Anda di halaman 1dari 13

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan critical review dengan pembahasan
mengenai “Kluster Industri” ini dengan lancar. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
critical review dalam mata kuliah Ekonomi Wilayah.
Makalah ini bertujuan untuk memberikan suatu critical review bagi jurnal yang terkait
dengan pokok bahasan pada mata kuliah kali ini. Jurnal yang digunakan untuk dilakukan
review dan kemudian selanjutnya dilakukan analisis adalah jurnal yang berjudul “Kajian Pola
Keterkaitan Aktivitas Klaster Industri Tenun Troso Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi
Lokal di Kabupaten Jepara” yang jurnal ini merupakan karya dari Evi Yulia Purwanti dari
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang
setulusnya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso Lic.Rer.Reg. dan Ibu Vely Kukinul Siswanto, ST, MT,
M.Sc selaku dosen mata kuliah Ekonomi Wilayah
2. Semua pihak yang telah memberikan dorongan serta motivasi guna terselesaikannya
makalah ini. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian. Penulis juga menerima kritik dan saran dari semua pihak agar
makalah ini menjadi lebih baik.

Surabaya, 23 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
KARAKTERISTIK KLUSTER INDUSTRI TENUN IKAT TROSO ...................................... 2
RANTAI AKTIVITAS INDUSTRI TENUN IKAT TROSO ................................................... 3
POLA KETERKAITAN AKTIVITAS INDUSTRI DALAM KLUSTER INDUSTRI TROSO
.................................................................................................................................................... 5
KENDALA DALAM PENGEMBANGAN KLUSTER TENUN TROSO DAN
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL................................................................................ 8
CRITICAL REVIEW................................................................................................................. 8
KESIMPULAN .......................................................................................................................... 9
LESSON LEARNED ................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 10

ii
PENDAHULUAN

Perkembangan industri kecil dalam negeri menjadi terancam dikarenakan


banyaknya produk-produk impor yang masuk ke dalam negeri. Menurut Michael
Porter, dalam bersaing dengan produk-produk impor tersebut, kita tidak dapat
mengandalkan kekayaan sumber daya alam dan murahnya tenaga kerja, tetapi juga
harus mempertimbangkan inovasi dan perbaikan untuk menghasilkan produk unggulan
yang berkualitas (Risfan Munir, 2007).
Adanya industri-industri kecil di Indonesia dapat mempercepat pemerataan
pertumbuhan ekonomi. Pengembangan ekonomi lokal (PEL) dapat menjadi salah satu
cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan wilayah. Pengembangan ekonomi
lokal yang dimaksud meliputi kegiatan ekspor, pemasaran, kluster, kemitraan, dan
pemberdayaan. Aktivitas ekonomi industri kecil biasanya lebih mengutamakan
pemanfaatan sumber daya lokal, baik dari segi bahan baku maupun tenaga kerjanya.
Langkah awal dalam pengembangan ekonomi lokal sendiri menitik beratkan
pada pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) melalui konsep
pengembangan kluster industri. Salah satu kluster unggulan industri berbasis ekspor
dalam bentuk tekstil adalah industri Tenun Troso. Meskipun demikian, kenyataannya
fungsi-fungsi kluster kurang berkembang.
Permasalahan utama industri Tenun Troso yaitu kesulitan modal, minimnya
kesempatan berpromoasi, dan belum optimalnya kinerja koperasi. Permasalahan
tersebut dapat mengganggu kegiatan/aktivitas industri dalam kulster yang apabila
dibiarkan akan menyebabkan berakhirnya kluster industri unggulan di Jawa Tengah,
yang merupakan sumber pendapatan masyarakat dan mengganggu pengembangan
ekonomi lokal khususnya di Kabupaten Jepara.
Penelitian/jurnal ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik aktivitas
kluster yang ada di Kabupaten Jepara, menganalisis bentuk keterkaitan aktivitas
industri baik keterkaitan vertikal maupun horizontal industri Tenun Troso, serta
menganalisis kendala dalam pengembangan kluster industri Tenun troso dan
pengembangan ekonomi lokal. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi pemerintah Kabupaten Jepara dan Pengusaha Tenun Troso.
Lokasi penelitian dilakukan di kawasan kluster unggulan Jawa Tengah yaitu
kluster Tenun Troso di Desa Troso, Kabupaten Jepara. Industri Tenun Troso dipilih
karena merupakan usaha yang memiliki value chain dalam rangka menghasilkan suatu
jenis produk. Selain itu, Tenun Troso merupakan kluster unggulan yang perlu didorong
untuk mengembangkan ekonomi lokal Kabupaten Jepara dan Propinsi Jawa Tengah.
Pihak-pihak yang menjadi responden yaitu meliputi pengusaha, supplier bahan baku,
subkontrak, dan stakeholder lain.

