Anda di halaman 1dari 126

Laporan Kunjungan Kasus Kusta Putus Obat pada An.

F dengan
Pendekatan Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk
Naga, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi
Banten
Periode 10 Januari 2020-4 April 2020

Penyusun :
Kelvin Pangestu (406181016)
Nailah Rahmah (406181048)
Kartika Sanra Dila (406181084)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
April, 2020
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertandatangan dibawah ini:


1. Kelvin Pangestu (406181016)
2. Nailah Rahmah (406181048)
3. Kartika Sanra Dila (406181084)
Dengan ini menyatakan, menjamin bahwa laporan kunjungan kasus keluarga yang
diserahkan kepada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara, berjudul:

Laporan Kunjungan Kasus Kusta Putus Obat pada An. F dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Naga, Kecamatan Teluk
Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten
Periode 10 Januari 2020-4 April 2020

Merupakan hasil karya ini, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah
dinyatakan dengan benar dan tidak melanggar ketentuan plagiarisme dan
otoplagiarisme. Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa unsur paksaan
dari pihak manapun.

Jakarta, 20 Maret 2020


Yang menyatakan,

Kelvin Pangestu (406181016) ( )

Nailah Rahmah (406181048) ( )

Kartika Sanra Dila (406181084) ( )

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas kepanitraan berupa laporan Kunjungan Kasus
Kedokteran Keluarga yangberjudul “Laporan Kunjungan Kasus Kusta Putus Obat pada
An. F dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk
Naga, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten Periode 10
Januari 2020- 4 April 2020” dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini disusun dalam
rangka proses pembelajaran dalam Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. Selama proses penyusunan laporan
mulai dari awal hingga akhir, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan
dukungan dari berbagai pihak.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:
1. Pimpinan beserta staf Dinas Kesehatan Tangerang.
2. Pimpinan beserta staf Puskesmas Teluknaga
3. Pimpinan beserta staf Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara.
4. Pimpinan beserta staf Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara.
5. dr. Tri Mulyati, SKM, selaku pembimbing kelompok yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan banyak ilmu dan arahan, serta saran selama
penyusunan laporan ini dapat selesai dengan baik.
6. Semua pihak yang telah membantu naik secara langsung maupun tidak langsung
sehingga penyusunan laporan ini dapat terlaksana dengan baik.
7. An.F dan keluarga yang telah bersedia untuk dilakukan kunjungan.
Penulis menyadari bahwa laporan kedokteran keluarga ini tidak sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki
dan menyempurnakan, sehingga hasil laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 20 Maret 2020

Penulis

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Yang bertandatangan dibawah ini:


1. Nama (NIM) : Kelvin Pangestu (406181016)
2. Nama (NIM) : Nailah Rahmah (406181048)
3. Nama (NIM) : Kartika Sanra Dila (406181084)
Program Studi : Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran Universitas Tarumanagara
Jenis Karya : Laporan Kunjungan Kasus Keluarga
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, memberikan persetujuan/izin kepada bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk memublikasikan hasil karya ilmiah kami yang
berjudul:
Laporan Kunjungan Kasus Kusta Putus Obat pada An. F dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Naga, Kecamatan Teluk
Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten
Periode 10 Januari 2020-4 April 2020

Jakarta, Maret 2020


Yang menyatakan,

Kelvin Pangestu (406181016) ( )

Nailah Rahmah (406181048) ( )

Kartika Sanra Dila (406181084) ( )

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 iv
Laporan Kunjungan Kasus Kusta Putus Obat pada An. F dengan
Pendekatan Kedokteran Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk
Naga, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi
Banten
Periode 10 Januari 2020-4 April 2020
Kelvin Pangestu1, Nailah Rahmah1, Kartika Sanra Dila1, Tri Mulyati2

ABSTRAK
Latar belakang: Kusta merupakan salah satu penyakit menular dan sebuah penyakit
infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae. Kusta bila tidak
ditangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi pada susunan saraf perifer hingga
struktur kulit.Kustadapat berpengaruh tidak hanya dari aspek medis melainkan sosial,
ekonomi hingga budaya. Prevalensi data Kusta di Puskesmas Teluk Naga memang tidak
menduduki sebagai salah satu 10 penyakit terbanyak, namun terdapat peningkatan
prevalensi data jumlah Kusta sebanyak 2 kali bila dibandingkan dengan tahun 2019.

Kasus : Seorang anak berusia 10 tahunsedang dalam pengobatan kusta selama 10 bulan
dan memiliki riwayat putus obat kusta 1 bulan pada saat kunjungan ke Puskesmas Teluk
Naga.

Diskusi : Penyebab terputusnya pengobatan kusta yang terjadi pada pasien ini telah
diketahui menggunakan pendekatan Mandala of Health yaitu karena bosan minum obat
dan tidak mau periksa ke Puskesmas dan belum terlaksananya peran ibu An. F sebagai
Pengawas Menelan Obat (PMO). Perencanaan intervensi yang dilakukan bertujuan
untuk meningkatkan pengetauhan pasien serta kedua orangtua tentang pentingnya
kepatuhan minum obat kusta dan resiko yang mungkin terjadi akibat putus obat kusta
serta pentingnya peran Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam mencegah risiko
terjadinya komplikasi.
Kata-kata kunci : Kedokteran Keluarga, Kusta Putus Obat, Mandala of Health
1
Mahasiswa Kepaniteraan IKM FK UNTAR
2
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UNTAR

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 v
The Case Report of Leprosy dropped out of medicationon An.F by
Family Medicine Approach in Teluk Naga Health Center Working
Area, Teluk Naga District, Tanggerang Regency, Banten Province
Period 10 January 2020 – 4 April 2020
Kelvin Pangestu1, Nailah Rahmah1, Kartika Sanra Dila1, Tri Mulyati2

ABSTRACT
Background : Leprosy is an infectious disease and a chronic infectious disease caused
by the bacterium Mycobacterium Leprae. Leprosy if not treated properly can cause
complications in the peripheral nerve to the skin structure. Leprosy can affect not only
the medical aspects but also social, economic and cultural aspects. The prevalence of
leprosy data in the Teluk Naga Health Center does not occupy as one of the 10 most
diseases, but there is an increase in the prevalence of leprosy as much as 2 times when
compared to 2019.

Case : A 10-year-old child is undergoing leprosy treatment for 10 months and has a
history of dropping out of leprosy for 1 month during a visit to the Teluk Naga
Community Health Center.

Discussion:The cause of the interruption of leprosy treatment that occurred in these


patients has been known by using the Mandala of Health approach was due to boredom
taking medication and not wanting to check into the health center and the role of
patient’s mother had not been carried out yet as Supervisor for Swallowing Medication.
Intervention planning conducted aims to increase patient and both parents' awareness
of the importance of adherence to taking leprosy and the risks that may occur due to
dropping out of leprosy and the important role of the Drug Swallowing Supervisor in
preventing the risk of complications.

Key words: Family Medicine, Leprosy Droping Medication, Mandala of Health


1
Student of Public Health Internship, Faculty of Medicine, Tarumanagara University
2
Departement of Public Health, Faculty of Medicine, Tarumanagara University

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 vi
DAFTAR ISI

Halaman Pernyataan Orisinalitas......................................................................................ii


Kata Pengantar.................................................................................................................iii
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah...............................................iv
Abstrak..............................................................................................................................v
Abstract............................................................................................................................vi
Daftar Isi..........................................................................................................................vii
Daftar Tabel......................................................................................................................xi
Daftar Gambar................................................................................................................xiii
Daftar Lampiran.............................................................................................................xiv
Daftar Singkatan..............................................................................................................xv
BAB 1 Pendahuluan.......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang....................................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah............................................................................................2
1.2.1. Pernyataan Masalah.....................................................................................2
1.2.2. Pertanyaan Masalah.....................................................................................2
1.3. Tujuan.................................................................................................................2
1.3.1. Tujuan Umum..............................................................................................2
1.3.2. Tujuan Khusus.............................................................................................3
BAB 2 Tinjauan Pustaka...............................................................................................4
2.1. Kedokteran Keluarga..........................................................................................4
2.1.1. Definisi........................................................................................................4
2.1.2. Prinsip Kedokteran Keluarga......................................................................4
2.1.3. Tujuan Pelayanan Kedokteran Keluarga.....................................................5
2.1.4. Manfaat Pelayanan Kedokteran Keluarga...................................................5
2.1.5. Hambatan dalam Melaksanakan Pelayanan Kedokteran Keluarga.............6
2.2. Kusta...................................................................................................................7
2.2.1. Definisi Kusta dan Reaksi Kusta.................................................................7
2.2.2. Epidemiologi Kusta.....................................................................................7
2.2.3. Faktor Predisposisi Kusta............................................................................9
2.2.4. Etiologi Kusta..............................................................................................9
2.2.5. Patogenesis dan Cara Penularan Kusta......................................................10
2.2.6. Klasifikasi Kusta.......................................................................................13
2.2.7. Gejala Klinis..............................................................................................15
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 vii
2.2.8. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik Penderita Kusta...................................16
2.2.9. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................16
2.2.10. Diagnosis...................................................................................................20
2.2.11. Diagnosis Banding.....................................................................................20
2.2.12. Tatalaksana................................................................................................21
2.2.14. Pencegahan cacat.......................................................................................27
2.2.15. Komplikasi................................................................................................30
2.2.16. Prognosis...................................................................................................30
2.2.17. Reaksi Kusta..............................................................................................31
2.3. Kerangka Teori.................................................................................................35
BAB 3 Data Klinis........................................................................................................36
3.1. Identitas.............................................................................................................36
3.1.1. Identitas Pasien..........................................................................................36
3.1.2. Identitas Ibu pasien....................................................................................36
3.2. Status Kesehatan...............................................................................................37
3.2.1. Anamnesis.................................................................................................37
3.2.2. Keluhan Utama..........................................................................................37
3.2.3. Riwayat Penyakit Sekarang.......................................................................37
3.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu..........................................................................38
3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga.......................................................................38
3.2.6. Riwayat Kebiasaan....................................................................................38
3.2.7. Riwayat Pengobatan..................................................................................39
3.2.8. Riwayat Imunisasi.....................................................................................39
3.2.9. Riwayat Sosial Ekonomi...........................................................................39
3.3. Pemeriksaan Fisik.............................................................................................39
3.3.1. Tanda-tanda vital.......................................................................................40
3.3.2. Data Antropometri.....................................................................................40
3.3.3. Status Generalis.........................................................................................40
3.3.4. Status Dermatologikus...............................................................................41
3.3.5. Status Neurologis.......................................................................................41
3.3.6. Pemeriksaan Sensibilitas...........................................................................42
3.4. Pemeriksaan Penunjang....................................................................................43
3.5. Diagnosa...........................................................................................................43
3.6. Terapi yang telah diberikan..............................................................................43
BAB 4 Data Keluarga dan Lingkungan.....................................................................44
4.1 Struktur Keluarga..............................................................................................44
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 viii
4.2 Genogram..........................................................................................................45
4.3 Riwayat Imunisasi dan Kesehatan Keluarga....................................................46
4.4 Kondisi Ekonomi..............................................................................................46
4.5 Pola Berobat......................................................................................................47
4.6 Pola Makan Sehari-hari....................................................................................47
4.6.1 Dietary Recall 1 x 24 jam (03/03/2020)....................................................47
4.6.2 Perhitungan Gizi........................................................................................50
4.6.3 Kebutuhan Zat Gizi Sesuai Status Gizi.....................................................53
4.6.4 Evaluasi Asupan Energi............................................................................55
4.7 Kondisi Rumah.................................................................................................56
4.7.1 Status Rumah.............................................................................................56
4.7.2 Lokasi Rumah............................................................................................56
4.7.3 Kondisi Bangunan.....................................................................................56
4.7.4 Ventilasi.....................................................................................................57
4.7.5 Pencahayaan di Rumah..............................................................................57
4.7.6 Air Bersih..................................................................................................57
4.7.7 Pembuangan Sampah.................................................................................58
4.7.8 Pembuangan Limbah.................................................................................58
4.7.9 Pembuangan Tinja.....................................................................................58
4.7.10 Kamar Mandi.............................................................................................58
4.7.11 Alat Kesejahteraan Keluarga.....................................................................59
4.7.12 Lingkungan................................................................................................59
4.8 Mandala of Health............................................................................................59
4.9 Denah Lokasi....................................................................................................62
4.10 Denah Rumah...................................................................................................63
BAB 5 Diagnostik Holistik...........................................................................................67
5.1. Resume..............................................................................................................67
5.2. Diagnostik Holistik...........................................................................................68
5.2.1. Axis 1 (aspek Personal).............................................................................68
5.2.2. Axis 2 (AspekKlinis).................................................................................68
5.2.3. Axis 3 (Aspek Internal).............................................................................68
5.2.4. Axis 4 (Aspek Eksternal)...........................................................................68
5.2.5. Axis 5 (Aspek Fungsional)........................................................................69
5.3. Diagnosis Keluarga...........................................................................................69
5.3.1. Bentuk Keluarga........................................................................................69
5.3.2. Fungsi Keluarga.........................................................................................69
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 ix
5.3.3. Coping Score.............................................................................................70
5.3.4. Siklus Kehidupan Berdasarkan Duvall......................................................71
BAB 6 Rencana Penatalaksanaan Holistik dan Komprehensif...............................72
6.1. Axis 1 (Aspek Personal)...................................................................................72
6.2. Axis II (Aspek Klinis).......................................................................................72
6.3. Axis III (Aspek Internal)...................................................................................78
6.4. Aksis IV (Aspek Eksternal)..............................................................................79
6.5. Aksis V (Aspek Fungsional).............................................................................80
BAB 7 Intervensi, Hasil Intervensi, dan Prognosis...................................................81
7.1. Intervensi dan Hasil Intervensi.........................................................................81
7.1.1. Aksis I (Aspek Personal)...........................................................................81
7.1.2. Aksis II (Aspek Klinis)..............................................................................82
7.1.3. Aksis III (Aspek Internal)..........................................................................88
7.1.4. Aksis IV (Aspek Eksternal).......................................................................89
7.1.5. Aksis V (Aspek Fungsional).....................................................................91
7.2. Prognosis...........................................................................................................91
BAB 8 Kesimpulan dan Saran.....................................................................................92
8.1. Kesimpulan.......................................................................................................92
8.2. Saran.................................................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................96
LAMPIRAN...................................................................................................................99

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tanda Utama klasifikasi Kusta........................................................................14

Tabel 2.2 Tanda Lain klasifikasi Kusta...........................................................................14

Tabel 2.3 Indeks Bakteri menurut Ridley........................................................................17

Tabel 2.4 Karakteristik berbagai tipe kusta menurut Ridley-Jopling..............................18

Tabel 2.5Rekomendasi pengobatan kusta menurut Fitzpatrick.......................................22

Tabel 2.6. Pemberian MDT Tipe PB Berdasarkan Golongan Umur...............................23

Tabel 2.7. Pemberian MDT Tipe MB Berdasarkan Golongan Umur.............................24

Tabel 2.8 Pengobatan Reaksi Kusta................................................................................26

Tabel 2.9Tingkat cacat pada kusta menurut Depkes RI 2005.........................................28

Tabel 2.10 Perbedaan reaksi Tipe 1 dan Tipe 2..............................................................32

Tabel 2.11 Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi Tipe 1 dan Tipe 2............33

Tabel 3.1 Penilaian Pemeriksaan Saraf Perifer...............................................................43

Tabel 4.1 Struktur Keluarga yang tinggal serumah dengan An. F..................................44

Tabel 4.2 Riwayat Imunisasi Keluarga An. F.................................................................46

Tabel 4.3Anggaran Bulanan Keluarga An. F (Pendapatan bulan Februari 2020)...........46

Tabel 4.4. Menu Sarapan (09:00 WIB) : Nasi putih + Lele goreng + Ketimun + Sambal
.........................................................................................................................................47

Tabel 4.5. Menu Cemilan (10:00 WIB) : 3 buah Cheetos +2 buah Chocolatos..............48

Tabel 4.6. Menu Makan Siang (11:30 WIB ) : Biskuit roma kelapa + susu Frisian Flag
(kental manis)..................................................................................................................48

Tabel 4.7. Menu Cemilan (12:30 WIB) : 1 Indomie goreng +1 Nutri sari jeruk............48

Tabel 4.8. Menu Cemilan (15:00 WIB) : 1Roti coklat (Sari Roti)..................................49

Tabel 4.9. Menu Cemilan (17:00 WIB) : 1 Pilus original (Garuda)................................49

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xi
Tabel 4.10. Menu Makan Malam (21.00 WIB) : Nasi putih + Lele goreng + Ketimun +
Sambal.............................................................................................................................50

Tabel 4.11 Perbandingan kebutuhan harian berdasarkan PB Aktual dan PB berdasarkan


Usia..................................................................................................................................55

Tabel 4.12 Selisih Asupan dan Kebutuhan An. F...........................................................55

Tabel 7.1 Menu anjuran untuk An. F..............................................................................75

Tabel 7.2. Selisih antara asupan (menu rekomendasi) dengankonsumsi makan An.F....77

Tabel 7.3. Selisih antara asupan (menu rekomendasi) denganKebutuhan Konsumsi An.
F berdasarkan Panjang Badan Aktual (PBA)..................................................................78

Tabel 7.1 Menu anjuran untuk An. F..............................................................................84

Tabel 7.2. Selisih antara asupan (menu rekomendasi) dengankonsumsi makan An.F....87

Tabel 7.3. Selisih antara asupan (menu rekomendasi) denganKebutuhan Konsumsi An.
F berdasarkan Panjang Badan Aktual (PBA)..................................................................87

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mycobacterium kustae...................................................................................9

Gambar 2.2. Gambaran tipe reaksi dan hubungannya dengan tipe-tipe kusta berdasarkan
spektrum imunitas pasien kusta menurut Ridley-Jopling................................................12

Gambar 4.1. Genogram Keluarga An. F..........................................................................45

Gambar 4.2 Kurva Pertumbuhan Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
untuk anak laki-laki usia 2 – 20 tahun.............................................................................51

Gambar 4.3 Kurva Pertumbuhan Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
untuk anak laki-laki usia 2 – 20 tahun.............................................................................52

Gambar 4.4 Denah Lokasi Rumah Keluarga An. F.........................................................62

Gambar 4.5 Denah Rumah An.F.....................................................................................63

Gambar 4.6 Mandala of Health.......................................................................................64

Gambar 5.1 Siklus Kehidupan Keluarga An.F berdasarkan Duvall................................71

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jalan menuju rumah An.F...........................................................................99

Lampiran 2. Rumah An.F tampak depan.......................................................................100

Lampiran 3. Tempat sumber mata air bersih rumah An. F...........................................101

Lampiran 4. Alur Pembuangan ke Selokan di depan rumah An.F................................102

Lampiran 5. Ruang tamu An.F......................................................................................103

Lampiran 6. Ruang keluarga dan kamar tidur An.F......................................................104

Lampiran 7. Dapur An.F...............................................................................................105

Lampiran 8. Kamar mandi An.F....................................................................................106

Lampiran 9. Kali di dekat rumah An.F..........................................................................107

Lampiran 10. Tempat pembuangan sampah dipinggir kali dekat dengan rumah An.F 108

Lampiran 11. Pemeriksaan Fisik kepada An.F..............................................................109

Lampiran 12. Obat An. F...............................................................................................110

Lampiran 13. Edukasi mengenai kusta kepada ibu An.F..............................................111

Lampiran 14. Edukasi mengenai jadwal pemberian obat An.F.....................................111

Lampiran 15. Penyerahan jadwal minum obat, mini notes, dan kotak obat..................112

Lampiran 16. Isi mini notes...........................................................................................113

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xiv
DAFTAR SINGKATAN

AFB : Acid Fast Bacilli


BB : Borderline Borderline Leprosy
BB/U : Berat Badan Per Usia
BBA : Berat Badan Aktual
BBI : Berat Badan Ideal
BCG : Bacille Calmette Guerin
BL : Borderline Lepromatous Leprosy
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BT : Borderline Tuberculoid Leprosy
BTA : Basil Tahan Asam
CDC : Centers for Disease Control and Prevention
C9OA : Camera Occuli Anterior
DPT : Difteri Pertusis Tetanus
ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay
ENL : Eritema Nodusum Leprosum
HIV : Human Immunodeficiency Virus
IB : Indeks Bakteri
IM : Indeks Morfologi
IgM : Immunoglobulin M
IgG : Immunoglobulin G
KGB : Kelenjar Getah Bening
LAM : Lipoarabinomanan
LL : Lepromatous Leprosy
LLp : Polar lepromatous Leprosy
LLs : Subpolar Lepromatous Leprosy
LP : Lapang Pandang
MB : Multi Bacillary / Multibasiler
MDT : Multi Drug Therapy

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xv
MDT-MB : Multi Drug Therapy Multi Bacilary
MPLPA : Mycobacterium Leprae Particle Aglutination
PB : Pausi Bacillary / Pausibasiler
PBA : Panjang Badan Aktual
PDKI : Perhimpunan Dokter Keluarga Indonsia
PGL-1 : Phenolic Glycolipid-1
PMO : Pengawas Menelan Obat
RFC : Relieve From Control
RS : Rumah Sakit
RT : Rukun Tetangga
RW : Rukun Warga
SD : Sekolah Dasar
sdm : Sendok makan
SIS : Sistem Imunitas Selular
SLE : Systemic Lupus Erythematosus
SM : Sebelum Masehi
SMP : Sekolah Menengah Pertama
TT : Tuberculoidleprousy
UMK : Upah Minimum Kabupaten / Kota
URT : Ukuran Rumah Tangga
WH : Weight and Height
WHO : World Health Organization
WNI : Warga Negara Indonesia

