Makalah Sertifikasi Halal.

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEOROTIS KONSUMEN,UNDANG – UNDANG TENTANG


PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN BEBERAPA KENDALA YANG
DIHADAPI MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DALAM
MEWUJUDKAN TRANSPARANSI DAN SOSIALISASI PRODUK
TERHADAP KONSUMEN.
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MANAJEMEN SERTIFIKASI
HALAL

DOSEN PENGAMPU : ERMI SURYANI HARAHAP,S.H.I,MA.Hk.

Disusun oleh :

Devi Andriani (1819.01.032)

Fitri Handayani (1819.02.057)

Hilal Fadilah Kautsar (1819.02.002)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SAHID BOGOR
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillah segala puji dan syukur tidak lupa kami ucapkan kepada
Allah SWT yang masih memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kami,
sehingga dengan kesehatan dan kesempatan ini kami masih sempat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat beserta salam kami sampaikan
kepada Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW.Alhamdulilah berkat rahmat
dan karunia nya saya dapat meyelesaikan makalah yang berjudul “ TEOROTIS
KONSUMEN,UNDANG – UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN
BEBERAPA KENDALA YANG DIHADAPI MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DALAM
MEWUJUDKAN TRANSPARANSI DAN SOSIALISASI PRODUK TERHADAP KONSUMEN. ’’
Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih kurang dari sempurna
dan masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh sebab itu dengan penuh rendah
hati kami mohon agar Dosen Mata Kuliah ini berkenan memberikan kritik dan
saran yang membangun guna sempurnanya tugas ini .Dengan segala kekurangan
dan keterbatasan, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna terutama
bagi para mahasiswa. Aamiin
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bogor, 11 Maret 2020


Penyusun

Devi Andriani

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BABI................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
A.Latar Belakang .................................................................................................. 1
B.Rumusan Masalah......................................................................................................2
C.Tujuan.........................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................3

A.Pengertian Konsumen...............................................................................................3
B.HakdanKewajibanKonsumen.............................................................................4

C.HukumPerlindunganKonsumen.........................................................................6

D. Hambatan dan Tantangandalam Mensosialisasikan produk baru pada


konsumen.............................................................................................................12
BAB III ......................................................................................................................... 14
PENUTUP...........................................................................................................14

A.Kesimpulan............................................................................................................... 14
B.Saran…....................................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan.


Permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan
perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan,
masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan
konsumen perlu diperhatikan.

Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara
seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak
bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang
dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun
penawaran barang secara langsung.

Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan,


konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak
bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa
yang dikonsumsinya.

Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang kian


hari kian meningkat telah memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada
konsumen karena ada beragam variasi produk barang dan jasa yang bias
dikonsumsi. Perkembangan globalisasi dan perdagangan besar didukung oleh
teknologi informasi dan telekomunikasi yang memberikan ruang gerak yang
sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga barang/jasa yang
dipasarkan bisa dengan mudah dikonsumsi.

Permasalahan yang dihadapi konsumen tidak hanya sekedar bagaimana


memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yang menyangkut pada
kesadaran semua pihak, baik pengusaha, pemerintah maupun konsumen itu
sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pengusaha menyadari bahwa

1
mereka harus menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang
berkualitas, aman untuk digunakan atau dikonsumsi, mengikuti standar yang
berlaku, dengan harga yang sesuai. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan
undang-undang serta peraturan-peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan
berpindahnya barang dan jasa dari pengusaha ke konsumen. Pemerintah juga
bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan serta undang-undang tersebut
dengan baik.

Tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan


konsumen yang direncanakan adalah untuk meningakatkan martabat dan
kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam
menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab. Yang
perlu disadari oleh konsumen adalah mereka mempunyai hak yang  dilindungi
oleh undang-undang perlindungan konsumen sehingga dapat melakukan sasial
kontrol terhadap perbuatan dan perilaku pengusaha dan pemerintah. Dengan
lahirnya undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
diharapkan upaya perlindungan konsumen di indonesia dapat lebih diperhatikan.