1
KARAKTERISTIK KLUSTER INDUSTRI TENUN IKAT TROSO

Karakteristik industri tenun ikat Troso dapat dilihat berdasarkan beberapa aspek
berikut ini :
1. Aspek Permodalan
Sebagian besar UKM Tenun Troso menggunakan modal mandiri,
dimana modal tersebut belum dapat menutupi besarnya kebutuhan biaya
produksi. Selain itu biaya produksi yang dibutuhkan mencakup waktu yang
cukup lama, yaitu selama 3 bulan. Beberapa pengusaha tenun ingin
mencoba melakukan pinjaman dari lembaga perbankan, tetapi penyaluran
modal dari sektor pembiayaan atau lembaga perbankan tersebut belum
memadai dan belum merata. Di sisi lain, modal yang dibutuhkan sangatlah
besar, tetapi kemampuan lembaga perbankan untuk meminjamkan modal
cukup terbatas, dan tidak sebanding dengan banyaknya jumlah UKM Tenun
Troso.
Masih banyak pengusaha kecil menengah yang tidak dapat membuat
proposal dan menyediakan jaminan dalam melakukan peminjaman di
lembaga perbankan, namun juga datang dari BUMN. Peluang ini belum
didapatkan sepenuhnya oleh pengusaha tenun karena belum meratanya
distribusi bantuan dari BUMN. Bantuan juga datang dari koperasi. Tetapi
ternyata peran koperasi belum cukup memadai pula untuk memenuhi
kebutuhan Ukm Tenun Troso baik untuk penyediaan bahan baku, bahan
penolong, pemasaran produk, maupun permodalan.
2. Aspek Pemasaran
Jangkauan wilayah pemasaran tenun Troso cukup luas yang
mencapai hampir seluruh pulau besar di Indonesia, bahkan sudah di ekspor
pula ke berbagai negara seperti Australia, Jepang, Singapura, Korea, Swiss,
Perancis, dan beberapa negara besar lainnya. Sebagian besar produk
dipasarkan lewat Bali. Meskipun produk tenun Troso sudah mencapai ke
banyak wilayah, namun tentun Troso masih sulit dijumpai di pasar
tradisional Kabupaten Jepara sendiri. Penduduk Kabupaten Jepara yang
tidak tinggal di Desa Troso tidak akan mendapatkan produk tenun tersebut
jika tidak datang langsung ke Desa Troso.
Pemasaran dilakukan secara aktif baik dalam bentuk penjualan
ecweran maupun partai besar ke luar daerah. Tenun troso biasanya
dipasarkan oleh pedagang tangan kedua atau biasa disebut reseller yang
berada di luar pulau. Pemasaran secara pasif juga dilakukan sebagai
alternatif metode pemasaran, yang biasanya dilakukan oleh penguasaha
besar. Mereka membangun outlet atau showroom untuk menjaring langsung
konsumen akhir, yaitu pendatang, wisatawa, atau pembeli lokal.
3. Aspek Promosi
Tenun Troso merupakan produk yang mencerminkan kekayaan
budaya Kabupaten Jepara sekaligus menjadi produk unggulan. Tetapi
sebagian masyarakat Indonesia ternyata lebih mengenal tenun Troso sebagai
2
produk khas masyarakat Bali atau NTB. Karena itulah pemerintah dan
perusahaan tenun Troso sering melakukan promosi, baik di tingkat regional,
nasional, maupun internasional. Promosi internasional biasanya diikuti ioleh
pengusaha menengah dan besar. Kementrian UKM dan Dinas Perindustrian
Perdagangan dan Koperasi sering memberi kesempatan untuk mengikuti
pameran. Selain melakukan promosi melalui pameran, perusahaan tenun
juga sering promosi secara mandiri yaitu melalui situs atau web resmi
mereka.
4. Aspek Tenaga Kerja
Industri tenun Troso menyerap banyak tenaga kerja karena
membutuhkan keterampilan tangan manusia secara langsung. Kebanyakan
tenaga kerja berasal dari Desa Troso sendiri, namun juga ada yang berasal
dari luar Kabupaten Jepara, yaitu dari Kudus dan Klaten. Rata-rata seorang
tenaga kerja mampu menyelesaikan 5 lembar kain tenun per hari yang
memiliki panjang 2 meter setiap lembarnya. Upah setiap meter kain kurang
lebih sebesar Rp 2.250,-. Untuk jenis kain tertentu (tekstur halus dan rapat),
upah yang diberikan biasanya secara borongan, yaitu antara Rp 35.000,-
hingga Rp 50.000,- per lembar.

