Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang
dapat bersifat akut dan kronik (Aspitasari & Taharuddin, 2020). Masyarakat pada umumnya
mengenal gastritis dengan sebutan penyakit maag yaitu penyakit yang menurut mereka bukan
suatu masalah yang besar, gastritis terjadi pada semua usia mulai dari anak-anak, remaja,
dewasa sampai tua (Jannah, 2020). Gastritis disebabkan salah satunya karena sikap penderita
gastritis yang tidak memperhatikan kesehatannya, terutama makanan yang dikonsumsi setiap
harinya (Suprapto, 2020). Gastritis dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, karena penderita
akan merasa nyeri dan rasa sakit tidak nyaman pada perut (Nur, 2021). Banyak penderita gastritis
itu berawal dari kesibukan yang berlebihan sehingga mengakibatkan seseorang lupa makan
(Danu, Putra, Diana, & Sulistyowati, 2019). Terkadang gejala gastritis pada awalnya diabaikan
saja, padahal jika penyakit gastritis itu dibiarkan maka bias terjadi kondisi komplikasi yang
cukup parah (Danu et al., 2019). Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas faktor
internal yaitu adanya kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat
eksternal yang menyebabkan iritasi dan infeksi (Handayani & Thomy, 2018).
Dari data yang dikutip dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2020, angka
kejadian gastritis di dunia mencapai angka 1.8-2.1 juta penduduk setiap tahunnya, di Inggris
(22%), China (31%), Jepang (14,5%), Kanada (35%), dan Perancis (29,5%). Angka kejadian di
Asia Tenggara ada di angka 583.635 dari total jumlah penduduknya tiap tahun. Lebih lanjut
jumlah penduduk Negara Indonesia yang memiliki penyakit gastritis yaitu sekitar 234.796 dari
total penduduk 238.452.952 jiwa penduduk (Eka Noviyanti, 2020).
Berdasarkan data kementerian kesehatan RI, kasus gastritis pada pasien rawat jalan
dengan kasus 201.083 dan berada pada urutan ketujuh. Angka kejadian gastritis di beberapa
daerah cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk atau
sebesar 40,8%. Presentasi kasus gastritis di kota- kota Indonesia yaitu, Jakarta 50 %, Palembang
35,5%, Bandung 32 %, Denpasar 46%, Surabaya 31,2%, Aceh31,7%, Pontianak 31,2%,
(Kemenkes, 2017). Untuk di Kepulauan Riau tahun 2016, gastritis merupakan penyakit ketiga
tertinggi setelah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan Hipertensi (Badan Statistik Kepri,
2016). Berdasarkan data dari Dinas kesehatan Kota Tanjungpinang, Angka Kejadian gastritis
dikota tanjungpinang tahun 2020 (5.850 kasus), tahun 2021 (4.574 kasus), dan tahun 2022 (4.404
kasus). ( Dinas Kesehatan kota Tanjungpinang,2022)
Tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat yaitu melakukan terapi tirah baring,
pendidikan kesehatan mengenai diet makanan cair dan pendidikan kesehatan mengenai jenis
makanan atau minuman yang meningkatkan risiko kambuh. Selain tindakan yang sudah
disebutkan, terdapat juga jenis terapi lain yang dapat diterapkan yaitu terapi farmakologis dan
non farmakologis. Terapi farmakologis adalah jenis terapi dengan menggunakan obat sebagai
tindakan utama, obat yang sering digunakan antara lain antasida, domperidon, ranitidine, dan
omeprazole (Asiki et al., 2020). Terapi non farmakologis adalah terapi yang berfokus pada
latihan-latihan atau rangkaian terapi yang bertujuan untuk meredakan rasa sakit dari gastritis.
Untuk terapi non farmakologis yang dapat digunakan antara lain yaitu teknik distraksi atau
pengalihan, relaksasi misalnya nafas dalam, pijat effleurage, teknik imajinasi yang dipandu,
kompres air hangat, relaksasi otot progresif dalam, dan relaksasi genggam jari (Utami & Kartika,
2018).
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi
yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga (Setiawan, 2016). Dalam
program perawatan kesehatan masyarakat, keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat dan
sebagai penerima asuhan keperawatan, untuk itu sangat diperlukan perawatan kesehatan keluarga
guna membantu meningkatkan masalah kesehatan masyarakat. Saat ini masalah kesehatan
masyarakat dapat disebabkan oleh pola hidup seperti makan-makanan junk food, makanan pedas
dan asam, makanan yang mengandung gas, dan pola makan yang tidak teratur. Hal ini dapat
menyebabkan penyakit salah satunya yaitu Gastritis. Gastritis adalah inflamasi pada mukosa
lambung, gastritis akut berlangsung selama beberapa hari dan sering kali disebabkan oleh
makanan yang dapat mengiritasi atau makanan yang terinfeksi, penggunaan aspirin secara
berlebihan dan penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID), asupan alkohol yang
berlebihan refluk empedu,dan terapi radiasi. Gastritis dapat juga menjadi tanda pertama infeksi
sistemik akut. Selain itu terdapat Gastritis kronis yaitu inflamasi lambung yang berkepanjangan
yang mungkin disebabkan autoimun seperti anemia pernisiosa, faktor diet seperti kafein, alkohol,
merokok (Brunner & Suddarth, 2014).
Dalam hal ini maka dibutuhkannya manajemen kesehatan supaya anggota keluarga
dengan gastritis mendapatkan penanganan yang tepat. Namun, apabila dalam keluarga tersebut
mengalami kompleksitas sistem pelayanan, kompleksitas program perawatan atau pengobatan,
permasalahan pengambilan keputusan, kesulitan dalam ekonomi, banyak tuntutan dan konflik
keluarga akan mengakibatkan manajemen kesehatan keluarga tidak efektif (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2016). Manajemen kesehatan tidak efektif adalah pola penanganan masalah
kesehatan dalam keluarga yang tidak memuaskan untuk memulihkan kondisi kesehatan anggota
keluarga. Penyebab manajemen kesehatan keluarga tidak efektif pada anggota keluarga yang
dengan gastritis disebabkan karena kompleksitas sistem pelayanan kesehatan, kompleksitas
program perawatan atau pengobatan, konflik dalam pengambilan keputusan, kesulitan ekonomi,
banyak tuntutan, konflik keluarga (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Dalam hal ini maka dibutuhkan edukasi tentang gastritis untuk meningkatkan manajemen
kesehatan keluarga. Edukasi adalah hal yang penting untuk meningkatkan manajemen kesehatan
keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan gastritis dapat optimal, edukasi yang diberikan
harus menggunakan cara yang tepat agar keluarga dapat memahami apa yang telah dijelaskan
( Amin & Hardhi, 2015). Berdasarkan uraian latar belakang diatas perlu adanya upaya pelayanan
kesehatan yang efektif untuk keluarga dengan penderita gastritis. Oleh karena itu penulis tertarik
melakukan studi kasus Gastritis pada keluarga dalam judul "Asuhan Keperawatan Keluarga Pada
Pasien Gastritis Dengan Masalah Manajemen Kesehatan Tidak Efektif di Wilayah Kerja
Puskesmas Sei Jang".
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan karya tulis
ilmiah ini adalah “Bagaimana Gambaran Asuhan Keperawatan Keluarga Gastritis Dengan
Masalah Keperawatan Manajemen Kesehatan Tidak Efektif Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sei Jang”.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan proses asuhan keperawatan keluarga pada penderita
gastritis dengan masalah keperawatan manajemen kesehatan tidak efektif di wilayah
kerja puskesmas sei jang.
1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulis agar penulis mampu dalam hal sebagai berikut :
1. Menggambarkan hasil pengkajian asuhan keperawatan keluarga penderita gastritis
dengan masalah keperawatan manajemen kesehatan tidak efektif di wilayah kerja
puskesmas sei jang.
2. Menggambarkan diagnosa asuhan keperawatan keluarga penderita gastritis dengan
masalah keperawatan manajemen kesehatan tidak efektif di wilayah kerja puskesmas
sei jang.
3. Menggambarkan intervensi asuhan keperawatan keluarga penderita gastritis dengan
masalah keperawatan manajemen kesehatan tidak efektif di wilayah kerja puskesmas
sei jang.
4. Menggambarkan implementasi asuhan keperawatan keluarga pada penderita gastritis
dengan masalah keperawatan manajemen kesehatan tidak efektif di wilayah kerja
puskesmas sei jang.
5. Menggambarkan evaluasi dari tindakan asuhan keperawatan keluarga pada penderita
gastritis dengan masalah manajemen kesehatan tidak efektif di wilayah kerja
puskesmas sei jang.
1.3 Manfaat
1.3.1 Masyarakat
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar dapat meningkatkan kemandirian
keluarga dan pasien dalam merawat anggota keluarga yang menderita gastritis dengan
masalah manajemen kesehatan tidak efektif.
1.3.2 Perkembangan Ilmu Kesehatan
Untuk menambah pengetahuan serta sumber informasi tentang pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Keluarga Pada Penderita Gastritis dengan masalah manajemen kesehatan
tidak efektif.
1.3.3 Penulis
Sebagai sarana pembelajaran dan mendapatkan pengalaman dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga pada penderita gastritis dengan masalah manajemen kesehatan
tidak efektif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi Gastritis


Gastritis adalah peradangan mukosa lambung dimana memiliki sifat akut, kronik difus,
atau lokal. Kemungkinan tanda dan gejala terjadinya peradangan pada lambung yang muncul
antara lain anoreksia, rasa sebah pada perut, nyeri epigastrium, mual dan muntah (Safitri &
Nurman, 2020).
Gastritis merupakan radang pada lambung sebagai respon terhadap trauma baik lokal
maupun sistemik yang ditandai dengan masuknya sel inflamasi termasuk limfosit dan sel plasma
(Rahmani et al., 2016). Gastritis kronis menyebar dan biasanya juga akan berefek pada
permukaan lambung yang dapat menyebabkan kerusakan intensif kelenjar, atrofi dan metaplasia.
Dari dua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah peradangan pada
mukosa lambung sebagai respon terhadap trauma yang memiliki sifat akut, kronis, difus, atau
lokal. Kemungkinan tanda dan gejala yang muncul antara lain anoreksia, perut sebah, nyeri
epigastrium, mual dan muntah.
2.1.2 Anatomi Patofisiologi Gastritis
Gaster adalah salah satu organ dalam manusia yang berbentuk seperti kantong yang
kosong mirip huruf “J”, letaknya ada di kuadran kiri atas abdomen. Ukuran lambung orang
dewasa berkisar antara 10 inchi dimana dapat mengembang dengan ukuran bervariasi, tergantung
pada volume makanan yang ada. Saat dalam keadaan tidak terisi maka lambung akan melipat,
lalu saat mulai terisi dan mengembang lipatan- lipatan tersebut secara perlahan akan terbuka.
Menurut Larassari (2017), lambung tersusun atas 4 lapisan yaitu:

