F dengan
Pendekatan Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk
Naga, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi
Banten
Periode 10 Januari 2020-4 April 2020
Penyusun :
Kelvin Pangestu (406181016)
Nailah Rahmah (406181048)
Kartika Sanra Dila (406181084)
Laporan Kunjungan Kasus Kusta Putus Obat pada An. F dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Naga, Kecamatan Teluk
Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten
Periode 10 Januari 2020-4 April 2020
Merupakan hasil karya ini, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah
dinyatakan dengan benar dan tidak melanggar ketentuan plagiarisme dan
otoplagiarisme. Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa unsur paksaan
dari pihak manapun.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas kepanitraan berupa laporan Kunjungan Kasus
Kedokteran Keluarga yangberjudul “Laporan Kunjungan Kasus Kusta Putus Obat pada
An. F dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk
Naga, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten Periode 10
Januari 2020- 4 April 2020” dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini disusun dalam
rangka proses pembelajaran dalam Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. Selama proses penyusunan laporan
mulai dari awal hingga akhir, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:
1. Pimpinan beserta staf Dinas Kesehatan Tangerang.
2. Pimpinan beserta staf Puskesmas Teluknaga
3. Pimpinan beserta staf Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara.
4. Pimpinan beserta staf Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara.
5. dr. Tri Mulyati, SKM, selaku pembimbing kelompok yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan banyak ilmu dan arahan, serta saran selama
penyusunan laporan ini dapat selesai dengan baik.
6. Semua pihak yang telah membantu naik secara langsung maupun tidak langsung
sehingga penyusunan laporan ini dapat terlaksana dengan baik.
7. An.F dan keluarga yang telah bersedia untuk dilakukan kunjungan.
Penulis menyadari bahwa laporan kedokteran keluarga ini tidak sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki
dan menyempurnakan, sehingga hasil laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ABSTRAK
Latar belakang: Kusta merupakan salah satu penyakit menular dan sebuah penyakit
infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae. Kusta bila tidak
ditangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi pada susunan saraf perifer hingga
struktur kulit.Kustadapat berpengaruh tidak hanya dari aspek medis melainkan sosial,
ekonomi hingga budaya. Prevalensi data Kusta di Puskesmas Teluk Naga memang tidak
menduduki sebagai salah satu 10 penyakit terbanyak, namun terdapat peningkatan
prevalensi data jumlah Kusta sebanyak 2 kali bila dibandingkan dengan tahun 2019.
Kasus : Seorang anak berusia 10 tahunsedang dalam pengobatan kusta selama 10 bulan
dan memiliki riwayat putus obat kusta 1 bulan pada saat kunjungan ke Puskesmas Teluk
Naga.
Diskusi : Penyebab terputusnya pengobatan kusta yang terjadi pada pasien ini telah
diketahui menggunakan pendekatan Mandala of Health yaitu karena bosan minum obat
dan tidak mau periksa ke Puskesmas dan belum terlaksananya peran ibu An. F sebagai
Pengawas Menelan Obat (PMO). Perencanaan intervensi yang dilakukan bertujuan
untuk meningkatkan pengetauhan pasien serta kedua orangtua tentang pentingnya
kepatuhan minum obat kusta dan resiko yang mungkin terjadi akibat putus obat kusta
serta pentingnya peran Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam mencegah risiko
terjadinya komplikasi.
Kata-kata kunci : Kedokteran Keluarga, Kusta Putus Obat, Mandala of Health
1
Mahasiswa Kepaniteraan IKM FK UNTAR
2
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UNTAR
ABSTRACT
Background : Leprosy is an infectious disease and a chronic infectious disease caused
by the bacterium Mycobacterium Leprae. Leprosy if not treated properly can cause
complications in the peripheral nerve to the skin structure. Leprosy can affect not only
the medical aspects but also social, economic and cultural aspects. The prevalence of
leprosy data in the Teluk Naga Health Center does not occupy as one of the 10 most
diseases, but there is an increase in the prevalence of leprosy as much as 2 times when
compared to 2019.
Case : A 10-year-old child is undergoing leprosy treatment for 10 months and has a
history of dropping out of leprosy for 1 month during a visit to the Teluk Naga
Community Health Center.