RANTAI AKTIVITAS INDUSTRI TENUN IKAT TROSO

Rantai produksi tenun Troso diawali dengan pengadaan bahan baku, yaitu
benang. Benang yang digunakan tergantung dari produk yang dihasilkan. Benang
tersebut datang dari dalam dan luar negeri. Perusahaan skala besar biasanya
menggunakan benang import, yang mereka yakini kualitasnya lebih bagus. Pengadaan
bahan baku benang biasanya ditangani oleh importir dari Kabupaten Pekalongan dan
kota Bandung.
Sementara bahan baku serat tumbuhan seperti serat nanas, kulit pisan, eceng
gondok, pandan atau lidi kelapa didatangkan dari Kota Tegal atau Kota Salatiga,
Kabupaten Magelang, Kota Surakarta, dan Kabupaten Kudus. Sedangkan bahan baku
penolong berupa pewarna, malam/lilin, atau alat bantu kerja lain didapatkan dari Kota
Semarang, Kota Pekalongan, dan Kabupaten Kudus. Sistem pembayaran bahan baku
secara kontan, namun biasanya mendapat kelonggaran pembayaran. Selain itu
ketersediaan bahan baku cukup banyak, sehingga pengrajin kain tenun dapat
mendapatkannya kapanpun.
Benang yang terkumpul tidak langsung ditenun, namun harus melewati proses
“bum”, yaitu memidahkan helai benang dari gulungan besar ke gulungan plastik
berukuran lebih kecil atau disebut pedati plastik. Pedati ini kemudian dipasang pada
rangka gulir yang selanjutnya dipindai berlapis dengan alat yang disebut bum.
Kemudian benang-benang tersebut dipindahkan ke mesin tenun.