a. Tunika Mukosa
Lapisan lambung yang tersusun dari lipatan-lipatan memanjang yang disebut rugae.
Dalam lapisan ini terdapat kelenjar kardia yang berfungsi untuk sekresi mucus, serta
kelenjar fundus atau gastric.
b. Tunika Submukosa
Lapisan lambung yang tersusun dari jaringan areolar longgar yang menjadi
penghubung antara tunika mukosa dengan tunika muskularis. Jaringan areolar ini yang
membuat tunika mukosa bergerak secara peristaltik.
c. Tunika Muskularis
Lapisan lambung yang tersusun atas 3 otot polos yaitu stratum longitudinal, stratum
circulare, dan stratum oblique. Susunan otot polos ini menimbulkan kontraksi untuk
memecah makanan menjadi partikel kecil, mengaduk, mencampur makanan serta
mendorong makanan ke duodenum
d. Tunika Serosa
Merupakan lapisan paling luar penyusun lambung yang terdiri dari jaringan ikat
longgar, jaringan lemak, dan pembuluh darah.
Lambung memiliki 3 fungsi motorik yaitu menyimpan makanan sementara,
menggabungkan makanan dengan secret lambung sampai berbentuk kimus, dan kemudian
mendorong hasil makanan tadi ke usus halus (Husairi, et al., 2020). Gaster memiliki sebuah
cincin otot yang berada dalam sambungan antara esophagus dan gaster, cincin tersebut akan
terbuka saat makanan masuk ke dalam esophagus lalu akan menutup kembali setelah makanan
masuk ke dalam lambung. Saat makanan masuk ke dalam lambung, maka lambung akan berada
dalam kondisi melemas
sebagai efek dari proses refleks relaksasi reseptif (Husairi, et al., 2020). Dinding gaster
tersusun lapisan-lapisan yang kuat, saat makanan sudah berada di dalam lambung dinding-
dinding lambung akan mulai menghaluskan makanan tersebut. Secara bersamaan kelenjar-
kelenjar di mukosa pada dinding lambung akan mengeluarkan cairan lambung termasuk enzim-
enzim yang terkandung didalamnya guna membantu proses penghalusan makanan. Otot-otot
lambung jarang ada dalam kondisi tidak aktif. Seketika saat lambung dalam kondisi kosong,
akan terjadi kontraksi peristaltik ringan yang secara perlahan-lahan akan semakin kuat setelah 1
jam. Bila kontraksi nya kuat, akan dapat dirasakan da nada kemungkinan menimbulkan nyeri
(Husairi, et al., 2020).
Salah satu zat penyusun dari cairan lambung adalah asam hidroklorida. Memiliki sifat
korosif yang mampu melarutkan paku besi dalam cairan ini. Dengan sifat korosif yang dimiliki
oleh asam hidroklorida ini maka dinding lambung melindungi dirinya dengan mukosa-mukosa
bicarbonate yang secara regular mengeluarkan io bicarbonate untuk menyeimbangkan kadar
asam dalam lambung sehingga asam hidroklorida tidak dapat melukai dinding lambung. Gastritis
akan timbul saat mekanisme perlindungan ini kewalahan sehingga menimbulkan kerusakan serta
peradangan dinding lambung.
Mekanisme perlindungan lambung menurut Putri (2017), yaitu:
a. Mucus Barrier
Lapisan mukus ini melapisi permukaan mukosa dengan tebal 2-3 kali tinggi sel epitel
permukaan. Mukus dan bikarbonat berfungsi melindungi mukosa terhadap pengaruh
asam dan pepsin, empedu dan zat perusak luar.
b. Resistensi Mukosa
Faktor yang berperan disini adalah daya regenerasi sel (cell turn over), potensial listrik
membran mukosa dan kemampuan penyembuhan luka.
c.. Aliran Darah Mukosa
Aliran darah mukosa yang menjamin suplai oksigen dan nutrisi yang adekuat adalah
penting untuk ketahanan mukosa. Setiap penurunan aliran darah baik lokal maupun
sistemik akan menyebabkan anoksia sel, penurunan ketahanan mukosa dan
memudahkan terjadinya ulserasi.
d. Prostaglandin dan Faktor Pertumbuhan lain
Peranan PG tersebut antara lain meningkatkan sekresi mukus dan bikarbonat,
mempertahankan pompa sodium, stabilisasi membran sel dan meningkatkan aliran
darah mukosa. Komponen lain yang akan memelihara ketahanan mukosa adalah
epidermal growth factor (EGF) dan transforming growth factor alpha (TGF-α). Kedua
peptida ini pada lambung akan meningkatkan produksi mukus dan menghambat
produksi asam.
2.1.3 Klasifikasi Gastritis
Pada umumnya, penyakit gastritis yang sering ditemui tergolong menjadi dua jenis yaitu
gastritis superfisialis atau gastritis akut dan gastritis atrofik kronis.
1. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah proses inflamasi mukosa yang kemungkinan tidak terdapat
atau tidak muncul tanda dan gejala klinis yang biasa menyertainya. Pada beberapa kasus
yang lebih parah bisa terjadi erosi, ulserasi, perdarahan, perdarahan dan muntah darah.
Tidak menimbulkan gejala namun menyebabkan dyspepsia, anoreksia dan muntah darah
atau melena merupakan ciri dari gastritis tipe akut (Nisa, 2018).
2. Gastritis Kronis
Gastritis kronis memiliki fase awal yang disebut gastritis superfisial. Gastritis tipe ini
sering kali disebabkan oleh infeksi dari helicobacter pylori. Hampir sama seperti gastritis
akut, gastritis tipe ini tidak memiliki gejala yang jelas sehingga sulit untuk diidentifikasi
(Nisa, 2018).
2.1.4 Etiologi Gastritis
Ada beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan seseorang menderita gastritis antara
lain mengkonsumsi obat-obatan kimia seperti asetaminofen, aspirin, dan steroid kortikosteroid.
Asetaminofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung, sedangkan
NSAIDS (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) dan kortikosteroid menghambat sintesis
prostaglandin sehingga sekresi HCL meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi
sangat asam. Kondisi asam ini menimbulkan iritasi mukosa lambung. Penyebab lain adalah
konsumsi alkohol. Alkohol dapat menyebabkan kerusakan gaster (Ida, 2017).
Gastritis akut disebabkan oleh makan terlalu banyak atau terlalu cepat, makan makanan
yang terlalu berbumbu atau yang mengandung mikroorganisme penyebab penyakit, iritasi bahan
semacam alkohol, Aspirin, NSAID, Lisol, serta bahan korosif lain, refluk empedu atau cairan
pankreas (Amin dan Hardhi, 2016). NSAID digunakan untuk mengobati reumatoid artritis,
osteoartritis, atau nyeri. NSAID merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu topikal
dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofilik,
sehingga mempermudah trapping ion hidrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan.
Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi
prostaglandin menurun secara bermakna (Vanipriya, 2015).
Gastropati NSAID adalah gastritis akut yang mengacu kepada spektrum komplikasi
saluran cerna bagian atas yang dihubungkan oleh penggunaan obat anti inflamasi non steroid
dengan durasi waktu tertentu, dan biasanya disebabkan oleh penggunaan jangka panjang NSAID.
Diagnosis gastropati NSAID dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat ditemukan gejala gastrointestinal seperti
dispepsia, heartburn, abdominal discomfort, dan nausea nafsu makan menurun, perut kembung
dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan bersendawa (Vanipriya, 2015).
Jika tidak tertangani dengan baik, komplikasi gastropati NSAID dapat muncul pada
penderita. Komplikasi tersebut meliputi perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena),
perforasi, striktura, syok hipovolemik, dan kematian. Pada pasien ini dapat tertangani dengan
baik sehingga tidak mengarah ke komplikasi serius untuk gastropati NSAID. (Vanipriya, 2015).
2.1.5 Manifestasi Klinis Gastritis
Manifestasi klinis yang muncul sebagai akibat terjadinya gastritis disebut dengan
syndrome dyspepsia. Syndrome dyspepsia adalah penyakit yang memiliki beberapa gejala yang
berkorelasi langsung dengan gastroduodenal seperti rasa nyeri epigastrium, rasa terbakar
epigastrium, rasa sebah pada perut dan juga rasa cepat kenyang serta ada kemungkinan
ditemukan perdarahan pada penderita gastritis (Catur et al., 2018).
Pada beberapa kasus penderita gastritis, juga ditemukan tidak menunjukan gejala yang
semestinya atau sebenarnya gejala itu ada namun hal tersebut dianggap bukanlah sebuah masalah
yang serius. Hal ini berpengaruh langsung terhadap kondisi lambung penderita karena apabila
tidak segera mendapatkan penanganan yang seharusnya kemungkinan terjadi kanker lambung
akan bertambah mengingat penanganan yang terlambat pada kondisi lambung yang sudah bisa
dikatakan parah.
2.1.1 Patofisiologi Gastritis
Gastritis disebabkan oleh stres, bahan kimia seperti obat-obatan dan alkohol, makanan
pedas, asam atau panas. Bagi mereka yang stress akan terjadi rangsangan Stimulasi saraf
simpatis NV (saraf vagus) yang meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di lambung. Adanya
HCl dalam di perut dapat menyebabkan mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia atau makanan
yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumnar mengalami penurunan produksi lendir.
Lendir berfungsi untuk melindungi mukosa lambung agar tidak tercerna. Respon mukosa
lambung karena penurunan sekresi mukus antara lain vasodilatasi sel mukosa lambung. Lapisan
mukosa lambung mengandung sel-sel yang menghasilkan HCl di fundus dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa lambung akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga
berpengaruh terhadap timbulnya rasa sakit. Nyeri disebabkan oleh kontak HCl dengan mukosa
lambung (Sya’diyah, 2016).
Gastritis akut ditandai dengan kerusakan lapisan mukosa lambung yang disebabkan oleh
adanya edema serta hiperemi pada membrane mukosa gaster, hal tersebut menyebabkan kongesti
cairan dan darah sebagai efek dari iritasi local. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya kontak
antara HCl dan pepsin dengan jaringan gaster yang menimbulkan iritasi, kemudian inflamasi
serta erosi superfisial mukosa gastric mengalami regenerasi secara cepat. Gastritis akut
merupakan self limiting disorder yang penyembuhannya dapat terjadi dalam hitungan hari.
Kondisi paling parah dari gastritis akut disebabkan karena mencerna asam atau alkali kuat baik
itu disengaja ataupun tidak disengaja, inflamasi berat atau nekrosis dan gangren lambung yang
menyebabkan perforasi, perdarahan, sampai peritonitis (Bachrudin & Najib, 2016).
Gastritis Kronis terjadi karena adanya kerusakan progresif yang diawali dengan inflamasi
superfisial yang secara bertahap akan berkembang menyebabkan atrofi pada jaringan gaster.
Tahap awal terjadi perubahan pada mukosa gaster dan menurunnya produksi mucus. Infeksi dari
Helicobacter pylori menyebabkan inflamasi pada mukosa gaster yang secara bersamaan terjadi
infiltrasi neutrophil dan limfosit, inflamasi tersebut menyebabkan lapisan terluar dari gaster
menjadi tipis dan atrofi sehingga kemampuan untuk melindungi gaster gaster dari autodigestif
oleh HCl dan pepsin menurun sehingga meningkatkan risiko terjadinya ulkus peptikum dan Ca.
gaster (Bachrudin & Najib, 2016).
2.1.3 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada penderita gastritis menurut (Nurarif & Kusuma, 2015)
antara lain :
a. Pemeriksaan darah. Digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori dalam
darah. Selain itu pemeriksaan darah juga digunakan untuk mengetahui apakah
terjadi anemia akibat dari perdarahan lambung.
b. Pemeriksaan feses. Hasil tes positif menunjukan bahwa terdapat H. pylori dalam
feses yang mengindikasikan terjadi infeksi. Selain itu pemeriksaan feses juga
bertujuan untuk mengetahui adakah perdarahan lam
c. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Abnormalitas pada saluran cerna bagian atas
dapat terlihat yang mungkin tidak dapat terlihat menggunakan sinar X.
d. Rontgen saluran cerna bagian atas. Hasil dari rontgen untuk melihat tanda gastritis
atau kemungkinan adanya penyakit pencernaan lain.
2.1.4 Penatalaksanaan Gastritis
Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil
dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis
reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan antasida juga ditujukan sebagai
sitoprotektif berupa sukralfat dan prostaglandin. Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan
terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan
menghentikan obat yang dapat menjadi penyebab serta dengan pengobatan suportif.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonis H2 sehingga
mencapai PH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap
dianjurkan. Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan aman. Untuk
pengguna aspirin keadaan klinis yang berat. Un pasien yang atau anti inflamasi nonsteroid
pencegahan yang terbaik adalah dengan Misoprostol atau Derivat Prostaglandin.
Penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut dilakukan dengan menghindari alkohol dan
makanan sampai gejala berkurang. Bila gejala menetap, diperlukan cairan intravena. Bila
terdapat perdarahan, penatalaksanaan serupa dengan pada hemoragi saluran gastrointestinal atas.
Bila gastritis terjadi karena alkali kuat, gunakan jus karena adanya bahaya perforasi (Amin dan
Hardhi, 2015, p. 33).
2.1.5 Komplikasi Gastritis
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah perdarahan saluran cerna
bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir dengan syok hemoragik.
Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptic. Gambaran klinis yang di
perlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptic penyebab utamanya adalah Helicobacter
Pylory, sebesar 100 % pada tukak duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti
dapat ditegakkan dengan endoskopi (Amin dan Hardhi, 2015).