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xvi
BAB 1
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Pelayanan dokter keluarga merupakan sebuah pelayanan kedokteran secara menyeluruh
dan berpusat kepada keluarga sebagai suatu unit dan tidak dibatasi oleh golongan, umur,
jenis kelamin, keterbatasan organ tubuh atau jenis penyakit tertentu [American
Academy Of Family Physicians, 2019].
Kusta merupakan sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae (M.leprae) yang memiliki sifat sebagai bakteri intraselular
obligat dan bakteri tahan asam. Kusta dapat terjadi komplikasi bila tidak tertangani baik
pada susunan saraf perifer hingga struktur kulit. Kustamerupakan salah satu penyakit
menular yang dapat berpengaruh tidak hanya dari aspek medis melainkan sosial,
ekonomi hingga budaya [Widoyono,2008].
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 terdapat
210.758 kasus kusta ditemukan diseluruh dunia, dan 156.118 kasus diantaranya terdapat
di Benua Asia [WHO,2015]. Menurut data dari Infodatin 2018, Angka prevalensi kusta
di Indonesia pada tahun 2017 sebanyak 0,70 kasus /10000 penduduk dengan angka
kasus baru sebanyak 6,08 kasus/10000 penduduk. Kasus kusta pada anak terbanyak
terdapat di provinsi Jawa Timur (3.373 jiwa), Jawa Barat (1.813 Jiwa), Jawa Tengah
(1.644 Jiwa), Sulawesi Selatan (1.091 jiwa) dan Papua (968 jiwa) [Kemenkes RI, 2018].
Menurut Profil Kesehatan Puskesmas Teluk Naga, prevalensi data kusta memang tidak
menduduki sebagai salah satu 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Teluk Naga, namun
terdapat peningkatan prevalensi data dari jumlah kusta sebanyak 2 kali bila
dibandingkan dengan tahun 2019.
Pasien di Puskesmas Teluk Naga atas nama An F dengan usia 10 tahun memiliki
kusta yang putus obat selama 1 bulan lamanya pada saat kunjungan ke Puskesmas Teluk
Naga. Sebelumnya pasien masih setiap bulan kontrol di Puskesmas Teluk Naga hingga
pada bulan Januari Pasien tidak kontrol. Terkait pula dengan kasus kusta yang terjadi
pada anak, hal tersebut sebagai hal yang menarik untuk dilakukan kunjungan dokter
keluarga untuk memantau penyebab terjadinya kusta, menghindari komplikasi yang bisa
di timbulkan dan menghimbau kepatuhan meminum obat hingga kunjungan kontrol ke
puskesmas.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xvii
Bila An. F tidak dikunjungi, maka kemungkinan dapat terjadi resistensi obat dan
komplikasi akibat terputusnya pengobatan kusta seperti kecacatan, amputasi ataupun
timbulnya reaksi kusta. Selain itu sumber penularan dan berbagai faktor penyebab
terjadinya kusta pada An. F perlu diketahui dan diputus rantai penularannya. Oleh
karena hal tersebut, harus dipastikan terdapat Pengawas Menelan Obat (PMO) pada An.
F dirumah dan diberikan edukasi kepada keluarga mengenai sumber dan cara penularan
kusta, berbagai faktor penyebab terjadinya kusta, serta komplikasi yang terjadi jika
pasien putus obat.

1.2. Perumusan Masalah


1.2.1. Pernyataan Masalah
Terputusnya obat kusta pada An F sehingga beresiko terjadinya resistensi obat.

1.2.2. Pertanyaan Masalah


1. Darimana sumber penularan penyakit kusta pada An. F?
2. Apa yang menjadi faktor internal dan eksternal penyebab terjadinya kusta dan
terputusnya pengobatan kusta pada An. F berdasarkan Pendekatan Mandala Of
Health?
3. Apa alternatif jalan keluar untuk mengatasi masalah kusta putus obat yang
dialami oleh An. F?
4. Apa hasil yang didapatkan dari intervensi kusta pada An. F?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Teraturnya An.Fdalam minum obat kusta sampai dengan tuntas sehingga tidak
menyebabkan terjadinya resistensi obat dan tidak menimbulkan komplikasi
akibat putus obat kusta.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xviii
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya sumber penularan terjadinya kusta pada An. F
2. Diketahuinya faktor internal dan eksternal penyebab terjadinya kustadan
terputusnya pengobatan kusta pada An. F berdasarkan pendekatan Mandala Of
Health
3. Diketahuinya alternatif jalan keluar untuk mengatasi masalah kusta putus obat
yang dialami oleh An. F
4. Diketahuinya hasil intervensi yang dilakukan pada An. F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xix
BAB 2
Tinjauan Pustaka

2.1. Kedokteran Keluarga


2.1.1. Definisi
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) mendefinisikan dokter keluarga
sebagai tenaga kesehatan tempat kontak pertama pasien di fasilitas/sistem kesehatan
primer guna menyelesaikan semua masalah yang dihadapi tanpa memandang jenis
penyakit, usia, dan jenis kelamin yang dapat dilakukan sedini dan sedapat mungkin,
secara paripurna, dengan pendekatan holistik, berkesinambungan, dan dalam koordinasi
serta kolaborasi dengan professional kesehatan lainnya, dengan menerapkan prinsip
pelayanan yang efektif dan efisien yang mengutamakan pencegahan, serta menjunjung
tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral [PDKI, 2003]. Dokter
keluarga mempunyai orientasi titik berat kepada keluarga dan tidak memandang
penderita sebagai individu yang sakit tetapi termasuk kedalam unit keluarga dan
masyarakat. Pelayanan dilakukan secara holistik dan lebih mengutamakan pencegahan.
Dokter juga diharapkan mau mengunjungi penderita dan keluarganya untuk
menyesuaikan kebutuhan dan pemenuhan pasien [Azwar A, 1982, 1999].

2.1.2. Prinsip Kedokteran Keluarga


Prinsip pelayanan dokter Keluarga di Indonesia adalah memberikan:
1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
2. Pelayanan yang kontinu
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integrasi dari keluarganya
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan
tempat tinggalnya
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan
9. Pelayanan yang sadar biaya dan mutu
10. Pelayanan yang tanpa membedakan gender.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xx
2.1.3. Tujuan Pelayanan Kedokteran Keluarga
Tujuan Pelayanan dokter keluarga dapat di bagi menjadi tujuan umum dan
tujuan khusus [Azwar, 1995].

Tujuan Umum
Agar terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarganya

Tujuan Khusus
a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif.
Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga
memang lebih efektif. Ini disebabkan karena dalam menangani suatu masalah
kesehatan, perhatian tidak hanya ditujukan kepada keluhan saja, tetapi kepada pasien
sebagai manusia seutuhnya, dan sebagai bagian dari anggota keluarga dengan
masing-masing lingkungan. Dengan memperhatikan faktor tersebut, pengelolaan
masalah kesehatan akan dilakukan secara sempurna dapat menyelesaikan masalah
kesehatan sesuai dengan yang diharapkan dan lebih memuaskan.
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien.
Pelayanan kedokteran keluarga lebih mengutamakan pencegahan penyakit di mana
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Harapannya
yaitu menurunnya angka jatuh sakit untuk menurunkan pula biaya kesehatan yang
ada. Salah satu keuntungan dari pelayanan tersebut adalah menghindari pemeriksaan
dan tindakan kedokteran yang berulang untuk mencegah pengeluaran dana kesehatan
yang lebih banyak.

2.1.4. Manfaat Pelayanan Kedokteran Keluarga


Apabila pelayanan dokter keluarga dapat terlaksana dengan baik, banyak
manfaat yang dapat diperoleh. Manfaat yang dimaksud antara lain: [Cambridge
Research Institute, 1976]
1. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya,
bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.
2. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin
kesinambungan pelayanan kesehatan.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxi
3. Akan dapat memperhitungkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya
suatu penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis.
4. Akan dapat menangani kasus penyakit dengan tatacara yang lebih sederhana dan
tidak mengeluarkan banyak biaya sehingga meringankan biaya kesehatan.
5. Akan dapat dicegah pemakaian alat kedokteran yang tidak diperlukan.
6. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan terarah,
terutama ditengah tengah kompleksitas pelayanan kesehatan sekarang ini.
7. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan
suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah lainnya.
8. Apabila seluruh anggota keluarga dapat berperan serta dalam pelayanan, maka segala
keterangan tentang kesehatan ataupun keterangan keadaan sosial keluarga tersebut
dapat menjadi manfaat untuk membantu menangani masalah kesehatan yang
dihadapi.

2.1.5. Hambatan dalam Melaksanakan Pelayanan Kedokteran Keluarga


Kendala yang dihadapi di Indonesia menangani pelayanan dokter keluarga
antara lain: [Azwar A, 1996]
1. Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan yaitu pengetahuan, sikap
dan perilaku masyarakat dalam berobat yang lebih menghargai pelayanan dokter
spesialis serta sering berobat ke dokter yang berbeda beda.
2. Sistem pembayaran kesehatan di Indonesia yang masih menggunakan system
pembayaran tunai dibandingkan pembiayaan pra upaya
3. Dari sudut dokter sebagai penyedia pelayanan kesehatan yaitu belum adanya kata
sepakat tentang pelayanan dokter keluarga, apakah pelayanan spesialisasi atau
hanya sekedar cara pendekatansaja, pengetahuan, sikap, dan perilaku dokter
terhadap konsep dan prinsip pelayanan dokter keluarga yang belum sesuai.
4. Bentuk pelayanan praktek dokter di Indonesia lebih didominasi oleh praktek
perseorangan, praktek paruh waktu dan dengan fasilitas yang sederhana.
5. Dari sudut pemerintah belum adanya peraturan perundang-undangan tentang
pelayanan dokter keluarga, kurikulum dokter keluarga yang kurang sesuai serta
system pendidikan dokter di Indonesia.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxii
2.2. Kusta
2.2.1. Definisi Kusta dan Reaksi Kusta
Kusta (Lepra/Morbus Hansen) adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan
oleh Mycobacterium leprae. Kusta berasal dari bahasa sansekerta kustha yaitu
kumpulan gejala kulit secara umum. Kusta terjadi pertama kali di Mesopotamia tahun
400 SM. Kejadian terseut berlanjut muncul di Tiongkok pada tahun 600 SM
[Fitzpatrick, 2012] [Kemenkes, 2019]. Kusta kering (Pausi Bacillary) bercirikan bercak
keputihan seperti panu, hilangnya saraf peraba, permukaan yang kering kasar serta tidak
berkeringat dan bercak kulit terjadi antara 1-5 tempat. Kondisi Kusta kering memiliki
kerusakan saraf tepi pada satu tempat, namun memiliki hasil pemeriksaan bakteriologi
negatif (-) dan tidak menular. Kusta Basah (Multi Bacillary) bercirikan bercak putih
kemerahan yang tersebar merata di seluruh kulit badan, terjadi penebalan dan
pembengkakan pada bercak, lebih dari 5 tempat, kerusakan saraf tepi yang banyak,
pemeriksaan bakteriologi positif (+) dan sangat mudah menular [Kemenkes, 2019].
Reaksi kusta adalah reaksi imun patologik dengan gejala konstitusi, aktivasi dan
atau timbulnya elforesensi baru dikulit sebagai hasil interupsi dari episode akut
perjalanan penyakit kusta yang sebenarnya sangat kronik, yang terdiri dari Eritema
Nodusum Leprosum (ENL) dan reaksi reversal atau upgrading. ENL disebut reaksi
kusta nodular sedangkan reversal di sebut sebagai reaksi kusta non nodular. Reaksi
reversal terjadi saat peningkatan imunitas oleh sel mediated imunity yang berperan
dalam reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi ENL terjadi akibat reaksi hipersensitivitas
humoral. Reaksi kusta dapat terjadi sebelum pengobatan, selama hingga setelah
pengobatan [Fitzpatrick,2012].

2.2.2. Epidemiologi Kusta


Menurut data WHO pada 2018 didapatkan 208.619 kasus kusta baru di dunia.
Angka ini menurun 1,2% dibandingkan dengan jumlah yang terjadi pada 2017 yaitu
sebesar 211.009 kasus baru. Dari jumlah kasus kusta baru pada 2018, 71% terjadi pada
wilayah Asia Tenggara, dimana terdapat dua negara yang berkontribusi dalam jumlah
besar yaitu 94% adalah India dan Indonesia. Kasus tertinggi terjadi pada India sebesar
120.334 kasus dan yang kedua adalah Indonesia yaitu 17.017 kasus. Di Wilayah WHO
Amerika, terdapat Brazil yang terus melaporkan dengan tingkat kasus tertinggi (28.665

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxiii
kasus) mewakili 93% dari semua kasus di Wilayah ini. Jika disatukan antara Brazil,
India, dan Indonesia maka jumlah tersebut berkontribusi 79,6% kasus baru kusta
diseluruh dunia pada 2018.Data dari program kusta nasional dari 23 negara prioritas
(termasuk Indonesia) menyumbang 199.400 kasus baru, mewakili 96% dari total kasus
di seluruh dunia. Jumlah ini sebanding dengan kasus yang dilaporkan pada tahun 2017.
Namun, karena peningkatan deteksi kasus lebih aktif, sehingga lebih banyak pula kasus
baru terdeteksi di Brazil, Indonesia dan Somalia [WHO, 2018].
Indonesia merupakan salah satu negara prioritas dengan angka prevalensi kusta
tertinggi kedua setelah India di wilayah Asia Tenggara [WHO, 2018]. Berdasarkan data
dari Profil Kesehatan Indonesia 2018 didapatkan 17.017 kasus baru (6,42 kasus per
100.000 penduduk) dengan 85,46% adalah kusta tipe Multibasiller (MB). Angka ini
meningkat dibandingkan pada tahun 2017 yaitu sebesar 6,08 kasus per 100.000
penduduk dan angka ini masih jauh apabila dalam memenuhi program pemerintah
dalam eliminasi kusta yaitu dengan target <1 per 10.000 penduduk. Provinsi di
Indonesia yang memiliki prevalensi kasus baru kusta tertinggi yaitu Jawa Timur
sejumlah 3.259 kasus, lalu Jawa Barat sejumlah 2.124 kasus, dan papua yaitu 1800
kasus baru. Pada Provinsi Banten didapatkan 846 kasus baru (6,67 kasus per 100.000
penduduk) dan jumlah ini menempati peringkat ketujuh terbesar dari seluruh Provinsi di
Indonesia dan melebihi rata-rata jumlah kasus baru diseluruh Provinsi di Indonesia yaitu
sebesar 6,42 kasus per 100.000 penduduk [Profil Kesehatan Indonesia, 2018].
Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Banten 2016, angka penemuan kasus baru
kusta sebesar 9,4 per 100.000 penduduk. Cakupan program kusta diukur berdasarkan
angka penderita kusta tipe Pausi Basiller (PB) dan Multi Basiller (MB) yang telah
selesai diobati. Cakupan program kusta tipe PB tahun 2016 berdasarkan jumlah
penderita baru tahun 2015 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2016 yaitu sebesar
85,9%, sedikit diatas capaian tahun 2015 yaitu 81,51%. Kusta tipe MB diambil dari data
penderita baru tahun 2015 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2016 sebesar
80,41% lebih tinggi dibandingkan dengan capaian tahun 2015 yaitu 70,95%. Pada
Kabupaten Tangerang, presentase pasien kusta yang telah selesai berobat adalah 90%
untuk PB dan 85% untuk MB, yang artinya masih ada pasien yang tidak selesai
pengobatan akibat faktor-faktor tertentu yang salah satunya adalah putus obat [Profil
Kesehatan Provinsi Banten, 2016]. Prevalensi kasus kusta baru pada 2020 di kecamatan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxiv
Teluknaga meningkat dibandingkan dengan tahun 2019. Pada bulan Januari 2019
didapatkan dua kasus baru kusta, sedangkan pada Januari 2020 didapatkan peningkatan
hingga enam kali lipat yaitu terdapat 12 kasus kusta baru.
2.2.3. Faktor Predisposisi Kusta
Faktor predisposisi kusta bergantung pada patogenesis kuman penyebab kusta,
cara penularan, kondisi ekonomi dan lingkungan, genetik, perubahan imunitas dan
reservoir selain manusia [Kemenkes, 2019]. Kusta dapat diturunkan dan dapat menular
pada semua usia dan umumnya terjadi lebih rentan pada anak anak. Frekuensi terbanyak
kusta berada di antara umur 25-35 tahun dan sering terjadi pada kondisi tempat yang
kurang baik, asupan, air, faktor sistem imun yang memperburuk keadaan seperti HIV,
serta status sosio ekonomi.
2.2.4. Etiologi Kusta
Kusta disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kuman tersebut
berukuran 3-8 ɥm x 0,5 ɥm, termasuk dalam kuman basil tahan asam dan alcohol,
termasuk dalam bakteri gram positif, dan memiliki sifat intraselular obligat. Bakteri
tersebut menyerang saraf perifer hingga ke kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian
atas hingga ke oragan lain. Namun Bakteri tersebut tidak menyerang salah satu bagian
yaitu pada sistem saraf pusat. Mycobacterium leprae menular melalui kontak langsung
atau melewati saluran pernapasan dengan masa inkubasi selama 2-5 tahun[KemenkesRI,
2012].

Gambar 2.1 Mycobacterium leprae.


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxv
2.2.5. Patogenesis dan Cara Penularan Kusta
Cara penularan kusta masih belum diketahui dengan pasti sampai saat ini,
namun beberapa penelitian menyatakan bahwa kusta dapat ditularkan melalui kontak
langsung antar kulit maupun secara inhalasi karena M. leprae masih dapat hidup selama
beberapa hari dalam bentuk droplet. Masa inkubasinya bervariasi yakni antara 40 hari
sampai dengan 40 tahun, umumnya beberapa tahun.Hal ini dilaporan berdasarkan
pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan
kemudian berpindah ke daerah non-endemik. Dengan rata-rata adalah 4 tahun untuk
kusta tuberkuloid dan dua kali lebih lama untuk kusta lepromatosa [Menaldi S, 2016].
Penyakit ini jarang sekali ditemukan pada anak-anak dibawah usia 3 tahun;
meskipun, lebih dari 50 kasus telah ditemukan pada anak-anak dibawah usia 1 tahun,
yang paling muda adalah usia 2,5 bulan. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa
inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun [Menaldi S, 2016].
Sampai saat ini manusia merupakan satu-satunya yang diketahui berperan
sebagai reservoir. Di Lusiana dan Texas binatang Armadillo liar diketahui secara dapat
menderita penyakit yang mempunyai kusta seperti pada percobaan yang dilakukan
dengan binatang ini. Diduga secara alamiah dapat terjadi penularan
dari Armadilo kepada manusia. Penularan kusta secara alamiah ditemukan terjadi pada
monyet dan simpanse yang ditangkap di Nigeria dan Sierra Lione [CDC, 2004].
Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat, dan air susu
ibu, sputum yang berasal dari traktus respiratorius atas jarang terdapat di dalam urin.
Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yakni kelenjar keringat dan folikel rambut
dapat juga mengakibatkan terjadinya alopesia dan kulit menjadi kering.Pada tipe
lepromatosa dapat terjadi ginekomastia karena gangguan keseimbangan hormonal dan
infiltrasi dari granuloma pada tubulus seminiferus testis. Tempat implantasi tidak selalu
menjadi cikal bakal tempat lesi yang pertama.Organisme kemungkinan masuk melalui
saluran pernafasan atas dan juga melalui kulit yang terluka[Menaldi S, 2016]. Pada
kasus anak-anak dibawah umur satu tahun, penularannya diduga melalui plasenta [Daili
& Menaldi, 2003]
Mycobacterium leprae  merupakan parasit obligat intraseluler yang terutama
terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel
Schwan di jaringan saraf. Bila kuman Mycobacterium leprae  masuk ke dalam tubuh,

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxvi
maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel
mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya [Daili & Menaldi, 2003].
Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan demikian
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat
bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan [Daili & Menaldi,
2003].
Pada kusta tipe TT kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga
makrofag sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah semua kuman
di fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif
dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia langhans. Bila infeksi ini tidak segera
di atasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan
saraf dan jaringan disekitarnya [Menaldi S, 2016].
Sel Schwan merupakan sel target untuk pertumbuhan Mycobacterium lepare,
disamping itu sel Schwan berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya
sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalm sel Schwan, kuman
dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan
terjadi kerusakan saraf yang progresif [Daili & Menaldi, 2003].
Dua pintu keluar dari Mycobacterium lepraedari tubuh manusia diperkirakan
adalah kulit dan mukosa hidung.  Weddel et al telah membuktikan bahwa kasus
lepromatosa menunjukkan adanya sejumlah organisme di dermis kulit, namun masih
belum dapat dibuktikan bagaimana organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan
kulit, dimana dari penelitian tesebut, ditemukan sejumlah bakteri tahan asam di epitel
deskuamosa kulit, tetapi tidak di epidermis. Dalam penelitian terbaru, Job et al
menemukan adanya sejumlah Mycobacterium lepraey ang besar di lapisan keratin
superfisial kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan
bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat [Fitzpatrick, 2012].
Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, berdasarkan
penelitian yang dilakukan Shepard, tahun 1898, adalah antara 10.000 hingga 10.000.000
bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan
adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret
hidung dari pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari
[Daili & Menaldi, 2003].

