Anda di halaman 1dari 26

MEMAHAMI PENGARUH PAJAK TERHADAP

PEREKONOMIAN MAKRO INDONESIA


(Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Menyelesaikan Tugas
Mata Kuliah Keuangan Negara dan Daerah)

Oleh:
Kelompok 3 (Kelas B)
Hera Ratnaningrum NIM
Muhammad Lutfi Baidhowi NIM
Kintan Virinda NIM
Justin Nurrahma NIM
Kharisma NIM

Dosen Pengampu:
Dr. Lili Erina, M.Si.

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KOTA PALEMBANG
2018
ABSTRAK

1
Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk memaparkan pengaruh pajak terhadap
parekonomian makro di Indonesia. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan ini yaitu
karena pajak merupakan hal yang penting untuk menjalankan perekonomian suatu negara,
dan ekonomi makro mencakup kehidupan bernegara dan berbangsa yang luas, dan meliputi
hidup orang banyak. Sistem perpajakan yang terbaik dipandang dari sudut pandangan ilmu
ekonomi adalah sistem perpajakan yang memiliki pengaruh-pengaruh ekonomi yang paling
baik atau setidak-tidaknya memberikan pengaruh yang paling minimum. Oleh sebab itu,
makalah ini membahas permasalahan tersebut dalam makalah ini. Penulisan ini dianalisis
dengan merujuk pada beberapa sumber dengan metode analisis deskriptif dan kajian
pustaka. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan jawaban pengaruh pajak terhadap
perekonomian makro. Pajak sebagai wujud dari kebijakan pemerintah dalam bentuk
kebijakan fiskal tentu akan berdampak dan berpengaruh terhadap jalannya perekonomian
makro suatu negara. Pengaruh pajak terhadap perekonomian ini dapat dibedakan menjadi
pengaruh pajak terhadap produksi total dan komposisi produksi. Pajak memepengaruhi
produksi total dalam hal kemampuan dan kemauan untuk bekerja, menabung, dan
berinvestasi. Pajak juga mempengaruhi komposisi produksi dalam hal distribusi
pendapatan, dan keinginan untuk bekerja. Ada baiknya pembaca untuk mencari referensi
lain sebagai bahan pertimbangan dalam menganalisis permasalahan ini, dan pemerintah
selaku kendali untuk mempertimbangkan segala kebijakan yang mempengaruhi hajat hidup
orang banyak.

Kata Kunci: Pajak, Ekonomi, Makro, Pengaruh, Fiskal

BAB I

2
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak adalah iuran wajib kepada kas negara yang berdasarkan undang-undang

dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan

digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Peran pajak sangat besar dalam

pertumbuhan ekonomi suatu negara, termasuk di negara Indonesia yang sedang

berkembang. Indonesia menggunakan pajak sebagai salah satu pendapatan utama untuk

membiayai segala macam kebutuhan dan pengeluarannya.

Ada beberapa persoalan mendasar yang terkait dengan mempengaruhi pajak dalam

perekonomian. Dalam hal tersebut akan dibahas melalui pengaruh pajak terhadap

kemampuan dan keinginan untuk melakukan pekerjaan, menabung, dan kemampuan serta

keinginan untuk melakukan investasi. Apabila tabungan yang tersedia lebih besar daripada

investasi yang dilakukan maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut dengan deflasi,

sedangkan pada saat terjadi tabungan yang ada dalam masyarakat itu lebih kecil dari

investasi maka akan terjadi inflasi. Melalui kebijaksanaan dalam perpajakan keadaan

inflasi maupun keadaan deflasi dapat dikurangi. Sistem perpajakan yang terbaik dipandang

dari sudut pandangan ilmu ekonomi adalah sistem perpajakan yang memiliki pengaruh-

pengaruh ekonomi yang paling baik atau setidak-tidaknya memberikan pengaruh yang

paling minimum.

Dalam perannya pemerintah dibekali dua kebijakan ekonomi makro yang terwujud

dalam dua instrument utama, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan

ekonomi makro didefenisikan sebagai penetepan tujuan oleh pemerintah terhadap

perekonomian negara dan penggunaan instrumen pengendalian untuk mencapai tujuan-

tujuan tersebut. Kebijakan fiskal didefinisikan sebagai alat dalam kebijakan ekonomi

3
makro yang mencari pengaruh dari tingkat aktivitas ekonomi melalui kendali belanja

pemerintah dan perpajakan. Definisi tersebut, dapat kita lihat bahwa kebijakan pemerintah

di bidang perpajakan merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang pada akhirnya akan

berpengaruh pada pencapaian tujuan ekonomi negara maupun perekonomian makro.

Penulis mencoba untuk membahas pengaruh pajak sebagai kebijakan fiskal

pemerintah terhadap perekonomian makro suatu negara. Seyogyanya setiap kebijakan yang

dilakukan pasti akan berdampak pada kehidupan bernegara, baik positif maupun negatif.