3
Tahapan Proses Produksi Tenun Ikat Troso

Pengetengan Frame Desain Tinta Ikat Tali


Rafia

Pewarnaan 2 Lepas Tali Pewarnaan 1 Lepas Tali


Pengeringan Pengeringan
Rafia 1

Pengeboma Pengerolan Tenun Kain Ikat


n

Kelemahan rata-rata dimiliki UKM Tenun Troso adalah peralatan yang


digunakan dalam proses produksi yang masih tradisional (Alat Tenun Bukan
Mesin/ATBM). Untuk proses pembuatan kain, tidak bisa selamanya mengandalkan
ATBM. Karena jika orderan naik, maka dibutuhkan alat yang dapat memproduksi
dengan jumlah banyak dalam waktu yang cepat. Biasanya pembeli dari luar negeri
memesan kain dengan jumlah besar, namun waktu yang diberikan sangat dingkat.
Tetapi ada hal yang menghambat kegiatan produksi tersebut yaitu faktor produksi,
meliputi modal tenaga kerja, jumlah ATBM, dan jumlah tenaga kerja yang terbatas.
Pengusaha skala menengah keatas akan memproduksi tenun Troso dalam
jumlah yang berbeda setiap ordernya, tergantung pada order. Untuk melayani order
lokal dalam jumlah tertentu yang masih sanggup dipenuhi, pengusaha besar akan
menambah bahan baku, bahan penolong, dan tenaga kerja. Ini berarti pengusaha besar
menengah membutuhkan suntikan modal dari pihak ketiga. Suntikan modal ini relatif
mudah karena perusahaan besar memiliki kredibilitas dan kemampuan untuk memenuhi
berbagai syarat yang dibutuhkan untuk mendapatkan bantuan modal dari lembaga
keuangan yang dimaksud. Tetapi tidak semua perusahaan besar menengah mampu
memenuhi syarat dari lembaga perbankan. Di sisi lain, ketika perusahaan besar
menengah tidak dapat mengerjakan orderan, yang bersangkutan tidak melimpahkan
sebagian order tersebut ke perusahaan kecil.
Perusahaan kecil umumnya memproduksi tenun dalam jumlah tetap tiap
bulannya. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan pasar dan agar modal yang
jumlahnya memang terbatas dapat dikelola dengan baik. Sebagian besar perusahaan
kecil tidak mendapat pinjaman modal dari pihak manapun. Sehingga kebutuhan modal
produksi harus dari modal pribadi, yang jumlahnya relatif terbatas. Akses ke lembaga
perbankan/keuangan sangat kecil karena keterbatasan kemampuan menyusun proposal
dan penyediaan jaminan. Subkontrak di Desa Troso lebih tepat disebut sebagai supplier
bagi industri skala menengah besar karena peran industri besar sebatas pada penyediaan
tempat (showroom) untuk memasarkan industri kecil.

4
Rantai Aktivitas Industri Tenun Ikat Troso
Rantai Aktivitas Pelaku Usaha

Pengumpulan Bahan Baku Benang Importir

Distribusi Bahan Baku Benang Pedagang Bahan Baku

Distribusi Bahan Baku Penolong Pedagang Bahan Penolong

Produksi Kain Tenun Ikat Pengusaha

Proses Produksi sebagian Kain Tenun Ikat Subkontrak

Pengumpulan/Pengepakan Kain Tenun Pengusaha/Pedagang Tangan


Ikat Kedua/Eksportir

Distribusi Pemasaran

POLA KETERKAITAN AKTIVITAS INDUSTRI DALAM KLUSTER INDUSTRI


TROSO

Berdasarkan karakteristik internal kluster industri (Van dijk dan Sverrison


dalam Fujiyani, 2006) tipologi kluster industri Troso di Jepara berada di tahap kedua
yaitu pengembangan orientasi pasar lokal. Kluster Troso masuk ke tipologi tersebut
karena :
a. Banyak aktivitas yang serupa di Desa Troso
b. Kemudahan akses dan kompetisi tidak berat
c. Pengembangan produk, dalam kluster ini tidak hanya menggunakan motif Troso
tetapi berbagai motif sesuai permintaan pasar
Pola keterkaitan kluster industri Tenun Troso di Jepara didapat dari keterkaitan
aktivitas industri dan tingkat keterkaitan aktivitas dalam kluster industri Troso.
a. Bentuk Keterkaitan Horizontal
Keterkaitan ini terbentuk antar kompetitor, dimana stakeholder yang saling
berkompetisi adalah antar pengusaha besar menengah dan antar pengusaha