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxvii
Pada tahun 1960, Shepard berhasil menginokulasikan M. Leprae yang pada
dasarnya memiliki patogenitas dan daya invasi yang rendah, dan
mengembangbiakannya pada kaki seekor mencit yang telah diambil timusnya dengan
suntikan. Inokulasi yang diikuti dengan radiasi 900 r, menyebabkan mencit kehilangan
respons imun selulernya dan menghasilkan granuloma penuh kuman terutama pada
bagian tubuh yang relatif dingin yaitu hidung, cuping telinga, kaki, dan ekor.
Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan beratnya derajat penyakit yang
disebabkan oleh respons imun yang berbeda pada masing-masing mencit menybakan
timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat menjadi sembuh
sendiri atau malah menjadi lebih progresif, yang mencetuskan dasar penyakit kusta
disebut sebagai suatu penyakit imunologik [Daili & Menaldi, 2003].
Reaksi imun dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan yang membentuk
suatu reaksi imun patologik, sama halnya pada reaksi kusta. Reaksi kusta terdiri dari 2
tipe yakni Eritema Nodusum Leprosum (ENL) dan reaksi reversal atau upgrading
[Fitzpatrick, 2012].

Gambar 2.2. Gambaran tipe reaksi dan hubungannya dengan tipe-tipe kusta
berdasarkan spektrum imunitas pasien kusta menurut Ridley-Jopling.

Secara imunopatologis, ENL termasuk respons imun humoral yakni fenomena


kompleks imun yang terbentuk akibat reaksi antara antigen M.kustae dengan antibodi
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxviii
IgM atau IgG serta komplemen, yang terutama timbul pada tipe lepromatosa polar dan
dapat pula BL. Kadar imunoglobulin pada penderita kusta lepromatosa jauh lebih
banyak daripada penderita kusta tipe tuberkuloid. ENL paling sering terjadi pada
pengobatan tahun kedua karena banyak kuman kusta yang mati dan hancur dan tubuh
melepas banyak antigen yang kemudian berinteraksi dengan antibodi dan mengaktifkan
sistem komplemen. Kompleks imun tersebut kemudian beredar dalam sirkulasi darah
yang akhirnya memengaruhi organ lain, saraf dan bagian tubuh lainnya [Menaldi,
2016].

Walau mekanismenya masih belum jelas, reaksi reversal diduga diperantarai


oleh reaksi hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat). Sama halnya dengan ENL, pemegang
peranan terpenting tercetusnya reaksi reversal adalah SIS masing-masing individu.
Reaksi ini terjadi karena adanya peningkatan hebat dan tiba-tiba dari respons imun
seluler, yang menyebabkan respons inflamasi atau peradangan kulit atau saraf pada
pasien tipe borderline (BT, BB, dan BL) [Menaldi, 2016].

2.2.6. Klasifikasi Kusta


Berdasarkan Ridley, kusta di bagi menjadi 6 spektrum berdasarkan perlawanan
imunitas di mulai dari terendah hingga tertinggi yaitu TT (polar tuberculoid), BT
(borderline tuberculoid), BB (borderline), BL (borderline lepromatous), LLs (subpolar
lepromatous), dan LLp (polar lepromatous). Sedangkan berdasarkan dari perubahan
klinis dan histologi, klasifikasi kusta terbagi menjadi 3 yaitu TT dan BT menjadi
tuberkuloid, BB dan BL menjadi borderline dimorfik , LLs dan LLp menjadi
lepromatosa [Fitzpatrick, 2012].
1. Leprousy (I) :
 Makula hiperpigmentasi yang terkadang dapat menjadi macula eritematosa dan
baiknya sensorik
2. Tuberculoid leprousy (TT):
 Lesi minimal, satu plak eritema dengan tepi yang meninggi di ekstermitas,
kepala. Wajah dan intertriginosa.
 Lesi kering, skuama, tanpa rambut dan hipokondrotik
 Munculnya gangguan secara sensorik
3. Borderline Tuberculoid leprosy (BT):

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxix
 Lesi mirip dengan TT namun lebih kecil dan banyak, terdapat plak yang disertai
lesi satelit
 Bersifat progresif atau tetap, dapat ke tipe tuberkuloid atau ke lepromatosa
4. Borderline Borderline leprosy (BB):
 Lesi kulit merah, irregular dan dalam jumlah yang banyak
5. Borderline Lepromatous leprosy(BL):
 Lesi bermacam macam efloresensi seperti macula, papula, plak hingga nodul
dan dalam jumlah yang banyak
 Terdapat lesi punched out annular
6. Lepromatous Leprosy (LL):
 Lesi macula kecil yang pucat, difus dan simetris
Berdasarkan WHO, kusta dibagi menjadi 2 yaitu tipe Pausibasiler (PB) dan
Multibasiler (MB). Perbedaan dari Pausibasiler dan Multibasiler dapat dilihat dari Tabel
menurut WHO:

Tabel 2.1 Tanda Utama klasifikasi Kusta


Tanda Utama PB MB
Bercak Kusta 1-5 >5
Penebalan saraf tepi dan 1 saraf >1
gangguan fungsi
Kerokan Jaringan Kulit BTA (-) BTA (+)
Sumber: WHO, 200
Tabel 2.2 Tanda Lain klasifikasi Kusta
Tanda lainnya PB MB
Distribusi Unilateral/bilateral asimetris Bilateral simetris
Kering, kasar Halus, mengkilap
Batas bercak Tegas Tidak tegas
Mati rasa pada Jelas Kurang jelas
Deformitas Proses lebih cepat Pada tahap lanjut
Ciri khas Hidung pelana, facies leonne,
madarosis, ginekomasti
Sumber: WHO, 2005

Berdasarkan abnormalitas saraf perifer, kusta di bagi menjadi 4 yaitu (1)


perbesaran saraf secara asimetris pada daerah yagn dekat dengan kulit dan pada tempat
suhu paling dingin seperti N. Auricularus magnus, N. Ulnaris, N. Cutaneus radialis, N.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxx
Tibialis Posterior dan N. Peroneus Superfisialis. (2) gangguan sensorik pada lesi kulit.
(3) palsi saraf tubuh dengan atau tanpa tanda inflamasi atau tanpa manifestasi dengan
kehilangan sensoris dan motoris serta di sertai kontraktur. (4) gangguan sensoris pola
stocking glove karena kehilangan saraf C secara lambat yang dapat menyebabkan
hilangnya sensasi panas dingin sebelum terjadinya hilang sensasi sakit dan sentuhan
ringan.
2.2.7. Gejala Klinis
Gejala dan keluhan penyakit bergantung pada: multiplikasi dan diseminasi
kuman M.leprae, respons imun penderita terhadap kuman M.lepraedan komplikasi yang
diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer [Fitzpatrick, 2012].
Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit,
saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi
menjadi 'kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit
Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline leprosy) [Fitzpatrick, 2012].
Penilaian untuk tanda-tanda fisik terdapat pada 3 area umum: lesi kutaneus,
neuropathi, dan mata.Untuk lesi kutaneus, menilai jumlah dan distribusi lesi pada kulit.
Makula hipopigmentasi dengan tepian yang menonjol sering merupakan lesi kutaneus
yang pertama kali muncul. Sering juga berupa plak. Lesi mungkin atau tidak mungkin
menjadi hipoesthetik. Lesi pada pantat sering sebagai indikasi tipe borderline
[Fitzpatrick, 2012].
Tanda-tanda umum dari neuropati kusta [Fitzpatrick, 2012]: 1) neuropati
sensoris jauh lebih umum dibandingkan neuropathy motorik, tapi neuropati motorik
murni dapat juga muncul. 2) mononeuropati dan multiplex mononeuritis dapat timbul,
dengan saraf ulna dan peroneal yang lebih sering terlibat dan 3) neuropati perifer
simetris dapat juga timbul.
Gejala dari neuropati kusta biasanya termasuk berikut [Fitzpatrick, 2012]: a)
anesthesia, tidak nyeri,patch kulit yang tidak gatal, pasien dengan lesi kulit yang
menutupi cabang saraf perifer mempunyai resiko tinggi untuk berkembangnya
kerusakan motoris dan sensoris. b) deformitas yang disebabkan kelemahan dan mensia-
siakan dari otot-otot yang diinervasi oleh saraf perifer yang terpengaruh claw hand atau
drop foot menyusul kelemahan otot), c) gejala sensoris yang berkurang untuk
melengkapi hilangnya sensasi, paresthesia dalam distribusi saraf-saraf yang

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxxi
terpengaruh, nyeri neuralgia saat saraf memendek atau diregangkan dan d) lepuh yang
timbul spontan dan ulcus tropik sebagai konsekuensi dari hilangnya sensoris.

2.2.8. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik Penderita Kusta


2.2.8.1. Anamnesis
a. Subyektif : keluhan penderita, kelainan  kulit, mati rasa, gangguan fungsi
pada saraf.
b. Obyektif :  Riwayat kontak dengan penderita, Latar belakang keluarga
misalnya Keadaan sosial ekonomi.
c. Evaluasi data : Untuk menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya,
Sebagai sumber acuan pengobatan MDT dan klasifikasi penyakit kusta
[Menaldi S, 2016].
2.2.8.2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Inspeksi adalah suatu proses observasi yang dilaksanakan secara sistematik.
Observasi dilaksanakan dengan menggunakan indra penglihatan,
pendengaran, penciuman sebagai suatu alat untuk mengumpulkan data.
Inspeksi dimulai pada saat berinteraksi dengan penderita dan dilanjutkan
dengan pemeriksaan lebih lanjut.Ruangan membutuhkan cahaya yang
adekuat (terang) diperlukan agar petugas dapat membedakan warna dan
bentuk tubuh [Menaldi S, 2016].
b. Palpasi: Pemeriksaan neurologis
Palpasi meliputi pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada: n.
auricularis magnus, n. ulnaris, n. radialis, n. medianus, n. peroneus, dan n.
tibialis posterior. Hasil pemeriksaan yang perlu dicatat adalah pembesaran,
konsistensi, penebalan, dan adanya nyeri tekan dengan memerhatikan raut
muka pasien apakah ia kesakitan atau tidak saat saraf diraba [Menaldi S,
2016].

2.2.9. Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis terhadap kusta dapat ditegakkan dengan gambaran klinis,
bakterioskopis, histopatologis, dan serologis.Hasil bakterioskopis memerlukan waktu
kurang lebih 15- 30 menit, dan histopatologik membutuhkan waktu lebih lama yakni
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxxii
10-14 hari. Jika memungkinkan, dapat juga dilakukan tes lepromin untuk menentukan
tipe kusta yang membutuhkan waktu setelah 3 minggu untuk mengetahui hasilnya
[Menaldi S, 2016].

2.2.9.1. Pemeriksaan bakterioskopik (kerokan jaringan kulit)


Pemeriksaan bakterioskopik biasanya digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan pengamatan pengoatan, dimana sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit
atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan Ziehl neelsen (untuk
mewarnai basil tahan asam). Namun hasil pemeriksaan tidak begitu sensitif sehingga
jika hasil pewarnaan menunjukkan negatif, belum tentu seseorang tidak memiliki M.
Leprae [Fitzpatrick, 2012]. Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan non- solid
pada sebuah sediaan dinyatakan dengan Indeks Bakteri (IB) dengan nilai dari 0 sampai
6+ menurut Ridley[Menaldi S, 2016].
Tabel 2.3 Indeks Bakteri menurut Ridley.
Hasil Pengertian
0 Tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP).
+1 Bila terdapat 1-10 BTA dalam 100 LP.
+2 Bila terdapat 1-10 BTA dalam 10 LP.
+3 Bila terdapat 1-10 BTA rata- rata dalam 1 LP.
+4 Bila terdapat 11- 100 BTA rata-rata dalam 1 LP.
+5 Bila terdapat 101- 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP.
+6 Bila terdapat > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP.
Sumber: Fitzpatrick, 2012

Pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan minyak emersi


pada pembesaran lensa objektif 100x untuk menentukan Indeksi Morfologi (IM) yakni
persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan nonsolid [Menaldi S,
2016].

Jumlah solid
Rumus: ℑ= x 100% = ....%
Jumlah solid+ non−solid

Dengan syarat perhitungan yakni:

- Jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA,


- IB +1 tidak perlu dibuat IM-nya karena untuk mendapat 100 BTA harus mencari
dalam 1000 sampai 10.000 lapangan,dan
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxxiii
- mulai dari IB +3 harus dihitung IM-nya, sebab dengan IB +3 maksimum harus
dicari dalam 100 lapangan.

Jika jumlah BTA kurang dari 100, dapat pula dihitung IM-nya tetapi tidak dalam
bentuk %, melainkan dalam perbandingan jumlah solid dan non-solidnya saja[Menaldi
S, 2016].

2.2.9.2. Pemeriksaan histopatologik


Gambaran histopatologik pada masing- masing orang yang diserang oleh M.
leprae berbeda-beda, tergantung pada Sistem Imunitas Selular (SIS) orang tersebut.
Apabila SIS tergolong tinggi, makrofag di dalam jaringan akan mampu memfagosit M.
leprae, namun jika sebaliknya, histiosit tidak dapat menghancurkan M. leprae dan malah
dijadikan sebagai tempat berkembang biak, yang disebut sel lepra atau sel busa atau sel
Virchow [Fitzpatrick, 2012]. Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid berupa tuberkel
dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tanpa disertai atau (bila ada) hanya sedikit jumlah
kuman bentuk non-solid, sedangkan pada tipe lepromatosa, terdapat subepidermal clear
zone yakni suatu daerah di bawah epidermis yang jaringannya tidak bersifat patologik,
dengan sel Virchow dan kuman dalam jumlah banyak. Pada tipe borderline, terdapat
campuran dari kedua tipe [Fitzpatrick, 2012].

Tabel 2.4 Karakteristik berbagai tipe kusta menurut Ridley-Jopling


Tipe
TT BT BB BL LL
TT Ti BT BB BL Li LL
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxxiv
Reaksi lepromin +3 +2 +1 - - - -
Stabilitas imunologik ++ + ± - ± + ++
Reaksi borderline - ± + ++ + ± -
ENL - - - - + + +
Kuman dalam hidung - - - - + ++ ++
Kuman dalam granuloma 0 + 0-1 + 1-3 + 3-4 +4-5 + 5-6 + 5-6
Sel epiteloid + + + + - - -
Sel datia Langhans +++ ++ + + - - -
Globi - - - - - + +
Sel busa (sel Virchow) - - - - + ++ +++
Limfosit +++ +++ ++ + + +/± ±
Infiltrasi zona sub epidermal + + ± - - - --
Kerusakan saraf ++ +++ ++ + ± + -
Sumber: Fitzpatrick, 2012

2.2.9.3. Tes lepromin (Mitsuda)


Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra,
biasanya digunakan bukan untuk diagnosis, melainkan untuk menunjukkan sistem imun
penderita terhadap M.leprae. Reaksi Mitsuda berkorelasi baik dengan respon imun
penderita yang bernilai prognosis.Tes ini biasanya dilakukan selama 3- 4 minggu untuk
membaca hasilnya. Klasifikasi histologi pada biopsi jaringan dari reaksi mitsuda
memiliki kemungkinan klinis lebih baik daripada histologi dari lesi kulit lepra itu
sendiri [Menaldi S, 2016].
2.2.9.4. Pemeriksaan serologik
Antibodi yang dapat terbentuk pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh
M.leprae dapat bersifat spesifik yakni antibodi phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan
antibodi antiprotein 16 kD, dan 35 kD; dan dapat juga bersifat non-spesifik yakni
antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM), yang umumnya dihasilkan oleh sesama
Mycobacterium sp., yakni M.tuberculosis [Menaldi S, 2016].
Pemeriksaan serologik yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis kusta meliputi [Menaldi S, 2016]:
- Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)
- Uji ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
- ML dipstick test (Mycobacterium leprae dipstick)
- ML flow test (Mycobacterium leprae flow test)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxxv
Pada penelitian di India, didapatkan respons antibodi ke antigen 18kDa secara
signifikan lebih tinggi pada pasien dengan reaksi reversal dibandingkan pasien TT atau
borderline tanpa reaksi reversal [Kahawita dkk, 2008]

2.2.9.5. Tes keringat dengan pinsil tinta (Tes gunawan)


Tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan fungsi saraf otonom,
perlu diperhatikan pula ada tidaknya dehidrasi pada daerah lesi yang dapat jelas dan
dapat pula tidak, yang dipertegas dengan menggunakan pensil tinta (tanda Gunawan),
yakni dengan menggores mulai dari tengah lesi ke arah kulit normal, yang mana bila
ada gangguan goresan pada lesi akan menghilang, sedangkan pada kulit normal akan
tetap ada bekas tinta [Menaldi S, 2016].

2.2.10. Diagnosis
Adanya abnormalitas saraf perifer dan AFB pada jaringan menunjukan hal yang
menunjukan diagnosis pada kusta. Tanda utama untuk menegakan diagnosis kusta
meliputi [Fitzpatrick, 2012]:
1. Kelainan kulit mati rasa baik bercak putih maupun bercak merah
2. Penebalan saraf tepi dengan gangguan fungsi sensoris, motoris dan otonom
3. Basil tahan asam dalam kerokan jaringan kulit.

2.2.11. Diagnosis Banding


Diagnosis banding kusta tanpa reaksi dapat meliputi sebagai berikut [Fitzpatrick,
2012] :
 Tipe I: Tinea versikolor, dermatitis seboroik, neurodermatitis, vitiligo
 Tipe TT : SLE tipe diskoid, ptiriasis rosea, tinea korporis
 Tipe BT, BB, BL : Erysipelas, selulitis
 Tipe LL : Dermatomitosis, erupsi obat alergi, SLE

Pada kondisi ENL, diagnosis banding yang mungkin dapat dipikirkan yaitu
adanya eritema nodusum yang bukan disebabkan oleh Kusta seperti pada kasus infeksi
streptokokus atau pada tuberculosis. Kondisi lain seperti pioderma gangrenosum,
penyakit imunobulosa, penyakit jaringan ikat hingga keganasan limforetikuler dapat
menjadi pertimbangan diagnosis pada ENL [Fitzpatrick, 2012].

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxxvi
Diagnosis banding yang mungkin dapat dipikirkan bila didapatkan reaksi
reversal meliputi erysipelas, selulitis, urtikaria, gigitan serangga dan erupsi obat alergi
[Fitzpatrick, 2012].

2.2.12. Tatalaksana
Umum
Mengedukasi pasien tentang penyakit dan tatalaksananya.
a. Penyakit kusta adalah penyakit yang disebabkan infeksi bakteri M.kustae yang dapat
menyebabkan kelainan pada kulit, saraf serta bagian tubuh lain termasuk mata dan
otot. Adapun penyakit ini dapat disertai dengan reaksi yang timbul sebelum,
bersamaan atau paling sering sesudah pengobatan yang dapat memperburuk gejala
dari penyakit yang dialami jika tidak ditangani lebih lanjut.
b. Prinsip terapi kusta adalah untuk menghentikan infeksi, dengan obat antikusta,
mencegah dan mengobati reaksi dan mengurangi resiko kerusakan saraf, mengobati
komplikasi kerusakan saraf (anestesia, trauma, kelumpuhan) serta rehabilitasi pasien
dari segi sosial dan psikologis.
Khusus
Terapi Sistemik
a. Pengobatan Kusta
Pengobatan kusta berdasarkan regimen MDT (Multi Drug Therapy) kombinasi
DDS dan rimfapisin yakni [Fitzpatrick, 2012]:
1.      Pausibasiler
         DSS 100 mg/hari;
         Rifampicine 600 mg/bulan, diminum di depan petugas (dosis supervisi)
Pengobatan diberikan secara teratur selama 6-9 bulan. Pemeriksaan bakteriologi
dilakukan setelah 6 bulan pengobatan. Pengawasan dilakukan selama 2 tahun. Jika tidak
ada aktivasi secara klinis dan bakteriologi tetap negatif dinyatakan RFC (Relieve From
Control) (bebas dari pengamatan) [Fitzpatrick, 2012].

2.      Multibasiler
 DDS 100 mg/ hari; 
 Rifampicine 600 mg/bulan, dosis supervisi.
 Lamprene 300 mg/bulan, dosis supervisi.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxxvii
Ditambahkan
 Lamprene 50 mg/hari;
 DDS 100 mg selang sehari atau 3 x100 mg setiap minggu

Pengobatan dilakukan selama 2-3 tahun. Pemeriksaan bakteriologi dilakukan


setiap 3 bulan. Jika setelah 2-3 tahun bakteriologi tetap negatif, pemberian obat
dihentikan atau (Release From Treatment) RFT. Jika setelah pengawasan tidak ada
aktivitas klinis dan pemeriksaan bakteriologi selalu negatif, maka dinyatakan bebas dari
pengawasan atau (Release From Control) RFC [Fitzpatrick, 2012].

Tabel 2.5 Rekomendasi pengobatan kusta menurut Fitzpatrick.


