksanaan
e) Langkah pembukaan
f) Langkah pelaksanaan demonstrasic)
2) Tahap pelaksanaan
a) Langkah pembukaan
b) Langkah pelaksaan demonstrasi
c) Langkah mengakhiri demonstrasi
3) Strategi pelaksanaan
a) Langkah pembukaan
Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus
diperhatikan diantaranya:
 Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua dapat
memperhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan.
 Kemukakan tujuan apa yang harus dicapai.
 Kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan.
b) Lakukan pelaksanaan demonstrasi
 Mulailah demonstrasi dengan kegiatan yang merangsang
peserta untuk berpikir.
 Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari
suasana yang menegangkan.
 Yakinkan bahwa semua yang mengikuti jalannya
demonstrasi dengan memerhatikan reaksi seluruh peserta.
 Berikan kesempatan kepada peserta untuk secara aktif
memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari
proses demonstrasi.
c) Langkah mengakhiri demonstrasi
Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran
perlu diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang
ada kaitannya dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses
pencapaian tujuan pembelajaran.

4. Resimulasi
a. Pengertian
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2015) simulasi adalah satu metode
pelatihan yang memperagakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip
dengan keadaan yang sesungguhnya; simulasi: penggambaran suatu
sistem atau proses dengan peragaan memakai model statistik atau
pemeran. Simulasi adalah suatu peniruan sesuatu yang nyata, keadaan
sekelilingnya (step of affairs), atau proses. Aksi melakukan simulasi
sesuatu secara umum mewakilkan suatu karakteristik kunci atau
kelakuan dari sistem-sistem fisik atau abstrak. Resimulasi adalah
memperagakan kembali suatu sistem pelatihan dalam bentuk tiruan yang
mirip atau secara nyata seperti sesungguhnya.
b. Tujuan
1) Membantu dalam menerapkan keterampilan untuk membuat
keputusan dan dalam menyelesaikan masalah.
2) Membantu untuk mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi
antar sesama manusia.
3) Memberikan kesempatan untuk menerapkan tentang berbagai
prinsip dan teori.
c. Proses Tahapan
Sri Anitah, W. DKK (2014) prosedur yang harus ditempuh dalam
penggunaan metode simulasi adalah:
1) Menetapkan topik simulasi yang diarahkan.
2) Menetapkan kelompok dan topik-topik yang akan dibahas.
3) Simulasi diawali dengan petunjuk dari guru tentang prosedur,
teknik, dan peran yang dimainkan.
4) Proses pengamatan pelaksanaan simulasi dapat dilakukan dengan
diskusi.
5) Mengadakan kesimpulan dan saran dari hasil kegiatan simulasi.

d. Strategi Pelaksanaan
1) Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.
2) Para peserta lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.
3) Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang
mendapat kesulitan.
4) Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini
dimaksudkan untuk mendorong peserta berpikir dalam
menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.

5. Seminar
a. Pengertian
Seminar adalah pertemuan untuk membahas suatu masalah yang
dilakukan secara ilmiah. Pada seminar biasanya menampilkan satu atau
kertas kerja yang sebelumnya telah dipersiapkan.Dalam seminar
biasanya pembahasan berpangkal pada makalah atau kertas kerja yang
sudah disiapkan dan disususun sebelumnya oleh para pembicara, dan
tema pembahasan harus sesuai dengan permintaan panitia
penyelenggaraan.
b. Tujuan
Tujuan diadakannya seminar yaitu menyampaikan suatu pendapat atau
sesuatu yang baru kepada pendengarnya, dengan harapan penerima
informasi memperoleh sesuatu yang baru untuk dikembang tumbuhkan
menjadi sesuatu yang lebih luas lagi kepada yang lainnya.
c. Proses Tahapan
1) Persiapan
a) Bentuk panitia seminar
b) Tentukan topik bahasan sekaligus tujuannya. Formulasikan
dalam beberapa kalimat.
c) Tentukan jumlah peserta yang akan di undang dan gaung
kegiatan yang akan dibuat.
d) Tentukan pemateri/pembicara atau pemakalahnya untuk
seminar ini dan bagaimana mendapatkannya?
e) Tentukan tanggal yang tepat untuk pembuatannya.
f) Kalau diseminar tersebut membutuhkan dana, darimana
saudara mendapatkan.
g) Apa saudara akan membuat sertifikat, apa bunyinya dan siapa
yang akan tanda tangan.
h) Kalau saudara menyiapkan makanan ringan, siapa yang
mengurus dan bagaimana?
i) Bagaimana saudara memberitau peserta seminar dan pemakalah
bahwa seminar jadi dilaksanakan. Darimana saudara tau kalau
mereka akan datang?
j) Menurut saudara apa perlu diwartakan dalam koran atau TV,
kalau perlu bagaimana?
2) Pelaksanaan
a) Buat list (check list) apa saja yang dibutuhkan agar seminar
pada hari tersebut berhasil.
b) Siapkan agenda seminar untuk hari tersebut; MC, waktu,
pembicara, dsb.
c) Pikirkan apa lagi yang saudara butuhkan untuk hari seminar
tersebut (contoh: absen hadir, makalah yang di copy, laptop,
dsb).
d) Bagaimana saudara susun bangku diruang seminar?
e) Pikirkan seandainya listrik mati tiba-tiba.f)Siapa yang
mengurus dan menata tempat, siapa yang menerima peserta,
dsb.
3) Evaluasi
a) Saudara perlu siapkan instrumen evaluasi untuk melihat
bagaimana mutu dari seminar yang saudara lakukan.
b) Perlu saudara siapkan model (format pelaporan) dan kapan
anda melapor hasil seminar tersebut.
c) Kepada siapa saudara akan melapor setelah seminar.

6. Coaching
a. Pengertian
Coaching merupakan suatu gaya kepemimpinan yang dapat membuat
orang lain tumbuh dan berkembang. Karena melalui proses ini
membuat orang lain menemukan kekuatan, kelemahan yang terdapat
pada dirinya sendiri secara sadar tanpa tekanan dari orang lain sehingga
pada akhirnya dia dapat menentukan target dan cara mencapainya
(Kurniasari, 2012).
b. Manfaat Coaching
Menurut Mirna (2009), manfaat coaching adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan kinerja organisasi
2) Meningkatkan motivasi, moral, dan retensi karyawan
3) Meningkatkan produktifitas dan komunikasi organisasi
4) Organizational aligement dan leardership empowerment
5) Membangun kepercayaan diri dan kompetensi
6) Meningkatkan keunggulan individu dan tim
7) Mengembangkan komitmen yang tinggi untuk tujuan bersama
8) Meningkatkan focus pada goal setting dan goal achievement
9) Memoitivasi tim dan individu serta memelihara semangat kerja
individu dan tim
10) Menyelaraskan nilai individu dengan nilai-nilai organisasi
c. Tujuan Coaching
Tujuan Tujuan yang umum diperoleh dari coaching adalah dapat
meningkatkan kinerja individu dan organisasi, keseimbangan yang lebih
baik antara pekerjaan dengan kehidupan, motivasi yang lebih tinggi,
pemahaman diri yang lebih baik, pengambilan keputusan yang lebih
baik dan peningkatan pelaksanaan manajemen perubahan. Beberapa
tujuan coaching:
1) Menstimulan pengembangan keterampilan peserta secara
individual.
2) Membantu peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman
pembelajaran dengan bimbingan dan mengembangkan profesional
peserta.
3) Memberi kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan
yang diberikan fasilitator dan pada saat yang sama mempersiapkan
keterampilan peserta dalam mengambil tanggung jawab dan
pekerjaan mendatang.
4) Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan
mengatasi permasalahan yang dihadapi mereka.
d. Proses Tahapan
Proses coaching adalah untuk menetapkan dan menjelaskan arah dan
tujuan serta untuk mengembangkan rencana-rencana kerja untuk
mencapai tujuan. Selain itu dijelaskan juga satu pengertian mengenai
hal-hal yang penting dalam kehidupan bahwa kita diberikan kemampuan
untuk mengambil dan melaksanakan tanggung jawab yang telah
diberikan dan membangun serta melakukan setiap rencana kerja. Secara
sederhana proses coaching akan membantu untuk menciptakan visi yang
terbaik dan terbaru yang dimiliki dalam rangka mencapai suatu
keberhasilan. Tahapan coaching antara lain:
1) Tahap orientasi
Tahap ini merupakan tahap perkenalan dan tahap pengkondisian
agar tercipta suasana yang saling mempercayai.
2) Tahap klasrifikasi
Pada tahap ini dilakukan analisis permasalahan. Masalah yang akan
dipecahkan diuraikan sehingga jelas mana permasalahan utama dan
juga permasalahan mana yang akan dipecahkan terlebih dahulu.

3) Tahap pemecahan (perubahan)


Pada tahap ini coachee dengan bantuan coach berusaha mencari
solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Coach berusaha
memberikan saran dan alternatif-alternatif, namun
4) Tahap penutupan
Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap apa yang telah dicapai
coache dari proses coaching. Hal-hal yang pada tahap pendahuluan
disepakati untuk diubah atau diperbaiki akan dinilai apakah tujuan
tersebut telah tercapai atau belum.