Maka dari itu penulis membuat makalah dengan judul “Memahami Pengaruh Pajak

terhadap Perekonomian Makro”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu,

1. Apa yang dimaksud dengan pajak?

2. Apa yang dimaksud dengan ekonomi makro?

3. Bagaimana pengaruh pajak terhadap produksi total?

4. Bagaimana pengaruh pajak terhadap komposisi produksi?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan ini yaitu, untuk menjawab segala sesuatu yang menjadi

rumusan masalah pada makalah ini antara lain,

1. Untuk mengetahui definisi pajak.

2. Untuk mengetahui definisi ekonomi makro.

3. Untuk memahami pengaruh pajak terhadap produksi total.

4. Untuk memahami pengaruh pajak terhadap komposisi produksi.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengantar Pajak dan Ekonomi Makro

Pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.1 Pajak sering kali disebut sebagai “Iuran Rakyat”. Pajak dengan

istilah iuran rakyat atau iuran wajib bukan sebagai paksaan yang dipungut dari pihak wajib

pajak atau pengusaha dan rakyat lainnya oleh pemerintah, tetapi pembayaran pajak

merupakan kewajiban dan penuh kesadaran sebagai warga negara. Undang-undang Nomor

6 Tahun 1983 yang kemudian telah diubah terkahir dengan UU Nomor 28 tahun 2007

tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan menyatakan bahwa setiap wajib pajak

mempunyai hak dan kewajiban dalam bidang perpajakan. Di samping itu, pemerintah juga

mempunyai kewenangan dan kewajiban dalam bidang perpajakan.

Dari pengertian pajak yang telah dijelaskan tadi, dapat kita simpulkan bahwa

terdapat beberapa unsur yang melekat dalam pengertian pajak tersebut, yaitu:

1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang.

2. Pajak bersifat memaksa karna didasarkan oleh undang-undang.

3. Pajak diambil oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk kesejahteraan

umum.

4. Pajak digunakan untuk membayar pengeluaran pemerintahan dan membiayai

produksi pembangunan pelayanan umum.

1
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.

5
5. Pembayar pajak tidak mendapat imbalan yang langsung dapat dirasakan,

melainkan mendapat fasilitas umum yang akan dibangun berdasarkan pajak

yang telah dibayar.

Pemungutan pajak harus mendapatkan persetujuan dari rakyat, proses persetujuan

rakyat tersebut dapat dilakukan dengan undang-undang. Undang-undang yang dimaksud

adalah UUD 1945 pasal 23 ayat (2) yang menyatakan bahwa segala pungutan pajak harus

berdasarkan undang-undang.

Pajak merupakan konstribusi wajib setiap warga negara. Bila dikaitkan dengan

makroekonomi, maka peran pajak adalah sebagai sumber dana. Untuk dapat menjalankan

fungi-fungsi itu, pemerintah membutuhkan biaya, dari sini pajak memiliki peran penting

dalam memenuhi pembiayan pemerintah. Menurut Budiono (2001), ekonomi makro adalah

ilmu yang mempelajari tentang ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka panjang

meliputi stabilitas dan pertumbuhan perekonomian sebuah negara. Ekonomi makro sendiri

menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak masyarakat, perusahaan, dan

pasar (contoh: pengangguran). Bila dikaitkan dengan pajak, ekonomi makro mempunyai

salah satu ciri khas yakni kegiatan mempelajari sebab dan akibat dari fluktuasi penerimaan

negara jangka pendek atau siklus bisnis, dan kegiatan untuk mempelajari faktor penentu

dari pertumbuhan ekonomi jangka panjang atau peningkatan pendapatan nasional. Pajak

merupakan salah sumber pendapatan nasional.

2.2 Pengaruh Pajak terhadap Poduksi Total

Pengaruh pajak terhadap produksi dapat dibagi dalam pengaruhnya terhadap

produksi sebagai keseluruhan dan komposisi produksi. Pengaruh pajak terhadap produksi

sebagai keseluruhan berlangsung melalui pengaruh-pengaruhnya terhadap kerja, tabungan

dan investasi. Kemudian lebih jauh lagi kita melihat pengaruh-pengaruh pajak terhadap

6
kerja, tabungan dan investasi melalui kemampuan dan keinginan; yaitu kemampuan dan

keinginan untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.

Apa yang kita inginkan adalah perekonomian pada kesempatan kerja penuh (full

employment) tanpa inflasi maupun deflasi. Gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara

tingkat penghasilan nasional (Y) dengan tingkat konsumsi (C) dan tingkat investasi (I).

Pada tingkat penghasilan nasional sebesar OY, perekonomian dalam keadaan seimbang,

tidak ada inflasi maupun deflasi. Pada tingkat penghasilan nasional ini perekonomian

dalam keadaan kesempatan kerja penuh (full employment), maka terdapat suatu

inflationary gap, karena pada tingkat penghasilan itu, investasi (GF) lebih besar daripada

tabungan (AG) sebesar AF yaitu sebesar inflationary gap-nya. Dengan demikian maka

harga-harga akan cenderung untuk naik terus sampai tidak ada lagi perbedaan antara

investasi dan tabungan.