5
kecil/subkontrak. Namun pengusaha kecil yang berlaku sebagai subkontrak
relatif sedikit. Kebanyakan pengusaha dalam kluster tersebut bertindak sendiri-
sendiri tidak ada kerjasama dalam pengadaan bahan baku dan produk.
Keterkaitan Horizontal dalam Kluster Industri Troso

Jenis Bentuk Alasan/Faktor Manfaat Sifat


Keterkaitan Keterkaitan Pertimbangan Kerjasama
Antar pengrajin Sharing Berbagi Minimalisasi resiko kerugian Temporer
besar/menengah informasi pengalaman pengusaha yang baru berusaha,
pengembangan Kemudahan mendapatkan
usaha infomrasi perkembangan
industri
Antar pengrajin Sharing Berbagi Minimalisasi kerugian, Kontinyu
kecil/subkontrak informasi pengalaman Peningkatan keahlian pekerjaan

b. Bentuk Keterkaitan Vertikal ke Belakang (Backward Linkage)


Hubungan aktivitas vertikal didominasi oleh keterkaitan dalam order
barang/produksi sesuai dengan rantai produksi. Keterkaitan antara supplier
bahan baku-pengusaha besar maupun pengusaha dengan buyer menunjukkan
ketergantungan dari pengusaha-pengrajin dengan dua pelaku usaha tersebut.

Bentuk Keterkaitan Vertikal ke Belakang dalam Kluster Industri Troso

Jenis Bentuk Keterkaitan Alasan/Faktor Pertimbangan Manfaat Sifat


Keterkaitan Kerjasama
Keterkaitan Keterkaitan • Efisiensi biaya transportasi • Efisiensi ongkos Kontinyu
dengan usaha/order bahan • Keterbatasan uang tunai produksi
supplier baku • Minimalisasi
bahan baku resiko produksi
Kepastian • Memperlancar produksi • Ketepatan Kontinyu
persediaan bahan • Meminimalkan resiko permintaan
baku keterlambatan produksi • Perusahaan tidak
• Komitmen pengusaha untuk pernah kehabisan
memenuhi pesanan tepat waktu stok barang
dalam jumlah dan kualitas sesuai sehingga
pesanan pelanggan puas
dan tidak pindah
ke produk lainnya
Efisiensi biaya • Keterbatasan modal • Efisiensi ongkos Kontinyu
transportasi bahan produksi
baku

6
• Meminimalkan total biaya
produksi melalui penghematan
biaya transportasi
Keuntungan • Harga dapat lebih rendah • Meningkatkan Kontinyu
produksi • Kontinyuitas produksi terjaga keuntungan
• Kuantitas dan kualitas produk • Kuantitas dan
dipertahankan dengan mengarah kualitas produk
pada peningkatan meningkat
Keterkaitan Keterkaitan • Kebutuhan produksi tenun dalam • Perluasan Kontinyu
dengan usaha/order bahan meningkatkan daya saing produksi
supplier penolong • Pemilihan bahan penolong yang • Inovasi produk
bahan berkualitas • Loyalitas
penolong • Bahan penolong diperlukan pelanggan
dalam pewarna dan motif
• Perusahaan harus mampu
membaca perubahan selera,
terutama warna dan motif produk
Keuntungan • Inovasi produk • Kuantitas/kualitas Kontinyu
produksi • Variasi motif/desain produk produk
• Penyesuaian corak produk sesuai meningkat
selera pasar • Produk lebih
• Produk lebih berdaya saing marketable
• Keuntungan
meningkat

Bentuk Keterkaitan Vertikal ke Depan dalam Kluster Industri Troso

Jenis Bentuk Alasan/Faktor Pertimbangan Manfaat Sifat


Keterkaitan Keterkaitan Kerjasama
Keterkaitan Keterkaitan Pengrajin besar biasanya punya • Memperluas pasar Temporer
pengrajin usaha outlet/showroom, sehingga • Kontinyuitas pasokan
besar/importir pemasaran bisa lebih luas
– pengrajin
kecil
Keterkaitan Keterkaitan • Kepastian pasar • Adanya target pasar jelas Kontinyu
eksportir – usaha/order • Perluasan pasar • Setiap pengrajin mempunyai
buyer produksi • Kontinyuitas produksi buyer sendiri sehingga
• Keuntungan besar minimalisasi persaingan
tidak sehat
Keterkaitan • Kegiatan promosi dan • Memperluas pasar Temporer
promosi pameran dilakukan secara • Volume produksi meingkat
berkala

