Critical Review Jurnal Ekonomi Wilayah
Critical Review Jurnal Ekonomi Wilayah
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan critical review dengan pembahasan
mengenai “Kluster Industri” ini dengan lancar. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
critical review dalam mata kuliah Ekonomi Wilayah.
Makalah ini bertujuan untuk memberikan suatu critical review bagi jurnal yang terkait
dengan pokok bahasan pada mata kuliah kali ini. Jurnal yang digunakan untuk dilakukan
review dan kemudian selanjutnya dilakukan analisis adalah jurnal yang berjudul “Kajian Pola
Keterkaitan Aktivitas Klaster Industri Tenun Troso Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi
Lokal di Kabupaten Jepara” yang jurnal ini merupakan karya dari Evi Yulia Purwanti dari
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang
setulusnya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso Lic.Rer.Reg. dan Ibu Vely Kukinul Siswanto, ST, MT,
M.Sc selaku dosen mata kuliah Ekonomi Wilayah
2. Semua pihak yang telah memberikan dorongan serta motivasi guna terselesaikannya
makalah ini. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian. Penulis juga menerima kritik dan saran dari semua pihak agar
makalah ini menjadi lebih baik.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
PENDAHULUAN
1
KARAKTERISTIK KLUSTER INDUSTRI TENUN IKAT TROSO
Karakteristik industri tenun ikat Troso dapat dilihat berdasarkan beberapa aspek
berikut ini :
1. Aspek Permodalan
Sebagian besar UKM Tenun Troso menggunakan modal mandiri,
dimana modal tersebut belum dapat menutupi besarnya kebutuhan biaya
produksi. Selain itu biaya produksi yang dibutuhkan mencakup waktu yang
cukup lama, yaitu selama 3 bulan. Beberapa pengusaha tenun ingin
mencoba melakukan pinjaman dari lembaga perbankan, tetapi penyaluran
modal dari sektor pembiayaan atau lembaga perbankan tersebut belum
memadai dan belum merata. Di sisi lain, modal yang dibutuhkan sangatlah
besar, tetapi kemampuan lembaga perbankan untuk meminjamkan modal
cukup terbatas, dan tidak sebanding dengan banyaknya jumlah UKM Tenun
Troso.
Masih banyak pengusaha kecil menengah yang tidak dapat membuat
proposal dan menyediakan jaminan dalam melakukan peminjaman di
lembaga perbankan, namun juga datang dari BUMN. Peluang ini belum
didapatkan sepenuhnya oleh pengusaha tenun karena belum meratanya
distribusi bantuan dari BUMN. Bantuan juga datang dari koperasi. Tetapi
ternyata peran koperasi belum cukup memadai pula untuk memenuhi
kebutuhan Ukm Tenun Troso baik untuk penyediaan bahan baku, bahan
penolong, pemasaran produk, maupun permodalan.
2. Aspek Pemasaran
Jangkauan wilayah pemasaran tenun Troso cukup luas yang
mencapai hampir seluruh pulau besar di Indonesia, bahkan sudah di ekspor
pula ke berbagai negara seperti Australia, Jepang, Singapura, Korea, Swiss,
Perancis, dan beberapa negara besar lainnya. Sebagian besar produk
dipasarkan lewat Bali. Meskipun produk tenun Troso sudah mencapai ke
banyak wilayah, namun tentun Troso masih sulit dijumpai di pasar
tradisional Kabupaten Jepara sendiri. Penduduk Kabupaten Jepara yang
tidak tinggal di Desa Troso tidak akan mendapatkan produk tenun tersebut
jika tidak datang langsung ke Desa Troso.
Pemasaran dilakukan secara aktif baik dalam bentuk penjualan
ecweran maupun partai besar ke luar daerah. Tenun troso biasanya
dipasarkan oleh pedagang tangan kedua atau biasa disebut reseller yang
berada di luar pulau. Pemasaran secara pasif juga dilakukan sebagai
alternatif metode pemasaran, yang biasanya dilakukan oleh penguasaha
besar. Mereka membangun outlet atau showroom untuk menjaring langsung
konsumen akhir, yaitu pendatang, wisatawa, atau pembeli lokal.
