Anda di halaman 1dari 3

Tugas Akuntansi Keuangan Lanjutan

Kelompok 2 :

Isnaini Kurnia R

Ria Novita

Julitawati

Maia Nahak

Angelino F

Transaksi akuisisi BUMN PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) terhadap PT Holcim Indonesia
Tbk (SMCB) senilai US$ 917 juta (Rp 13,47 triliun) sudah resmi. Akuisisi itu mencakup
empat pabrik semen, 33 pabrik ready-mix, dan 2 quarry (tambang).

Untuk membiayai akuisisi SMCB, SMGR akan meminjam dana US$ 1,28 miliar (Rp 18,97
triliun) dari konsorsium Bank BNP Paribas, Deutsche Bank AG Singapore Branch, Maybank
Kim Eng Securities Ltd, MUFG Bank, dan Standard Chartered Bank.

Berdasarkan hitungan kami menggunakan laporan keuangan 2017, utang senilai Rp 18,97
triliun tersebut akan membuat utang tidak lancar SMGR akan bertambah menjadi Rp 29,23
triliun dari sebelumnya Rp 10,26 triliun pada akhir 2017.

Angka itu akan menjadi Rp 36,02 triliun jika sudah dikonsolidasi dengan liabilitas tidak
lancar dari SMCB.

Dana yang terdiri dari Rp 13,47 untuk pembelian dan Rp 5,5 triliun dana talangan tersebut
tentunya akan dikantongi Lafarge sebagai penjual 80,6% saham, sehingga yang tersisa adalah
Rp 5,5 triliun. 

Dan ketika dikonsolidasi, maka yang digabungkan dari kedua perusahaan adalah seluruh aset,
yang berarti total aset lancar Rp 17,93 triliun, aset tidak lancar Rp 51,77 triliun, utang lancar
Rp 14,45 triliun, dan utang tidak lancar Rp 36,02 triliun.

Kemudian untuk ekuitas, SMGR tidak mendapatkan tambahan ekuitas dari akuisisi karena
sudah berubah menjadi utang dan kepemilikan aset. Total aset awal Holcim Indonesia adalah
Rp 18,93 triliun per 2017. 

Lalu, SMGR juga masih memiliki selisih Rp 6,95 triliun yang kemungkinan akan
dijadikan aset tidak berwujud, yang dapat berupa merek Holcim atau yang serupa
sehingga dapat dicatatkan sebagai goodwill.
Foto: Irvin
Avriano/CNBC Indonesia

Total aset perusahaan nantinya akan menjadi Rp 82,15 triliun, sehingga rasio total liabilitas
terhadap ekuitas perusahaan akan berada pada 1,59 kali, dari sebelumnya 0,6 kali.

Berkaca pada laporan keuangan tahunan yang sama yaitu 2017, dapat dilihat bahwa sejak
2016 SMCB juga belum mendulang laba, sehingga masih membukukan rugi bersih senilai Rp
284,58 miliar pada 2016 dan semakin membesar Rp 758,04 miliar pada 2017.

Hal tersebut tentu patut disayangkan karena dua perusahaan semen lain yaitu Semen
Indonesia dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) masih mampu meraup laba
meskipun memiliki tren yang menurun akibat kondisi kelebihan pasokan (oversupply) yang
masih terjadi.

Foto: Irvin Avriano/CNBC


Indonesia

Analis PT Danareksa Sekuritas Maria Renata memprediksi rugi bersih yang dialami SMCB
pada periode tersebut disebabkan tidak fokusnya Lafarge dalam menjalankan bisnisnya di
Indonesia dan lebih memusatkan perhatian pada pelepasan asetnya tersebut. 

"Setelah diakuisisi, diharapkan SMGR dapat memperbaiki kinerja Holcim," ujarnya melalui
telepon. 

Dia juga tidak menanggapi dugaan adanya kesengajaan untuk membukukan rugi demi tidak
membayar pajak, dugaan transfer pricing, dugaan buruknya manajemen, dan dugaan kondisi
industri yang terlalu ketat. 

Meskipun oversupply masih dapat terjadi 3-5 tahun ke depan, lanjut Maria, setelah akuisisi


ini pemain utama di industri semen dapat lebih fokus dan memiliki daya tawar yang lebih
kuat terutama dalam penentuan harga jual, tidak seperti beberapa tahun terakhir ketika harga
semen turun. 

Anda mungkin juga menyukai