Anda di halaman 1dari 55

27

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Perusahaan


1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
CV CITA NASIONAL didirikan pada tanggal 10 November 2000
dan diresmikan oleh Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih Mec, selaku Menteri
Pertanian dan Perkebunan Republik Indonesia. Lokasi pabrik terletak di
Jalan Raya Salatiga Kopeng Km 5 Desa Sumogawe Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang, dengan keadaan wilayah mempunyai topografi yang
berbukit dengan ketinggian 400-500 dpl dan suhu udara rata-rata 25 oC
serta kelembaban rata-rata 80-90 %. Tenaga kerja berjumlah 72 orang
dengan berbagai spesifikasi dan jam kerja tiap minggunya 40 jam atau
lima hari kerja, dan setiap karyawan dilindungi keselamatan kerja dan
kesejahteraannya dengan didaftarkan menjadi peserta JAMSOSTEK.
Dalam rangka ikut serta meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) Indonesia yang kini sedang tumbuh menyiapkan generasi
penerus bangsa dan turut serta menyukseskan program pemerintah untuk
mencerdaskan dan meningkatkan kesehatan masyarakat, khususnya
masyarakat menengah kebawah dan umumnya masyarakat luas.
Mengingat hal tersebut maka pemilik perusahaan sekaligus pendiri merasa
tertantang untuk dapat mendirikan suatu perusahaan yang dapat membuat
suatu produk guna memenuhi syarat-syarat seperti hal tersebut di atas
dengan harga relatif terjangkau oleh setiap tingkatan masyarakat.
Dilatarbelakangi jiwa sebagai seorang pengusaha serta adanya
dorongan dari keluarga, baik dorongan moral maupun materi, akhirnya
Bapak H. Rudi Kurnia Danu Wijaya dapat mewujudkan cita-citanya yaitu
mendirikan perusahaan yang bergerak dalam bidang Industri Pengolahan
Susu Pasteurisasi dan Homogenisasi dengan nama perusahaan ”CV. CITA
NASIONAL”.
28

CV. CITA NASIONAL adalah perusahaan milik perseorangan


yang bergerak dalam bidang pengolahan susu murni menjadi susu segar
pasteurisasi dan homogenisasi dalam kemasan cup dan prepack dengan
merk dagang ”SUSU SEGAR NASIONAL", dengan dilengkapi mesin
berteknologi modern yang didatangkan dari Eropa dan Amerika Serikat.
Hal ini dimaksudkan untuk menjamin produk susu segar yang dihasilkan
mempunyai kualitas yang baik.
CV. CITA NASIONAL pertama kali produksi pada Tanggal
10 November 2000, dengan jumlah susu murni yang diproduksi sekitar
+ 5.000 liter dan dan menghasilkan produk dalam kemasan sebanyak
+ 20.000 cup. Dan langsung pertama kali dipasarkan di wilayah Surabaya
dengan produk yang dipasarkan yaitu Produk Susu Segar Nasional dalam
kemasan cup rasa coklat, rasa strawberry dengan volume 170 ml/cup dan
Plain (Purepack) 500 ml/pack.
Lambat laun produk CV. CITA NASIONAL yang bermerk dagang
SUSU SEGAR NASIONAL mulai dikenal di masyarakat yang ada di
Yogyakarta, Solo, Semarang dan Jakarta serta jumlah yang diproduksi
mulai meningkat hingga sekarang, kemudian CV. Cita Nasional
menambah variasi produknya yaitu es krim dan yoghurt, tetapi ternyata
untuk produk es krimnya tidak bisa berjalan dengan lancar sedangkan
untuk produk yoghurtnya bisa berkembang dan dipasarkan sampai
beberapa kota besar, dengan merk dagang ”Yoghurt Nasional”
Pada saat ini produk yang dihasilkan oleh pabrik CV. CITA
NASIONAL adalah :
a. Produk susu pasteurisasi, yang meliputi :
 Rasa coklat
 Rasa strawberry
 Rasa moka
 Rasa milk jus
 Plain/tawar
b. Produk yoghurt, yang meliputi :
29

 Rasa strawberry
 Rasa mangga
c. Merk atau nama produk yang dipasarkan yaitu :
 Susu Segar Nasional
 Yoghurt Nasional
Saat ini untuk memenuhi kebutuhan bahan baku susu murni,
CV. CITA NASIONAL bekerjasama dengan beberapa koperasi yang
bergerak dalam bidang persusuan diantaranya : Koperasi Andini Luhur,
Koperasi Banyumanik, dan Koperasi Cepogo. Sehingga secara tidak
langsung dengan adanya pabrik CV. CITA NASIONAL ini masyarakat
disekitar yang khususnya berprofesi sebagai peternak sapi perah sedikit
terbantu dalam hal pemasaran susu murni.
Dalam hal memasarkan produk ”SUSU SEGAR NASIONAL” dan
“YOGHURT NASIONAL” CV. CITA NASIONAL bekerjasama dengan
pihak pemasaran yang bernama CV. CITA KARSA BERSAMA yang
berkantor pusat di Jakarta. Dengan wilayah pemasaran meliputi kota-kota
seperti : Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung, Surabaya,
Purwokerto, Semarang, Solo, Yogyakarta, Magelang, dan Wonosobo.
Perkembangan pemasaran CV.Cita Nasional pada tahun 2008
sampai 2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan sehingga ada
rencana dari pihak Direktur untuk menutup perusahaan tersebut, tetapi
setelah dianalisa permasalahan yang muncul kemudian ditemukan titik
pemecahan masalah, sehingga CV. Cita Nasional bangkit lagi pada awal
tahun 2010 sampai saat ini.
Untuk perkembangan wilayah pemasaran terbagi menjadi beberapa
tahap, antara lain :
- November tahun 2000 : Mulai pemasaran produk di Wilayah Surabaya
- Desember tahun 2000: Pemasaran produk di WilayahYogyakarta dan
Solo
- Februari tahun 2001 : Pemasaran produk di Wilayah Jakarta
- April tahun 2001 : Pemasaran produk di Wilayah Semarang
30

- Akhir tahun 2001 sampai sekarang : Pemasaran sampai kekota-kota


besar dan lebih banyak yaitu Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi,
Bandung, Surabaya, Purwokerto, Semarang, Solo, Yogyakarta,
Magelang, dan Wonosobo.

2. Lokasi Perusahaan
Lokasi Perusahaan CV. CITA NASIONAL terletak di Jalan Raya
Salatiga Kopeng Km 5 Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Jarak dari perusahaan ke kota Salatiga
5 km. Denah lokasi CV. Cita Nasioanal dapat dilihat pada Lampiran 1,
sedangkan denah pabrik CV. Cita Nasional dapat dilihat pada lampiran 2.
Luas areal perusahaan atau tanah perusahaan ini + 5.000 m2, tapi yang
digunakan untuk bangunan pabrik dan lainnya hanya sekitar + 700 m2.
Adapaun batas-batas perusahaan ini adalah :
a. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Jalan Raya Salatiga-Kopeng dan
pemukiman penduduk.
b. Sebelah Barat : Berbatasan dengan perkebunan rakyat.
c. Sebelah Utara : Berbatasan dengan KUD Getasan
d. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan perkebunan.
Pemilihan lokasi berdirinya pabrik Kecamatan Getasan ini
disebabkan karena Provinsi Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Semarang
dan Kabupaten Boyolali merupakan sentral pemasok susu murni yang
cukup besar bagi GKSI pusat di Jakarta maupun perusahaan-perusahaan
pengolahan susu sehingga mudah bagi CV. CITA NASIONAL untuk
mendapatkan suplai akan kebutuhan bahan baku susu murni. Faktor-faktor
penunjang lainnya seperti :
a. Tersedianya tenaga kerja yang cukup
b. Tersedianya air yang cukup di daerah sekitar pabrik
c. Sarana transportasi yang memadai
d. Tersedianya fasilitas listrik
e. Fasilitas komunikasi
31

f. Dan lain-lain

3. Jenis produksi
CV. CITA NASIONAL telah memproduksi berbagai jenis produk
susu, antara lain:
a. Produk susu pasteurisasi, yang meliputi :
 Rasa coklat
 Rasa strawberry
 Rasa moka
 Rasa milk jus
 Plain/tawar
b. Produk yoghurt, yang meliputi :
 Set Yoghurt
 Yoghurt Metropolitan dengan berbagai rasa, antara lain :
rasa mangga, strawbery, leci, anggur, moka dan plain
 Yoghurt Nasional dengan dua rasa yaitu rasa strawberry dan rasa
mangga

4. Visi dan Misi Perusahaan


CV. Cita Nasional memiliki visi yaitu menjadi pelopor perusahaan
susu pasteurisasi dan homogenisasi yang berskala nasional untuk
memenuhi kebutuhan susu dengan harga yang terjangkau dan mudah
didapatkan. Sedangkan misi dari CV. Cita Nasional adalah mensukseskan
program pemerintah dalam meningkatkan gizi rakyat Indonesia agar
generasi penerus bangsa kelak menjadi bangsa yang sehat, kuat dan cerdas.

B. Manajemen Perusahaan
Manajemen perusahaan yang akan dibahas pada CV. CITA
NASIONAL meliputi struktur organisasi, tugas dan wewenang, ketenaga-
kerjaan, hak dan kewajiban, serta kesejahteraan karyawan.
32

1. Struktur dan sistem organisasi


Cita Nasional merupakan badan usaha yang berbentuk CV dengan
nomor ijin perusahaan No. 155/KWDPP.11/3.1/IX/2000 berdasarkan Surat
Keputusan Dinas Perindustrian dan Perdagangan No.
160/11.16/PK/VII/2000 berdasarkan SIUP.
Struktur organisasi yang diterapkan oleh CV. Cita Nasional yaitu
dipimpin langsung oleh seorang Direktur Utama dan Direktur Pelaksana
dimana dalam pelaksanaan kegiatan di perusahaan dibantu oleh beberapa
manager dari setiap departemen. Setiap departemen yang dipimpin oleh
manager bertanggung jawab langsung terhadap direktur, selain itu
manager juga memiliki wewenang atas seluruh kegiatan yang ada di dalam
perusahaan. Struktur organisasi CV. Cita Nasional dapat dilihat pada
Lampiran 3, sedangkan untuk susunan personalia CV. Cita Nasional dapat
dilihat pada Tabel 4.1.sebagai berikut:
Tabel 4.1. Susunan Personalia di CV. Cita Nasional

Nama Jabatan
H. Rudi Kurnia Danu Wijaya Direktur Utama
Fajar Santosa Direktur Pelaksana
Iskandar Mukhlis Plant Manager
Enang Komara Asisten manajer
Heri Hidayat Supervisor QC
Nur Asisten Supervisor QC
Asep Suherman Supervisor Proses
Enang Komara Supervisor Filling & Sealing
Bukhari Asisten Filling & Sealing
Ade Herman Supervisor Mekanik
Anjasmara Supervisor Elektrik
Sumber : CV. Cita Nasional, 2010.