Tabel 2.11 Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi Tipe 1 dan Tipe 2............33
Tabel 4.1 Struktur Keluarga yang tinggal serumah dengan An. F..................................44
Tabel 4.4. Menu Sarapan (09:00 WIB) : Nasi putih + Lele goreng + Ketimun + Sambal
.........................................................................................................................................47
Tabel 4.5. Menu Cemilan (10:00 WIB) : 3 buah Cheetos +2 buah Chocolatos..............48
Tabel 4.6. Menu Makan Siang (11:30 WIB ) : Biskuit roma kelapa + susu Frisian Flag
(kental manis)..................................................................................................................48
Tabel 4.7. Menu Cemilan (12:30 WIB) : 1 Indomie goreng +1 Nutri sari jeruk............48
Tabel 4.8. Menu Cemilan (15:00 WIB) : 1Roti coklat (Sari Roti)..................................49
Tabel 7.2. Selisih antara asupan (menu rekomendasi) dengankonsumsi makan An.F....77
Tabel 7.3. Selisih antara asupan (menu rekomendasi) denganKebutuhan Konsumsi An.
F berdasarkan Panjang Badan Aktual (PBA)..................................................................78
Tabel 7.2. Selisih antara asupan (menu rekomendasi) dengankonsumsi makan An.F....87
Tabel 7.3. Selisih antara asupan (menu rekomendasi) denganKebutuhan Konsumsi An.
F berdasarkan Panjang Badan Aktual (PBA)..................................................................87
Gambar 2.2. Gambaran tipe reaksi dan hubungannya dengan tipe-tipe kusta berdasarkan
spektrum imunitas pasien kusta menurut Ridley-Jopling................................................12
Gambar 4.2 Kurva Pertumbuhan Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
untuk anak laki-laki usia 2 – 20 tahun.............................................................................51
Gambar 4.3 Kurva Pertumbuhan Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
untuk anak laki-laki usia 2 – 20 tahun.............................................................................52
Lampiran 10. Tempat pembuangan sampah dipinggir kali dekat dengan rumah An.F 108
Lampiran 15. Penyerahan jadwal minum obat, mini notes, dan kotak obat..................112
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Teraturnya An.Fdalam minum obat kusta sampai dengan tuntas sehingga tidak
menyebabkan terjadinya resistensi obat dan tidak menimbulkan komplikasi
akibat putus obat kusta.
Tujuan Umum
Agar terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarganya
Tujuan Khusus
a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif.
Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga
memang lebih efektif. Ini disebabkan karena dalam menangani suatu masalah
kesehatan, perhatian tidak hanya ditujukan kepada keluhan saja, tetapi kepada pasien
sebagai manusia seutuhnya, dan sebagai bagian dari anggota keluarga dengan
masing-masing lingkungan. Dengan memperhatikan faktor tersebut, pengelolaan
masalah kesehatan akan dilakukan secara sempurna dapat menyelesaikan masalah
kesehatan sesuai dengan yang diharapkan dan lebih memuaskan.
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien.
Pelayanan kedokteran keluarga lebih mengutamakan pencegahan penyakit di mana
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Harapannya
yaitu menurunnya angka jatuh sakit untuk menurunkan pula biaya kesehatan yang
ada. Salah satu keuntungan dari pelayanan tersebut adalah menghindari pemeriksaan
dan tindakan kedokteran yang berulang untuk mencegah pengeluaran dana kesehatan
yang lebih banyak.
Gambar 2.2. Gambaran tipe reaksi dan hubungannya dengan tipe-tipe kusta
berdasarkan spektrum imunitas pasien kusta menurut Ridley-Jopling.
Jumlah solid
Rumus: ℑ= x 100% = ....%
Jumlah solid+ non−solid
Jika jumlah BTA kurang dari 100, dapat pula dihitung IM-nya tetapi tidak dalam
bentuk %, melainkan dalam perbandingan jumlah solid dan non-solidnya saja[Menaldi
S, 2016].
