Anda di halaman 1dari 11

Nama : Devidson Dias Quintas

Nim : 1806511149
Kelas : Agri C
Matkul : Subak materi kelompok 4

2.1 Pengertian Gender


Gender merupakan suatu fenomena social budaya, diartikan dalam kehidupan setiap hari
manusia melakukan klafisukasi antara perempuan dan laki-laki.sesungguhnya gender bukan
sesuatu yang asing, karena kita sering kali melakukannya meski tampa disadari. Pembedaan-
pembedaan seperti ini muncul dalam banyak lapangan kehidupan. Ini sangat berpengaruh
terhadap kehidupan sehari-hari, termaksut sebagian ruang public dan domestic untuk laki-laki
dan perempuan.
Gender sebagai fenomena social budaya diartika sebagai dampak social yang muncul
dalam suatu masyarakatkarena ada perbedaan atas dasar jenis kelamin. Sedangkan gender
sebagai persoalan social budaya, lebih memfokuskan pada persoalan ketimpangan, yakni
masalah ketimpangan antara hak dan kewajiban. Hal ini bisa menjadi persoalan karena adanya
ketimpangan yang kadang-kadang berasal dari kategori superioritas ( laki-laki ) dan imperioritas
( perempuan ). Ketimpangan hak dan kewajiban dianggap menjadi persoaalan, kerena dianggap
merugikan pihak-pihak tertentu. Dalam kaitan ini perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dalam biporalitas gender dan dijelaskan sebagai berikut;
1. Sifat maskulin dan feminism.organ biologis tubuh laki-laki dan perempuan berbeda.
2. Peran domestic dan public. Perempuan dengan sifat feminim lebih tepat berada disektor
domestik.
3. Posisi mendominasi dan tersubordinasi. Selanjutnya pemilihan kerja domestik
1. Marginalisasi
Marginalisasi bentuk ketidakadilan gender adalah proses marginalisasi yakni proses
pemiskinan terhadap perempuan ataupun laki-laki . sumber marginalisasi adalah kebijakan
dan program pembangunan, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi, dan kebiasaan atau
tradisi.
2. Subordinasi
Subordinasi timbul sebagai akibat pandangan gender terhadap perempuan. Sikap yang
sering menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting disamping perempuan
dianggap warga kelas dua yang tidak perlu diberi peran dalam proses pengambilan keputusan,
baik dalam lingkungan domestic, masyarakat, maupun Negara. Di samping itu adanya
anggapan bahwa perempuan yang tidak rasional, dan emosional sehingga tidak bisa tampil
memimpin, ini merupakan salah satu wujud subordinasi.
3. Sterotipe
Sterotipe adalah pelabelan yang negatif terhadap kelompok jenis kelamin tertentu. Dalam
hal ini, perempuan dianggap lemah, cengeng, cerewet, emosional, dan pesolek yang dianggap
dapat memancing perhatian lawan jenis dan sebagainya. Istilah harta, tahta, dan perempuan
memberikan kesan bahwa perempuan sebagai sumber atau satu unsur penyebab kegagalan
seorang pria. Laki-laki dipandang sebagai pencari nafkah utama sehingga setiap pekerjaan
yang dilakukan perempuan adalah hanya untuk tambahan saja sehingga posisi perempuan
tetap dinomorduakan (Nugroho, 2008).
4. Kekerasan terhadap perempuan
Kekerasan terhadap perempuan yaitu serangan atau invansi, baik terhadap fisik maupun
integritas mental psikologi seseorang. Perempuan sangat rentan terhadap kekerasan, baik fisik
maupun non-fisik, baik di lingkungan rumah, di lingkungan tempat kerja maupun di
lingkungan luar. Kasus-kasus yang menonjol, misalnya penyiksaan, pelecehan seksual,
perkosaan, pelacuran, pornografi, penganiayaan, pengguguran kandungan, dan lain-lain.
5. Beban ganda perempuan
Beban ganda perempuan yaitu masuknya perempuan ke sector publik merupakan hal
yang tidak bisa ditawar lagi untuk kelangsungan ekonomi keluarga. Hal ini menjadi beban
ganda bagi perempuan karena tidak adanya pengaturan yang adil dalam pembagian kerja
domestik, sehingga perempuan saja yang mengambil pekerjaan domestik.