 Teori Hand-Over
Timbang terima memiliki beberapa istilah lain. Beberapa istilah itu diantaranya
handover, handoffs, shift report, signout, signover dan cross coverage. Handover adalah
komunikasi oral dari informasi tentang pasien yang dilakukan oleh perawat pada
pergantian shift jaga. Friesen (2008) menyebutkan tentang definisi dari handover adalah
transfer tentang informasi (termasuk tanggungjawab dan tanggunggugat) selama
perpindahan perawatan yang berkelanjutan yang mencakup peluang tentang pertanyaan,
klarifikasi dan konfirmasi tentang pasien. Handoffs juga meliputi mekanisme transfer
informasi yang dilakukan, tanggungjawab utama dan kewenangan perawat dari perawat
sebelumnya ke perawat yang akan melanjutnya perawatan.
Nursalam (2008), menyatakan timbang terima adalah suatu cara dalam
menyampaikan sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien.
Handover adalah waktu dimana terjadi perpindahan atau transfer tanggungjawab
tentang pasien dari perawat yang satu ke perawat yang lain. Tujuan dari
handover adalah menyediakan waktu, informasi yang akurat tentang rencana
perawatan pasien, terapi, kondisi terbaru, dan perubahan yang akan terjadi dan
antisipasinya.

 Tujuan Timbang Terima

1. Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus).

2. Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan


keperawatan kepada klien.

3. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh dinas


berikutnya.
4. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
Timbang terima (handover) memiliki tujuan untuk mengakurasi,
mereliabilisasi komunikasi tentang tugas perpindahan informasi yang relevan
yang digunakan untuk kesinambungan dalam keselamatan dan keefektifan
dalam bekerja. Timbang terima (handover) memiliki 2 fungsi utama yaitu:
a. Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan mengekspresikan
perasaan perawat.
b. Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan
keputusan dan tindakan keperawatan.

 Langkah-langkah dalam Timbang Terima


1. Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.
2. Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang akan
disampaikan.
3. Perawat primer menyampaikan kepada perawat penanggung jawab shift
selanjutnya meliputi:
a. Kondisi atau keadaan pasien secara umum
b. Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan
c. Rencana kerja untuk dinas yang menerima laporan
4. Penyampaian timbang terima diatas harus dilakukan secara jelas dan tidak
terburu-buri.
5. Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara langsung
melihat keadaan pasien. (Nursalam, 2002)
 Prosedur dalam Timbang Terima

1. Persiapan

a. Kedua kelompok dalam keadaan siap.

b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan.


2. Pelaksanaan

Dalam penerapannya, dilakukan timbang terima kepada masing-masing


penanggung jawab:

a. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift atau operan.

b. Dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima


dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan tentang masalah
keperawatan klien, rencana tindakan yang sudah dan belum dilaksanakan serta
hal-hal penting lainnya yang perlu dilimpahkan.

c. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap


sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada
perawat yang berikutnya.

d. Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah :

1) Identitas klien dan diagnosa medis.

2) Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul.

3) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan.

4) Intervensi kolaborasi dan dependen.

5) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan


selanjutnya, misalnya operasi, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan
penunjang lainnya, persiapan untuk konsultasi atau prosedur lainnya yang
tidak dilaksanakan secara rutin.

e. Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi, tanya


jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang kurang jelas
Penyampaian pada saat timbang terima secara singkat dan jelas
f. Lama timbang terima untuk setiap klien tidak lebih dari 5 menit kecuali
pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang lengkap dan rinci.
g. Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung pada buku
laporan ruangan oleh perawat. (Nursalam, 2002)
L. Timbang terima memiliki 3 tahapan yaitu:
a. Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan
tanggungjawab. Meliputi faktor informasi yang akan disampaikan oleh
perawat jaga sebelumnya.
b. Pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan
datang melakukan pertukaran informasi. Waktu terjadinya operan itu
sendiri yang berupa pertukaran informasi yang memungkinkan adanya
komunikasi dua arah antara perawat yang shift sebelumnya kepada
perawat shift yang datang.
c. Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang tanggung
jawab dan tugas yang dilimpahkan. Merupakan aktivitas dari perawat
yang menerima operan untuk melakukan pengecekan data informasi pada
medical record atau pada pasien langsung.
 Metode dalam Timbang Terima
1. Timbang terima dengan metode tradisional
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kassesan dan Jagoo (2005) di
sebutkan bahwa operan jaga (handover) yang masih tradisional adalah:
a. Dilakukan hanya di meja perawat.
b. Menggunakan satu arah komunikasi sehingga tidak memungkinkan
munculnya pertanyaan atau diskusi.
c. Jika ada pengecekan ke pasien hanya sekedar memastikan kondisi
secara umum.
d. Tidak ada kontribusi atau feedback dari pasien dan keluarga, sehingga
proses informasi dibutuhkan oleh pasien terkait status kesehatannya tidak
up to date.
2. Timbang terima dengan metode bedside handover
Menurut Kassean dan Jagoo (2005) handover yang dilakukan sekarang
sudah menggunakan model bedside handover yaitu handover yang
dilakukan di samping tempat tidur pasien dengan melibatkan pasien atau
keluarga pasien secara langsung untuk mendapatkan feedback.
Secara umum materi yang disampaikan dalam proses operan jaga baik
secara tradisional maupun bedside handover tidak jauh berbeda, hanya
pada handover memiliki beberapa kelebihan diantaranya:
a. Meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait
kondisi penyakitnya secara up to date.
b. Meningkatkan hubungan caring dan komunikasi antara pasien dengan
perawat.
c. Mengurangi waktu untuk melakukan klarifikasi ulang pada kondisi
pasien secara khusus. Bedside handover juga tetap memperhatikan aspek
tentang kerahasiaan pasien jika ada informasi yang harus ditunda terkait
adanya komplikasi penyakit atau persepsi medis yang lain
Timbang terima memiliki beberapa metode pelaksanaan
diantaranya:
a. Menggunakan Tape recorder
Melakukan perekaman data tentang pasien kemudian diperdengarkan
kembali saat perawat jaga selanjutnya telah datang. Metode itu berupa one
way communication.
b. Menggunakan komunikasi Oral atau spoken
Melakukan pertukaran informasi dengan berdiskusi.
c. Menggunakan komunikasi tertulis –written
Melakukan pertukaran informasi dengan melihat pada medical record saja
atau media tertulis lain.
Berbagai metode yang digunakan tersebut masih relevan untuk dilakukan
bahkan beberapa rumah sakit menggunakan ketiga metode untuk
dikombinasi.
Menurut Joint Commission Hospital Patient Safety, menyusun pedoman
implementasi untuk timbang terima, selengkapnya sebagai berikut:
1. Interaksi dalam komunikasi harus memberikan peluang untuk adanya
pertanyaan dari penerima informasi tentang informasi pasien.
2. Informasi tentang pasien yang disampaikan harus up to date meliputi
terapi, pelayanan, kodisi dan kondisi saat ini serta yang harus diantipasi.
3. Harus ada proses verifikasi tentang penerimaan informasi oleh perawat
penerima dengan melakukan pengecekan dengan membaca, mengulang
atau mengklarifikasi.
4. Penerima harus mendapatkan data tentang riwayat penyakit, termasuk
perawatan dan terapi sebelumnya.
5. Handover tidak disela dengan tindakan lain untuk meminimalkan
kegagalan informasi atau terlupa.
 Faktor-faktor dalam Timbang Terima
1. Komunikasi yang objective antar sesama petugas kesehatan.
2. Pemahaman dalam penggunaan terminology keperawatan.
3. Kemampuan menginterpretasi medical record.
4. Kemampuan mengobservasi dan menganalisa pasien.
5. Pemahaman tentang prosedur klinik.
 Efek Timbang Terima dalam Shift Jaga
Timbang terima atau operan jaga memiliki efek-efek yang sangat
mempengaruhi diri seorang perawat sebagai pemberi layanan kepada
pasien. Efek-efek dari shift kerja atau operan adalah sebagai berikut:
1. Efek Fisiologi
Kualitas tidur termasuk tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak
gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus
kurang tidur selama kerja malam. Menurunnya kapasitas fisik kerja
akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah. Menurunnya nafsu
makan dan gangguan pencernaan.
2. Efek Psikososial
Efek ini berpengeruh adanya gangguan kehidupan keluarga, efek
fisiologis hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi
dengan teman, dan mengganggu aktivitas kelompok dalam
masyarakat. Saksono (1991) mengemukakan pekerjaan malam
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan
pada siang atau sore hari. Sementara pada saat itu bagi pekerja malam
dipergunakan untuk istirahat atau tidur, sehingga tidak dapat
berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, akibat tersisih dari
lingkungan masyarakat.
3. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek
fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat
mengakibatkan kemampuan mental menurun yang berpengaruh
terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan
pemantauan.
4. Efek Terhadap Kesehatan
Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini
cenderung terjadi pada usia 40-50 tahun. Shift kerja juga dapat
menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah bagi
penderita diabetes.
5. Efek Terhadap Keselamatan Kerja
Survei pengaruh shift kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
yang dilakukan Smith et. Al (dalam Adiwardana, 1989), melaporkan
bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi shift
kerja (malam) dengan rata-rata jumlah kecelakaan 0,69 % per tenaga
kerja. Tetapi tidak semua penelitian menyebutkan bahwa kenaikan
tingkat kecelakaan industri terjadi pada shift malam. Terdapat suatu
kenyataan bahwa kecelakaan cenderung banyak terjadi selama shift
pagi dan lebih banyak terjadi pada shift malam.

 Dokumentasi dalam Timbang Terima


Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam
komunikasi keperawatan. Hal ini digunakan untuk memvalidasi asuhan
keperawatan, sarana komunikasi antar tim kesehatan, dan merupakan
dokumen pasien dalam pemberian asuhan keperawatan. Ketrampilan
dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk
mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan
apa yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan oleh perawat. Yang perlu di
dokumentasikan dalam timbang terima antara lain:
a. Identitas pasien.

b. Diagnosa medis pesien.

c. Dokter yang menangani.

d. Kondisi umum pasien saat ini.

e. Masalah keperawatan.

f. Intervensi yang sudah dilakukan.

g. Intervensi yang belum dilakukan.

h. Tindakan kolaborasi.

i. Rencana umum dan persiapan lain.

j. Tanda tangan dan nama terang.