Pada penulisan makalah ini kita akan membahas mengenai bagaimana


perlindungan terhadap konsumen serta apa saja hak dan kewajiban konsumen.
Dalam makalah ini kami  juga akan menjelaskan tentang prinsip ,asas-asas dan
tujuan perlindungan konsumen yang mungkin akan berguna bagi pembaca
khususnya mahasiswa/I dimasa yang akan datang.

B. Rumusan Masalah
1.      Apa hak dan kewajiban dari konsumen?
2.      Bagaimana hukum perlindungan konsumen?

C. Tujuan
1.      Dapat mengetahui hak dan kewajiban dari konsumen.
2.      Dapat mengetahui hukum perlindungan konsumen.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsumen

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer, secara harfiah arti
kata consumeradalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan
barang. Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan konsumen sebagai lawan
produsen, yakni pemakai barang-barang hasil industri, bahan makanan dan
sebagainya.

Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan pasal 1 angka 2 tersebut bahwa
konsumen yang dimaksud adalah konsumen akhir (end consumer) yang dikenal
dalam kepustakaan ekonomi.

Inosentius Samsul menyebutkan bahwa konsumen adalah pengguna atau pemakai


akhir suatu produk, baik sebagai pembeli maupun diperoleh melalui cara lain,
seperti pemberian, hadiah, dan undangan. Mariam Darus Badrul Zaman
,mendefinisikan konsumen dengan cara mengambil alih pengertian yang
digunakan oleh kepustakaan belanda, yaitu “Semua individu yang menggunakan
barang dan jasa secara konkret dan riil.

Di Amerika Serikat, pengertian konsumen meliputi “korban produk yang cacat”


yang bukan hanya meliputi pembeli tetapi juga korban yang bukan pembeli tetapi
pemakai, bahkan korban yang bukan pemakai memperoleh perlindungan yang
sama dengan pemakai. Sedangkan di Eropa, pengertian konsumen bersumber dari
Product Liability Directive(selanjutnya disebut directive) sebagai pedoman bagi

3
Negara MEE dalam menyusun ketentuan Hukum Perlindungan Konsumen.
Berdasarkan Directivetersebut yang berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak
yang menderita kerugian (karena kematian atau cidera) atau kerugian berupa
kerusakan benda selain produk yang cacat itu sendiri.

Dari beberapa pengertian diatas maka konsumen dapat dibedakan menjadi tiga
batasan yaitu:

1. Konsumen komersial (commercial consumer), adalah setiap orang yang


mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk memproduksi barang
dan/atau jasa lain dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

2. Konsumen antara (intermediate consumer), adalah setiap orang yang


mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan
kembali juga dengan tujuan mencari keuntungan.

3. Konsumen akhir (ultimate consumer/end user), adalah setiap orang yang


mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi
kebutuhan kehidupan pribadi, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lainnya
dan tidak untuk diperdagangkan kembali dan/atau untuk mencari keuntungan
kembali.

B. Hak dan Kewajiban Konsumen

Menurut pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


Konsumen, Hak Konsumen adalah :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang


dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa.

4
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian


sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila


barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

 Kewajiban Konsumen adalah

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau


pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan diatas dapat dijelaskan bahwa


hak atas kenyaman , keamanan, dan keselamatan mengandung pengertian bahwa
konsumen berhak untuk mendapatkan produk yang nyaman, aman, dan yang
memberi keselamatan. Maka dari itu konsumen harus dilindungi dari segala
bahaya yang mengancam kesehatan, jiwa, dan harta bendanya karena memakai
atau mengonsumsi produk seperti makanan. Agar konsumen terhindar dari adanya
kerugian-kerugian maka konsumen dapat memutuskan untuk memilih suatu
produk yang cocok untuk dirinya (hak untuk memilih). Apabila setelah
mengonsumsi konsumen merasa dirugikan karena produk yang dikonsumsinya
tidak sesuai dengan informasi yang diterimanya maka konsumen berhak untuk di

5
dengar keluhan atau pendapatnya dan termasuk juga berhak mendapatkan
penggantian kerugian atas kerugian yang diderita.