2.3 Partisipasi Perempuan dan Laki-Laki dalam Kegiatan pengelolaan Subak Guama
Partisipasi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah keterlibatan petani laki-laki atau
perempuan dalam perencanaan pengelolaan subak ataupun dalam kegiatan pengelolaan subak
Guama. Seiring dengan perjalanan waktu telah terjadi pergeseran fungsi dan peran subak dalam
masyarakat. Dewasa ini subak mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dalam aspek
sosial ataupun aspek ekonomi. Dalam aspek sosial, subak dimanfaatkan oleh pemerintah sebagai
wahana atau untuk transfer inovasi pertanian dan merupakan media pembelajaran bagi petani
beserta keluarganya. Di samping itu, subak dimanfaatkan pemerintah ataupun swasta sebagai
lembaga untuk menunjang program pembangunan pertanian ataupun program pembangunan
yang lainnya.
Berkaitan dengan fungsi dan peransubak dalam masyarakat yang sudah mengalami
perubahan, yakni sesuai denganungkapan sekretaris Subak Guama Drs Wayan Astawa, berikut
ini.
“Dahulu subak kegiatannya hanya mengatur masalah pengairan di sawah. Subak
berusaha untuk mencari dan mendistribusikan air secara adil dan merata untuk memenuhi
kebutuhan air seluruh anggota. Saat ini subak kegiatannya sangat beragam, ekonomi misalnya
pembuatan benih, pembuatan pupuk organik, penyaluran kredit, penyewaan alat pertanian,
kegiatan penyuluhan pertanian" (wawancara, pada September 2010)
2.4 Keikutsertaan Perempuan dalam Perencanaan Kegiatan Pengelolaan Subak Guama
Sebelum melakukan kegiatan pengelolaan subak, diawali dengan perencanaan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan pada hakikatnya merupakan aktivitas
pengambilan keputusan. Keputusan diambil berdasarkan sasaran apa yang ingin dicapai,
tindakan apa yang akan diambil dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran tersebut, dan siapa
yang akan melaksanaakan kegiatan tersebut (Burhanuddin, 1990). Keterlibatan perempuan dalam
perencanaan pengelolaan subak sangat terbatas dan bahkan nyaris tidak terlibat. Berkaitan
dengan perencanaan dalam pengelolaan Subak Guama, diawali dengan penetapan sasaran atau
tujuan, kemudian tindakan apa yang akan dilakukan/dikerjakan untuk mencapai sasaran yang
ditetapkan. Penetapan sasaran dan tujuan dilakukan saat melakukan rapat atau paum pada tingkat
pengurus subak yang dihadiri oleh pengurus subak dan kelian tempek. Hal-hal yang dibicarakan
berkaitan dengan (a) penetapan waktu semai benih secara serentak karena harus melalui suatu
prosesi ritual tertentu yang ditetapkan oleh subak; (b) penetapan waktu tanam benih secara
serentak, umumnya lima belas hari setelah semai benih; (c) penetapan penggunaan traktor yang
dikelola oleh subak, tetapi karena keterbatasan traktor, maka pengerjaannya harus bergilir per
tempek; (d) penetapan penggunaan sarana padi (saprodi) yang berkaitan dengan penggurnaan
bibit varietas, pupuk, dan obat-obatan; (f) penetapan kegiatan ritual yang akan diselenggarakan;
dan (g) kegiatan pemeliharaan fasilitas irigasi ataupun fasilitas ritual yang dimiliki subak (Astiti,
2012).

