Sejak dunia diciptakan Allah telah memberi tugas kepada manusia untuk
menjaga alam ciptaan yang lain sebagai bentuk dari tanggung jawab manusia untuk
menjaga dan melestarikan ciptaan Tuhan. Sabda Allah “berkuasalah atas ikan-ikan
di laut dan burung-burung di udara, (Kej 1:26)” sering disalahartikan sebagai
sesuatu yang benar-benar menunjukkan bahwa manusia diberikan hak secara penuh
untuk bertindak semaunya tanpa memandang efek yang akan terjadi.
Banyak kejadian yang kita temukan dalam kehidupan kita setiap hari yang
berkaitan dengan pengrusakan alam. Di mana-mana orang mulai menebang hutan
sembarangan, membakar hutan sembarangan, membuang sampah tidak pada
tempatnya, menggunakan bahan-bahan kimia untuk menghancurkan kesuburan
tanah, membunuh ekosistem yang ada, seperti menembak dan membunuh segala
macam hewan di darat maupun di laut. Semuanya dilakukan atas dasar keinginan
manusia yang tidak bertanggungjawab. Akibat dari kesalahan itu sendiri, akhirnya
terjadi kekeringan dimana-mana, hutan semakin menipis, bahkan hewan-hewan liar
semakin berkurang dan akibat dari penebangan hutan secara liar akhirnya
menyebabkan banjir, tanah longsong, dan juga erosi yang berkepanjangan.
Isue hangat yang berkaitan dengan masalah ekologis dunia sekarang ini ialah
pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi karena polusi udara
yang disebabkan oleh asap kendaraan dan pembakaran di pabrik-pabrik. Selain itu,
penggundulan hutan yang tak terkendali yang tanpa dibarengi dengan reboisasi telah
turut menyumbang bagi pemanasan bumi ini. Suhu bumi semakin panas.
Kerusakan alam, pemanasan global, dan kerusakan ekologis lainnya tidak cukup
ditanggulangi secara teknologis saja. Tetapi juga harus dilengkapi dengan
pembinaan manusianya. Penanggulangan masalah lingkungan hidup menyangkut
perubahan sikap hidup dan perubahan nilai dalam masyarakat. Menjadi pertanyaan
bagi kita: Bagaimana kita seharusnya memandang alam sekitarnya? Bagaimana kita
seharusnya menempatkan manusia dalam karya penciptaan manusia? Pemahaman
teologis seperti apa yang harus kita kembangkan alam kehidupan keseharian kita?
B. Batasan Masalah
Esensi dalam pembuatan makalah ini terbatas pada arti ekologi itu
sendiri dan sejauh mana peran etika lingkungan hidup dalam kaitannya dengan
iman kekristenan.
Oleh karena itu melihat situasi yang saat ini terjadi, saya ingin mengajak
kita untuk mengetahui lebih dalam lagi bagaimana sebagai manusia kita
mempunyai tanggung jawab moral yang tinggi untuk sadar akan kelestarian
alam sehingga ketika kita menjaga alam ini dengan baik, maka kita dengan
sendirinya mempunyai tanggung jawab moral kepada sesama kita manusia dan
juga alam ciptaan yang lain, terlebih khusus kita bertanggungjawab atas Tuhan
yang sudah menciptakan alam semesta dengan baik adanya.
Ekologi yang pertama kali berasal dari seorang biologi Jerman Ernest Haeckel,
1869. Berasal dari bahasa Yunani “Oikos” (rumah tangga) dan “logos” (ilmu),
secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup.
Yang merupakan makhluk hidup adalah lingkungan hidupnya.
Miller dalam Darsono (1995:16) ”Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal
balik antara organisme dan sesamanya serta dengan lingkungan tempat
tinggalnya” Odum dalam Darsono (1995: 16) “Ekologi adalah kajian struktur
dan fungsi alam, tentang struktur dan interaksi antara sesama organisme
dengan lingkungannya dan ekologi adalah kajian tentang rumah tangga bumi
termasuk flora, fauna, mikroorganisme dan manusia yang hidup bersama
saling tergantung satu sama lain” Soemarwoto dalam Darsono (1995:16)
“Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya”. Resosoedarmo dkk, (1985:1)[3] “ekologi adalah ilmu
yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya”.