2. Tanggung Jawab dan Wewenang


Deskripsi tugas dari masing-masing bagian pada CV. Cita Nasional
adalah sebagai berikut :
a. Direktur
Tugas :
33

Menetapkan seluruh kegiatan yang berada di perusahaan dan


memberikan pengarahan atas segala kegiatan yang bersangkutan
dengan proses kegiatan di perusahaan agar dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh semua personal organisasi serta bertanggung jawab
atas semua pelaksanaan sistem yang ada di perusahaan.
b. Administrasi dan Keuangan
Tugas :
1) Mencatat seluruh surat keluar masuk
2) Membuat dokumentasi seluruh rencana dan pelaksanaan kegiatan
yang dilaksanakan oleh personal di masing-masing bidang.
3) Melaksanakan pengelolaan keuangan usaha untuk produksi
yoghurt
4) Mendokumentasikan seluruh kegiatan pembelian dan penjualan
yang dilakukan oleh perusahaan
c. Supervisor Produksi
Tugas :
1) Merencanakan dan melaksanakan proses produksi yoghurt dengan
teknologi tepat guna
2) Mendokumentasikan pelaksanaan kegiatan proses produksi
yoghurt
d. Supervisor Elektrik dan Mekanik
Tugas :
1) Merencanakan atas kebutuhan energi listrik dan mengarahkan
dalam pengecekan energi listrik yang digunakan
2) Bertanggung jawab atas mesin-mesin dan peralatan yang
digunakan dalam proses produksi yoghurt
e. Supervisor Quality Control
Tugas
1) Bertanggung jawab melaksanakan dan mengevaluasi pekerjaan
yang tercakup dalam persyaratan Rencana Kerja Jaminan Mutu
yang ditetapkan dan didokumentasikan
34

2) Memprakarsai kegiatan untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian


yang berkaitan dengan produk, proses dan sisitem mutu
3) Mengidentifikasi dan mencatat setiap masalah yang berkaitan
dengan produk
4) Memprakarsai seluruh kegiatan pengujian produk untuk
mempertahankan jaminan mutu yang telah ditetapkan
5) Mengendalikan lebih lanjut pemprosesan, penyerahan dan
pemasaran produk yang tidak sesuai sampai kekurangan atau
kondisi yang tidak memuaskan telah diperbaiki.
f. Pemasaran
Tugas :
1) Merencanakan dan melaksanakan identifikasi pasar
2) Melakukan pencatatan pesanan dari pelanggan untuk disampaikan
kepada bidang produksi.

3. Ketenagakerjaan dan kesejahteraan karyawan


Pelaksanaan kegiatan operasi sehari-hari yang meliputi proses
maupun administrasi perusahan CV. Cita Nasional didukung oleh tenaga
kerja sejumlah 72 orang karyawan. Karyawan dan karyawati CV. Cita
Nasional berasal dari daerah sekitar perusahaan dan sebagian berasal dari
daerah Jawa Barat, umumnya Bandung dengan tingkat pendidikan yang
bervariasi. Terperinci tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 4.2.sebagai
berikut:
35

Tabel 4.2. Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja di CV. Cita Nasional

Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)


1. Direktur Utama 1
2. Direktur Pelaksana 1
3. Plant Manager 1
4. Asisten Manajer 1
5. Bagian Umum (Administrasi dan Keuangan) 2
6. Supervisor QC 1
7. Asisten Supervisor QC 1
8. Operator QC 4
9. Supervisor Proses 1
10. Senior Operator Proses 1
11. Operator Proses 5
12. Supervisor Filling & Sealing 1
13. Asisten Filling & Sealing 1
14. Operator Filling & Sealing 23
15. Supervisor Mekanik 1
16. Supervisor Elektrik 1
17. Operator Mekanik & Elektrik 4
18. Bagian Bengkel 3
19. Bagian Krat 4
20. Satpam 7
21. Bagian Gudang 5
22. Kebersihan 3
Jumlah 72
Sumber : CV. Cita Nasional, 2010.
a. Jam Kerja
Sistem pembagian waktu kerja yang digunakan di CV. Cita
Nasional adalah sistem ”shift” dengan 2 kelompok kerja. ”Shift”
pertama bekerja mulai pukul 06.00 sampai 13.00 WIIB, ”shift” kedua
bekerja mulai pukul 13.00 sampai 16.00 WIB. Waktu kerja staf kantor
yaitu hari Senin sampai hari Jumat pukul 08.00 sampai pukul 16.00
WIB dengan istirahat pada pukul 12.00-13.00 WIB.
b. Sistem Pembagian Gaji Karyawan
Sistem pembagian gaji karyawan disesuaikan dengan standar
minimal yang sudah ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja yang
ada di wilayah Jawa Tengah. Pembagian gaji karyawan dilakukan
setiap bulan sekali yaitu diberikan setiap tanggal 28.
36

c. Kesejahteraan Karyawan
Setiap karyawan di CV. Cita Nasional dilindungi keselamatan
kerja dan kesejahteraan dengan didaftarkan menjadi peserta
JAMSOSTEK. Selain itu perusahaan juga memberikan Tunjangan
Hari Raya (THR). Jumlah saldo susu produksi perusahaan dibagikan
kepada setiap karyawan, sehingga setiap karyawan memperoleh jatah
susu sesuai dengan jumlah saldo yang ada di perusahaan. Perusahaan
juga menyediakan tempat tinggal yang berupa mess, uang lembur
sarana peribadatan, pakaian seragam dan perlengkapan kerja

C. Penyediaan Bahan Baku dan Bahan Tambahan


1. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan yoghurt
di CV Cita Nasional adalah susu segar yang diperoleh dari KUD Cepogo,
Andini dan Banyumanik, serta susu skim (“Skim Milk Powder”) yang
diperoleh import dari Australia yang dikirim dari Jakarta. Pada
kenyataannya SMP (“Skim Milk Powder”) ini tidak dilakukan pengujian
secara khusus, karena menurut pihak “Quality Control”, “Skim Milk
Powder” (SMP) tersebut adalah standard. Dimana setiap pengiriman
produk pasti adalah melalui tahapan sertifikasi baik untuk digunakan.
Berat bersih dari tiap karung 25 kg, warna krim, “flavor” dan dalam
keadaan bersih. Untuk satu hari produksi susu segar yang digunakan tidak
bisa ditentukan karena setiap kali produksi yoghurt tergantung dari order
atau permintaan dari Jakarta, Surabaya, Jogja, Solo dan Semarang.
Biasanya rata-rata kebutuhan susu segar untuk satu kali produksi yoghurt
dalam bentuk ”cup” 1200 liter dan botol 500 liter susu segar.
Bahan baku susu segar yang diterima oleh CV. Cita Nasional
sebelumnya diuji terlebih dahulu di laboratorium, baik secara fisika
maupun kimia. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas produk
yang dihasilkan. Uji fisik yang dilakukan meliputi uji organoleptik susu
37

segar (rasa, warna, dan bau), suhu susu dan berat jenis. Uji kimia yang
dilakukan antara lain uji alkohol, pH, kadar lemak dan total bahan padat.
Susu segar yang tidak sesuai dengan standard kualitas yang
ditetapkan di CV. Cita Nasional maka susu segar tidak akan diterima atau
ditolak. CV. Cita Nasional memiliki standard kualitas susu segar untuk
produksi yoghurt dengan suhu 4-8 0C, berat jenis 1, 0250-1,0256 g/ml, uji
alkohol 74% (-), pH 6,6-6,8 dan kadar lemak 3,3 %. Jika susu segar yang
telah diuji memenuhi persyaratan maka susu segar tersebut akan dialirkan
menuju tangki penampungan atau storage tank yang memeliki kapsitas
20.000 liter. Susu segar sebelum dimasukkan tangki penampungan harus
melewati filter, flow meter dan plate cooler. Filter memiliki fungsi sebagai
penyaring agar tidak terkotaminasi secara fisik yang mungkin dapat masuk
ke dalam susu, flowmeter berfungsi untuk mengukur volume susu yang
diterima dan plate cooler berfungsi untuk mendinginkan susu agar
suhunya + 4 0C, untuk mencegah kerusakan susu.

2. Bahan Baku Tambahan


a. “Flavor”
CV. Cita Nasional memproduksi yoghurt dengan berbagai rasa :
plain, rasa strawberry, mangga, anggur, mocca, sirsak, leci, dan jambu.
Untuk rasa strawberry digunakan “FLV D 3509 diproduksi oleh PT.
Essence Indonesia”, rasa mangga yang digunakan “manggo D433 NA
produk PT. Essence Indonesia”, rasa leci dan mocca menggunakan
“Lycheeflavour I AD4343” produksi sama dengan mangga dan
strawberry. Untuk rasa jambu, anggur, sirsak menggunakan sirup ABC
dan Marjan. Menurut Rahman et al. (1992) ”flavor” yang diproduksi
oleh kultur yoghurt merupakan bagian yang penting seperti halnya
kandungan gula dalam yoghurt.
b. “Stabilizer” (Zat Penstabil)
Zat penstabil yang digunakan dalam pembuatan yoghurt di CV.
Cita Nasional adalah pektin untuk “stired yoghurt” dan untuk
38

“Set Yoghurt” tidak ditambahkan stabilizer. Hal ini sesuai dengan


pendapat Van den Berg (1988) bahwa zat penstabil yang sering
digunakan yaitu ”Carrageenan”, alginat, gums, ”Carboxy Methyl
Cellulosa” (CMC), pektin, gelatin. Penggunaan “stabilizer” dalam
yoghurt untuk memperlembut atau memperlunak tekstur, membuat
struktur gel dan mencegah atau mengurangi sinergis (keluarnya cairan)
pada yoghurt, sehingga yoghurt dapat tahan lebih lama. Zat penstabil
sering digunakan dalam produk susu terutama untuk meningkatkan
viskositas produk dan untuk mencegah penggumapalan
(Van den Berg, 1988).
c. Pemanis (gula)
Penambahan gula pasir berfungsi untuk memberikan rasa manis
pada yoghurt. Menurut Buckle et al (1985) pemanis atau gula
mempunyai sifat dapat mengubah dan menambah cita rasa, gula juga
dapat digunakan dalam pengawetan bahan pangan karena mempunyai
daya larut yang tinggi, kemampuan mengurangi keseimbangan
kelembaban relatif dan mempunyai kemampuan mengikat air. Gula
pasir yang digunakan dalam pembuatan yoghurt di CV. Cita Nasional
adalah gula pasir dari PT. DUS Cilacap (gula rafinasi), CV. Sumber
Manis Salatiga dan Kediri (Perusahaan Gula Ngadirejo PTPN XI dan
GKP Sudhono).
d. Pewarna
Pemberian warna pada yoghurt di CV. Cita Nasional dilakukan
pada yoghurt rasa strawberry menggunakan pewarna ”Panceou 4R”
dari Jakarta. Menurut Winarno et al (1994) bahwa zat pewarna yang
ditambahkan ke dalam makanan bertujuan untuk menarik selera dan
keinginan konsumen. Pewarna yang digunakan adalah bahan pewarna
makanan sintetis yang telah diizinkan penggunaannya sehingga aman
untuk dikonsumsi.
39