Gambar 2.1

Tujuan kita adalah mencapai penghasilan nasional pada tingkat keseimbangan dan

pada full-employment, maka kalau tingkat penghasilan nasional sebesar OY2 ingin

dipertahankan, permintaan agregat harus mampu dinaikkan atau dengan kata lain kurva

C+I pada Gambar 2.1 harus digeser ke atas sampai memotong titik D. Tetapi jika

seandainya tingkat penghasilan nasional pada tingkat full-employment itu berada pada

tingkat OY, maka kalau full-employment income ingin dicapai tanpa adanya inflasi dan

deflasi, permintaan agregat harus dikurangi atau dengan kata lain kurva C + I harus digeser
7
ke bawah sampai memotong titik A. Hal ini dapat ditempuh oleh pemerintah dengan cara

meningkatkan atau menambah tingkat pajak yang dikenakan dalam perekonomian.

a. Pengaruh Pajak terhadap Kemampuan untuk Bekerja, Menabung, dan

Berinvestasi

Kemampuan (ability) setiap orang untuk bekerja akan berkurang apabila ia

dikenai pajak yang dapat mengurangi efisiensi kerjanya. Oleh karena itu suatu pajak

yang dikenakan kepada golongan yang mempunyai tingkat penghasialan yang rendah

dalam suatu masyarakat hanya akan menurunkan efisiensi baik bagi golongan orang

dewasa maupun anak-anak pada masa yang akan datang. Pendapat ini dapat

diterapkan pada pajak langsung yang dikenakan pada golongan yang pengahsilanya

rendah sehingga akan mengurangi tingkat penghasilanya. Juga dapat pula diterapkan

pada pajak tidak langsung yang dikenakan pada barang-barang kebutuhan sehari-

hari.

Suatu masalah yang perlu diperhatikan ialah bagaimana cara menentukan suatu

batasan sehingga dapat diketahui bahwa pajak yang dikenakan akan dapat

mengurangi tingkat efisiensi kerja wajib pajak.

Kemampuan untuk mengadakan tabungan jelas akan berkurang dengan adanya

pajak yang dikenakan pada wajib pajak. Orang yang terkena pajak pendapatan

kemampuanya untuk menabung akan berkurang sebesar marginal propensity to save-

nya (mps) dikalikan dengan besarnya pajak yang dikenakan. Bagi orang-orang yang

tergolong penghasilan rendah pengenaan pajak tidak akan mengurangi

kemampuanya untuk menabung, karena memang biasanya mereka sudah tidak

mempunyai tabungan wlaupun belum dikenakan pajak. Sehingga kalau ia dikenakan

pajak tidak akan mengurangi tabunganya melainkan akan dikurangkan dari

konsumsinya dan ia akan mengurangi produktivitas kerjanya. Pajak yang dikenakan

8
pada golongan penghasilan tinggi akan mengurangi kemampuanya untuk menabung

tetapi tidak mengurangi kemampuan kerjanya. Pengenaan pajak terhadap keuntungan

perusahaan akan mengurangi kemampuan perusahaan untuk menabung tetapi

pengaruhnya akan dirasakan lebih lunak dari pada kalau individu yang dikenai pajak.

Kemampuan untuk mengadakan investasi tergantung pada sumber-suamber

dananya. Kemampuan untuk mengadakan investasi akan berkurang dengan adanya

pajak yang mengurangi kemampuan untuk mengadakan tabungan. Karena tabungan

adalah sumber untuk investasi maka dengan sendirinya kemampuan untuk

mengadakan investasi juga akan berkurang bila kemampuan untuk manabung

berkurang karena adanya pajak.

b. Pengaruh Pajak terhadap Kemauan untuk Bekerja, Menabung, dan

Berinvestasi

Keinginan (desire) untuk bekerja, menabung, dan menginvestasi. Pajak

mempunyai pengaruh yang bersifat insentif artinya meningkatkan keinginan untuk

bekerja, menabung dan mengadakan investasi si wajib pajak. Seperti contoh

kebijakan yang dilakukan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo yaitu Tax

Amnesty. Menurut UU No 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak, tax amnesty

adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi

administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara

mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang ini. Pelaksanaan program tax amnesty ini sendiri berlangsung selama 10

bulan mulai dari Juli 2016 hingga April 2017 serentak di seluruh Indonesia.

Keuntungan mengikuti program ini adalah penghapusan untuk semua pajak terutang

baik berupa PPh (Pajak Penghasilan), PPN, PPnBM, sanksi administrasi (denda) dan

9
sanksi pidana. Kemudian dengan mengikuti program tax amnesty maka WP terbebas

dari pemeriksaan data atas kekayaan yang dimiliki.

Perlu ditambahkan di sini bahwa hanya pajak yang mempunyai sifat dikenakan

secara terus-menerus akan berpengaruh terhadap keinginan untuk bekerja, menabung

dan mengadakan investasi. Sebagai contoh adalah pajak penghasilan dan pajak bumi

dan bangunan.

1) Semua Jenis Pajak

Bagi sebagian besar orang, pajak bukan menimbulkan suatu disinsentif untuk

bekerja, melainkan justru sebaliknya dapat menimbulkan suatu insentif untuk bekerja

sehingga menyebabkan mereka lebih giat bekerja daripada kalau tidak ada pajak.

Selanjutnya pajak dapat menimbulkan suatu disinsentif baik untuk mengadakan

tabungan maupun untuk mengadakan investasi.