Rekomendasi Tipe Rifampin Dapson Klofazimin Durasi Follow
oleh Kusta Up
Organisasi
World Health PB 600mg/ 100mg/ - 6 bulan -
Organization ( Lesi 1- Bulan hari
5)
MB 600mg/ 100mg/ 50mg/hari 1 tahun -
(Lesi Bulan Hari 300mg/
>5) Bulan
U.S Public PB (Lesi 600mg/ 100mg/ - 1 tahun Tiap 6
Heatlh Service 1-5) Bulan Hari bulan
selama 5
tahun

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxxviii
PB (Lesi 600mg/ 100mg/ 50 mg/hari 2 tahun Tiap 6
1-5) Bulan Hari bulan
selama 10
tahun
Agen Dosis
Mikrobisid
Lainnya
klarithromisin 500mg/
hari
Minosiklin 100mg/
(pengganti hari
Dapson atau
Klofazimin)
Sumber: Fitzpatrick, 2012

Tabel 2.6. Pemberian MDT Tipe PB Berdasarkan Golongan Umur

Usia Usia Usia Usia


JENIS KETERANGAN
< 5Tahun 5-9 Tahun 10-15 > 15 tahun
OBAT
tahun
300 450 600 Minum di
Rifampisin
mg/bulan mg/bulan mg/bulan depanpetugas
Berdasar
kan berat 25 50 100 Minum di
badan* mg/bulan mg/bulan mg/bulan depanpetugas
Dapson
25 50 100 Minum di
mg/hari mg/hari mg/hari rumah

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2019


Dosis anak dibawah 5 tahun disesuaikan dengan berat badan:
a. Rifampisin : Bulanan 10 – 15mg/kgBB
b. Dapson : Bulanan atau harian 1 – 2mg/kgBB

Tabel 2.7. Pemberian MDT Tipe MB Berdasarkan Golongan Umur

Usia Usia Usia Usia


JENIS KETERANGAN
< 5Tahun 5-9 Tahun 10-15 > 15 tahun
OBAT
tahun
Berdasar 300 450 600 Minum di depan
Rifampisin kan mg/bulan mg/bulan mg/bulan petugas
berat
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xxxix
badan*
25 50 100mg/ Minum di depan
Dapson bulan
mg/bulan mg/bulan petugas

25 50 100mg/ Minum di rumah


mg/bulan mg/bulan bulan

100 150 300mg/b Minum di depan


mg/bulan mg/bulan ulan
Klofazimin petugas

50 mg 2x 50 mg 50 mg Minum di rumah
seminggu setiap 2 per hari
hari
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2019

Dosis anak dibawah 5 tahun disesuaikan dengan berat badan:


a. Rifampisin : bulanan 10 – 15mg/kgBB
b. Dapson : bulanan atau harian 1 – 2mg/kgBB
c. Klofazimin : bulanan : 6 mg/kgBB, harian : 1mg/kgBB

b. Pengobatan Reaksi Kusta


1. Antipiretik dan Analgetik
Antipiretik dan analgetik, seperti parasetamol dan metampiron, dapat diberikan
untuk mengurangi gejala demam atau nyeri sendi, baik pada pasien reaksi reversal
maupun ENL. Pada pasien yang dirawat inap dapat diberikan obat golongan sedatif
[Fitzpatrik, 2012].
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid menjadi pilihan terapi ENL, antara lain prednison. Prednison
merupakan kortikosteroid potensi sedang dengan waktu paruh 12-36 jam. Dosisnya
tergantung dari derajat ENL. Pada awal pengobatan digunakan dosis 40 mg sehari
selama 2 minggu dan dapat diturunkan bila keluhan atau gejala klinis berkurang.
Pemakaian kortikosteroid untuk reaksi reversal adalah fakultatif jika ditemukan adanya
neuritis. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mencegah kerusakan saraf permanen.
Pemakaian kortikosteroid harus memperhatikan kontraindikasi, seperti TB, tukak
lambung berat, dan infeksi berat pada ekstremitas yang memburuk. Pasien hendaknya

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xl
diedukasi dengan baik untuk mencegah efek samping jangka panjang atau penghentian
obat mendadak [Fitzpatrick, 2012].
3. Klofazimin
Klofazimin merupakan turunan fenazin yang memiliki efek bakterisida setelah
50 hari terapi pada pasien kusta. Selain itu, klofazimin memiliki efek anti-radang ringan
untuk mengobati ENL. Awitan kerjanya lambat, yaitu baru muncul setelah 2-3 minggu.
Dosis untuk ENL lebih tinggi dibandingkan pada pasien kusta tanpa reaksi, yaitu 200-
300 mg/hari. Klofazimin merupakan pilihan terapi untuk ENL berat dengan episode
berulang (≥2 kali) yang dapat menyebabkan ketergantungan seperti kortikosteroid.
Klofazimin sama seperti kortikosteroid diberikan sekali sehari, hanya dalam keadaan
terpaksa dapat diberikan dalam dosis terbagi. Pemakaian dosis tinggi tidak lebih dari 12
bulan. Efek sampingnya antara lain pigmentasi kulit dan gangguan gastrointestinal.
Perubahan warna kulit akan menghilang setelah 3 bulan obat dihentikan. Klofazimin
pada reaksi reversal kurang efektif, sehingga jarang atau tidak pernah digunakan.
Klofazimin tersedia dalam kapsul 100 mg [Fitzpatrick, 2012].
4. Thalidomide
Thalidomid dalam sejarah menimbulkan efek teratogenik berupa fokomelia,
jarang ditemukan di Indonesia.Efek terapi thalidomid pada ENL diperkirakan
berhubungan dengan stimulasi imun sementara, obat ini bisa mempromosikan
imunoregulator secara aktif. Obat ini tersedia dalam bentuk kapsul 50 mg. Mengingat
efek teratogeniknya, obat ini tidak dipergunakan dalam program di Indonesia
[Fitzpatrick, 2012].

Tabel 2.8 Pengobatan Reaksi Kusta


Thalidomide Prednison atau Durasi Agen lainnya
Prednisolon
Reaksi - 0.5-1.0 mg/kg Biasanya 6 – NSAID
Reversal (Tipe Rifampin dapat 12 bulan,
1) meningkatkan namun dapat
katabolisme, lebih pendek
dapat di taper atau panjang
perlahan dan durasinya
pengobatan
mungkin akan
baik

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xli
Erythema Paling Jika Durasi median Pentoxifllin
nodosum dianjurkan, Thalidomid adalah 5 Klofazimin
leprosum apabila tidak tidak ada : tahun, namun
(Type II ada 0.5-1.0 dapat hingga
reactions) kontraindikasi : mg/kg/hari 10 tahun
dosis inisial
100-200 mg

Lucio - Dapat - Plasmapheresis


Phenomenon digunakan reported as
(Usually ceases helpful in
with use of unremitting
microbicidal patients
agents)
Sumber: Fitzpatrick, 2012

2.2.13. Evluasi Pengobatan


a. Pengobatan selesai atau Release From Treatment (RFT)
- Tipe PB : Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 9 Bulan.
Setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (“Release From Treatment” =
berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif
- Tipe MB : Sesudah selesai minum 12 dosis dinyatakan RFT meskipun secara
klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif
b. Hilang “Out of Control” (OOC)
Setiap penderita PB maupun MB,bila berturut-turut 12 bulan tidak mengambil
obat dinyatakan hilang (OOC)

c. Relaps (Kambuh)
Bila dalam masa pengamatan terjadi tanda-tanda aktif kembali. Untuk
menyatakan Relaps harus berhati-hati, perlu dibedakan antara relaps dan reaksi
kusta. Timbulnya tanda-tanda aktif mungkin juga karena salah klasifikasi yang
seharusnya tipe MB dilaksanakan tipe PB

d. Drop Out (DO)


- Setiap penderita PB dalam pengobatan tidak mengambil obat 4 bulan dan setiap
penderita MB 7 bulan dinyatakan DO

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xlii
- Setiap penderita PB maupun MB, bila berturutturut 12 bulan tidak mengambil
obat dinyatakan hilang (OOC)
e. Tindakan bagi penderita DO dan Hilang
- Sebelum penderita dinyatakan DO atau hilang, maka penderita harus dianjurkan
untuk datang melanjutkan pengobatan.
- Bagi penderita DO yang tidak dikeluarkan dari register dan bila penderita datang
kembali dapat menyelesaikan dosis yang tersisa dan dinyatakan RFT (tapi tidak
dihitung dalam RFT rate)
- Bagi penderita yang hilang dan dikeluarkan dari register, kemudian datang lagi
maka dilakukan pemeriksaan klinis yang teliti bila :
1. Ditemukan tanda-tanda klinis yang aktif : Kemerahan atau peninggian dari
lesi lama di kulit, adanya lesi baru, adanya syaraf yang membesar (baru),
nodul, reaksi (Eritema Nodosum Leprosum) ENL/ reversal maka penderita
di register ulang dan mendapat pengobatan MDT ulang sesuai klasifikasi.
2. Tidak ada tanda-tanda aktif maka penderita tidak perlu diobati lagi.
2.2.14. Pencegahan cacat
Timbulnya cacat pada penyakit kusta merupakan salah satu hal yang paling
penting ditakuti. Dari hasil penelitian pada bulan Maret 1996 di Rumah Sakit Kusta
Sitanala, menunjukkan bahwa lebih dari 73% pasien yang datang berobat di poliklinik
telah disertai cacat kusta. Walaupun dengan pengobatan yang benar dan teratur penyakit
kusta dapat disembuhkan, akan tetapi cacat yang telah timbul atau mungkin yang akan
timbul merupakan persoalan yang cukup kompleks. Bila hal ini tidak ditangani secara
benar, maka akan berlanjut semakin parah serta berakhir fatal. Makin berat keadaan
suatu cacat, maka makin cepat pula keadaan memburuk [Menaldi S, 2012].
Tabel 2.9 Tingkat cacat pada kusta menurut Depkes RI 2005.
Tingkat kecacatan
Tingkat Mata Tangan/kaki
0 Tidak ada kelainan pada mata Tidak ada anastesi, tidak ada cacat
akibat kusta, pengelihatan masih yang terlihat akibat kusta
normal
1 Ada kelainan mata akibat kusta. Ada anastesi tetapi tidak ada cacat/
Pengelihatan kurang terang ada cacat/kerusakan yang terlihat
(masih dapat menghitung jari

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xliii
pada jarak 6 meter)
2 Pengelihatan sangat kurang (tidak Ada cacat/ kerusakan yang terihat
dapat menghitung jari pada jarak
6 meter)
Sumber: Menaldi S, 2016

Diperlukan pencegahan cacat sejak dini dengan disertai pengelolaan yang baik


dan benar. Untuk itulah diperlukan pengetahuan rehabilitasi medik secara terpadu,
mulai dari pengobatan, psikoterapi, fisioterapi, perawatan luka, bedah rekonstruksi dan
bedah septik, pemberian alas kaki, protese atau alat bantu lainnya, serta terapi okupasi.
Penting pula diperhatikan rehabilitasi selanjutnya, yaitu rehabilitasi sosial (rehabilitasi
nonmedis), agar mantan pasien kusta dapat siap kembali ke masyarakat, kembali
berkarya membangun negara, dan tidak menjadi beban pemerintah. Kegiatan terpadu
pengelolaan pasien kusta dilakukan sejak diagnosis ditegakkan. Rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial merupakan satu kesatuan kegiatan yang dikenal sebagai rehabilitasi
paripurna [Menaldi S, 2012].
Dalam menghadapi kecacatan pada pasien kusta, perlu dibuat program
rehabilitasi medik yang terencana dan terorganisasi. Dokter, terapis dan pasien harus
bekerjasama untuk mendapat hasil yang maksimal. Pengetahuan medis dasar yang perlu
dikuasai adalah anatomi anggota gerak, prinsip dasar penyembuhan luka, pemilihan dan
saat yang tepat untuk pemakaian modalitas terapi dan latihan. Diagnosis dan terapi
secara dini, disusul dengan perawatan yang cermat, akan mencegah pengembangan
terjadinya kecacatan. Perawatan terhadap reaksi kusta mempunyai 4 tujuan, yaitu
[Menaldi S, 2012]:

a)  Mencegah kerusakan saraf, sehingga terhindar pula dari gangguansensorik,


paralisis, dan kontraktur.
b)  Hentikan kerusakan mata untuk mencegah kebutaan.
c)   Kontrol nyeri.
d)   Pengobatan untuk mematikan basil kusta dan mencegah perburukan keadaan
penyakit.
Bila kasus dini, upaya rehabilitasi medis lebih bersifat pencegahan kecacatan.
Bila kasus lanjut, upaya rehabilitasi difokuskan pada pencegahan handicap dan
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xliv
mempertahankan kemampuan fungsi yang tersisa. Beberapa hal yang harus dilakukan
oleh pasien adalah :

a. Pemeliharaan kulit harian


1)   Cuci tangan dan kaki setiap malam sesudah bekerja dengan sedikit sabun (jangan
detergen)
2)   Rendam kaki sekitar 20 menit dengan air dingin
3)   Kalau kulit sudah lembut. Gosok kaki dengan karet busa agar kulit kering
terlepas.
4)   Kulit digosok dengan minyak.
5)   Secara teratur kulit diperiksa (adakah kemerahan, hot spot, nyeri, luka dan lain-
lain)

b. Proteksi tangan dan kaki


1. Tangan :
a)  Pakai sarung tangan waktu bekerja
b)  Stop merokok
c)  Jangan sentuh gelas/barang panas secara langsung
d)  Lapisi gagang alat-alat rumah tangga dengan bahan lembut

2. Kaki
a)    Selalu pakai alas kaki
b)   Batasi jalan kaki, sedapatnya jarak dekat dan perlahan
c)    Meninggikan kaki bila berbaring
c)    Latihan fisioterapi
Tujuan latihan adalah :
1)   Cegah kontraktur
2)   Peningkatan fungsi gerak
3)   Peningkatan kekuatan otot
4)   Peningkatan daya tahan (endurance)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xlv
c. Senam Kusta
Senam kusta adalah suatu gerakan badan yang berfokus pada olah gerak motorik
saraf terpenting pada penderita kusta yang bertujuan untuk membantu mendeteksi
kemunduran saraf pada penderita kusta itu sendiri, membantu latihan olah gerak badan
yang terganggu lebih lanjut, dan menjadi acuan perawatan diri untuk mencegah cacat.

2.2.15. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat kusta dimulai dari kerusakan perifer,
insufisiensi vena. Kerusakan saraf yang tidak tertangani dapat menjadi ireversibel.
Komplikasi pada kusta dapat terjadi pada mata sehingga terjadi kebutaan karena lesi
yang timbul di COA ataupun keratitis akibat kusta. Insufisiensi vena yang terjadi dapat
mengakibatkan pembentukan ulkus kaki dan dermatitis statis. Beberapa komplikasi
lainnya yang dapat terjadi pada kusta seperti kerusakan sendi, superinfeksi bakteri,
hiperkeratosis, kolaps hidung, kelemahan otot, deformitas hingga septikemia pada
fenomena lucio [Kemenkes RI, 2019].

Beberapa studi di Filipina menyatakan 40% pasien yang tidak menyelesaikan


pengobatan kusta mengakibatkan adanya efek samping seperti sakit kepala, lemas,
mual, permasalahan gastrointestinal hingga yang lainnya. Studi dari Souza et al
menyebutkan adanya beberapa faktor kondisi tertentu yang dapat menyebabkan pasien
dapat terjadi dropout seperti kondisi agranulositosis, neuropathy, hepatotoksik,
hiperpigmentasi. Kondisi tersebut dapat menyebabkan komplikasi seperti arthritis,
eritema nodusum, demam, neuritis maupun paralisis di anggota badan [Girao R et al,
2013].

2.2.16. Prognosis
Pasien dengan prognosis baik adalah pasien yang dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa terapi seperti pada pasien kusta tipe TT dan BT yang menjadi TT.
Kondisi kusta yang lainnya umumnya semakin parah dengan adanya kerusakan saraf
dan reaksi kusta yang hebat. Sindrom post polio pada kusta dapat sulit diterapi akibat
terjadi gangguan sensorik dengan sifat onset9 yang lambat [Kemenkes RI, 2019].

2.2.17. Reaksi Kusta

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xlvi
Reaksi kusta pada pendeita kusta meupakan fenomena imunologi dan dapat teadi
sebelum, saat, dan setelah penobatan lengkap Multi Drug Treatment (MDT). Terdapat 2
jenis reaksi kusta yaitu reaksi tipe 1 atau reaksi reversal dan tipe 2 atau Eritema
Nodosum Leposum (ENL). Kedua jenis reaksi kusta ini dapat terjadi tepisah tetapi
dapat timbul pada pasien yang sama di saat bebeda. Fenomena lucio sering dianggap
sebagai reaksi kusta tipe 3 atau dikenal sebagai reaksi kusta sangat berat. Reaksi kusta
merupakan penyebab tebesar kerusakan saraf dan kematian sebagian besar penderita
kusta jika dapat tedeteksi pada saat yang tepat komplikasi dapat dicegah. Terdapat
beberapa faktor resiko terjadinya reaksi kusta yaitu, (1) Umur saat didiagnosis kusta
lebih dari 15 tahun, (2) Lama sakit lebih dari satu tahun, (3) kelelahan fisik [Wisnu IM,
2015].
Gejala yang terlihat pada suatu reaksi [Fitzpatrick, 2012]:
• Reaksi reversal – onset yang mendadak dari kulit yang kemerahan dan munculnya
lesi-lesi kulit yang baru
• Reaksi ENL – nodul pada kulit yang multiple, demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan
mata merah. Pada kulit akan timbul gejala klinis yang berupa nodus eritema,dan
nyeri dengan tempat predileksi di lengan dantungkai. Bila mengenai organ lain
dapat menimbulkan gejala seperti iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, arthritis,
orkitis, dan nefritis yang akut dengan adanya proteinuria. Ia juga dapat disertai
gejala konstitusi dari ringan sampai berat yang dapat diterangkan secara imunologik
pula.
Nyeri neuritik yang hebat dan perubahan yang cepat dari kerusakan saraf perifer
yang menghasilkan claw hand atau drop foot. Kerusakan mata pada kusta dapat primer
dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat
mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan oleh rusaknya N.fasialis yang
dapat membuat paralisis N.orbitkularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya,
mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian – bagian
mata lainnya. Secara sendirian atau bersama – sama akan menyebabkan kebutaan
[Fitzpatrick, 2012].
Beberapa Manifestasi lain seperti perubahan pada kornea, COA, penebalan saraf
kornea, keterlibatan saluran napas dan hidung maupun pita suara dengan penyakit
seperti rhinitis, perforasi septum, suara serak, impotensi, infertilitas hingga atrofi testis.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xlvii
Beberapa organ lain seperti hepar, limfa, KGB perifer dan sumsum tulang masih jarang
terbukti secara klinis terkait gejala yang ditimbulkan pasien [Fitzpatrick, 2012].
Tabel 2.10 Perbedaan reaksi Tipe 1 dan Tipe 2
No Gejala dan Tanda Tipe 1 Tipe 2
1 Tipe Kusta PM dan MB MB
2 Waktu Timbulnya Segera setelah pengobatan >6 bulan
3 Keadaan umum Baik,subfebris./tidak Ringan sampai berat,
demam kelemahan dan demam
tinggi
4 Peradangan di kulit Bercak kulit lama menjadi Nodus kemerahan,
meradang, bengkak, lunak, nyeri tekan pada
berkilat dan hangat. lengan dan tungkai.
Terkadang hanya pada
sebagian lesi dapat timbul
bercak baru.
5 Saraf Sering, terdapat nyeri saraf Dapat terjadi
atau gangguan fungsi
saraf. Silent neuritis (+)
6 Edema ekstermitas (+) (-)
7 Peradangan mata Anestesi kornea dan Iritis, iridosiklitis,
lagoptalmus glaucoma, katarak
8 Peradangan organ lain (-) Testis, ginjal, sendi,
KGB
Sumber: Fitzpatrick, 2012

Tabel 2.11 Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi Tipe 1 dan Tipe 2
No Organ Tipe 1 Tipe 2
Ringan Berat Ringan Berat
1 Kulit Bercak putih Bercak putih Nodus Nodus
-> merah -> -> merah -> merah, merah, tebal,
merah dan lebih merah panas, nyeri, panas, nyeri,
meninggi Timbul dapat sering
Ulkus (+) bercak baru, menjadi menjadi
Edema demam, ulkus, ulkus, jumlah
Ekstermitas malaise jumlah banyak
(+) Ulkus (+) sedikit
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xlviii
Edema
Ekstermitas
(+)
2 Saraf tepi Membesar, Membesar, Membesar, Membesar,
nyeri (-) nyeri (+) nyeri (-) nyeri (+)
Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan
fungsi (-) fungsi (+) fungsi (-) fungsi (+)
3 Gejala Demam (-) Demam (+/-) Demam (+/-) Demam (+/-)
konstitusi
4 Gangguan (-) (-) (-) Iridosiklitis,
organ lain iritis, nefritis,
limfadenitis
Sumber: Fitzpatrick, 2012