2.1 Konsep Keluarga


2.2.1 Definisi Keluarga
Setyowati dan Murwani (2018) bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang memiliki
hubungan perkawinan, kelahiran, dan adopsi, bertujuan untuk menciptakan, memelihara budaya
dan meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, emosional dan sosialnya dalam setiap
anggota keluarga. Nadirawati (2018) keluarga adalah dua orang atau lebih yang dipersatukan
melalui kesatuan emosional dan keintiman serta memandang dirinya sebagai bagian dari
keluarga.
Nadirawati (2018) bahwa keluarga yaitu sekelompok dua orang atau lebih yang disatukan
oleh persatuan dan ikatan emosional tidak hanya berdasarkan keturunan atau hukum, tetapi
mungkin atau mungkin tidak Dengan cara ini, mereka menganggap diri mereka sebagai keluarga
dan mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.
2.2.2 Struktur Keluarga
Menurut Nadirawati (2018) Salah satu pendekatan dalam keluarga adalah pendekatan
struktural fungsional, Struktur keluarga menyatakan bagaimana keluarga disusun atau bagaimana
unit unit ditata dan saling terkait satu sama lain. Struktur dalam keluarga terbagi menjadi 4 yaitu:
a. Pola komunikasi keluarga
Komunikasi sangatlah penting dalam suatu hubungan namun tidak hanya untuk keluarga,
tetapi juga untuk semua jenis hubungan. Tanpa komunikasi, tidak akan ada hubungan yang dekat
dan intim, atau bahkan saling pengertian. Dalam keluarga ada beberapa interaksi yang efektif
dan beberapa tidak. Mode interaktif yang berfungsi dalam keluarga memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Terbuka, jujur, berpikiran positif, dan selalu berusaha menyelesaikan konflik
keluarga.
2) Komunikasi berkualitas tinggi antara pembicara dan audiens
Dalam pola komunikasi ini biasanya disebut stimulus respons, komunikasi semacam ini
kadang terjadi ketika orang tua mengasuh bayi ataupun sebaliknya. Orang tua lebih aktif dan
kreatif dalam merespon (stimulus). Melalui model komunikasi yang berfungsi dengan baik ini,
penyampaian pesan (pembicara) akan mengungkapkan pendapat, meminta dan menerima umpan
balik. Di sisi lain, penerima pesan selalu siap mendengarkan, memberikan umpan balik, dan
verifikasi. Pada saat yang sama, keluarga dengan metode komunikasi yang buruk dapat
menimbulkan berbagai masalah, terutama beban psikologis anggota keluarga. Ciri-ciri mode
komunikasi ini antara lain:
1) Fokus dialog hanya pada satu orang, misalnya penanggung jawab keluarga
memutuskan apa yang terjadi dan apa yang dilakukan anggota keluarga;
2) Tidak ada diskusi di dalam keluarga, semua anggota keluarga setuju, tidak peduli
apakah mereka setuju atau harus setuju;
3) Keluarga kehilangan rasa simpati, karena setiap anggota keluarga tidak dapat
mengungkapkan pendapatnya. Karena cara komunikasi dan pertumbuhan ini,
komunikasi dalam keluarga akhirnya menjadi tertutup.
b. Struktur Peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan dari posisi tertentu. Ayah
berperan sebagai kepala keluarga, ibu berperan sebagai daerah domestik keluarga, dan anak
memiliki perannya masing-masing dan berharap dapat saling memahami dan mendukung. Selain
peran utama terdapat peran informal, peran tersebut dilakukan dalam kondisi tertentu atau sudah
menjadi kesepakatan antar anggota keluarga. Misalnya, jika suami mengizinkan istrinya bekerja
di luar rumah, maka istri akan berperan informal. Begitu pula suami akan melakukan tugas
informal tanpa sungkan dengan membantu istrinya mengurus rumah.
c. Struktur Kekuatan
Kondisi struktur keluarga yang menggambarkan adanya kekuasaan yang digunakan untuk
mengontrol dan mempengaruhi anggota keluarga lainnya dalam sebuah keluarga, setiap individu
dalam keluarga memiliki kekuatan untuk mengubah perilaku anggotanya ke arah yang lebih
positif dalam hal perilaku dan kesehatan. ketika seseorang memiliki kekuatan sebenarnya dia
dapat mengontrol interaksi. Dimana kekuatan ini dapat dibangun dengan berbagai cara. Selain
itu, terdapat banyak faktor dalam struktur kekuatan keluarga, diantaranya:
1) Kekuatan hukum (kekuatan / kewenangan hukum)
Dalam korteks kekeluargaan, kekuatan ini sebenarnya tumbuh secara mandiri, karena
adanya hierarki (pemimpin) yang merupakan struktur masyarakat kita. Kepala keluarga
merupakan pemegang kemampuan interaktif dalam keluarga. Ia berhak mengontrol
tingkah laku anggota keluarga lainnya, terutama pada anak-anak.
2) Referent power
Dalam masyarakat orang tua merupakan contoh teladan dalam keluarga, terutama
kedudukan sang ayah sebagai kepala keluarga. Apa yang dilakukan sang ayah akan
menjadi teladan bagi pasangan dan anak-anaknya.
3) Reward power/ Kemampuan menghargai
Imbalan penting untuk memiliki dampak yang mendalam di dalam keluarga. Hal ini
tentunya sering terjadi di masyarakat kita, jika anak-anak mereka mencapai nilai
terbaik di sekolah, mereka akan diberikan hadiah. Cara ini memang bisa secara efektif
menstimulasi semangat si anak, tapi jika si anak tidak berhasil, maka itu tidak akan
menghadiahinya. Cara yang lebih baik adalah bahwa anak tetap akan diberi
penghargaan, tetapi jika berhasil, itu akan lebih rendah dari standar yang dijanjikan.
Namun, meskipun orang tua tidak berhasil, usaha anak anaknya akan tetap dihargai
oleh orangtuanya.

4) Coercive power
Dalam memperkuat hubungan di sebuah rumah tangga peraturan sangat penting untuk
diterapkan. Konsekuensinya apabila melakukan pelanggaran atau tidak mematuhi
peraturan yang ada maka ancaman atau berupa hukuman akan diterima.
d. Nilai-Nilai Dalam Kehidupan Keluarga
Di dalam kehidupan keluarga sikap maupun kepercayaan sangat penting dimana
didalamnya terdapat nilai yang merupakan sistematis. Nilai-nilai kekeluargaan juga dapat
digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan norma dan aturan. Norma merupakan perilaku
sosial yang baik berdasarkan sistem nilai keluarga.
Nilai-nilai dalam keluarga tidak hanya dibentuk oleh keluarga itu sendiri, tetapi juga
turunkan oleh keluarga istri atau suami. Perpaduan dua nilai dengan nilai berbeda akan
menciptakan nilai baru bagi sebuah keluarga.
2.2.3 Tipe Keluarga
Menurut Setyowati dan Murwani (2018) Keluarga membutuhkan layanan kesehatan
untuk berbagai gaya hidup. Dengan perkembangan masyarakat, jenis keluarga juga akan
berkembang. Untuk melibatkan keluarga dalam meningkatkan kesehatan, maka kita perlu
memahami semua tipe dalam keluarga.
a. Tradisional
1) Keluarga inti mengacu pada keluarga (biologis atau adopsi) yang terdiri dari
suami, istri dan anak
2) Keluarga besar mengacu pada keluarga inti dan keluarga lain yang berhubungan
dengan kerabat sedarah, seperti kakek nenek, keponakan, paman dan bibi.
3) Keluarga Dyad adalah keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri tanpa anak.
4) Single Parent “Orang tua tunggal" adalah keluarga yang terdiri dari orang tua
(ayah /ibu) dan anak (dikandung /diadopsi). Perceraian atau kematian dapat
menyebabkan situasi ini.
5) Single Adult "Orang dewasa lajang" mengacu pada sebuah keluarga yang hanya
terdiri dari satu orang dewasa (misalnya, seorang dewasa yang kemudian tinggal
di kantor asrama untuk bekerja atau belajar).