D. Tipe Yoghurt
Yoghurt yang diproduksi oleh CV. Cita Nasional adalah jenis yoghurt
dengan kadar lemak rendah dan menurut metode pembuatannya termasuk
kedalam jenis ”Set Yoghurt” yaitu pembuatan yoghurt dengan cara menaruh
susu dalam kemasan pada saat dilakukan inkubasi dan ”Stirred Yoghurt” yaitu
susu ditempatkan dalam tangki kemudian diinkubasi dan setelah inkubasi
selesai didinginkan baru dikemas. Hal ini sesuai dengan pendapat
Rahman et al. (1992), yang menyatakan bahwa tipe ”Set Yoghurt” merupakan
cara pembuatan yoghurt dimana pada waktu inkubasi atau fermentasi susu
berada di dalam kemasan kecil dan karakteistik koagulumnya tidak berubah.
Sedangkan ”Stirred Yoghurt” fermentasi susu dilakukan pada tangki atau
wadah yang besar dan setelah inkubasi barulah produk dikemas dalam
kemasan kecil sehingga memungkinkan koagulumnya rusak atau pecah
sebelum pendinginan dan pengemasan selesai.
Yoghurt yang diproduksi oleh CV. Cita Nasional ada yang
diberi ”flavor” buah-buahan dan ada yang tidak diberi “flavor” atau yang
disebut ”plain yoghurt”. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahman et al. (1992)
bahwa berdasarkan flavornya yoghurt dibagi menjadi a) Natural yoghurt
atau ”plain yoghurt” yaitu yoghurt tanpa penambahan ”flavor” lain sehingga
rasa asam sangat tajam, b) ”fruit yoghurt” yaitu yoghurt yang diberi ”flavor”
sintetik dan zat pewarna.
CV. Cita Nasional untuk ”Stirred Yoghurt” memproduksi 2 jenis
yoghurt yaitu “YOGHURT NASIONAL” dan ”YOGHURT
METROPOLITAN”. Perbedaan diantara keduanya yaitu ”Yoghurt Nasional”
tidak menggunakan skim sedangkan ”Yoghurt Metropolitan” menggunakan
skim. ”Yoghurt Nasional” yaitu yoghurt yamg dipasarkan atas nama CV. Cita
Nasional dalam kemasan ”cup” ukuran 150 ml sedangkan ”Yoghurt
Metropolitan” yaitu yoghurt yang dipasarkan kerja sama antara CV. Cita
Nasional dengan CV. Cita Karsa Bersama yang berpusat di Jakarta dalam
kemasan botol plastik 250 ml dan 500 ml.
40

E. Proses Produksi
Alur proses produksi yang dilakukan di CV. Cita Nasional meliputi
beberapa tahap dan dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini :

Penanganan Bahan Baku


Susu Segar dari KUD

Tidak Sesuai Standard


Pengujian Laboratorium
Ditolak
Sesuai Standard
Tangki Penampungan

Proses Pengolahan Susu

Susu Pasteurisasi dan Yoghurt Susu Prepack


Homogenisasi

“Stired Yoghurt” “Set Yoghurt”

Yoghurt Nasional Yoghurt Metropolitan

Gambar 4.1. Diagram Alur Proses Produksi di CV. Cita Nasional

1. Tahap Penanganan Bahan Baku Susu Segar dari KUD


Tahap-tahap utama dalam pengolahan yoghurt adalah bahan baku.
Bahan baku yang digunakan untuk membuat yoghurt adalah susu segar
yang diperoleh dari KUD Cepogo, KUD Andini dan KUD Banyumanik
(Gambar 4.2).
41

Gambar 4.2 Penerimaan Susu Segar


Penerimaan susu dari KUD Cepogo, Andini dan Banyumanik
tergantung pada jumlah dan waktu pemesanan dari perusahaan. Sebelum
susu segar dimasukkan ke dalam tangki penampungan, yang terlebih
dahulu diterima oleh bagian laboratorium dan dilakukan pemeriksaan
dengan mengambil sampel dari mobil pengangkut yang dilakukan oleh
bagian ”Quality Control”.

Gambar 4.3 Pengambilan Sampel Susu Segar

2. Pengujian Susu
Sebelum susu sampai ditempat penampungan susu, maka pihak
perusahaan selaku penerimaan susu segar melakukan berbagai pengujian
sebelum ke tahap pengolahan susu. Pengujian susu meliputi uji fisikawi,
dan kimiawi. Pada uji kimiawi dan fisikawi dilakukan untuk mengetahui
komposisi kimia air susu dan untuk mengetahui perubahan-perubahan
pada air susu yang bersifat fisik. Uji fisik yang dilakukan antara lain uji
42

organoleptik (warna, bau, rasa), suhu dan berat jenis. Uji kimiawi yang
dilakukan adalah uji alkohol, uji pH, uji kadar lemak, uji lemak nabati, uji
gula (sukrosa) dan uji total bahan padat. Susu yang tidak memenuhi
persyaratan standar kualitas CV. Cita Nasional maka susu tidak diterima
atau ditolak.
Pemeriksaan terhadap susu segar ini untuk menjaga kualitas produk
yang akan dihasilkan nanti. Susu segar yang diterima oleh pihak CV. Cita
Nasional harus memenuhi beberapa standard mutu antara lain rasa, warna
dan bau harus normal, uji alkohol 74 % (-), suhu rata-rata 4-8 0C, berat
jenis rata-rata 1,0250-1,0256 g/ml, pH berkisar antara 6,6-6,8, kadar lemak
3,3 %. Uji tersebut dilakukan di laboratorium sehingga apabila susu yang
diuji tidak memenuhi persyaratan tersebut langsung ditolak. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto (1994) bahwa pH susu segar terletak
antara 5,5-8,0 dan Adnan (1984) menambahkan bahwa kadar lemak susu
segar 3,3 %.

3. Pendinginan
Setelah susu segar melewati pengujian mutu dan susu segar yang
diuji ternyata memenuhi persyaratan maka susu tersebut kemudian
dipompa ke alat pendinginan (Plate Cooler). Sebelum masuk ke plate
cooler, susu melewati filter dan flowmeter. Filter ini berfungsi sebagai
penyaring kontaminasi fisik yang mungkin akan masuk ke dalam susu
(Gambar 4.4). Flowmeter berfungsi untuk mengukur volume susu yang
diterima (Gambar 4.5). Plate cooler berfungsi untuk mendinginkan susu
agar suhunya ± 4°C untuk mencegah terjadinya kerusakan pada susu dan
agar susu dapat dipertahankan sampai dua hari (Gambar 4.6). Sesuai
dengan pendapat Gaman dan Sherrington (1994) bahwa pendinginan pada
suhu dibawah 5 0C harus dilakukan secepat mungkin untuk menghambat
tumbuhnya mikrobia dan untuk menginaktifkan bakteri pembusuk.
43

Gambar 4.4 Filter

Gambar 4.5 Flowmeter


44

Gambar 4.6 Plate Cooler


Setelah itu kontrol panel dihidupkan oleh operator (Gambar 4.7).
Kontrol panel berfungsi untuk mengendalikan setiap proses mulai dari
bahan baku datang dari KUD sampai dengan pendinginan dan proses
mixing.

Gambar 4.7 Kontrol Panel


45

4. Penyimpanan Susu
Setelah air susu didinginkan dalam alat plate cooler selanjutnya susu
tersebut dialirkan ke dalam tangki penampungan (storage tank/ T.301)
melalui pipa-pipa yang saling berhubungan. Susu disimpan dalam tangki
penampungan yang memiliki kapasitas 20.000 liter dengan suhu 4°C.
Fungsi tangki penampungan adalah untuk mempertahankan suhu susu
serta agar susu tidak terkontaminasi dengan kondisi luar. Di dalam storage
tank dilengkapi dengan agitator dengan bentuk pulay seperti bentuk pulay
pada kipas angin yang dipasang di dalam tangki sebanyak dua buah.
Agitator tersebut berfungsi sebagai pengaduk guna menghomogenkan
partikel-partikel lemak susu sehingga tidak terjadi penggumpalan susu.
Susu segar tersebut dihomogenisasi dengan cara diaduk terus-menerus, ini
dilakukan agar komponen susu tidak terpisah sehingga akan memudahkan
dalam pemindahan dari wadah penyimpanan ke proses selanjutnya.

Gambar 4.8 Tangki Penampungan / Storage tank (T.301)


46

5. Proses Pengolahan Yoghurt


a. Proses Pembuatan ”Stired Yoghurt”
Analisa Laboratorium
SUSU SEGAR

Difilter

Didinginkan di Plate Cooler


Temp. ± 4-6°C

Tangki Penampungan (T.301)


Kapasitas 12.000 Lt
Dipanaskan di Skim Milk Powder
Plate Heater & Stabilizer
Temp. 50-60°C Mixing (T.201)
15 Menit
Kapasitas 4.000 Lt
Didinginan di
Plate Cooler
Temp. 10 -15°C
Tangki Antara (T.202)
Kapasitas 12.000 Lt

Homogenisasi
(± 1300 - 1400 Psi)
dan Pasteurisasi
(Temp. 82 - 85C,  15 detik)

STARTER F2 Diinkubasi
(T 40-42C, 5-6 jam)
Gula, Pewarna
dan Flavour
Diaduk Sampai Homogen
dan Didinginkan
(T  4C, 1 jam)

Diisi & Dikemas

STIRRED YOGHURT Analisa Laboratorium


(T  4-6C) (pH 4,2)

Gambar 4.9 Diagram Alir Proses Pembuatan “Yoghurt Metropolitan”


47

SUSU SEGAR Analisa Laboratorium

Difilter

Didinginkan di Plate Cooler


Temp. ± 4-6°C

Tangki Penampungan (T.301)


Dipanaskan di Kapasitas 12.000 Lt
Penambahan
Plate Heater Stabilizer (pektin)
Temp. 50-60°C
Mixing (T.201)
15 Menit
Kapasitas 4.000 Lt
Didinginan di
Plate Cooler
Temp. 10 -15°C
Tangki Antara (T.202)
Kapasitas 12.000 Lt

Homogenisasi
(± 1300 - 1400 Psi)
&
Pasteurisasi
(Temp. 82 - 85C,  15 detik)

Diinkubasi
STARTER F2
(T 40-42C, 5-6 jam)
Gula, Pewarna
dan Flavour
Diaduk sampai homogen
&
Didinginkan
(T  4C, 1 jam)

Diisi & Dikemas

STIRRED YOGHURT Analisa Laboratorium


(T  4-6C) (pH 4,2)

Gambar 4.10 Diagram Alir Proses Pembuatan “Yoghurt Nasional”


48

1) Proses pencampuran (”mixing”)


Pembuatan ”Yoghurt Metropolitan” diawali dengan mencampur susu
skim (”Skim Milk Powder”) dengan pektin dalam ”corong mixing”
selanjutnya mengalir ke ”mixing tank” dan dilakukan pemanasan dengan
menggunakan suhu 50-60 0C selama 10-15 menit melalui (PHE) ”Plate
Heat Exchanger” yaitu alat yang berbentuk ”plate” persegi yang terbuat
dari logam stainless stel yang saling berhimpit dalam bagian yang sama
dan memiliki empat bagian utama yang terdiri dari Regenerasi I,
Regenarasi II, Pasteurisasi, Chiller. Untuk ”Yoghurt Nasional” tidak
ditambah susu skim, sehingga susu segar langsung dipanaskan di tangki
mixing (”mixing tank”) prosesnya sama seperti ”Yoghurt Metropolitan”.
Susu segar yang sudah ditentukan jumlahnya mengalir dari tangki
penampungan ke tangki mixing (”mixing tank”) sehingga bercampur
dengan pektin dan susu susu skim agar semua bahan dapat bercampur
dengan sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Bukle et al. (1985)
bahwa sebelum pengolahan susu dihangatkan terlebih dahulu selama 10-
15 menit, pemanasan ini penting untuk menstabilkan susu, mematikan
organisme patogen dan menginaktifkan enzim selama proses pengolahan
susu dan menurut Van den Berg (1988), pemanasan bertujuan untuk
melarutkan bahan-bahan yang ditambahkan.
Proses pengadukan dilakukan dengan menggunakan agigator yang
digerakkan oleh motor yang terletak di atas tangki. Aliran melalui PHE
(Gambar 4.11) terjadi beberapa kali, sehingga dalam PHE ”Plate Heat
Exchanger” ini perubahan suhu menjadi 30-35 0C, apabila suhu susu
terlalu rendah dengan melalui (PHE) ”Plate Heat Exchanger” susu akan
menjadi panas kembali, karena PHE merupakan alat yang didalamnya
tedapat dua buah pipa, satu pipa digunakan untuk melewatkan susu sedang
pipa yang lain digunakan untuk melewatkan air es (proses pendinginan)
atau air panas (proses pemanasan) yang berasal dari steam. Pada saat
fungsi PHE dari pemanasan menjadi pendinginan, maka saluran pipa
dengan steam ditutup dan saluran pipa yang menghubungkan pipa dengan
49

air es dibuka, sehingga air es mengalir untuk mendinginkan susu. Dari


tangki mixing campuran susu tadi mengalir melalui tangki antara
(”intermediate tank”) yang menghubungkan tangki mixing (”mixing tank”)
dengan alat homogenisasi dan pasteurisasi.