2.2.10. Diagnosis
Adanya abnormalitas saraf perifer dan AFB pada jaringan menunjukan hal yang
menunjukan diagnosis pada kusta. Tanda utama untuk menegakan diagnosis kusta
meliputi [Fitzpatrick, 2012]:
1. Kelainan kulit mati rasa baik bercak putih maupun bercak merah
2. Penebalan saraf tepi dengan gangguan fungsi sensoris, motoris dan otonom
3. Basil tahan asam dalam kerokan jaringan kulit.
Pada kondisi ENL, diagnosis banding yang mungkin dapat dipikirkan yaitu
adanya eritema nodusum yang bukan disebabkan oleh Kusta seperti pada kasus infeksi
streptokokus atau pada tuberculosis. Kondisi lain seperti pioderma gangrenosum,
penyakit imunobulosa, penyakit jaringan ikat hingga keganasan limforetikuler dapat
menjadi pertimbangan diagnosis pada ENL [Fitzpatrick, 2012].
2.2.12. Tatalaksana
Umum
Mengedukasi pasien tentang penyakit dan tatalaksananya.
a. Penyakit kusta adalah penyakit yang disebabkan infeksi bakteri M.kustae yang dapat
menyebabkan kelainan pada kulit, saraf serta bagian tubuh lain termasuk mata dan
otot. Adapun penyakit ini dapat disertai dengan reaksi yang timbul sebelum,
bersamaan atau paling sering sesudah pengobatan yang dapat memperburuk gejala
dari penyakit yang dialami jika tidak ditangani lebih lanjut.
b. Prinsip terapi kusta adalah untuk menghentikan infeksi, dengan obat antikusta,
mencegah dan mengobati reaksi dan mengurangi resiko kerusakan saraf, mengobati
komplikasi kerusakan saraf (anestesia, trauma, kelumpuhan) serta rehabilitasi pasien
dari segi sosial dan psikologis.
Khusus
Terapi Sistemik
a. Pengobatan Kusta
Pengobatan kusta berdasarkan regimen MDT (Multi Drug Therapy) kombinasi
DDS dan rimfapisin yakni [Fitzpatrick, 2012]:
1. Pausibasiler
DSS 100 mg/hari;
Rifampicine 600 mg/bulan, diminum di depan petugas (dosis supervisi)
Pengobatan diberikan secara teratur selama 6-9 bulan. Pemeriksaan bakteriologi
dilakukan setelah 6 bulan pengobatan. Pengawasan dilakukan selama 2 tahun. Jika tidak
ada aktivasi secara klinis dan bakteriologi tetap negatif dinyatakan RFC (Relieve From
Control) (bebas dari pengamatan) [Fitzpatrick, 2012].
2. Multibasiler
DDS 100 mg/ hari;
Rifampicine 600 mg/bulan, dosis supervisi.
Lamprene 300 mg/bulan, dosis supervisi.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxxvii
Ditambahkan
Lamprene 50 mg/hari;
DDS 100 mg selang sehari atau 3 x100 mg setiap minggu
50 mg 2x 50 mg 50 mg Minum di rumah
seminggu setiap 2 per hari
hari
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2019
c. Relaps (Kambuh)
Bila dalam masa pengamatan terjadi tanda-tanda aktif kembali. Untuk
menyatakan Relaps harus berhati-hati, perlu dibedakan antara relaps dan reaksi
kusta. Timbulnya tanda-tanda aktif mungkin juga karena salah klasifikasi yang
seharusnya tipe MB dilaksanakan tipe PB
2. Kaki
a) Selalu pakai alas kaki
b) Batasi jalan kaki, sedapatnya jarak dekat dan perlahan
c) Meninggikan kaki bila berbaring
c) Latihan fisioterapi
Tujuan latihan adalah :
1) Cegah kontraktur
2) Peningkatan fungsi gerak
3) Peningkatan kekuatan otot
4) Peningkatan daya tahan (endurance)
2.2.15. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat kusta dimulai dari kerusakan perifer,
insufisiensi vena. Kerusakan saraf yang tidak tertangani dapat menjadi ireversibel.
Komplikasi pada kusta dapat terjadi pada mata sehingga terjadi kebutaan karena lesi
yang timbul di COA ataupun keratitis akibat kusta. Insufisiensi vena yang terjadi dapat
mengakibatkan pembentukan ulkus kaki dan dermatitis statis. Beberapa komplikasi
lainnya yang dapat terjadi pada kusta seperti kerusakan sendi, superinfeksi bakteri,
hiperkeratosis, kolaps hidung, kelemahan otot, deformitas hingga septikemia pada
fenomena lucio [Kemenkes RI, 2019].