C. Hukum Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

Ada dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen, yaitu


hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen. Oleh Az. Nasution
dijelaskan bahwa kedua istilah ini berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan
konsumen adalah bagian dari hukum konsumen. Hukum konsumen menurut
beliau adalah “keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kaitan
dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.Sedangkan
hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai “keseluruhan asas-asas dan
kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan
dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa. Hukum konsumen
dan hukum perlindungan konsumen ini membicarakan hal yang sama yaitu
kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu
diatur dan ditegakan di dalam praktik kehidupan bermasyarakat.

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan


perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk
memenuhi kebutuhan dari hal-hal yang merugikan konsumen itu sendiri. Undang-
undang perlindungan konsumen menyatakan bahwa perlindungan konsumen itu
adalah upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen memiliki cakupan yang
luas, meliputi perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa, yang berawal
dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga sampai akibat-
akibat dari pemakaian barang dan/jasa tersebut.

Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu

a. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada konsumen


tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.

6
b. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada
konsumen.

Jadi Hukum Perlindungan Konsumen itu adalah keseluruhan asas-asas dan


kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan
masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan
penggunanya, dalam kehidupan masyarakat.

2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Berdasarkan pasal 2 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999, terdapat lima asas


yang terkandung dalam usaha memberikan perlindungan hukum kepada
konsumen yaitu:

1. Asas manfaat

Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelengaraan perlindungan


konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan
konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Asas ini menghendaki bahwa
pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen tidak dimaksudkan
untuk menempatkan salah satu pihak diatas pihak lain atau sebaliknya, tetapi
untuk memberikan produsen-pelaku usaha, dan konsumen apa yang menjadi
haknya. Diharapkan bahwa hukum perlindungan konsumen ini memberikan
manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat dan bermanfaat bagi kehidupan bangsa.

2. Asas keadilan

Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan


memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas ini menghendaki bahwa
melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen ini, konsumen
dan produsen-pelaku usaha dapat berlaku adil melalui perolehan hak dan
penunaian kewajiban secara seimbang.

3. Asas keseimbangan

7
Asas ini untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen,
pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. Asas ini
menghendaki agar konsumen, produsen-pelaku usaha, dan pemerintah
memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum
perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen, produsen-pelaku usaha,
dan pemeintah diatur dan harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak
dan kewajibannya masing-masing.

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Asas ini untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan


kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas ini menghendaki adanya
jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh manfaat dari produk yang
dikonsumsi atau dipakainya, dan sebaliknya bahwa produk ini tidak akan
mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta bendanya. Maka
Undang-Undang ini membebankan sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi dan
menetapkan sejumlah larangan yang harus dipatuhi produsen-pelaku usaha dalam
memproduksi dan mengedarkan produknya.

5. Asas Kepastian Hukum

Asas ini agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta
Negara menjamin kepastian hukum.Undang-undang ini mengharapkan bahawa
aturan-aturan tentang hak dan kewajiban yang terkandung dalam undang-undang
ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga masing-masing pihak
memperoleh keadilan. Dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, tujuan yang ingin dicapai adalah :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk


melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya


dari ekses negative pemakaian barang dan/atau jasa.

8
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsure


kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan


konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam
berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan


usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.

Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


ini merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana disebutkan dalam pasal 2
sebelumnya, karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan
sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan hukum
perlindungan konsumen. Achmad Ali mengatakan masing-masing undang-undang
memiliki tujuan khusus.Hal ini juga tampak dari pengaturan pasal 3 Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur
tujuan khusus perlindungan konsumen, sekaligus membedakan dengan tujuan
umum sebagaimana diatur dalam pasal 2 diatas.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


(“Undang - Undang Perlindungan Konsumen”) hanya mengatur bahwa pelaku
usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam label. Mengenai keharusan adanya keterangan
halal dalam suatu produk, dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2014 tentang Jaminan Produk Halal (“Undang - Undang Produk Halal”).Yang
termasuk “produk” dalam Undang - Undang Produk Halal adalah barang dan/atau
jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi,
produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai,

9
digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Sedangkan yang dimaksud
dengan produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan
syariat Islam. Undang - Undang Produk Halal telah mengatur secara jelas bahwa
produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib
bersertifikat halal. Jadi memang pada dasarnya, jika produk yang dijual tersebut
adalah halal, maka wajib bersertifikat halal.