7
• Promosi mampu • Keberlangsungan usaha
memperluas pasar terjamin

Keterkaitan Keterkaitan • Kepastian pasar • Keuntungan relatif stabil Kontinyu


eksportir lokal usaha/order • Kontinyuitas produksi • Perusahaan tetap eksis
– pedagang produksi • Kestabilan penerimaan
lokal

KENDALA DALAM PENGEMBANGAN KLUSTER TENUN TROSO DAN


PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

Kluster Troso merupakan salah satu kluster unggulan yang perkembangannya


stagnan dan seakan tidak berfungsi. Hasil penelitian menemukan linkage yang
dibangun industri di kluster Troso masih lemah karena keterbatasan pengusaha
terutama perajin kecil dalam membangun jaringan pemasaran dan masih bergantung
pada pengrajin besar. Selain itu pengusaha kecil memiliki keterbatasan social capital,
harga produk sangat fluktuatif karena tidak ada standar jaminan mutu, keterkaitan
horizontal maupun vertikal yang baik akan melindungi pelaku usaha dari ketidakpastian
pasar. Pola keterkaitan vertikal mengarah ke ketergantungan usaha, yang berarti usaha
yang dilakukan bersifat kerjasama satu arah dan tidak mutualisme.
Partisipasi dari para pengrajin dalam pengembangan kluster masing rendah. Hal
ini dikarenakan pengrajin tidak mendapatkan manfaat kluster. Selain itu para pengrajin
masih belum paham apa dan bagaimana manfaat kluster sehingga masih rancu dengan
sentra industri.
Munculnya konsentrasi kegiatan ekonomi tenun Troso mendorong pengikatan
efisiensi kegiatan ekonomi yang berdampak positif bagi pembangunan ekonomi lokal.
Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) adalah proses partisipatif dimana masyarakat
lokal dari berbagai sektor bekerja bersama-sama untuk mendorong kegiatan
perdagangan/komersial lokal sehingga terbentuk suatu ekonomi yang tahan banting dan
berkesinambungan. Ciri utama pengembangan ekonomi lokal adalah pada kebijakan
“Endogeneous Development” mendayagunakan potensi SDM, institusional, dan fisik
setempat. Dalam sistem kluster dibutuhkan faktor pengikat yang diaktualisasikan dalam
bentuk integrasi antar sekotr dan antar daerah. Pengertian integrasi antar sektor adalah
keterkaitan antara kegiatan ekonomi yang didasari oleh hubungan vertikal (input-
output) yang melibatkan pelaku usaha tenun Troso, yakni antara pemasok-pengolah-
pemasar-dan pengguna (hulu-hilir). Kluster dapat tumbuh karena dorongan kesamaan
kepentingan untuk memanfaatkan fasilitas dari Pemda dan sarana penunjang lain sepeti
universitas dan lembaga penelitian.