Gambar 4.11 PHE ”Plate Heat Exchanger”


2) Homogenisasi dan Pasteurisasi
Susu dari tangki mixing (”mixing tank”) mengalir melewati tangki
antara (”intermediate tank”) selanjutnya ke alat homogenisasi dan
pasteurisasi yang dirancang jadi satu. Di CV.Cita Nasional proses
pasteurisasi dilakuakan dengan metode HTST (”High Temperature Short
Time”), yaitu sestem pemanasan dengan temperatur yang tinggi tetapi
dalam waktu yang singkat. Untuk melalui proses pasteurisasi mula-mula
susu dari tangki antara dilewatkan melalui bagian regenerasi untuk
dipanaskan, dari bagian regenerasi, susu yang keluar akan dihomogenisasi
oleh suatu alat yang disebut dengan “homogenizer” dengan tekanan 1300-
1400 Psi. Di dalam “homogenizer” susu akan mengalami penyeragaman
ukuran globula lemak, karena tujuan dari homogenisasi itu sendiri yaitu
untuk menyeragamkan ukuran globula lemak dari 10µ menjadi 4-2µ. Susu
yang homogen mempunyai penampakan yang lebih putih karena globula
lemak merata. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto (1983) bahwa
50

tujuan homogenisasi untuk menyeragamkan besarnya globula lemak susu.


Adnan (1984) menambahkan bahwa proses homogenisasi sendiri
dimaksudkan untuk menghindari terbentuknya lapisan krim yang terjadi
bila air susu didiamkan. Dapat dihindarinya gejala tersebut karena ukuran
globula atau partikel lemak diperkecil menjadi rata-rata kurang dari 2µ.
Prinsip kerja ”homogenizer” adalah dengan memanaskan susu
untuk mencairkan lemak dan menekan susu melalui celah-celah
kecil ”homogenizer” dengan menggunakan tekanan 1300-1400 Psi,
kemudian susu menghantam bagian dinding yang sangat keras sehingga
globula lemak susu akan pecah dan menjadi seragam. Setelah itu susu di
0
pasteurisasi dengan suhu 85 C selama 15 detik. Dengan cara ini
diharapkan dapat membunuh mikroba patogen dan diinaktifkan dengan
mempertahankan semaksimal mungkin kandungan gizi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hadiwiyoto (1983) bahwa pemanasan pada proses
pasteurisasi mempunyai kombinasi suhu dan waktu yang dapat diatur
sedemikian rupa sehingga dengan suhu dan waktu tersebut dapat
membunuh bakteri patogen.

Gambar 4.12 “Homogenizer”


51

Susu yang telah dihomogenisasi dipompa menuju PHE ”Plate Heat


Exchanger”. Alat ini bekerja berdasarkan prinsip pemindahan panas yang
terjadi pada susu dengan uap panas dan antara susu hasil pasteurisasi
dengan air dingin , melalui pemanasan sampai suhu mencapai 85 0C
selama 15 detik, setelah itu dilanjutkan kembali ke tangki inkubasi
(”inkubation tank”) yang merupakan tempat penampungan sekaligus
penyiapan dalam pencampuran ”starter culture”. Di tangki ini yoghurt
0
mengalami penurunan suhu sampai 42 C yang selanjutnya akan
diinkubasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto (1983) bahwa
penurunan suhu dilakuakan dengan cepat untuk menghindari terjadinya
kontaminasi, dilakukan sampai suhu 400C.
3) Pemberian ”starter culture” Yoghurt
Kultur yang digunakan adalah satu paket kultur starter yang
mengandung Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus dan
Streptococcus thermophilus, dengan merek dagang ”Yogurt Milk Prod.
Lyo San Inc.500, Aeroparce C.P. 598. Lachute (Quebe) Canada J8H 4G4”,
atau sering disebut “Yogourmet” Hal ini sesuai dengan pendapat
Hadiwiyoto (1983) bahwa starter kultur yang sering digunakan dalam
pembuatan yoghurt adalah bakteri-bakteri pembentuk asam lakatat
misalnya Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus acidophilus atau campuran dari ketiga-tiganya yang telah
ditumbuhkan pada susu. Bakteri asam laktat yang dominan dalam
pembuatan yoghurt bersifat homofermentatif, diantaranya Streptococcus
thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Kedua jenis bakteri tersebut
dapat tumbuh bersama-sama secara simbiosis (Widodo, 2003).
Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri gram positif
berbentuk batang, ukurannya medium atau panjang, tidak dapat tumbuh
pada suhu 10 0C, tumbuh pada suhu 45 0C, tidak tahan garam dan bersifat
termodurik. Streptococcus thermophilus merupakan bakteri gram positif
berbentuk bulat, tidak tumbuh pada suhu 10 0C, tumbuh pada suhu 45 0C,
tidak tahan garam (6,5 %) dan bersifat termodurik. Lactobacillus
52

acidophilus adalah bakteri gram positif berbentuk batang, tidak dapat


tumbuh pada suhu 10 0C, tumbuh pada suhu 45 0C, tidak tahan garam
(6,5 %) dan bersifat non termodurik (Rahman et al., 1992).
Untuk pemberian kultur di CV. Cita Nasional pada setiap proses
pembuatan hanya menggunakan kultur turunan saja (F2), disamping
harganya mahal kualitas yang diperoleh dengan menggunakan kultur
turunan tersebut tidak jauh berbeda dengan menggunkan kultur murni.
Dalam setiap penggunaan starter murni maka harus digunakan sekali pakai
artinya satu paket kultur yang telah dibuka harus dimanfaatkan semua.
Kultur turunan yang dimaksud disini adalah produk ”Set yoghurt” yang
telah jadi dan disimpan, itulah yang digunakan untuk ”starter culture”
dalam pembuatan yoghurt berikutnya.
Untuk pembuatan 1 liter F1, terlebih dahulu air dididihkan dalam
suatu wadah kemudian suhu diturunkan 70-80 0C, skim dimasukkan
sambil diaduk hingga larut, setelah itu didinginkan hingga suhu 40 0C dan
starter dimasukkan yaitu 5 gram dari satu paket, terakhir diinkubasi suhu
45 0C selama 5-6 jam selanjutnya disimpan pada suhu 4-60C. Untuk
pembuatan F2 caranya sama hanya saja starter yang dipakai dari F1 yang
sudah jadi. Pemberian starter pada pembuatan yoghurt dilakukan sebelum
diinkubasi.

Gambar 4.13 “Yogourmet”


53

4) Proses Inkubasi
Susu dari alat pasteurisasi mengalir ke tangki inkubasi (”incubation
tank”) yang mempunyai daya tampung 8000 liter, yang sebelumnya sudah
dipanasi terlebih dahulu 25 0C. Penambahan starter F2 sebanyak 2-3 %,
pencampuran dilakukan pada suhu 42 0C sampai 45 0C dan kemudian
diaduk agar tercampur rata. Selanjutnya diinkubasi pada suhu tersebut
selama 5-6 jam hingga mencapai keasaman yang diinginkan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rahman et al. (1992) bahwa suhu dan waktu inkubasi
harus diperhatikan agar diperoleh keasaman yoghurt yang sesuai.
Bilamana konsentrat kultur beku maka inkubasinya dilakukan pada suhu
45 0C selama 5 jam. Inkubasi yoghurt tersebut sedikit berbeda dengan
pendapat Hadiwiyoto (1983) yang menyatakan pemeraman dikerjakan
pada suhu 37 0C selama kurang lebih 24 jam, suhu pemeraman dapat lebih
tinggi misalnya 43 0C namun waktu yang digunakan adalah 3 jam.
Pemeraman dinyatakan selesai apabila keasaman telah mencapai 0,85-
0,95 % yang dihitung sebagai asam laktat atau pH 4-4,5. Selama
pemeraman akan timbul senyawa asam laktat, asetaldehid, asam asetat,
diasetil dan senyawa yang mudah menguap yamg dihasilkan oleh bakteri-
bakteri starter.
Buckle et al. (1985) adanya kegiatan mikroorganisme yang
menghasilkan asam laktat, dapat menurunkan pH menjadi 4,0 sampai 4,5
tergantung dari aktivitas dan jumlah bakteri asam laktat. Menurut
Rahman et al.(1992) pada yoghurt mulanya Streptococcus thermophilus
yang tumbuh lebih dulu dan akibat aktivitasnya menyebabkan penurunan
pH hingga 5,0-5,5, selanjutnya pH menurun lagi hingga 3,8-4,4 karena
aktivitas Lactobacillus bulgaricus.
54