2.5 Keikutsertaan Perempuan Dalam Melaksanakan Kegiatan Pengelolaan Subak Guana


Partisipasi perempuan dan laki-laki dalam kegiatan pengelolaan subak adalah keterlibatan
atau keikutsertaan mereka dalam kegiatan pengelolaan yang dilakukan subak Guama. Tujuan
yang ingin dicapai dalam pengelolaan subak adalah, untuk memperoleh air yang dibutuhkan oleh
anggota subak, supaya mampu meningkatkan produktivitas lahannya sehingga kesejahteraan
anggota subak beserta keluarganya dapat dicapai.

A. Pencarian dan Pendistribusian Air Irigasi


Sumber air subak Guama adalah Bendung Dam Cangi. Subak Guama mendapatkan air
yang cukup sepanjang tahun sehingga bisa memanfaat air tersebut secara maksimal untuk
menanam padi sepanjang tahun. Subak guama mampu untuk mengairi area lahannya secara terus
menerus sehingga dapat menerapkan pola tanam “padi-padi-palawija” bahkan menanam padi
secara terus menerus dalam ukuran waktu satu tahun. Namun, apabila musim kemarau, debit air
akan berkurang sehingga sistem pendistribusian airnya secara bergilir. Sistem pendistribusian air
bergilir hanya di tingkat tempek. Pada saat debit air tidak tercukupi, maka semua air dialirkan ke
tujuh tempek yang ada di subak guama secara merata sesuai dengan luas arel masing-masing
tempek. Ketujuh tempek tersebut adalah tempek guama, tempek belusung, tempek kekeran carik,
tempek kekeran desa, tempek pekilen, tempek manik gunung dan tempek celuk.
Dari ungkapan di atas dapat diketahui bahwa perempuan tidak berpartisipasi dalam
pendistrubusian air karena perempuan memang tidak mempunyai pengetahuan dalam
pendistribusian air di subak. Fenomena ini sangat sesuai dengan terori Foucault bahwa yang
memiliki pengetahuan akan memiliki kuasa untuk mengatur atau melakukan, sedangkan yang
tidak memiliki pengetahuan tidak memiliki kuasa untuk mengatur (Foucault dalam Barker 2004).
B. Pemeliharaan Fasilitas Irigasi dan Fasilitas Ritual
Fasilitas irigasi yang dimiliki oleh Subak Guama meliputi Dam Cangi, bangunan bagi
sekunder, bangunan bagi tersier, bangunan bagi kuartair dan temuku pengalapan, saluran
sekunder, saluran tersier, saluran kwartair dan saluran cacing. Saluran cacing adalah saluran
yang langsung ke sawah masing- masing anggota subak. Selanjutrnya fasilitas kegiatan ritual
yang dimiliki subak, yakni meliputi, Sanggah Catu / Tugu / Sanggah Tutu, Pura Bedugul dan
Pura Pengulun Carik.
Saat menjelang tanam petani akan melakukan pemeliharaan fasilitas irigasi untuk
memperoleh air yang mencukupi. Sebelum melakukan kegiatan pemeliharaan fasilitas irigasi,
maka pengurus subak akan mengadakan pembagian tanggung jawab untuk memelihara fasilitas
irigasi yang dimiliki subak. Partisipasi perempuan dalam memelihara pasilitas irigasi relatif
sangat rendah. Perempuan hanya berpartisipasi 10,81 % dari curahan waktu yang dipergunakan
untuk memelihara fasilitas irigasi dalam satu musim tanam (lihat Tabel 4.1). Perempuan
berpartisipsi dalam kegiatan pemeliharaan fasilitas irigasi, terutama pada saat menggantikan
posisi laki-laki (selaku suaminya) yang tidak bisa hadir dalam kegiatan pemeliharaan fasilitas
irigasi dan pada saat subak mengadakan kegiatan gotong royong untuk membersihkan saluran
irigasi. Di samping itu perempuan juga terlibat dalam pemeliharaan fasilitas irigasi dan fasilitas
ritual yang dimiliki pada tingkat krama subak. Laki-laki sangat dominan dalam pemeliharaan
fasilitas irigasi yang dimiliki oleh subak (Astiti, 2012).
Petani laki-laki dan petani perempuan membersihkan fasilitas irigasi yang dimilikinya
secara bersama-sama. Partisipasi perempuan dalam kegiatan pemeliharaan fasilitas irigasi adalah
dalam pembersihan saluran, membuat jelinjingan serta nampadin bedengan yang dimiliki oleh