b. Non Tradisional
1) The unmariedteenege mather (Remaja yang belum menikah) Keluarga yang
terdiri dari orang tua (terutama ibu) dan anak-anak dari hubungan tanpa nikah
2) The stepparent family Keluarga dengan orang tua tiri.
3) Commune family (Keluarga komunal)
4) Beberapa pasangan keluarga yang tidak terkait (dan anak-anak mereka) tinggal
bersama di rumah yang sama, sumber daya dan fasilitas yang sama, dan
pengalaman yang sama: mensosialisasikan anak melalui kegiatan kelompok atau
membesarkan anak bersama.
5) The nonmarital heterosexual cohabiting family
Keluarga yang tinggal bersama namun bisa saja berganti pasangan tanpa adanya
menikah
6) Gay and lesbian families
Orang dengan jenis kelamin yang sama hidup dengan "pasangan nikah"
7) Cohabitating family
Dengan beberapa alasan yang memungkinkan dimana orang dewasa tinggal
dalam satu rumah tanpa adanya suatu pernikahan.
8) Group marriage-family
Dalam pernikahan di mana orang dewasa menggunakan peralatan keluarga
bersama-sama, mereka merasa bahwa hubungan romantis yang mereka jalani
adalah pernikahan dan berbagi beberapa hal, termasuk seks dan pengasuhan anak
selanjutnya.
9) Group network family
Kelompok jaringan keluarga dimana keluarga inti memiliki ikatan atau aturan
yang sama dan mereka hidup bersama untuk berbagi kebutuhan sehari-hari dan
memberikan layanan dan tanggung jawab untuk mengasuh anak.
10) Foster family
Keluarga angkat Ketika orang tua anak membutuhkan bantuan untuk menyatukan
kembali keluarga aslinya, keluarga akan menerima sementara anak yang tidak ada
hubungannya dengan keluarga / saudara kandung.
11) Homeless family
Keluarga tunawisma Karena krisis pribadi yang berkaitan dengan kondisi
ekonomi dan atau masalah kesehatan mental, keluarga yang terbentuk tanpa
adanya perlindungan yang tetap diberikan.
12) Gang
Bentuk keluarga yang merusak, dalam arti mereka mencari ikatan emosional dan
merawat keluarga, tetapi tumbuh dalam lingkungan yang penuh kekerasan dan
kejahatan dalam hidup mereka.
2.2.4 Fungsi Keluarga
Struktur dan fungsi sangat erat kaitannya, dan ada interaksi yang berkelanjutan antara
satu sama lain. Strukturnya didasarkan pada model organisasi atau keanggotaan dan hubungan
yang berkelanjutan. Menurut Setyowati dan Murwani (2018) mengidentifikasi 5 fungsi dasar
keluarga, diantaranya:
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif yaitu dimana dalam suatu rumah tangga saling mengasuh dan memberikan
cinta, fungsi emosional sangat berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Dari
kebahagiaan dan kegembiraan semua anggota keluarga itu dapat dilihat bahwa terwujudnya
fungsi emosional yang berhasil pada setiap anggota keluarga mempertahankan suasana yang
positif. Ini dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga.
Oleh karena itu, dalam keluarga yang berhasil menjalankan fungsi emosional, semua anggota
keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif serta saling menerima dan mendukung
satu sama yang lain. Ada beberapa komponen yang perlu untuk dipenuhi oleh keluarga dalam
melaksanakan fungsi yang afektif, sebagai berikut:
1) Saling peduli, cinta, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar
anggota keluarga, mendapatkan cinta dan dukungan dari anggota lainnya.
Kemudian kemampuannya untuk memberikan cinta akan meningkat, yang pada
gilirannya menjalin hubungan yang hangat dan suportif. Keintiman dalam
keluarga merupakan modal dasar untuk membangun relasi dengan orang lain di
luar keluarga / komunitas.
2) Saling menghormati. Jika anggota keluarga saling menghormati, mengakui
keberadaan dan hak masing-masing anggota keluarga, serta senantiasa menjaga
suasana positif, maka fungsi emosional akan terwujud.
3) Ketika suami dan istri sepakat untuk memulai hidup baru, mereka mulai menjalin
hubungan intim dan menentukan hubungan keluarga mereka. Ikatan antar anggota
keluarga dikembangkan melalui proses mengidentifikasi dan menyesuaikan
semua aspek kehidupan anggota keluarga. Para orang tua hendaknya membentuk
proses identifikasi positif agar anak dapat mencontoh perilaku positif kedua orang
tua. Fungsi emosional adalah kebahagiaan yang ditentukan dari sumber energi
atau kekuatan sebaliknya adanya kerusakan dalam keluarga itu disebabkan karena
ketidakmampuan dalam mewujudkan fungsi emosional didalam keluarga itu
sendiri.
b. Fungsi sosialisasi
Menurut Setyowati dan Murwani (2018) Sosialisasi adalah proses perkembangan dan
perubahan pengalaman pribadi, yang mengarah pada interaksi sosial dan pembelajaran berperan
dalam lingkungan sosial. Sosialisasi dimulai dengan kelahiran manusia, keluarga merupakan
tempat dimana individu belajar bersosialisasi, misalnya seorang anak yang baru lahir akan
melihat ayahnya, ibunya dan orang-orang disekitarnya.
Kemudian ketika masih balita, ia mulai belajar bersosialisasi dengan lingkungannya,
meskipun keluarga tetap memegang peranan penting dalam interaksi sosial. Keberhasilan
perkembangan pribadi dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota
keluarga yang ditunjukkan dalam proses sosialisasi. Anggota keluarga mempelajari disiplin,
norma, budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi keluarga.
c. Fungsi reproduksi
Setiap keluarga setelah melangsungkan pernikahan adalah memiliki anak, dimana fungsi
reproduksi utamanya adalah sebagai sarana melanjutkan generasi penerus serta secara tidak
langsung meneruskan kelangsungan keturunan sumber daya manusia. Oleh sebab itu dengan
adanya hubungan pernikahan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani
pasangan, tujuan didirikannya sebuah keluarga adalah untuk mempunyai keturunan yang
bertujuan untuk memperpanjang garis keturunan keluarga atau sebagai penerus.
d. Fungsi ekonomi
Dalam hal ini fungsi ekonomi pada keluarga yaitu untuk memenuhi segala kebutuhan
finansial seluruh anggota keluarga misalnya untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan
papan. Seperti saat ini, yang terjadi adalah banyaknya pasangan yang melihat masalah yang
berujung pada perceraian karena hal pendapatan yang sedikit atau tidak sesuai dengan kebutuhan
sehari hari antara suami dengan istri. Isi yang akan dipelajari tentang fungsi ekonomi keluarga
adalah:
1) Fungsi pendidikan
Jelaskan upaya yang diperoleh dari sekolah atau masyarakat sekitar dan upaya
pendidikan yang dilakukan oleh keluarga
2) Fungsi religius
Jelaskan penelitian keluarga yang berhubungan dengan kesehatan dan kegiatan
keagamaan
3) Fungsi waktu luang
Jelaskan kemampuan keluarga untuk menghibur bersama di dalam dan di luar
rumah serta kegiatan keluarga, dan jumlah yang diselesaikan.
e. Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga juga memegang peranan penting dalam pelaksanaan praktik kesehatan, yaitu
dengan mengurus masalah kesehatan dan / atau anggota keluarga, pada saat sakit maka
kemampuan keluarga dalam memberikan pelayanan kesehatan akan mempengaruhi kesehatan
keluarga. Dari kinerja tugas kesehatan keluarga dapat dilihat kemampuan medis dan kesehatan
keluarga. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti dapat menyelesaikan
masalah kesehatan. Adapun fungsi keluarga menurut Nadirawati (2018), sebagai berikut:
a. Affection
1) Untuk menciptakan persaudaraan atau memelihara kasih sayang
2) Perkembangan kehidupan seksual dan kebutuhan seksual
3) menambahkan anggota baru (anak)
b. Security and acceptance
1) Memenuhi kebutuhan fisik
2) Menerima individu sebagai anggota
c. Identity and satisfaction
1) Tetap atau mempertahankan motivasi
2) kembangkan peran dan citra diri
3) Tentukan tingkat sosial dan kepuasan aktivitas
d. Affiliation and companionship
1) Kembangkan metode komunikasi
2) pertahankan hubungan yang harmonis
e. Socialization
1) Memahami budaya (nilai dan perilaku),
2) Aturan atau pedoman untuk hubungan internal dan eksternal,membebaskan
anggota
f. Control
1) Pertahankan kontrol sosial,
2) pembagian kerja,
3) penempatan dan penggunaan sumber daya yang ada.
2.2.5 Tugas dan tahap perkembangan Keluarga
Menurut Nadirawati (2018) mengemukakan bahwa dalam siklus kehidupan keluarga, ada
tahapan yang dapat diperkirakan, seperti hak individu untuk tumbuh dan berkembang secara
berkelanjutan. Layaknya keluarga, perkembangan keluarga merupakan proses perubahan dalam
sistem keluarga, termasuk perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggotanya dari waktu
ke waktu. Tahap-tahap perkembangan keluarga dibagi menurut kurun waktu yang dianggap
stabil, misalnya keluarga dengan anak pertama berbeda dengan keluarga yang beranjak remaja.
a. Tahap 1: Pasangan baru ( Beginning Family )
Tahap perkembangan keluarga dari pasangan yang baru menikah yang dimulai dengan
pernikahan seorang anak adam menandai dimulainya sebuah keluarga baru, keluarga atau suami
istri yang bertujuan untuk menghasilkan keturunan sudah menikah, perpindahan dari keluarga
asli atau status lajang ke hubungan dekat yang baru. Kedua orang yang membentuk keluarga
perlu mempersiapkan kehidupan keluarga yang baru, karena keduanya perlu menyesuaikan peran
dan fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang belajar hidup bersama dan beradaptasi
dengan kebiasaannya sendiri, seperti makan, tidur, dan bangun pagi. Tugas perkembangan tahap
ini, sebagai berikut:
1) Menciptakan sebuah perkawinan yang saling memuaskan
Ketika seseorang terikat oleh sebuah hubungan pernikahan yang harus dilakukan
adalah fokus pada tujuan hidup bersama asal muasal kedua orang ini bergabung
bersama peran mereka berubah, dan pasangan mereka harus beradaptasi dengan
banyak tugas sehari-hari. misalnya, mereka harus bersama-sama menyusun rangkaian
rutinitas, yaitu makan, tidur, bangun pagi, membersihkan halaman, bergiliran ke
toilet, mencari kesempatan hiburan, dan lain sebagainya. Namun karena
ketidaktahuan dan misinformasi banyak pasangan yang kerap menghadapi masalah
terkait adaptasi seksual, yang bisa berujung pada kekecewaan dan ekspektasi yang
lebih rendah. faktanya, banyak pasangan membawa kebutuhan dan keinginan yang
tidak terpenuhi ke dalam hubungan mereka, yang mungkin berdampak negatif pada
hubungan seksual.
2) Hubungkan secara harmonis
Menjalin hubungan dengan keluarga pasangan, mertua, ibu mertua dan lain- lain.
Perubahan peran dasar terjadi pada perkawinan pertama suatu pasangan karena
mereka pindah dari kediaman orang tua ke kediaman yang baru menikah. Pada saat
yang sama, mereka menjadi anggota tiga keluarga, yaitu anggota keluarga dari
leluhur masing-masing, pada saat yang sama, keluarga mereka sendiri baru saja
terbentuk. Pasangan tersebut dihadapkan pada tugas berpisah dari keluarga asal dan
menjaga berbagai hubungan dengan orang tua, saudara dan ipar, karena kesetiaan
utama mereka harus diubah untuk kepentingan hubungan perkawinan. Bagi pasangan
ini, hal ini membutuhkan pembinaan hubungan baru dengan kedua orang tua.
Hubungan ini tidak hanya memungkinkan adanya saling mendukung dan menikmati,
tetapi juga memiliki kemandirian untuk melindungi pasangan baru dari gangguan
eksternal yang dapat merusak bahtera pernikahan yang bahagia.
3) Mendiskusikan rencana memiliki anak (menjadi orang tua)
Pentingnya mempertimbangkan keluarga berencana ketika bekerja di bidang
kesehatan ibu, keinginan untuk memiliki anak dan waktu kehamilan merupakan
keputusan keluarga yang sangat penting, jenis perawatan medis yang diterima
keluarga sebelum melahirkan sangat mempengaruhi kemampuan keluarga untuk
secara efektif mengatasi perubahan non-konvensional setelah bayi lahir. Adapun
masalah yang dapat terjadi di tahap ini, ialah: Permasalahan utama yang terjadi
pada tahap ini adalah penyesuaian gender dan peran perkawinan, konseling dan
konseling KB, sosialisasi, serta konseling dan komunikasi prenatal. Informasi yang
tidak mencukupi sering kali menyebabkan masalah seksual dan emosional sebelum
dan sesudah menikah ketakutan, internal kehamilan yang tidak diinginkan, dan
gangguan kehamilan. Hal-hal yang tidak menyenangkan ini dapat menghalangi
pasangan untuk merencanakan hidupnya dan membangun hubungan yang kuat
b. Tahap II: Keluarga “Child-Bearing” (Kelahiran anak pertama)
Tahap kedua dimulai dari kelahiran anak pertama dan berlangsung hingga anak pertama
berusia 30 bulan kedatangan bayi membawa perubahan transformatif bagi anggota keluarga dan
setiap kelompok kerabat. Pasangan yang sudah menikah perlu mempersiapkan kehamilan dan
persalinan melalui beberapa tugas perkembangan yang penting. Tugas perkembangannya yaitu:
1) Siap menjadi orang tua
2) Beradaptasi dengan anggota keluarga yang berubah: peran, interaksi, hubungan
dan aktivitas seksual
3) Hubungan yang memuaskan dengan pasangan Masalah yang dapat terjadi pada
tahap ini adalah: Sang suami diabaikan oleh istri dengan kelahiran anak pertama
membawa perubahan besar dalam keluarga, sehingga pasangan harus beradaptasi
dengan peran mereka agar dapat memenuhi kebutuhan anak. Pada tahap ini yang
ditandai dengan kelahiran sang buah hati, pasangan tersebut merasa terabaikan
karena kedua belah pihak memusatkan perhatiannya pada sang buah hati. Masalah
kedua, pertengkaran yaitu pertengkaran antara suami dan istri sering meningkat,
dan ada interupsi terus menerus (selalu lelah), tanggung jawab utama perawat
keluarga adalah memeriksa peran orang tua bagaimana orang tua berinteraksi
dengan bayi dan merawat bayi serta tanggapan bayi, perawat perlu
mengedepankan hubungan yang positif dan ramah antara orang tua dan bayi
untuk mencapai hubungan yang akrab antara orang tua dan bayi.
c. Tahap III: Keluarga dengan Anak Prasekolah
Tahap ini dimulai dengan kelahiran anak pertama pada usia 2,5 tahun dan berakhir pada
usia 5 tahun, pada tahap ini fungsi keluarga dan jumlah serta kompleksitas masalah telah
berkembang dengan baik. Tugas perkembangan keluarga dengan Anak Prasekolah :
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan perumahan, privasi
dan keamanan
2) Bantu anak-anak bersosialisasi
3) Beradaptasi dengan bayi yang baru lahir sekaligus harus memenuhi kebutuhan
anak lainnya
4) Menjaga hubungan yang sehat baik di dalam maupun di luar keluarga (keluarga
lain dan lingkungan)
5) Alokasikan waktu untuk individu, pasangan dan anak-anak
6) Bagikan tanggung jawab anggota keluarga
7) Kegiatan dan waktu untuk merangsang tumbuh kembang anak
Meningkatkan jumlah anggota keluarga dapat menyebabkan perubahan peran,
ketegangan peran, dan konflik peran antara suami dan istri, yang disebabkan oleh ketidaktahuan
akan peran, tanggung jawab, atau prestasi kerja, yang mengancam stabilitas perkawinan.
kehidupan keluarga pada tahap ini sangat sibuk, dan anak sangat bergantung pada orang tuanya,
kedua orang tua harus mengatur waktu sendiri untuk memenuhi kebutuhan anak, suami istri dan
pekerjaan yaitu full time / paruh waktu. Orang tua menjadi arsitek keluarga yang merancang dan
membimbing perkembangan keluarga sehingga menjaga keutuhan dan keberlangsungan hidup
perkawinan dengan memperkuat hubungan kerjasama antara suami dan istri, orang tua dapat
berperan dalam menstimulasi perkembangan individu anak, terutama kemandirian anak,
sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan anak pada tahap ini. Adapun masalah
yang mungkin terjadi pada tahap ini, diantaranya:
1) Kecelakaan anak di dalam rumah, seperti jatuh, terbakar, tenggelam, dll.
2) Frustrasi atau konflik peran orang tua yang mengarah pada perlindungan dan
disiplin yang berlebihan dapat menghambat kreativitas anak
3) Merasa frustasi dengan perilaku anak atau masalah lain dalam keluarga yang
menyebabkan pelecehan anak.
4) Terjadi kesalahan peran, menyebabkan orang tua menolak untuk berpartisipasi
dalam peran pengasuhan, yang menyebabkan kelalaian anak
5) Masalah anak-anak dengan kesulitan makan
6) Masalah kecemburuan dan persaingan di antara anak-anak.
d. Tahap IV: Keluarga dengan Anak Sekolah
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia 12
tahun, pada tahap ini biasanya anggota keluarga paling banyak, jadi keluarga sangat sibuk, selain
aktivitas sekolah, setiap anak memiliki aktivitas dan minatnya masing-masing. Demikian pula
orang tua melakukan kegiatan yang berbeda dengan anak anaknya. Orang tua bergumul dengan
berbagai kebutuhan, yaitu berusaha mencari kepuasan dalam mengasuh generasi berikutnya
(tugas perkembangan reproduksi) dan memperhatikan perkembangannya sendiri, sedangkan
anak usia sekolah sedang berjuang mengembangkan rasa diri. Kemampuan untuk menikmati
pekerjaan dan eksperimen, mengurangi atau menahan perasaan rendah diri. oleh karena itu,
keluarga perlu bekerja sama untuk mencapai tugas-tugas pembangunan. Tugas perkembangan
keluarga dengan Anak Sekolah:
1) Membantu anak-anak dengan kegiatan penjangkauan, tetangga, sekolah dan
lingkungan, termasuk meningkatkan kinerja sekolah dan mengembangkan
hubungan teman sebaya yang sehat
2) Jaga hubungan intim dengan pasangan Anda
3) Memenuhi kebutuhan hidup dan biaya hidup yang terus meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga Pada tahap ini, orang
tua perlu belajar untuk berpisah dari anaknya dan memberikan kesempatan sosial
kepada anaknya di sekolah dan kegiatan di luar sekolah. Adapun masalah yang
terjadi pada tahap ini adalah:
Pada tahap ini, orang tua akan merasakan tekanan yang luar biasa dari masyarakat di luar
keluarga melalui sistem sekolah dan berbagai pergaulan di luar keluarga, tekanan tersebut
menuntut anaknya untuk mematuhi standar komunitas anak. Hal ini cenderung mempengaruhi
keluarga kelas menengah untuk menekankan nilai-nilai pencapaian dan produktivitas yang lebih
tradisional. Cacat anak akan diketahui selama menstruasi anak. Selain kesulitan belajar,
gangguan perilaku dan perawatan gigi yang tidak memadai, penganiayaan anak, penyalahgunaan
obat dan penyakit menular, perawat sekolah dan guru juga akan menemukan banyak efek, seperti
penglihatan, pendengaran, dan bicara.
Selain itu, akibat pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh berbagai proses kegiatan
pembangunan, maka risiko timbulnya gangguan kesehatan pada anak semakin meningkat,
misalnya meluasnya gangguan akibat paparan asap, emisi gas buang dari sarana transportasi,
kebisingan, industri dan rumah tangga. sampah, dan gangguan kesehatan akibat bencana. Selain
lingkungan, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah pembentukan perilaku sehat di
kalangan anak sekolah. Secara epidemiologi penyebaran penyakit lingkungan di kalangan siswa
sekolah dasar di Indonesia masih tinggi, demam berdarah dengue, diare, cacingan, infeksi
saluran pernafasan akut dan reaksi makanan yang merugikan yang disebabkan oleh kebersihan
dan keamanan makanan yang buruk.
Selain menjadi konsultan perawat dan pendidik di bidang kesehatan mereka juga dapat
memulai rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut dan juga dapat menjadi konsultan guru sekolah,
hal ini memungkinkan guru untuk secara lebih efektif memenuhi kebutuhan atau kebiasaan
kesehatan pribadi siswa banyak kecacatan ditemukan selama tahun ajaran, termasuk epilepsi,
cerebral palsy, keterbelakangan mental, kanker dan penyakit ortopedi fungsi utama perawat
kesehatan tidak hanya memberikan referensi, tetapi juga mengajarkan orang tua tentang situasi
dan konseling untuk membantu keluarga mengatasi, sehingga meminimalkan efek merugikan
dari kecacatan.
e. Tahap V: Keluarga dengan Anak Remaja
Masa remaja dianggap penting karena adanya perubahan tubuh dan perkembangan
kecerdasan yang pesat, selama masa transisi dari masa kanak-kanak hingga dewasa,
perkembangan psikologis remaja biasanya tidak berdampak negatif pada tahap psikologis
remaja, oleh karena itu diperlukan penyesuaian psikologis dan pembentukan sikap, nilai, dan
minat baru. Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan meninggalkan rumah
orang tuanya setelah 6-7 tahun. Tujuan keluarga ini adalah melepaskan pemuda ini dan
mendorong tanggung jawab ke tahap berikutnya. Adapun tahap perkembangan keluarga dengan
Anak Remaja
1) Mempertimbangkan bertambahnya usia dan kemandirian kaum muda, berikan
kebebasan untuk menyeimbangkan tanggung jawab dan tanggung jawab
2) Menjaga hubungan dekat dengan keluarga
3) Menjaga komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan,
permusuhan dan keraguan
4) Mengubah peran dan aturan tumbuh kembang keluarga Tahap ini merupakan
tahap yang paling sulit karena orang tua menyerahkan kewenangannya dan
mengarahkan anaknya untuk bertanggung jawab dengan kewenangan atas diri
sendiri dalam peran dan fungsinya, konflik sering terjadi antara orang tua dan
remaja karena anak ingin bebas melakukan aktivitas, dan orang tua berhak
mengontrol aktivitas anaknya. dalam hal ini, orang tua perlu menjalin komunikasi
yang terbuka untuk menghindari kecurigaan dan permusuhan, agar hubungan
antara orang tua dan remaja dapat harmonis.

