Anda di halaman 1dari 61

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA NY.

X TERUTAMA
PADA AN. T DENGAN MASALAH GASTRITIS PADA TAHAP
PERKEMBANGAN KELUARGADENGAN ANAK DEWASA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANTANG KOTA MEDAN
TAHUN 2023

Disusun oleh:
Erin Yohana Pakpahan (220202021)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan kepada penulis dan atas berkah rahmat dan karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan asuhan keperawatan ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Ny. X Terutama Pada An. T Dengan
Masalah Gastritis Pada Tahap Perkembangan Keluarga Dengan Anak
Dewasa Di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang Kota Medan Medan Tahun
2023 ”
Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan
terimakasih yang terhormat Bapak/Ibu:
1. Dr. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia
3. Taruli Rohana Sinaga SP, MKM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns. Marthalena Simamora, S.Kep, M.Kep, selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara
Indonesia
5. Ns. Jek Amidos Pardede, M.Kep, Sp. Kep.J, selaku Koordinator Profesi Ners
6. dr. Fauziah, selaku Kepala Puskesmas Rantang Kota Medan
7. Ns. Nurma Ningsih, S.Kep., selaku Preseptor Klinik Puskesmas Rantang Kota
Medan
8. Ns. Rumondang Gultom, M.KM, selaku Koordinator Stase Keperawatan
Keluarga dan Komunitas
9. Ns. Siska Evi Simanjuntak, MNS, selaku Dosen Pembimbing Stase
Keperawatan Keluarga dan Komunitas
10. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Dosen Pembimbing Stase
Keperawatan Keluarga dan Komunitas
11. Ns. Masri Saragih, M.Kep, selaku Dosen Pembimbing Stase Keperawatan
Keluarga dan Komunitas
12. Ns. Adventy Riang Bevy Gulo, M.Kep, selaku Dosen Pembimbing Stase
Keperawatan Keluarga dan Komunitas
13. Seluruh staff pegawai Puskesmas Rantang, yang telah memberikan dukungan
kepada penulis untuk menyelesaikan tugas asuhan keperawatan ini
14. Serta terimakasih kepada teman-teman Mahasiswa/i Prodi Ners Universitas
Sari Mutiara Indonesia yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada
penulis untuk menyelesaikan tugas asuhan keperawatan ini. Penulis menyadari
bahwa penyusunan makalah ini masih memiliki kekurangan sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
dalam rangka penyempurnaan asuhan keperawatan ini dan dapat bermanfaat
bagi semua pihak khususnya dalam bidang keperawatan. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih.

Medan, 05 Mei 2023

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut dan kronik (Aspitasari & Taharuddin, 2020). Masyarakat
pada umumnya mengenal gastritis dengan sebutan penyakit maag yaitu penyakit
yang menurut mereka bukan suatu masalah yang besar, gastritis terjadi pada
semua usia mulai dari anak-anak, remaja, dewasa sampai tua (Jannah, 2020).
Gastritis disebabkan salah satunya karena sikap penderita gastritis yang tidak
memperhatikan kesehatannya, terutama makanan yang dikonsumsi setiap harinya
(Suprapto, 2020). Gastritis dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, karena
penderita akan merasa nyeri dan rasa sakit tidak nyaman pada perut (Nur, 2021).

Banyak penderita gastritis itu berawal dari kesibukan yang berlebihan sehingga
mengakibatkan seseorang lupa makan (Danu, Putra, Diana, & Sulistyowati, 2019).
Terkadang gejala gastritis pada awalnya diabaikan saja, padahal jika penyakit
gastritis itu dibiarkan maka bias terjadi kondisi komplikasi yang cukup parah
(Danu et al., 2019). Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas faktor
internal yaitu adanya kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang
berlebihan, dan zat ekstrenal yang menyebabkan iritasi dan infeksi (Handayani &
Thomy, 2018).
Berdasarkan faktor resiko gastritis adalah menggunakan obat aspririn atau
antiradang non stroid, infeksi kuman helicobacterpylori, memiliki kebiasaan
minum minuman beralkohol, memiliki kebiasaan merokok, sering mengalami
stress, kebiasan makan yaitu waktu makan yang tidak teratur, serta terlalu banyak
makan makanan yang pedas dan asam (Eka Fitri Nuryanti, 2021). Gastritis
biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan awal
dari sebuah penyakit yang dapat menyusahkan. Persentase dari angka kejadian
gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8% (Mustakim & Rimbawati,
2021).

Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan
prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk (Handayani & Thomy,
2018). Secara Nasional, Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di
Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa
penduduk. Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan RI dan angka kejadian gastritis tertinggi mencapai 91,6%
yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%,
Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5% , Palembang 35,35%, Aceh 31,7%,
dan Pontianak 31,2 % , sedangkan di Sumatra utara angka kesakitan cukup besar
91,6%. (Ilham Syahputra Siregar, 2016).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas


Rantang Kota Medan Tahun 2023 bahwa jumlah penderita pada tahun 2017
mencapai total 702 penderita dan Penyakit Gastritis berada di posisi ke 5 di UPTD
Puskesmas Rantang Kota Medan. Selanjutnya dari hasil wawancara yang di
lakukan penulis pada keluarga binaan yang menderita gastritis secara wawancara
pada tanggal 05 Mei 2023, dan dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa
pasien kurang mengetahui tentang pencegahan gastritis dan kurang mengetahui
tentang pencegahan gastritis, tetapi tidak mengetahui secara umum tentang
pencegahan gastritis tersebut.
Upaya pencegahan kekambuhan yang dapat dilakukan terhadap penyakit gastritis
meliputi memodifikasi diet, hilangkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol,
memperbanyak olahraga, manajemen stress (Harefa, 2021). Makan dalam jumlah
kecil tetapi sering serta memperbanyak makan makanan yang mengandung
tepung, seperti nasi, jagung, dan roti akan menormalkan produksi asam lambung,
serta menghindari makanan yang dapat megiritasi terutama makanan yang pedas,
asam, digoreng atau berlemak (Nofriadikal Putra, 2018). Tingginya
mengkonsumsi alkohol dapat megiritasi dan mengikis lapisan mukosa dalam
lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan. Bahaya penyakit
gastritis jika dibiarkan terus menerus akan merusak fungsi lambung dan dapat
meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung hingga menyebabkan
kematian (Rondonuwu, 2014).

Dampak dari gastritis biasa mengalami komplikasi seperti perdarahan saluran


cerna bagian atas, hematemesis dan melena (anemia), ulkus peptikum perforasi
(Hernanto, 2018). Upaya pencegahan kekambuhan yang dapat dilakukan terhadap
penyakit gastritis meliputi memodifikasi diet, hilangkan kebiasaan mengkonsumsi
alkohol, memperbanyak olahraga, manajemen stres (Harefa, 2021). Salah satu
cara untuk mecegah terjadinya gastritis yaitu biasakan makan dengan teratur,
kunyah makanan dengan baik, jangan makan terlalu banyak, jangan berbaring
setelah makan, kurangi makan yang pedas dan asam, kurangi menyantap makanan
yang menimbulkan gas, jangan makan makanan yang telalu dingin dan panas,
mengurangi makanan yang digoreng, kurangi konsumsi cokelat. Selain itu kurangi
stres dan hindari makanan yang memicu timbulnya gastritis (Ratu & Adwan,
2013).

Berdasarkan latar belakang dan masalah tersebut maka penulis tertarik untuk
mengambil kasus asuhan keperawatan keluarga pada An. T dengan masalah
gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang Tahun 2023.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga Ny. X pada An. T dengan
masalah gastrirtis yang dumulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dan
pendokumentasian.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah gastritis pada
An. T di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang Kota Medan Tahun 2023.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan dengan masalah gastritis pada An.
T di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang Kota Medan Tahun 2023.
2. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan dengan masalah gastritis pada An.
T di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang Kota Medan Tahun 2023.
3. Mampu merencanakan tindakan keperawatan dengan masalah gastritis pada An.
T di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang Kota Medan Tahun 2023.
4. Mampu melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan masalah gastritis pada
An. T di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang Kota Medan Tahun 2023.
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan dengan masalah gastritis pada An. T
di Wilayah Kerja Puskesmas Rantang Kota Medan Tahun 2023.

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Teori Keluarga


2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh perkawinan,
adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya
yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari
individu-individu yang ada di dalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling
ketegantungan untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga adalah suatu sistem
sosial yang terdiri dari individu-individu yang bergabung dan berinteraksi secara
teratur antara satu dengan yang lain diwujudkan dengan adanya saling
ketergantungan dan berhubungan untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga
adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang masing-
masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik,
kakak dan nenek (Sulistyo Andarmo, 2018). Menurut Sari (2018), Keluarga
adalah sebuah kelompok yang tediri dari dua orang atau lebih yang masing-
masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik,
kakak, dan nenek dan sebuah sistem sosial yang terdiri dari kumpulan beberapa
komponen yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya keluarga atau
individu yang tinggal dalam satu rumah yang terikat dalam suatu pernikahan atau
adanya ikatan darah.

2.1.2 Struktur Dalam Keluarga


Maria H. Bakri, 2017 menjelaskan bahwa struktur dalam keluarga terbagi menjadi
empat yaitu:
1.Pola komunikasi keluarga
Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam sebuah hubungan, tak hanya
bagi keluarga melainkan berbagai macam hubungan. Tanpa ada komunikasi, tidak
akan ada hubungan yang dekat dan hangat, atau bahkan tidak akan saling
mengenal. Di dalam keluarga, komunikasi yang dibangun akan menentukan
kedekatan antara anggota keluarga. Pola komunikasi ini juga bisa menjadi salah
satu ukuran kebahagiaan sebuah keluarga. Di dalam keluarga, ada interaksi yang
berfungsi dan ada yang tidak berfungsi.

Pola interaksi yang berfungsi dalam keluarga memilki karakteristik a) terbuka,


jujur, berpikiran positif dan selalu berupaya menyelesaikan konflik keluarga; b)
komunikasi berkualitas antara pembicara dan pendengar. Dalam pola komunikasi,
hal ini biasa disebut dengan stimulus –respon. Dengan pola komunikasi yang
berfungsi dengan baik ini, penyampai pesan (pembicara) akan mengemukakan
pendapat, meminta dan menerima umpan balik. Sementara dari pihak seberang,
penerima pesan selalu dalam kondisi siap mendengarkan, memberi umpan balik,
dan melakukan validasi.