Manfaat pendokumentasian adalah:
a. Dapat digunakan lagi untuk keperluan yang bermanfaat.
b. Mengkomunikasikan kepada tenaga perawat dan tenaga kesehatan
lainnya tentang apa yang sudah dan akan dilakukan kepada pasien.

c. Bermanfaat untuk pendataan pasien yang akurat karena berbagai


informasi mengenai pasien telah dicatat. (Suarli & Yayan B, 2009) 15

 Teori Hand hygiene


a.Definisi hand hygiene

Hand hygiene (kebersihan tangan) merupakan teknik dasar yang paling penting
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi (Potter & Perry, 2003) dalam
(Zulpahiyana, 2013). Menurut Van dan Enk (2006) dalam Zulpahiyana (2013), hand
hygiene adalah cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial. Tujuan
hand hygiene untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel ditangan dan
untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Mikroorganisme pada kulit
manusia dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu flora residen dan flora
transient. Flora residen adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi
dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanis karena telah
beradaptasi pada tangan manusia contohnya: Staphylococcus, Corynobacterium, dan
Klibsiella. Flora transient yaitu flora transit atau flora kontaminasi yang jenisnya
tergantung dari lingkungan tempat bekerja, kuman ini mudah dihilangkan dengan
cuci tangan yang efektif.Contohnya; Staphylococcus aureus, Streptococci,
Pseudomonas, E.Coli. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari
permukaan tangan dengan gesekan mekanis dan pencucian dengan sabun. Hand
hygiene merupakan membersihkan tangan dengan sabun dan air (handwash) atau
handrub berbasis alkohol yang bertujuan mengurangi atau mencegah berkembangnya
mikroorganisme ditangan (WHO, 2009). Hand hygiene harus dilakukan dengan benar
sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun menggunakan
sarung tangan atau alat pelindung diri guna menghilangkan kuman dan bakteri.
b. Tujuan hand hygiene
Tujuan dilakukan hand hygiene adalah untuk menghilangkan mikroorganisme
(Kozier, 2003 cit.Zulpahiyana, 2013). Hand hygiene dilakukan untuk menghilangkan
kotoran bahan organik dan membunuh mikroorganisme yang terkontaminasi di
tangan yang diperoleh karena kontak dengan pasien terinfeksi/kolonisasi dan kontak
dengan permukaan lingkungan. Menurut Susianti (2008) dalam Zulpahiyana (2013),
tujuan dilakukannya hand hygiene yaitu;
1) Menekan atau mengurangi jumlah dan pertumbuhan
bakteri pada tangan
2) Menurunkan jumlah kuman yang tumbuh dibawah sarung tangan
3) Mengurangi risiko transmisi mikroorganisme ke perawat dan pasien serta
kontaminasi silang kepada pasien lain, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain.
4) Memberikan perasaan segar dan bersih. Menurut Hidayat, et al (2011) dalam
Zulpahiyana (2013), tujuan hand hygiene antara lain:
1) Untuk memutus transmisi mikroba melalui tangan diantaranya :
a) diantara area perawatan dan zona pasien
b) diantara zona pasien dan area perawatan
c) pada daerah tubuh pasien yang berisiko infeksi (contoh: membran mukosa,
kulit non-intak, alat invasif)
d) dari darah dan cairan tubuh.
2) Untuk mencegah:
a) kolonisasi patogen pada pasien (termasuk yang multiresisten)
b) penyebaran patogen ke area perawatan
c) infeksi yang disebabkan oleh mikroba endogen
d) kolonisasi dan infeksi pada tenaga kesehatan.

c. Indikasi hand hygiene


Menurut CDC (2002), indikasi dilakukannya cuci tangan (handwashing) yaitu
jika tangan terlihat kotor, sedangkan jika tangan tidak terlihat kotor namun sudah
melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan mikrobial pindah ketangan maka
dilakukan handrubbing dengan bahan berbasis alkohol. Indikasi khusus untuk hand
hygiene antara lain:
Sebelum: kontak dengan pasien, menggunakan sarung tangan pada pemasangan
CVC, pemasangan kateter urin, atau semua tindakan invasif lainnya.
Setelah: kontak dengan kulit pasien, kontak dengan cairan tubuh, perawatan luka, dan
setelah melepas hand scoon. WHO (2009), menyatakan bahwa hand hygiene yang
efektif melibatkan kesadaran kesehatan pekerja, indikasi, dan kapan waktu
melakukan hand hygiene Aksi hand hygiene dapat dilakukan dengan handrubbing
dengan produk berbasis alkohol atau dengan mencuci tangan dengan sabun dan air
(handwashing). Terdapat “5 momen” dimana tenaga kesehatan harus melakukan
hand hygiene yaitu:
1) Sebelum menyentuh pasien
2) Sebelum melakukan prosedur asepsis
3) Setelah terpapar dengan cairan tubuh
4) Setelah bersentuhan dengan pasien
5) Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien.

d. Teknik hand hygiene


Hand hygiene menjadi lebih efektif bila tangan bebas luka, kuku bersih, pendek dan
tangan dan pergelangan bebas dari perhiasan dan pakaian. CDC (2002)
merekomendasikan teknik hand hygiene antara lain:
1) Untuk handrubbing: berikan bahan berbasis alcohol pada telapak tangan, gosok
seluruh permukaan telapak tangan sampai kering. 2) Untuk handwashing: basahkan
tangan menggunakan air, berikan sabun dan gosokkan merata keseluruh telapak
tangan selama 15 detik, bilas, dan keringkan dengan menggunakan handuk. Gunakan
handuk untuk menutup keran. Menurut WHO (2009) langkah-langkah hand hygiene,
sebagai berikut:
1) Teknik hand hygiene dengan mencuci tangan (handwashing)
a) Basahkan tangan dengan air
b) Berikan sabun secukupnya, dan ratakan ke seluruh permukaan tangan
c) Gosok telapak tangan kiri dengan telapak tangan kanan
d) Telapak tangan kanan digosokkan kepunggung tangan kiri beserta ruas-ruas jari,
begitu juga sebaliknya
e) Gosok telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri dengan jari-jari saling
terkait
f) Letakkan punggung jari pada telapak satunya dengan jari saling mengunci
g) Jempol kanan digosok memutar oleh telapak tangan kiri, begitu sebaliknya
h) Jari kiri menguncup, gosok memutar kekanan dan kekiri pada telapak kanan dan
sebaliknya
i) Keringkan tangan. Mencuci tangan memerlukan waktu sekitar 40-60 detik,
sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan langkah c sampai h sekitar 15-30
detik.
2) Teknik hand hygiene dengan handrubbing menggunakan bahan berbasis alkohol
a) Berikan alkohol secukupnya pada tangan
b) Ratakan alkohol keseluruh permukaan tangan
c) Gosok telapak tangan kiri dengan telapak tangan kanan
d) Telapak tangan kanan digosokkan kepunggung tangan kiri beserta ruas-ruas jari,
begitu juga sebaliknya.
e) Gosok telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri dengan jari-jari saling
terkait
f) Letakkan punggung jari pada telapak satunya dengan jari saling mengunci
g) Jempol kanan digosok memutar oleh telapak tangan kiri, begitu sebaliknya
h) Jari kiri menguncup, gosok memutar kekanan dan kekiri pada telapak kanan dan
sebaliknya
i) Keringkan tangan. Waktu yang diperlukan yaitu sekitar 20-30 detik.
2. Teori Kepatuhan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) dalam Arfianti
(2010), kepatuhan didefinisikan sebagai kesetiaan, ketaatan atau loyalitas. Kepatuhan
yang dimaksud disini adalah ketaatan dalam melakukan hand hygiene sesuai dengan
indikasi dan tata cara yang benar. Menurut Smet (1994) dalam Arfianti (2010),
kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai
dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya. Perilaku adalah suatu
kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati langsung dan tidak langsung
(Sunaryo,2004). Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk
menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu
akan menghasilkan reaksi tertentu (Notoatmodjo, S. cit. Sunaryo, 2004).
Bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

a.Perilaku dalam bentuk pengetahuan Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu


dengan mengetahui situasi dan rangsangan. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga dapat diperoleh dari informasi
yang disampaikan orang lain, didapat dari buku, atau media massa dan elektronik.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman
orang lain. Menurut Mangkuprawira (2008) dalam Zulpahiyana (2013), pengetahuan
merupakan unsur pokok dalam perubahan perilaku bagi setiap individu. Pengetahuan
juga dikatakan sebagai suatu pembentukan secara terus menerus oleh seseorang dan
setiap saat mengalami reorganisasi karena ada pemahaman- pemahaman baru.
Menurut Bloom, Hastings, dan Madaus (1956) dalam Zulpahiyana (2013) dan
Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif memiliki 6
tingkatan. Tingkatan pengetahuan tersebut sebagai berikut:

1) Pengetahuan (knowledge),
disebut C1 Tahu diartikan sebagai mengingat sebuah materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima merupakan kondisi
yang termasuk dalam pengetahuan tingkat ini. Menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan merupakan kata kerja yang digunakan untuk mengukur tingkat tahu
(know) yang dimiliki seseorang.

2) Memahami (comprehension), disebut C2


Pengertian dari memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Seseorang yang telah memahami terhadap materi yang telah
disampaikan dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan
dan sebagainya terhadap materi yang telah dipelajari.

3) Aplikasi (aplication), disebut C3


Pengertian aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi juga dapat diartikan
sebagai penggunaan metode atau prinsip. Dapat menggunakan prinsip pemecahan
masalah sebagai salah satu contoh pengukuran tingkat tahu pada tingkat aplikasi.