Gambar 4.14 Tangki Inkubasi


5) Pemberian bahan tambahan
Penambahan gula (7-8 %), ”flavor”, pewarna dan pektin
pada ”Yoghurt Nasional” dan ”Yoghurt Metropolitan”dilakukan setelah
inkubasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rahman et al. (1992) bahwa
pada umumnya gula yang ditambahkan pada yoghurt pada awal fermentasi
sekitar 5-7 %. Pada konsentrasi gula 5,5 % maka aktivitas kultur tidak
mengalami penghambatan, sedangkan pada konsentrasi gula yang lebih
tinggi maka produksi asam akan terhambat. ”Flavor” yang diproduksi oleh
kultur yoghurt merupakan bagian yang penting seperti halnya kandungan
gula dalam yoghurt. Pemanis yang digunkan adalah gula pasir. Gula pasir
berfungsi untuk memperbaiki ”flavor”, meningkatkan kelezatan dan
memperbaiki tekstur produk dengan meningkatkan kekentalan.
Menurut Buckle et al. (1985) bahwa gula digunakan selain
berfungsi sebagai pemanis juga digunakan sebagai bahan
pengawet. ”Flavor” yoghurt ditentukan oleh terbentuknya asam laktat,
asetaldehida, asam asetat dan asetil. Pewarna yoghurt yang sering
digunakan adalah panceou 4R untuk rasa strawberry. ”Flavor” dan
55

pewarna ditambahkan setelah inkubasi. Ukuran pemberian warna hanya


menggunakan ukuran perkiraan secara organoleptik dalam artian diberikan
secukupnya saja. Pewarna makanan dapat digolongkan menjadi dua
macam yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis. Zat pewarna
ditambahkan ke dalam makanan bertujuan untuk menarik selera dan
keinginan konsumen. Hal ini sesuai dengan pendapat
Winarno et al. (1994) bahwa zat warna yang ditambahkan adalah
bertujuan untuk menarik keinginan konsumen. Pewarna yang ditambahkan
adalah bahan pewarna yang telah diizinkan penggunaannya di Indonesia
sehingga aman dikonsumsi.
Setelah diberi bahan tambahan kemudian diaduk sampai homogen
dan didinginkan pada suhu 4 0C.
6) Pengemasan
Untuk ”Yoghurt Metropolitan” CV. Cita Nasional menggunakan
kemasan botol. Kemasan botol masih menggunakan sistem manual, baik
dalam proses pemasangan label, pengisian maupun pemasangan tutup
botol. Sebelumya botol ditulisi nama produk terlebih dahulu, kemudian
pengisian dan satu per satu ditutup dengan tutup botol tersebut.
Pengemasan yang digunakan CV. Cita Nasional untuk ”Yoghurt
Nasional” menggunakan kemasan plastik yang terbuat
dari ”polypropylene” (PP), dengan volume 150 ml. Bahan pengemas untuk
yoghurt ”cup” diproduksi oleh PT. Inovative Plastic Packaging
Jakarta. ”Polypropylene” merupakan kemasan plastik dengan sifat kuat
dan ringan daripada ”polyetilen” dengan daya tembus uap air yang rendah,
ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup
mengkilap.
Pengemasan yoghurt menggunakan alat fillomatic (”automatic in
line cup filler and sealer”). Alat ini dibagi menjadi tiga unit yaitu “filler”,
“sealer” dan “cutter”. Pada alat ini untuk bagian sealer menggunakan
suhu 240 0C dan untuk pencetakan tanggal kadaluarsa menggunakan suhu
150 0C. Alat ini mampu menghasilkan 5000 ”cup” per jam. Tahap proses
56

pengemasan yaitu penyiapan ”cup” yang telah dibersihkan dan


ditempatkan pada feeder mesin ”filling”, selanjutnya ”conveyor” akan
bergerak membawa ”cup” melewati lampu ultraviolet agar kemasan steril,
yang sebelumnya yoghurt secara manual dituang ke penampung yoghurt,
lalu menuju ke ”nozzle” untuk diisi, pemeriksaan volume dilakukan
setelah 30 menit. Selesai diisi sesuai dengan volume yang ditentukan
maka ”cup” siap untuk ditutup dengan plastik (”lid cup”) yang telah
disterilkan dengan sinar ultraviolet dan diberi tanggal kadaluarsa. ”Lid
cup” direkatkan pertama kali dengan menggunakan ”sealer 1” dan
kemudian ”sealer 2” agar ”lid cup” lebih rekat sehingga tidak bocor,
setelah itu ”lid cup” dipotong menggunakan ”cutter” lalu yoghurt
menuju ”conveyor”. Setelah tertutup rapat dan tidak ada kebocoran maka
susu kemasan dimasukkan kedalam wadah penyimpanan (”krat”).
Setiap kemasan cup yoghurt terdapat informasi yang diberikan
kepada konsumen tentang apa yang mereka beli, misalnya mengenai isinya,
bagaimana cara penyimpanannya, nilai gizi yang telah mendapat
pengakuan dari Departemen Kesehatan dan tanggal kadaluarsa. Informasi
tentang produk tersebut biasanya terdapat pada bagian badan gelas. Hal ini
sesuai dengan pendapat Winarno (1993) bahwa para konsumen
menghendaki informasi tersebut untuk beberapa alasan, terutama adalah
agar para konsumen dapat membandingkannya dengan produk lain.
Kemasan sekunder yang digunakan adalah krat (keranjang) yang terbuat
dari plastik yang kuat dan kaku. Setiap krat dapat menampung sebanyak
108 buah cup volume 150 ml atau 54 buah botol plastik volume 250 ml
atau 34 buah botol plastik volume 500 ml. Krat (keranjang) yang akan
digunakan harus disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan tepol
dan kaporit, yang dimaksud dengan pengemas sekunder adalah pengemas
yang tidak berhubungan langsung dengan produk atau dapat juga disebut
dengan pengepak. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno et al. (1984)
yang menyatakan bahwa jenis kemasan yang langsung berhubungan
57

dengan produk (kemasan primer) dan kemasan yang tidak langsung


berhubungan dengan produk (kemasan sekunder).

Gambar 4.15 fillomatic (”automatic in line cup filler and sealer”)

Gambar 4.16 Pengemasan Yoghurt Metropolitan pada Botol


58

7) Penyimpanan
Yoghurt yang telah dikemas diletakkan dalam krat, kemudian
disimpan dalam ”box cooler” yang bersuhu antara 4-6 0C dan dapat juga
diletakkan dalam rak penyimpanan yang telah tersedia, penyusunannya
diusahakan tidak terlalu rapat untuk tempat pertukaran udara didalam
ruang itu sendiri.

Gambar 4.17 Penyimpanan Yoghurt Nasional pada Krat


59

b. Proses Pembuatan ”Set Yoghurt”

SUSU SEGAR ANALISA LABORATORIUM

DIPANASKAN
DALAM PANCI SKIM MILK &
(T sampai 45C) PEKTIN

DIADUK HOMOGEN

DIDINGINKAN
(T  41C) STARTER F2

DISARING

DIKEMAS DALAM
KALENG 2,5 Kg

INKUBASI
(T 42C, 5 jam)

DIDINGINKAN
(T  4C, 1 jam)

SET YOGHURT ANALISA LABORATORIUM


(T  4C) (pH 4,2)

Gambar 4.18 Diagram Alir Proses Pembuatan “Set Yoghurt”


60

1) Persiapan Bahan Baku


Susu segar yang telah diukur volumenya, susu skim bubuk, pektin
dan peralatan yang digunakan disiapkan terlebih dahulu. Proses pembuatan
“Set Yoghurt” di CV. Cita Nasional masih menggunakan sistem manual
karena yang diproduksi hanya sedikit. Apabila produksi dalam jumlah
banyak maka proses pengolahannya pada dasarnya sama seperti proses
pembuatan “Yoghurt Metropolitan” hanya bedanya diinkubasi dalam
kemasan.
2) Proses pembuatan “set yoghurt”
Proses diawali dengan memanaskan susu segar hingga suhu
mencapai 45 0C dan diaduk sampai homogen. Susu, skim milk, pektin
yaitu TZ-ANZ 4941 Danisco Australia PTY.LTD yang telah disiapkan
dimasukkan sedikit demi sedikit hingga larut semuanya, setelah larut
campuran skim dan air tadi kemudian diturunkan suhunya hingga 41 0C
selanjutnya dicampur dengan starter F2 (+ 2-3 %) sampai tercampur rata
dan dikemas dengan menggunakan wadah seperti ember, diproduksi oleh
PT. Tansri Gani Jakarta yang berukuran 2,5 liter, khusus “Set Yoghurt” ini
dibuat plain atau tawar. Selanjutnya yoghurt diinkubasi selama 5-6 jam
pada suhu 42 0C, setelah diinkubasi “Set Yoghurt” yang sudah jadi
disimpan dalam mesin pendingin dengan suhu 4-6 0C. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Rahman et al. (1992) bahwa “Set Yoghurt” adalah
produk yoghurt dimana pada waktu inkubasi atau fermentasi susu berada
di dalam kemasan kecil dan karakteristik koagulumnya tidak berubah.
3) Pengemasan “Set Yoghurt”
Bahan pengemas “set yogurt” yang digunakan oleh CV. Cita
Nasional adalah ember plastik. Pengemasan produk “set yogurt” CV. Cita
Nasional sesuai dengan pendapat Bucle et al. (1985) yang menyatakan
pengelompokan dasar dari bahan-bahan pengemas yang digunakan terdiri
atas : 1) logam, seperti timah, baja bebas timah dan aluminium, 2) gelas,
3) plastik, termasuk beraneka ragam plastik tipis yang berlapis laminating
dengan plastik lainnya, kertas atau logam (aluminium), 4) kertas,
61

paperboard, fibreboard, 5) lapisan (laminate) dari satu atau lebih bahan-


bahan diatas.
CV. Cita Nasional juga memproduksi produk selain stirred yogurt
yaitu produk set yoghurt, dimana dalam hal pengemasannya menggunakan
ember plastik dengan volume 2,5 liter. Bahan pengemas terbuat dari
plastik polypropylene (PP) yaitu ember platik yang digunakan sebagai
bahan pengemas primer.Untuk pengemas ember plastik ini diproduksi oleh
PT. Tansri Gani Jakarta. Polypropylene (PP) merupakan kemasan plastik
dengan sifat kuat dan ringan. Polypropylene (PP) yang digunakan sebagai
bahan pengemas sesuai dengan pendapat Buckle et al. (1985) yang
menyatakan bahwa Polypropylene lebih kaku, kuat dan ringan dibanding
polyethylene, dengan daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang
baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap.

F. Penyediaan Sarana dan Prasarana


1. Sumber Energi
CV. Cita Nasional menggunkan sumber energi listrik yang berasal
dari PLN (Perusahaan Listrik Negara) yang berada disekitar perusahaan
setempat yaitu didaerah Getasan Salatiga.
2. Sumber Air
Dalam mendukung kebutuhan proses produksi yoghurt, CV. Cita
Nasional menggunakan sumber air yang berasal dari sumur dalam yang
dilengkapi dengan adanya bak air kemudian difilter agar air yang
didapatkan bersih dan diteruskan ke tangki penampungan.
3. Peralatan Produksi
Peralatan produksi yang digunakan oleh CV. Cita Nasional antara
lain: tangki penampungan, tangki antara, homogenizer, tangki inkubasi,
pengaduk, ”PHE” (Plate Heat Exchanger), filter, flowmeter, fillomatic
automatic in-line cup filler and sealer, krat, inkubator.
62

4. Peralatan Pengujian Susu


Peralatan pengujian yang digunakan oleh CV. Cita Nasional dalam
mengendalikan mutu produk dan berada di laboratorium antara lain:
thermometer, pipet ukur, pipet volumetri, pro pipet, gelas ukur, tabung
reaksi, gelas piala, cawan petridis, spatula, pH meter, sentrifuge, kompor
gas, almari es, moisture analyzer, laktodensimeter, neraca analitik dan
butirometer.
5. Pergudangan
CV. Cita Nasional mempunyai beberapa gudang, antara lain:
gudang bahan baku, yang digunakan untuk menyimpan bahan-bahan yang
diperlukan dalam produksi yaitu skim milk, gula, flavour, pewarna,
kemudian ada gudang bahan pengemas yaang berisi semua pengemas yang
digunkan dalam produksi berupa ”cup”, botol, ember, plastik lid, dan yang
terkahir ada gudang bahan kimia yang berisikan semua bahan-bahan kimia
yang digunakan dalam proses pengujian. Pergudangan pada CV. Cita
Nasional menggunkan sistem FIFO (First in First Out), jadi yang
dimaksudkan disini adalah bahwa bahan/barang yang masuk pertama di
gudang, maka bahan atau barang tersebut yang keluar pertama, sisitem ini
diterapkan agar bahan-bahan yang dstok di dalam gudang tidak mengalami
kerusakan akibat waktu penyimpanan yang tidak dikontrol.