Sementara bagi keluarga dengan pola komunikasi yang tidak berfungsi dengan
baik akan menyebabkan berbagai persoalan, terutama beban psikologis bagi
anggota keluarga. Karakteristik dari pola komunikasi ini antara lain:
a) fokus pembicaraan hanya pada satu orang misalnya kepala keluarga yang
menjadi penentu atas segala apa yang terjadi dan dilakukan anggota keluarga;
b) tidak hanya diskusi di dalam rumah, seluruh anggota keluarga hanya meyetujui;
c) hilangnya empati di dalam keluarga karena masing-masing anggota keluarga
tidak bisa menyatakan pendapatnya. Akibat dari pola komunikasi dan pola asuh
ini akhirnya komunikasi dalam keluarga menjadi tertutup.

1.Struktur peran
Setiap individu dalam masyarakat memiliki perannya masing-masing. Satu sama
lain relatif berbeda tergantung pada kapasitasnya. Begitu pula dalam sebuah
keluarga. Seorang anak tidak mungkin berperan sama dengan bapak atau ibunya.
Struktur peran merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan
posisi sosial yang diberikan. Bapak berperan sebagai kepala rumah tangga, ibu
berperan dalam wilayah domestik, anak dan lain sebagainya memiliki peran
masing-masing dan diharapkan saling mengerti dan mendukung. Selain peran
pokok tersebut, adapula peran informal. Peran ini dijalankan dalam kondisi
tertentu atau sudah menjadi kesepakatan antar anggota keluarga. Misalnya
seorang suami memperbolehkan istrinya bekerja di luar rumah, maka istri telah
menjalankan peran informal. Begitu pula sebaliknya, suami juga tidak segan
mengerjakan peran informalnya dengan membantu istri mengurus rumah.

2.Struktur kekuatan
Struktur kekuatan keluarga menggambarkan adanya kekuasan atau kekuatan
dalam sebuah keluarga yang digunakan untuk mengendalikan dan mempengaruhi
anggota keluarga. Kekuasan ini terdapat pada individu di dalam keluarga untuk
mengubah perilaku anggotanya ke arah postif, baik dari sisi perilaku maupun
kesehatan. Ketika seseorang memilki kekuatan, maka ia sesungguhnya mampu
mengendalikan sebuah interaksi. Kekuatan ini dapat dibangun dengan berbagai
cara. Selain itu, ada beberapa faktor yang mendasari terjadinya struktur kekuatan
keluarga.
a. Legitimate power ( kekuatan/wewenang yang sah)
Dalam konteks keluarga, kekuatan ini sebenarnya tumbuh dengan sendiri,
karna ada hirarki yang merupakan konstruk masyarakat kita. Seorang kepala
keluarga adalah pemegang kekuatan interaksi dalam keluarga. Ia memilki hak
untuk mengontrol tingkah laku anggota keluarga lainnya, terutama pada anak-
anak.
b. Referent power
Dalam masyarakat kita, orangtua adalah panutan utama dalam keluarga
terlebih posisi ayah sebagai kepala keluarga. Apa yang dilakukan ayah akan
menjadi contoh baik oleh pasangannya maupun anak-anaknya. Misalnya
untuk mengajari anak melaksanakan ibadah, tidak perlu dengan kemarahan.
Dengan cara orangtua senantiasa beribadah, anak akan mengikuti dengan
sendirinya. Anak akan belar dari apa yang dilihatnya.
c. Reward power
Kekuasan penghargaan berasal dari adanya harapan bahwa orang yang
berpengaruh dan dominan akan melakukan sesuatu yang postif terhadap
ketaatan seseorang. Imbalan menjadi hal penting untuk memberikan pengaruh
kekuatan dalam keluarga. Hal ini tentu sering terjadi di masyarakat kita, yang
menjanjikan hadiah untuk anaknya jika berhasil meraih nilai terbaik dalam
sekolah. Dengan hadiah tersebut, anak akan berusaha untuk menjadi anak
yang terbaik agar keinginannya terhadap yang dijanjikan orangtua dapat
terpenuhi.
d. Coercive power
Ancaman dan hukuman menjadi pokok dalam membangun kekuatan keluarga.
Kekuatan ini sebagai kekuasan dominasi atau paksaan yang mampu untuk
menghukum bila tidak taat. Bagi sebagian orangtua, mereka memilih tidak
menggunakan kekuasan ini, namun bagi sebagian lainnya sangat
membutuhkan karena merasa putus asa dalam mendidik anak. Setiap anak
memilki karakter unik yang berbeda-beda, oleh karena itu pola asuh juga tidak
bisa disamaratakan. Orangtua memilih pola asuh tentu atas berbagai
pertimbangan yang membuat anak menjadi lebih positif.

1. Nilai-nilai dalam kehidupan keluarga


Dalam suatu kelompok selalu terdapat nilai-nilai yang dianut bersama, meski
tanpa tertulis. Nilai-nilai tersebut akan terus bergulir jika masih anggota
kelompok yang melestarikannya. Artinya sebuah nilai akan terus berkembang
mengikuti anggotanya. Demikian pula dalam keluarga. Keluarga sebagai
kelompok kecil dalam sistem sosial memilki nilai yang diterapkan dalam
tradisi keluarga. Misalnya tradisi makan bersama, yang memilki nilai positif
dalam membangun kebersamaan dan melatih untuk berbagi. Nilai merupakan
suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang mempersatukan anggota keluarga
dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi
perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah perilaku yang baik,
menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Nilai-nilai
dalam keluarga tidak hanya dibentuk oleh keluarga itu sendiri, melainkan juga
warisan yang dibawa dari keluarga istri maupun suami. Perpaduan dua nilai
yang berbeda inilah yang kemudian melahirkan nilai-nilai baru bagi keluarga.

2.1.3 Fungsi Dalam Keluarga


Fungsi keluarga merupakan hal penting yang harus dijalankan dan dipatuhi
oleh setiap anggotanya. Jika salah satu anggota keluarga terkendala atau tidak
taat, organisasi keluarga akan terhambat. Hal ini akan berakibat buruk akan
tertundanya tujuan yang sudah direncanakan. Misalnya seorang anak yang
sedang sekolah, maka ia harus merampungkan sekolahnya tersebut. Namun
jika ia tidak taat, mungkin karena sering membolos sekolah menjadikannya
tidak naik kelas. Hal ini tentu menghambat tujuan keluarga tersebut yang
menjadikan anaknya pandai dalam bidang akademik.
Friedman dalam Maria H. Bakri, 2017 mengelompokkan fungsi pokok
keluarga dalam lima poin yaitu:
a. Fungsi reproduksi keluarga
Sebuah peradaban dimulai dari rumah yaitu dari hubungan suami-istri terkait
pola reproduksi. Sehingga adanya fungsi ini ialah untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan sebuah keluarga.
b. Fungsi sosial keluarga
Ialah fungsi yang mengembangkan dan melatih anak untuk hidup bersosial
sebelum meninggalkan rumah dan berhubungan dengan orang lain. Dalam hal
ini, anggota keluarga belajar displin, norma-norma, budaya dan perilaku
melalui interaksi dengan anggota keluarganya sendiri.
c. Fungsi afektif keluarga
Fungsi ini hanya bisa diperoleh dalam keluarga, tidak dari pihak luar. Maka
komponen yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi afektif yaitu saling
mendukung, menghormati, dan saling asuh. Intinya, antara anggota keluarga
satu dengan anggota yang lain berhubungan baik secara dekat. Dengan cara
inilah, seorang anggota keluarga merasa mendapatkan perhatian, kasih sayang,
dihormati, kehangatan dan lain sebagainya. Pengalaman di dalam keluarga ini
akan mampu membentuk perkembangan individu dan psikologis anggota
keluarga.
d. Fungsi ekonomi keluarga
Fungsi ekonomi keluarga meliputi keputusan rumah tangga, pengelolaaan
keuangan, pilihan asuransi, jumlah uang yang digunakan perencanaan pensiun
dan tabungan. Kemampuan keluarga untuk memilki penghasilan yang baik
dan mengelola finansialnya dengan bijak merupakan faktor kritis untuk
kesejaterahan ekonomi.
e. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi ini penting untuk mempertahankan kesehatan anggota keluarga agar
tetap memilki produktivitas tinggi. Adapun tugas keluarga dibidang kesehatan
yaitu:
1. Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga. Tidak satu
pun keluarga yang diperbolehkan menyepelekan masalah keluarga. Zaman
yang semakin maju dan berkembang juga mendukung hadirnya berbagai
penyakit yang dulu tidak ditemukan. Untuk itu, keluarga harus semakin
waspada, tetapi tidak dalam bentuk mengekang sehingga melarang berbagai
hal untuk anggota keluarganya.

2. Kemampuan keluarga memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga.


Mencari pertolongan untuk anggota keluarga yang sakit merupakan salah satu
peran keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang
mempunyai keputusan untuk memutuskan tindakan yang tepat. Kontak
keluarga dengan sistem akan melibatkan lembaga kesehatan profesional
ataupun praktisi lokal (dukun/pengobatan alternatif) dan sangat bergantung
pada :
1. Sakit apa yang dirasakan?
2. Apakah keluarga tidak mampu menanganinya?
3. Apakah ada kekhawatiran akibat terapi-terapi yang akan dilakukan?
4. Apakah keluarga percaya kepada petugas kesehatan?

3. Kemampuan keluarga melakukan perawatan terhadap keluarga yang sakit.


Bagi anggota keluarga yang sakit, biasanya dibebaskan dari peran dan
fungsinya secara penuh. Beberapa tanggung jawab ditangguhkan terlebih
dahulu atau bahkan diganti oleh anggota keluarga lainnya. Pemberian
perawatan secara fisik merupakan beban yang paling berat dirasakan keluarga.
Keluarga memiliki keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan
keluarga. Terkadang, sebuah keluarga memang memiliki alat-alat atau obat-
obatan yang dapat dijadikan pertolongan pertama, namun hal ini jelas terbatas
baik alat maupun pengetahuan kesehatan. Beberapa hal yang perlu
dipersiapkan dapat dikaitkan dengan pertanyaan berikut:
1. Apakah keluarga aktif dalam merawat pasien?
2. Bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan
yang diperlukan pasien?

4. Kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan keluarga untuk


menjamin kesehatan keluarga. Yang dimaksud di sini adalah bagaimana
keluarga menjaga lingkungan agar bisa dijadikan sebagai pendukung
kesehatan keluarga. Untuk itu keluarga perlu mengetahui tentang sumber yang
dimiliki sekitar lingkungan rumah. Jika memungkinkan untuk menanam
pohon, sebaiknya hal ini dilakukan karena akan membantu sirkulasi udara dan
lain sebagainya.

5. Kemampuan keluarga untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Pada


masyarakat tradisional, keluarga yang sakit memiliki kecenderungan untuk
enggan pergi ke pusat pelayanan kesehatan yang sudah disediakan pemerintah.
Alasan biaya biasanya menjadi masalah. Akan tetapi belakangan ini,
pemerintah telah membuat program penjamin kesehatan masyarakat sehingga
masalah biaya bisa diatasi.

2.1.4 Tahap Perkembangan Keluarga


Sulistyo Andarmoyo, 2011 mengungkapkan bahwa setiap keluarga akan
melalui tahap perkembangan yang unik, namun secara umum mengikuti pola
yang sama. Hal ini berarti bahwa setiap keluarga mempunyai variasi dalam
perkembangannya, akan tetapi secara normatif tiap keluarga mempunyai
perkembangan yang sama. Perbedaan/variasi dari perkembangan ini biasanya
akibat perbedaan dari bentuk atau tipe keluarga, penundaan kehamilan, serta
kematian dan perceraian. Adapun tahap perkembangan keluarga adalah
sebagai berikut:
1. Tahap I: Keluarga baru/pemula. Perkembangan keluarga tahap I adalah
mulainya pembentukan keluarga yang berakhir ketika lahirnya anak pertama.
Pembentukan keluarga pada umunya dimulai dari perkawinan seorang laki-
laki dengan perempuan serta perpindahan dari status lajang ke hubungan yang
intim serta mulai meninggalkan keluarganya masing-masing. Pada tahap ini,
pasangan belum mempunyai anak.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1) Membangun perkawinan yang saling memuaskan.
2) Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.
3) Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orangtua).

2. Tahap II: Tahap mengasuh anak (child bearing). Tahap kedua dimulai dari
lahirnya anak pertama sampai dengan anak tersebut berumur 30 bulan atau 2,5
tahun. Kehadiran bayi pertama ini akan menimbulkan suatu perubahan yang
besar dalam kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu, keluarga dituntut untuk
mampu beradaptasi terhadap peran baru yang dimiliknya dan harus mampu
melaksanakan tugas dari peran baru tersebut.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap
2. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan
anggota keluarga.
3. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan
peran orang tua dan kakek-nenek.

3. Tahap III: Keluarga dengan anak prasekolah. Tahap ke tiga siklus


kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 30 bulan atau 2,5
tahun dan berakhir ketika berusia 5 tahun. Pada tahap ini, kesibukan akan
semakin bertambah sehingga menuntut perhatian yang lebih banyak dari orang
tua. Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain,
privasi dan keamanan
2. Menyosialisasikan anak.
3. Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan
anak-anak yang lain.
4. Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan di luar keluarga.
4. Tahap IV: Keluarga dengan anak usia sekolah. Tahap ini dimulai ketika
anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan
berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja. Untuk mencapai tugas
perkembangan yang optimal, keluarga akan membutuhkan bantuan dari pihak
sekolah dan kelompok sebaya anak. Tugas-tugas perkembangan keluarga
yaitu:
1. Menyosialisasikan anak-anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan
mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat.
2. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
3. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.

5. Tahap V: Keluarga dengan anak remaja. Perkembangan keluarga tahap V


adalah perkembangan keluarga yang dimulai ketika anak pertama melewati
umur 13 tahun. Tahap ini berlangsung selama 6 hingga 7 tahun, meskipun
tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau
lebih lama jika anak masih tinggal di rumah hingga umur 19 atau 20 tahun.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1. Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja
menjadi dewasa dan semakin mandiri.
2. Memfokuskan kembali hubungan perkawinan.
3. Mempertahankan etika dan standar moral keluarga.

6. Tahap VI: Keluarga yang melepaskan anak usia dewasa muda. Permulaan
tahap kehidupan keluarga di tandai oleh anak pertama meninggalkan rumah
dan berakhir dengan anak terakhir meninggalkan rumah.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1. Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluaga baru
yang didapatkan melalui perkawinan anak-anak.
2. Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan
perkawinan.
3. Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami maupun istri.
7. Tahap VII: Keluarga usia pertengahan. Tahap ini dimulai ketika anak
terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau kematian
salah satu pasangan. Orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir saat
seseorang pensiun.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1. Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan.
2. Mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan dan penuh arti
dengan para orang tua lansia dan anak-anak.
3. Memperkokoh hubungan perkawinan.

8. Tahap VIII: Keluarga lanjut usia. Merupakan tahap akhir dan


perkembangan keluarga yang dimulai ketika salah satu atau kedua pasangan
memasuki masa pensiun, sampai salah satu pasangan meninggal dan berakhir
ketika kedua pasangan meninggalkan.
Tugas-tugas perkembangan keluarga yaitu:
1. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
2. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun.
3. Mempertahankan hubungan perkawinan.
4. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan.
5. Meneruskan untuk memahami eksitensi mereka.

2.1.5 Peran Perawat Keluarga


Pengertian peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.
Adapun peran perawat komunitas menurut Komang Ayu Henny Achjar, 2012
yaitu:
1. Pendidik (educator)
Peran perawat komunitas dalam asuhan keperawatan keluarga sebagai
pendidik (educator), diharapkan perawat komunitas harus mampu
memberikan informasi kesehatan yang dibutuhkan keluarga melalui
pendidikan kesehatan, pemberian pendidikan kesehatan dapat dilakukan di
rumah pada saat kunjungan rumah (home visit) dan pilihan sesuai dengan
tingkatan kemampuan masyarakat. Fokus dan isi pendidikan kesehatan kepada
keluarga meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dampak dari
penyakit.
2. Peneliti (researcher)
Peran sebagai peneliti ditunjukkan oleh perawat komunitas dengan berbagai
aktivitas penelitian yang berfokus pada individu, keluarga, kelompok atau
komunitas.
3. Konselor (counselor)
Peran perawat komunitas dalam asuhan keperawatan keluarga, mendengar
keluhan keluarga secara objektif, memberikan umpan balik dan informasi
serta membantu keluarga melalui proses pemecahan masalah.
4. Manajer kasus (case manager)
Perawat komunitas dapat mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan kesehatan
keluarga, merancang rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, mengawasi dan mengevaluasi dampak terhadap pelayanan yang
diberikan.
5. Kolaborator (collaborator)
Peran sebagai kolaborator dapat dilaksanakan antara perawat dengan keluarga
dalam memberikan pelayanan kesehatan keluarga secara komprehensif.
Perawat komunitas dapat berpartisipasi bekerjasama membuat keputusan
kebijakan, berkomunikasi dengan anggota tim kesehatan, berpartisipasi
bekerjasama melaksanakan tindakan untuk menyelesaikan masalah keluarga.
6. Penghubung (liaison)
Perawat sebagai peran penghubung (liaison) membantu mempertahankan
kontinuitas diantara petugas profesional dan non profesional. Perawat
komunitas diharapakan merujuk permasalahan klien pada sarana pelayanan
kesehatan serta sumber yang ada dimasyarakat seperti puskesmas, RS, tokoh
agama, tokoh masyarakat.
7. Pembela (advocate)
Peran sebagai advocate ditunjukkan oleh perawat yang tanggap terhadap
kebutuhan komunitas dan mampu mengkomunikasikan kebutuhan tersebut
kepada pemberi pelayanan secara tepat.
8. Pemberi perawatan langsung
Perawat keluarga memberikan asuhan keperawatan pada keluarga secara
langsung dengan menggunakan prinsip tiga tingkatan (pencegahan primer
(primary prevention), pencegahan sekunder (secondary prevention), dan
pencegahan tersier (tertiary prevention).
9. Role model
Dengan menampilkan perilaku yang dapat dipelajari oleh orang lain, menjadi
panutan bagi keluarga.
10. Referral resourse
Dengan membuat rujukan dan follow up rujukan ke pelayanan kesehatan lain
atau ke tenaga kesehatan lain yang diperlukan keluarga.
11. Pembaharu (inovator)
Dengan cara membantu melaksanakan perubahan-perubahan ke arah yang
lebih baik untuk perbaikan dan kepentingan kesehatan keluarga.

2.2 Konsep Teoritis Medis Gastritis


2.2.1 Definisi Gastritis
Gastritis merupakan suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Sedang kronik adalah inflams
lambung yang lama yang disebabkan oleh ulkesbenigna atau maligna dari
lambung, atau oleh bakteri H Pylori (Dermawan T, 2018, edisi 1). Gastritis
merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut dan kronik (Aspitasari & Taharuddin, 2020).
Gastritis adalah suatu istilah kedokteran untuk suatu keadaan inflamasi
jaringan mukosa (jaringan lunak) lambung. Gastritis atau yang lebih
dikenal dengan maag berasal dari bahasa yunani yatiu gastro yang berarti
perut atau lambung dan titis yang berarti inflamasi atau peradangan.
Gastritis bukan berarti penyakit tunggal, tetapi berbentuk dari beberapa
kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung
(Refelina Widja, 2022)
2.2.2 Etiologi Gastritis
Gastritis disebabkan salah satunya karena sikap penderita gastritis yang
tidak memperhatikan kesehatannya, terutama makanan yang dikonsumsi
setiap harinya (Suprapto, 2020). Gastritis dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari, karena penderita akan merasa nyeri dan rasa sakit tidak nyaman
pada perut (Nur, 2021). Banyak penderita gastritis itu berawal dari
kesibukan yang berlebihan sehingga mengakibatkan seseorang lupa makan
(Danu, Putra, Diana, & Sulistyowati, 2019). Terkadang gejala gastritis
pada awalnya diabaikan saja, padahal jika penyakit gastritis itu dibiarkan
maka bisa terjadi kondisi komplikasi yang cukup parah (Danu et al., 2019).
Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas faktor internal yaitu
adanya kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan,
dan zat ekstrenal yang menyebabkan iritasi dan infeksi (Handayani &
Thomy, 2018). Berdasarkan faktor resiko gastritis adalah menggunakan
obat aspririn atau antiradang non stroid, infeksi kuman helicobacterpylori,
memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol, memiliki kebiasaan
merokok, sering mengalami stress, kebiasan makan yaitu waktu makan
yang tidak teratur, serta terlalu banyak makan makanan yang pedas dan
asam (Eka Fitri Nuryanti, 2021).