f. Tahap VI: Keluarga dengan Anak Dewasa (Pelepasan)


Fase ini dimulai dari terakhir kali anda meninggalkan rumah dan diakhiri dengan terakhir
kali anda meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung dari jumlah anak dalam
keluarga atau apakah anak sudah menikah dan terus tinggal bersama orang tuanya tujuan utama
tahapan ini adalah menata kembali keluarga untuk terus berperan melepaskan anak untuk hidup
sendiri.
Adapun tugas perkembangan keluarga dengan anak dewasa, sebagai berikut:
1) Perluas keluarga inti menjadi keluarga besar
2) Jaga hubungan intim dengan pasangan anda
3) Membantu orang tua dari suami / istri yang sakit dan memasuki usia lanjut
4) Membantu anak-anak untuk mandiri dalam masyarakat
5) Sesuaikan peran dan aktivitas keluarga
Keluarga perlu mempersiapkan keluarganya sendiri untuk anak yang lebih tua dan terus
membantu anak terakhir agar lebih mandiri ketika semua anak meninggalkan rumah pasangan
perlu membangun kembali dan mengembangkan hubungan mereka seperti yang mereka lakukan
di masa masa awal. orang tua akan merasa kehilangan peran dalam mengasuh anak dan merasa
"hampa" karena anaknya tidak lagi tinggal di rumah. Untuk mengatasi keadaan tersebut, orang
tua perlu melakukan aktivitas pekerjaan, meningkatkan perannya sebagai partner, dan menjaga
hubungan interpersonal yang baik.
g. Tahap VII: Keluarga Usia Pertengahan
Tahap ini dimulai dari terakhir kali anak meninggalkan rumah hingga pensiun atau
kematian pasangannya. pada beberapa pasangan sulit pada tahap ini karena masalah usia tua,
perpisahan dari anak, dan rasa bersalah gagal menjadi orang tua. Adapun tugas perkembangan
keluarga dengan usia pertengahan:
1) Tetap sehat
2) Menjaga hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak
3) Tingkatkan keintiman pasangan
Namun, setelah anak-anak meninggalkan rumah, pasangan tetap sehat melalui berbagai
aktivitas, antara lain pola hidup sehat, pola makan seimbang, olahraga teratur, serta menikmati
hidup dan pekerjaan, pasangan juga mengadakan pertemuan keluarga antargenerasi (anak dan
cucu) untuk menjaga hubungan dengan teman sebaya dan keluarganya agar pasangan bisa
merasa bahagia seperti kakek nenek, hubungan antar pasangan perlu diperkuat dengan
memperhatikan ketergantungan dan kemandirian masing-masing pasangan.
h. Tahap VIII: Keluarga Usia Lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai saat salah satu pasangan pensiun,
berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai keduanya meninggal proses masa tua dan
masa pensiun merupakan kenyataan yang tidak terhindarkan karena berbagai tekanan dan
kerugian yang harus dialami keluarga, tekanan tersebut adalah perasaan kehilangan pendapatan,
hilangnya berbagai hubungan sosial, kehilangan pekerjaan, serta penurunan produktivitas dan
fungsi kesehatan. Tugas perkembangan keluarga dengan usia lanjut:
1) Menjaga suasana kekeluargaan yang menyenangkan
2) Beradaptasi dengan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan perubahan
pendapatan
3) Menjaga hubungan intim antara suami istri dan saling menjaga
4) Menjaga hubungan dengan anak-anak dan kelompok sosial
5) Melakukan tinjauan hidup
Pada tahap ini mempertaruhkan tatanan hidup yang memuaskan adalah tanggung jawab
utama keluarga. Orang yang lebih tua biasanya lebih baik dalam beradaptasi dengan hidup
sendiri di rumah daripada tinggal dengan anak-anak. Dibandingkan dengan wanita yang tinggal
bersama pasangan, wanita yang tinggal bersama pasangan menunjukkan penyesuaian yang lebih
positif dalam memasuki usia tua, orang tua juga perlu melakukan “life review” dengan
mengingat kembali pengalaman hidup dan prestasi masa lalu, hal ini berguna untuk membuat
orang tua merasa hidupnya berkualitas dan bermakna.
2.2.6 Peran perawat Keluarga
Menurut Setyowati & Murwani. (2018), home care perawat banyak berperan dalam
membantu keluarga dalam menyelesaikan masalah atau melaksanakan perawatan kesehatan
keluarga, antara lain:
a. Pendidik
Peran utama perawat keluarga adalah untuk berbagi informasi tentang kasus individu dan
kesehatan keluarga secara keseluruhan bila diperlukan. Oleh karena itu perawat juga
melakukan kegiatan pembelajaran dalam keluarga. Ini dilakukan dengan:
1) Keluarga dapat secara mandiri melakukan rencana perawatan kesehatan keluarga;
dan
2) Bertanggung jawab atas masalah dalam kesehatan keluarga.
b. Koordinator
Perawat rumah dapat bertindak sebagai koordinator perawatan pasien. Kebutuhan untuk
mengkoordinasikan organisasi kegiatan atau rencana perawatan untuk menghindari tumpang
tindih dan pengulangan serta memfasilitasi perawatan
c. Pelaksana
Perawat harus merawat pasien secara langsung di rumah, di klinik atau di rumah sakit.
Pengelola bertanggung jawab untuk ini. Perawat dapat menunjukkan kepada anggota keluarga
perawatan yang mereka berikan, dan anggota keluarga yang mencari kesehatan dapat
langsung merawat anggota keluarga yang sakit.
d. Pengawas Kesehatan
Petugas kesehatan sebaiknya melakukan home visit atau kunjungan rumah secara berkala
di bawah pengawasan pasien. Pengasuh harus melaporkan jika ada sesuatu yang hilang atau
perlu ditemukan. Selain itu, pengasuh wajib menentukan atau melakukan pemeriksaan
kesehatan keluarga. Pada saat yang sama, keluarga berhak menerima semua informasi
tentang anggota keluarga yang sakit.
e. Konsultan
Sebagai seorang konselor, perawat harus siap menjadi titik rujukan untuk setiap masalah
keluarga yang mungkin dialami pasien. Begitu juga ketika anggota keluarga meminta saran
dan pendapat. Oleh karena itu, hubungan keluarga pasien dengan caregiver harus dibina
dengan baik. Pengasuh harus dapat tetap terbuka dan dapat dipercaya.
f. Kolaborasi
Selain berkoordinasi dan berkolaborasi dengan keluarga pasien, caregiver juga perlu
membangun komunitas atau jaringan dengan caregiver atau layanan rumah sakit lainnya. Hal
ini diperlukan untuk mengantisipasi berbagai kejadian yang tidak terduga. Jika Anda memiliki
kebutuhan yang mendesak, Anda dapat segera pergi ke service center terdekat untuk meminta
bantuan.
g. Fasilitator
Mewajibkan perawat untuk memahami sistem pelayanan medis, seperti rujukan, biaya
pengobatan dan fasilitas medis lainnya. Pengetahuan ini dibutuhkan agar perawat dapat
menjadi penolong yang baik. Selain itu, sangat membantu saat keluarga menghadapi berbagai
kendala.
h. Peneliti
Peneliti disini bermaksud bahwa perawat juga harus mampu berperan sebagai family
case recognitioner. Karena setiap keluarga memiliki kepribadian yang berbeda, pengobatan
dan efek penyakit terkadang berbeda. Oleh karena itu perawat juga berperan sebagai peneliti
yang kemudian dapat menjadi penemuan-penemuan baru dalam kesehatan masyarakat.
i. Modifikasi lingkungan
Selain mendidik tentang informasi kesehatan, perawat harus mampu mengubah
lingkungan. Jika bagian dari lingkungan menjadi penyebab penyakit, pengasuh dapat
mengkomunikasikannya kepada keluarga dan masyarakat sekitar. Terlepas dari lingkungan
keluarga atau masyarakat, perubahan lingkungan harus dilakukan untuk menciptakan
lingkungan yang sehat.
2.2.7 Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
Sesuai dengan fungsi kesehatan dalam keluarga, keluarga mempunyai tugas dibidang
kesehatan. Niswa. (2021) membagi tugas keluarga dalam 5 bidang kesehatan yaitu:
Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
a. Keluarga mampu mengenali perubahan yang dialami oleh anggota
keluarga sehingga secara tidak langsung akan menjadi perhatian dan tanggung
jawab keluarga, maka keluarga akan segera mengenali dan mencatat kapan dan seberapa
besar perubahan tersebut.
b. Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
Tugas utama keluarga adalah mampu memutuskan tindakan yang tepat untuk
mengatasi masalah kesehatan. Ketika keluarga berjuang untuk mengatasi masalah,
keluarga mencari bantuan dari orang lain di sekitar mereka.
c. Keluarga mampu memberikan keperawatan pada anggota keluarganya yang sakit
Keluarga mampu memberikan pertolongan pertama apabila keluarga memiliki
kemampuan dalam merawat anggota keluarga yang sedang sakit atau langsung mambawa
ke pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan tindakan selanjutnya sehingga
masalah terlalu parah.
d. Keluarga mampu mempertahankan suasana dirumah
Keluarga mampu mempertahankan suasana kekeluargaan sehingga dapat
memberikan manfaat bagi anggota dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
anggotanya.
e. Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan apabila ada anggota keluarga
yang sakit.