masing-masing krama subak. Hal ini, seperti yang dikemukakan oleh Nyoman Sudiasih (36 th)
yang merupakan istri salah satu anggota seka yeh yakni sebagai berikut.
Suami saya adalah salah seorang dari seka yeh yang merupakan krama cacahan carik,
selain suami saya sebagai petani juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai buruh bangunan
yang ikut salah satu pemborong bangunan yang bekerja sampai ke luar desa sampai ke Denpasar
dan Tabanan. Apabila suami saya tidak bisa hadir dalam kegiatan gotong royong membersihan
saluran irigasi di subak maka saya ditugaskan oleh suami untuk menggantikannya ikut gotong
royong membersihkan saluran, temuku, buat jelinjingan dan nampadin pundukan (wawancara
pada 3 Oktober 2010)
Melalui ungkapan tersebut dapat diketahui, bahwa perempuan telah ikut berpartisipasi
dalam kegiatan pengelolaan subak walaupun hanya sekadar menggantikan peran dan tugas
suaminya di subak. Dari ungkapan di atas nampak bahwa partisipasi perempuan dalam kegiatan
pemeliharaan fasilitas irigasi subak atas perintah dari suaminya. Kondisi ini menunjukkan bahwa
suami memiliki kekuasaan untuk mengatur sumber daya yang ada dalam rumah tangganya.
Terutama suami memiliki kekuasaan dalam mengontrol produktivitas tenaga kerja perempuan
baik dalam ataupun diluar rumah tangganya. Dalam rumah tangga perempuan memberikan
semua pelayanan untuk anak-anak, suami dan anggota rumah keluarganya yan lain sepanjang
hidupnya. Kekuasaan laki-laki terhadap perempuan di sini merupakan kekuasaan hegemoni
dalam pengertian Gramsci. Perempuan dengan sadar atau tidak sadar menerima dan menyetujui
kekuasaan laki-laki sebagai sesuatu yang yang wajar (Bhasin, 1996, Budiman, 1985, Astiti,
2012)
Pemeliharaan fasilitas ritual dominan dilakukan oleh krama laki-laki dibandingkan
dengan krama istri selaku krama pendamping. Pada saat menjelang kegiatan ritual krama subak
laki-laki akan mengadakan pembersihan di pura subak yaitu di pura ulun carik, di pura bedugul
ataupun di sanggah catu. Namun, petani perempuan akan berpartisipasi dalam membawakan
konsumsi bagi pengayah yang laki-laki. Pengayah adalah anggota subak yang melakukan bersih-
bersih di tempat suci atau tempat umum lainnya tanpa mendapat bayaran, karena tanggung
jawabnya sebagai anggota subak.
Di sini tampak adanya pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki tetap
mengerjakan pekerjaan yang memerlukan tenaga yang lebih besar, sedangkan perempuan tetap
berkiprah di sektor domestik mengurus konsumsi yang memang tugas perempuan di ranah
domestik, sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh, Budiman (1985), Abdullah (2006)
berdasarkan teori nature dan nuture maka perempuan berada di ranah domestilk dan laki-laki
berada di ranah publik.
Dikotomi nature dan nuture ini dipergunakan untuk menunjukan pemisahan stratifikasi
antara dua jenis kelamin, yang satu memiliki jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.
Perempuan yang mewakili sifat alam (nature) harus ditundukan agar mereka lebih berbudaya
(culture). Usaha membudayakan tersebut telah menyebabkan terjadinya proses produksi dan
proses reproduksi ketimpangan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Akibat pemosisian
yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan telah menjadi kekuatan di dalam pemisahan
sektor kehidupan ke dalam sektor domestik dan Perempuan dianggap orang berkiprah dalam
sektor domestik dan laki-laki berkiprah di sektor publik. Ideologi semacam ini telah disahkan
oleh berbagai pranata dan lembaga sosial, yang kemudian menjadi faktor sosial tentang status
dan peran yang dimainkan oleh perempuan (Abdulah, 2006).