Pengobatan Reaksi kusta memiliki tujuan adalah mengendalikan inflamasi rasa nyeri
dan pencegahan kecacatan. Kasus ringan dapat diobati tanpa kotikosteoid. Beberapa
pilihan obat yaitu [Wisnu IM, 2015]:
- Kotikosteoid prednison sering dipakai untuk pengobatan reaksi kusta tipe 2 berat
namun tidak menetapkan dosis. Pada umumnya dosis awal prednison 15 - 30
mg per hari dikurangi bertahap berdasarkan respon pasien.
- Thalidomide sangat efektif untuk reaksi kusta tipe 2 berat. Thalidomide
mempunai onset kerja cepat. Thalidomide bekerja melalui (Tumor Necrosis
Factor) TNF dan juga beberapa mekanisme lain. Penggunaan thalidomide dapat
mengurangi dosis kotikosteoid pada pasien reaksi kusta tipe 2 dan berat. Dosis
awal thalidomide 400 mg dikruani menadi 300 mg secepat mungkin dosis dapat
dikurangi 100 mg per bulan. Pemberian thalidomine pada wanita hamil haus
hati-hati kaena mempunai efek teratoenik. Di Indonesia obat ini tidak ada.
- Klofazimin meupakan anti-inlamasi yang dapat digunakan untuk reaksi kusta
tipe 2 berat. Klofazimin mempunai onset kerja lambat. Dosis 300 mg per hari
dapat mengontrol reaksi kusta tipe 2 dosis ini tidak boleh diberikan lebih dai 12
bulan.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 xlix
2.3. Kerangka Teori

Host:
 Sosioekonomi
Lingkungan:
 Faktor Imunitas
tubuh  Pemukiman
 Status gizi penduduk yang
 Penyakit penyerta Agent: padat
lain  Melalui droplet
Mycobacterium Leprae

Pemeriksaan Fisik: Kusta Masa inkubasi 2-5


tahun
 Gejala 5A
 Pemeriksaan sensoris saraf
tepi
 Pemeriksaan perbesaran Komplikasi bila tidak
saraf diobati :
 Kerusakan Sendi
Pemeriksaan Penunjang:  Infeksi
 Kebutaan
 BTA
 Gangguan saraf
 Lepromin
sensorik, motorik
 Serologik
maupun otonom
 HIstopatologi
 Deformitas
 Kecacatan

Terapi Non Farmakologis : Terapi Farmakologis


 Edukasi  MDT
 Rendam air dingin  Kortikosteroid
 Perawatan terhadap reaksi  Clofazimin
kusta.
 Kesehatan
Bagian Ilmu Pemeliharaan kulit harian
Masyarakat
Fakultas Kedokteran
 Proteksi tanganTarumanagara
universitas dan kaki
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 l
Rehab Medik
 Fisioterapi
 Senam kusta
BAB 3
Data Klinis

3.1. Identitas
3.1.1. Identitas Pasien
Nama : An. F
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 21 Februari 2010
Umur : 10 tahun
Alamat : Wates RT 004 / RW 009, Desa
Teluk Naga, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten
Tangerang, Provinsi Banten
Agama : Islam
Pendidikan : SD (Sekolah Dasar)
Pekerjaan : Pelajar
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Sunda
Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia (WNI)

3.1.2. Identitas Ibu pasien


Nama : Ny. Aw
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 35 tahun
Alamat : Wates RT 004 / RW 009, Desa
Teluk Naga, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten
Tangerang, Provinsi Banten
Agama : Islam
Pendidikan : SD (Sekolah Dasar)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 li
3.2. Status Kesehatan
3.2.1. Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan ibu pasien di rumah pasien
pada hari jumat tanggal 29 Februari 2020 pada pukul 13.30 WIB.
3.2.2. Keluhan Utama
Riwayat timbul bercak putih diseluruh badan
3.2.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tahun 2019 pasien sudah memiliki keluhan bercak putih di beberapa bagian
tubuh terutama diperut dan punggung. Awalnya ibu pasien mengira bahwa
bercak putih tersebut adalah panu karena melihat kebiasaan pasien yang sering
mandi dikali bersama teman-temannya. Bercak putih dirasakan semakin banyak,
namun tidak terasa gatal dan akhirnya pasien dibawa ke puskesmas Teluk Naga
oleh ibunya pada bulan April 2019 untuk berobat. Pada saat pasien berobat
dilakukan pemeriksaan fisik dengan menggunakan jarum yang ditusukkan ke
lesi dan pasien mengaku tidak merasakan sakit pada saat jarum ditusukkan ke
tangannya. Hasil pemeriksaan tersebut mengarah ke diagnosis kusta sehingga
dokter puskesmas Teluk Naga merujuk pasien ke Rumah Sakit Sitanala. Di RS.
Sitanala pada tanggal 24 April 2019 dilakukan pemeriksaan pada lesi di daerah
kuping telinga kanan dan kiri, punggung, perut, tangan kanan dan kiri. Dari hasil
pemeriksaan tersebut ditegakkan diagnosis Morbus Hansen tipe Multi Basiler
dan mulai pengobatan di puskesmas. Pengobatan dilakukan sudah sampai 10
bulan namun pada bulan Februari 2020 pasien tidak melanjutkan pengobatan
(putus obat). Saat itu bercak-bercak ditubuhnya sudah menghilang, tidak ada
rasa baal, dan tidak ada keluhan timbul lesi yang berulang. Pasien mengaku
bosan minum obat dan tidak mau periksa ke puskesmas karena menurutnya
diperiksa memerlukan waktu yang lama untuk menunggu.
Selama pengobatan pasien mengaku tidak ada efek samping apapun yang
ia rasakan sepertiwarna urin menjadi merah, gatal dan kemerahan pada wajah,
perubahan warna kulit menjadi hitam atau lebih gelap, diare, nyeri perut, mual,

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lii
muntah, gejala anemia seperti lemas, dan neuropati perifer.Pasien mengaku
merasa sehat dan tidak ada keluhan apapun walaupun sempat putus
pengobatan.Untuk kegiatan sehari-hari An.F gemar bermain bersama teman-
temannya disekolah maupun di lingkungan sekitarnya. An. F menghabiskan
sebagian dari waktunya untuk bermain bersama temannya, mulai dari bangun
tidur jam 7:00 WIB sampai dengan jam10:00 WIB. Setelah bermain An. F
pulang untuk mandi dan makan pagi lalu bermain game dan bersiap untuk
berangkat ke sekolah jam 12:00 WIB. Saat sampai sekolah An. F bermain sepak
bola sebelum masuk dan pada saat pulang sekolah. An. F pulang dari sekolah
dan sampai di rumah jam 17:00 WIB kemudian bermain sepak bola bersama
temannya di lingkungan sekitar rumah sampai jam 18:00 WIB. Kemudian An. F
pulang ke rumah dan bersiap untuk sholat dan mengaji di mushola dekat rumah
bersama dengan teman-temannya sampai jam 20:00 WIB.Pada saat akhir pekan
An. F juga sering bermain dan mandi di kali bersama dengan teman-teman di
skitar lingkungan tempat tinggalnya. Namun tidak terdapat teman-teman di
lingkungan rumah dan sekolah maupun tetangga An. F yang mengalami keluhan
yang sama dengan An. F.

3.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit kusta : disangkal
Riwayat penyakit kulit : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi (makanan dan obat-obatan) : disangkal
3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan sesuai pasien : disangkal
Riwayat penyakit kusta : disangkal
Riwayat penyakit kulit : disangkal
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi : Tn. R (Ayah)
Riwayat penyakit stroke : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi (makanan dan obat-obatan) : disangkal
3.2.6. Riwayat Kebiasaan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 liii
 Pola Makan dan Minum
Sehari-hari pasien makan dua hingga tiga kali sehari dengan lauk yang
beragam dan pasien gemar jajan di lingkungan rumah ataupun sekolah.
Ekonomi keluarga pasien termasuk menengah kebawah, dimana hal ini
berdasarkan besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten
Tangerang tahun 2020 adalah sebesar Rp.4.168.268,62.Ayah pasien bekerja
sebagai buruh dengan penghasilan tidak menentu disetiap bulannya (dua juta
sampai dengan lima juta rupiah), namun rata-rata penghasilan per bulan
didapatkan dibawah empat juta rupiah. Meskipun termasuk ekonomi
menengah kebawah, menurut orang tua pasien penghasilan mereka cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
 Pola Tidur
Pasien memiliki waktu tidur yang cukup. Pasien biasa tidur dari jam 22.00
WIB sampai 07.00 WIB.
 Pola Aktivitas
Sehari-hari pasien melakukan aktivitas dirumah dan disekolah. Setiap hari
pasien berangkat kesekolah pada jam 12.00 siang. Sejak pagi hingga
sebelum berangkat sekolah pasien beraktivitas dirumah seperti menonton tv,
mengerjakan pekerjaan sekolah, main game dan bermain diluar rumah
bersama teman-teman.
Sejak didiagnosa memiliki kusta, kegiatan pasien dirumah ataupun
disekolah tidak berubah. Pasien masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa.
3.2.7. Riwayat Pengobatan
An. F telah mendapatkan pengobatan kusta regimen MDT-MB dan Vitamin B1
selama 1 bulan
3.2.8. Riwayat Imunisasi
An. F mendapatkan imunisasi dasar hingga usia 9 bulan.
3.2.9. Riwayat Sosial Ekonomi
Keluarga pasien merupakan keluarga dengan ekonomi menengah kebawah.
Ayah pasien bekerja sebagai buruh dengan pendapatan yang tidak menentu dan
ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, namun menurut ibu An.F
pendapatan keluarga pasien masih cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 liv
3.3. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 4 Maret 2020 pada pukul 10:00 WIB di kediaman pasien.
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : ComposMentis
3.3.1. Tanda-tanda vital
Nadi : 83 kali /menit
Pernafasan : 20 kali /menit
Suhu : 36,7°C
3.3.2. Data Antropometri
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 145 cm
IMT : 21,42 kg/m2
Status gizi : Obestitas(Menurut CDC 2000)
3.3.3. Status Generalis
a. Kepala : Bentuk dan ukuran normal, tidak teraba adanya benjolan,
rambut hitam, distribusi merata, dan tidak mudahdicabut
b. Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, lensa matajernih
c. Hidung : Bentuk normal, tidak ada sekret, mukosa tidakhiperemis
d. Telinga : Bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada pembesaran KGB pre
retro-infra aurikuler
e. Mulut :Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, mukosa mulut tidak
hiperemis, kebersihan mulut cukup terjaga
f. Tenggorokan : Uvula ditengah, faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1, arcus
faring simetris saat diam dan pergerakan
g. Leher : Trakea ditengah, KGB servikal dextra dan sinistra tidak teraba
membesar
h. Jantung
 Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidakterlihat
 Palpasi : Ictus cordis tidakteraba
 Perkusi : Jantung dalam batasnormal
 Auskultasi : BJ I dan BJ II murni, gallop (-), murmur(-)
i. Paru
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lv
 Inspeksi : Simetris dalam keadaan diam maupunpergerakan
 Palpasi : Fremitus kanan dan kiri samakuat
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-), wheezing(-)
j. Abdomen
 Inspeksi : Abdomen datar, supel, nyeri tekan(-)
 Palpasi : Hepar dan lien tidakteraba
 Perkusi : Tympani
 Auskultasi : Bising usus(+) normal
k. Ekstremitas Atas dan Bawah : akral hangat (+/+) , oedem (-/-), deformitas (-/-),
nyeri (-/-)
3.3.4. Status Dermatologikus
Kesimpulan : Tidak ditemukan adanya lesi ataupun bercak pada regio wajah,
kedua lengan, tangan, dada, perut, penggung dan kedua tungkai dan kaki

3.3.5. Status Neurologis


Kesadaran Umum : Compos mentis
Saraf Kranialis
 N. I (Olfaktorius) : Normal
 N. II (Optikus) : Normal
 N. III (Okulomotorius) : Normal
 N. IV (Trochlearis) : Normal
 N. V (Trigeminus) : Normal
 N. VI (Abdusens) : Normal
 N. VII (Fasialis) : Normal
 N. VIII (Vestibulo-koklearis) : Normal
 N. IX (Glossofaringeal) : Normal
 N. X (Vagus) : Normal
 N. XI (Aksesorius) : Normal
 N. XII (Hipoglosus) : Normal

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lvi
Motorik
 Gerakan involunter : (-)
 Tonus otot : Normotoni
 Atrofi : (-)
 Kekuatan :
Kanan Kiri
Atas 5555 5555
Bawah 5555 5555

Refleks Fisiologis
 Biseps : +/+
 Triseps : +/+
 Patella : +/+
 Achilles : +/+

Refleks Patologis
 Babinski : -/-
 Chaddok : -/-
 Oppenheim : -/-
 Gordon : -/-
 Schaeffer : -/-
 Hoffman-Tromner : -/-

3.3.6. Pemeriksaan Sensibilitas


Rasa Raba
 Halus-kasar : Normal
 Tajam-tumpul : Normal

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lvii
Tabel 3.1 Penilaian Pemeriksaan Saraf Perifer
Nervus Kanan Kiri
Pembesaran Konsistensi Nyeri Pembesara Konsistensi Nyeri
n
Auriculari Tidak Kenyal Tidak Tidak Kenyal Tidak
s Magnus
Ulnaris Tidak Kenyal Tidak Tidak Kenyal Tidak
Peroneus Tidak Kenyal Tidak Tidak Kenyal Tidak
Communis
Tibialis Tidak Kenyal Tidak Tidak Kenyal Tidak
Posterior

 Kesimpulan
Status dermatologis dan pemeriksaan neurologis rasa raba dalam batas normal.

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dilakukan pada bulan April 2019 dengan melakukan
pengambilan darah dan kerokan kulit pada bagian telinga kanan dan kiri,
punggung, perut dan tangan kanan dan kiri.

3.5. Diagnosa
Diagnosa kerja : Kusta tipe Multibasilar
Diagnosa tambahan : Obesitas
Diagnosa banding :-

3.6. Terapi yang telah diberikan


- Obat regimen MDT-MB yang diberikan Puskesmas dari awal pengobatan yaitu bulan
April 2019 sampai dengan saat ini
o Hari Pertama (1 bulan sekali) : 2 kapsul Rifampisin (300 mg + 300 mg), 1
tablet DDS 100 mg, dan 3 kapsul Klofazimin 100 mg
o Hari ke 2-28 : 1 kapsul Klofazimin 50 mg dan 1 tablet DDS 100 mg setiap
hari.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lviii
- Vitamin B1 tablet 50 mg 1 x 1 setelah makan.

BAB 4
Data Keluarga dan Lingkungan

4.1 Struktur Keluarga


An. F merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Pasien tinggal di sebuah rumah
kontrakan bersama ibu dan ayah kandung pasien. Kakak pasien bekerja sebagai
babysitter di Jakarta sejak tahun 2019, sehingga sedang tidak menetap dirumah.

Tabel 4.1 Struktur Keluarga yang tinggal serumah dengan An. F


Nama Usia Pendidikan Pekerjaan Agama Status Keterangan
Tn. R 38 th SMP Buruh Islam Menikah Ayah pasien
Ny. Aw 35 th SD Ibu Rumah Islam Menikah Ibu pasien
Tangga
An. F 10 th SD Pelajar Islam Belum Pasien
Menikah

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lix
4.2 Genogram

Tn. St Ny. Rn
Tn. Mn Ny. As B=? B=?
B=? B=?

m= ?
m= ?

Tn. Dr Tn. Rm
Tn. Dd Tn. Sp Tn. Ds B=? B = 1982
Ny. Ch Ny. Dg Ny. Ts Ny. Aw
B = 1960 B = 1982 B = 1988
B = 1970 B = 1972 B = 1974 B = 1985

m= 1999

An. Fr
Nn. Ls B = 2010
B = 2000

PASIEN

Keterangan:
o = Perempuan m = Tahun menikah

X = Meninggal = Tinggal Serumah


B = Tahun Lahir
□ = Laki-laki

Gambar 4.1. Genogram Keluarga An. F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lx
4.3 Riwayat Imunisasi dan Kesehatan Keluarga
Tabel 4.2 Riwayat Imunisasi Keluarga An. F
Nama Usia BCG Hep B Polio DPT Campak
Tn. R 38 th Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
diketahui diketahui diketahui diketahui diketahui
Ny. Aw 35 th Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
diketahui diketahui diketahui diketahui diketahui
Nn. Ls 20 th Sudah 1x Sudah 1x Sudah 1x Sudah 1x Sudah 1x
An. F 10 th Sudah 1x Sudah 1x Sudah 1x Sudah 1x Sudah 1x

4.4 Kondisi Ekonomi


Kebutuhan sehari-hari keluarga An. F berasal dari ayah kandung pasien, yaitu Tn. R
yang bekerja sebagai buruh. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, penghasilan Tn. R
disetiap bulannya tidak menentu (kurang lebih sekitar dua juta sampai dengan lima
juta), namun rata-rata pendapatan per bulan adalah dibawah empat juta dan bergantung
pada ketersediaan lapangan pekerjaan. Keluarga mengaku merasa cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh karena pendapatan yang tidak menentu, maka
kami menghitung anggaran dengan mengambil pendapatan yang terakhir yaitu pada
Februari 2020 yang dirangkum pada tabel 4.3.
Tabel 4.3Anggaran Bulanan Keluarga An. F (Pendapatan bulan Februari 2020)
Rincian Pemasukan Pengeluaran
Kebutuhan
 Listrik Rp 50.000,00
 Makan dan minum Rp 3.000.000,00
 Kontrakan Rp 600.000,00
 Transportasi Rp 300.000,00
 Pulsa Rp 100.000,00
 Sekolah Rp 100.000,00
 Biaya berobat Rp 3.000,00
Hasil gaji ayah An. F Rp 4.500.000,00
Total Rp 4.500.000,00 Rp 4.153.000,00
Kesimpulan : Pengeluaran bulan keluarga pasien sesuai dengan penghasilan ayah pasien
pada bulan Februari 2020. Kondisi ekonomi pasien tergolong dalam golongan
menengah ke bawah.

4.5 Pola Berobat

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxi
Setelah dikunjungi oleh dokter muda, pasien rutin mengkonsumsi obat setiap hari.
Pengambilan obat di puskesmas dilakukan 1 bulan sekali oleh ibu pasien dan pasien.
Pasien dikunjungi oleh kami setiap 1 minggu sekali selama periode Kepanitraan di
Teluk Naga. Pasien menggunakan kartu BPJS untuk berobat. Pengawas menelan obat
(PMO) di rumah pasien adalah Ny. Aw (Ibu Pasien).

