TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Gatritis akut disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Adapun faktor internal, yaitu kondisi pemicu yang dapat menyebabkan pengeluaran
asam lambung yang berlebihan, sedangkan faktor eksternal yaitu disebabkan oleh
iritasi dan infeksi) (Selfiana, 2015).
1). Faktor internal : toxin, yaitu bakteri yang beredar di dalam darah seperti morbili,
difteri dan variola. Infeksi pirogen ini langsung terjadi pada dinding lambung seperti
streptococcus dan stapilococcus.
2). Faktor eksternal: makanan, yaitu diet yang salah, makan terlalu banyak, makan
terlalu cepat, makanan berbumbu yang dapat merusak mukosa lambung, seperti
rempah- rempah, alkohol, kopi dan stres. Obat obatan digitalis yaitu iodium, kortison,
analgesik, anti inflamasi, bahan alkali yang kuat (soda).
Gastritis kronis yaitu penyakit yang disebabkan oleh benigna atau maglinadari
lambung atau juga oleh bakteri Helicobacter pylori (H.pylory) (Smeltzer & Bare,
2002). Gastritis ini disebabkan oleh dua tipe yaitu:
1). Tipe A (gastritis autoimun) seperti anemia
2). Tipe B (gastritis H. Pylori): faktor diet minum minuman yang panas, pedas,
alkohol, merokok, refluk isi usus kedalam lambung. (Novianti, 2020).
3. Manifestasi klinis
Salah satu manifestasi klinis yang terjadi pada pasien gastritis adalah nyeri. Nyeri
yang dirasakan adalah nyeri ulu hati atau nyeri epigastrum (Raghavan, 2012). Radang
pada dinding lambung yang terjadi gangguan, maka mukosa akan rusak dan
menimbulkan rasa sakit atau nyeri. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual dan potensial. (Safitri dan
Nurman, 2020).
Selain nyeri di daerah ulu hati manifestasi klinis gastritis menurut (Rika dalam
Yusfar 2019) yaitu:
1) Mual
2) Muntah
3) Lemas
4) Kembung dan terasa sesak
5) Nafsu makan menurun
6) Wajah pucat
7) Suhu badan naik
8) Keluar keringat dingin
9) Pusing atau selalu bersendawa dan
10) Muntah darah pada kondisi yang lebih parah.
Manifestasi klinis yang dirasakan dari proses peradangan ini antara lain anoreksia,
rasa penuh atau tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah. (Mardalena 2017
dalam Kurdaningsih et al, 2021).
4. Pencegahan
Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu cara untuk
mengendalikan gastritis. Pola makan yang baik juga dapat dijadikan sebagai tindakan
preventif untuk mencegah maag kembali kambuh. Penyembuhan gastritis
memerlukan pengaturan pola makan untuk memperlancar pencernaan. (Rahayu,
2021).
Menurut teori yang dikemukakan oleh Kurnia (2009) dalam Maharani et al
(2021), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya gastritis,
yaitu:
1) Makan dalam jumlah sedikit tetapi sering
2) Tidak minum alcohol
3) Tidak merokok
4) Tidak minum obat anti inflamasi dan
5) Melihat kondisi secara rutin.
Mahasiswa sebagai individu dari kelompok yang sangat rentan mengalami
ketidakstabilan mempertahankan kondisi tubuh akibat tanggung jawab dan juga
tuntutan kehidupan serta gaya hidup pada mahasiswa tersebut hingga mahasiswa
dapat mengalami stress yang menyebabkan terjadinya gastritis (Saraswati, 2022).
Gastritis ini biasanya diderita oleh kalangan remaja akhir terutama pada
mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh bermacam faktor misalnya jauh dari orang tua
hingga tidak teraturnya pola makan dan juga gaya hidup serta salah satunya yaitu
meningkatnya aktivitas tugas perkuliahan sehingga mahasiswa tidak pernah sempat
mengendalikan pola makannya serta malas makan ( Ardiansyah, 2012).
B. Swamedikasi Gastritis
1. Pengertin Swamedikasi
Swamedikasi yaitu upaya pengobatan yang dilakukan oleh sendiri tanpa
menggunakan resep Dokter. (Jajuli et al, 2018). Swamedikasi menurut World Health
Organization (WHO) adalah pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal maupun
tradisional oleh seorang individu dalam mengatasi penyakit atau gejala penyakit
(WHO,1998). Mengobati diri sendiri atau yang lebih dikenal dengan swamedikasi
berarti mengobati segala keluhan dengan obat-obatan yang dapat dibeli bebas di
apotek atau toko obat dengan inisiatif atau kesadaran diri sendiri tanpa nasehat dokter
(Muharni, 2018). Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah sebuah upaya
seseorang untuk mengobati diri sendiri dengan mengenali gejala atau penyakit yang
dirasakan dan memilih obat sendiri (Aswad et al., 2019). Tindakan utama yang
dilakukan seseorang untuk kembali sembuh yaitu berobat ke dokter atau melakukan
pengobatan sendiri (Efayanti et al., 2019).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Swamedikasi
Perilaku swamedikasi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu seperti faktor
sosioekonomi, faktor gaya hidup, faktor lingkungan, dan juga faktor demografis
(Triaini et al., 2022).