4) Analisis (analysis), disebut C4


Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen yang berada dalam satu struktur organisasi
serta masih ada kaitannya satu sama lain. Menggambarkan dengan bagan,
membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan merupakan kata kerja yang dapat
digunakan untuk mengukur pengetahuan pada tingkat analisis.

5) Sintesis (synthesis), disebut C5


Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian atau menyusun formulasi dalam bentuk keseluruhan yang baru.
Menyusun, merencanakan, meringkas dan menyesuaikan terhadap teori yang telah
ada merupakan kata kerja yang dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan pada
tingkat sintesis.

6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Menanggapi, membandingkan,
menafsirkan merupakan kata kerja yang dapat digunakan untuk mengukur
pengetahuan pada tingkat evaluasi. Akan meningkatkan kualitas dari pada
pengetahuan staf, meningkatkan keahlian dalam berkomunikasi, kepuasan, dan
keselamatan pasien meningkat. Jika dihubungkan dengan konsep pemahaman yang
merupakan tingkatan kedua dalam pengetahuan, pemahaman merupakan aspek yang
penting dalam proses pembelajaran. Memahami sesuatu dapatn membuat individu
menyadari akan tugasnya melalu

b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar diri subyek, sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku
manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut
(lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik,
tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku manusia.
Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budidaya
masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya.

c. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap
situasi dan suatu rangsangan dari luar. Perubahan perilaku individu baru dapat
menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui prosesinternalisasi dimana
prilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri dan
diintegrasikan dengan nilai-nilai dari kehidupan. Proses perubahan perilaku dapat
terjadi dalam waktu pendek (spontan) atau dalam waktu lama bergantung pada factor-
faktor yang mempengaruhinya (Maulana, 2009). Kepatuhan diartikan sebagai
ketaatan atau ketidaktaatan pada suatu perintah, koreksi, penyediaan dari pimpinan.
Patuh juga merupakan kepatuhan perawat dimana perilaku perawat terhadap suatu
anjuran, prosedur dan yang harus dilakukan dengan ketelitian. Perubahan sikap dan
perilaku individu diawali dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa
internalisasi (Hidayat, 2007). Kepatuhan hand hygiene merupakan ketaatan dalam
melaksanakan kebersihan tangan baik dengan mencuci tangan dengan air
(handwash), ataupun dengan handrub berbasis alkohol. Banyak faktor yang
berkontribusi terhadap rendahnya kepatuhan hand hygiene di antara perawat dan
dokter, termasuk kurangnya pengetahuan tentang pentingnya hand hygiene dalam
mengurangi penyebaran infeksi, kurangnya pemahaman tentang teknik hand hygiene
yang benar, kurangnya fasilitas cuci tangan, serta ketakutan petugas kesehatan akan
terjadinya iritasi pada tangan jika sering terkena sabun (Institute for Health Care
Improvement, 2003) Pittet, D. (2001) juga menjelaskan tentang faktorfaktor yang
mempengaruhi kurangnya kepatuhan hand hygiene antara lain: bahan yang digunakan
untuk mencuci tangan dapat menyebabkan tangan kering dan iritasi, lokasi tempat
mencuci tangan yang tidak strategis, kurang tersedianya bahan untuk mencuci tangan
seperti sabun dan handuk untuk mengeringkan tangan, petugas kesehatan terlalu
sibuk atau kurang waktu, rasio petugas kesehatan dan perawat yang tidak seimbang,
serta anggapan bahwa kebutuhan pasien menjadi prioritas utama dan harus segera
dilaksanakan. CDC (2002) .
 Alat Pelindung Diri (APD)

Merupakan seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk


melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya
potensi bahaya kecelakaan kerja pada area kerja. Penggunaan alat pelindung
diri seringkali dianggap tidak penting ataupun remeh oleh para pekerja,
terutama pada pekerja yang bekerja pada area yang berbahaya. Padahal
penggunaan alat pelindung diri ini sangat penting dan berpengaruh terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja pekerja. Kedisiplinan para pekerja dalam
mengunakan alat pelindung diri tergolong masih rendah sehingga resiko
terjadinya kecelakaan kerja yang dapat membahayakan pekerja cukup besar.
Pada dasarnya, peraturan dan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja
telah diterapkan oleh perusahaan. Bahkan safety talk dan pelatihan
mengenai keselamatan kerja seringkali diberikan oleh perusahaan untuk
memberikan pengenalan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja bagi
para pekerja. Namun usaha tersebut masih menjadi suatu hal yang
dikesampingkan bagi mereka untuk diterapkan pada saat bekerja.

Berdasarkan data (Jamsostek, 2011), angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2011
mencapai 99.491 kasus. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Pada tahun 2007 sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736
kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus, dan tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus.
Angka kecelakaan kerja di Indonesia tergolong cukup tinggi. Hal ini disebabkan masih
lemahnya kedisiplinan dan kesadaran masyarakat. Penggunaan alat pelindung diri sudah
seharusnya dilakukan, karena terdapat temuan bahaya di perusahaan yang ada di
Indonesia bahwa 60 % tenaga kerja cedera kepala karena tidak menggunakan helm
pengaman, 90 % tenaga kerja cedera wajah karena tidak menggunakan alat pelindung
wajah, 77 % tenaga kerja cedera Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja
sehingga tidak menggunakan alat pelindung diri yang telah disediakan oleh perusahaan
yaitu alat pelindung diri dapat membatasi pergerakan dan penglihatan, atau menambah
beban bawaan pekerja (Mokhtar, 1992). Peraturan yang mengatur penggunaan alat
pelindung diri adalah Permenakertans No. 1 Tahun 1981 pasal 5 ayat 2 menyatakan
“Pekerja harus memakai alat pelindung diri yang diwajibkan untuk mencegah penyakit
akibat kerja” maksud dari dikeluarkannya peraturan tentang alat pelindung diri adalah :
melindungi pekerja dari bahaya - bahaya akibat kerja seperti mesin, pesawat, proses dan
bahan kimia, memelihara meningkatkan derajat keselamatan dan kesehatan kerja
khususnya dalam peng gunaan alat pelindung diri sehingga mampu meningkatkan
produktifitas, dan terciptanya perasaan aman dan terlindung, sehingga mampu
meningkatkan motivasi untuk lebih berprestasi. Pemakaian alat pelindung diri yang
masih kurang diterapkan dengan baik oleh para pekerja disebabkan oleh
beberapa faktor, salah satunya yaitu pengawasan yang kurang ketat oleh pihak
manajemen perusahaan terutama dalam penggunaan alat pelindung diri.
Peraturan yang telah diterapkan oleh perusahaan akan menjadi sia - sia apabila
tidak dipatuhi oleh pekerja, sehingga diperlukan pengawasan secara langsung
oleh pihak manajemen perusahaan. Agar pengawasan berhasil maka manajemen
perusahaan harus melakukan kegiatan - kegiatan pemeriksaan, pengecekan,
inspeksi, dan tindakan yang sejenis dengan itu. Hal tersebut bertujuan untuk
mencegah perilaku tidak disiplin pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri
dan mengurangi terjadinya resiko kecelakaan kerja pada pekerja. .      Pedoman
umum alat pelindung diri
1)    Tangan harus selalu bersih walaupun mengunakan APD.
2)     Lepas atau ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan
kembali yang sudah rusak atau sobek segera setalah anda mengetahui APD
tersebut tidak berfugsi optimal.
3)   Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan pelayanan
dan hindari kontaminasi : lingkungan di luar ruang isolasi, para pasien atau
pekerja lain, dan diri anda sendiri.
4)      Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera bersihkan tangan.
a)    Perkiraan resiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum
melakukan kegiatan perawatan kesehatan.
b)    Pilih APD sesuai dengan perkiraan resiko terjadinya pajanan.
c)   Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk dipakai
(Depertemen Kesehatan, 2009).

b.      Jenis-jenis alat pelindung diri


1) Sarung tangan : melindungi tangan dari bahan yang dapat menularakan penyakit
dan melindungi pasien dari mikroorganisme yan berada ditangan petugas
kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting
untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap
kontak dengan satu pasien dengan pasien lainnya, untuk menghidari kontaminasi
silang.
2)   Masker : harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu,
dan rambut pada wajah (jenggot). Masker digunakan untuk menahan cipratan
yang sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin
serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung
atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan yang tahan
dari cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal
tersebut.
3)   Alat pelindung mata : melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh
lainnya dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata
(goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor.
Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi
hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata.
Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau
pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan
cairan secara tidak sengaja kearah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah,
petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa
serta masker.
4)  Topi : digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit
dan rambut tidak masuk kedalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup
besar untuk menutup semua rambut. Meski pun topi dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi
pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
5)   Gaun pelindung : digunakan untuk menutupi atau mengganti pakai biasa atau
seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui droplet/airbone. Pemakain gaun pelindung terutama
adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi.
Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular tersebut, petugas kesehatan harus menggunakan gaun pelindung setiap
masuk ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan percikan atau
semprotan darah cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus
menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan
area pasien. Setelah gaun dilepas pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak
dengan bagian potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk berpindahnya
organisme.
6)   Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat diturunkan 20-
100 kali dengan memakai gaun pelindung. Perawat yang menggunakan apron
plastik saat merawat pasien bedah abdomen dapat menurunkan transmisi S.
Aureus 30 kali dibandingkan dengan perawat yang memakai baju seragam
dan ganti tiap hari.
7)  Apron : yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air
untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petuagas kesehatan
harus mengunakan apron dibawah gaun penutup ketika melakukan perawatan
langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana
ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini sangat penting bila
gaun pelindung tidak tahan air apron akan mencegah cairan tubuh pasien
mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.
8)  Pelindung kaki : digunakan untuk melindung kaki dari cedera akibat benda tajam
atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak segaja ke atas kaki. Oleh
karena itu, sadal, “sandal jepit” atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain)
tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan
lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas
kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak
diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau
kedap air harus tersedia di kamar bedah, sebuah penelitian menyatakan bahwa
penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena
memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan sering kali digunakan
sampai diruang operasi. Kemudian di lepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi
pencemaran (Summers at al. 1992).