Gambar 4.19. Gudang Bahan Pengemas Gambar 4.20. Gudang Bahan Baku
6. Transportasi
CV. Cita Nasional mempunyai beberapa armada transportasi yang
digunakan untuk memperlancar proses pendistribusian, yaitu terdapat
5 truk kontainer yang dilengkapi dengan alat pendingin dan 1 buah mobil
dinas untuk karyawan.
63

G. Produk Akhir
1. Spesifikasi Produk Akhir
Produk akhir yoghurt yang dihasilkan oleh CV. Cita Nasional
mempunyai spesifikasi produk sebagai berikut :
a. Yoghurt Nasional
Nama produk : Yoghurt Nasional rasa Mangga
Netto : 150 ml
Komposisi : susu sapi, gula, Lactobacillus bulgaricus,
aroma mangga, Pewarna Tetazine
Cl 19140, CMC
Pengemas : Cup plastik
Batas kadaluarsa : 1 bulan setelah tanggal produksi (tercantum
ditutup)
Label : informasi gizi
Kondisi penyimpanan : simpan di lemari es

Nama produk : Yoghurt Nasional rasa Strawberry


Netto : 150 ml
Komposisi : susu sapi, gula, Lactobacillus bulgaricus,
aroma mangga, Pewarna “Ponceau 4 R”,
CMC
Pengemas : Cup plastik
Batas kadaluarsa : 1 bulan setelah tanggal produksi (tercantum
ditutup)
Label : informasi gizi
Kondisi penyimpanan : simpan di lemari es
64

Gambar 4.21 Produk Yoghurt Nasional


b. Yoghurt Metropolitan
Produksi yoghurt Metopolitan CV. Cita Nasional hanya
memproduksi sampai batas pengemasan pada botol yang berukuran
250 ml dan 500 ml, untuk pelabelan dan spesifikasi produk yang
menentukan adalah dari CV. Cita Karsa Bersama

Gambar 4.22 Produk Yoghurt Metropolitan


65

c. Set Yoghurt
Nama produk : Set Yoghurt
Netto : 2,5 liter
Komposisi : Susu, skim milk, pektin TZ-ANZ 4941,
Lactobacillus bulgaricus
Pengemas : Ember kecil
Batas kadaluarsa : 1 bulan setelah tanggal produksi (tercantum
di label)
Label : informasi gizi
Kondisi penyimpanan : simpan di lemari es

Gambar 4.23 Produk Set Yoghurt


2. Penanganan Produk Akhir
Penanganganan akhir untuk produk yoghurt yang dihasilkan oleh
CV. Cita Nasional cukup sederhana yaitu ketika ada saldo akhir dari
yoghurt yang diproduksi, maka akan ditempatkan di “Cold Room”, yaitu
sejenis almari es yang berbentuk bok besar dengan suhu yang telah di set
sekitar 5 0C, karena setiap hari hasil produksi yoghurt langsung dikirim ke
pelanggan diberbagai kota dengan menggunakan kontainer yang juga
dilengkapi dengan pendingin agar yoghurt tidak mengalami kerusakan.
66

H. Pengendalian Mutu
Pengertian mutu menurut Ahza (1969) adalah tingkat keistimewaan, sifat
dan karakter fungsi dan atau ciri yang menunjukkan kesesuaian bahan atau
produk untuk tujuan yang dimaksudkan dan tergantung pada kaitan
permasalahannya sejak bahan diterima, di titik-titik kritis proses
manufacturing atau maksud lain yang menyertainya.
Sistem mutu atau Quality System diterapkan pada industri pangan yang
menghasilkan produk yang dikonsumsi oleh masyarakat luas yang pada
umumnya melibatkan pelaku seperti produsen-pengolah-penyalur-pengecer-
konsumen. Sistem mutu dilakukan untuk menghindari adanya suatu
penyimpangan mutu. Cara untuk menemukan terjadinya suatu penyimpangan
adalah dengan melakukan pemeriksaan dan pengendalian proses terhadap
bahan, peralatan, metode kerja dan kegiatan operasional.
Pengendalian mutu pada CV. Cita Nasional dilakukan oleh bagian
Quality Control (QC) di laboratorium yang bertanggung jawab atas
keseluruhan proses produksi hingga produk akhir yang dihasilkan agar
terjamin kualitasnya.
1. Pengendalian Mutu Bahan Baku dan Bahan Penunjang
Bahan baku adalah bahan-bahan utama yang digunakan dalam
proses produksi, sedangkan bahan penunjang adalah bahan yang
ditambahkan dalam jumlah kecil selama proses, dengan tujuan untuk
membantu proses pengolahan atau untuk memberi karakteristik tertentu
pada makanan. Bahan baku utama dalam pengolahan yoghurt adalah susu
segar, sedangkan bahan baku penunjang yang digunakan adalah pemanis
(gula pasir), susu skim, starter culture, flavour (mangga, strawberry,
lychee, jambu, anggur, sirsak dan mocca) dan pewarna (mangga,
strawberry, lychee, jambu, anggur, sirsak dan mocca).
Pengedalian mutu terhadap bahan baku dan bahn penunjang
merupakan sikap pencegahan terhadap terjadinya kesalahan sedini
mungkin sehingga dapat menjamin produk akhir yang dihasilkan. Proses
produksi tidak akan menghasilkan produk bermutu baik jika bahan baku
67

yang digunakan bermutu rendah atau telah mengalami kerusakan, busuk


atau terkontaminasi bahan berbahaya meskipun proses pengolahan yang
telah diterapkan sudah baik (Fardiaz, 1999).
a. Susu segar
Bahan baku susu segar pada CV. Cita Nasional diperoleh dari
KUD Cepogo, Andini dan Banyumanik. Mutu susu segar tersebut
dijamin dengan cara dilakukan beberapa uji yang dilakukan di
Laboratorium Quality Control. Uji tersebut terdiri dari uji orgnoleptik,
kimia dan mikrobiologi, serta bertujuan untuk mengetahui terjadinya
penyimpangan mutu susu segar dari standar yang telah ditentukan.
Uji organoleptik yang dilakukan adalah dengan melakukan
pemeriksaan panca indera yang terdiri dari kenampakan, rasa dan bau,
mengukur suhu susu dengan menggunakan thermometer dan
menghitung berat jenis susu segar. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan fisik agar susu terbebas dari kontaminasi fisik. Uji kimia
yang dilakukan adalah uji alkohol, uji pH, suhu, uji kadar lemak, uji
lemak nabati, uji gula (sukrosa) dan uji total bahan padat.
Pengujian suhu susu dilakuakan dengan cara yang pertama
adalah mengisi gelas ukur dengan susu segar, kemudian memasukkan
thermometer dan yang terkahir mengamati suhu susu yang dapat
dilihat pada thermometer, standar suhu susu CV. Cita Nasional adalah
rata-rata 4-8 0C

Gambar 4.24 Pengukuran Suhu Susu dengan Thermometer


Pengujian susu segar yang meliputi pengukuran berat jenis (B.J)
susu segar dengan prinsip benda padat yang dicelupkan ke dalam suatu
68

cairan akan mendapatkan tekanan ke atas seberat volume cairan yang


dipindahkan. Berat jenis diukur di antara suhu 20 - 300C, dalam
pengujian ini tidak dibutuhkan pereaksi tetapi perlalatan yang
dibutuhkan adalah sebagai berikut : a) Satu Laktodensimeter yang
ditera pada suhu 20 oC (harus ditera ulang tiap tahun) b) Dua buah
gelas piala berukuran 500 ml untuk menghomogenkan susu c) Satu
tabung besar (gelas ukur 1000 ml). Prosedur pengujian adalah sebagai
berikut: a) Pengukuran B.J dilakukan minimum 3 (tiga) jam setelah
pemerahan. b) Susu dihomogenkan dengan sempurna (dituangkan dari
gelas piala satu ke gelas piala lainnya), kemudian dengan hati-hati
dituangkan kedalam tabung tanpa menimbulkan buih. c) Dengan hati-
hati laktodensimeter dicelupkan ke dalam susu dalam tabung tadi,
dibiarkan timbul dan ditunggu sampai diam. d) Skala yang ditunjukkan
dibaca dan angka yang terbaca menunjukkan angka ke-2 dan ke-3
dibelakang koma, sedangkan desimal ke-4 dikira-kira. Contoh : Bila
skala yang terbaca adalah 28, maka angka yang didapat adalah 1,0280.
Perhitungan berat jenis dilakukan dengan menggunakan rumus :
Berat Jenis = Berat Jenis yang terbaca - [(20 – suhu susu) x 0,0002]
Keterangan : 20 = suhu standar susu
Contoh perhitungan : BJ = 1,027 - [(20 – 12) x 0,0002] = 1,0254.
Berat jenis menurut standar CV. Cita Nasional adalah minimal
1,0240, dan hasil analisa di CV. Cita Nasional juga secara garis besar
selalu memenuhi standar atau lebih dari standar yang telah ditetapkan,
tetapi untuk nilainya selalu berubah-ubah (Hasil analisa dapa dilihat
pada Lampiran 4). Adanya perbedaan antara berat jenis susu segar
yang digunakan sebagai bahan baku dengan standar yang ditentukan
disebabkan oleh kandungan lemak dan bahan kering tanpa lemak serta
adanya penambahan materi lain. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Buckle et al. (1985) yang menyatakan bahwa adanya keragaman berat
jenis susu disebabkan perbedaan kandungan lemak dan zat-zat padat
bukan lemak serta adanya penambahan materi lain, misalnya air.
69

Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya koagulasi


(penggumpalan) susu segar. Prosedur uji alkohol adalah dengan
Mengambil 2 ml susu dengan menggunakan pipet volume 5 ml ke
dalam tabung reaksi, kemudian menambahkan 2 ml alkohol 73 %
dengan perbandingan 1:1. Setelah itu mengamati apakah ada
penggumpalan pada susu. Apabila terjadi penggumpalan maka susu
yang diuji tersebut akan ditolak oleh pihak CV. Cita Nasional karena
hal tersebut mengindikasikan bahwa susu tersebut diperah dari sapi
yang tidak sehat.
Uji penambahan gula atau glukosa dilakukan untuk mengetahui
ada tidaknya penambahan gula pada susu yang dilakukan dengan cara
sebagai berikut: campur baik-baik 10 ml susu dengan 0,5 gr amonium
molibdate dan 10 ml larutan 3 % HCl dalam tabung reaksi besar
kemudian tempatkan dalam penangas air 80 ºC dan selanjutnya
perhatikan perubahan warnanya bila tidak ada perubahan warna maka
susu dalam keadaan baik sedangkan apabila susu berubah warna
menjadi warna biru maka susu positif penambahan gula sehingga
kualitas susu tidak bagus.
Uji penambahan lemak nabati dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya penambahan lemak nabati, yang biasa digunakan dalam
penambahan adalah santan yang mengakibatkan kadar lemak susu
tersebut berkurang, sedangkan pengujiannya dapat dilakukan sebagai
berikut: memasukkan 0,1 gr resolsinol ke dalam tabung reaksi
kemudian menambahkan 25 ml sample susu dan menambahkan lagi
2,5 ml HCl pekat, selanjutnya memanaskan campuran tersebut sampai
mendidih (sambil diaduk) dan diangkat serta ditunggu 5 menit,
kemudian diamati apakah terbentuk warna merah jambu, bila terbentuk
warna merah jambu maka positif penambahan lemak nabati.
Uji kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode Gerber,
yaitu pertama-tama memasukkan 10 ml H2SO4 91 % ke dalam
butyrometer dengan pipet ukur otomatis, kemudian menuangkan susu
70