2.2.2 Patofisiologi Gastritis


Mukosa barier lambung pada umumnya melindungi lambung dari
pencernaan terhadap lambung itu sendiri, prostaglandin memberikan
perlindungan ini ketika mukosa barier rusak maka timbul peradangan pada
mukosa lambung (gastritis). Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan
mukosa yang dibentuk dan diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf
cholinergic. Kemudian HCl dapat berdifusi balik ke dalam mucus dan
menyebabkan lika pada pembuluh yang kecil, dan mengakibatkan
terjadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung. Alkohol, aspirin
refluks isi duodenal diketahui sebagai penghambat difusi barier. Perlahan-
lahan patologi yang terjadi pada gastritis termasuk kengesti vaskuler,
edema, peradangan sel supervisial. Manifestasi patologi awal dari gastritis
adalah penebalan. Kemerahan pada membran mukosa dengan adanya
tonjolan. Sejalan dengan perkembangan penyakit dinding dan saluran
lambung menipis dan mengecil, atropi gastrik progresif karena perlukaan
mukosa kronik menyebabkan fungsi sel utama pariental memburuk. Ketika
fungsi sel sekresi asam memburuk, sumber-sumber faktor intrinsiknya
hilang. Vitamin B12 tidak dapat terbentuk lebih lama, dan penumpukan
vitamin B12 dalam batas menipis secara merata yang mengakibatkan
anemia yang berat. Degenerasi mungkin ditemukn pada sel utama dan
pariental sekresi asam lambung menurun secara berangsur, baik jumlah
maupun konsentrasi asamnya sampai tinggal mucus dan air. Resiko
terjadinya kanker gastrik yang berkembang dkatakan meningkat setalah 10
tahun gastritis kronik. Perdarahan mungkin terjadi setelah satu episode
gastritis akut atau dengan luka yang disebabkan oleh gastritis kronis
(Dermawan & Rahayuningsih, 2022).

Gastritis terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini


tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam HCL) dan
pepsi, erosi yang terkait berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan
kerja asam-pepsin atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal
dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus cukup
untuk bertindak sebagai barier terhadap HCL. Seseorang mungkin
mengalami gastritis karena 2 faktor yaitu hipersekresi asam pepsin dan
kelemahan barrier mukosa lambung (Sylvia, 2021). Pada gastritis akut
terdapat gangguan keseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensive
yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa lambung. Faktor
agresif tersebut HCL, pepsin, asam empedu, infeksi, virus, bakteri dan
bahan korosif (asam dan basa kuat). Sedangkan faktor defensive adalah
mukosa lambung dan mikro sirkulasi (Sylvia, 2021).
a. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-
obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para
yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV
(Nervus Vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di
dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan
menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia maupun
makanan yang merangsang akan menyebabkan selepitel kolumner, yang
berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya.
Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar
tidak ikut tercerna (Prabu, 2019). Respon mukosa lambung karena
penurunan sekresi mukosa berfariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa
gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl
(terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster
akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat
menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak
HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan
sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel
mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel
mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang
terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti
sendiri karena prosesregenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu
24-48 jam setelah perdarahan.

b. Gastritis Kronik
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga
terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi
penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar
epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel
chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan
menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata,
Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi
ulser. Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif (Mansjoer, Arif,
dkk 2022). Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat
timbulnya desquamasi sel dan munculah respon radang kronis pada gaster
yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu
mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel
mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena
sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang (Mansjoer,
Arif, dkk 2021). Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan
gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan
timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia
ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung,
sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa.
Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan pendarahan (Mansjoer,
Arif, dkk 2021).

Pathway Gastritis

Faktor-faktor
penyebab gastritis

Bakteri Stress Gaya hidup (Pola


makan, minum,
H. pylori
konsumsi obat-
obatan NSID
Inflamasi mukosa Stimulasi saraf alcohol, merokok)
gaster simpatis NV

Menurunnya
Menurunnya sekresi mukus
kemampuan
proteksi terhadap
HCl Vasodilatasi mukosa
Meningkatnya
produksi HCl lambung

Terjadi kontak
Mual Muntah
antar HCl dengan
Mukosa lambung
Defisit Nutrisi Hipovolemia

Timbul nyeri
epigastrium

Nyeri Akut

2.2.3 Manifestasi Klinis Gastritis

Manifestasi klinis yang muncul sebagai akibat terjadinya gastritis disebut dengan
syndrome dyspepsia. Syndrome dyspepsia adalah penyakit yang memiliki
beberapa gejala yang berkolerasi langsung dengan gastroduodenal seperti rasa
nyeri epigastrium, rasa terbakar epigastrium, rasa sebah pada perut dan juga rasa
cepat kenyang serta ada kemungkinan ditemukan perdarahan pada penderita
gastritis. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari keluhan ringan hingga muncul
perdarahan saluran cerna bagian atas bahkan pada beberapa pasien tidak
menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi gastritis akut dan kronik hampir
sama, seperti anoreksia, rasa penuh, nyeri epigastrum, mual dan muntah, sendawa,
hematemesis (Suratun dan Lusiabah, 2022). Tanda dan gejala gastritis adalah :

1. Gastritis Akut

a. Nyeri epigastrum, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada mukosa
lambung.

b. Mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering muncul.
Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung yang mengakibatkan
mual hingga muntah.

c. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematesis dan melena,


kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.

2. Gastritis Kronis
Pada pasien gastritis kronis umunya tidak mempunyai keluhan.Hanya sebagian
kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nause dan pada pemeriksaan fisik tidak
ditemukan kelainan perdarahan pada penderita gastritis (Catur et al., 2018).

2.2.4 Data Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang gastritis menurut Hudak dan Gallo (2021),


seperti di bawah ini :

a. Nilai haemoglobin dan hematokrit untuk menentukan adanya anemia akibat


perdarahan.

b. Kadar serum gastrin rendah atau normal, atau meninggi pada gastritis kronik
yang berat.

c. Pemeriksaan rontgen dengan sinar X barium untuk melihat kelainan mukosa


lambung.

d. Endoskopi dengan menggunakan gastrocopy untuk melihat kelainan


mukosa lambung.

e. Pemeriksaan asam lambung untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan


asam lambung.

Menurut (Suratun, 2020) pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gastritis


meliputi :

1. Darah lengkap, bertujuan untuk mengetahui adanya anemia.

2. Pemeriksaan serum vitamain B12, bertujuan untuk mengetahui adanya


defisiensi B12.

3. Analisa feses, bertujuan untuk mengetahui adanya darah dalam feses.

4. Analisa gaster, bertujuan untuk mengetahui kandungan HCl lambung.


Acholohidria menunjukkan adanya gastritis atropi.

5. Tes antibody serum, bertujuan mengetahui adanya antibodi sel parietal dan
faktor intrinsik lambung terhadap Helicobacter pylori.
6. Endoscopy, biopsy, dan pemeriksaan urine biasanya dilakukan bila ada
kecurigaan berkembangnya ulkus peptikum.

7. Sitologi, bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel lambung.

2.2.5 Penatalaksanaan

Orientasi utama pengobatan gastritis berpaku pada obat-obatan.Obat- obatan


yang digunakan adalah obat yang mengurangi jumlah asam lambung dan dapat
mengurangi gejala yang mungkin menyertai gastritis, serta memajukan
penyembuhan lapisan perut. Pengobatan ini meliputi (Sukarmin, 2022) :

1. Antasida yang berisi alumunium dan magnesium, serta karbonat kalsium


dan magnesium. Antasida dapat meredakan mulas ringan atau dyspepsia
dengan cara menetralisasi asam diperut. Ion H+ merupakan struktur
utama asam lambung. Dengan pemberian alumunium hidroksida maka
suasana asam dalam lambung dapat dikurangi. Obat-obtan ini dapat
menghasilkan efek samping seperti diare atau sembelit, karena dampak
penurunan H+ adalah penurunan rangsangan peristaltik usus.

2. Histamin (H2) blocker, seperti famotidine dan ranitidine. H2 blocker


mempunyai dampak penurunan produksi asam dengan mempengaruhi
langsung pada lapisan epitel lambung dengan cara menghambat
rangsangan sekresi oleh saraf otonom pada nervus vagus.

3. Inhibitor Pompa Proton (PPI), seperti omeprazole, lansoprazole, dan


dexlansoprazole. Obat ini bekerja menghambat produksi asam melalui
penghambatan terhadap elektron yang menimbulkan potensial aksi saraf
otonom vagus. Tergantung penyebab dari gastritis, langkah-langkah
tambahan atau pengobatan mungkin diperlukan.

4. Jika gastritis disebabkan oleh penggunaan jangka panjang NSAID


(Nonsteroid Antiinflamasi Drugs) seperti aspirin, aspilet, maka penderita
disarankan untuk berhenti minum NSAID, atau beralih ke kelas lain
obat untuk nyeri. Jika penyebabnya adalah Helycobacter pylori maka
perlu penggabungan obat antasida, PPI dan antibiotik seperti amoksisilin
dan klaritromisin untuk membunuh bakteri. Infeksi ini sangat berbahaya
karena dapat menyebabkan kanker atau ulkus diusus.