4.6 Pola Makan Sehari-hari


4.6.1 Dietary Recall 1 x 24 jam (03/03/2020)
Tabel 4.4. Menu Sarapan (09:00 WIB) : Nasi putih + Lele goreng + Ketimun +
Sambal
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Bahan URT
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Nasi 3
Beras 150 523,5 10,2 1.05 118,35
centong
1 ekor
Lele
ukuran 60 55,8 10,92 1,32 0
Goreng
sedang
Ketimun ½ buah 50 7,5 0,35 0,05 1,4
Minyak
Kelapa 1 sdm 10 90 0 10 0
Sawit
Subtotal 676,8 21,47 12,42 119,75
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok makan (sdm)

Tabel 4.5. Menu Cemilan (10:00 WIB) : 3 buah Cheetos +2 buah Chocolatos
Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(g)
(kkal) (g) (g) (g)
Cheetos 3 bungkus 305
240 3 12 27
Cocholatos 2 bungkus 32
160 3 15 9
Subtotal 400 6 27 36
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxii
Tabel 4.6. Menu Makan Siang (11:30 WIB ) : Biskuit roma kelapa + susu Frisian
Flag (kental manis)
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Bahan URT
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Biskuit roma 10
54 260 4 10 38
kelapa keping
SusuFrisian
Flag (kental 4 sdm 40 140 1 40 23
manis)
Subtotal 400 5 50 61
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok makan (sdm)

Tabel 4.7. Menu Cemilan (12:30 WIB) : 1 Indomie goreng +1 Nutri sari jeruk
Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Indomie
1 Bungkus 85 420 7 18 57
Goreng
Nutri sari
1 Sachet 14 50 0 0 14
jeruk
Subtotal 470 7 18 71
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT)

Tabel 4.8. Menu Cemilan (15:00 WIB) : 1Roti coklat (Sari Roti)
Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Roti coklat
1 buah 72 280 5 10 40
(Sari Roti)
Subtotal 280 5 10 40
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT)

Tabel 4.9. Menu Cemilan (17:00 WIB) : 1 Pilus original (Garuda)


Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Pilus 1 bungkus 20 110 0 7 12
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxiii
original
(Garuda)

Subtotal 110 0 7 12
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT)

Tabel 4.10. Menu Makan Malam (21.00 WIB) : Nasi putih + Lele goreng +
Ketimun + Sambal
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Bahan URT
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Nasi 3
Beras 150 523,5 10,2 1.05 118,35
centong
1 ekor
Lele
ukuran 60 55,8 10,92 1,32 0
Goreng
sedang
Ketimun ½ buah 50 7,5 0,35 0,05 1,4
Minyak
Kelapa 1 sdm 10 90 0 10 0
Sawit
Subtotal 676,8 21,47 12,42 119,75
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), sendok makan (sdm)
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxiv
Total asupan :
Energi : 3.013,6 kkal
Protein : 65,94 gram
Lemak : 136,84 gram
Karbohidrat : 459,5 gram

4.6.2 Perhitungan Gizi


Nama : An. F
Usia : 10 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Berat badan : 45 kg
Tinggi badan : 145 cm

Status Gizi :

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxv
BBI

Gambar 4.2 Kurva Pertumbuhan Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) untuk anak laki-laki usia 2 – 20 tahun

Keterangan : Berat Badan Ideal (BBI) : 36 Kg

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxvi
PBA

PB/

BBA
BBA

BB/U
BB/U

Gambar 4.3 Kurva Pertumbuhan Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) untuk anak laki-laki usia 2 – 20 tahun

Keterangan :
 Berat Badan per Usia (BB/U) : 32,5 Kg
 Berat Badan Aktual (BBA) : 45 Kg
 Panjang Badan per Usia (PB/U) : 139 cm
 Panjang Badan Aktual (PBA) : 145 cm

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxvii
Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan kurva pertumbuhan CDC untuk anak laki-
laki usia 2 – 20 tahun (pada gambar 4.1 dan 4.2), maka dapat dinilai interpretasi status
gizi pasien yaitu :
 Berat badan berdasarkan usia = BBA ÷ BB/U X 100%
= 45 ÷ 32,5 X 100%
= 140 % (Berat badan lebih)
 Panjang badan berdasarkan usia = PBA ÷ PB/U X 100%
= 145 ÷ 139 X 100%
= 104% (Panjang badan normal)
 Berat badan berdasarkan panjang badan = BBA ÷ BBI X 100%
= 45 ÷ 36 X 100%
= 125% (Obesitas)
Kesimpulan : Status gizi pasien adalah obesitas
4.6.3 Kebutuhan Zat Gizi Sesuai Status Gizi
Kebutuhan Energi dan Makronutrien :
a. Kebutuhan Energi pasien menggunakan rumus Schofield WH (untuk usia 10 –
18 tahun) berdasarkan Panjang Badan Aktual (PBA)
= (8,365 X BBA) + (465 X PBA) + 200
= 376,425 + 674,25 + 200
= 1.250,675 X 1,3
= 1.625,87 kkal/24 jam
= 67,74 kkal/jam
o Protein = 0,28 X PBA
= 0,28 X 145
= 40,6 g/24 Jam
P/E R = (4 kkal X Kebutuhan protein (g) ÷ Kebutuhan energi/24
Jam) X 100%
= (4 X 40,6 ÷ 1.625,87) X 100%
= 10%
o Lemak = 30% X Kebutuhan Energi/24 Jam
= 487,76 ÷ 9 kkal
9= 54,2 g/24 Jam
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxviii
o Karbohidrat = 100% - (Protein + Lemak)
= 100 % - ( 10% + 30%)
= 100% - 40%
= 60% X Kebutuhan Energi/24 Jam
= 60% X 1.625,87
= 975,52 ÷ 4 kkal
= 243,88 g/24 Jam
b. Kebutuhan Energi pasien menggunakan rumus Schofield WH(untuk usia 10 – 18
tahun) berdasarkan Panjang Badan per Usia (PB/U)
= (8,365 X BBA) + (465 X PB/U) + 200
= 376,425 + 646,35 + 200
= 1.222,78 X 1,3
= 1.589,6 kkal/24 jam
= 66,23 kkal/jam
o Protein = 0,28 X PBA
= 0,28 X 139
= 38,92 g/24 Jam
P/E R = (4 kkal X Kebutuhan protein (g) ÷ Kebutuhan energi/24
J9am) X 100%
= (4 X 38,92 ÷ 1.589,6) X 100%
= 9,8%
o Lemak = 30% X Kebutuhan Energi/24 Jam
= 476,9 ÷ 9 kkal
= 53g/24 Jam
o Karbohidrat = 100% - (Protein + Lemak)
= 100 % - ( 9,8% + 30%)
= 60,2% X Kebutuhan Energi/24 Jam
= 956,93 ÷ 4 kkal
= 239,23 g/24 Jam
Keterangan : gram (g), Weight and Height (WH), kilo kalori (kkal)
Selisih kebutuhan zat gizi berdasarkan PBA dan PB/U

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxix
Tabel 4.11 Perbandingan kebutuhan harian berdasarkan PB Aktual dan PB
berdasarkan Usia

Komponen Kebutuhan(Berda Kebutuhan(Berd Selisih


sarkan PBA) asarkan PB/U)

Energi 1625,87 kkal 1589,6 kkal + 36,27 kkal

Protein 40,6 gram 38,92 gram + 1,68 gram

Lemak 54,2 gram 53 gram + 1,2 gram

Karbohidrat 243,88 gram 239,23 gram + 4,65 gram


Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kalori dan
kebutuhan makronutrien yang bermakna, sehingga dapat dipakai kebutuhan energi
berdasarkan Panjang Badan Aktual (PBA)

4.6.4 Evaluasi Asupan Energi


Tabel 4.12 Selisih Asupan dan Kebutuhan An. F

Komponen Konsumsi Kebutuhan Selisih


(Berdasarkan
PBA)

Energi 3013,6 kkal 1625,87 kkal + 1387,73 kkal

Protein 65,94 gram 40,6 gram + 25,34 gram

Lemak 136,84 gram 54,2 gram + 82,64 gram

Karbohidrat 459,5 gram 243,88 gram +215,62 gram

Analisis : Berdasarkan hasil dietaryrecall, jumlah makanan yang dikonsumsi perhari


sebanyak 3013,6 kkal, dengan kebutuhan perhari 1.625,87 kkal didapatkan selisih
energy +1387,73 kkal. Selama pasien mengalami keluhan, pasien hanya mengeluh nafsu
makan berkurang pada bulan pertama pengobatan kusta. Namun setelah bulan pertama,
nafsu makan pasien sudah baik kembali bahkan bertambah dibandingkan sebelum
pasien sakit.

4.7 Kondisi Rumah


4.7.1 Status Rumah
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxx
Status rumah milik An.F adalah kontrakan yang dibayar setiap bulan.
4.7.2 Lokasi Rumah
Lokasi rumah An.F terletak di Wates RT 004 / RW 009, Desa Teluk Naga,
Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Rumah An.F
terletak kurang lebih dua kilometer dari PuskesmasTeluk Naga. Jalan menuju
rumah An.F sebagian sudah di cor hanya dapat dilewati satu mobil. Untuk
sampai ke rumah pasien, harus berjalan kaki atau menggunakan kendaraan roda
dua.
4.7.3 Kondisi Bangunan
 Luas tanah : 8x 3 = 24 m2
 Luas bangunan : 7,5x3 = 22,5 m2
 Luas ruangan:
- Terdatapat 4 ruangan yang terdiri dari 1 kamar tidur yang bergabung
dengan ruang keluarga, 1 ruang tamu, dapur serta kamar mandi.
 Dinding dan Atap Rumah
- Dinding rumah terbuat dari batu bata yang telah disemen dan dicat.
- Atap rumah dilapisi plafon
- Lantai kamar tidur dan ruang keluarga dipasang keramik, lantai dapur,
lantai kamar mandi dan tempat cuci baju juga menggunakan keramik.
- Kamar tidur pasien digabung dengan ruang keluarga.
- Kebersihan rumah kurang bersih dan kurang rapi. Lemari pakaian kurang
bersih dan tidak tertata. Kamar tidur, ruang tamu, dapur, dan kamar
mandi penuh dengan barang-barang dan tidak tertata rapi.
 Jumlah orang di dalam rumah: 3 orang
- Luas bangunan/jumlah penghuni = 22,5/3 orang = 7,5 m2/ orang
Kesan: Hasil perbandingan luas bangunan dengan jumlah penghuni cukup
untuk ditempati per orang yaitu >5 m2/ orang.
4.7.4 Ventilasi
Insidentil:
 Pintu rumah utama : 0,9 m x 2 m = 1,8 m2
 Jendela ruang tamu : 0,5 m x 1 m = 0,5 m2

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxxi
Luas ventilasi insidentil 2,3 x 100 %
x 100 %= =10,2%
Luas Bangunan 22,5
Kesan: Luas ventilasi insidentil terpenuhi karena lebih dari 10% luas bangunan.
Permanen:
 Jendela I : 0,6 m x 0,5 m = 0,3 m2
 Jendela II : 0,5 m x 0,5 m = 0,25 m2

Luas ventilasi permanen 0,55 x 100 %


x 100 %= =2,4 %
Luas Bangunan 22,5
Kesan: Luas ventilasi permanen tidak terpenuhi karena kurang dari 5% luas
bangunan.

4.7.5 Pencahayaan di Rumah


Pencahayaan rumah An.F menggunakan listrik dan dibantu dengan sinar
matahari. Terdapat 1 buah lampu di kamar pasien dan ruang keluarga, 1 buah
lampu di ruang tamu, 1 buah lampu untuk dapur dan kamar mandi. Pada pagi
dan siang hari, lampu diruang keluarga tetap dihidupkan namun pada ruang tamu
lampu dimatikan sehingga hanya mengandalkan sinar matahari yang masuk dari
celah jendela, dan pintu rumah. Kegiatan membaca tidak dapat dilakukan pada
saat siang hari apabila dalam dan keadaan pintu dan jendela tertutup dan hanya
mengandalkan sinar matahari yang masuk dari ventikasi.
Kesan : hasil pengukuran secara kasar dengan kemampuan untuk dapat
membaca tulisan pada jarak 30 cm di dalam ruangan pada saat siang hari kurang
baik dan pada malam hari sudah baik. Pencahayaan rumah pada siang hari
belum cukup dan pada malam hari sudah cukup.
4.7.6 Air Bersih
 Sumber air bersih yang digunakan sehari-hari berasal dari sumber air tanah
yang terletak di samping kontrakan dan didistribusikan dengan bantuan pompa
air untuk seluruh rumah kontrakan di wilayah tersebut. Air dialirkan keatas
menggunakan pipa paralon ke tempat penampungan air, kemudian
didistribusikan ke seluruh rumah kontrakan menggunakan pipa paralon.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxxii
 Penggunaan air untuk mandi dan mencuci baju serta peralatan dapur diperoleh
dari air tanah yang dialirkan melalui pipa paralon. Berdasarkan hasil
pengamatan, air jernih.
 Penggunaan air untuk memasak diperoleh dari air yang dibeli dari air minum
galon isi ulang yang direbus.
 Kebiasaan minum
Air minum sehari-hari berasal dari air gallon isi ulang.
Berdasarkan hasil pengamatan, air minum tersebut bersih, jernih, dan tidak
berbau.
 Kebiasaan mandi
An. F dan keluarga mandi dua kali sehari menggunakan air dari air tanah yang
dialirkan melalui pipa paralon Air tersebut ditampung dalam sebuah ember
berukuran 50 cm x 50 cm x 75 cm. Berdasarkan hasil pengamatan, air di rumah
An.F sudah memenuhi syarat fisik air bersih karena air jernih dan tidak berbau.
4.7.7 Pembuangan Sampah
Sampah dikumpulkan di dekat kali sekitar rumah pasien yang akan diangkat
oleh truk sampah setiap minggu.
4.7.8 Pembuangan Limbah
Limbah yang berasal dari kamar mandi maupun dapur dialirkan melalui selokan
yang berada tepat didepan rumah. Aliran air lancar dan tidak ada yang
tersumbat.
4.7.9 Pembuangan Tinja
Jamban terbuat dari semen berbentuk jamban jongkok. Tempat pembuangan
tinja langsung dialirkan melalui selokan di bawah rumah. Jarak antara septictank
dengan sumber air berjarak 5 meter.
Kesan: Tempat pembuangan tinja tidak sesuai oleh karena jarak anatara
septictank dengan sumber air < 10 meter.

4.7.10 Kamar Mandi


Rumah An.F memiliki 1 buah kamar mandi yang menjadi satu dengan toilet,
tempat cuci piring dan tempat cuci baju. Terdapat 1 ember untuk menampung air

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxxiii
yang terbuat dari plastik. Lantai kamar mandi dilapisi dengan keramik. Dinding
kamar mandi terbuat dari batu bata yang telah disemen dan dicat. Kebersihan
kamar mandi kurang bersih dan banyak tumpukan piring yang belum dicuci.
4.7.11 Alat Kesejahteraan Keluarga
Keluarga An.F memiliki 2 smartphone, 1 unit televisi tabung ukuran 16 inci di
ruang keluarga, 1 unit kompor dengan 1 tungku, 1 unit kulkas ukuran sedang, 1
unit mesin cuci, 2 unit kipas angin, dan 1 unit sepeda motor.
4.7.12 Lingkungan
Tempat tinggal An.F dengan tetangga saling berdempetan. Tidak ada jarak
antara rumah An.F dengan rumah disebelahnya. Jarak antara rumah An.F dan
tetangga didepan rumah hanya ± 2 meter.

4.8 Mandala of Health


 Body
An.F berusia 10 tahun menderita kusta tipe MB dengan status gizi obesitas.
 Mind
An.F tidak mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit kusta.
 Spirit
An.F memiliki keingian sembuh dari penyakit yang dideritanya.
Level Pertama
 Human Biology
- Tidak diketauhi secara pasti apa penyebab kusta yang dialami pasien.
 Family
- An.F tinggal bersama kedua orang tua dan 1 kakak perempuannya.
- Orang tua An.F tidak memiliki pengetahuan tentang penyakit kusta.
- Orang tua mendukung kesembuhan An.F.
 Personal Behavior
- An.F memiliki kebiasaan makan 2-3 kali sehari
- Ia senang bermain bola disekolah bersama teman-temannya pada jam
istirahat ataupun sepulang sekolah
- Sejak kecil bila sakit ia diantar oleh ibunya untuk periksa ke Puskesmas
 Physical Environment
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxxiv
- Ventilasi permanen belum cukup, rumah kotor, lembab, perabotan tidak
rapi.
- An.F tidur dengan kedua orang tuanya di kamar tidur yang sekaligus
menjadi ruang keluarga
- Pencahayaan tidak memadai
- Sumber air untuk dikonsumsi dan yang digunakan untuk kegiatan sehari-
hari masih memenuhi syarat air bersih
- Sampah dikumpulkan di kali didekat rumah
- Limbah kamar mandi & dapur dialirkan ke selokan didepan rumah pasien
- Jamban jongkok terbuat dari semen
Level Kedua
 Sick Care System
- Jarak antara rumah An.F dengan puskesmas ± 2 kilometer dan dapat
dijangkau menggunakan sepeda motor ataupun angkutan umum.
- Tenaga kerja di Puskesmas Teluk Naga terdiri dari 3 dokter umum dan 1
dokter gigi, jumlah dan jenis obat terbatas, serta belum terlaksananya
program Puskesmas yaitu Pencegahan dan Pengendalian (P2) kusta secara
teratur di wilayah kerja Puskesmas Teluk Naga
- Tenaga kesehatan yang kurang di Puskesmas menyebabkan kurangnya
edukasi mengenai penyakit kusta.
- Petugas kesehatan kurang melakukan kunjungan rumah.
 Work
- An.F berstatus pelajar dan sedang duduk dikelas 4 SD
 Life style
- Pola makan An.F teratur namun kurang mengonsumi makanan yang bergizi
dan gemar memakan jajanan disekitar rumah ataupun sekolah.
- An.F sering mandi di kali bersama teman-temannya.

Level Ketiga
 Community
- Pengetahuan tetangga disekitar tempat tinggal An.F mengenai penyakit
kusta masih kurang.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxxv
- Tidak ada keluarga, tetangga An.F ataupun temannya yang diketahui
memiliki penyakit kusta
- An.F dan keluarga tetap diterima dan tidak dikucilkan oleh masyarakat
sekitar
 Human-Made Environment
- Pembuangan sampah terletak di sekitar kali dekat rumah pasien dan dikelola
dengan tidak baik, yaitu dibuang setiap seminggu sekali
- Alur pembuangan limbah ke selokan yang berada tepat di depan rumah An.
F tidak mengalir ke kali di dekat rumah dan dipenuhi banyak sampah.
Warna air pada selokan hitam dan berbau tidak sedap
 Culture
- Menurut ibu An.F bila tetangganya mengetahui penyakit An.F, keluarganya
mungkin akan diusir dari tempat tinggalnya.
- Mayoritas warga datang ke puskesmas hanya bila ada keluhan.
 Biosphere
- Banyaknya udara yang tercemar dan perubahan cuaca yang tidak menentu

4.9 DenahLokasi

PuskesmasT
eluknaga
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Jalan Raya KampungMelayu
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxxvi
Kantor Desa
Kampung Melayu

RumahPasien

Gang Mushola I

Gambar 4.4 Denah Lokasi Rumah Keluarga An. F

Keterangan : 1. Utara (U), Timur (T), Selatan (S), Barat (B)

2. : Kali

3. : Kontrakan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 lxxvii
4.10 Denah Rumah

Gambar 4.5 Denah Rumah An.F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 78
Gambar 4.6 Mandala of Health
WORK
An.F merupakan
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
pelajar yang sekarang
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara sedang duduk di
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 79 bangku kelas 4 SD
BAB 5
Diagnostik Holistik

5.1. Resume

Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dengan keluhan mempunyai
riwayat bercak putih diseluruh tubuh 1 tahun lalu. Awalnya bercak pertama kali
muncul di daerah lengan lalu 3 bulan bercak putih tersebut mulai menyebar
keseluruh tubuhnya. Awalnya ibu pasien mengira bahwa bercak tersebut adalah
panu karena melihat kebiasaan An.F yang gemar mandi di kali bersama teman-
temannya, oleh karena itu An.F tidak langsung dibawa berobat. Namun pada saat
An.F berobat ke Puskesmas Teluk Naga, dokter yang memeriksa An.F melakukan
pemeriksaan fisik yang menuju kearah kusta. Pada saat dilakukan pemeriksaan
An.F mengatakan bahwa bercak-bercak putih tersebut kering dan terasa baal.
Kemudian setelah berobat di Puskesmas An.F dirujuk ke RS. Sitanala untuk
melakukan pemeriksaan selanjutnya terkait penyakitnya tersebut. Bulan April 2019
An.F melakukan pemeriksaan kerokan kulit pada daerah kuping telinga, punggung,
perut, dan tangan. Dari pemeriksaan tersebut An.F didiagnosa memiliki kusta tipe
multibasiler dan mulai menjalani pengobatan di Puskesmas Teluk Naga.
Saat ini pengobatan sudah berjalan hingga 11 bulan, namun pada bulan Februari
2020 An.F sempat tidak melanjutkan pengobatan selama 1 bulan karena ia
mengaku bosan minum obat. Selama pengobatan tidak ada efek samping yang
dialami An.F, bercak-bercak putih yang dimilikinya pun sudah tidak tampak. Ibu
An.F mengatakan bahwa di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa
dengan An.F.
Pemeriksaan fisik didapatkan:
Nadi : 83 kali /menit
Pernafasan : 20 kali /menit
Suhu : 36,7°C
Data Antropometri
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 145 cm
IMT : 21,42 kg/m2
Status gizi : Obestitas (Menurut KurvaCDC tahun 2000)
Status Dermatologi dan Status Neurologi
Status dermatologikus dan pemeriksaan neurologis rasa raba dalam batas normal.
Diagnosaklinis : KustatipeMultibasiler
Diagnosatambahan : Obesitas
Terapi yang diberikanpuskesmas
Farmakologis:
1. Obat MDT-MB: (Selama 1 tahun)
o Hari Pertama (1 bulan sekali) : 2 kapsul Rifampisin (300 mg + 300 mg),
1 tablet DDS 100 mg, dan 3 kapsul Klofazimin 100 mg
o Hari ke 2-28 : 1 kapsul Klofazimin 50 mg dan 1 tablet DDS 100 mg
setiap hari.
2. Vitamin B1 tablet 50 mg 1 x 1 setelah makan, setiap hari.