Segala hal yang dibahas di atas adalah bagi pajak-pajak pada umumnya. Tetapi

tidaklah selalu benar bahwa setiap kenaikan pajak bagi suatu jenis pajak tertentu

akan memberikan suatu insentif atau disinsentif untuk bekerja lebih giat. Juga tidak

selalu setiap ada kenaikan pajak bagi suatu jenis pajak tertentu akan menimbulkan

suatu disinsentif untuk menabung maupun untuk mengadakan investasi. Mungkin

sekali bahwa perubahan tingkat pajak dalam jumlah yang kecil akan memiliki

pengaruh yang berbeda dengan adanya perubahan tingkat pajak dalam jumlah yang

cukup besar. Namun, pada umumnya perubahan jumlah pajak yang sedikit atau kecil

akan mempunyai pengaruh yang tidak berarti terhadap insentif untuk menabung dan

berinvestasi.

10
2) Pajak-pajak Khusus

Pengaruh pajak-pajak tertentu dan perubahannya akan memberikan insentif

yang besar atau tidak tergantung sebagian pada sifat pajak itu sendiri dan sebagian

lainnya tergantung pada reaksi wajib pajak terhadap perubahan pajak tersebut.

Gambar 2.2

Reaksi dari wajib pajak dapat diterangkan dengan menggunakan Gambar 2.2

dimana sumbu vertikal menunjukkan tingginya pendapatan dan sumbu horizontal

menunjukkan banyaknya waktu untuk santai dan untuk berusaha atau bekerja.

Dengan anggapan bahwa seorang wajib pajak punya waktu 24 jam per hari, maka

sumbu horizontal memperlihatkan adanya alternatif pilihan wajib pajak. Kalau ia

memilih untuk bekerja penuh selama 24 jam tanpa istirahat maka ia akan dapat

penghasilan setinggi OP. Jadi OP/OS adalah tingginya tingkat upah per jam.

Sebaliknya kalau ia memilih santai sepanjang hari maka ia akan berpenghasilan

sebesar nol dan santai sebanyak OS0 jam (24 jam). Pada titik Q1 yaitu persinggungan

antara garis upah PS dengan kurva tak acuh 1 berarti bahwa wajib pajak bersantai

sebanyak OS1, jam dan bekerja selama S1S0 jam kerja dengan mendapatkan upah

sebanyak OP1.

Seandainya kemudian ia dikenai pajak penghasilan maka ini sama halnya

dengan menurunkan tingginya tingkat upah per jam, sehingga akan mempunyai

pengaruh terhadap keinginan untuk bekerja maupun keinginan untuk bersantai.


11
Katakanlah dengan adanya pajak penghasilan garis upah PS0 berputar ke kiri dengan

poros pada titik S0 menjadi garis upah RS0. Dengan garis upah RS0 ternyata kurva

tak acuh 2 menyinggung titik Q2. Persinggungan pada titik Q2 ini berarti bahwa

wajib pajak mengurangi waktu santainya dan bekerja lebih lama yaitu dari S1S0 jam

kerja menjadi S2S0 jam kerja. Atau waktu santainya berkurang dengan S1S2 jam

kerja. Dari gambar itu ternyata penghasilannya turun dari OP1 sebelum adanya pajak

menjadi OP2 setelah adanya pajak. Ini berarti bahwa dengan adanya pajak justru

mendorong wajib pajak untuk bekerja lebih keras walaupun jumlah pendapatannya

berkurang.

Perlu diketahui bahwa pengenaan pajak pendapatan tidak selalu mendorong

wajib pajak untuk bekerja lebih giat. Dapat pula pengenaan pajak itu ngeurangi

keinginan wajib pajak untuk bekerja seperti yang dilukiskan oleh Gambar 2.3.

Gambar 2.3

Jadi mengenai bagaimana reaksi seseorang terhadap pajak pendapatan dalam

hubungannya dengan keinginan untuk bekerja tidak selalu positif atau tidak selalu

negatif.

Dari uraian di atas kita tahu bahwa apabila penawaran usaha dalam

hubungannya dengan pendapatan itu elastis dan positif sifatnya dengan adanya pajak,

maka akibat selanjutnya akan mengurangi kegiatan orang untuk bekerja dan

12
menabung; sehingga ini bersifat disinsentif. Keadaan ini tampak dapat dibenarkan

dan dapat diterapkan pada golongan orang yang bependapatan tinggi dan kelihatan

bahwa hubungan antara pendapatan dan usaha itu bersifat positif. Turunnya

pendapatan mengurangi pula kemauan untuk bekerja dan menabung,

Sebaliknya pada golongaan orang berpenghasilan rendah, karena penawaran

usahanya dalam hubungannya dengan pendapatan adalah elastis sifatnya dan

mempunyai hubungan yang negatif, maka dengan dikenakannya pajak justru akan

mendorong wajib pajak tersebut untuk bekerja lebih giat.

3) Pajak Netral

Sekarang kita lihat bagaimanakah pengaruh masing-masing macam pajak

secara khusus terhadap keinginan untuk bekerja dan menabung. Bagaimana bentuk

elastisitas permintaan wajib pajak terhadap pendapatan atau eleastisitas penawaran

usaha dalam hubungannya dengan pendapatan. Ada beberapa macam pajak yang

sifatnya netral, artinya dengan adanyapajak tersebut tidak memberikan pengaruh apa-

apa terhadap keinginan wajib pajak untuk bekerja maupun menabung.