2.2.16. Prognosis
Pasien dengan prognosis baik adalah pasien yang dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa terapi seperti pada pasien kusta tipe TT dan BT yang menjadi TT.
Kondisi kusta yang lainnya umumnya semakin parah dengan adanya kerusakan saraf
dan reaksi kusta yang hebat. Sindrom post polio pada kusta dapat sulit diterapi akibat
terjadi gangguan sensorik dengan sifat onset9 yang lambat [Kemenkes RI, 2019].
Tabel 2.11 Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi Tipe 1 dan Tipe 2
No Organ Tipe 1 Tipe 2
Ringan Berat Ringan Berat
1 Kulit Bercak putih Bercak putih Nodus Nodus
-> merah -> -> merah -> merah, merah, tebal,
merah dan lebih merah panas, nyeri, panas, nyeri,
meninggi Timbul dapat sering
Ulkus (+) bercak baru, menjadi menjadi
Edema demam, ulkus, ulkus, jumlah
Ekstermitas malaise jumlah banyak
(+) Ulkus (+) sedikit
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xlviii
Edema
Ekstermitas
(+)
2 Saraf tepi Membesar, Membesar, Membesar, Membesar,
nyeri (-) nyeri (+) nyeri (-) nyeri (+)
Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan
fungsi (-) fungsi (+) fungsi (-) fungsi (+)
3 Gejala Demam (-) Demam (+/-) Demam (+/-) Demam (+/-)
konstitusi
4 Gangguan (-) (-) (-) Iridosiklitis,
organ lain iritis, nefritis,
limfadenitis
Sumber: Fitzpatrick, 2012
Pengobatan Reaksi kusta memiliki tujuan adalah mengendalikan inflamasi rasa nyeri
dan pencegahan kecacatan. Kasus ringan dapat diobati tanpa kotikosteoid. Beberapa
pilihan obat yaitu [Wisnu IM, 2015]:
- Kotikosteoid prednison sering dipakai untuk pengobatan reaksi kusta tipe 2 berat
namun tidak menetapkan dosis. Pada umumnya dosis awal prednison 15 - 30
mg per hari dikurangi bertahap berdasarkan respon pasien.
- Thalidomide sangat efektif untuk reaksi kusta tipe 2 berat. Thalidomide
mempunai onset kerja cepat. Thalidomide bekerja melalui (Tumor Necrosis
Factor) TNF dan juga beberapa mekanisme lain. Penggunaan thalidomide dapat
mengurangi dosis kotikosteoid pada pasien reaksi kusta tipe 2 dan berat. Dosis
awal thalidomide 400 mg dikruani menadi 300 mg secepat mungkin dosis dapat
dikurangi 100 mg per bulan. Pemberian thalidomine pada wanita hamil haus
hati-hati kaena mempunai efek teratoenik. Di Indonesia obat ini tidak ada.
- Klofazimin meupakan anti-inlamasi yang dapat digunakan untuk reaksi kusta
tipe 2 berat. Klofazimin mempunai onset kerja lambat. Dosis 300 mg per hari
dapat mengontrol reaksi kusta tipe 2 dosis ini tidak boleh diberikan lebih dai 12
bulan.
Host:
Sosioekonomi
Lingkungan:
Faktor Imunitas
tubuh Pemukiman
Status gizi penduduk yang
Penyakit penyerta Agent: padat
lain Melalui droplet
Mycobacterium Leprae
3.1. Identitas
3.1.1. Identitas Pasien
Nama : An. F
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 21 Februari 2010
Umur : 10 tahun
Alamat : Wates RT 004 / RW 009, Desa
Teluk Naga, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten
Tangerang, Provinsi Banten
Agama : Islam
Pendidikan : SD (Sekolah Dasar)
Pekerjaan : Pelajar
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Sunda
Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia (WNI)
Refleks Fisiologis
Biseps : +/+
Triseps : +/+
Patella : +/+
Achilles : +/+
Refleks Patologis
Babinski : -/-
Chaddok : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-
Schaeffer : -/-
Hoffman-Tromner : -/-
Kesimpulan
Status dermatologis dan pemeriksaan neurologis rasa raba dalam batas normal.