5.2. DiagnostikHolistik

5.2.1. Axis 1 (aspek Personal)


Keluhan:
o Timbulnya bercak-bercakputih
o Bercak putih terasa baal
o Kulit kering pada daerah lesi
5.2.2. Axis 2 (AspekKlinis)
Diagnosis Kerja : Kusta tipe Multibasiler
Diagnosis Tambahan : Obesitas
5.2.3. Axis 3 (Aspek Internal)
o An.F tidak memiliki pengetauhan tentang penyakit yang dimilikinya
o Jendela di rumah An.F jarangdibuka.
5.2.4. Axis 4 (AspekEksternal)
o Keluarga An.F tidak memiliki pengetahuan mengenai penyakit kusta
o Pada siang hari pencahayaan sinar matahari tidak dapat menerangi ruang
tengah rumah dan sirkulasi udara dalam rumah kurang baik.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 68
o Masih kurangnya keterlibatan Puskesmas dalam menangani penyakit kusta
yaitu seperti kurangnya penyuluhan kusta terutama cara peularan, tanda dan
gejala, pengobatan dan komplikasi, kurangya skrining aktif oleh para kader dan
kurangnya kunjunagn rumah yang dilakukan petugas Puskesmas.
5.2.5. Axis 5 (Aspek Fungsional)
Mampu melakukan tugas sehari-hari tanpa hambatan (Skala fungsional:
Nilai 5)

5.3. Diagnosis Keluarga

5.3.1. Bentuk Keluarga


o Keturunan : Patrilinier
o Perkawinan : Monogami
o Pemukiman : Neolokal
o Jenis anggota keluarga: Nuclear family
o Kekuasaan : Patriakal

5.3.2. Fungsi Keluarga


5.3.2.1. Fisiologis
o Adaptation: 2
An.F mendapatkan dukungan dari keluarganya dalam menghadapi masalah
kesehatan yang dimilikinya
o Partnership: 2
An.F berkomunikasi dan saling membagi masalah yang dialami dengan
keluarganya.
o Growth: 2
An. F mendapat dukungan dari keluarganya dalam melakukan pengobatan.
o Affection: 2
An.F mendapat kasih sayang yang cukup da tetap berinteraksi dengan baik
kepada keluarganya.
o Resolve: 1
An.F sering menghabiskan waktu bersama keluarganya

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 69
Total APGAR: 9 (fungsi keluarga baik)

5.3.2.2. Patologis
o Social
An.F sering berinteraksi dengan teman-teman di sekitarnya.
o Culture
An.F dapat mengkuti budaya, tatakrama dan perilaku sopan santun di
lingkungan tempat tinggalnya.
o Religious
An.F taat melaksanakan sholat.
o Education
An.F masih bersekolah di bangku kelas 4 SD.
o Ekonomi
Status ekonomi keluarga An.F menengah kebawah dan cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
o Medical
An.F memilik BPJS dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang cukup
memadai serta mendapat obat yang sesuai.
Kesimpulan: Ekonomi merupakan masalah patologis keluarga An.F

5.3.3. Coping Score


1. Keluarga tidak mengetahuimasalah.
2. Mengetahui ada masalah, namun tidak mengetauhi solusi
3. Mengetauhi masalah dan solusi, namun belum dapat dilakukan karena keterbatasan
tertentu
4. Mengetauhi masalah, solusi, sebagian sudah dilakukan namun masih perlu
pendampingan.
5. Mengetauhi masalah, solusi, solusi sudah diterapkan seluruhnya dan mandiri.
Coping score keluarga An.F adalah 1

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 70
5.3.4. Siklus Kehidupan Berdasarkan Duvall
1. Tahap awal perkawinan
1 2. Tahap keluarga dengan
2 bayi
8 3. Tahap keluarga dengan
usia anak pra sekolah
3
4. Tahap keluarga
dengan anak usia
4 sekolah
5. Tahap keluarga dengan
anak usia remaja
6. Tahap keluarga dengan
anak-anak
5 meninggalkan keluarga
7. Tahap keluarga usia
menengah
7 8. Tahap keluarga jompo.
6
Gambar 5.1 Siklus Kehidupan Keluarga An.F berdasarkan Duvall

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 71
BAB 6
Rencana Penatalaksanaan Holistik dan Komprehensif

6.1. Axis 1 (Aspek Personal)


Keluhan utama:
- Timbulnya bercak-bercak putih
Keluhan tambahan:
- Bercak putih terasa kebas
- Kulit kering di daerah bercak putih
Rencana Intervensi:
Farmakologi:
- Multivitamin Fervitaltablet 1x1 yang didapatkan dari puskesmas (Vitamin
A, B1, B2, B6, B12, Nicotinamine, Tembaga, Vitamin D, Magnesium,
Zink)
Non Farmakologi:
- Memberikan penjelasan kepada An.F tentang multivitamin
Fervitalberfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

6.2. Axis II (Aspek Klinis)


Diagnosis Kerja: Kusta tipe Multibasilar
Rencana Intervensi:
Obat yang diberikan puskesmas:
Obat MDT-MB dari puskesmas: (selama 1 bulan kedepan)
- Hari ke 1 (1 bulan sekali): 2 kapsul Rifampisin 300 mg, 1 tablet Dapson 100
mg, dan 3 kapsul Klofazimin 100 mg
- Hari ke 2-28: 1 kapsul Klofazimin 50 mg dan 1 tablet Dapson 100 mg setiap
hari
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 72
- Saat ini An.F sudah menjalankan pengobatan bulan ke 11

Non Farmakologi:

- Memberikan edukasi kepada An.F agar minum obat dengan rutin setiap hari
dan kontrol ke puskesmas bila obat akan habis untuk menghindari putus
obat berulang dan timbulnya reaksi kusta.
- Memberi tahu An.F mengenai efek samping obat kusta seperti Rifampisin
yang menyebabkan air seni bewarna merah, Klofazimin menyebabkan kulit
berubah warna menjadi gelap atau hitam, dan Dapson menyebabkan kurang
darah.

Diagnosis Tambahan: Obesitas (Berdasarkan kurva CDC 2000)


Rencana Intervensi
Farmakologi: -
Non Farmakologi:
- Memberikan edukasi kepada An. F untuk menurunkan berat badan dengan
cara pengaturan pola makan berupa pengurangan asupan makanan dan
memilih jenis makanan yang sehat
- Pengurangan asupan kalori pada usia remaja adalah sekitar 300–500 Kkal
(kilokalori) per hari
- Makan besar dikonsumsi 3 kali sehari (pagi, siang, dan malam), dengan 2
sampai 3 kali selingan
- Jumlah makanan besar yang dikonsumsi sekali makan : 2 centong nasi, 1
mangkok sayur, dengan satu atau dua lauk hewani atau nabati
- Sumber zat gizi pada makan besar yaitu didapatkan dari karbohidrat,
protein, lemak dan serat
- Sumber karbohidrat diperoleh dari nasi putih atau kentang
- Sumber protein didapatkan dari ikan (teri, asin, dan bilis, ikan sarden, leleh,
kakap, kembung), kepiting, udang rebon (kering dan segar), hati ayam atau
sapi, daging sapi, dan kerang,
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 73
- Sumber lemak didapatkan dari daging sapi berlemak, minyak goreng, dan
ayam dengan kulit
- Sumber serat didapatkan dari 1 mangkok kecil sayur tanpa kuah dengan
sayur pilihan yaitu bayam, brokoli, dan kembang kol
- Sumber vitamin dan mineral yang harus ditingkatkan untuk menunjang
pertumbuhan An. F sebagai remaja adalah Vitamin D, Kalsium, Fosfor, dan
Zink
- Vitamin D dapat diperoleh dari ikan salmon, sarden, hati ayam, udang,
kuning telur, dan susu
- Kalsium dapat diperoleh dari produk susu dan olahannya seperti keju,
yoghurt, jenis ikan yang bisa dimakan dengan tulangnya (ikan teri, asin, dan
bilis), ikan sarden, keong, kepiting, udang rebon (kering dan segar), brokoli,
bayam, jeruk, dan pisang
- Zink dapat diperoleh dari hati dan daging sapi, kerang, lobster, kacang-
kacangan, dan bayam
- Fosfor dapat diperoleh dari susu, keju, kentang, udang rebon (kering dan
segar), kepiting, kerang, ikan asin, ikan kakap, ikan kembung, ikan sarden,
ikan lele, roti gandum, daging sapi, kembang kol, dan jeruk
- Selingan yang dianjurkan adalah yang dibuat sendiri oleh Ayah atau Ibu An.
F dirumah sebagai contoh pisang goreng atau bisang bakar coklat keju,
puding susu atau yoghurt, bakwan berisi sayur dan udang, risol isi daging
sapi dan keju atau isi sayuran
- Hindari konsumsi makanan dan minuman kemasan seperti berbagai produk
makanan ringan yang dijual dipasaran karena tinggi kalori dan gula serta
tidak mengandung vitamin dan mineral yang menunjang pertumbuhan An. F
- Tingkatkan aktivitas fisik seperti bermain bola bersama teman-teman
disekolah

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 74
Tabel 7.1 Menu anjuran untuk An. F
Menu Sarapan (09:00 WIB) : Nasi putih + Lele goreng + Sayur Bayam + Sambal
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Bahan URT
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Nasi 2
Beras 100 349 6,8 0,7 78,9
centong
1 ekor
Lele
ukuran 60 55,8 10,92 1,32 0
Goreng
sedang
1 mangkok
Bayam 100 45 3,5 0,5 6,5
kecil
Minyak
Kelapa 1 sdm 10 90 0 10 0
Sawit
Subtotal 539,8 21,22 2,52 85,4
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok makan (sdm)

Menu Cemilan (10:00 WIB) : 3 Potong puding ukuran sedang yoghurt


Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(kkal) (g) (g) (g)
Susu coklat 375
1,5 porsi 300 8 5 30
(ultramilk) ml
Yoghurt
(greenfield 1porsi 125 g 140 4,5 4 21
original)
Agar-agar
1/2 bungkus 3,5 g 12,5 0,005 0,01 2,96
swallow)
Subtotal 452,5 12,505 9,01 53,96
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Gram (g), Mililiter (ml)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 75
Menu Makan Siang (12:00 WIB) : Nasi putih + Ikan Sarden + Sayur Bayam + Sambal
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Bahan URT
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Nasi 2
Beras 100 349 6,8 0,7 78,9
centong
1 ekor
Ikan
ukuran 50 166 10,6 13,5 0,5
Sarden
kecil
1 mangkok
Bayam 100 45 3,5 0,5 6,5
kecil
Minyak
Kelapa 1/2 sdm 5 45 0 5 0
Sawit
Subtotal 605 20, 9 19,7 85,9
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok makan (sdm)

Menu Cemilan (10:00 WIB) : 3buah risol isi wortel, dan daging cincang
Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Tepung
5 sdm 50 178,5 4,45 0,65 38,65
Terigu
Telur Ayam 1 butir 50 79 6,4 5,75 0,35
Wortel 3 sdm 30 13,8 0,36 0,09 2,85
Daging sapi
3 sdm 30 50,4 5,88 3 0
tak berlemak
Minyak
½ sdm 5 45 0 5 0
Kelapa Sawit
Subtotal 366,7 17,09 14,49 41,85
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok Makan (sdm)

Menu Makan Malam (12:00 WIB) : Nasi putih + Empal goreng + Sambal + Pisang
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Bahan URT
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Nasi 2
Beras 100 349 6,8 0,7 78,9
centong
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 76
Daging 1 potong
Sapi ukuran 50 134 8,75 11 0
Berlemak sedang
Pisang 2 ukuran
100 110 1,2 0,2 25,8
Ambon sedang
Minyak
Kelapa 1/2 sdm 5 45 0 5 0
Sawit
Subtotal 638 16,75 11,9 104,7
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok makan (sdm)

Tabel 7.2. Selisih antara asupan (menu rekomendasi) dengankonsumsi makan


An.F

Komponen Konsumsi Asupan (menu Selisih


rekomendasi)

Energi 3013,6 kkal 2602 kkal -411,6 kkal

Pr99otein 65,94 gram 88,46 gram + 22,52 gram

Lemak 136,84 gram 57,62 gram -79,22 gram

Karbohidrat 459,5 gram 371,81 gram +215,62 gram

Tabel 7.3. Selisih antara asupan (menu rekomendasi) denganKebutuhan Konsumsi


An. F berdasarkan Panjang Badan Aktual (PBA)

Komponen Asupan (menu Kebutuhan Selisih


rekomendasi) (Berdasarkan
PBA)

Energi 2602 kkal 1625,87 kkal +976,13 kkal(terpenuhi)

Protein 88,46 gram 40,6 gram + 47,86 gram(terpenuhi)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 77
Lemak 57,62 gram 54,2 gram + 3,42 gram(terpenuhi)

Karbohidrat 371,81 gram 243,88 gram +127,83 gram(terpenuhi)

Hasil Intrvensi
- An. F mengerti harus menurunkan berat badan dengan cara mengubah
pola asupan makanan yang ia konsumsi
- An. F mengikuti pola makan yang dianjurkan dari contoh menu makanan
yang dibuat

6.3. Axis III (Aspek Internal)


An.F tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit yang ia derita.
Rencana Intervensi:
- Memberikan edukasi kepada An.F mengenai penyakit kusta seperti definsi,
penyebab, faktor risiko, cara penularan, tanda dan gejala, pengobatan, efek
samping obat, pencegahan penularan, dan komplikasi.
- An. F tidak memiliki pengetahuan mengenai pentingnya kepatuhan minum
obat dan resiko akibat putus obat kusta
Rencana Intervensi:
- Memberikan edukasi kepada An. F mengenai pentingnya kepatuhan minum
obat kusta dan resiko yang terjadi akibat putus obat kusta. Resiko yang
dapat terjadi diantaranya terjadi resistensi obat sehingga dapat mengulang
pengobatan dari awal dan dapat timbul komplikasi yaitu terjadinya reaksi
kusta dan kecacatan
An. F tidur bersama keluarga
Rencana Intervensi
- Memberikan edukasi kepada An. F tentang penularan melalui udara dan
kontak langsung dengan kulit penderita kusta

6.4. Aksis IV (Aspek Eksternal)


Ayahdan Ibu An.F tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit
kusta yang dimiliki An.F
Rencana Intervensi:
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 78
- Memberikan edukasi kepada ibu dan ayah An.F mengenai penyakit kusta
seperti definsi, penyebab, faktor risiko, cara penularan, tanda dan gejala,
pengobatan, efek samping obat, pencegahan penularan, dan komplikasi.

Ayahdan Ibu An. F tidak memiliki pengetahuan mengenai pentingnya kepatuhan


minum obat dan resiko akibat putus obat kusta
Rencana Intervensi:
- Memberikan edukasi kepada Ayahdan Ibu An. F mengenai pentingnya
kepatuhan minum obat kusta dan resiko yang terjadi akibat putus obat
kusta. Resiko yang dapat terjadi diantaranya terjadi resistensi obat sehingga
dapat mengulang pengobatan dari awal dan dapat timbul komplikasi yaitu
terjadinya reaksi kusta dan kecacatan. Serta edukasi mengenai pentingnya
peran Pengawas Menelan Obat (PMO), yang dalam hal ini adalah ibu An.F.
Ayahdan Ibu An.F jarang membuka gorden dan jendela rumah pada ruang
tamu.

Rencana Intervensi:

- Memberi edukasi kepada Ayahdan Ibu An. F tentang cahaya sinar matahari
yang masuk ke dalam rumah yang dapat membunuh kuman
- Memberi edukasi kepada Ayahdan Ibu An. F tentang sirkulasi udara
sehingga dapat terjadi pertukaran udara di dalam rumah

Belum terlaksananya peran ibu An. F sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO)
Rencana Intervensi
- Memberikan edukasi kepada ibu An.F mengenai pentingnya peran
Pengawas Menelan Obat (PMO)
- Memberikan buku catatan yang berisi jadwal minum obat dan pengambilan
obat di Puskesmas kepada ibu An.F sebagai PMO
- Memberikan kotak obat kepada ibu An. F agar An. F tidak lupa untuk
menelan obat setiap hari dan kejadian putus obat tidak berulang

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 79
6.5. Aksis V (Aspek Fungsional)
Pasien mampu melakukan tugas sehari-hari tanpa hambatan (Skala fungsional:
nilai 5)
Rencana Intervensi: -

BAB 7
Intervensi, Hasil Intervensi, dan Prognosis

7.1. Intervensi dan Hasil Intervensi


Kegiatan kunjungan keluarga ke rumah An.F dilakukan beberapa kali yaitu pada
tanggal :
1. Kunjungan Ke-1 : 29 Februari 2020
2. Kunjungan Ke-2 : 4 Maret 2020
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 80
3. Kunjungan Ke-3 : 13 Maret 2020
4. Kunjungan Ke-4 : 18 Maret 2020
Setiap kali kunjungan dilakukan autoanamnesis dan pemeriksaan fisik pada An.
F dan alloanamnesis kepada ibu An.F.

7.1.1. Aksis I (Aspek Personal)


Keluhan :
1. Timbul bercak putih
2. Bercak putih terasa kebas
3. Kulit kering pada daerah bercak
Rencana Intervensi :
Farmakologi :
- Multivitamin Fervital (Vitamin A, B1, B2, B6, B12, Nicotinamine,
Tembaga, Vitamin D, Magnesium, Zinc) tablet 1x1 yang didapatkan
dari Puskesmas

Non Farmakologi :
- Memberikan penjelasan kepada An. F dan kedua orangtuanya bahwa
pemberian Multivitamin Fervitalguna meningkatkan daya tahan tubuh
An. F
Hasil Intervensi :
An. F dan kedua orangtuanya mengerti bahwa Multivitamin yang diberikan
berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh
7.1.2. Aksis II (Aspek Klinis)
1. Diagnosis utama: Kusta tipe Multi Basiler
Rencana Intervensi:
Sesuai obat yang diberikan oleh Puskesmas:
Obat MDT-MB dari Puskesmas : (selama 1 bulan kedepan)
- Hari ke 1 (1 bulan sekali) : 2 kapsul Rifampisin 300 mg, 1 tablet
Dapson 100 mg, dan 3 kasul Klofazimin 100 mg
- Hari ke 2 – 28 : 1 kapsul Klofazimin 50 mg dan 1 tablet Dapson 100 mg
setiap hari

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 81
- Saat ini An. F sedang menjalani pengobatan bulan ke 11
Non Farmakologis:
- Memberikan edukasi kepada An. F dan kedua orang tua agar An.F rutin
minum obat setiap hari dan kontrol ke Puskesmas apabila obat akan
habis untuk menghidari terulangnya kejadia putus obat dan timbulnya
reaksi kusta
- Menjelaskan kepada An. F dan keluarga secara lisan mengenai efek
samping obat seperti Rifampisin menyebabk9an air seni berwarna
merah, Klofazimin menyebabkan kulit berubah warna menjadi gelap
atau hitam, dan Dapson menyebabkan kurang darah, dengan gejala
seperti lemas, letih, dan kulit serta kuku pucat
- Memberikan edukasi kepada ibu An.F mengenai Pengawas Menelan
Obat (PMO)
- Memberikan edukasi terhadap ibu dan An.F mengenai jadwal kontrol ke
puskesmas dan mengambil obat.
Hasil Intevensi:
- Tidak timbul bercak putih yang baru
- An. F dan keluarga mengerti mengenai pentingnya kepatuhan minum
obat secara rutin dan pentingnya kontrol ke Puskesmas bila obat akan
habis untuk menghidari terulangnya kejadian putus obat dan timbulnya
reaksi kusta
- An. F dan keluarga mengerti mengenai efek samping dari obat yang
dikonsumsi oleh An. F
2. Diagnosis tambahan: Obesitas (Berdasarkan kurva CDC 2000)
Rencana intervensi
Farmakologi: -
Non Farmakologi:
- Memberikan edukasi kepada An. F untuk menurunkan berat badan
dengan cara pengaturan pola makan berupa pengurangan asupan
makanan dan memilih jenis makanan yang sehat
- Pengurangan asupan kalori pada usia remaja adalah sekitar 300–500 Kkal
(kilokalori) per hari

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 82
- Makan besar 3 kali sehari (pagi, siang, dan malam), dengan 2 sampai 3
kali selingan
- Jumlah makanan besar yang dikonsumsi sekali makan : 2 centong nasi, 1
mangkok sayur, dengan satu atau dua lauk hewani atau nabati
- Sumber zat gizi pada makan besar yaitu didapatkan dari karbohidrat,
protein, lemak dan serat
- Sumber karbohidrat diperoleh dari nasi putih atau kentang
- Sumber protein didapatkan dari ikan (teri, asin, dan bilis, ikan sarden,
leleh, kakap, kembung), kepiting, udang rebon (kering dan segar), hati
ayam atau sapi, daging sapi, dan kerang,
- Sumber lemak didapatkan dari daging sapi berlemak, minyak goreng, dan
ayam dengan kulit
- Sumber serat didapatkan dari 1 mangkok kecil sayur tanpa kuah dengan
sayur pilihan yaitu bayam, brokoli, dan kembang kol
- Sumber vitamin dan mineral yang harus ditingkatkan untuk menunjang
pertumbuhan An. F sebagai remaja adalah Vitamin D, Kalsium, Fosfor,
dan Zink
- Vitamin D dapat diperoleh dari ikan salmon, sarden, hati ayam, udang,
kuning telur, dan susu
- Kalsium dapat diperoleh dari produk susu dan olahannya seperti keju,
yoghurt, jenis ikan yang bisa dimakan dengan tulangnya (ikan teri, asin,
dan bilis), ikan sarden, keong, kepiting, udang rebon (kering dan segar),
brokoli, bayam, jeruk, dan pisang
- Zink dapat diperoleh dari hati dan daging sapi, kerang, lobster, kacang-
kacangan, dan bayam
- Fosfor dapat diperoleh dari susu, keju, kentang, udang rebon (kering dan
segar), kepiting, kerang, ikan asin, ikan kakap, ikan kembung, ikan
sarden, ikan lele, roti gandum, daging sapi, kembang kol, dan jeruk
- Selingan yang dianjurkan adalah yang dibuat sendiri oleh Ayah atau Ibu
An. F dirumah sebagai contoh pisang goreng atau bisang bakar coklat
keju, puding susu atau yoghurt, bakwan berisi sayur dan udang, risol isi
daging sapi dan keju atau isi sayuran

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 83
- Hindari konsumsi makanan dan minuman kemasan seperti berbagai
produk makanan ringan yang dijual dipasaran karena tinggi kalori dan
gula serta tidak mengandung vitamin dan mineral yang menunjang
pertumbuhan An. F
- Tingkatkan aktivitas fisik seperti bermain bola bersama teman-teman
disekolah