segar sebanyak 10,75 ml dengan pipet ukur ke dalam butyrometer


melalui dinding secara perlahan-lahan, dengan tujuan supaya susu
tidak terbakar sebelum dilakukan penggojogan dan memasukkan amyl
alkohol sebanyak 1 ml dengan pipet ukur otomatis, kemudian
menyumbat sekuat-kuatnya butyrometer dengan sumbat karet. Setelah
itu menggojoknya dengan kuat hingga terjadi perubahan warna ungu
kehitaman. Kemudian memasukkan ke dalam alat sentrifuge pada
putaran yang seimbangdengan kecepatan putran 1200/menit (rpm)
selama 5 menit dan setelah itu menghentikan putaran sentrifuge dan
memasukkannya ke dalam penangas air yang bersuhu 65 0C, kemudian
membaca kadar lemak susu yang ditunjukkan pada tabung butyrometer.
Kadar lemak yang sesuai dengan CV. Cita Nasional adalah
minimal 3 % (Hasil analisa dapat dilihat pada Lampiran 4). Menurut
Hadiwiyoto (1983) kadar lemak pada susu segar berkisar antara 3-8%.
Menurut Rahman et al. (1992), faktor-faktor yang mempegaruhi lemak
susu adalah keturunan, jenis dan mutu makanan, serta musim. Faktor-
faktor tersebut juga berpengaruh terhadap kandungan asam butirat,
palmitat, stearat dan asam oleat dalam lemak susu.

Gambar 4.25 Sentrifuge


Uji pH dilakukan dengan menggunakan pHmeter elektrik,
dengan cara memasukkan susu ke dalam gelas ukur kemudian
memasukkan elektroda pH meter ke dalam susu yang menunjukkan pH.
71

Setelah pH stabil dan tidak berubah-ubah maka dapat dibaca besarnya


pH susu. Kisaran pH yang dikehendaki adalah 6,60-6,80. Hal ini sesuai
dengan pendapat Buckle et al. (1985) yang menyatakan bahwa nilai
pH susu segar adalah sekitar 6,6-6,7. Nilai pH susu segar yang
diterima seringkali melebihi standar. Menurut Adnan (1984), faktor-
faktor yang mempengaruhi pH adalah pengenceran, perlakuan
pemanasan dan cara pengukuran yang tidak tepat.

Gambar 4.26 pH Meter


Pengujian total solid dilakukan dengan memasukkan cawan
petridis ke dalam Moisture Analyzer, kemudian menuangkan susu
5 ml pada cawan petridis sampai beratnya 5 gram, selanjutnya
menekan tombol start pada Moisture Analyzer dan menunggu sampai
padatan dalam susu kering semua kemudian mengurangkan 100%
dengan angka yang tertera pada Moisture Analyzer yang dinyatakan
sebagai total padatan
72

Gambar 4.27 Moisture Analyzer


Tabel 4.3 Standar Susu Segar pada CV. Cita Nasional

No Kriteria Satuan Syarat


1 Organoleptik - Normal
0
2 Suhu saat diterima C Maks. 10
3 Kotoran - Tidak ada
4 Berat jenis - Min.1,0240
5 Uji alkohol - Negatif
6 Nilai pH - 6,60-6,80
7 Kadar lemak % Min. 3,0
8 Bahan padat tanpa lemak %,b/b Min. 7,25
9 Carbonat - +3
Sumber : CV. Cita Nasional, 2010
b. Gula pasir
Pemanis yang digunakan sebagai bahan penunjang pada proses
pembuatan yoghurt di CV. Cita Nasional adalah gula pasir yang
berasal dari PT. Dus Cilacap (Gula Rafinasi), CV. Sumber Manis
salatiga dan Kediri (Perusahaan Gula Ngadirejo PTPN XI dan GKP
Sudhono). Pemeriksaan yang dilakukan pada gula pasir sebagai
pemanis dalam pembuatan yoghurt adalah uji organoleptik dan pH.
Standar gula pasir pada CV. Cita Nasional dapat dilihat pada 4.4
73

Tabel 4.4. Standar Gula Pasir pada CV. Cita Nasional

No Kriteria Uji Syarat


1 Organoleptik
a. Warna Normal, putih bersih
b. Rasa Normal, manis gula
c. Bau Normal, tidak ada bau menimpang
d. Penampakan Normal, butiran halus tidak menggumpal
2 pH 6,5-6,6

c. Susu bubuk skim


Susu bubuk skim yang ditambahkan dalam proses pengolahan
yoghurt berfungsi sebagai substrat agar menghasilkan asam laktat yang
tinggi. Asam laktat yang tinggi menyebabkan hasil akhir (yoghurt)
yang dihasilkan lebih baik karena starter akan efekif merubah laktosa
menjadi asam laktat.
d. Starter culture
Starter culture yang digunakan dalam proses pengolahan yoghurt
diimpor dari Kanada. Starter culture yang digunakan sebagai starter
dalam proses pengolahan yoghurt merupaan generasi kedua, sehingga
Starter culture yang diperoleh dari Kanada diremajakan pada susu
skim sebagai medianya. Starter culture yang dipakai sudah
mengandung bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus bulgaricus,
Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus acidophillus. Hal ini
sesuai dengan pendapat Widodo (2003) bahwa bakteri asam laktat
(BAL) adalah starter yang sengaja ditambahkan dalam medium susu
dengan tujuan agar terjadi proses fermentasi dan menghasilkan produk
yang diinginkan (yoghurt).
e. ”Flavouring agent”
Yoghurt yang diproduksi oleh CV. Cita Naional dengan merk
dagang ”Yoghurt Nasional” terdiri dari dua rasa, yaitu rasa mangga
dan dan strawberry. Flavouring agent yang digunakan untuk rasa
strawberry adalah flavouring agent dengan merk ”Quest” dengan kode
DI 04231. Pemberian flavouring agent bertujuan untuk memberikan
74

rasa dan aroma yang lebih mantap. Hal ini sesuiai dengan pendapat
Winarno dan Rahayu (1994) bahwa penambahan flavouring agent
adalah untuk mempertegas rasa dan aroma.
Kualitas flavouring agent harus dapat dijamin kualitasnya, salah
satu caranya adalah dengan melakukan uji organoleptik. Selain itu pad
kemasannya terdapat tanggal kadaluarsa, bila telah mencapai batasnya
maka tidak boleh dipakai lagi. Standar mutu flavouring agent CV. Cita
Nsional dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Standar Mutu Flavouring agent pada CV. Cita Nasonal

Kriteria Uji Syarat


Organoleptik
a. Warna Normal, agak jernih
b. Rasa Normal, khas
c. Bau Normal, khas
d. Penampakan Normal, cair agak kental

f. Pewarna
Pewarna adalah cat atau zat warna yang dibuat secara sintetis
atau diperoleh dari ekstrasi suatu cat atau pigmen alami dari tanaman
atau sumber-sumber lain. Pewarna yang dipakai dalam proses
pembuatan yoghurt adalah pewarna merah ”Ponceau 4R”
merk ”Idacol” untuk rasa strawbery. Pewarna ditambahkan untuk
memberikan warna yang khas. Hal ini sesuai dengan pendapat
Winarno dan Rahayu (1994) bahwa pemberian bahan pewarna
bertujuan untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna.
Standar pewarna pada CV. Cita Nasional berdasarkan pengujian
organoleptik dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Standar Mutu Pewarna pada CV. Cita Nasional

Kriteria Uji Syarat


Organoleptik
a. Warna Normal, merah hati
b.Rasa Normal, agak asin
c. Bau Normal, khas
d.Penampakan Normal, serbuk kering
75

2. Pengendalian Mutu Proses Produksi


Pengendalian mutu proses produksi bertujuan untuk menghasilkan
makanan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Pengendalian mutu
proses produksi harus dilakukan dengan tepat agar resiko terhadap produk
makanan yang tidak memenuhi standar dapat diminimalisir. Tahap proses
produksi yoghurt pada CV. Cita Nasional dimulai dari proses penerimaan
susu segar, mixing, homogenisasi, pasteurisasi, inkubasi, pendinginan,
pengemasan hingga pendistribusian produk yogurt. Penerimaan susu segar
yang diperoleh dari KUD sebelumnya diuji terlebih dahulu di laboratorium.
Pengujian tersebut meliputi uji organoleptik (warna, rasa dan bau), suhu,
berat jenis, uji alkohol dan kadar lemak. Jika susu segar tersebut
memenuhi standar kemudian dialirkan ke tangki penampungan. Sebelum
ke tangki penampungan susu segar terlebih dahulu dialirkan melalui filter,
untuk menyaring benda-benda asing dalam susu, kemudian melewati plate
cooler untuk mendinginkan susu. Tangki penampungan harus dilengkapi
dengan pendingin untuk menjaga suhu susu.
Pengendalian pada proses pembuatan yoghurt dilakukan terhadap
suhu, waktu dan tekanan yang tepat. Suhu pada waktu mixing adalah
50-60 0C selama 10-15 menit. Proses selanjutnya adalah homogenisasi dan
pasteurisasi dimana bahan pertama kali masuk kedalam PHE (Plate Heat
Exchanger), di dalam PHE akan terjadi penurunan suhu. Kemudian bahan
dialirkan ke dalam homogenizer pada tekanan 1300-1400 Psi dan proses
0
pasteurisasi dilakukan pada suhu 82-85 C selama 15 detik. Alat
pasteurisasi pada CV. Cita Nasional dilengkapi dengan flow diversion
valve, yaitu alat pendeteksi kesempurnaan proses pateurisasi. Alat ini akan
secara otomatis mengalirkan susu ke dalam tangki sirkulasi kembali bila
suhu dan waktu tidak sesuai dengan yang dikehendaki, dan selanjutnya
akan terjadi proses pasteurisasi kembali. Hal tersebut dapat membuat
bakteri patogen mati. Hal ini sesuai dengan pendapat Fardiaz (1999)
76

bahwa proses pasteurisasi yang sempurna cukup membunuh bakteri


patogen yang paling tahan panas dan tidak membentuk spora.
Pengendalian terhadap proses inkubasi yang dilakukan oleh CV.
Cita Nasional adalah pengendalian terhadap suhu, waktu inkubasi,
presentase penambahan starter culture dan pH yang dihasilkan. Suhu
inkubasi adalah 40-42 0C selama 5-6 jam dengan penambahan 2,5% starter
untuk yoghurt ”Metropolitan” dan yoghurt ”Nasional” serta pH yang
dihasilkan adalah sekitar 4,2. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tamime dan Deeth (1980) bahwa penurunan suhu harus dilakukan dengan
cepat pada suhu 40-45 0C, yaitu suhu optimal pertumbuhan Streptococcus
thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus kemudian diinokulasikan
dengan starter culture sejumlah 2-5%.
Setelah proses inkubasi selesai, yoghurt yang telah dihasilkan
harus melalui tahap pendinginan. Pengendalian yang dilakukan adalah
suhu dan waktu pendinginan, yaitu pada suhu 4 0C selama 1 jam. Hal ini
sesuai dengan pendapat Van den Berg (1988) bahwa pendinginan
dilakukan setelah produk jadi, kemudian disimpan pada suhu dingin + 5 0C.
Pengemasan yoghurt dibagi menjadi dua yaitu kemasan botol
plastik untuk yoghurt ”Metropolitan” dan cup untuk produk
yoghurt ”Nasional”. Dalam proses pengemasan cup dan lidcup sebelum
dipakai untuk pengemas sudah disinari dengan sinar ultraviolet agar semua
bakteri patogen mati. Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran terhadap
volume yoghurt yang dikemas, sehingga dapat dipastikan bahwa volume
yoghurt dalam setiap cup tepat 150 ml. Tahap pengisian dan pengemasan
ditetapkan sebagai CCP (Critical Control Point), karena pada saat cup
diisi sampai sebelum ditutup dengan lidcup bersinggungan langsung
dengan udara sehingga dikhawatirkan terjadi kontaminasi fisik (misal
rambut, serangga, dan lain-lain) dan kontaminasi mikrobiologi.
Pengendalian dalam tahap ini harus benar-benar diperhatikan untuk
menghindari bahaya yang tidak diinginkan.
77