c.    Faktor – Faktor Penting Yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian Alat


Pelindung Diri
1) Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki
ruangan.
2) Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.
3) Lepas dan buang secara hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi.
4) Lepas danbuang secara hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah
disediakan di ruangan ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan.
5) Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihkan
tangan sesuai pedoman.
Tabel 2.1 Pemilihan Alat Pelindung Diri

Pilihan Alat
Jenis Pajanan Contoh
Pelindung Diri
Resiko Redah :
·    Kontak dengan Kulit ·    Injeksi · Sarung tangan
· Tidak terpajan darah ·    Perawatan luka ringan esensial
langsung
Resiko Sedang :
Kemungkinana terpajan ·    Pemeriksaan pelvis ·    Sarung tangan
darah namun tidak ada ·    Insersi IUD ·    Mungkin perlu
cipratan ·    Melepas IUD gaun pelindung atau
·    Pemasangan kateter intra Celemek
vena
· Penanganan spesimen
laboratorium
·    Perawatan luka berat
·    Ceceran darah

Resiko Tinggi :
· Kemungkinan terpajan ·    Tidakan bedah mayor ·   Sarung tangan
darah dan kemungkinan ·    Bedah mulut ·   Celemek
terciprat ·    Persalinan pervagina ·    Kacamata
·    Perdarahan massif pelindung
·    Masker

Sumber : Depertemen Kesehatan, 2009

BAB III
KAJIAN SITUASI RUANG LCB
A. Profil Rumah Sakit Immanuel Bandung
1. Profil Rumah Sakit Immanuel
Rumah Sakit Immanuel adalah rumah sakit swasta yang diselenggarakan
oleh Yayasan Badan Rumah Sakit Gereja Kristen Pasundan. Rumah Sakit
Immanuel sebagai rumah sakit pendidikan swasta yang mempunyai tugas untuk
memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan serta penelitian di bidang
kedokteran, keperawatan dan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna
dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan serta melaksanakan
upaya rujukan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan.
Rumah Sakit Immanuel mempunyai visi, misi, dan tujuan yaitu:
a. Visi Rumah Sakit Immanuel Bandung
“Memberikan pelayanan dan pendidikan kesehatan yang prima dan
inovatif berfokus kepada pasien sebagai perwujudan cinta kasih Allah.”
b. Misi Rumah Sakit Immanuel Bandung
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang prima dan
berbasis keselamatan pasien.
2) Menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan mengembangkan
budaya ilmiah di bidang kesehatan.
3) Mengembangkan layanan tersier, unggul, dan berkembang.
4) Membangun budaya kerja dan karakter SDM yang berlandaskan
nilai-nilai Kristiani agar memberikan pelayanan terbaik, handal dan
beretika dalam menjalankan kompetensinya.
5) Menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dalam upaya
memperkuat peran rumah sakit dalam pelayanan dan pendidikan
kesehatan.
c. Tujuan Rumah Sakit Immanuel Bandung
1) Terwujudnya layanan dan pendidikan kesehatan yang memberikan
kepuasan dan kepercayaan pelanggan.
2) Adanya penelitian dan pengembangan di bidang pelayanan dan
pendidikan kesehatan yang menghasilkan produk inovatif.
3) Terwujudnya sinergitas kerjasama dengan semua pihak dalam
rangka memperkuat peran rumah sakit dalam pelayanan dan
pendidikan kesehatan.
d. Kebijakan Mutu Rumah Sakit Immanuel
“ Rumah sakit Immanuel berupaya memenuhi kepuasan dan
keselamatan pasien dengan senantiasa memperbaiki sistem managemen
mutu, managemen resiko, pendidikan dan penelitian kesehatan yang
berbasis bukti secara konsisten, dan berkesinambungan”.

2. Profil Ruang LCB


Ruang LCB adalah ruang rawat anak, pelayanan yang diberikan yaitu multi
penyakit, di dalamnya terdapat pelayanan dengan penyakit dalam dan bedah.
Ruang ini dikelola oleh seorang kepala ruangan dengan lulusan S.Kep Ners
yang sudah memiliki pengalaman kerja 12 tahun 5 bulan. Ruang LCB
mempunyai kapasitas tempat tidur sebanyak 22 tempat tidur. Ruang LCB
memiliki, 2 kapasitas kelas yaitu kelas 1 dan kelas II. Ruang LCB memiliki 1
fasilitas kamar mandi untuk perawat, 1 nurse station, 1 ruangan untuk kepala
ruangan, 1 ruangan obat dan juga ruang tindakan, setiap ruang rawat pasien
sudah di lengkapi dengan 1 kamar mandi dan masing – masing memiliki
lemari pasien di setiap samping bed pasien. Seluruh kamar pasien di lengkapi
dengan Ac dan terdapat lemari besar di setiap kamar pasien dan terdapat
tempat sampah infeksius di masing – masing kamar mandi
Ruangan LCB memiliki jumlah tenaga kerja secara keseluruhan yaitu 18
orang perawat dan 1 orang inventaris. Berdasarkan tingkat pendidikan, dari
19 orang perawat terdapat 12 lulusan S.Kep Ners (termasuk Kepala
Ruangan), dan 7 orang lulusan D3 Keperawatan, 1 orang inventaris
berpendidikan SLTA. Pembagian shift dibagi menjadi 3 shift yaitu shift pagi,
shift sore, shift malam yang telah diatur pembagiannnya oleh kepala ruangan
secara efektif.

B. Hasil Kajian Situasi Ruangan LCB


1. Sumber Daya Manusia (M1-Man)
a. Distribusi Perawat
Tabel 3.1.
Distribusi perawat berdasarkan pendidikan terakhir, lama bekerja
di Ruang LCB
No Nama Perawat Pendidikan Lama Kerja Pelatihan yang
pernah di ikuti
1. Nancy Marundu Manalu, S1 + Ners 12 Tahun 5
S. Kep., Ns Bulan
2. Rumiyatti, AMK D3 13 Tahun 2
Bulan
3. Riyani Kusumah, AMK D3 12 Tahun 8
Bulan
4. Winega Diagustin, S. S1 + Ners 11 Tahun 1
Kep., Ns Bulan
5. Dewi Fitriani Silalahi, S. S1 + Ners 8 Tahun 9
Kep., Ns Bulan
6. Cecilia Susanti D3 10 Tahun 1
Kusumasari, AMK Bulan
7. Yurika Sukma Pratiwi, S1 + Ners 6 Tahun 6
S. Kep., Ns Bulan
8. Luluk Haryaty, AMK D3 6 Tahun 6
Bulan
9. Damayanti Sibarani, S. SI + Ners 1 Tahun 8
Kep., Ns Bulan
10. Aay Andriani K, AMK D3 28 Tahun 5
Bulan
11. Loren Tina Siagian, D3 14 Tahun 3
AMK Bulan
12. Nofika Purbawati, AMK D3 16 Tahun 8
Bulan
13. Yusma Dewi Sartika, S. S1 + Ners 7 Tahun 7
Kep., Ns Bulan
14. Rina Sulastri, S. Kep., S1 + Ners 4 Tahun 5
Ns Bulan
15. Venty Natalia S1+ Ners 4 Tahun 4
Werinussa, S. Kep., Ns Bulan
16. Rosalina T. Engkang, S. S1 + Ners 1 Tahun 8
Kep., Ns Bulan
17. Clarisa Ellenadia S1 + Ners 1 Tahun 8
Lymina S., S. Kep., Ns Bulan
18 Pinkan Karina Rachel, S1 + Ners 8 Bulan
S., Ns
19. Mery Kristiani Seo., S. S1 + Ners 9 Bulan
Kep., Ns
(Sumber : Data Kepegawaian Ruang LCB, 2020)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah tenaga keperawatan
yang ada berjumlah 19 orang perawat, dengan pembagian 1 pengatur
ruangan, 7 orang penanggung jawab shift, dan 11 orang perawat
pelaksana. Perawat yang bekerja paling lama adalah 28 tahun 5 bulan
masa kerja, dan masa kerja yang baru adalah kurang dari 1 tahun.

b. Distribusi tenaga penunjang


Tabel 3.2.
Distribusi tenaga penunjang pelayanan keperawatan
No Nama Petugas Tugas Lama kerja
1 Lilis Winangsih Inventaris 36 tahun
(Sumber : Data Kepegawaian Ruang LCB, 2020)
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa tenaga inventaris Ruang
LCB berjumlah 1 orang dengan lama kerja 36 tahun.
c. Kualifikasi pendidikan perawat
Tabel 3.3.
Kualifikasi pendidikan perawat di Ruang LCB

No Jenis Pendidikan Jumlah Persentase (%)


1. Sarjana Keperawatan + Ners 12 63%
2. DIII Keperawatan 7 37%
3. SPK - 0%
Total 19 100 %
(Sumber : Data Kepegawaian Ruang LCB, 2020)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa mayoritas tingkat
pendidikan perawat adalah S1 + Ners yang berjumlah 12 orang (63%) dari
keseluruhan tenaga perawat di ruang LCB dan yang lainnya adalah dengan
tingkat pendidikan D3 Keperawatan yaitu 7 Orang (37%).
d. Perhitungan jumlah Perawat
a. Perhitungan Jumlah Perawat