Ada beberapa kewajiban bagi pelaku usaha yang mengajukan permohonan


sertifikat halal dan setelah memperoleh sertifikat tersebut. Pelaku usaha yang
mengajukan permohonan sertifikat halal wajib :

a. Memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur.


b. Memisahkan lokasi, tempat dan alat penyembelihan, pengolahan,
penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian
antara produk halal dan tidak halal.
c. Memiliki penyelia halal. Dan
d. Melaporkan perubahan komposisi bahan kepada Badan Penyelenggara
Jaminan Produk Halal.

Kemudian, setelah memperoleh sertifikat halal, pelaku usaha wajib :

a. Mencantumkan label halal terhadap produk yang telah mendapat sertifikat


halal.
b. Menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal.
c. Memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan,
penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian
antara produk halal dan tidak halal.
d. Memperbarui sertifikat halal jika masa berlaku sertifikat halal berakhir.
e. Melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH.
f. Pelaku usaha yang tidak melakukan kewajibannya setelah memperoleh
sertifikat halal, dikenai sanksi administratif berupa.
g. Peringatan tertulis.
h. Denda administratif atau pencabutan sertifikat halal.

10
Mengenai kewajiban mencantumkan label halal oleh pihak yang telah
mendapatkan sertifikat halal, perlu diketahui bahwa bentuk label halal ini
ditetapkan oleh BPJPH dan berlaku nasional. Pelaku usaha yang telah
memperoleh sertifikat halal wajib mencantumkan label halal pada :

- kemasan produk.
- bagian tertentu dari Produk. Dan
- tempat tertentu pada produk.

Pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah
dihapus, dilepas, dan dirusak perlu diketahui bahwa pelaku usaha yang tidak
menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

 Produk dari Bahan yang Diharamkan

Produk dari bahan yang diharamkan menurut Undang - Undang produk halal,
yaitu:

- Bahan yang berasal dari hewan meliputi:


a. Bangkai.
b. Darah.
c. Babi. Dan
d. Hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat.

Bahan yang berasal dari tumbuhan pada dasarnya halal, kecuali yang
memabukkan dan/atau membahayakan kesehatan bagi orang yang
mengonsumsinya. Bahan yang berasal dari mikroba dan bahan yang dihasilkan
melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik diharamkan
jika proses pertumbuhan dan/atau pembuatannya tercampur, terkandung, dan/atau
terkontaminasi dengan bahan yang diharamkan. Pelaku usaha yang memproduksi
produk dari bahan yang berasal dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari
mengajukan permohonan sertifikat halal. Pelaku usaha tersebut wajib
mencantumkan keterangan tidak halal pada produk. Jika pelaku usaha tidak
mencantumkan keterangan tidak halal, dikenai sanksi administratif berupa :

11
a. Teguran lisan.
b. Peringatan tertulis.
c. Denda administratif.