3.5. Diagnosa
Diagnosa kerja : Kusta tipe Multibasilar
Diagnosa tambahan : Obesitas
Diagnosa banding :-
BAB 4
Data Keluarga dan Lingkungan
Tn. St Ny. Rn
Tn. Mn Ny. As B=? B=?
B=? B=?
m= ?
m= ?
Tn. Dr Tn. Rm
Tn. Dd Tn. Sp Tn. Ds B=? B = 1982
Ny. Ch Ny. Dg Ny. Ts Ny. Aw
B = 1960 B = 1982 B = 1988
B = 1970 B = 1972 B = 1974 B = 1985
m= 1999
An. Fr
Nn. Ls B = 2010
B = 2000
PASIEN
Keterangan:
o = Perempuan m = Tahun menikah
Tabel 4.5. Menu Cemilan (10:00 WIB) : 3 buah Cheetos +2 buah Chocolatos
Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(g)
(kkal) (g) (g) (g)
Cheetos 3 bungkus 305
240 3 12 27
Cocholatos 2 bungkus 32
160 3 15 9
Subtotal 400 6 27 36
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT)
Tabel 4.7. Menu Cemilan (12:30 WIB) : 1 Indomie goreng +1 Nutri sari jeruk
Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Indomie
1 Bungkus 85 420 7 18 57
Goreng
Nutri sari
1 Sachet 14 50 0 0 14
jeruk
Subtotal 470 7 18 71
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT)
Tabel 4.8. Menu Cemilan (15:00 WIB) : 1Roti coklat (Sari Roti)
Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Roti coklat
1 buah 72 280 5 10 40
(Sari Roti)
Subtotal 280 5 10 40
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT)
Subtotal 110 0 7 12
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT)
Tabel 4.10. Menu Makan Malam (21.00 WIB) : Nasi putih + Lele goreng +
Ketimun + Sambal
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Bahan URT
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Nasi 3
Beras 150 523,5 10,2 1.05 118,35
centong
1 ekor
Lele
ukuran 60 55,8 10,92 1,32 0
Goreng
sedang
Ketimun ½ buah 50 7,5 0,35 0,05 1,4
Minyak
Kelapa 1 sdm 10 90 0 10 0
Sawit
Subtotal 676,8 21,47 12,42 119,75
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), sendok makan (sdm)
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxiv
Total asupan :
Energi : 3.013,6 kkal
Protein : 65,94 gram
Lemak : 136,84 gram
Karbohidrat : 459,5 gram
Status Gizi :
Gambar 4.2 Kurva Pertumbuhan Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) untuk anak laki-laki usia 2 – 20 tahun
PB/
BBA
BBA
BB/U
BB/U
Gambar 4.3 Kurva Pertumbuhan Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) untuk anak laki-laki usia 2 – 20 tahun
Keterangan :
Berat Badan per Usia (BB/U) : 32,5 Kg
Berat Badan Aktual (BBA) : 45 Kg
Panjang Badan per Usia (PB/U) : 139 cm
Panjang Badan Aktual (PBA) : 145 cm
Level Ketiga
Community
- Pengetahuan tetangga disekitar tempat tinggal An.F mengenai penyakit
kusta masih kurang.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxxv
- Tidak ada keluarga, tetangga An.F ataupun temannya yang diketahui
memiliki penyakit kusta
- An.F dan keluarga tetap diterima dan tidak dikucilkan oleh masyarakat
sekitar
Human-Made Environment
- Pembuangan sampah terletak di sekitar kali dekat rumah pasien dan dikelola
dengan tidak baik, yaitu dibuang setiap seminggu sekali
- Alur pembuangan limbah ke selokan yang berada tepat di depan rumah An.
F tidak mengalir ke kali di dekat rumah dan dipenuhi banyak sampah.
Warna air pada selokan hitam dan berbau tidak sedap
Culture
- Menurut ibu An.F bila tetangganya mengetahui penyakit An.F, keluarganya
mungkin akan diusir dari tempat tinggalnya.
- Mayoritas warga datang ke puskesmas hanya bila ada keluhan.