Tabel 7.1 Menu anjuran untuk An. F


Menu Sarapan (09:00 WIB) : Nasi putih + Lele goreng + Sayur Bayam + Sambal
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Bahan URT
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Nasi 2
Beras 100 349 6,8 0,7 78,9
centong
1 ekor
Lele
ukuran 60 55,8 10,92 1,32 0
Goreng
sedang
1 mangkok
Bayam 100 45 3,5 0,5 6,5
kecil
Minyak
Kelapa 1 sdm 10 90 0 10 0
Sawit
Subtotal 539,8 21,22 2,52 85,4
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok makan (sdm)
Menu Cemilan (10:00 WIB) : 3 Potong puding ukuran sedang yoghurt
Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(kkal) (g) (g) (g)
Susu coklat 375
1,5 porsi 300 8 5 30
(ultramilk) ml
Yoghurt
(greenfield 1porsi 125 g 140 4,5 4 21
original)
Agar-agar
1/2 bungkus 3,5 g 12,5 0,005 0,01 2,96
swallow)
Subtotal 452,5 12,505 9,01 53,96
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Gram (g), Mililiter (ml)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 84
Menu Makan Siang (12:00 WIB) : Nasi putih + Ikan Sarden + Sayur Bayam + Sambal
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Bahan URT
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Nasi 2
Beras 100 349 6,8 0,7 78,9
centong
1 ekor
Ikan
ukuran 50 166 10,6 13,5 0,5
Sarden
kecil
1 mangkok
Bayam 100 45 3,5 0,5 6,5
kecil
Minyak
Kelapa 1/2 sdm 5 45 0 5 0
Sawit
Subtotal 605 20, 9 19,7 85,9
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok makan (sdm)

Menu Cemilan (10:00 WIB) : 3buah risol isi wortel, dan daging cincang
Bahan URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Tepung
5 sdm 50 178,5 4,45 0,65 38,65
Terigu
Telur Ayam 1 butir 50 79 6,4 5,75 0,35
Wortel 3 sdm 30 13,8 0,36 0,09 2,85
Daging sapi
3 sdm 30 50,4 5,88 3 0
tak berlemak
Minyak
½ sdm 5 45 0 5 0
Kelapa Sawit
Subtotal 366,7 17,09 14,49 41,85
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok Makan (sdm)

Menu Makan Malam (12:00 WIB) : Nasi putih + Empal goreng + Sambal + Pisang
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Bahan URT
(g) (kkal) (g) (g) (g)
Beras Nasi 2 100 349 6,8 0,7 78,9
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 85
centong
Daging 1 potong
Sapi ukuran 50 134 8,75 11 0
Berlemak sedang
Pisang 2 ukuran
100 110 1,2 0,2 25,8
Ambon sedang
Minyak
Kelapa 1/2 sdm 5 45 0 5 0
Sawit
Subtotal 638 16,75 11,9 104,7
Keterangan : Ukuran Rumah Tangga (URT), Sendok makan (sdm)

Tabel 7.2. Selisih antara asupan (menu rekomendasi) dengankonsumsi makan


An.F

Komponen Konsumsi Asupan (menu Selisih


rekomendasi)

Energi 3013,6 kkal 2602 kkal -411,6 kkal

Pr99otein 65,94 gram 88,46 gram + 22,52 gram

Lemak 136,84 gram 57,62 gram -79,22 gram

Karbohidrat 459,5 gram 371,81 gram +215,62 gram

Tabel 7.3. Selisih antara asupan (menu rekomendasi) denganKebutuhan Konsumsi


An. F berdasarkan Panjang Badan Aktual (PBA)

Komponen Asupan (menu Kebutuhan Selisih


rekomendasi) (Berdasarkan
PBA)

Energi 2602 kkal 1625,87 kkal +976,13 kkal(terpenuhi)

Protein 88,46 gram 40,6 gram + 47,86 gram(terpenuhi)

Lemak 57,62 gram 54,2 gram + 3,42 gram(terpenuhi)

Karbohidrat 371,81 gram 243,88 gram +127,83 gram(terpenuhi)


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 86
Hasil Intrvensi
- An. F mengerti harus menurunkan berat badan dengan cara mengubah
pola asupan makanan yang ia konsumsi
- An. F mengikuti pola makan yang dianjurkan dari contoh menu makanan
yang dibuat

7.1.3. Aksis III (Aspek Internal)


An.F tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit yang ia
derita.
Rencana Intervensi:
- Memberikan edukasi kepada An.F mengenai penyakit kusta seperti
definsi, penyebab, faktor risiko, cara penularan, tanda dan gejala,
pengobatan, efek samping obat, pencegahan penularan, dan komplikasi.

Hasil Intervensi
- An. F mengerti serta dapat memahami tentang penyakit kusta seperti
definisi, penyebab, faktor resiko, cara penularan, tanda dan gejala,
pengobatan, efek samping obat, pencegahan penularan, dan komplikasi
kusta

An. F tidak memiliki pengetahuan mengenai pentingnya kepatuhan minum


obat dan resiko akibat putus obat kusta
Rencana Intervensi:
- Memberikan edukasi kepada An. F mengenai pentingnya kepatuhan
minum obat kusta dan resiko yang terjadi akibat putus obat kusta. Resiko
yang dapat terjadi diantaranya terjadi resistensi obat sehingga dapat
mengulang pengobatan dari awal dan dapat timbul komplikasi yaitu
terjadinya reaksi kusta dan kecacatan
Hasil Intervensi:

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 87
- An. F mengerti serta dapat memahami tentang pentingnya kepatuhan
minum obat kusta dan resiko yang dapat terjadi akibat terulangnya
kejadian putus obat. Sekarang An. F selalu minum obat setiap hari dan
tidak lagi mengeluh karena bosan.
An. F tidur bersama keluarga
Rencana Intervensi
- Memberikan edukasi kepada An. F tentang penularan melalui udara dan
kontak langsung dengan kulit penderita kusta
Hasil Intervensi
- Memahami tentang penularan melalui udara dan kontak langsung dengan
kulit penderita kusta

7.1.4. Aksis IV (Aspek Eksternal)


Ayahdan Ibu An.F tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit
kusta yang dimiliki An.F
Rencana Intervensi:
- Memberikan edukasi kepada Ayahdan Ibu An.F mengenai penyakit kusta
seperti definsi, penyebab, faktor risiko, cara penularan, tanda dan gejala,
pengobatan, efek sampin obat, pencegahan penularan, dan komplikasi.
Hasil Intervensi
- Keluarga An. F mengerti serta dapat memahami mengenai penyakit kusta
seperti definsi, penyebab, faktor risiko, cara penularan, tanda dan gejala,
pengobatan, efek samping obat, pencegahan penularan, dan komplikasi.

Ayah dan Ibu An. F tidak memiliki pengetahuan mengenai pentingnya


kepatuhan minum obat dan resiko akibat putus obat kusta
Rencana intervensi:
- Memberikan edukasi kepada Ayah dan Ibu An. F mengenai pentingnya
kepatuhan minum obat kusta dan resiko yang terjadi akibat putus obat
kusta. Resiko yang dapat terjadi diantaranya terjadi resistensi obat
sehingga dapat mengulang pengobatan dari awal dan dapat timbul
komplikasi yaitu terjadinya reaksi kusta dan kecacatan. Serta edukasi

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 88
mengenai pentingnya peran Pengawas Menelan Obat (PMO), yang
dalam hal ini adalah ibu An.F.
Hasil intervensi:
- Ayah dan Ibu An. F mengerti serta dapat memahami tentang pentingnya
kepatuhan minum obat kusta dan adanya PMO, serta resiko yang dapat
terjadi akibat terulangnya kejadian putus obat.

Ayah dan Ibu An.F jarang membuka gorden dan jendela rumah pada ruang
tamu.
Rencana Intervensi:
- Memberi edukasi kepada Ayahdan Ibu An. F tentang cahaya sinar
matahari yang masuk ke dalam rumah yang dapat membunuh kuman
- Memberi edukasi kepada Ayahdan Ibu An. F tentang sirkulasi udara
sehingga dapat terjadi pertukaran udara di dalam rumah
Hasil Intervensi:
- Ayah dan Ibu An. F membuka jendela rumahnya setiap hari agar cahaya
sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah yang dapat membunuh
kuman
- An. F dan Ayah dan Ibu mengerti tentang pentingnya sirkulasi udara
sehingga dapat terjadi pertukaran udara didalam rumah

Belum terlaksananya peran ibu An. F sebagai Pengawas Menelan Obat


(PMO)
Rencana Intervensi
- Memberikan edukasi kepada ibu An.F mengenai pengawas menelan obat
(PMO)
- Memberikan buku catatan yang berisi jadwal minum obat setiap hari dan
pengambilan obat di Puskesmas kepada ibu An.F sebagai PMO
- Memberikan kotak obat (berisi 7 kotak untuk diisi satu obat untuk setiap
harinya) kepada ibu An. F agar An. F tidak lupa untuk menelan obat
setiap hari dan kejadian putus obat tidak berulang

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 89
Hasil Intervensi
- Ibu An.F mengerti dan memahami mengenai pentingnya peran PMO
- Ibu An. F setiap hari melakukan PMO pada An. F
- Ibu An. F menaruh obat dikotak obat yang telah diberikan dan tidak lupa
memberikan kepada An. F untuk dikonsumsi setiap hari
- Ibu An. F setiap hari mencatat pemberian obat kepada An. F di buku
catatan jadwal minum obat yang telah diberikan
- Ibu dan An. F memahami dan mengetahui jadwal kontrol ke Puskesmas
dan mengambil obat
-
7.1.5. Aksis V (Aspek Fungsional)
Pasien mampu melakukan tugas sehari-hari tanpa hambatan (Skala
fungsional: nilai 5)
Rencana Intervensi: -

7.2. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 90
BAB 8
Kesimpulan dan Saran

8.1. Kesimpulan

1. Sumber penularan yang dialami oleh An. F belum diketahui secara pasti,
namun diduga sumber penularan berasal dari lingkungan sekitar tempat
tinggal pasien.
2. Terputusnya pengobatan kusta pada An. F adalah karena bosan minum obat
dan tidak mau periksa ke Puskesmas karena menurutnya waktu pemeriksaan
membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu dan belum terlaksananya
peran ibu An. F sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO)
3. Faktor internal dan eksternal menurut Mandala of Health yang menyebabkan
belum sembuhnya kusta pada An. F adalah :
Faktor Internal:
- An.F dan kleuarga tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang
penyakit yang ia derita
- An. F tidak memiliki pengetahuan mengenai pentingnya kepatuhan
minum obat dan resiko akibat putus obat kusta
- An.F tidur dengan kedua orang tuanya di kamar tidur yang sekaligus
menjadi ruang keluarga.
Faktor Eksternal:
- Ibu dan ayah An.F tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang
penyakit kusta yang dimiliki An.F.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 91
- Ibu dan ayah An. F tidak memiliki pengetahuan mengenai pentingnya
kepatuhan minum obat dan resiko akibat putus obat kusta.
- Ibu dan ayah An.F jarang membuka gorden dan jendela rumah pada
ruang tamu.

4. Alternative jalan keluar atas permasalahan kesehatan An. F adalah :


Faktor Internal:
- Memberikan edukasi kepada An.F mengenai penyakit kusta seperti
definsi, penyebab, faktor risiko, cara penularan, tanda dan gejala,
pengobatan, efek samping obat, pencegahan penularan, dan komplikasi.
- Memberikan edukasi kepada An. F mengenai pentingnya kepatuhan
minum obat kusta dan resiko yang terjadi akibat putus obat kusta. Resiko
yang dapat terjadi diantaranya terjadi resistensi obat sehingga dapat
mengulang pengobatan dari awal dan dapat timbul komplikasi yaitu
terjadinya reaksi kusta dan kecacatan.
- Memberikan edukasi kepada An. F tentang penularan melalui udara dan
kontak langsung dengan kulit penderita kusta.
Faktor Eksternal:
- Memberikan edukasi kepada ibu dan ayah An.F mengenai penyakit kusta
seperti definsi, penyebab, faktor risiko, cara penularan, tanda dan gejala,
pengobatan, efek samping obat, pencegahan penularan, dan komplikasi.
- Memberikan edukasi kepada ibu An. F mengenai pentingnya kepatuhan
minum obat kusta dan resiko yang terjadi akibat putus obat kusta. Risiko
yang dapat terjadi diantaranya terjadi resistensi obat sehingga dapat
mengulang pengobatan dari awal dan dapat timbul komplikasi yaitu
terjadinya reaksi kusta dan kecacatan. Serta edukasi mengenai
pentingnya peran Pengawas Menelan Obat (PMO), yang dalam hal ini
adalah ibu An.F
- Memberi edukasi tentang cahaya sinar matahari yang masuk ke dalam
rumah yang dapat membunuh kuman.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 92
- Memberi edukasi tentang sirkulasi udara sehingga dapat terjadi
pertukaran udara di dalam rumah.

5. Hasil intervensi atas permasalahan kesehatan An. F adalah:


Faktor Internal:
- An. F mengerti serta dapat memahami tentang penyakit kusta seperti
definisi, penyebab, faktor risiko, cara penularan, tanda dan gejala,
pengobatan, efek samping obat, pencegahan penularan, dan komplikasi
kusta
- An. F mengerti serta dapat memahami tentang pentingnya kepatuhan
minum obat kusta dan resiko yang dapat terjadi akibat terulangnya
kejadia putus obat. Sekarang An. F selalu minum obat setiap hari dan
tidak lagi mengeluh karena bosan
- Memahami tentang penularan melalui udara dan kontak langsung dengan
kulit penderita kusta
Faktor Eksternal:
- Ibu dan ayah An. F mengerti serta dapat memahami mengenai penyakit
ku9sta seperti definsi, penyebab, faktor risiko, cara penularan, tanda dan
gejala, pengobatan, efek samping obat, pencegahan penularan, dan
komplikasi.
- Ibu An. F mengerti serta dapat memahami tentang pentingnya kepatuhan
minum obat kusta dan adanya PMO, serta resiko yang dapat terjadi
akibat terulangnya kejadian putus obat.
- Ibu dan ayah An. F membuka jendela rumahnya setiap hari agar cahay
sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah yang dapat membunuh
kuman
- An. F dan kedua orang tua mengerti tentang pentingnya sirkulasi udara
sehingga dapat terjadi pertukaran udara didalam rumah

8.2. Saran

1. Saran untuk pasien dan keluarga

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 93
- Memberitahukan kepada An. F dan kedua orangtua agar An. F dapat
meminum obat secara teratur dan rutin kontrol ke Puskesmas hingga
sembuh dan pengobatan dinyatakan telah selesai, jika suatu saat timbul
keluhan atau gejala lain segera berobat ke Puskesmas
- Memberitahukan An. F untuk menjaga kesehatan dengan mengonsumsi
makanan bergizi, terutama mengingat status gizi An. F adalah obesitas
dengan cara mengganti sumber makanan dengan yang kaya akan vitamin
dan mineral yang menunjang pertumbuhan An. F sebagai remaja yaitu
seperti Kalsium, Vitamin D, Fosfor, dan Zink serta meningkatkan
aktivitas fisik
- Memberitahukan kepada An. F dan keluarga tentang pentingnya
pencegahan penyakit kusta agar tidak menularkan ke orang disekitarnya
- Memberitahukan kedua orangtua An. F untuk dapat memberikan
semangat kepada An. F untuk dapat minum obat hingga tuntas guna
mencegah terulangnya kejadian putus obat yang dialami sebelumnya
yaitu akibat bosan minum obat
- Memberitahukan kepada ibu An.F untuk datang ke Puskesmas lebih awal
sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu
pemeriksaan dan pengambilan obat
- Memberitahukan kedua orangtua An. F untuk dapat berkerjasama dalam
mengingatkan An. F untuk minum obat secara teratur dan kepada Ibu
An. F selaku PMO agar dapat mengawasi An. F setiap hari dalam
menelan obat kusta
- Pengambilan obat si Puskesmas dilakukan 5 hari sebelum obat habis
2. Saran untuk tim selanjutnya
- Mementau kembali keluhan bercak pada An. F apakah timbul lagi atau
tidak, dan memonitor apakah timbul komplikasi dan efek samping obat
- Memantau kembali kepatuhan minum obat An. F sehingga dapat minum
obat hingga tuntas dan kejadian putus obat tidak terulang kembali
- Melanjutkan dan mengevaluasi hasil intervensi pada An. F
3. Saran untuk Puskesmas

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 94
- Menyarankan Puskesmas untuk memberikan penyuluhan mengenai kusta
secara berkala untuk meningkatkan prmotif serta preventif penyakit kusta
- Menyarankan Puskesmas untuk melakukan kunjungan rumah bagi pasien
yang tidak datang untuk kontrol dan mengambil obat dan untuk
memantau perkembangan penyakit serta kepatuhan berobat pasien kusta
sehingga tidak terulang kembali kejadian putus obat pada pasien kusta
- Menyarankan dilakukannya pemeriksaan kerokan kulit di akhir
pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy Of Family Physicians. (2020). Family Medicine, Definition Of.


[online] Available at: (https://www.aafp.org/about/policies/all/family-medicine-
definition.html) [Accessed 14 March 2020].
Azwar, A., (1995). Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Yayasan
Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
________, (1997). Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Jakarta: Ikatan Dokter
Indonesia.
Brown, R. and Burns, T., (2002). Lecture Notes Dermatologi. 8th ed. Jakarta: Erlangga,
pp.20-21.
Center for Disease Control and Prevention, (2000).Clinical Growth Charts| CDC.
[online] Available at: (https://www.cdc.gov/growthcharts/clinical_charts.htm)
[Accessed 24 March 2020].
Center for Disease Control and Prevention, (2020). Hansen's Disease (Leprosy) | CDC.
[online] Available at: (https://www.cdc.gov/leprosy/index.html) [Accessed 14
March 2020].
Daili, E. and Menaldi, S., (2003). Kusta. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, p.87-88.
Dinas Kesehatan Provinsi Banten, (2016). Profil Kesehatan Provinsi Banten. Banten:
Dinas Kesehatan Provinsi Banten. p.19-20

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 95
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, (2012).
Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Kementerian Republik
Indonesia.

Docplayer.info. (2020). BAB I LATAR BELAKANG KEBIJAKSANAAN


PEMBERANTASAN PENYAKIT KUSTA - PDF Free Download. [online] Available
at: <https://docplayer.info/35716132-Bab-i-latar-belakang-kebijaksanaan-
pemberantasan-penyakit-kusta.html> [Accessed 24 March 2020].

Fitzpatrick, T., Goldsmith, L. and Wolff, K., (2012). Fitzpatrick's Dermatology In


General Medicine. New York: McGraw-Hill.

Girão, R., Soares, N., Pinheiro, J., Oliveira, G., de Carvalho, S., de Abreu, L., Valenti,
V. and Fonseca, F., 2013. Leprosy treatment dropout: a sistematic review.
International Archives of Medicine, [online] 6(1), p.34. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24000954> [Accessed 27 March 2020].

Kahawita, I., Walker, S. and Lockwood, D., (2008). Leprosy type 1 reactions and
erythema nodosum leprosum. Anais Brasileiros de Dermatologia, 83(1), pp.75-82.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2018). Pusat Data Dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI Kusta. Jakarta, pp.3-7.
___________________________________, (2019). Hapuskan Stigma Dan
Diskriminasi Terhadap Kusta. Jakarta: PUSDATIN KEMENKES RI.
Menaldi, S., (2016). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: 2. Menaldi
SLSW. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ed 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2016., pp.88-89.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Penanggulangan Kusta.
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia, (2003). Dokter Keluarga Sebagai Tulang
Punggung Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia,
pp.27-34.
Puskesmas Teluk Naga. (2019). Data Kesehatan Puskesmas Teluk Naga. Tanggerang
Smith, D., (2020). Leprosy: Background, Pathophysiology, Epidemiology. [online]
Emedicine.medscape.com. Available at:
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 96
(https://emedicine.medscape.com/article/220455-overview) [Accessed 14 March
2020].
Widoyono, (2008). Penyakit Tropis Epidemilogi, Penularan, Pencegahan, Dan
Pemberantasan. Semarang: Erlangga.
Wisnu, IM., Sjamsoe-Daili ES.,Menaldi SL., (2015).Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
7thed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
World Health Oragnization. 2005. Elimination Of Leprosy As A Public Health Problem.
[online] Available at: (http://who.int.com/lep/stat2002/global02.html) [Accessed 14
March 2020].

World Health Oragnization. 2018. Leprosy: new data show steady decline in new

cases. [online] Available at:


(https://www.who.int/neglected_diseases/news/Leprosy-new-data-show-steady-
decline-in-new-cases/en/) [Accessed 24 March 2020].

LAMPIRAN

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 97
Lampiran 1. Jalan menuju rumah An.F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 98
Lampiran 2. Rumah An.F tampak depan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 99
Lampiran 3. Tempat sumber mata air bersih rumah An. F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 100
Lampiran 4. Alur Pembuangan ke Selokan di depan rumah An.F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 101
Lampiran 5. Ruang tamu An.F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 102
Lampiran 6. Ruang keluarga dan kamar tidur An.F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 103
Lampiran 7. Dapur An.F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 104
Lampiran 8. Kamar mandi An.F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 105
Lampiran 9. Kali di dekat rumah An.F
Lampiran 10. Tempat pembuangan sampah dipinggir kali dekat dengan
rumah An.F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 106
Lampiran 11. Pemeriksaan Fisik kepada An.F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 107
Lampiran 12. Obat An. F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 108
Lampiran 13. Edukasi mengenai kusta kepada ibu An.F

Lampiran 14. Edukasi mengenai jadwal pemberian obat An.F

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 109
Lampiran 15. Penyerahan jadwal minum obat, mini notes, dan kotak obat

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 110
Lampiran 16. Isi mini notes

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 111
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 112
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran universitas Tarumanagara
Periode 10 Januari 2020 – 4 April 2020 113

Anda mungkin juga menyukai