3. Aspek Promosi
Tenun Troso merupakan produk yang mencerminkan kekayaan
budaya Kabupaten Jepara sekaligus menjadi produk unggulan. Tetapi
sebagian masyarakat Indonesia ternyata lebih mengenal tenun Troso sebagai
2
produk khas masyarakat Bali atau NTB. Karena itulah pemerintah dan
perusahaan tenun Troso sering melakukan promosi, baik di tingkat regional,
nasional, maupun internasional. Promosi internasional biasanya diikuti ioleh
pengusaha menengah dan besar. Kementrian UKM dan Dinas Perindustrian
Perdagangan dan Koperasi sering memberi kesempatan untuk mengikuti
pameran. Selain melakukan promosi melalui pameran, perusahaan tenun
juga sering promosi secara mandiri yaitu melalui situs atau web resmi
mereka.
4. Aspek Tenaga Kerja
Industri tenun Troso menyerap banyak tenaga kerja karena
membutuhkan keterampilan tangan manusia secara langsung. Kebanyakan
tenaga kerja berasal dari Desa Troso sendiri, namun juga ada yang berasal
dari luar Kabupaten Jepara, yaitu dari Kudus dan Klaten. Rata-rata seorang
tenaga kerja mampu menyelesaikan 5 lembar kain tenun per hari yang
memiliki panjang 2 meter setiap lembarnya. Upah setiap meter kain kurang
lebih sebesar Rp 2.250,-. Untuk jenis kain tertentu (tekstur halus dan rapat),
upah yang diberikan biasanya secara borongan, yaitu antara Rp 35.000,-
hingga Rp 50.000,- per lembar.
Rantai produksi tenun Troso diawali dengan pengadaan bahan baku, yaitu
benang. Benang yang digunakan tergantung dari produk yang dihasilkan. Benang
tersebut datang dari dalam dan luar negeri. Perusahaan skala besar biasanya
menggunakan benang import, yang mereka yakini kualitasnya lebih bagus. Pengadaan
bahan baku benang biasanya ditangani oleh importir dari Kabupaten Pekalongan dan
kota Bandung.
Sementara bahan baku serat tumbuhan seperti serat nanas, kulit pisan, eceng
gondok, pandan atau lidi kelapa didatangkan dari Kota Tegal atau Kota Salatiga,
Kabupaten Magelang, Kota Surakarta, dan Kabupaten Kudus. Sedangkan bahan baku
penolong berupa pewarna, malam/lilin, atau alat bantu kerja lain didapatkan dari Kota
Semarang, Kota Pekalongan, dan Kabupaten Kudus. Sistem pembayaran bahan baku
secara kontan, namun biasanya mendapat kelonggaran pembayaran. Selain itu
ketersediaan bahan baku cukup banyak, sehingga pengrajin kain tenun dapat
mendapatkannya kapanpun.
Benang yang terkumpul tidak langsung ditenun, namun harus melewati proses
“bum”, yaitu memidahkan helai benang dari gulungan besar ke gulungan plastik
berukuran lebih kecil atau disebut pedati plastik. Pedati ini kemudian dipasang pada
rangka gulir yang selanjutnya dipindai berlapis dengan alat yang disebut bum.
Kemudian benang-benang tersebut dipindahkan ke mesin tenun.
3
Tahapan Proses Produksi Tenun Ikat Troso
4
Rantai Aktivitas Industri Tenun Ikat Troso
Rantai Aktivitas Pelaku Usaha
Distribusi Pemasaran
5
kecil/subkontrak. Namun pengusaha kecil yang berlaku sebagai subkontrak
relatif sedikit. Kebanyakan pengusaha dalam kluster tersebut bertindak sendiri-
sendiri tidak ada kerjasama dalam pengadaan bahan baku dan produk.