Biosphere
- Banyaknya udara yang tercemar dan perubahan cuaca yang tidak menentu
4.9 DenahLokasi
PuskesmasT
eluknaga
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Jalan Raya KampungMelayu
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxxvi
Kantor Desa
Kampung Melayu
RumahPasien
Gang Mushola I
2. : Kali
3. : Kontrakan
5.1. Resume
Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dengan keluhan mempunyai
riwayat bercak putih diseluruh tubuh 1 tahun lalu. Awalnya bercak pertama kali
muncul di daerah lengan lalu 3 bulan bercak putih tersebut mulai menyebar
keseluruh tubuhnya. Awalnya ibu pasien mengira bahwa bercak tersebut adalah
panu karena melihat kebiasaan An.F yang gemar mandi di kali bersama teman-
temannya, oleh karena itu An.F tidak langsung dibawa berobat. Namun pada saat
An.F berobat ke Puskesmas Teluk Naga, dokter yang memeriksa An.F melakukan
pemeriksaan fisik yang menuju kearah kusta. Pada saat dilakukan pemeriksaan
An.F mengatakan bahwa bercak-bercak putih tersebut kering dan terasa baal.
Kemudian setelah berobat di Puskesmas An.F dirujuk ke RS. Sitanala untuk
melakukan pemeriksaan selanjutnya terkait penyakitnya tersebut. Bulan April 2019
An.F melakukan pemeriksaan kerokan kulit pada daerah kuping telinga, punggung,
perut, dan tangan. Dari pemeriksaan tersebut An.F didiagnosa memiliki kusta tipe
multibasiler dan mulai menjalani pengobatan di Puskesmas Teluk Naga.
Saat ini pengobatan sudah berjalan hingga 11 bulan, namun pada bulan Februari
2020 An.F sempat tidak melanjutkan pengobatan selama 1 bulan karena ia
mengaku bosan minum obat. Selama pengobatan tidak ada efek samping yang
dialami An.F, bercak-bercak putih yang dimilikinya pun sudah tidak tampak. Ibu
An.F mengatakan bahwa di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa
dengan An.F.
Pemeriksaan fisik didapatkan:
Nadi : 83 kali /menit
Pernafasan : 20 kali /menit
Suhu : 36,7°C
Data Antropometri
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 145 cm
IMT : 21,42 kg/m2
Status gizi : Obestitas (Menurut KurvaCDC tahun 2000)
Status Dermatologi dan Status Neurologi
Status dermatologikus dan pemeriksaan neurologis rasa raba dalam batas normal.
Diagnosaklinis : KustatipeMultibasiler
Diagnosatambahan : Obesitas
Terapi yang diberikanpuskesmas
Farmakologis:
1. Obat MDT-MB: (Selama 1 tahun)
o Hari Pertama (1 bulan sekali) : 2 kapsul Rifampisin (300 mg + 300 mg),
1 tablet DDS 100 mg, dan 3 kapsul Klofazimin 100 mg
o Hari ke 2-28 : 1 kapsul Klofazimin 50 mg dan 1 tablet DDS 100 mg
setiap hari.
2. Vitamin B1 tablet 50 mg 1 x 1 setelah makan, setiap hari.
5.2. DiagnostikHolistik
5.3.2.2. Patologis
o Social
An.F sering berinteraksi dengan teman-teman di sekitarnya.
o Culture
An.F dapat mengkuti budaya, tatakrama dan perilaku sopan santun di
lingkungan tempat tinggalnya.
o Religious
An.F taat melaksanakan sholat.
o Education
An.F masih bersekolah di bangku kelas 4 SD.
o Ekonomi
Status ekonomi keluarga An.F menengah kebawah dan cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
o Medical
An.F memilik BPJS dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang cukup
memadai serta mendapat obat yang sesuai.
Kesimpulan: Ekonomi merupakan masalah patologis keluarga An.F
Non Farmakologi:
- Memberikan edukasi kepada An.F agar minum obat dengan rutin setiap hari
dan kontrol ke puskesmas bila obat akan habis untuk menghindari putus
obat berulang dan timbulnya reaksi kusta.
- Memberi tahu An.F mengenai efek samping obat kusta seperti Rifampisin
yang menyebabkan air seni bewarna merah, Klofazimin menyebabkan kulit
berubah warna menjadi gelap atau hitam, dan Dapson menyebabkan kurang
darah.