5. Pemberian makanan yang tidak merangsang. Walaupun tidak


mempengaruhi langsung ada peningkatan asam lambung tetapi makanan
yang merangsang seperti pedas atau kecut, dapat meningkatkan suasana
asam pada lambung sehingga dapat menaikkan resiko inflamasi pada
lambung. Selain tidak merangsang makanan juga dianjurkan yang tidak
memperberat kerja lambung, seperti makanan yang keras (nasi keras).

6. Penderita juga dilatih untuk manajemen stress sebab dapat


mempengaruhi sekresi asam lambung melalui nervus vagus, latihan
mengendalikan stress bisa juga diikuti dengan peningkatan spiritual
sehingga penderita lebih pasrah ketika menghadapi stress.

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada gastritis adalah perdarahan saluran
cerna bagian atas. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan
absorbsi vitamain B12 (Sjamsuhidajat, 2021). Kemungkinan komplikasi yang
dapat muncul akibat dari penyakit gastritis antara lain perdarahan saluran cerna
bagian atas, ulkus gaster, hematemesis dan melena yang apabila berlanjut akan
menyebabkan shock hemoragik (Notoadmojo, S., & Rizem, 2016). Komplikasi
lain yang dapat ditimbulkan dari gastritis yaitu gangguan proses absorbs
vitamin B12. Penyerapan vitamin B12 yang tidak optimal dapat menyebabkan
anemia perneniosa, gangguan penyerapan zat besi, dan penyempitan pylorus
yaitu bagian yang menghubungkan antara lambung dengan usus halus
(Muttagin dan Sari, 2021 dalam Notoadmojo, S., & Rizem, 2016).

Komplikasi penyakit gastritis menurut (Muttaqin & Sari, 2021) antara lain :

1. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan medis

2. Ulkus peptikum, jika prosesnya hebat

3. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah berat

4. Anemia pernisiosa, keganasan lambung


2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Gastritis

Asuhan keperawatan keluarga dilaksanakan dengan pendekatan proses


keperawatan. Proses keperawatan terdiri atas lima langkah, yaitu pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, penyusunan perencanaan tindakan
keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan, dan melakukan evaluasi.

a. Pengkajian Keperawatan Keluarga

Pengkajian keperawatan adalah suatu tindakan peninjauan situasi


manusia untuk memperoleh data tentang klien dengan maksud
menegaskan situasi penyakit, diagnosa klien, penetapan kekuatan, dan
kebutuhan promosi kesehatan klien. Pengkajian keperawatan
merupakan proses pengumpulan data. Pengumpulan data adalah
pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis
untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan
keperawatan, dan kesehatan klien. Pengumpulan informasi merupakan
tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul,
didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi klien.
Selanjutnya, data dasar tersebut digunakan untuk menentukan
diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta
tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien
(Kholifah & Widagdo, 2016).

Pengkajian menurut Friedman (2013) dalam asuhan keperawatan


keluarga diantaranya adalah :

a. Data Umum

Data Umum yang perlu dikaji adalah Nama kepala keluarga, Usia,
Pendidikan, Pekerjaan, Alamat, Daftar anggota keluarga.

b. Komposisi keluarga

Komposisi keluarga menjelaskan anggota keluarga yang


diidentifikasi sebagai bagian dari keluarga mereka. Komposisi
tidak hanya mencantumkan penghuni rumah tangga, tetapi juga
anggota keluarga lain yang menjadi bagian dari keluarga tersebut

c. Genogram

Dengan adanya genogram dapat diketahui faktor genetik atau


factor bawaan yang sudah ada pada diri manusia.

d. Ecomap

Ecomap adalah gambaran seseorang atau suatu keluarga di dalam


suaru konteks sosial. Informasi yang termasuk di dalamnya antara
lain adalah : keluarga inti, asosiasi formal (misalnya keanggotaan
dalam aktivitas keagamaan, partisipasi dalam organisasi dan
sebagainya).

e. Denah Rumah

f. Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi dapat dilihat dari pendapatan keluarga dan


kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan keluarga. Pada pengkajian
status sosial ekonomi berpengaruh pada tingkat kesehatan
seseorang. Dampak dari ketidakmampuan keluarga membuat
seseorang enggan memeriksakan diri ke dokter dan fasilitas
kesehatan lainnya.

g. Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayat kesehatan keluarga yang perlu dikaji adalah Riwayat
masingmasing kesehatan keluarga (apakah mempunyai penyakit
keturunan), Perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit,
Sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga dan
Pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.

h. Karakteristik Lingkungan

Karakteristik lingkungan yang perlu dikaji adalah Karakteristik


rumah, Tetangga dan komunitas, Geografis keluarga, Sistem
pendukung keluarga.

i. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,
perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan
keluarga terhadap anggota keluarga dan bagaimana anggota
keluarga mengembangkan sikap saling mengerti. Semakin
tinggi dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang
sakit, semakin mempercepat kesembuhan dari penyakitnya.
Fungsi ini merupakan basis sentral bagi pembentukan dan
kelangsungan unit keluarga. Fungsi ini berhubungan dengan
persepsi keluarga terhadap kebutuhan emosional para anggota
keluarga. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan
mengakibatkan ketidakseimbangan keluarga dalam mengenal
tanda-tanda gangguan kesehatan selanjutnya.
2. Fungsi Keperawatan
a.Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari
masalah kesehatan yang meliputi pengertian, faktor penyebab
tanda dan gejala serta yang mempengaruhi keluarga terhadap
masalah, kemampuan keluarga dapat mengenal masalah,
tindakan yang dilakukan oleh keluarga akan sesuai dengan
tindakan keperawatan, karena gastritis memerlukan
perawatan yang khusus yaitu mengenai pengaturan makanan
dan gaya hidup. Jadi disini keluarga perlu tau bagaimana cara
pengaturan makanan yang benar serta gaya hidup yang baik
untuk penderita gastritis.

b.Untuk mengtahui kemampuan keluarga mengambil


keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Yang
perlu dikaji adalah bagaimana keluarga mengambil keputusan
apabila anggota keluarga menderita gastritis

c.Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga


merawat keluarga yang sakit. Yang perlu dikaji sejauh mana
keluarga mengetahui keadaan penyakitnya dan cara merawat
anggota keluarga yang sakit gastritis

d.Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga


memelihara lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu dikaji
bagaimana keluarga mengetahui keuntungan atau manfaat
pemeliharaan lingkungan kemampuan keluarga untuk
memodifikasi lingkungan akan dapat mencegah kekambuhan
dari pasien gastritis

e.Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga


menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan
mendukung kesehatan seseorang.

3. Fungsi Sosialisasi

Pada kasus penderita gastritis yang sudah mengalami


komplikasi, dapat mengalami gangguan fungsi sosial baik di
dalam keluarga maupun didalam komunitas sekitar keluarga.

4.Fungsi Reproduksi

Pada penderita gastritis perlu dikaji adanya tanda-tanda


perdarahan

5. Fungsi Ekonomi

Status ekonomi keluarga sangat mendukung terhadap


kesembuhan penyakit. Biasanya karena faktor ekonomi
rendah individu segan untuk mencari pertolongan dokter
ataupun petugas kesehatan lainya.

ii. Stres dan Koping Keluarga


Stres dan koping keluarga yang perlu dikaji adalah Stresor
yang dimiliki, Kemampuan keluarga berespons terhadap
stresor, Strategi koping yang digunakan, Strategi adaptasi
disfungsional.

iii. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik meliputi:


NO PEMERIKSAAN PEMBAHASAN
FISIK
1 Keadaan Umum a. Kaji tingkat kesadaran (GCS) : kesadaran bisa compos
mentis sampai mengalami penurunan kesadaran,
kehilangan sensasi, susunan saraf dikaji (I-XII), gangguan
penglihatan, gangguan ingatan, tonus otot menurun dan
kehilangan reflek tonus, BB biasanya mengalami
penurunan.
b. Mengkaji tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital biasanya melebihi batas normal.

2 Sistem pendengaran Pada kasus gastritis, terdapat gangguan penglihatan seperti


penglihatan menurun, buta total, kehilangan daya lihat
sebagian (kebutaan monokuler), penglihatan ganda,
(diplopia)/gangguan yang lain. Ukuran reaksi pupil tidak
sama, kesulitan untuk melihat objek, warna dan wajah
yang pernah dikenali dengan baik.

3 Sistem penciuman Terdapat gangguan pada sistem penciuman, terdapat


hambatan jalan nafas.

4 Sistem pernafasan Adanya batuk atau hambatan jalan nafas, suara nafas
tredengar ronki (aspirasi sekresi).

5 Sistem Nadi, frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan


kardiovaskular fungsi jantung atau kondisi jantung), perubahan EKG,
adanya penyakit jantung miocard infark, rematik atau
penyakit jantung vaskuler.

6 Sistem pencernaan Ketidakmampuan menelan, mengunyah, tidak mampu


memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri.

7 Sistem urinaria Terdapat perubahan sistem berkemih seperti inkontinensia.


8 Sistem persarafan a. Nervus 1 Olfaktori (penciuman)
b. Nervus II Optic (penglihatan)
c. Nervus III Okulomotor (gerak ekstraokuler mata,
kontriksi dilatasi pupil)
d. Nervus IV Trokhlear (gerak bola mata ke atas ke
bawah)
e. Nervus V Trigeminal (sensori kulit wajah,
penggerak otot rahang)
f. Nervus VI Abdusen (gerak bola mata
menyamping)
g. Nervus VII Fasial (ekspresi fasial dan
pengecapan)
h. Nervus VIII Auditori (pendengaran)
i. Nervus IX Glosovaringeal (gangguan
pengecapan, kemampuan menelan, gerak lidah)
j. Nervus X Vagus (sensasi faring, gerakan pita
suara)
k. Nervus XI Asesori (gerakan kepala dan bahu)
l. Nervus XII Hipoglosal (posisi lidah)
9 Sistem muskuloskletal Kaji kekuatan dan gangguan tonus otot, pada klien
gastritis didapat klien merasa kesulitan untuk melakukan
aktivitas karena kelemahan, kesemutan atau kebas.