C. Kegiatan Ritual Subak Guama


Sebagai salahsatu wujud imlementasi filosofi Tri Hita Karana dalam subak adalah
menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dengan Sang Pencipta. Hubungan yang
harmonis ini diwujudkan sebagai rasa bakti dan sujud kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa
(Tuhan Hyang Maha Esa) dengan manifestasinya, yaitu Dewi Sri sebagai Dewi Kesuburan atau
Dewa Wisnu sebagai Dewa Air. Selanjutnya untuk menyatakan rasa syukur, bakti, dan sujud
tersebut dilakukan melalui upacara ritual keagamaan. Kegiatan ritual dilakukan sejak perbaikan
saluran air sampai akhir kegiatan panen, seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Pelaksanaan
kegiatan ritual, baik secara kolektif ataupun secara individual didahului oleh persiapan
pembuatan sarana kegiatan ritual atau banten. Pengadaan bahan/materi pembuatan banten
sebagian besar dipersiapkan oleh petani laki-laki, sedangkan dalam pembuatan banten tersebut
sepenuhnya didominasi oleh perempuan. Oleh karena yang ahli membuat banten atau yang
disebut tukang banten adalah perempuan.
Perempuan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih dibandingkan dengan laki
laki tentang pembuatan sarana banten sehingga memiliki kuasa yang lebih tinggi dalam
pengadaaan banten sebagai sarana kegiatan ritual. Hal ini sesuai dengan teori Foucault, yakni
perempuan lebih mendominasi dalam kegiatn ritual, terutama partisipasinya dalam pengadaan
banten sebagai kegiatan ritual. Dalam hal ini, laki-laki hanya membantu dalam pembuatan
banten di Subak Guama. Partisipasi perempuan dalam kegiatan ritual di Subak Guama hingga
mencapai 59,62% dari curahan waktu yang diperlukan untuk kegiatan ritual per musim tanam di
Subak Guama, dan laki-laki terlibat 40,38% dari curahan waktu yang diperlukan (Astiti, 2012)
(lihatTabel 4.1).
Berkaitan dengan kegiatan ritual Made Yadnya, M.Agb, menyatakan sebagai berikut.
"Apabila akan piodalan di pura ulun carik, maka laki-laki bertanggung jawab dalam
mempersiapkan bahan-bahan sarana banten, pembuatan tempat banten, masang busana atau
menghias pura serta membuat penjor, memasang umbul-umbul sehingga pura tampak indah dan
asri. Sedangkan perempuan akan membuat semua perlengkapan banten yang dibutuhkan dalam
kegiatan piodalan tersebut" (wawancara pada Oktober, 2010).
Berdasarkan ungkapan di atas, dapat diketahui bahwa ada pembagian tugas antara laki-
laki dan perempuan. Dalam kaitan ini, perempuan dominan membuat sarana banten, sedangkan
laki-laki mempersiapkan segala bahan yang diperlukan untuk pembuatan sarana tersebut. Dalam
kegiatan ritual secara individu, baik dalam persiapan sarana banten ataupun pembuatan banten
sepenuhnnya dilakukan oleh perempuan. Laki-laki tidak terlibat dalam kegiatan ritual yang
dilakukan secara individu. Berkaitan dengan kegiatan ritual Ni Made Seni mengatakan seperti di
bawah ini.