2.2 Konsep Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif


2.3.1 Definisi Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif
Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif adalah Pola penanganan masalah
kesehatan dalam keluarga tidak memuaskan untuk memulihkan kondisi kesehatan
anggota keluarga (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
2.3.2 Penyebab Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif
Penyebab manajemen kesehatan keluarga tidak efektif diantaranya kompleksitas
sistem pelayanan kesehatan, kompleks program perawatan / pengobatan, konflik
pengambilan keputusan, kesulitan ekonomi, banyak tuntutan. Seperti keadaan dimana
keluarga sudah mengenal tentang penyakit stroke non hemoragik yang sudah terpapar
lama, namun pola penanganan kesehatan keluarga belum baik dan tidak berhasil (Tim
Pokja SDKI DPD PPNI,2017).
2.3.3 Gejala dan Tanda Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif
1. Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif
1) Mengungkapkan tidak memahami masalah kesehatan yang diderita
2) Mengungkapkan kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan
b. Objektif
1) Gejala penyakit anggota keluarga semakin memberat
2) Aktivitas keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan tidak tepat
2. Gejala dan tanda minor
a. Subjektif
Tidak tersedia
b. Objektif
Gagal melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko (Tim Pokja S
DKI DPP PPNI, 2017).
2.3.4 Kondisi Klinis Terkait Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif
Kondisi klinis terkait adalah seperti, PPOK, Sklerosis multipel, arthritis
rheumatoid, nyeri kronis, penyalahgunaan zat, gagal ginjal/hati tahap terminal (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
2.4.1 Pengkajian Keluarga
Menurut PPNI (2017), pengkajian merupakan suatu tahapan saat seorang perawat
mengambil informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya.
Pengkajian merupakan syarat utama untuk mengidentifikasi masalah. Pengkajian
keperawatan bersifat dinamis, interaktif dan fleksibel. Data dikumpulkan secara
sistematis dan terus menerus dengan menggunakan alat pengkajian. Pengkajian
keperawatan keluarga dapat menggunakan metode observasi, wawancara dan
pemeriksaan fisik.
A. Data Umum :
1. Komposisi keluarga
a) Nama kepala keluarga
b) Usia
c) Alamat dan no telepon
d) Pekerjaan kepala keluarga
e) Pendidikan kepala keluarga
f) Komposisi kepala keluarga
Tabel 2. 1 Format Komposisi Keluarga menurut Friedman

Sumber : Ridwan (2016).

2. Genogram
Genogram keluarga adalah diagram yang menggambarkan konstelasi atau
pohon keluarga. Genogram ini merupakan suatu alat pengkajian informatif untuk
mengetahui keluarga dan riwayat keluarga serta sumbernya. Genogram keluarga
berisi informasi tentang tiga generasi (keluarga inti dan keluarga asal masing-
masing / orang tua keluarga inti). Genogram juga dapat menentukan tipe keluarga.

No Nama Jenis Hubungan Tempat Pekerjaan Pendidikan


keluarga kelamin / tanggal
lahir

1 Ayah
2 Ibu
3 Anak
tertua,
4 …….
Gambar 2. 2 Penulisan Genogram Keluarga
Sumber Ridwan (2016).
3. Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe/bentuk keluarga beserta kendala atau
masalah-masalah yang terjadi dengan jenis tipe/bentuk keluarga tersebut.
4. Suku bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi
budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan. Kalau ada perbedaan
dalam keluarga bagaimana keluarga beradaptasi terhadap perbedaan tersebut,
apakah berhasil atau tidak dan kesulitan yang masih dirasakan sampai saat ini
sehubungan dengan proses adaptasi tersebut.
5. Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat
mempengaruhi kesehatan. Apakah berasal dari agama dan kepercayaan yang
sama, kalau tidak bagaimana proses adaptasi dilakukan dan bagaimana hasilnya.
6. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik oleh
kepala keluarga maupun anggota keluarga maupun anggota keluarga lainnya.
Selain itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-
kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta serta barang-barang yang dimiliki
oleh keluarga. Tingkat status ekonomi adekuat bila keluarga telah dapat
memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder dan keluarga mempunyai
tabungan marginal bila keluarga tidak mempunyai tabungan dan dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari, miskin bila keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari secara maksimal, sangat miskin bila keluarga harus dibantu dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
7. Aktivitas rekreasi keluarga
Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersama-
sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun dengan menonton TV
dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi. Seberapa sering
rekreasi dilakukan dan apa kegiatan yang dilakukan baik oleh keluarga secara
keseluruhan maupun oleh anggota keluarga. Eksplorasi perasaan keluarga setelah
berekreasi, apakah keluarga puas / tidak. Rekreasi dibutuhkan untuk
memperkokoh dan mempertahankan ikatan keluarga curhat pendapat / sharing,
menurunkan ketenangan dan untuk bersenang-senang.
B. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari keluarga
ini. Contoh: keluarga bapak A mempunyai 2 orang anak, anak pertama berumur 7
tahun dan anak ke 2 berumur 4 tahun, maka keluarga bapak A berada pada
tahapan perkembangan keluarga dengan usia anak sekolah.
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh
keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.
3. Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai bagaimana keluarga terbentuk. Contoh: apakah
pacaran sebelum menikah, dijodohkan, terpaksa, dll. Riwayat kesehatan pada
keluarga inti, yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan
masing-masing anggota keluarga, perhatian terhadap pencegahan penyakit (status
imunisasi), sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta
pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
4. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada anggota keluarga dari
pihak suami dan istri. Salah satu faktor risiko terjadinya stroke non hemoragik
yaitu karena adanya faktor keturunan dari pihak keluarga.
C. Data Lingkungan
1. Karakteristik rumah
Bagian ini berfokus pada karakteristik tertentu dari lingkungan rumah
keluarga, yang dapat mempengaruhi kesehatan keluarga. Bagian pertama
menggambarkan aspek perumahan keluarga dalam hal struktur, keamanan, dan
bahaya kesehatan lain. Bagian kedua menjelaskan sumber daya di rumah yang
berkaitan dengan kesehatan anggota keluarga. Bagian ketiga berfokus pada
lingkungan yang meningkatkan jumlah keluarga dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan anggota keluarga.
2. Karakteristik tetangga dan komunitas Menjelaskan tentang :
a. Karakteristik fisik dari lingkungan, yang meliputi: jenis lingkungan/
komunitas (desa, sub kota, kota), jenis tempat tinggal (hunian, industri,
agraris), kebiasaan, aturan/ kesepakatan, budaya yang mempengaruhi
kesehatan, lingkungan umum (fisik, sosial, ekonomi).
b. Karakteristik demografi dari lingkungan dan masyarakat, meliputi kelas
sosial rata-rata komunitas, perubahan demografis yang sedang
berlangsung.
c. Pelayanan kesehatan yang ada disekitar lingkungan serta fasilitas-fasilitas
umum lainnya seperti pasar, apotik, dan lain- lain.
d. Fasilitas apa saja yang mudah diakses atau dijangkau oleh keluarga.
e. Tersedianya transportasi umum yang dapat digunakan oleh keluarga.
f. Insiden kejahatan disekitar lingkungan.
3. Mobilitas geografis keluarga
Mobilitas keluarga ditentukan oleh kebiasaan keluarga berpindah tempat,
berapa lama keluarga tinggal di daerah tersebut, riwayat perpindahan geografis
keluarga tersebut (transportasi yang digunakan keluarga, kebiasaan anggota
keluarga meninggalkan rumah seperti bekerja atau sekolah).
4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Pada tahap ini yang dikaji adalah tentang interaksi dengan tetangga
disekitar rumah.
5. Sistem pendukung keluarga
Hal yang termasuk dalam sistem pendukung keluarga adalah jumlah
anggota keluarga yang sehat, fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang
kesehatan. Fasilitas yang mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologi atau
dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari
masyarakat setempat. Pada anggota keluarga yang menderita penyakit stroke
perlu adanya dukungan dari keluarga karena penyakit stroke bersifat menahun.
D. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga terdiri dari faktor instrumental dan ekspresif. Aspek
penting dari fungsi keluarga adalah kegiatan sehari-hari seperti makan, tidur dan
menjaga kesehatan. Aspek ekspresif dari fungsi keluarga meliputi fungsi
emosional, komunikasi, pemecahan masalah, keyakinan, dan lain-lain. Penilaian
variabel fungsi keluarga meliputi kemampuan keluarga untuk memenuhi
tanggung jawab kesehatan keluarga, termasuk kemampuan mengidentifikasi
masalah kesehatan, membuat keputusan tentang intervensi perawatan yang tepat,
merawat anggota keluarga yang sakit, memelihara lingkungan rumah yang sehat,
dan kemampuan mengelola fasilitas perawatan kesehatan. menggunakan
pelayanan di masyarakat.
E. Stress Dan Koping Keluarga
1. Stressor jangka pendek dan jangka panjang
a. Jangka pendek (< 6 bulan)
Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan. Pada anggota
keluarga yang menderita stroke dapat ditemukan adanya stress dan juga
penyakit ini sendiri dapat menimbulkan stress pada anggota keluarga
b. Stressor jangka panjang ( > 6 bulan) Stressor jangka panjang yaitu stressor
yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih
dari 6 bulan.
2. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi dan stressor Hal yang perlu dikaji
adalah sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi/stress. Pada anggota
keluarga stroke dapat ditemui kemampuan negatif atau respon terhadap stress.
Misalnya marah yang tak beraturan.
3. Strategi koping yang digunakan Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan
4. Strategi adaptasi disfungsional Menjelaskan strategi adaptasi disfungsional yang
digunakan ketika berhadapan dengan masalah. Pada anggota keluarga stroke
dapat ditemui kemampuan negatif terhadap atau respon terhadap stress. Misalnya
marah yang tidak beraturan.
F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang
digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik klinik.
Pada anggota keluarga dengan stroke dapat ditemui peningkatan tekanan darah,
kelemahan pada ekstremitas di sebelah kiri atau kanan, dan susah beraktivitas.
G. Harapan Keluarga Terhadap Perawat
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas
kesehatan yang ada (Ridwan, 2016).
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Setyowati & Murwani (2018) diagnosis keperawatan merupakan pernyataan yang
menggambarkan status kesehatan atau potensi masalah. Kemudian diagnosis perawatan
di rumah berdasarkan data yang diperoleh dalam pengkajian. Menurut Simamora (2020)
Diagnosa keperawatan disusun berdasarkan jenis diagnosis seperti:
1. Diagnosis sehat/wellness
Diagnosis kesehatan / pelayanan kesehatan digunakan bila keluarga perlu
potensi untuk ditingkatkan tetapi belum ada maladaptif. Ungkapan diagnosis
perawatan di rumah yang mungkin hanya terdiri dari bagian masalah (P) atau
bagian P (masalah) dan S (gejala / tanda), tanpa bagian penyebabnya.
2. Diagnosis ancaman
Diagnosis ancaman digunakan bila tidak terpapar pada masalah kesehatan,
tetapi beberapa data maladaptif telah ditemukan untuk memungkinkan terjadinya
penyakit. Rumusan diagnosis keperawatan di rumah berisiko meliputi masalah
(P), penyebab (E) dan gejala / tanda (S).
3. Diagnosis / penyakit yang sebenarnya
Diagnosis penyakit yang digunakan pada saat ada penyakit/gangguan
kesehatan dalam keluarga didukung oleh beberapa data indikasi yang merugikan.
Rumusan diagnosis keperawatan di rumah yang sebenarnya meliputi masalah (P),
penyebab (E), dan gejala / tanda (S).
Ungkapan masalah (P) merupakan respon terhadap interupsi dalam pemenuhan
kebutuhan dasar. Penyebab (E) melibatkan 5 tanggung jawab keluarga, yaitu:
1. Keluarga tidak dapat mengidentifikasi masalah, termasuk:
a) Persepsi tingkat keparahan penyakit
b) Definisi
c) Tanda dan gejala
d) Sebab
e) Pandangan keluarga tentang masalah tersebut
2. Keluarga tidak dapat mengambil keputusan, termasuk:
a) Pengetahuan keluarga tentang sifat dan tingkat masalah
b) Keluarga merasakan masalahnya
c) Keluarga itu menyerah atas masalah yang dialaminya
d) Sikap negatif terhadap masalah kesehatan
e) Kurangnya kepercayaan pada petugas kesehatan
f) Informasinya salah
3. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit meliputi:
a) Bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit?
b) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan
c) Sumber sumber yang ada didalam keluarga
d) Sikap keluarga terhadap yang sakit
4. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas keluarga, meliputi:
a) Keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan
b) Pentingnya hygiene sanitasi
c) Upaya pencegahan penyakit
5. Keluarga tidak dapat menggunakan fasilitas keluarga, antara lain:
a) Keberadaan fasilitas kesehatan
b) Manfaat
c) Kepercayaan keluarga pada petugas kesehatan
Setelah dilakukan analisis data dan penentuan masalah perawatan keluarga maka perlu
diutamakan masalah kesehatan keluarga yang ada dalam keluarga dengan
menitikberatkan pada sumber daya dan sumber dana yang dimiliki oleh keluarga.
Tabel 2.1 Prioritas Masalah Asuhan Keperawatan Keluarga
Kriteria Bobot Skor
Sifat Masalah 1 Aktual = 3
Risiko= 2
Potensial= 1
Kemungkinan 2 Mudah= 2
Masalah untuk Sebagaian= 1
Dipecahkan Tidak dapat=0