1) Faktor sosioekonomi
Bersamaan dengan meningkatnya pemberdayaan warga yang berakibat pada
meningkatnya tingkatan pembelajaran sekalian terus menjadi mudahnya akses
buat mendapatkan data, hingga terus menjadi besar pula tingkatan ketertarikan
warga terhadap kesehatan. Sehingga perihal itu setelah itu menyebabkan
terbentuknya kenaikan dalam upaya buat berpartisipasi langsung terhadap
pengambilan keputusan kesehatan oleh orang tersebut.
2) Faktor gaya hidup
Kesadaran mengenai adanya akibat yang disebabkan oleh gaya hidup yang dapat
berpengaruh terhadap sebuah kesehatan, mengakibatkan beberapa orang memiliki
kepedulian lebih untuk selalu menjaga kesehatannya dibandingkan harus
mengobati ketika seseorang sedang mengalami sakit di waktu mendatang.
3) Faktor Lingkungan
Dengan adanya praktik sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang benar sekaligus
lingkungan yang sehat, berdampak pada kesehatan semakin meningkatnya
kemampuan masyarakat untuk senantiasa menjaga dan mempertahankan
kesehatannya sekaligus mencegah terkena penyakit.
3. Kriteria Melakukan Swamedikasi Secara Rasional
Pemakaian obat secara rasionalsangat dibutuhkan dalam menjamin penderita
memperoleh penyembuhan yang baik dengan kebutuhan serta waktu yang tepat,
sebab mengingat obat bisa mengakibatkan toksin apabila penggunaannya tidak
sesuai( Kemenkes RI, 2011). Pemakaian obat dikatakan rasional apabila telah
memenuhi kriteria berikut:
1) Tepat Pasien
Obat diberikan cocok dengan pertimbangan kondisi penderita sehingga tidak
memunculkan kontraindikasi
2) Tepat Indikasi
Obat yang diberikan wajib cocok dengan keluhan ataupun penyakit penderita.
3) Tepat pemilihan obat
Obat yang digunakan dalam pengobatan diseleksi sehabis penaksiran benar serta
harus disesuaikan dengan keadaan penderita supaya tercapai pengobatan yang
diinginkan
4) Tepat Dosis
Dosis obat yang diberikan wajib seusai dengan konsidi penderita. Apabila salah
hal tersebut dapat menimbulkan under dose ataupun over dose pada dikala
digunakan.
5) Tepat Dalam Metode Pemberian
Pemberian data wajib jelas, misalnya antasida wajib dikunyah dahulu serta
antibiotik yang tidak boleh dicampur susu sebab hendak membentuk jalinan
sehingga hendak merendahkan efektifitasnya
6) Pas Interval Waktu Pemberian
Pemberian obat hendaknya diberikan dengan ketentuan minum yang sesederhana
bisa jadi serta instan, supaya gampang ditaati, sebab terus menjadi kerap frekuensi
minum obat hingga terus menjadi rendah tingkatan ketaatan minum obat gram.
7) Pas Lama Pemberian
Durasi pemberian obat wajib cocok dengan keluhan penyakit. Pe makaian obat
yang pendek ataupun sangat lama dari sepatutnya membagikan pengaruh terhadap
hasil pengobatan.
8) Waspada Terhadap Dampak Samping
Pemberian obat baru berpotensi buat memunculkan dampak samping yang tidak
di idamkan pada dikala pemberian dengan dosis terapi
9) Tepat Informasi
Ketepatan data serta informasi yang pas dibutuhkan guna mendukung
keberhasilan pengobatan ( Kemenkes RI, 2011).
1) Kelebihan
a. Aman jika digunakan sesuai petunjuk
b. Efektif untuk keluhan ringan
c. Biaya obat lebih murah, hemat waktu
d. Merasakan kepuasan tersendiri karena berperan dalam keputusan
terapi
e. Menghindari rasa malu jika harus menampakkan bagian tubuh tertentu
di hadapan tenaga kesehatan, dan
f. Mengurangi beban pelayanan kesehatan pada kondisi terbatasnya
sumber daya.
2) Kekurangan
a. Adanya bahaya jika obat tidak digunakan sesuai aturan, hal ini
tentunya akan menyebabkan pemborosan biaya dan waktu untuk
mengatasi bahaya yang ditimbulkan tadi.
b. Ada kemungkinan timbulnya reaksi yang tidak diinginkan, seperti efek
samping, resistensi dan sensitivitas.
c. Unsur subjektivitas juga menjadi dominan karena kecendrungan
pemilihan obat berdasarkan pengamalan, iklan, dan lingkungan sosial
(Holt, 1986).
6.
Penelitian Relevan
Tingkat
Angkatan Pengetahuan Kriteria
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara pengetahuan dan perilaku dalam melakukan swamedikasi penyakit
gastritis.
Gastritis
Analisis Perilaku
Swamedikasi Terhadap
Penyakit Gastritis
Hasil
Keterangan :
= Bagian yang diteliti = Petunjuk bagian yang diteliti
= Bagian yang tidak diteliti = Petunjuk bagian yang tidak diteliti