Sebagai misal untuk pajak yang netral itu adalah pajak terhadap keuntungan

yang tidak diharapkan (windfall profit). Dengan sendirinya wajib pajak juga tidak

mempunyai harapan untuk dikenai pajak sebelum adanya keuntungan tersebut. Oleh

karena itu hal ini juga tidak akan mempengaruhi semangat untuk bekerja maupun

untuk menabung karena seperti telah disinggung di depan bahwa pajak yang

mempunyai pengaruh terhadap keinginan untuk bekerja maupun menabung ialah

pajak yang sifatnya dikenakan terus-menerus. Contoh lain ialah dalam masa inflasi

dimana harga-harga pada umumnya meningkat terutama bagi barang-barang yang

tahan lama, seperti tanah dan bangunan sehingga pajak terhadap tanah seperti PBB

13
tidak akan mempengaruhi keinginan untuk bekerja, menabung maupun mengadakan

investasi.

Gambar 2.4

Jadi ditegaskan bahwa pajak lump-sump yang dikenakan kepada seorang

monopolist tidak akan menyebabkan monopolist tersebut mau bekerja lebih giat

ataupun sebaliknya dalam arti tidaak mengubah jumlah barang yang dihasilkan.

Tetapi apabila pajak itu bersifat spesifik, maka pajak ini akan mempengaruhi

keinginan untuk bekerja maupun untuk menabung. Pajak yang sifatnya spesifik

berarti bahwa pengenaannya tergantung pada besar-kecilnya jumlah barang yang

dihasilkan. Akibatnya dengan adanya pajak tersebut jumlah barang yag dihasilkan

berubah dan diikuti pula dengan perubahan harga per unit.

Dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pajak yang “specific” seorang

monopolist sebagai wajib pajak akan berkurang minatnya untuk bekerja, mungkin

dengan mengurangi jam kerja ataupun mengurangi jumlah karyawannya.

4) Kemauan Kerja Meningkat

Sekarang bagaimana kalau dengan adanya pajak yang dikenakan justru

menyebabkan jumlah barang yang dihasilkan oleh monopolist bertambah. Dalam hal

yang demikian akan berarti bahwa pajak itu menyebabkan monopolist untuk sudi

14
bekerja lebih giat dan menabung lebih banyak. Kita ambil contoh dimana pemerintah

menentukan besarnya harga maksimum dari barang yang dihasilkan oleh seseorang

monopolist.

Keadaan seperti ini sesungguhnya sama halnya dengan adanya pungutan pajak

yang dikenakan kepada seseorang monopolist. Sebenarnya kalau tidak ada penentuan

harga oleh pemerintah ia akan dapat menjual barangnya dengan harga yang lebih

tinggi dan mendapatkan keuntungan yang maksimum. Dengan adanya penentuan

harga maksimum dari pemerintah itu seolah-olah seorang monopolist dikenai pajak

keuntungan per unit barang yang dihasilkannya. Jadi sifatnya hampir seperti pajak

lump-sump. Bedanya di sini seorang monopolist tidak dapat menentukan harga

barang dengan semaunya sendiri, sedangkan kalau dalam pajak lump-sump, seorang

monopolist masih dapat menentukan harga barangnya dengan tujuan untuk

memaksimumkan keuntungan. Tetapi kalau dalam hal penentuan harga maksimum

seorang monopolist akan menyesuaikan jumlah barang yang dihasilkannya sehingga

ia akan dapat tetap memaksimumkan keuntungan.

Gambar 2.5

15
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya penentuan harga

maksimum atau dengan monopolist ternyata memperluas produksinya, sehingga

pajak itu bersifat memberikan insentif untuk bekerja lebih giat.

5) Pajak yang Bersifat Disinsentif

Sebelum kita membahas pajak yang bersifat disinsentif itu yang seperti apa,

penulis akan membahas apa itu disinsentif terlebih dahulu. Disinsentif merupakan

kebalikan dari insentif. Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang

perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaanya berdasarkan ketentuan dalam

peraturan pemerintah ini.2 Pengenaan pajak merupakan salah satu disinsentif dari

pemerintah yang dikenakan kepada masyarakat. Pajak yang dikenakan terhadap

barang-barang tertentu hanya akan sedikit bersifat disinsentif apabila hanya sebagian

kecil saja dari tambahan penghasilan itu yang dikonsumsikan terhadap barang

tersebut. Contohnya terhadap barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. Walaupun

terhadap konsumsi beras misalnya, dikenakan pajak yang cukup tinggi: maka hal ini

tidak akan menyebabkan orang yang mengkonsumsi beras menjadi sangat kurang

berminat untuk bekerja. Di samping itu konsumen akan berusaha untuk mengganti

barang tersebut dengan barang lain apabila pajak tersebut benar-benar dirasa berat.