10 Sistem integumen Keadaan turgor kulit, ada tidaknya lesi, oedem, distribusi
rambut.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,


keluarga, atau masyarakat sebagai respon dari masalah kesehatan
atau proses kehidupan saat ini atau yang mungkin terjadi. Diagnosa
keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017). Diagnosa
keperawatan gastritis menurut SDKI (2017) adalah sebagai berikut :

a. Manajemen keluarga tidak efektif, yaitu pola penanganan masalah


kesehatan dalam keluarga tidak memuaskan untuk memulihkan
kondisi kesehatan anggota keluarga.

b. Manajemen kesehatan tidak efektif, yaitu pola pengaturan dan


pengintegrasian penanganan masalah kesehatan ke dalam kebiasaan
hidup sehari-hari tidak memuaskan untuk mencapai status kesehatan
yang diharapkan.
c. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif, yaitu ketidakmampuan
mengidentifikasi, mengelola dan atau menemukan bantuan untuk
mempertahankan kesehatan.

d. Kesiapan peningkatan koping keluarga yaitu pola adaptasi


anggota keluarga dalam mengatasi situasi yang dialami klien secara
efektif dan menunjukkan keinginan serta kesiapan untuk
meningkatkan kesehatan keluarga dan klien.

e. Penurunan koping keluarga yaitu ketidakefektifan dukungan,


rasa nyaman, bantuan dan motivasi orang terdekat (anggota keluarga
atau orang berarti) yang dibutuhkan klien untuk mengelola atau
mengatasi masalah kesehatan. Ketidakberdayaan, persepsi bahwa
tindakan seseorang tidak akan mempengaruhi hati secara signifikan,
persepsi kurang kontrol pada situasi saat ini atau yang akan datang.

f. Ketidakmampuan koping keluarga, yaitu perilaku orang terdekat


(anggota keluarga) yang membatasi kemampuan dirinya dan klien
untuk beradaptasi dengan masalah kesehatan yang dihadapi klien.

Yang menjadi etiologi atau penyebab dari masalah keperawatan yang


muncul adalah hasil dari pengkajian tentang tugas kesehatan keluarga
yang meliputi 3 unsur sebagai berikut :

a. Manajemen kesehatan keluarga b/d kurang pengetahuan tentang


penyakit

b. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


(inflamasi mukosa lambung/asam lambung meningkat)

d. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif


(muntah)

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah rangkaian kegiatan penentuan


langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya, perumusan
tujuan, rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan pada
pasien/klien berdasarkan analisis data dan Diagnosis keperawatan.
(Dinarti & Mulyanti, 2017). Intervensi keperawatan yang digunakan
menurut SDKI, (2018 ) :

a. (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera


fisiologis (inflamasi mukosa lambung/asam lambung meningkat).

Tujuan dan kriteria hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah nyeri


klien menurun dengan kriteria hasil : tingkat nyeri menurun
(L.08066)

1) Keluhan nyeri menurun

2) Kemampuan melakukan aktivitas meningkat Intervensi :

Manajemen nyeri (I.08238)

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,


intensitas, dan skala nyeri.

Rasional: Untuk mengetahui lokasi timbulnya nyeri.

2) Identifikasi skala nyeri.

Rasional: Untuk mengukur pada skala berapa rasa nyeri tersebut.

3) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri


(mis. teknik relaksasi napas dalam, hypnosis, terapi music,
akupressur).

Rasional: Untuk meringankan rasa nyeri yang dialami oleh pasien


dan pasien juga bisa melakukan secara mandiri.

4) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.

Rasional: Untuk memberikan penjelasan pada pasien


mengenai faktor yang memicu timbulnya nyeri tersebut.

5) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.


Rasional: Sebagai terapi farmakologis

6) Fasilitasi minum obat

Rasional: Untuk memastikan pasien benar-benar meminum obat yang


diberikan.

b. (D.0023) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan


intake cairan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status cairan


klien membaik dengan kriteria hasil : status cairan (L.03028)

1) Turgor kulit meningkat.

2) Output urine meningkat.

3) Berat badan meningkat.

4) Frekuensi nadi membaik.

5) Tekanan darah membaik.

6) Intake cairan membaik. Intervensi :

Manajemen hipovolemia (I.03116)

1) Perhatikan tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi


meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume
urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah).

Rasional: Untuk memonitor kemungkinan terjadinya hipovolemia.

2) Monitor intake dan output cairan.

Rasional: Untuk mengukur apakah pasien mengalami kekurangan


cairan.

3) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.

Rasional: Untuk menambah asupan cairan pada pasien.


4) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis/hipotonis, jika
diperlukan

Rasional: Untuk menambah cairan pada tubuh pasien.

c. (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan


mencerna makanan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status nutrisi


terpenuhi dengan kriteria hasil : status nutrisi membaik (L.03030)

1) Porsi makan meningkat

2) Indeks masa tubuh klien meningkat

3) Frekuensi serta nafsu makan meningkat Intervensi :

Manajemen nutrisi (I.03119)

1) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

Rasional: Untuk menilai apakah ada makanan yang


menyebabkan alergi pada pasien

2) Identifikasi makanan yang disukai

Rasional: Untuk mengidentifikasi makanan apa yang menjadi


kesukaan pasien

3) Monitor berat badan

Rasional: Untuk memantau berat badan pasien

4) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)


Rasional: Untuk menentukan diet yang cocok untuk pasien

5) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi


Rasional: Untuk mencegah terjadinya konstipasi pada pasien.

6) Anjurkan diet yang diprogramkan

Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.


7) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda
nyeri, antlemetik), jika perlu

Rasional: Untuk meredakan nyeri yang dirasakan pasien

Perencanaan merupakan proses penyusunan strategi atau intervensi


keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, mengurangi atau mengatasi
masalah kesehatan klien yang telah diidentifikasi dan divalidasi pada tahap
perumusan diagnosis keperawatan. Perencanaan terdiri dari:

a) Prioritas masalah
Dengan memperhatikan beberapa kriteria, yaitu:
1) Sifat masalah (aktual, risiko, potensial)
2) Kemungkinan masalah dapat diubah (mudah, sebagian, sulit)
3) Potensi dapat dicegah (tinggi, cukup, rendah)
4) Menonjolnya masalah
Adapun cara menghitung skoring prioritas masalah tersebut adalah
sebagai berikut:

Skor x Bobot Angka Tertinggi

1) Skor dibagi angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot


2) Jumlah skor untuk semua kriteria
3) Dari sekian beberapa masalah yang diskoring tadi, maka nilai
masalah dengan nilai tertinggi
4) Prioritas disusun berdasarkan skor tertinggi

b) Tujuan
Tujuan asuhan keperawatan pada tingkat keluarga adalah
meinigkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatannya yang meliputi pelaksanaan tugas kesehatan keluarga.
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Tujuan jangka panjang mengacu pada bagaimana mengatasi problem
keperawatan. Sedangkan tujuan jangka pendek mengacu pada
bagaimana mengatasi etiologi yang berorientasi pada lima tugas
kesehatan keluarga sebagai berikut:
1) Mengenal masalah kesehatannya
2) Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat
3) Merawat atau menolong anggota keluarga yang sakit
4) Memelihara lingkungan rumah yang biasa mempengaruhi
kesehatan dan pengembangan pribadi
5) Memanfaatkan sumber yang ada dimasyarakat guna
pemeliharaan kesehatan
a) Rencana Tindakan
Rencana tindakan merupakan suatu rencana tindakan keperawatan
berdasarkan masalah keperawatan untuk menyelesaikan masalah
keperawatan. Rencana ini disesuaikan berdasarkan prioritas masalah
keperawatan. Adapun bentuk tindakan yang dilakukan dalam
intervensi:
1) Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga
mengenai masalah
2) Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yangbelum
diketahui
3) Memberikan penyuluhan atau penjelasan dengan
keluarga
4) Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal yang
positif
5) Memberikan pujian pada keluarga atau usahanya
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi pada asuhan keperwan keluarga dapat dilakukan pada
individu dalam keluaga dan pada anggota keluarga lainnya.
Implementasi yang ditujukan pada individu meliputi:
a. Tindakan keperawatan langsung
b. Tindakan kolaboratif dan pengobatan dasar
c. Tindakan observasi.
d. Tindakan pendidikan kesehatan.

Implementasi keperawatan yang ditujukan pada keluarga meliputi :


a. Meningkatkan kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai
masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan
informasi, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang
kesehatan, mendorong sikap emosi yang sehat terhadap
masalah.
b. Membantu keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang
tepat untuk individu dengan cara mengindentifikasi
konsekuensi jika tidak melakukan tindakan, mengidentifikasi
sumber-sumber yang dimiliki keluarga, mendiskusikan tentan
konsekuensi tiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota
keluarga yang sakit dengan cara mendemonstrasikan cara
perawatan, menggunakan alat dan fasilitas yang ada dirumah,
mengawasi keluarga melakukan perawatan.
d. Membantu keluarga menemukan cara bagaimana membuat
lingkungan menjadi sehat, dengan cara menentukan sumber-
sumber yang dapat digunakan keluarga, melakukan perubahan
lingkungan keluarga, seoptimal mungkin.
e. Memotifasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang ada dengan cara mengenalkan fasilitas yang ada di
lingkungan keluarga, membantu keluarga menggukan fasilitas
kesehatan yang ada.

5. Evaluasi Keperawatan
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, penilaian
dan evaluasi diperlukan untuk melihat keberhasilan. Bila tidak
atau belum berhasil, perlu disusun rencana baru yang sesuai.
Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan
dalam satu kali kunjungan keluarga, untuk itu dapat dilaksanakan
secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan klien/
keluarga. Tahapan evaluasi dapat dilakuakn selama proses asuhan
keperawatan atau pada akhir pemberian asuhan. Perawat
bertanggung jawab untuk mengevaluasi status dan kemanjuan
klien dan keluarga terhadap pencapaian hasil dari tujuan
keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kegiatan evaluasi
meliputi mengkaji kemajuan status kesehatan individu dalam
konteks keluarga, membandingkan respon individu dan keluarga
dengan kriteria hasil dan menyimpulkan hasil kemajuan masalah
serta kemajuan pencapaian tujuan keperawatan. Tahap penilain
atau evaluasi menurut adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan kriteria hasil
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara yang
berkesinambungan dengan melibatkan tenaga medis yang lain agar
mencapai tujuan kriteria hasil yang ditetapkan (Ida, 2016).
a. S (Subyektif) : data berdasarkan keluhan yang disampaikan
pasien setelah dilakukan tindakan.

b. O (Obyektif) : data berdasarkan hasil pengukuran (observasi langsung


kepada pasien dan yang dirasakan pasien setelah melakukan tindakan).

c. A (Analisis) : masalah keperawatan yang terjadi jika terjadi perubahan


status klien dalam sata subyektif dan obyektif.

d. P (Planning) : perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan atau


dihentikan.