Keterkaitan Horizontal dalam Kluster Industri Troso
6
• Meminimalkan total biaya
produksi melalui penghematan
biaya transportasi
Keuntungan • Harga dapat lebih rendah • Meningkatkan Kontinyu
produksi • Kontinyuitas produksi terjaga keuntungan
• Kuantitas dan kualitas produk • Kuantitas dan
dipertahankan dengan mengarah kualitas produk
pada peningkatan meningkat
Keterkaitan Keterkaitan • Kebutuhan produksi tenun dalam • Perluasan Kontinyu
dengan usaha/order bahan meningkatkan daya saing produksi
supplier penolong • Pemilihan bahan penolong yang • Inovasi produk
bahan berkualitas • Loyalitas
penolong • Bahan penolong diperlukan pelanggan
dalam pewarna dan motif
• Perusahaan harus mampu
membaca perubahan selera,
terutama warna dan motif produk
Keuntungan • Inovasi produk • Kuantitas/kualitas Kontinyu
produksi • Variasi motif/desain produk produk
• Penyesuaian corak produk sesuai meningkat
selera pasar • Produk lebih
• Produk lebih berdaya saing marketable
• Keuntungan
meningkat
7
• Promosi mampu • Keberlangsungan usaha
memperluas pasar terjamin
CRITICAL REVIEW
8
Pengembangan Kluster Industri Persusuan di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah” oleh
Riyuni Asih, Tridjoko Wisnu Murti, dan F. Trisakti Haryadi dari Fakultas Peternakan,
Universitas Gadjah Mada. Pada penelitian kluster industri Tenun Troso kurang
merepresentasikan data yang diperoleh. Penulis hanya menyajikan data kualitatif dan
dianalisis dengan teori yang ada. Sedangkan pada penelitian kluster industri persusuan
di Semarang, penulis lebih banyak menyajikan data berupa angka. Sehingga pembaca
mengetahui gambaran dinamika pengembangan kluster industri melalui data yang
direspresentasikan dalam bentuk angka.
Pada penelitian ini, penulis kurang menjelaskan secara detail subyek yang dicari
datanya. Penulis hanya menjelaskan bahwa penelitian ini berbasis di Kabupaten Jepara.
Sementara pada penelitian kluster industri persusuan di Semarang sudah tertulis alamat
lengkap dari lokasi terkait dalam pembahasan jurnal tersebut. Selain itu, penulis juga
menjelaskan rincian pihak/industri mana saja yang terkait dalam penelitian ini.
Pada penelitian kluster industri Tenun Troso, penulis menjelaskan aktivitas
industri yang runtut dan menjelaskan secara rinci terkait dengan pola keterkaitannya
antara satu aspek dengan aspek yang lain. Sementara pada penelitian kluster industri
persusuan di Semarang, penulis hanya menjelaskan secara sekilas mengenai alur
aktivitas industrinya. Penelitian tersebut lebih menekankan pada kualitas dan kuantitas
produk susu di Kabupaten Semarang.
KESIMPULAN
LESSON LEARNED
9
interpretasi data oleh penulis. Pencantuman informasi juga dapat memberikan
ruang bagi pembaca bila ingin melakukan pengujian terhadap validitas dari
penelitian tersebut.
2. Diperlukan keseimbangan antara paragraf narasi dengan penyajian data-data dalam
bentuk tabel, gambar, angka, atau ilustrasi. Hal ini diperlukan agar pembaca dapat
dengan mudah menemukan inti dari sebuah penelitian dan diperjelas dengan
paragraf yang bersifat naratif.
3. Penelitian yang membahas mengenai keterkaitan antar subyek sebaiknya juga
dijelaskan parameter valid yang dapat membuktikan keterkaitan tersebut memang
benar-benar terjadi. Dalam pembandingan sesuatu, seringkali terjadi bias yang
disebabkan oleh kesalahan interpretasi oleh penulis yang mempengaruhi narasi
yang dibangun atas data yang diperoleh tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Riyuni., Murti, Tridjoko Wisnu., & Haryadi, F. Trisakti. 2013. Dinamika Pengembangan
Kluster Industri Persusuan di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Yogyakarta:
Univeritas Gadjah Mada
10