Menu Cemilan (10:00 WIB) : 3buah risol isi wortel, dan daging cincang
Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Tepung
5 sdm 50 178,5 4,45 0,65 38,65
Terigu
Telur Ayam 1 butir 50 79 6,4 5,75 0,35
Wortel 3 sdm 30 13,8 0,36 0,09 2,85
Daging sapi
3 sdm 30 50,4 5,88 3 0
tak berlemak
Minyak
½ sdm 5 45 0 5 0
Kelapa Sawit
Subtotal 366,7 17,09 14,49 41,85
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok Makan (sdm)
Menu Makan Malam (12:00 WIB) : Nasi putih + Empal goreng + Sambal + Pisang
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Bahan URT
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Nasi 2
Beras 100 349 6,8 0,7 78,9
centong
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 76
Daging 1 potong
Sapi ukuran 50 134 8,75 11 0
Berlemak sedang
Pisang 2 ukuran
100 110 1,2 0,2 25,8
Ambon sedang
Minyak
Kelapa 1/2 sdm 5 45 0 5 0
Sawit
Subtotal 638 16,75 11,9 104,7
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok makan (sdm)
Hasil Intrvensi
- An. F mengerti harus menurunkan berat badan dengan cara mengubah
pola asupan makanan yang ia konsumsi
- An. F mengikuti pola makan yang dianjurkan dari contoh menu makanan
yang dibuat
Rencana Intervensi:
- Memberi edukasi kepada Ayahdan Ibu An. F tentang cahaya sinar matahari
yang masuk ke dalam rumah yang dapat membunuh kuman
- Memberi edukasi kepada Ayahdan Ibu An. F tentang sirkulasi udara
sehingga dapat terjadi pertukaran udara di dalam rumah
Belum terlaksananya peran ibu An. F sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO)
Rencana Intervensi
- Memberikan edukasi kepada ibu An.F mengenai pentingnya peran
Pengawas Menelan Obat (PMO)
- Memberikan buku catatan yang berisi jadwal minum obat dan pengambilan
obat di Puskesmas kepada ibu An.F sebagai PMO
- Memberikan kotak obat kepada ibu An. F agar An. F tidak lupa untuk
menelan obat setiap hari dan kejadian putus obat tidak berulang
BAB 7
Intervensi, Hasil Intervensi, dan Prognosis
Non Farmakologi :
- Memberikan penjelasan kepada An. F dan kedua orangtuanya bahwa
pemberian Multivitamin Fervitalguna meningkatkan daya tahan tubuh
An. F
Hasil Intervensi :
An. F dan kedua orangtuanya mengerti bahwa Multivitamin yang diberikan
berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh
7.1.2. Aksis II (Aspek Klinis)
1. Diagnosis utama: Kusta tipe Multi Basiler
Rencana Intervensi:
Sesuai obat yang diberikan oleh Puskesmas:
Obat MDT-MB dari Puskesmas : (selama 1 bulan kedepan)
- Hari ke 1 (1 bulan sekali) : 2 kapsul Rifampisin 300 mg, 1 tablet
Dapson 100 mg, dan 3 kasul Klofazimin 100 mg
- Hari ke 2 – 28 : 1 kapsul Klofazimin 50 mg dan 1 tablet Dapson 100 mg
setiap hari
Menu Cemilan (10:00 WIB) : 3buah risol isi wortel, dan daging cincang
Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Tepung
5 sdm 50 178,5 4,45 0,65 38,65
Terigu
Telur Ayam 1 butir 50 79 6,4 5,75 0,35
Wortel 3 sdm 30 13,8 0,36 0,09 2,85
Daging sapi
3 sdm 30 50,4 5,88 3 0
tak berlemak
Minyak
½ sdm 5 45 0 5 0
Kelapa Sawit
Subtotal 366,7 17,09 14,49 41,85
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok Makan (sdm)
Menu Makan Malam (12:00 WIB) : Nasi putih + Empal goreng + Sambal + Pisang
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Bahan URT
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Beras Nasi 2 100 349 6,8 0,7 78,9
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 85
centong
Daging 1 potong
Sapi ukuran 50 134 8,75 11 0
Berlemak sedang
Pisang 2 ukuran
100 110 1,2 0,2 25,8
Ambon sedang
Minyak
Kelapa 1/2 sdm 5 45 0 5 0
Sawit
Subtotal 638 16,75 11,9 104,7
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok makan (sdm)
Hasil Intervensi
- An. F mengerti serta dapat memahami tentang penyakit kusta seperti
definisi, penyebab, faktor resiko, cara penularan, tanda dan gejala,
pengobatan, efek samping obat, pencegahan penularan, dan komplikasi
kusta
Ayah dan Ibu An.F jarang membuka gorden dan jendela rumah pada ruang
tamu.