A. PENGERTIAN ETIKA
Etika memilik tiga bagian yaitu: meta-etika (studi konsep etika), etika
normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-
nilai etika). Etika juga memiliki sifat:
1. Etika filosofis
Etika filosofis secara harfiah (fay overlay) dapat dikatakan sebagai etika yang
berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena
itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat. Berikut akan
dijelaskan dua sifat etika:
2. Etika teologis.
Ada dua hal yang berkaitan dengan etika teologis, pertama, etika teologis bukan
hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika
teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika
secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika
secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik
tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Di dalam etika Kristen, misalnya, etika
teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah
atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan
terhadap Allah atau Yang Ilahi. Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel
sebagai etika transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki objek
yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi,
tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya
dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah. Setiap
agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini
dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang
satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika
teologisnya.
Sedang Etika Kristen adalah suatu cabang ilmu teologi yang memajukan
masalah tentang apa yang baik dari sudut pandang kekristenan. Hal inilah yang
membedakan antara etika Kristen dengan etika pada umumnya, dimana sudut
Ada beberapa unsur dari pandangan Kristen mengenai lingkungan hidup dan
tanggung jawab manusia didalamnya.
Ekologi atau ilmu tentang lingkungan hidup Kristen berasal dari teologi Kristen
yang teistis. Hal ini pandangan Kristen mengenai lingkungan timbul dari
doktrin tentang penciptaan. Ajaran dalam agama Kristen timbul dua aspek
penting mengenai lingkungan dalam Kristen yaitu kepemilikan Allah dan
kepelayanan manusia. Dapat dipahami di sini bahwa Allah sebagai sang
pencipta menempatkan manusia sebagai ciptaan Tuhan yang hidup bersama
makhluk ciptaannya yang lain (lingkungan sekeliling manusia). Kristen dalam
berbicara masalah kosmos dan lingkungan hidup dalam cahaya kitab suci
disandarkan pada sabda Tuhan. Bisa diselami dari beberapa firman Tuhan
dalam perjanjian lama dan perjanjian baru tentang lingkungan hidup di sini.
a. Perjanjian Lama.
b. Perjanjian Baru
Pengertian kosmos atau lingkungan hidup dalam perjanjian baru adalah
himpunan keadaan dan kemungkinan dalam hidup. pengertian ini bersifat
kristologis, di mana lingkungan alam atau kosmos dihubungkan dengan
ruangan dan kata ini juga melukiskan kemanusiaan, ruangan atau kosmos di
sini adalah diciptakan oleh Tuhan dan manusia melakukan sesuatu secara
betanggung jawab. Seperti yang diterangkan dalam surat-surat paulus, yang di
maksud dengan kosmos adalah segala sesuatu yang bukan Tuhan, yakni
lingkungan alam semesta. Lingkungan di sini bersinggungan dengan semua
benda dan mencakup kemanusiaan yang dilukiskan sebagai alam semesta.
Yang di maksud dengan kosmos adalah ruang yang meliputi semua yang berada
di luar Tuhan. Hal pemikiran ini Paulus tidak mempunyai keteraturan karena
dunia telah kehilangan keseimbangan dan keserasian seperti yang tertera
dalam kitab suci injil yang berbunyi:
“Karena itu seperti ada tertulis: Demikianlah pula, ketika aku datang
kepadamu, saudara-saudara, Aku tidak datang dengan kata-kata yang indah
Menarik disini adalah yang indah, yang memukau, yang menimbulkan rasa
betah. Ini bisa kita mulai dengan melakukan yang sederhana dilingkungan
rumah kita ini. halaman rumah jangan ditutup dengan semen semua,
melainkan tanamilah dengan tanaman yang mendatangkan keindahan dan rasa
nyaman. Membersihkan saluran air, dan lain sebagainya. Kedua, dalam
mewujudkan misi sosial gereja dalam
mengusahakan dan memelihara lingkungan hidup secara baik dan benar bila
setiap tindakan kita memungkinkan tetap terpeliharanya kehidupan yang
berkesinambungan (Kejadian 2:10-14). Ayat ini manusia mendapat informasi
bahwa Allah mengalirkan suatu sungai yang terbagi menjadi empat cabang
untuk membasahi taman eden. Sungai disini adalah simbol kehidupan. Aliran
sungai memungkinkan tumbuhan dan makhluk hidup tetap hidup. panggilan
terhadap
“Siapakah yang menghadapi aku, yang aku biarkan tetap selamat? Apa yang
ada di seluruh kolong langit, adalah kepunyaanku” (Ayub 41:2).
Pada prinsipnya setiap kita sudah diberikan apa yang kita inginkan.