1) Perhitunngan Tenaga Perawat

Tenaga Perawat (TP) = AXBXC = F = H


(C-D) X E G
Keterangan:
A = rata-rata jumlah perawatan/pasien/hari
B = rata-rata jumlah pasien/hari (BOR x jumlah tempat tidur)
C = jumlah hari/tahun
D = jumlah hari libur masing-masing perawat
E = jumlah jam kerja masing-masing perawat
F = jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
G = jumlah jam kerja efektif per tahun
H = jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut
a) Jumlah tempat tidur 22 buah

b) Rata-rata BOR 74%

c) Jam kerja/hari : 7 jam/hari

d) Waktu perawatan/pasien/hari : 3,4 jam(jam rata-rata


kebutuhan perawatan pasien dalam 24 jam bagi pasien
campuran bedah dan interna menurut Departemen
Kesehatan Filipina)

e) Jumlah hari libur : cuti 12 + hari minggu 52 + hari besar


nasional 12 = 76 hari

Jumlah tenaga perawat menurut Gillies:


Kebutuhan jam perawatan
a. Waktu perawat langsung
Partial care 3 jam × 20 = 60 jam
b. Waktu perawatan tidak langsung
38 × 20 pasien = 760 = 12,6 (13 jam)
60 menit

c. Waktu penyuluhan kesehatan


15 menit × 20 pasien = 300 = 5 jam
60 menit
Jadi waktu perawatan :
60 + 13 + 5 = 78 = 3,9 jam
20 pasien
Sensus harian : BOR × TT
= 74% × 22 = 16,28

Tenaga perawat (TP)


3,9 × 20 × 365 = 28,470 = 14,07 = 14perawat
(365-76) × 7 2023
Rata-rata waktu perawat langsung adalah 60 jam. Waktu perawat tidak
langsung adalah 13 jam. Waktu penyuluhan kesehatan 5 jam.
Jadi waktu perawatan dalam 1 hari bekerja selama 3,9 jam. Tenaga
perawat yang di butuhkan 14 perawat dalam satu hari.

e. Distribusi Penyakit terbanyak Ruang LCB 4 bulan terakhir (November,


Desember, Januari, Februari)
Tabel 3.5
Distribusi penyakit terbanyak bulan November, Desember 2019 dan Januari,
Februari 2020 Ruang LCB RS Immanuel Bandung

(November 2019)
No Nama Penyakit Jumlah Presentase
1. GED 41 40,1%
2. BP 19 18,6%
3. Febris 16 15,6%
4. ISPA 14 13,7%
5. Typoid 12 11,7%
Total 102 100%

(Desember 2019)
No Nama Penyakit Jumlah Presentase
1. GED 36 28,1%
2. BP 30 23,4%
3. Obs Febris 23 17,9%
4. Typoid Fever 21 16,4%
5. ISPA 18 14%
Total 128 100%

(Januari 2020)
No Nama Penyakit Jumlah Presentase
1. DHF 27 25,2%
2. BP 22 20.5%
3. Diare Akut 21 19,6%
4. Typoid 20 18,6%
5. Febris 17 15,8%
Total 107 100%
(Februari 2020)
No Nama Penyakit Jumlah Presentase
1. BP 34 31,4%
2. DHF 27 25%
3. Ispa 18 16,6%
4. Typoid 15 13,8%
5. GED 14 12,9%
Total 108 100%
Sumber: Laporan Harian Pasien Rawat Inap November, Desember (2019) dan
Januari, Februari (2020).
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa dari 5 penyakit tertinggi di Ruang
LCB, penyakit GED merupakan penyakit yang menempati urutan pertama
dengan jumlah 40.1% dan Typoid merupakan penyakit yang urutan terakhir
dari 5 penyakit dengan jumlah 11,7%. Dan pada bulan Desember penyakit GED
masih menjadi penyakit tertinggi pertama dengan persentasi 28,1%, sementara
pada januari penyakit tertinggi pertama yaitu DHF dengan persentasi 25,2%,
dan Pada bulan Februari penyakit tertinggi pertama yaitu BP dengan persentasi
31,4%.

2. Sarana dan prasarana (M2-Material)


a. Lokasi dan denah
1) Sebelah utara berbatasan dengan jalan menuju Kamar mayat
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Ruang Hana
3) Sebelah barat berbatasan dengan ruang Magdalena
4) Sebelah timur berbatasan dengan Kamar Mayat
b. Fasilitas Di Kamar pasien
Tabel 3.5
Fasilitas di Kamar Pasien
Kondisi
No Nama Barang Jumlah
Baik Rusak
1 Tempat Tidur 22 Baik -
2 Lemari samping bed 22 Baik -
4 Kamar Mandi/WC 9 Baik -
5 Wastafel 9 Baik -
6 Bel 22 Baik -
8 Tempat Sampah Pasien 9 Baik -
9. Tempat sampah Infeksius 9 Baik
11. Lemari Besar 9 Baik -
12. Ac 9 Baik
(Sumber : Data Inventaris Ruang LCB, 2020)

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa fasilitas yang terdapat di


Ruang LCB cukup lengkap, dan hampir semuanya dalam keadaan
baik.

c. Inventaris Peralatan dan fasilitas


Tabel 3.6
Fasilitas dan Alat Kesehatan
Ruang LCB RS Immanuel Bandung

No Nama Barang Ideal Jumlah Keterangan


1.
Troli emergency 1 1 Terkunci
2. Brancar 1 1 Ajukan pengadaan
4 Termometer digital 2 2 Bagus
5 Urinal untuk perempuan 3 10 Bagus
6 Ambu Bag 2 1 Bagus
8 Baskom kamar mandi 2 13 Bagus
9 Buli – buli panas 1 1 Bagus
10 EKG - - Tidak ada
11 Bengkok 3 4 Bagus
12 Tempat sampah Infeksius 3 11 Bagus
14 Tempat sampah Non medis 5 15 Bagus
15 Stetoskop 2 4 Bagus
16 Termometer air raksa 1 1 Bagus
17 Tabung O2, Regulator 1 11 Bagus
18 Bak Instrumen 2 1 Ajukan pengadaan
19 Oksimetri 2 1 Ajukan pengadaan
20 Set GV 1 2 Bagus
21 Timbangan 1 3 Bagus
22 Kursi roda 2 1 Ajukan pengadaan
23 Meja instrument besar 2 1 Ajuka pengadaan
24 Standar infuse 10 15 Bagus
25 Kom kecil 2 - Ajukan pengadaan
26 Pinset sirugis 2 2 Bagus
27 Pinset anatomis 2 2 Bagus
28 Klem 2 3 Bagus
29 Gunting perban 2 1 Ajukan Pengadaan
30 Refleks Hamer 2 2 Bagus
31 Suction Pump 2 2 Bagus
32 Tornquet 2 4 Bagus
33 Gerusan Obat 2 1 Ajukan Pengadaan
34 Infuse Pump Milik rumah sakit
35 Syrine Pump 3 - Ajukan pengadaan
36 Suhu Ruangan 2 Bagus
37 Suhu Kulkas 1 1 Bagus
38 Nebulizer 3 4 Bagus
39 Pen light 2 1 Bagus
41 Baki Tindakan 3 9 Bagus
42 Toung spatel 1 Dos Bagus
43 Tensi meter 1 Ajukan Pengadaaan
Sumber: Data Ruang LCB, 2020
Berdasarkan tabel 3.6 diatas, menunjukkan fasilitas yang paling banyak
tersedia di ruang LCB yaitu standar infuse dan tempat sampah non infeksius
masih layak pakai. Pada beberapa fasilitas, membutuhkan pengadaan dan
tambahan fasilitas seperti meja tindakan perawat dalam melakukan
pelayanan asuhan keperawatan dimana di Ruang LCB menggunakan metode
gabungan tim dan modular yang terdiri atas 2 tim sehingga dibutuhkan
tambahan meja tindakan untuk mendukung perawat dalam pelaksanaa
asuhan keperawatan kepada pasien khususnya di Ruang LCB
Tabel 3.7
DAFTAR OBAT EMERGENCY RUANG LCB
NO. Nama Obat/Alat Jumlah Satuan Standar Kelengkapan
Laci 1
1. Adrenalin Inj 3
2. Atrofin Sulfat Inj 2
3. Stesolid Rectal 5 Mg 1
4. Stesolid Rectal 10 Mg 1
5. Valisanbe Inj 2
6. Spuit 1 cc 2
7. Spuit 3 cc 2
8. Spuit 5 cc 2
9. Spuit 10 cc 2
10. Mayo No. 0 1
11. Mayo No. 1 1
12. Mayo No. 2 1
13. Pastik 10
14. Band Aid 5
15. Plester/ Micropore 1
16. Torniquet 1
17. Gunting Verban 1
Laci 2
18. NaCl 0.9% 100 ml 1
19. NaCl 0.9% 500 ml 1
20. Infusion set 1
21. Infusion set Pediatrik 1
22. ETT tanpa Cuff No. 2.5 1
23. ETT tanpa Cuff No. 3 1
24. ETT tanpa Cuff No. 3.5 1
25. ETT tanpa Cuff No. 4 1
26. ETT tanpa Cuff No. 4.5 1
27. ETT tanpa Cuff No. 5 1
28. ETT tanpa Cuff No. 5.5 1
29. ETT + Cuff No. 5 1
30. ETT + Cuff No. 5.5 1
31. S.T Steril No. 61/2 1
32. S.T Streril No. 7 1
33. S.T Steril No. 71/2 1
34. S.T Steril No. 8 1
Laci 3
35. Ambu Bag Anak 1
36. Laringoskope Anak 1
37. Senter/Penlight 1
Sumber: Daftar Obat emergency Ruan1g LCB, Maret 2020
1) Fasilitas untuk petugas kesehatan
Fasilitas yang dapat digunakan oleh petugas kesehatan di Ruang LCB terdiri atas
ruangan kepala ruangan, 1 kamar mandi perawat, 1 nursing station berada di
depan pintu masuk ruangan (depan tangga dan Lift), beserta dengan 1 ruang
ganti perawat, satu ruang gizi, 1 ruang tindakan dan oabat dan 1 ruang alat tenun.
2) Fasilitas atau Kapasitas tempat tidur yang ada di ruang LCB
Tabel 3.8
Jumlah Tempat Tidur di Ruang LCB

No. Ruang Kamar Jumlah Tempat


Tidur
1 LCB Kelas I 6
Kelas II 15
Ruang Isolasi 1

Total tempat tidur 22


Sumber : Data Ruang LCB RS Immanuel Bandung

3) Standar Operasional Prosedur


Hasil observasi dan dengan menggunakan kuesiner pada tanggal 09 Maret
2020, ditemukan perawat jarang melakukan edukasi tentang cuci tangan
pada keluarga pasien. Setelah dilakukan wawancara dengan kepala
ruangan, dikatakan bahwa ruang LCB sudah menerapkan discharge
planning pada pasien yang dirawat.
4) Rekam Medik
Hasil observasi tanggal 09 Maret 2020 ditemukan bahwa dalam
pelaksanaan pendokumentasian khususnya dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan intervensi Keperawatan dan dokumentasi catatan terintegrasi
pelayanan kesehatan tidak ada.