BAB 3

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELUARGA

I. IDENTITAS UMUM KELUARGA


Identitas Kepala Keluarga
1. Nama :An. J
2. Umur :21
3. Agama :Kristen Protestan
4. Suku :Batak Toba
5. Pendidikan :SMA
6. Pekerjaan :Wiraswasta
7. Alamat :Jl. Panci
8. Nomor :082160969946
Komposisi Keluarga
No Nama L/P Umur Hub. Klg Pekerjaan Pendidikan Ket
1. Ny. X P 58 Ibu Wiraswasta SD Sehat
2. An. J L 21 Menantu Wiraswasta SMA Sehat
3. An. T P 20 Anak IRT SD Sakit
4. An. M P 12 Pelajar SD Sehat
Anak
5. An. S L 10 Anak Pelajar SD Sehat

Genogram : (min 3 generasi)

: laki-laki

: perempuan

: Meninggal
: Klien

: Tinggal serumah

Ecomap Family :

Klien dan suami


memiliki
Suami klien keluarga dekat
bekerja
wiraswasta Klien seorang
Anak pertama IRT
sudah menikah

Orang tua klien


Anak kedua masih
masih hidup
Sekolah Dasar

Anak ketiga masih


Sekolah Dasar Anak ketiga memiliki
teman dan sering
bermain dirumahnya

Keluarga beragama Anak pertama sudah


Kristen dan memiliki menikah dan sebagai
lingkungan yang IRT
ramah

Tipe Keluarga: Tradisional


Jenis Tipe Keluarga : Extended Family
Suku Bangsa : Batak Toba
1. Asal suku bangsa : Indonesia
2. Budaya yang berhubungan dengan kesehatan : Keluarga Ny. X termasuk suku
bangsa batak, bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari keluarga Ny.
X adalah bahasa Indonesia dan batak. Keluarga Ny. X tidak memiliki pantangan.
Agama Dan Kepercayaan Yang Mempengaruhi Kesehatan :
Agama yang dianut oleh keluarga Ny. X adalah agama Kristen Protestan dan
menjalankan Ibadah Gereja di hari minggu.

Status Sosial Ekonomi Keluarga : Ny. X dan An. J berperan dalam pemenuhan
kebutuhan rumah tangga.

Penghasilan

Penghasilan : Rp. 350.000/minggu

Upaya lain : tidak ada upaya lain

Harta benda yang dimiliki (perabot, transportasi, dll)

 Lemari, Sofa, Kipas

Kebutuhan yang dikeluarkan tiap bulan : kebutuhan yang di keluarkan tiap bulan
adalah untuk keperluan hidup adalah sekitar Rp. 1.500.000 dalam sebulan.

Aktivitas Rekreasi Keluarga : keluarga pergi berekreasi ke kolam renang

II. RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA


a. Tahap perkembangan keluarga saat ini (ditentukan dengan anak tertua):
Tahap perkembangan keluarga saat ini adalah tahap perkembangan II,
dimana keluarga muda sebagai suatu unit yang stabil, memperbaiki
hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas perkembangan dan
kebutuhan berbagai keluarga, memperluas hubungan dengan hubungan
dengan keluarga besar dengan menambah peran menjadi orangtua dan
menjadi kakek/nenek.
b. Riwayat kesehatan keluarga inti :
a) Riwayat kesehatan keluarga saat ini :
Dalam keluarga Ny. X, An. T memiliki penyakit gastritis.

b) Riwayat kesehatan keluarga keturunan :


Keluarga mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan
c) Riwayat kesehatan masing – masing anggota keluarga
No. Nama Um BB Keadaan kesehatan Imunisasi Masalah Tindakan
ur (BCG/Poli kesehatan yang
o/ telah
DPT/HB/ dilakukan
Campak)

1. Ny. X 58 85 Sehat Lengkap Tidak ada

2. An. J 21 70 Sehat Lengkap Tidak ada

3. An. T 20 50 Sakit Lengkap Nyeri di


bagian ulu
hati terasa
seperti
terbakar,
mual dan
An. M muntah
4. 12 45 Sehat Lengkap

5. An. S 10 40 Sehat Lengkap

d)Sumber pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan


Jika klien sakit maka klien berobat ke klinik atau ke puskesmas terdekat
e) Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
Sebelum mengalami sakit ini An. T tidak ada sakit yang lain

III. PENGKAJIAN LINGKUNGAN


a. Karakteristik rumah
a) Luas rumah: 15x22 meter
b) Tipe rumah : Semi Permanen
c) Kepemilikan : Milik sendiri
d) Jumlah dan ratio kamar/ruangan : Terdapat 3 kamar
e) Ventilasi/jendela : Terdapat 1 jendela
f) Pemanfaatan ruangan : Tidak ada ruangan kosong, semua ruangan di
manfaatkan dengan peralatan rumah tangga seperti lemari dan lainnya
g) Septi tank : Tidak ada
h) Sumber air minum: Aqua galon isi ulang
i) Kamar mandi : Terdapat 1 kamar mandi
j) Sampah : Keluarga Ny. X mengelola sampah dengan cara dibuang ke TPA
dekat rumah.
k) Kebersihan lingkungan : Lingkungan terlihat sampah berserakan dimana-
mana
b. Karakteristik tetangga dan komunitas RW
a. Kebiasaan : Kebiasaan warga setiap sore berkumpul di depan warung di
simpang gang
b. Aturan/kesepakatan : tidak ada
c. Budaya : Batak Toba
d.Mobilitas geografis keluarga : Keluarga Ny. X menempati rumah yang saat ini
dan tidak pernah berpindah rumah.
IV. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat: Keluarga Ny. X aktif
mengikuti kegiatan-kegiatan kemasyarakatan
V. Sistem pendukung keluarga: Ny. X mengatakan pertolongan pertama saat sakit
yang dilakukan adalah memeriksakan kesehatannya ke klinik terdekat
VI. STRUKTUR KELUARGA
a. Pola/cara komunikasi keluarga: Keluarga Ny. X menggunakan cara
komunikasi langsung dan terbuka namun ketika sedang membicarakan
sesuatu Ny. X tampak menyampaikannya dengan nada yang tinggi dan
kata-kata yang dilontarkan adalah kata-kata kasar. Ny. X merupakan
anggota keluarga yang paling dominan berbicara, dan bahasa yang sering
digunakan dalam berkomunikasi yaitu bahasa Indonesia.
b. Struktur kekuatan keluarga : Yang menjadi power dan paling banyak
mengambil keputusan dalam keluarga adalah kepala keluarga yaitu Ny.
X
c. Struktur peran ( peran masing – masing anggota keluarga): Ny. X dan An.
J sebagai kepala keluarga berperan sebagai pencari nafkah. An. T sebagai
anak dan sebagai Ibu Rumah Tangga. An. M sebagai anak, berperan
sebagai anak yang sekolah dan belajar mengenal anggota- keluarga. An. S
sebagai anak berperan sebagai anak dan bersekolah.
d. Nilai norma keluarga :
Keluarga Ny. X hidup dalam nilai dan norma budaya batak namun
tutur kata di keluarga kurang diperhatikan dalam menyampaikan sesuatu
kepada anak-anaknya.
VII. FUNGSI KELUARGA
a. Fungsi afektif
Ny. X menyayangi keluarga dan anak-anaknya, saling menjaga dan
mendukung antara anggota keluarga satu dengan anggota keluarga yang
lain
b. Fungsi sosialisasi
1) Kerukunan hidup dalam keluarga:
Keluarga dan anak-anak Ny.X selalu berkumpul dirumah
2) Interaksi dan hubungan dalam keluarga:
Interaksi dan hubungan dalam keluarga kurang baik
3) Anggota keluarga yang dominan dalam pengambilan keputusan:
Ny. X adalah anggota keluarga yang paling dominan dalam
mengambil keputusan
4) Kegiatan keluarga waktu senggang:
Berkumpul dan bercerita
5) Partisipasi dalam kegiatan sosial :
Keluarga Ny. X aktif dalam mengikuti kegiatan sosial
c. Fungsi perawatan kesehatan
Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganannya

d. Fungsi reproduksi
1) Perencanaan jumlah anak: tidak ada
2) Akseptor : tidak ada
e. Fungsi ekonomi
1) Upaya pemenuhan sandang pangan
Ny. X dan menantunya An. J mampu memenuhi kebutuhan sandang
pangan dari hasil pekerjaanya
VIII. STRES DAN KOPING KELUARGA
a. Stressor jangka pendek :
Stresor jangka pendek keluarga Ny. X yaitu apabila banyak kerjaan
yang harus dikerjakan
b. Stressor jangka panjang:
Khawatir dengan ekonomi atau penghasilan nya yang kurang, karena
pengeluaran lebih banyak dibandingkan dengan pengeluaran
c. Respon keluarga terhadap stressor:
Respon keluarga Ny.X menghadapi stressor yaitu dengan tetap
menghadapi stressor yang datang dengan santai, namun kadang terjadi
perubahan perilaku anggota keluarga yang berubah menjadi kesal dan
cemas. Apabila menghadapi masalah, keluarga tidak mau tahu tentang
apa yang sedang terjadi

d. Strategi koping individu:


Keluarga Ny. X menggunakan strategi koping tetap santai, dan tetap
menghadapi masalah yang terjadi
e. Strategi adaptasi fungsional
Bila keluarga Ny.X sedang mengalami masalah kesehatan, keluarga
cenderung berobat ke klinik, dan istirahat

IX. HARAPAN KELUARGA


a. Terhadap masalah kesehatannya:
An. T berharap selalu sehat di umur yang sekarang, bisa menghadapi
penyakitnya dengan ikhlas
b. Terhadap petugas kesehatan yang ada
An. T berharap petugas kesehatan tetap memberikan pelayanan
kesehatan, pengobatan yang terbaik untuk masyarakat
X. PEMERIKSAAN FISIK
NO. VARIABEL NAMA ANGGOTA KELUARGA