Tetapi kalau pajak itu dikenakan pada konsumsi barang-barang yang

mengambil sebagian besar dari penghasilan konsumen, maka hal ini akan

menyebabkan adanya suatu disinsentif. Contohnya adalah pajak yang dikenakan

pada konsumsi barang-barang mewah seperti pajak atas orang-orang yang ber-

rekreasi atau berdarmawisata, orang yang menonton bioskop, orang-orang yang

minum-minuman keras dan sebagainya. Dengan kata lain, ia kurang berminat untuk

2
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional Pasal 115 Ayat 3

16
bekerja karena konsumsinya terhadap barang-barang mewah terhalang sedangkan

konsumsi kebutuhan sehari-hari telah terpenuhi. Jadi pajak yang demikian yaitu yang

dikenakan pada konsumsi barang-barang yang bersifat mewah akan mengurangi

keinginan orang untuk bekerja giat.

Begitu pula, pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dan tabungan akan

sangat bersifat disinsentif daripada pajak yang dikenakan terhadap barang-barang

yang dikonsumsi oleh seseorang dikenai pajak yang semakin tinggi persentasenya

(progresif), maka ini akan sangat bersifat disinsentif.3 Orang yang bersangkutan akan

kurang berkehendak untuk bekerja giat, karena apabila penghasilannya bertambah

sebagian besar hanya akan dipungut oleh pemerintah dalam bentuk pajak.4

Pengurangan hasil kerja akibat kenaikan pajak membuat pekerja malas bekerja dan

mengkonsumsi waktu senggangnya (leisure) lebih banyak. Setiap orang akan

bekerja lebih sedikit dalam sistem progresif dibandingkan dengan pajak

proporsional, jika jumlah pajak yang dibayarkan sama.5

Besarnya disinsentif bekerja karena dikenakannya pajak penghasilan atas

pendapatannya tergantung dari elastisitas permintaan dan penawaran tenaga

kerjanya.6 Semakin tinggi elastisitasnya semakin besar pengurangan jam kerja akibat

pengenaan pajak penghasilan. Untuk mengukur besarnya efek pendapatan terhadap

penawaran kerja ternyata sangat berlainan menurut tipe pekerja, tetapi secara

keseluruhan besarnya dampak pajak terhadap penawaran tenaga kerja tidak begitu

besar.7

3
Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik, hal. 216.
4
Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik, hal. 217.
5
Guritno dalam Eka Yulianti Purwanti, Disinsentif Bekerja Karena Pajak Penghasilan? Jurnal Dinamika
Pembangunan (JDP), hal. 85.
6
Singer (1976) dalam Eka Yulianti Purwanti, Disinsentif Bekerja Karena Pajak Penghasilan? Jurnal Dinamika
Pembangunan (JDP).
7
Musgrave dalam Eka Yulianti Purwanti, Disinsentif Bekerja Karena Pajak Penghasilan? Jurnal Dinamika
Pembangunan (JDP), hal. 86.

17
Jadi dengan kata lain pajak yang bersifat progresif akan lebih bersifat

disinsentif untuk bekerja, menabung, dan investasi daripada pajak yang sifatnya

regresif. Sebaliknya pajak yang pemungutannya semakin rendah persentasenya

apabila penghasilan yang bersangkutan semakin tinggi akan bersifat memberikan

insentif pada orang yang terkena pajak, karena dengan semakin tingginya

penghasilan yang diperolehnya akan semakin rendah tingkat pajak yang dibayarnya.

Jadi pajak yang bersifat regresif dalam pemungutannya ini akan bersifat memberikan

insentif untuk bekerja menabung dan mengadakan investasi. Pajak regresif ini

biasanya adalah pajak-pajak tidak langsung; sehingga pajak tidak langsung bersifat

lebih banyak memberikan insentif untuk bekerja, menabung dan mengadakan

investasi.

Oleh karena itu kalau tujuan suatu perekonomian adalah untuk menaikkan

tingkat produksi yang setinggi mungkin, maka hendaknya ditempuh pajak tidak

langsung sebagai sumber penerimaan negara, karena pajak yang demikian tidak akan

menghambat jalannya produksi. Sebaliknya kalau tujuan suatu perekonomian adalah

untuk mencapai distribusi penghasilan yang lebih merata, maka sebaiknya ditempuh

pajak langsung yang progresif sebagai sumber utama dari penerimaan negara dan

bukan pajak tidak langsung, karena dalam pajak tidak langsung terkandung sifat

yang tidak mempersempit perbedaan penghasilan sebab sifat dari pajak itu adalah

regresif dalam pengenaanya.8

2.3 Pengaruh Pajak terhadap Komposisi Produksi

Pajak dapat mengakibatkan adanya penyimpangan dalam penggunaan faktor

produksi, yaitu: pajak yang dimaksudkan untuk sebanyak mungkin dapat menggeser

8
Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik, hal. 217.

18
penggunaan faktor produksi dari penggunaan yang satu kepada penggunaan yang lain yang

tidak efisien. Penggunaan yang seharusnya dapat manghasilkan produksi yang maksimum

menuju ke arah penggunaan yang menghasilkan produksi yang lebih sedikit pajak yang

dikenakan. Pajak yang dapat menyebabkan adanya penyimpangan dalam penggunaan

faktor-faktor produksi terutama ialah pajak yang dikenakan terhadap keuntungan-

keuntungan yang tidak diharapkan, peningkatan nilai tanah, dan juga pajak yang dikenakan

kepada monopolist yang ternyata tidak mengakibatkan diubahnya jumlah dan harga barang

barang yang dihasilkan oleh seorang monopolist tersebut.