3. Pengendalian mutu produk akhir


Pengujian terhadap produk akhir dilakukan setelah semua proses
pembuatan yoghurt selesai. Pengujian dilakukan secara organoleptik (rasa,
warna dan bau), fisika dan kima. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan
mutu produk akhir terjamin sesuai dengan standar yang ditetapkan
sebelum produk tersebut dipasarkan. Masa kadaluarsa yoghurt adalah
1 bulan setelah tanggal produksi, pengujian terhadap produk akhir
dilakukan selama 30 hari setelah tanggal produksi. Hasil analisa terhadap
produk akhir (yoghurt) yang dihasilkan oleh CV. Cita Nasional dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Pengujian tersebut dilakukan untuk memberi kepastian bahwa
produk masih aman dikonsumsi, apabila diketahui terjadi penyimpangan
kualitas yoghurt yang telah diproduksi, maka akan dilakukan penarikan
produk dari pasaran walaupun masa kadaluarsanya belum habis. Untuk uji
mikrobiologi pihak CV. Cita Naional melakukan uji di ”SUCOFINDO”
setiap 2 bulan sekali, dikarenakan untuk efisiensi waktu. CV. Cita
Nasional juga melakukan uji sendiri di laboratorium tetapi untuk sekarang
tidak lagi. Cemaran mikroba yang diuji yaitu Coliform, Escherchia coli,
Salmonella, staphylococcus aureus, Psedomonas aerogenosa, Kapang,
Khamir (Yeast). Sepanjang produksinya, uji mikrobiologi yang dilakukan
oleh CV. Cita Nasional tidak pernah mendapatkan hasil pengujian yang
melebihi cemaran standar cemaran mikroba.

I. Pemasaran
1. Wilayah dan Sistem Pemasaran
Produksi yoghurt pertama kali dipasarkan di Jakarta dan
dipasarkan dalam kemasan ”cup” untuk rasa mangga dan strawberry.
Wilayah pemasaran yoghurt sampai tahun 2010 ini berkembang
dibeberapa kota besar antara lain : Jakarta, Bandung, Surabaya,
Purwokerto, Semarang, Jogjakarta dan Solo. Untuk pemasarannya sendiri
tergantung dari orderan atau pesanan, sehingga setiap hari CV. Cita
78

Nasional tidak memproduksi yoghurt secara rutin. Selain itu dalam


pemasarannya pihak CV. Cita Nasional bekerja sama dengan CV. Cita
Karsa Bersama yang berpusat di Jakarta. Prosentase penjualan yoghurt
selama bulan Maret dapat dilihat pada Tabel 4.7
Tabel 4.7. Prosentase Penjualan Yoghurt per Maret 2010

No Wilayah pemasaran Prosentase penjualan


1 Jakarta 60 %
2 Bandung 4,2 %
3 Surabaya 15,6 %
4 Purwokerto 2,9 %
5 Semarang 6,8 %
6 Yogyakarta 5,4 %
7 Solo 2,8 %
Sumber : CV. Cita Nasional, 2010
CV. Cita Nasional setiap kali order rata-rata memproduksi yoghurt
sekitar 1000-1200 liter/hari untuk kemasan ”cup” dan untuk kemasan
botol 500-600 liter/hari. Harga beli konsumen yang ditetapkan di pasaran
untuk ”Yoghurt Nasional” (’cup”) Rp 2.500/”cup”, ”Yoghurt
Metropolitan” (botol) dan ”Set Yoghurt” (ember kecil) pihak CV. Cita
Nasional tidak mematok harga karena tergantung dari pihak yang pesan
atau order.
Masa kadaluarsa ditentukan oleh CV. Cita Nasional berdasarkan
daya tahan produk di dalam kemasan yaitu 1 bulan. Pelabelan masa
kadaluarsa pada kemasan dipantau pada setiap produksi, hal ini dilakukan
untuk memastikan bahwa tanggal kadaluarsa benar-banar tertulis dengan
jelas dan dapat terbaca. Pemantauan tersebut dilakukan agar jangan sampai
ada kemasan yang tanggal kadaluarsanya tidak tercetak ataupun terhapus
sebagian, karena hal ini tentu saja dapat merugikan dan membahayakan
keselamatan konsumen.

2. Cara Pendistribusian
Produk yoghurt CV. Cita Nasional dipasarkan dengan
menggunakan krat sebagai media pengangkut dan setiap krat tersebut
berisi 108 ”cup”/krat. Sedangkan untuk kemasan botol volume 500 ml
79

berisi 34 botol/krat dan 54 botol/krat untuk volume 250 ml. Untuk


kemasan ”Set Yoghurt” volumenya 2,5 liter dengan media pengangkut
tidak menggunakan krat. Krat sebelum digunakan direndam dengan
menggunakan larutan kaporit dan thepol, setelah direndam kemudian
dibersihkan dengan mesin penyemprot, kemudian krat dikeringkan setelah
itu diisi.
Selama yoghurt dipasarkan, di laboratorium juga masih dilakukan
uji terhadap sampel yang diambil yaitu selama 12 hari berturut-turut. Cara
pengujiannya yaitu dengan melakukan uji organoleptik, uji pH dan suhu.
Fungsi pengujian setiap hari untuk produk yang telah dipasarkan yaitu
untuk mengetahui ketahanan masa simpannya dan apakah produk
dipasarkan mengalami kerusakan.
Hasil pengujian produk yang dipasarkan, ternyata hingga melewati
batas masa kadaluarsapun yoghurt masih layak dikonsumsi. Hasil
pengujian produk ini juga dapat digunakan sebagai acuan dan bukti
laboratorium bilamana terjadi keluhan-keluhan dari konsumen. Bila ada
tuntutan konsumen terhadap kualitas yoghurt yang dipasarkan, CV. Cita
Nasional memiliki catatan tertulis dari laboratorium bagian ”Quality
Control” yang menyatakan bahwa hingga masa kadaluarsa habis yoghurt
CV. Cita Nasional masih aman dan layak untuk dikonsumsi, sehingga bila
terjadi penurunan kualitas mutu, hal ini bukan dikarenakan kerusakan
yoghurt saat produksi.

J. Sanitasi dan Pengolahan Limbah


Sanitasi merupakan bagian penting dalam industri pengolahan pangan,
karena sanitasi mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Sanitasi yang
dilakukan oleh CV. Cita Nasional meliputi sanitasi ruangan, sanitasi peralatan
dan sanitasi pekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Janie (1999) yang
menyatakan bahwa dalam industri pangan, sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan
secara aseptik dalam pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik
dan kesehatan pekerja.
80

1. Sanitasi Ruangan
Sanitasi ruangan pada CV. Cita Nasional meliputi pembersihan
seluruh ruangan pabrik, baik pada ruangan produksi maupun pada ruangan
pengemasan yang dilakukan sebelum dan sesudah proses. Pembersihan
dilakukan secara fisik, yaitu disikat dan disemprot dengan air bertekanan
dan secara kimia dengan menggunakan tepol dan kaporit. Pembersihan
ruangan dilakukan untuk membersihkan ruangan dari sisa-sisa susu yang
terjatuh di lantai yang dapat menimbulkan bau dan membersihkan ruangan
dari sampah.

2. Sanitasi Peralatan
Sanitasi peralatan produksi dilakukan dengan dua metode, yaitu
Cleaning Out Place (COP) dan Clening In Place (CIP). Sanitasi perlatan
dengan metode COP dilakukan dengan menyikat atau mengelap bagian
luar tangki, sedangkan metode CIP adalah pembersihan alat tanpa
membongkarnya, misal pada bagian pipa dan tangki yang dilewati susu.
Bahan pembersih yang digunakan adalah asam nitrat, caustic soda, air
panas dan air dingin. Proses pembersihan dengan metode CIP biasa
dilakukan setelah proses produksi yoghurt selesai, setelah itu dilakukan
pengecekan dengan menggunakan pH indikator untuk memastikan bahwa
peralatan yang dibersihkan sudah terbebas dari asam atau basa yang
berasal dari bahan pembersih. Sanitasi alat yang dilakukan oleh CV. Cita
Nasional sedah sesuai dengan pendapat Buckle et al. (1985) yang
menyatakan bahwa pencucian yang bersih dan teratur serta desinfeksi atau
sanitasi semua alat pengolahan dan permukaan yang berhubungan dengan
bahan pangan sangat penting untuk menurunkan tingkat pencemaran atau
kontaminasi.

3. Sanitasi Pekerja
Sanitasi pekerja dilakukan dengan memberikan aturan kepada para
pekerja untuk menggunakan peralatan kerja (baju seragam, topi dan sepatu
bot) pada saat bekerja. Pekerja dilarang makan, minum da merokok selama
81

berada di ruangan produksi dan pengemasan. Pekerja juga dilarang


berambut gondrong karena untuk menghindari kontaminasi fisik.
Perusahaan setiap tahun memberikan perlengkapan kerja yang baru bagi
para pekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckle et al. (1985) bahwa
kebiasaan pribadi (personal habit) para pekerja dalam mengelola bahan
pangan dapat merupakan sumber yang penting dari pencemaran sekunder.
Sarana-sarana yang diberikan untuk mendukung program sanitasi antara
lain disediakannya bak cuci tangan di dekat pintu masuk, kamar mandi
yang terletak agak jauh dari ruang produksi dan ruangan loker untuk
menyimpan barang milik pekerja.

4. Pengolahan Limbah
Penanganan limbah CV. Cita Nasioanal sesuai dengan pendapat
Buckle et al. (1985) yang menyatakan bahwa penanganan limbah terbagi
menjadi dua, yaitu penanganan limbah cair dan limbah padat. Penanganan
limbah cair dilakukan dengan mengalirkan langsung susu yang tumpah di
lantai dengan cara disemprot air ke selokan yang ada pada ruang produksi
yang selanjutnya dialirkan ke sungai. Penanganan limbah padat yang
berupa kardus, plastik, botol-botol dilakukan dengan menjualnya ke
tukang loak yang hasil penjualannnya akan dibagikan kepada karyawan
setiap tahun. Limbah padat yang tidak bernilai akan dibakar pada tempat
khusus yang terletak jauh dari ruang produksi.

Anda mungkin juga menyukai