Segala sesuatu sudah ada dan kita hanya bisa untuk menggunakannya. Tuhan
telah memberikan itu semua kepada kita supaya kita bisa menggunakan dengan
penuh tanggung jawab dan kewajiban kita adalah menjaganya. Dalam
hubungannya dengan ekologis, saya berpikir bahwa alam ini sudah diberikan
kepada manusia secara cuma-cuma, semuanya seolah-olah menjadi milik kita
manusia. Oleh karena itu sudah selayaknya kita menjaga dan melestarikannya
sebagai wujud dari tanggung jawab kita atas alam ciptaan. Tanggung jawab
manusia terhadap alam dapat dikatakan juga sebagai bentuk wujud solidaritas
manusia terhadap kosmis, manusia di dorong untuk mengambil sebuah
kebijakan yang pro terhadap alam, pro terhadap lingkungan, dengan demikian
manusia menentang setiap tindakan yang menyakiti binatang tertentu atau
memusnahkan species tertentu.[5]
Bertolak dari pernyataan tersebut saya akhirnya merefleksikan bahwa
karena kita dan seluruh alam ciptaan adalah hasil karya Allah, hendaknya kita
juga menjadi seperti Allah yang adalah kasih itu. Allah telah menciptakan
seluruh alam semesta dan akhirnya dia menciptakan kita menurut gambar dan
rupaNya sendiri (bdk Kej 1: 26-27). kiranya ini yang harus kita pegang jika kita
benar-benar ingin melihat alam itu sebagai sesama yang diciptakan sama oleh
Allah, dan kelebihan manusia adalah dia diciptakan seturut gambar dan rupah
Allah.
Peran manusia telihat sangat jelas dalam kutiban teks kitab suci tersebut
bahwa manusia merupakan gambar Allah sendiri. Gambar (Ibrani : Zelem) dan
rupa (Ibrani : demut) Allah. Zelem artinya patung yang dipahat untuk
melukiskan seseorang. Dengan demikian manusia adalah Bayangan dari Allah
(1Sam 6:5, Bil 33:52). Sedangkan Demut merupakan perwujudan dari apa yang
tampak, sehingga manusia merupakan perwujudan atau penampakkan dari
Allah yang tidak tampak (bdk. Yeh 1:5.10.26.28; 2Raj 16:10), jadi manusia
diciptakan menurut gambar dan rupa Allah berarti manusia merupakan
perwujudan dari PenciptaNya.
Sebagai gambar dan rupa Allah maka jelaslah manusia dimungkinkan
berkuasa atas makhluk ciptaan yang lain. Berkuasa dalam hal ini berarti
mengusahakan dengan sebaik mungkin untuk menjaga dan memelihara alam
ini, manusia harus bisa mengahadirkan Allah yang menciptakannya dan
mengelola alam untuk kebaikan bersama bukan mengartikannya secara bebas
bahwa manusia mempunyai hak untuk bertintak terhadap alam dengan
semena-mena.
Bertitik tolak dari manusia sebagai gambar Allah, manusia sudah dan
selayaknya mampu mengenal dan mencintai ciptaannya. Manusia ditugaskan
sebagai salah satu cara pengabdiannya kepada Pencipta. Dengan demikian
manusia dianugerahi Tuhan untuk menguasai dan memelihara alam semesta.
Jelaslah bahwa setiap manusia tanpa kecuali memiliki anugerah untuk
memiliki bumi, mengusahakan alam ini dan beserta isinya namun manusia
memiliki tanggung jawab yang sama dalam memelihara dan melestarikan alam
ini.
St. Bonaventura mengikuti pengalaman St. Fransiskus yang
mengembangkan suatu teologi yang disebut Skramentalitas Ciptaan. Di mana
dunia dihuni oleh yang kudus yakni jejak-jejak Kristus ada di dalam dunia
ciptaan. Sejak kisah Penciptaan Allah sendiri yang telah membuat segalanya
itu baik adanya, Allah yang dengan pewahyuanNya meninggalkan jejak-
jejakNya di mana-mana (Epifania). Oleh karena itu merusak dengan sengaja
ciptaan berarti merusak gambar Allah sendiri dan juga merusak Kristus yang
hadir dalam setiap ciptaan. Sakramentalitas ciptaan menunjukkan kepada kita
bahwa Allah Sang Pemilik dunia tidak sengaja mendesak kita untuk
memperhatikan keadilan sosial, yakni relasi kita yang baik dengan masyarakat
atau sesama, tetapi juga keadilan ekologis yang berarti relasi yang baik antara
manusia dengan ciptaan yang lain dan dengan bumi itu sendiri.
Bertitik tolak dari manusia sebagai gambar dan rupa Allah maka menjadi
jelas bahwa manusia mempunyai tugas dan tanggung jawab moral untuk terus
menerus menjaga alam semesta ini menjadi lebih baik. Namun kenyataannya
bahwa, lemahnya kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup seakan
sesuatu yang sudah terbiasa dan menjadi seolah-olah wajar untuk dilakukan.