Oleh karenanya sering disarankan dalam teori bahwa kalau elastisitas permintaan

akan barang yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang itu tinggi, maka sebaiknya

dikenakan pajak yang paling ringan. Sedangkan kalau elastisitas permintaan akan barang

yang dihasilkan oleh suatu kegiatan itu rendah, maka sebaiknya pajak yang dikenakan

lebih berat. Ini semua dimaksudkan agar pengaruh dari pajak yang dikenakan itu tidak

banyak berbeda satu sama lain terhadap penggunaan faktor-faktor produksi yang ada.

Pajak yang dimaksudkan untuk sebanyak mungkin dapat menggeser penggunaan

faktor produksi dari penggunaan yang satu kepada penggunaan yang lain yang lebih

efisien. Contohnya, pajak yang dikenakan pada minuman keras dan barang-barang mewah.

Diharapkan bahwa akibat dari pengenaan pajak itu akan mengurangi konsumsi masyarakat

akan minuman keras dan akan menurunkan konsumsi barang-barang mewah sehingga akan

terjadi penggeseran penggunaan faktor-faktor produksi dari sektor produksi barang-barang

mewah atau sektor impor barang mewah ke sektor produksi sektor-sektor produksi barang-

barang esensial atau impor barang-barang esensial.9

Penggeseran faktor produksi dari kegiatan ekonomi satu ke sektor kegiatan ekonomi

yang lain atau dari daerah yang satu ke daerah lain akibat pajak. Sebagai contoh pajak

9
Evi Yulia Purwanti, Disinsentif Bekerja Karena Pajak Penghasilan? Jurnal Dinamika Pembangunan (JDP),
hal. 218-220.

19
dikenakan pada kekayaan penduduk yang tinggal di kotaa besar, sedangkan bagi penduduk

yang tinggal di kota-kota kecil tidak dikenai pajak. Akibat dari hal ini ialah bahwa ada

kecenderungan bagi penduduk di kota-kota besar untuk pindah tempat tinggal dari kota-

kota besar tersebut ke kota-kota yang Iebih kecil. Juga kalau misalkan ada pajak yang

dikenakan pada industri-industri yang akan didirikan di kota-kota besar, sedangkan untuk

industri-industri yang didirikan di kofa kecil tidak dikenai pajak, ini dimaksudkan untuk

mendorong pembangunon ekonomi (industri) di kota-kota kecil. Akibatnya akan terjadi

perpindahan faktor produksi dari kota besar ke kota kecil karena adanya pajak yang

dikenakan pada industri-industri yang akan didirikan di kota-kota besar.

a. Pengaruh Pajak terhadap Distribusi Pendapatan

Untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi seringkali terjadi

adanya distribusi pendapatan yang kurang/tidak merata, sehingga aspek

distribusi/pemerataan dikorbankan. Alasan yang diberikan oleh teori ini ialah bahwa

dengan distribusi pendapatan yang tidak merata berarti ada golongan yang kaya dan

ada golongan yang miskin dalam suatu perekonomian. Teori ekonomi makro tersebut

dapat diketahui bahwa dengan semakin tinggi tingkat pendapatan semakin rendah

hasrat untuk mengadakan konsumsi tambahan (mpcnya rendah), sehingga dapat

diharapkan bahwa kelompok kaya inilah yang sanggup membentuk tabungan dan

kemudia mengadakan investasi. Sebaliknya apabila diadakan distribusi pendapatan

yang lebih merata, maka akan berarti menurunkan tingkat tabungan nasional yang

berarti pula mengurangidana yang tersedia untuk investasi.

Negara-negara berkembang termasuk Indonesia berusaha untuk meningkatkan

pendapatan per kapita disertai dengan pemerataan (distribusi) pendapatan hasil dari

pembangunan itu. Kemudian pada umumnya dapat diterima bahwa pajak yang dapat

20
mengurangi ketidakmerataan penghasilan dalam perekonomian adalah baik dilihat

dari sudut perikemanusiaan

Sistem pajak yang regresif cenderung untuk memperbesar adanya

ketidakmerataan penghasilan dalam masyarakat. Sebaliknya semakin progresif

sistem perpajakan yang dianut oleh suatu perekonomian akan semakin berkuranglah

perbedaan penghasilan yang terdapat dalam perekonomian tersebut. Jadi kalau kita

memang ingin mempersempit perbedaan penghasilan yang terdapat dalam

perekonomian, maka sistem pajak yang digunakan hendaknya bersifat progresif

tajam. Pada sistem perpajakan yang mengikuti prinsip minumum aggregate sacrifice,

ada suatu batas penghasilan minimum kena pajak.

Penghasilan di atas jumlah tertentu dikenai pajak dan penghasilan di bawah

penghasilan minimum tidak kena pajak atau bebas dari pajak. Tetapi kalau kita lihat

dari segi produksi, maka pajak yang progresif itu akan cenderung untuk menghambat

produksi korem menekan pendapatan kelompok penduduk yang penghasilannya

tinggi dan tentunya akan mempengaruhi keinginan untuk bekerja, menabung dan

mengadakan investasi. Jadi tampak ada suatu konflik antara tujuan distribusi

pendapatan (income distribution) dengan tujuan pembangunan ekonomi yang lain

seperti untuk menaikkan produksi (growth).