Potensial 1 Tinggi= 3
Masalah untuk Cukup=2
Dicegah Rendah=1

Menonjolnya 1 Segera diatasi=2


masalah Tidak segera
diatasi= 1
Tidak dirasakan
adanya masalah=0

(Simamora, 2020)

a. Aktual
Deskripsi masalah yang sedang terjadi harus sesuai dengan data klinis yang
diperoleh.
b. Risiko
Menjelaskan masalah kesehatan yang dapat terjadi tanpa intervensi keperawatan.
c. Potensi
Diperlukan lebih banyak data untuk menentukan masalah perawatan yang
mendasari. Dalam hal ini tidak ada data pendukung dan masalah yang ditemukan,
tetapi ada faktor- faktor yang dapat menyebabkan masalah tersebut.
d. Jaga kesehatan/wellness
Diagnosa Keperawatan kesejahteraan (kesehatan) mengacu pada kemampuan
klinis individu, keluarga dan / atau komunitas untuk beralih dari tingkat
kesejahteraan tertentu ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
e. Sindroma
Diagnosis perawatan gejala adalah diagnosis yang terdiri dari serangkaian
diagnosa aktual dan berisiko tinggi yang disebabkan oleh peristiwa atau situasi
tertentu.
Diagnosis keperawatan yang mungkin sering muncul pada keluarga diabetes
adalah (Nanda, 2015):
1) Manajemen kesehatan keluarga yang tidak memadai
2) Gula darah tidak stabil
3) Nutrisi yang dibutuhkan tubuh tidak mencukupi
4) Risiko komplikasi diabetes
5) Resiko syok hipovolemik
6) Merusak integritas kulit.

2.4.3 Perencanaan Keperawatan Keluarga


Menurut PPNI (2017), Perencanaan merupakan proses penyusunan strategi atau
intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, mengurangi atau mengatasi
masalah kesehatan klien yang telah diidentifikasi dan divalidasi pada tahap perumusan
diagnosis keperawatan. Perencanaan disusun dengan penekanan pada partisipasi klien,
keluarga dan koordinasi dengan tim kesehatan lain. Perencanaan mencakup penentuan
prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan. Tahapan penyusunan perencanaan
keperawatan keluarga sebagai berikut:
1. Menetapkan prioritas masalah
Menetapkan prioritas masalah/diagnosa keperawatan keluarga adalah dengan
menggunakan skala menyusun prioritas (PPNI, 2017).
2. Menentukan tujuan dan rencana tindakan
Ciri tujuan atau objektif yang baik adalah spesifik, dapat diukur, dapat dicapai,
realistis, dan ada batasan waktu. Misalnya setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan anggota keluarga yang menderita stroke non hemoragik
mengerti tentang cara melakukan mobilisasi, dan tekanan darah pasien normal
(120/80 mmHg).
Tabel 2. 3 Intervensi Keperawatan Keluarga

Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


Keperawat Umum Khusus Kriteri Stand
an a ar
Setelah Keluarga mampu Respon 1. Keluarga mampu 1. Memberikan informasi
dilakukan mengenal/memaha Verbal mengenal proses kepada keluarga mengenai
tindakan mi tentang penyakit stroke non kondisi anggota keluarga
keperawatan perawatan yang hemoragik yang menderita stroke non
diharapkan tepat bagi anggota 2. Keluarga hemoragik
kesehatan keluarga yang bertanggungjawab terhadap 2. Mendiskusikan
keluarga mengalami stroke pasien selama perawatan pilihan terapi stroke
efektif non hemoragik non hemoragik yang
Manajemen
3. Keluarga mengetahui
manfaat manajemen dapat dilakukan.
Kesehatan
penyakit stroke non 3. Mengedukasi keluarga
Keluarga
tidak efektif hemoragik bagi pasien dan mengenai tindakan
keluarga untuk mencegah atau
meminimalkan gejala.
4. Berikan penjelasan ulang
tentang materi yang
belum dimengerti.
5. Motivasi keluarga
untuk mengulangi
materi yang telah
dijelaskan.
Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawat Umum Khusus Kriteria Stand
an ar
Keluarga dapat memutuskan Respon Keluarga secara verbal 1. Tanyakan kepada keluarga
untuk merawat anggota verbal & mengatakan akan keinginan untuk merawat
keluarga dengan masalah respon merawat anggota anggota keluarga dengan
ketidakefektifan manajemen afektif keluarganya dengan gangguan persepsi sensori
kesehatan keluarga cara-cara yang telah 2. Fasilitasi keluarga dalam
diajarkan oleh perawat membuat keputusan
terkait perawatan pada
anggota keluarganya.
3. Motivasi keluarga untuk
merawat anggota keluarga
yang sakit.
4. Beri penguatan atas
pencapaian keluarga.

Keluarga mampu berpartisipasi Respon 1. Keluarga 1. Identifikasi


dalam merawat anggota psikomot berpartisipasi dalam kemampuan anggota
keluarga dengan Gastritis or perencanaan keluarga untuk terlibat
perawatan pada pasien dalam perawatan
stroke non hemoragik pasien
2. Keluarga 2. Monitor keterlibatan
berpartisipasi dalam keluarga dalam
menyediakan perawatan pasien
perawatan 3. Mendorong anggota
keluarga untuk
menjaga atau
mempertahankan
hubungan keluarga
Keluarga mampu memodifikasi Respon Keluarga mampu melakukan 1. Motivasi keluarga untuk
lingkungan yang mendukung psikomot modifikasi lingkungan, melakukan modifikasi
keefektifan manajemen or seperti: lingkungan.
kesehatan keluarga 1. Memodifikasi lingkungan 2. Berikan reinforcement
dengan membuat positif terhadap
pegangan pada dinding, kemampuan yang dicapai
alat bantu lain seperti keluarga.
tongkat agar pasien
mampu melakukan

Keluarga dapat menyebutkan Resp Keluarga mampu 1. Bantu keluarga


dan menggunakan fasilitas on menyebutkan fasilitas mengenali fasilitas
kesehatan untuk mengatasi verba kesehatan yang dapat kesehatan yang dapat
masalah ketidakefektifan l dikunjungi misalnya dikunjungi untuk
manajemen kesehatan keluarga puskesmas dan rumah sakit berkonsultasi tentang
Keluarga rutin masalah kesehatan.
mengunjungi fasilitas 2. Motivasi keluarga
kesehatan untuk mengunjungi
fasilitas kesehatan
seperti puskesmas
terdekat dan rumah
sakit.
3. Berikan reinforcement
positif atas usaha keluarga
dalam memanfaatkan
fasilitas pelayanan
kesehatan.
2.4.4 Implementasi keperawatan

Menurut Nadirawati (2018), implementasi home care merupakan


implementasi dari rencana keperawatan yang dibuat oleh perawat dan
keluarga. Inti dari menyediakan layanan perawatan di rumah adalah perhatian.
Jika perawat tidak memiliki filosofi yang harus diperhatikan, maka mustahil
bagi perawat untuk ikut bekerjasama dengan keluarga. Pada tahap ini perawat
dihadapkan pada kenyataan dimana keluarga harus menggunakan seluruh
kreativitasnya untuk melakukan perubahan, bukan frustasi, sehingga tidak
berdaya. Perawat harus menunjukkan keinginan untuk bekerja sama dalam
operasi keperawatan. Nadirawati (2018) bahwa dalam proses pelaksanaan
penyelenggaraan rumah tangga hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Imbas ulah anggota keluarga untuk memutuskan tindakan yang benar
melalui metode berikut:
a) Kenali konsekuensi dari tidak mengambil tindakan
b) Tentukan sumber tindakan dan langkah, serta sumber yang
diperlukan
c) Kenali konsekuensi dari setiap tindakan alternatif
2. Mendorong kesadaran dan penerimaan masyarakat atas masalah dan
kebutuhan kesehatan melalui cara-cara berikut:
a) Perluas informasi keluarga
b) Membantu memahami dampak dari kondisi yang ada
c) Hubungan antara kebutuhan kesehatan dan tujuan keluarga
d) Saat menghadapi masalah, doronglah sikap emosional yang
sehat.
3. Berikan keyakinan dalam merawat keluarga yang sakit melalui metode
berikut:
a) Tunjukkan cara merawat
b) Gunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
c) Awasi perawatan keluarga
4. Langkah-langkah intervensi untuk mengurangi ancaman psikologis:
a) Tingkatkan keterbukaan dan keintiman: perbaiki pola
komunikasi / interaksi, tingkatkan peran dan tanggung jawab
b) Memilih intervensi keperawatan yang tepat
c) Pilih metode kontak yang tepat: kunjungan rumah, pertemuan
klinik / abses, metode kelompok
5. Bantu keluarga menemukan cara untuk membuat lingkungan sehat
dengan:
a) Temukan sumber daya yang dapat digunakan keluarga
b) Ubah lingkungan keluarga sebaik mungkin
6. Dorong keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
dengan cara-cara berikut:
a) Memperkenalkan fasilitas sanitasi yang ada di lingkungan rumah
b) Bantu keluarga menggunakan fasilitas medis yang ada.
2.4.5 Evaluasi Keperawatan
Menurut Nadirawati (2018), asesmen keperawatan merupakan
langkah mengevaluasi hasil keperawatan dengan membandingkan
respon keluarga terhadap tindakan yang dilakukan dengan indikator
yang ditetapkan. Hasil perawatan dapat diukur dengan metode berikut:
1. Keadaan fisik
2. Sikap / psikologi
3. Pengetahuan atau perilaku belajar
4. Perilaku sehat
Hasil asesmen pengasuhan di rumah akan menentukan apakah
keluarga dapat dibebaskan dari konseling / keperawatan dengan
tingkat kemandirian yang disyaratkan, atau apakah tindak lanjut masih
diperlukan. Jika aksesnya berkelanjutan, Anda perlu mencatat
kemajuannya. Jika tujuan tidak tercapai, Anda harus memeriksa:
a) Apakah tujuan itu realistis
b) Melakukan tindakan yang tepat, dan
c) Bagaimana mengatasi faktor lingkungan
BAB III
METODE STUDI KASUS

3.1 Rancangan Studi Kasus


Desain studi kasus yang akan digunakan adalah studi kasus deskriptif.
Studi kasus yang menjadi pokok bahasan penelitian ini adalah asuhan
keperawatan keluarga pada pasien gastritis dengan masalah keperawatan
manajemen kesehatan keluarga tidak efektif di Wilayah Kerja Puskesmas Sei
jang. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan asuhan keperawatan
yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan atau
intervensi, implementasi dan evaluasi.