Gamabar 4.1 Kegiatan ritual Di Subak Guama


Pada Gambar 4:1 nampak bahwa pada saat kegiatan ritual dilaksanakan lebih banyak
didominasi oleh petani laki-laki yang memang bertugas membantu prosesi jalannya kegiatan
ritual di pura ulun carik. Sedangkan petani perempuan lebih banyak berperan dalam proses
mempersiapkan sarana banten yang diperlukan saat kegiatan ritual dilaksanakan. Pada saat
kegiatan ritual dilaksanakan akan diikuti oleh semua anggota subak berserta keluarganya.

D. Mobilisasi Sumber Daya Subak Guama


Mobilisasi sumber daya subak yang dimaksud adalah pengelolaan subak dalam bidang
pengaturan sumber daya yang dimiliki oleh subak. Pengaturan sumber daya dalam hal ini adalah
pengaturan penggunaan sumber daya manusia/tenaga kerja, sumber daya uang/dana ataupun
sumber daya material lainnya. Di samping itu, dalam mobilisasi sumber daya juga diatur
pengerahan sumber daya dan penggunaan sumber daya yang dimiliki subak.
Dalam hal ini, yang bertanggung jawab terhadap pengaturan sumber daya dalam subak
adalah pengurus subak, khususnya jururaksa atau bendahara. Pengaturan sumber daya
sepenuhnya dilakukan oleh laki-laki, dalam hal ini, petani perempuan sama sekali tidak
berpartisipasi pada kegiatan mobilisasi sumber daya dalam subak. Dalam pengelolaan sumber
daya yang dimiliki subak hanya didominasi oleh laki-laki. Perempuan tidak ikut berpartisipasi
dalam kegiatan tersebut karena kegiatan pengelolaan subak adalah kegiatan yang dimiliki oleh
laki-laki.
Sumber daya dana dalam Subak Guama berasal dari berbagai sumber sebagai berikut:
1.Sarin tahun. Sarin tahun dimaksudkan di sini iuran rutin yang harus dibayarkan oleh krama
subak sehabis panen baik oleh krama aktif ataupun krama pasif

2. Pengampel adalah iuran yang harus dibayarkan oleh setiap anggota subak yang pasif
(krama cacahan carik) sebesar satu kilogram per satu are lahan yang digarap setiap habis
panen.

3. Paturunan adalah iuran insidental yang harus dibayarkan sesuai dengan kebutuhan.

4. Sebagai penghargaan atas jasa dari penglola/pengurus subak maka pengurus subak, seperti
pekaseh, wakil pekaseh, penyarikan, patengan, kesinoman, kelian tempek dan pembantu
kelian tempek beserta saya memperoleh imbalan yang diambilkan dari dana subak. natura
berupa gabah.

5. Kontrak bebek adalah pemasukan dana ke subak melalui pengontrakan lahan sawah pada
peternak bebek/itik pada saat pascapanan yang nilainya dihitung berdasarkan luas lahan.

6. Secara rutin Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Subak Guama memberikan
subsidi kepada Subak Guama untuk biaya kegiatan ritual sebesar satu setengah ton gabah
setiap kegiatan ritual di Pura Ulun Carik yang diselenggarakan dua kali dalam setahun.

7. Subak Guama sebagai pemilik Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT), berkewajiban
menyetor dana SHU (sisa hasil usaha) setiap tahun pada Subak Guama sebesar empat
puluh.

8. Dedosan adalah sejumlah dana yang harus dibayarkan oleh krama subak yang melakukan
pelanggaran terhadap pelaksanaan awig-awig subak.

9. Subak guama merupakan subak yang sangat maju sehingga berbagai bantuan diberikan
kepada subak tersebut dalam rangka mengembangkan subak ke depan menjadi lebih maju.