Dalam perkembangannya, telah diundangkan pada tanggal 3 Mei 2019


peraturan pelaksana dari UU Produk Halal yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 31
Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2014 tentang Jaminan Produk Halal. Lebih ditegaskan lagi dalam Pasal 2 ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) bahwa produk yang berasal dari bahan yang diharamkan
dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal dan wajib diberikan keterangan
tidak halal serta pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada
produk tersebut. Selain itu, pengawasan jaminan produk halal juga dilakukan
terhadap pencantuman keterangan tidak halal. Pengawasan pencantuman
keterangan tidak halal yang dapat berupa gambar, tanda, dan/atau tulisan
dilakukan terhadap produk. Yang dimaksud dengan "tulisan" adalah pembedaan
warna tulisan dalam komposisi produk. Ketentuan mengenai gambar, tanda,
dan/atau tulisan tersebut harus mencakup pelindungan dan hak asasi manusia
terhadap kelompok rentan, khususnya penyandang disabilitas, antara lain berupa
menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam kemudahan mendapatkan
informasi kehalalan produk yang disesuaikan dengan kemampuan penyandang
disabilitas yang bersangkutan. Sebagai contoh yaitu tersedianya gambar, tanda,
dan/atau tulisan dalam huruf braille bagi penyandang disabilitas yang mengalami
masalah dalam penglihatan. Jadi, berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa
masyarakat seharusnya tidak perlu khawatir karena memang bagi produk yang
halal harus ada label halalnya, sedangkan produk yang berasal dari bahan yang
diharamkan harus juga mencantumkan keterangan tidak halal.

D. Hambatan dan Tantangandalam Mensosialisasikan produk baru pada


konsumen
Dalam menjalankan program kegiatan sosialisasi ternyata ada beberapa
hambatan dan tantangan yang dihadapi. Hambatannya adalah minimnya dana
yang ada di MUI, finansialnya terbatas sehingga rencana-rencana program besar
terhambat tidak bisa terealisasikan. Selain itu hambatan lain yang dihadapi adalah

12
kerja sama antara masyarakat atau pemerintah belum terjalin kerja sama yang
baik. Adapun tantangannya adalah masih minimnya pelaku usaha yang melakukan
sertifikasi halal sehingga konsumen merasa ragu pada pada suatu produk tersebut.
Hambatan dan tantangan bisa dilihat dengan penjelasan sebagai berikut:

A. Hambatan dalam sosialisasi sertifikasi halal:


1. Minimnya dana yang ada di suatu LEMBAGA MUI mengakibatkan
rencana-rencana program besar terhambat tidak bisa terealisasikan, dana
yang masuk di LEMBAGA MUI hanya cukup untuk pembiayaan
program-program yang telah berjalan sehingga menghambat inovasi
program yang telah direncanakan dan tidak bisa diselenggarakan segera.
2. Kerja sama antara lembaga atau pemerintah belum terjalin kerja sama
yang baik sehingga kegiatan program sosialisasi terhambat disebabkan mis
komunikasi.
B. Tantangan dalam sosialisasi sertifikasi halal:
1. Masih minimnya pelaku usaha yang melakukan sertifikasi halal terhadap
badan usaha dan produknya.
2. Kurangnya kesadaran pelaku usaha akan pentingnya melakukan sertifikasi
halal terhadap usahanya dan kurangnya kesadaran hukum masyarakat
secara umum.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta


perlindungan hukum atas mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan
kualitas pendidikan yang layak atas mereka, mengingat faktor utama perlakuan
yang semena-mena oleh produsen kepada konsumen adalah kurangnya kesadaran
serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta kewajiban mereka.

Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta  pengawas atas jalannya


hukum dan Undang-Undang tentang perlindungan konsumen harus benar-benar
memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi pada kegiatan produksi dan
konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba berjalan
dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga dengan konsumen
yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka
dirugikan karena kesalahan yang diaibatkan dari proses produksi yang tidak sesuai
dengan setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU yang telah
dibuat oleh pemerintah.

B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai
pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo. 2014. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta :
Rajawali Pers
Az. Nasution. 2002. Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar. Jakarta: n. Diadit
Media
Az. Nasution. 2014. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti
Inosentius Samsul. 2004. Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung
Jawab Mutlak. Jakarta: Universitas Indonesia
Mariam Darus Badrul Zaman, 1981, Pembentukan Hukum Nasional dan
Permasalahannya, Bandung: Alumni.
Nurhayati Abbas, 1996, Hukum Perlindungan Konsumen dan Beberapa Aspeknya. Ujung
Pandang: Makalah Elips Project
WJS, Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

15

Anda mungkin juga menyukai