3. Metode Asuhan Keperawatan (M3- Method)


a. Penerapan metode Tim
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Ruangan dan perawat
ruangan pada tanggal 09 Maret 2020, metode penugasan keperawatan di
Ruangan LCB saat ini menggunakan metode gabungan tim dan modular.
Tim keperawatan terdiri dari perawat profesional (registered nurses),
perawat praktis yang mendapat ijin, dan sering pembantu perawat. Tim
keperawatan dapat disusun dan terdiri dari perawat sarjana sebagai ketua
tim dan perawat diploma sebagai perawat pelaksana. Tim bertanggung
jawab dalam memberikan asuhan keperawatan kepada sejumlah pasien
selama 8 atau 12 jam.
Metode ini lebih menekankan segi manusiawi pasien dan para perawat
anggota dimotivasi untuk belajar. Hal pokok yang harus ada pada metode
tim keperawatan adalah konferensi tim yang dipimpin ketua tim, rencana
keperawatan dan keterampilan kepemimpinan.
b. Penerimaan pasien baru
Penerimaan pasien baru di ruang LCB selalu dilakukan dan sudah
tersedia SOP penerimaan pasien baru. Hanya saja pada pelaksanaannya
belum terlalu optimal. Seperti dalam melakukan edukasi kepada keluarga
pasien dalam melakukan cuci tangan dan pencagahan resiko jatuh
4. Keuangan (M4-Money)
Rumah sakit Immanuel menerima pasien dari BPJS, umum,
perusahaan dan asuransi.Segala tindakan keperawatan maupun medis
selalu didokumentasikan pada status dan dalam komputer.
5. Pemasaran (M5-Mutu)
Rumah sakit Immanuel merupakan rumah sakit tipe B sebagai Rumah
Sakit Pendidikan dengan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai dan
menunjang. Pelanggan yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan di RS
Immanuel sebagian besar berasal dari Bandung.
a. Perhitungan BOR
Jumlah BOR bulanFebuari 74%. Perhitungan BOR bulanan yang
dilakukan tanggal 09 Maret 2020 adalah sebagai berikut:

BOR = 474 x 100%


22 x 29

BOR = 474 x100%


630

BOR = 74%

Jadi BOR Bulanan untuk bulan Februari 2020 adalah 74%


C. Hasil Kajian Analisis Internal Dan Eksternal
1. Kekuatan (Strength)
1) Terdapat tenaga kesehatan Sarjana Keperawatan + Ners sebanyak 12
orang, Diploma Keperawatan 7 orang, inventaris 1 orang dan Cleaning
service 2 orang.
2) Memiliki tenaga perawat yang berpengalaman, dengan masa kerja 1-28
tahun 5 bulan.
3) Pendanaan ruang LCB rawat inap anak dikelola oleh RS sendiri.
4) Mempunyai standar asuhan keperawatan.
5) Mempunyai protap setiap tindakan.
6) Diadakannya sharing, laporan, evaluasi serta motivasi setiap memulai shift
dan pergantian dinas atau overan.
7) Memiliki SPO terkait 6 sasaran keselamatan pasien dalam peningkatan
mutu pelayanan.
8) Adanya komite pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di RS.
9) Adanya ruang tunggu penunggu pasien yang memadai.
10) Mempunyai sarana dan prasarana untuk pasien dan tenaga kesehatan,
antara lain:
a) Terdapat ruang pendidikan untuk mahasiswa.
b) Tersedia nurse station
c) Terdapat satu ruangan khusus untuk kepala ruangan
d) Tersedianya tempat duduk di depan ruang LCB untuk ruang
tunggu keluarga pasien
e) Memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 22
f) Terdapat tempat sampah yang sudah terpisah baik infeksius, non
infeksius, dan safety box untuk membuang sampah spuit dan
ampul.
g) Terdapat 9 kamar mandi untuk pasien dan keluarga serta 1 kamar
mandi untuk perawat,
h) Terdapat poster untuk langkah-langkah cuci tangan dibeberapa
tembok yang dilengkapi dengan hand scrub dan terdapat pada
pintu masuk kamar pasien
i) Terdapat administrasi penunjang (misal: SPO, SAK dan lainnya)
j) Adanya APAR di Ruang LCB
k) Terdapatnya ventilasi udara di kamar pasien dan ruang perawat
l) Pemasangan gelang nama dan tanda resiko jatuh sebagai identitas
pasien yang memudahkan tindakan keperawatan dan keamanan
pasien untuk mencegah resiko jatuh pada pasien
m) Lingkungan yang nyaman karena terdapat wallpaper yang cocok
untuk anak-anak disekitar kamar pasien atau lebih tepatnya pada
jalur pintu masuk/keluarnya pengunjung
n) Lingkungan bersih ners station terlihat tidak ada sampah yang
dibuang sembarangan
o) Terdapat dapur yang dekat dengan ruangan LCB
p) Terdapat tempat bermain anak
q) Terdapat ruangan obat + ruang tindakan keperawatan untuk pasien
r) Terdapat tempat sampah infeksius di masing – masing kamr mandi
pasien.

2. Kelemahan (Weakness)
1) Jumlah perawat setiap harinya masih belum sebanding
dengan jumlah pasien
2) Kurangnya motivasi perawat dalam memberikan edukasi
kepada keluarga pasien akibat waktu perawat yang sedikit
tidak sebanding dengan jumlah pasien.
3) Kurangnya alat-alat kesehatan yang menunjang pelayanan
seperti tensi,oksimetri, termometer tidak sebanding dengan
banyaknya psien yang ada.
4) Sistem pendokumentasian masih dilakukan secara manual
(komputerisasi hanya untuk administarsi dan dokumentasi
hasil-hasil laboratorium, SAK dan SPO rumah sakit).
5) Kurang patunya perawat dalam melakukan 5 momen (hand
higiene).
6) Belum optimalnya orientasi penerimaan pasien baru
7) Masih ada perawat yang memiliki pengalaman kerja
kurang dari 1 tahun sebanyak 2 orang
8) Ruangan LCB berjauhan dengan pusat pelayanan prosedur
diagnostik seperti laboratorium, rontgen, farmasi dan sarana
dan prasarana.
9) Ruang LCB tidak memiliki aerocom (Sistem transfortasi
untuk pengirim).

3. Opportunity (Peluang)
1) Adanya organisasi PPNI komisariat RS yang menaungi
program Profesi Keperawatan.
2) Adanya kerjasama dengan bidang pendidikan yang dapat
meningkatkan mutu pelayanan.
3) Menjadi ruangan yang dipakai untuk sarana pendidikan baik
perawat maupun kedokteran.
4) Keluarga mendampingi pasien selama dirawat di ruangan.
5) Sering di adakan pelatihan bagi staf keperawatan seperti:
Patient Safety, bantuan hidup dasar, dan lain-lain.
6) Banyaknya pasien asuransi dan BPJS mandiri yang lebih
memilih perawatan dengan kapasitas kelas I maupun kelas II
7) Ruangan LCB merupakan ruangan yang bersih, jauh dari
keramaian sehingga dapat embuat anak lebih merasa nyaman
dan terhindar dari keributan sehingga dapat beristirahat dengan
nyaman.

4. Threat (Ancaman)
1) Adanya tuntutan dari keluarga untuk mendapatkan pelayanan
yang professional dan berkualitas
2) Adanya undang-undang perlindungan konsumen.
3) Adanya ruangan abednego yang merupakan ruangan anak juga.
4) Ruang LCB terlalu jauh dari akses pelayanan rumah sakit di
bandingkan dengan abednego
5) Kurangnya informasi tentang keberadaan ruang LCB di
bandingkan dengan abednego
6) Kebanyakan pasien memilih untuk memasuki ruang perawatan
kelas III di bandingkan kelas I dan II untuk mengurangi biaya
perawatan.