1. Biaya yang diperuntukan pada kegiatan ritual, yakni dari perencaan, persiapan sampai
pelaksanaan kegiatan ritual, yakni dari perencanaan, persiapan sampai pelaksaan
kegiatan ritual tersebut. Biaya ritual nunas pelukuh yang rutin dilaksanakan tiap-tiap
tahun hingga mencapai tiga kali dalam satahun.
2. Biaya pemeliharaan pura subak, balai subak, dan tempat-tempat suci lain. Fasilitas
irigasi yang dimiliki oleh Subak Guama adalah Pura Ulun Carik, Pura Bedugul, Pure
Dalem Semuru.
3. Biaya pemeliharaan fasilitas irigasi yang dimiliki subak seperti biaya pemeliharaan
temuku-temuku, telabah dan fasilitas irigasi lainnya dilakukan secara swadaya.
4. Biaya kegiatan ritual tirta yatra yang rutin diadakan setiap tahun,yang biasanya ke luar
Bali atau keluar kabupaten tabanan. Peserta tirta yatra biasanya mengurus subak dan
ditambah beberapa anggota yang berkeinginan.
5. Insentif untuk mengurus subak, terutama untuk pekaseh yang diberikan beradasarkan
kesempatan dari krama subak melalui rapat anggota subak.

E. Pengamanan Konflik di Subak Guama


Konflik dapat diartikan sebagai benturan atau perseteruan yang terjadi antara dua pihak
atau lebih sebagai akibat adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan da keterbatasan sumber daya
(prasodjo dan Tonny, dalam Suharto 2005 “Konflik” cenderung diartikan negative sebagai lawan
kata dari “kerja sama, “harmoni” dan “perdamaiyan”. Konflik sering juga diidentikkan dengan
kekerasan atau peperangan padahal konflik merupakan keniscayaan dalam masyarakat sejalan
dengan proses pemenuhan kebutuhan komunitas dan perubahan social. Selanjutnya, manajemen
konflik adalah cara untuk mengatasi konflik yang terjadi di masyarakat.

2.6 Aspek Gender dalam Pengelolaan Subak Guama


Tidak ada yang menyangkal apabila dalam masyarakat kita perempuan dinomorduakan
dalam pengambilan keputusan, bahkan kadang-kadang untuk urusan bersama (laki-laki dan
permpuan), perempuan jarang diajak komunikasi. Akibatnya, perempuan tidak dapat mengontrol
apakah keputusan itu menguntungkan atau bahkan merugikan bagi dirinya. Begitu pula halnya
dengan penguasaan terhadap sumber daya ekonomi, perempuan memiliki kesempatan yang lebih
kecil daripada laki-laki. Sehingga perempuan terpinggirkan dalam kegiatan ekonomi. Hal senada
juga dikemukakan oleh Karmini (2011) bahwa dilihat dari status kedudukan perempuan dalam
menduduki jabatan di hotel berbintang masih sangat terpinggirkan. Hal ini melukiskan bahwa
masih ada ketimpangan gender dalam berbagai sisi kehidupan perempuan di masyarakat.

Dalam pembahasan materi ini kita akan belajar banyak hal, diantaranya kita dapat
mengetahui secara detail apa yang dimaksud dengan jender tersebut. dimana disini gender dapat
dartikan berbagai macam pengertian, salah satunya ditegaskan oleh Vitalaya (2010) yang dimana
gender adalah konsep yang menunjukkan pada suatu sistem peranan hubungan antara perempuan
dan laki-laki yang tidak ditentukan perbedaannya biologis, akan tetapi ditentukan oleh
lingkungan social, politik, dan ekonomi. Selanjutnya kita juga dapat mengetahui perbedaan
antara laki-laki dan perempuan dalam bipolaritas gender, dan juga ketimpangan gender
termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan.
Dengan mempelajari materi peranan gender dalam sistem pertanian subak ini, maka
diharapakan tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud dengan sebaiknya. Oleh karena itu para
pihak yang terlibat dalam membangun dan mengembangkan Warisan Budaaya Dunian (BWD)
ini bisa membantu dan bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Terutama pihak pemerintah yang
mempasilitasi dan para pengurus dari subak itu sendiri bisa menjalankan tugas-tugasnya dengan
baik.

Anda mungkin juga menyukai