Ny.X An. J An. T An. M

1 Riwayat Penyakit Saat Ini Tampak baik, Tampak baik, Tampak baik, Tampak baik,
kesadaran CM kesadaran CM kesadaran kesadaran
CM CM

2 Keluhan Yang Dirasakan Tidak ada Tidak ada Tampak baik, Tampak baik,
keluhan keluhan kesadaran kesadaran
CM CM

3 Tanda Dan Gejala Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

4 Riwayat Penyakit Sebelumnya Demam Tidak ada Terasa sakit Tidak ada
di bagian ulu
hati seperti
terbakar,
mual dan
muntah,
terasa perih
di bagian
perut sebelah
kiri ketika
telat makan

5 Tanda – Tanda Vital TD: 120/70 TD : 110/70 TD : 110/60 TD: 120/80


mmHg mmHg mmHg mmHg
HR: 81 x/i HR : 80x/i HR : 80x/i HR : 80x/i
RR: 20x/i RR: 21x/i RR : 20x/i RR: 20x/i

6 Sistem Cardiovaskular Irama jantung Irama jantung Irama jantung Irama jantung
irregular, tidak irregular, tidak irregular, irregular,
ada jantung ada jantung tidak ada tidak ada
berdebar-debar berdebar-debar jantung jantung
berdebar- berdebar-
debar debar

7 Sistem Respirasi Normal Normal Normal Normal

8 Sistem Gi Tract - - - -

9 Sistem Persarafan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
keluhan keluhan keluhan keluhan
10 Sistem Muskuluoskeletal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
keluhan keluhan keluhan keluhan

11 Sistem Genitallia - - - -

XI. ANALISA DATA


No Data Etiologi Masalah

DS: Ketidakmampuan keluarga Nyeri akut b/d


merawat anggota keluarga yang Ketidakmampuan keluarga
- Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
sakit merawat anggota keluarga
- Klien mengatakan nyeri bertambah saat aktifitas berat
yang sakit
dan telat makan
- Klien mengatakan mual dan muntah saat asam lambung
naik
DO:
- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien tampak memegangi perut nya sebelah kiri
- TTV : TD : 110/70 mmHg
- Skla nyeri: 7
2 DS Ketidakefektifan manajemen Kurang pengetahuan tentang
- Klien mengatakan belum tau seperti apa penyakitnya kesehatan keluarga penyakit
- Klien selalu bertanya tentang penyakitnya
-
DO
- Klien terlihat bingung
- Klien diam ketika diberi pertanyaan seputar
penyakitnya

3 DS - Ketidakefektifan manajemen Nyeri akut berhubungan


Keluhan nyeri meningkat di area perut sebelah kiri, terasa nyeri akut dengan agen pencedera
perih di bagaian ulu hati rasanya seperti terbakar fisiologis (inflamasi mukosa
lambung/asam lambung
DO meningkat)
- Wajah tampak pucat
- Tampak meringis kesakitan

XII. Diagnosa Keperawatan


1. Manajemen kesehatan keluarga b/d kurang pengetahuan tentang penyakit
2. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi mukosa lambung/asam lambung meningkat)
XIII. Scoring Prioritas Masalah
KRITERIA HITUNGAN SKOR PERHITUNGAN PEMBENARAN
Sifat masalah : 3 1 3/3 x1 Keluarga tidak memahami dengan baik bahwa penyakit gastritis dapat
Aktual mengakibakan imobilisasi fisik

Potensi untuk 1 2 ½ x2 Apabila berobat dan control dengan teratur maka dapat menghindari dari
diubah : sebagian berbagai penyakit lainnya
Potensi untuk 2 1 2/3x1 Membantu keluarga atau An. T menghindari komplikasi yang ada dengan
dicegah :Cukup melakukan penyuluhan tentang gastritis serta pemberian perasan air
kunyit

Menonjolnya 2 1 2/2x1 Keluarga tidak tahu penyakit gastritis perlu dilakukan modifikasi
masalah: penanganan untuk menghindari komplikasi gastritis
Masalah berat,
harus segera
Ditangani
TOTAL SKOR 8 5

XIV. Kebutuhan Dasar


No Nama Pemenuhan Kebutuhan Dasar Aktifitas

Makan Minum BAK/ BAB Pola istirahat

1. Ny. X Klien makan 1 Klien minum ± 8 Klien BAB Klien tidur ± 8 Mandiri tanpa bantuan
hari 3x dengan 1 gelas/ hari dengan 1X/hari dan BAK jam/ hari
porsi/ piring habis air putih ± 4X/ hari Jarang tidur siang

2. An. J Klien makan 1 Klien minum ± 8 Klien BAB Klien tidur Klien Mandiri tanpa bantuan
hari 3x dengan 1 gelas/ hari dengan 1X/hari dan BAK tidur ± 8 jam/ hari
porsi/ piring habis air putih ± 5X/ hari

3. An. T Klien makan 1 Klien minum ± 6 Klien BAB Tidur ± 7 jam/ hari Mandiri tanpa bantuan
hari 2x dengan 1 gelas/ hari dengan 1X/hari dan BAK Jarang tidur siang
porsi/ piring tidak air putih ± 3X/ hari
habis

4. An. M Klien makan 1 Klien minum ± 8 Klien BAB Tidur ± 8 jam/ hari Mandiri tanpa bantuan
hari 3x dengan 1 gelas/ hari dengan 1X/hari dan BAK Jarang tidur siang
porsi/ piring habis air putih ± 4X/ hari
XV. Intervensi
No Masalah Tujuan Kriteria Intervensi
Keperawatan
Umum Khusus Kriteria Standar

Ketidakefektifan Setalah dilakukan Setelah dilakukan 3 keluarga 1. Bina hubungan saling


manajemen pendidikan kali pertemuan mampu percaya
kesehatan keluarga kesehatan tentang keluarga mengerti mengenal 2. Kaji tingkat
b.d kurang gastritis keluarga tentang gastritis masalah pengetahuan keluarga
pengetahuan mengetahui apa itu tentang 3. Berikan pendidikan
keluarga tentang gastritis kesehatan kesehatan tentang
gastritis gastritis
4. Evaluasi tingkat
pengetahuan keluarga

Nyeri akut b.d Setalah dilakukan Keluraga mampu Keluarga 1. Kaji skala nyeri
ketidakmampuan intervensi memutuskan mampu 2. Anjurkan keluarga
keluarga merawat keperawatan untuk merawat, merawat membantu An. T untuk
anggota keluarga keluarga mampu meningkatkan atau anggota meminum perasan air
yag sakit merawat anggota memperbaiki keluarga kunyit
keluarga yang sakit kesehatan untuk 3. Demonstrasikan cara
meningkatkan membuat perasan air
atau kunyit
memperbaiki 4. kolaborasi pemberian
kesehatan. obat sesuai indikasi
yang diberikan

Nyeri akut keluarga mampu Setelah dilakukan keluarga


1. Identifikasi lokasi,
berhubungan memanajemen intervensi 3 kali mampu
dengan agen nyeri akut pertemuan keluarga memanejemen karakteristik, durasi,
pencedera mampu nyeri akut frekuensi, kualitas,
fisiologis memanajemen intensitas, dan skala
(inflamasi mukosa nyeri akut
lambung/asam nyeri.
lambung 2. Berikan teknik
meningkat) nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
teknik relaksasi
napas dalam,
hypnosis, terapi
music, akupressur).

XVI. POA
No Masalah Kegiatan Tujuan Sasaran Sumber daya

Penanggung Waktu Tempat Lokasi


jawab dana

Nyeri - Pendidikan kesehatan Setelah dilakukan - An. T Keluarga: Senin, Rumah Mahas
tentang gastritis pendidikan kesehatan - Keluar An. T 08 An. T iswa
- Demonstrasi pembuatan tentang gastritis ga An. Mahasiswa: Mei
perasan air kunyit keluarga dapat T Erin Yohana 2023
mengetahui tentang Pakpahan
gastritis dan
penangannya

XVII. Implementasi dan Evaluasi


No Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
1 05 Mei 2023 5. Membina hubungan saling percaya S: Keluarga An. T mengatakan sudah
6. Mengkaji tingkat pengetahuan mengetahui tentang gastritis
keluarga O: Keluarga An. T mampu menyebutkan
7. Memberikan pendidikan kesehatan kembali definisi, penyebab, tanda dan gejala
tentang gastritis gastritis
8. Mengevaluasi tingkat pengetahuan A: Masalah teratasi
keluarga P: Intervensi dipertahankan
- Mengevaluasi tingkat pengetahuan keluarga
2 08 Mei 2023 1. Mengkaji skala nyeri S: An. T mengatakan merasa perih dibagian ulu hati
2. Menganjurkan keluarga membantu An. T untuk saat telat makan, mual dan muntah
meminum perasan air kunyit O:
3. Mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi - TD :110/70 mmHg Nadi : 80 x/menit Suhu :
4. Mendemonstrasikan cara membuat perasan air 36,0 C Respirasi : 20 x/menitt
kunyit - Skala nyeri 7
5. Mengkolaborasi pemberian obat sesuai - An. T tampak memegangi perutnya
indikasi yang diberikan - An. T tampak mempraktekan teknik relaksasi
dengan tarik nafas dalam
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervens
- Kaji skala nyeri
- Minum perasan air kunyit
- Kolaborasi pemberian obat
3 09 Mei 2023 1.Memberikan penyuluhan tentang gastritis pada S: pasien dan keluarga mampu memahami tentang
pasien penderita gastritis penyakit gastritis, pasien dan keluarga mampu
2.Mendemonstrasikan cara pembuatan perasan air menjelaskan kembali apa definisi gastritis, penyebab
kunyit gastritis, dan cara penanganan gastritis melalui terapi
komplementer yg di ajarkan
O: skala nyeri 5, pasien dan keluarga paien tampak
mampu mendemonstrasikan kembali bagaimana cara
pembuatan perasan air kunyit, sbg terapi
komplementer

A: Masalah Teratasi
P: intervensi diberhentikan

Anda mungkin juga menyukai