Rencana Intervensi:
- Memberi edukasi kepada Ayahdan Ibu An. F tentang cahaya sinar
matahari yang masuk ke dalam rumah yang dapat membunuh kuman
- Memberi edukasi kepada Ayahdan Ibu An. F tentang sirkulasi udara
sehingga dapat terjadi pertukaran udara di dalam rumah
Hasil Intervensi:
- Ayah dan Ibu An. F membuka jendela rumahnya setiap hari agar cahaya
sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah yang dapat membunuh
kuman
- An. F dan Ayah dan Ibu mengerti tentang pentingnya sirkulasi udara
sehingga dapat terjadi pertukaran udara didalam rumah
7.2. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
8.1. Kesimpulan
1. Sumber penularan yang dialami oleh An. F belum diketahui secara pasti,
namun diduga sumber penularan berasal dari lingkungan sekitar tempat
tinggal pasien.
2. Terputusnya pengobatan kusta pada An. F adalah karena bosan minum obat
dan tidak mau periksa ke Puskesmas karena menurutnya waktu pemeriksaan
membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu dan belum terlaksananya
peran ibu An. F sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO)
3. Faktor internal dan eksternal menurut Mandala of Health yang menyebabkan
belum sembuhnya kusta pada An. F adalah :
Faktor Internal:
- An.F dan kleuarga tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang
penyakit yang ia derita
- An. F tidak memiliki pengetahuan mengenai pentingnya kepatuhan
minum obat dan resiko akibat putus obat kusta
- An.F tidur dengan kedua orang tuanya di kamar tidur yang sekaligus
menjadi ruang keluarga.
Faktor Eksternal:
- Ibu dan ayah An.F tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang
penyakit kusta yang dimiliki An.F.
8.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Girão, R., Soares, N., Pinheiro, J., Oliveira, G., de Carvalho, S., de Abreu, L., Valenti,
V. and Fonseca, F., 2013. Leprosy treatment dropout: a sistematic review.
International Archives of Medicine, [online] 6(1), p.34. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24000954> [Accessed 27 March 2020].
Kahawita, I., Walker, S. and Lockwood, D., (2008). Leprosy type 1 reactions and
erythema nodosum leprosum. Anais Brasileiros de Dermatologia, 83(1), pp.75-82.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2018). Pusat Data Dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI Kusta. Jakarta, pp.3-7.
___________________________________, (2019). Hapuskan Stigma Dan
Diskriminasi Terhadap Kusta. Jakarta: PUSDATIN KEMENKES RI.
Menaldi, S., (2016). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: 2. Menaldi
SLSW. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ed 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2016., pp.88-89.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Penanggulangan Kusta.
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia, (2003). Dokter Keluarga Sebagai Tulang
Punggung Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia,
pp.27-34.
Puskesmas Teluk Naga. (2019). Data Kesehatan Puskesmas Teluk Naga. Tanggerang
Smith, D., (2020). Leprosy: Background, Pathophysiology, Epidemiology. [online]
Emedicine.medscape.com. Available at:
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 96
(https://emedicine.medscape.com/article/220455-overview) [Accessed 14 March
2020].
Widoyono, (2008). Penyakit Tropis Epidemilogi, Penularan, Pencegahan, Dan
Pemberantasan. Semarang: Erlangga.
Wisnu, IM., Sjamsoe-Daili ES.,Menaldi SL., (2015).Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
7thed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
World Health Oragnization. 2005. Elimination Of Leprosy As A Public Health Problem.
[online] Available at: (http://who.int.com/lep/stat2002/global02.html) [Accessed 14
March 2020].
World Health Oragnization. 2018. Leprosy: new data show steady decline in new
LAMPIRAN