3.2 Subyek Studi Kasus


Subyek studi kasus merupakan subyek yang akan diteliti oleh peneliti.
Adapun subyek yang akan diteliti pada studi kasus ini berjumlah dua
keluarga dengan kasus dan masalah keperawatan yang sama, yaitu
(keluarga) pasien gastritis dengan masalah keperawatan manajemen
kesehatan keluarga tidak efektif di Wilayah Kerja Puskesma sei jang.

3.3 Fokus Studi


Fokus studi kasus ini adalah asuhan keperawatan keluarga pada pasien
stroke non hemoragik dengan masalah keperawatan manajemen kesehatan
keluarga tidak efektif di Wilayah Kerja Puskesmas Sei jang.

3.4 Definisi Operasional Fokus Studi


Definisi operasional pada studi kasus ini adalah :
1. Keluarga pasien gastritis adalah tipe keluarga tradisional seperti
keluarga inti nuclear family (keluarga inti) yang terdiri dari suami,
istri, dan anak yang tinggal dalam satu rumah dengan salah satu
anggota keluarganya telah didiagnosa oleh tenaga medis mengalami
gastritis, dengan jangka waktu > 6 bulan. Dan anggota keluarga
yang mengalami gastritis memiliki jenis kelamin yang sama.
Keluarga berdomisili di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Jang.
2. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif adalah keadaan dimana
keluarga sudah mengenal tentang penyakit gastritis yang sudah
terpapar lama, namun pola penanganan kesehatan keluarga yang
masih belum baik dan tidak berhasil ditandai dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
sehingga terjadi komplikasi.
3.5 Instrumen Studi Kasus
Instrument studi kasus pada penelitian ini menggunakan format
pengkajian asuhan keperawatan keluarga berdasarkan ketentuan yang berlaku
di Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang (Terlampir).

3.6 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut :
1. Wawancara
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab
antara perawat dan pasien (jika kondisi pasien tidak memungkinkan
untuk menjawab maka bisa diwakilkan oleh keluarga pasien). Dari
wawancara didapatkan hasil anamnesis berisi tentang identitas klien,
keluhan utama, riwayat penyakit, dan lain-lain.
2. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Observasi dilakukan dengan cara mengamati perilaku dan keadaan
pasien secara langsung untuk mendapatkan data tentang masalah
pasien. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan metode pemeriksaan
(head to toe) yaitu pendekatan inspeksi, palpasi, perkursi, dan
auskultasi.
3.7 Tempat dan Waktu
Tempat yang akan digunakan untuk penelitian pada studi kasus ini
adalah seluruh wilayah kerja Puskesmas sei jang. Penelitian studi kasus ini
akan dilakukan pada bulan Mei-Juni tahun 2023. Lama studi kasus ini
dilaksanakan selama minimal 5 hari atau 5 kali kunjungan keluarga.

3.8 Penyajian Data


Studi kasus ini, data disajikan secara tekstular/narasi, tabulasi dan
dapat disertai dengan ungkapan verbal dari keluarga dan pasien stroke non
hemoragik dengan masalah keperawatan manajemen kesehatan keluarga
tidak efektif yang merupakan data pendukungnya.

3.9 Etika Studi Kasus


Berikut ini dijelaskan tentang etika dalam studi kasus (The Five Right
of Human Subjects in Research) menurut Macnee (2004) dalam Panduan
Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Tanjungpinang
(2021), yaitu:
1. Hak untuk self determination, klien memiliki otonomi dan hak untuk
membuat keputusan secara sadar dan dipahami dengan baik, bebas
dari paksaan untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini atau
untuk mengundurkan diri dari penelitian ini. Subyek penelitian akan
diberi penjelasan untuk mengikuti penelitian mengenai manfaat,
tujuan, prosedur dan prosedur dari penelitian yang akan dilakukan
(Terlampir). Setelah dijelaskan, subyek penelitian akan diberikan
lembar persetujuan (informed consent), jika setuju maka informed
consent harus ditandatangani oleh subyek penelitian (Terlampir).
2. Hak terhadap privacy dan dignity, berarti bahwa klien memiliki hak
untuk dihargai tentang apa yang mereka lakukan dan apa yang
dilakukan terhadap mereka serta untuk mengontrol kapan dan
bagaimana informasi tentang mereka dibagi dengan orang lain.
3. Hak anonymity dan confidentiality , maka semua informasi yang
didapat dari klien dijaga dengan sedemikian rupa sehingga informasi
individual tertentu tidak bisa langsung dikaitkan dengan klien, dan
klien juga harus dijaga kerahasiaan atas keterlibatannya dalam
penelitian ini. Untuk menjamin kerahasiaan (confidentiality), maka
peneliti menyimpan seluruh dokumen hasil pengumpulan data berupa
lembar persetujuan mengikuti penelitian, biodata, dan transkrip
wawancara dalam tempat khusus yang hanya bisa diakses oleh
peneliti. Dalam menyusun laporan penelitian peneliti menguraikan
data tanpa mengungkap identitas klien (anonymous).
4. Hak terhadap penanganan yang adil memberikan individu hak yang
sama untuk dipilih atau terlibat dalam penelitian tanpa diskriminasi
dan diberikan penanganan yang sama dengan menghormati seluruh
persetujuan yang disepakati, dan untuk memberikan penanganan
terhadap masalah yang muncul selama partisipasi dalam penelitian.
Semua klien mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini dan mendapatkan perlakuan yang sama dari
peneliti.
5. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan dan
kerugian mengharuskan agar klien dilindungi dari eksploitasi dan
peneliti harus menjamin bahwa semua usaha dilakukan untuk
meminimalkan bahaya atau kerugian dari suatu penelitian, serta
memaksimalkan manfaat dari penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Amin & Hardhi. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1 dan 2. Yogyakarta:
Medication Publishing.

Asikin, dkk (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Kardiovaskular.


Jakarta: Erlangga
Asikin, Y. S., Tuloli, T. S., & Mustapa, M. A. (2020). Kajian Penatalaksanaan
Terapi Pada Pasien Gastritis Di Instalasi Rawat Jalan Di Puskesmas
Dungingi. Journal Syifa Sciences and Clinical Research, 2(2), 1–10.
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jsscr/index
Bachrudin, M. dan Najib, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah I (1st ed.;
H. Purwanto, Ed.). Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan.
Badan pusat Statistik Kepri, (2016). Profil Kesehatan 2016. Diakses melalui
kepri.bps.go.id pada tanggal 10 Maret 2022.
M. M., Yuliana, I., Biomed, M., Panghiyangani, R., Si, S., Biomed, M.,
Sc, M., Kes, M., Irdh, C. V, & Biokimia, F. D. A. N. (2020).
SISTEM PENCERNAAN - TINJAUAN ANATOMI ,.
Brunner Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal bedah. Jakarta: EGC
Catur, M. M. S. P., Rahmatika, A., & Oktaria, D. (2018). Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Prestasi Akademik pada Mahasiswa
Kedokteran Preklinik. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran
Indonesia, 6(2), 109–117.
Danu, D. D., Putra, K. W. R., Diana, M., & Sulistyowati, A. (2019).
Asuhan Keperawatan Pada Tn. K dengan Diagnosa Medis
Gastritis Dan Ulkus Pedis Diabetes Mellitus Di Ruang Melati
RSUD Bangil-Pasuruan. Akademi Keperawatan Kerta Cendekia
Sidoarjo.
Dewit,Susan C,Stromberg,Holly,Dallred,Carol. (2016). Medical Surgical
Nursing : Concept and Practice.
Philadelphia :Elsevier.http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/545/1/Medical- Surgical%20Nursing%20Concepts
%20%20Practice%20 by%20 Susan%20C.%2 0deWit%20holy
%20 Stromberg%20Carol%20 Dallred%20%28z- lib.org
%29.pdf
Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang. (2022). Form pencatatan kasus
penyakit tidak menular se-Kota Tanjungpinang tahun 2022.
Tanjungpinang: Dinas Kesehatan Kota.

Eka Noviyanti. (2020). Identifikasi Kejadian Gastritis Pada Siswa Sma


Muhammadiyah 3 Masaran. Infokes: Jurnal Ilmiah Rekam Medis
Dan Informatika Kesehatan, 10(1),
18–22.
https://doi.org/10.47701/infokes.v10i1.843.
Handayani, M., & Thomy, T. A. (2018). Hubungan Frekuensi, Jenis Dan
Porsi Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Remaja. Jurnal
Kesehatan Saelmaekers Perdana (JKSP), 1(2), 4046.
Ida, M. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pencernaan. Jakarta : Pustaka Baru Press. International
Reviews of Immunology, 66(1), 1-15.
https://doi.org/10.3109/08830185.2014.902451
Jannah, F. (2020). Asuhan Keperawatan Anak Yang Mengalami Gastritis
Dengan Nyeri Akut Di Ruang Anggrek Rsud Ibnu Sina Gresik.
Universitas Airlangga.
Kemenkes RI, (2019). Buku Pedoman Pencegahan Penyakit Tidak
Menular, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tidak Menular. Kemenkes RI. Jakarta.
Larassari, Lolyta Indah (2017) PENGARUH EKSTRAK DAGING ALOE
VERA TERHADAP JUMLAH BAKTERI PADA LAMBUNG
TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar)
YANG DIINDUKSI INDOMETASIN. Undergraduate (S1)
thesis, University of Muhammadiyah Malang
Nadirawati, S.Kp., M. K. (2018). Buku ajar asuhan keperawatan keluarga teori
Simamora, R. (2020). Asuhan keperawatan pada keluarga Tn.A dengan
diabetes mellitus Tipe II pada Ny.S Di Wilayah Kerja Puskesmas
Rumbai Pesisir Pekanbaru.
Nisa, S. (2018). Gastritis (Warm-e-meda): A review with Unani
approach. International Journal of Advanced Science and
Research, 43(October), 43–45. https://doi.org/10.22271/all
Niswa, (2021). Keperawatan Keluarga (Family Nursing). Pamekasan : Duta
Media Publishing

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediCation.

Nur, M. P. (2021). Penerapan Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien


Gastritis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman. Alauddin
Scientific Journal of Nursing, 2(2), 75-83.
Putri, Nirvana Nabilla Abadi (2017) PERBANDINGAN PENINGKATAN
AKTIVITAS SUPEROXIDE DISMUTASE (SOD) ANTARA
REBAMIPIDE DAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PADA ACUTE
EROSIVE GASTRITIS TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus
norvegicus strain wistar) YANG DIINDUKSI ASPIRIN.
Undergraduate (S1) thesis, University of Muhammadiyah
Malang
Rahmani, A., Moradkhani, A., Hafezi Ahmadi, M. R., Jafari Heirdarlo,
A., Abangah, G., Asadollahi, K., & Sayehmiri, K. (2016).
Association between serum levels of high sensitive C-reactive
protein and inflammation activity in chronic gastritis patients.
Scandinavian Journal of Gastroenterology, 51(5), 531–537.
https://doi.org/10.3109/00365521.2015.1102318
Ridwan, (2016). Teori & Praktek Keperawatan Keluarga

Safitri, D., & Nurman, M. (2020). Pengaruh Konsumsi Perasan Air


Kunyit Terhadap Rasa Nyeri Pada Penderita Gastritis Akut Usia
45-54 Tahun Di Desa Kampung Pinang Wilayah Kerja
Puskesmas Perhentian Raja. Jurnal Ners, 4(2), 130–138.
Safrudin. (2021). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Panrita

Setiawan, R. (2016). Teori & praktek keperawatan keperawatan keluarga.


Semarang: Unnes Press

Suprapto, S. (2020). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem


Pencernaan “Gastritis”. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(1),
24-29.

Sri Setyowati, S.Kep dan Arita Murwani, S. K. (2018). Asuhan keperawatan


keluarga konsep dan aplikasi kasus.

Sya'diyah, H. (2016). Keperawatan Lanjut Usia. Sidoarjo: Pindomedia Pustaka

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (SDKI). Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (SDKI). Edisi 1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Utami, adinna dwi, & Kartika, imelda rahmayunia. (2018). Terapi


Komplementer Guna Menurunkan Nyeri Pasien Gastritis: REAL
in Journal, 1(3), 123–132.
https://dx.doi.org/10.32883/rnj.v1i3.341.g109

Vanipriya Gajapathi Rao (2015). Tanda Dan Gejala Gastropati Nsaid.


Jurnal Program Studi Pend (online), Vol. 5 No. 1 pendidikan
Dokter, (online), TAN (http://intisarisainsmedis.weebly.com/)
diakses pada 18 Mei 2021
.

Anda mungkin juga menyukai