Misalanya saja, membuang sampah sembarangan, penebangan pohon secara
liar terus menjadikan manusia semakin terbiasa dan dari sini tugas dan
tanggung jawabanya sebagai manusia yang bermoral seakan tidak ada hanya
karena keegoisan manusia untuk menguasai alam semaunya karena baginya
alam dipahami sebagai tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
Karena alam tidak mempunyai nilai dalam dirinya menurut anggapan
manusia pada umumnya maka, segala macam nilai dan norma moral hanya
sebatas keberlakuannya bagi manusia dalam komunitas manusia belaka.
Ini berarti bahwa kewajiban dan tanggung jawab moral hanya berlaku dan
relevan dituntut untuk relasi sosial manusia yang satu dengan manusia yang
lain. Kewajiban dan tanggung jawab moral dan segala perintah larangan serta
perilaku yang baik menjadi tidak relevan ketika manusia berhadapan dengan
alam. Dengan demikian konsekuensinya adalah manusia tidak mempunyai
tanggung jawab dan kewajiban untuk menjaga serta menghormati kehidupan
sesama ciptaan termasuk alam semesta.
Etika dan moral manusia menentukan sikapnya bagaimana manusia
akhirnya sampai pada tugas dan tanggung jawabnya untuk menjaga alam
semesta. Dua hal tersebut sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika itu
sendiri merupakan sebuah sikap atau sebuah tindakan yang dilakukan oleh
manusia berdasarkan norma-norma yang berlaku, sehingga jika dikaitkan
dengan etika lingkungan hidup, dapat diartikan sebagai sebuah usaha untuk
membangun dasar-dasar rasional bagi sebuah sistem prinsip-prinsip moral
yang dapat dipakai sebagai panduan dari usaha mansia untuk menjaga dan
memperlakukan ekosistem alam dan lingkungan sekitarnya dengan baik.
Etika ekologis juga menegaskan bahwa manusia hanyalah sebagian dari alam.
Karena itu manusia harus peduli pada makluk lain dari dunia ini, bukan saja
pada dirinya sendiri. Sedangkan moral adalah tindakan yang paling
menentukan kualitas manusia baik buruknya hidup seseorang. Prinsip-prinsip
moral tentang yang baik, keadilan dan hormat pada diri sendiri, inilah yang
menentukan sikap orang itu baik dan bisa dikatakan moralnya baik.
Alam atau lingkungan hidup telah dikaruniakan oleh Tuhan kepada kita untuk
digunakan dan dimanfaatkan demi kesejahteraan manusia. Manusia dapat
menggunakan alam untuk menopang hidupnya. Dengan kata lain alam diciptakan
oleh Tuhan dengan fungsi ekonomis, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Tetapi bukan hanya kebutuhan manusia menjadi alasan penciptaan. Alam
ini dibutuhkan pula oleh makhluk hidup lainnya bahkan oleh seluruh sistem
kehidupan atau ekosistem. Maksud manusia menguasai Bumi adalah agar alam
dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia dan anak cucunya. Pada gilirannya
karunia alam mendorong puji syukur kepada Allah yang mahabaik. Alam bukan
untuk memenuhi kerakusan manusia. Penguasaan atas alam terkait dengan
kesejahteraan yang berkelanjutan. Penguasaan atas alam dibatasi tujuan penguasaan
itu sendiri, yakni demi kesejahteraan bersama. Maka, wujud penguasaan manusia
atas alam bukan menggunduli hutan, mengeruk pasir yang menimbulkan abrasi,
atau membuang sampah sembarangan.
Perilaku ramah lingkungan adalah bagian ibadah yang sejati. Ibadah yang sejati
adalah ibadah yang dapat diimplementasikan secara bertanggung jawab dalam hidup
yang nyata. Dalam menata kehidupan bersama umat Kristen harus bermitra dengan
semua orang, bahkan dengan semua makhluk. Tugas itu adalah tugas bersama
semua orang dan seluruh ciptaan. Maka tugas orang Kristen adalah memberi
kontribusinya sesuai dengan iman dan pengharapan kepada YESUS KRISTUS
sebagai TUHAN, memperkaya dan mengoptimalkan ibadahnya dengan terus
menerus menjaga dan memelihara kehidupan yang diberikan Tuhan kepadanya
sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan. Optimalisasi ibadah itu dinyatakan dalam
bentuk disiplin, penghematan dan pengendalian diri.