D. Matriks IFE dan EFE


Setelah dilakukan pengelompokan hasil kajian situasi selama tiga hari maka
dilakukan pembobotan (skoring) terhadap aspek-aspek kajian yaitu aspek
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman sehingga didapatkan nilai skor item-
item dari aspek tersebut sebagai berikut:

NO. FAKTOR BOBOT RATING SKOR


Kekuatan (Strengths)
1. Terdapat tenaga kesehatan Sarjana
Keperawatan + Ners sebanyak 12 0.04 5 0.2
orang, Diploma Keperawatan 7
orang, inventaris 1 orang dan
Cleaning service 2 orang.
2. Memiliki tenaga perawat yang 0.03
berpengalaman, dengan masa kerja 4 0.12
1-28 tahun 5 bulan.
3. Pendanaan ruang LCB rawat inap
anak dikelola oleh RS sendiri. 0.04 3 0.12
4. Mempunyai standar asuhan 0.02
keperawatan. 4 0.08
5. Mempunyai protap setiap tindakan. 0.03 4 0.12
6. Diadakannya sharing, laporan, 0.04 0.12
evaluasi serta motivasi setiap 3
memulai shift dan pergantian dinas
atau overan.
7. Memiliki SPO terkait 6 sasaran 0.03 4 0.12
keselamatan pasien dalam
peningkatan mutu pelayanan.
8. Adanya komite pencegahan dan 0.04 3 0.12
pengendalian infeksi (PPI) di RS.
9. Adanya ruang tunggu penunggu 0.02 2 0.04
pasien yang memadai.
10. Terdapat ruang pendidikan untuk 0.02 3 0.06
mahasiswa.
11. Tersedia nurse station. 0.02 3 0.06
12. Tersedia ruangan untuk kepala 0.03 3 0.09
ruangan.
13. Tersedianya tempat duduk di depan 0.04 2 0.08
ruang LCB untuk ruang tunggu
keluarga pasien.
14. Memiliki kapasitas tempat tidur 0.02 3 0.06
sebanyak 22.
15. Terdapat tempat sampah yang 0.03 3 0.09
sudah terpisah baik infeksius, non
infeksius, dan safety box untuk
membuang sampah spuit
16. Terdapat 9 kamar mandi untuk 0.02 2 0.04
pasien dan keluarga serta 1 kamar
mandi untuk perawat,
17. Terdapat poster untuk langkah- 0.02 3 0.06
langkah cuci tangan dibeberapa
tembok yang dilengkapi dengan
hand scrub dan terdapat pada pintu
masuk kamar pasien.
18 Terdapat administrasi penunjang 0.04 3 0.12
(misal:SPO, SAK dan lainnya).
19. Terdapatnya ventilasi udara di 0.03 2 0,06
kamar pasien maupun di ruang
perawat.
20. Lingkungan yang nyaman karena 0.03 2 0.06
terdapat wallpaper yang cocok
untuk anak-anak disekitar kamar
pasien atau lebih tepatnya pada
jalur pintu masuk/keluarnya
pengunjung.
21. Lingkungan bersih ners station 0.02 2 0.04
terlihat tidak ada sampah yang
dibuang sembarangan.
22. Terdapat dapur yang dekat dengan 0.03 2 0.06
ruangan LCB .
23. Terdapat tempat bermain anak. 0.02 2 0.04
24. Terdapat ruangan obat + ruang 0.03 2 0.06
tindakan keperawatan untuk pasien.
25. Terdapat tempat sampah infeksius 0.03 2 0.06
di masing – masing kamar mandi
pasien.
26. Adanya APAR di ruang LCB 0.02 3 0.06
27. Pemasangan gelang nama dan 0.03 4 0.12
tanda resiko jatuh sebagai identitas
pasien yang memudahkan tindakan
keperawatan dankeamanan pasien
untuk mencegah resiko jatuh pada
pasien
Kelemahan (Weaknes)
1. Jumlah perawat masih belum 0.04 2 0.08
sebanding dengan jumlah pasien.
2. Kurangnya motivasi perawat dalam 0.02 2 0.04
memberikan edukasi kepada
keluarga pasien akibat waktu
perawat yang sedikit tidak
sebanding dengan jumlah pasien.
3. Kurangnya alat-alat kesehatan yang 0.02 2 0.04
menunjang pelayanan seperti
tensi,oksimetri, termometer.
4. Sistem pendokumentasian masih 0.03 2 0.06
dilakukan secara manual
(komputerisasi hanya untuk
administarsi dan dokumentasi hasil-
hasil laboratorium, SAK dan SPO
rumah sakit).
5. Kurang patunya perawat dalam 0.02 2 0.04
melakukan hand hygiene.
6. Belum optimalnya orientasi 0.03 2 0.06
penerimaan pasien baru.
7. Masih ada perawat yang memiliki 0.02 3 0.06
pengalaman kerja kurang dari 1
tahun sebanyak 2 orang.
8. Ruangan LCB berjauhan dengan 0.03 3 0.09
pusat pelayanan prosedur
diagnostik seperti laboratorium,
rontgen, farmasi dan sarana dan
prasarana.
9. Ruang LCB tidak memiliki 0.02 2 0.04
aerocom (Sistem transfortasi untuk
pengirim).
Jumlah 1 2,59

Keterangan :
Rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang memiliki nilai 1
= sangat lemah, 2 = tidak begitu lemah, 3 = cukup kuat, 4 = sangat kuat. Jadi,
rating mengacu pada kondisi rumah sakit, sedangkan bobot mengacu rumah sakit
berada.
1) Kalikan antara bobot dan rating dari masing-masing faktor untuk menentukan
nilai skornya
Jumlah semua skor untuk mendapatkan skot total bagi rumah sakit yang
dinilai. Nilai rata rata adalah 2,5. Jika nilainya dibawah 2,5 menandakan
bahwa secara internal, rumah sakit adalah lemah, sedangkan nilai yang berada
diatas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Seperti halnya pada matriks
EFE, matriks IFE terdiri dari cukup banyak faktor. Jumlah faktor-faktornya
tidak berdampak pada jumlah bobot karena selalu berjumlah 1,0.

No. Faktor Bobot Rating Skor


Peluang (Opportunity)
1. Adanya organisasi PPNI komisariat RS yang 3 0.9
menaungi program Profesi Keperawatan. 0.3
2. Adanya kerjasama dengan bidang pendidikan 0.2 3 0.6
yang dapat meningkatkan mutu pelayanan.
3. Menjadi ruangan yang dipakai untuk sarana 0.1 3 0.3
pendidikan baik perawat maupun kedokteran.
4. Keluarga mendampingi pasien selama dirawat 0.1 2 0.2
di ruangan.
5. Sering di adakan pelatihan bagi staf 0.03 3 0.09
keperawatan seperti: Patient Safety, bantuan
hidup dasar, dan lain-lain.
6. Banyaknya pasien asuransi dan BPJS mandiri 0.02 2 0.04
yang lebih memilih perawatan dengan
kapasitas kelas I maupun kelas II
7. Ruangan LCB merupakan ruangan yang 0.02 2 0.04
bersih, jauh dari keramaian sehingga dapat
embuat anak lebih merasa nyaman dan
terhindar dari keributan sehingga dapat
beristirahat dengan nyaman.

Ancaman (Thread)
1. Adanya tuntutan dari keluarga untuk 0.02 2
mendapatkan pelayanan yang professional dan 0,04
berkualitas.
2. Adanya undang-undang perlindungan 0.05 2 0,1
konsumen.
3. Adanya ruangan abednego yang merupakan 0.04 2 0.08
ruangan anak juga.
4. Ruang LCB terlalu jauh dari akses pelayanan 0.03 2 0.06
rumah sakit di bandingkan dengan abednego
5. Kurangnya informasi tentang keberadaan 0.04 2 0.08
ruang LCB di bandingkan dengan abednego
6. Kebanyakan pasien memilih untuk memasuki 0.05 2 0.1
ruang perawatan kelas III di bandingkan kelas
I dan II untuk mengurangi biaya perawatan.
1 2,63
TOTAL
Keterangan:
Rating setiap critical succes factors antara 1 sampai 4, dimana 1 = dibawah rata-
rata, 2 = rata-rata, 3 = diatas rata-rata, 4 = sangat bagus. Rating ditentukan
berdasarkan efektifitas strategi rumah sakit. Dengan demikian, nilainya
didasarkan pada kondisi rumah sakit.
a. Kalikan nilai bobot dengan nilai ratingnya untuk mendapatkan skor critical
succes factors
b. Jumlah semua skor untuk mendapatkan skor total bagi rumah sakit yang
dinilai. Skor 4,0 mengindikasikan bahwa rumah sakit merespon dengan cara
yang luar biasa terhadap peluang-peluang yang ada dan menghindari
ancaman-ancaman. Sementara itu, skor total sebesar 1,0 menunjukkan bahwa
rumah sakit tidak memanfaatkan peluang-peluang yang ada atau tidak
menghindari ancaman-ancaman eksternal.

E. Identifikasi Masalah
1. Belum optimalnya perawat dalam melakukan handover
2. Kurangnya perawat yang menerapkan 5 moment
3. Kurang efektifnya perawat dalam menggunakan APD (handscoon)
F. Scoring Perumusan Masalah
No MASALAH Mg Sv Mn Nc Af SKOR KET
1 Belum 5 5 3 3 4 20 I
optimalnya
perawat dalam
melakukan
handover

2 Kurangnya 5 4 3 3 4 19 II
perawat yang
menerapkan 5
moment

3 Kurang 4 3 3 3 4 17 III
efektifnya
perawat dalam
menggunakan
APD
(handscoon)

G. Prioritas Masalah
1. Belum optimalnya perawat dalam melakukan handover
2. Kurangnya perawat yang menerapkan 5 moment
3. Kurang efektifnya perawat dalam menggunakan APD (handscoon)
Proses untuk memprioritaskan masalah dengan metode pembobotan yang
memperhatikan aspek:
Magnitude (Mg) : Kecendrungan besar dan seringnya masalah terjadi
Severy (Sv) : Besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh
masalah
Managebility (Mn) : Berfokus pada perawatan sehingga dapat di atur
Nursing Consent (Ne): Melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat
Affability (Af) : Ketersedian sumberdaya

Rentang Nilai:
Sangat tidak penting : 1
Tidak Penting :2
Cukup Penting :3
Penting :4
Sangat Penting :5

Anda mungkin juga menyukai