CRITICAL REVIEW

Terdapat beberapa kelemahan dan kelebihan pada penelitian ini jika


dibandingkan dengan studi kasus kluster industri dalam jurnal “Dinamika

8
Pengembangan Kluster Industri Persusuan di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah” oleh
Riyuni Asih, Tridjoko Wisnu Murti, dan F. Trisakti Haryadi dari Fakultas Peternakan,
Universitas Gadjah Mada. Pada penelitian kluster industri Tenun Troso kurang
merepresentasikan data yang diperoleh. Penulis hanya menyajikan data kualitatif dan
dianalisis dengan teori yang ada. Sedangkan pada penelitian kluster industri persusuan
di Semarang, penulis lebih banyak menyajikan data berupa angka. Sehingga pembaca
mengetahui gambaran dinamika pengembangan kluster industri melalui data yang
direspresentasikan dalam bentuk angka.
Pada penelitian ini, penulis kurang menjelaskan secara detail subyek yang dicari
datanya. Penulis hanya menjelaskan bahwa penelitian ini berbasis di Kabupaten Jepara.
Sementara pada penelitian kluster industri persusuan di Semarang sudah tertulis alamat
lengkap dari lokasi terkait dalam pembahasan jurnal tersebut. Selain itu, penulis juga
menjelaskan rincian pihak/industri mana saja yang terkait dalam penelitian ini.
Pada penelitian kluster industri Tenun Troso, penulis menjelaskan aktivitas
industri yang runtut dan menjelaskan secara rinci terkait dengan pola keterkaitannya
antara satu aspek dengan aspek yang lain. Sementara pada penelitian kluster industri
persusuan di Semarang, penulis hanya menjelaskan secara sekilas mengenai alur
aktivitas industrinya. Penelitian tersebut lebih menekankan pada kualitas dan kuantitas
produk susu di Kabupaten Semarang.

KESIMPULAN

Terdapat beberapa kendala dalam perkembangan industri tenun Troso dan


kluster tenun Troso dalam rangka pengembangan ekonomi lokal. Pemda bersama pihak
swasta seharusnya mengupayakan pendirian pusat pasar tradisional yang menampung
produk lokal, agar menarik wisatawan berkunjung ke Kabupaten Jepara dan berbelanja
produk lokal. Pemda semestinya memperhatikan nasib pengusaha kecil pula, dengan
cara membuka kesempatan dan kemudahan bagi mereka untuk mendapat akses
kesempatan promosi. Selain itu, perlu dilakukan upaya pengembangan kluster dari
tipologi orientasi pasar lokal ke jaringan lokal sehingga keberadaan kluster dapat
dirasakan manfaatnya baik bagi pengusaha kecil maupun besar melalui keterkaitan
fungsi-fungsi kluster mulai dari pembelian bahan baku bersama, pembagian kerja antar
pengrajin kecil dan besar sehingga pertautan dalam kluster antara industri inti,
pemasok, dan pendukung dapat berjalan sehingga manfaat kluster dapat dirasakan oleh
para pengrajin. Reorientasi juga perlu dilakukan bagi para pengusaha tentang fungsi
kluster, sehingga ada dukungan semua pengusaha.

LESSON LEARNED

Dari pembahasan yang telah diuraikan tersebut, maka dapat diambil


pembelajaran berupa:
1. Dalam penulisan jurnal diperlukan informasi dari data-data yang diperoleh dan
disajikan. Sehingga penelitian terhindar dari bias yang disebabkan oleh kesalahan

9
interpretasi data oleh penulis. Pencantuman informasi juga dapat memberikan
ruang bagi pembaca bila ingin melakukan pengujian terhadap validitas dari
penelitian tersebut.
2. Diperlukan keseimbangan antara paragraf narasi dengan penyajian data-data dalam
bentuk tabel, gambar, angka, atau ilustrasi. Hal ini diperlukan agar pembaca dapat
dengan mudah menemukan inti dari sebuah penelitian dan diperjelas dengan
paragraf yang bersifat naratif.
3. Penelitian yang membahas mengenai keterkaitan antar subyek sebaiknya juga
dijelaskan parameter valid yang dapat membuktikan keterkaitan tersebut memang
benar-benar terjadi. Dalam pembandingan sesuatu, seringkali terjadi bias yang
disebabkan oleh kesalahan interpretasi oleh penulis yang mempengaruhi narasi
yang dibangun atas data yang diperoleh tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Riyuni., Murti, Tridjoko Wisnu., & Haryadi, F. Trisakti. 2013. Dinamika Pengembangan
Kluster Industri Persusuan di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Yogyakarta:
Univeritas Gadjah Mada

10

Anda mungkin juga menyukai