Sebagai contoh dari pajak yang regresif ialah pajak kepala (poll tax). Jika

penghasilan dalam perekonomian sama besarnya maka pajak ini bersifat

proporsional. Tetapi karena kenyataannya penghasilan dalam perekonomian itu tidak

sama maka pajak ini bersifat regresif. Semakin regresif suatu pajak akan semakin

bersifat memperbesar perbedaan penghasilan. Juga pajak terhadap bahan makanan

bersifat regresif karena semakin tinggi tingkat penghasilan seseomng akan semakin

kecil bagian dari panghasilan yang dibelanjakan untuk bahan makanan tersebut.

21
Masih banyak contoh-contoh lain lagi seperti misalnya cukai tembakau, cukai

minuman keras, dan lain-lain.

b. Pengaruh Struktur Pajak terhadap Keinginan untuk Bekerja

Pajak progresif adalah pajak yang dikenakan dengan persentase yang semakin

tinggi dengan semakin tingginya taxable capacity. Jadi rata-rata tingkat pajak akan

meningkatkan untuk setiap dasar pajak. Jika pajak progresif dikenakan pada

pendapatan kerja maka tenaga kerja tersebut akan berkurang keinginannya untuk

bekerja. Tenaga kerja yang bersangkutan akan kurang berkehendak untuk bekerja

giat, sebab apabila penghasilannya bertambah, maka sebagian besar hanya akan

dipungut oleh pemerintah saja. Jadi pajak progresif akan mengurangi insentif kerja.

Sedangkan pajak regresif merupakan pajak dengan perkembangan yang kurang dari

sebanding dengan perkembangan taxable capacity. Jadi dengan bertambahnya

taxable capacity, persentase pajak yang harus dibayar menjadi semakin kecil atau

average tax rate menurun pada setiap peningkatan tax base. Pajak regresif ini akan

menambah insentif kerja, karena dengan semakin tingginya penghasilan yang

diperoleh, maka pajak yang harus dibayarnya semakin rendah persentasenya. Para

pekerja akan bekerja lebih giat agar memperoleh penghasilan yang lebih besar, dan

dengan demikian pajak yang harus dibayarnya menjadi semakin kecil persentasenya.

Beberapa akibat yang timbul dari adanya pajak penghasilan, dapat dilihat

sebagai berikut:

1) Pemilihan Lapangan Kerja

Dalam hal ini pajak penghasilan dapat mempengaruhi alokasi sumberdaya

dengan mengubah penawaran tenaga kerja relative terhadap perbedaan

pendapatannya. Pajak penghasilan tidak saja mempengaruhi kuantitas total dari

22
penawaran tenaga kerja, namun ia juga mempunyai pengaruh terhadap alokasi factor

produksi. Misalnya pekerja dapat bekerja sampai 40 jam per minggu, tetapi karena

pertimbangan pajak beberapa pekerja cenderung untuk memasuki kesempatan kerja

lain. Dengan begitu terdapat peningkatan penawaran tenaga kerja di beberapa jenis

pekerjaan tertentu dan tersedianya tenaga kerja di bagian lain berkurang. Alasan

untuk mengisi pekerjaan lain itu dipengaruhi oleh pajak penghasilan yang dipungut

atas hasil suatu pekerjaan.

2) Tabungan

Tingkat hasil yang diharapkan (rate of return) dari tabungan (contoh: bunga

tabungan, dividen, capital gain) merupakan bagian dari pendapatan dan oleh

karenanya dikenakan pajak. Secara kuantitatif, pengaruh pajak penghasilan terhadap

tabungan, belum diketahui. Tetapi apabila kurva tabungan adalah seperti kurva

penawaran tenaga kerja (labor supply curve), yaitu inelastis¸karena income effect dan

substitution effect disatukan dengan adanya perubahan penghasilan, maka pengaruh

kuantitatif pajak penghasilan terhadap tabungan tampaknya tidak begitu berarti.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah ini yaitu,

a. Pajak merupakan salah satu pendapatan nasional. Pajak adalah konstribusi wajib

kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

b. Ekonomi makro adalah ilmu yang mempelajari tentang ekonomi, baik jangka pendek

maupun jangka panjang meliputi stabilitas dan pertumbuhan perekonomian sebuah

negara. Ekonomi makro sendiri menjelaskan perubahan ekonomi yang

mempengaruhi banyak masyarakat, perusahaan, dan pasar.

c. Pajak mempengaruhi produksi total dalam hal kemampuan untuk bekerja, menabung,

dan berinvestasi, serta kemauan untuk bekerja, menabung, dan berinvestasi.

d. Pajak mempengaruhi komposisi produksi dalam hal distribusi pendapatan, dan

struktur pajak terhadap keinginan untuk bekerja.

3.2 Saran

Dari pembahasan di atas, saran yang dapat disampaikan oleh penulis yaitu,

a. Saran Teoritis

Penulis menyarankan bagi pembaca untuk lebih kritis dalam memahami materi yang

disediakan, dan mencari referensi lain seperti buku, jurnal atau bahan bacaan serta

berita, video maupun informasi-informasi lain untuk menjadi pertimbangan dan

perbandingan agar hasil analisis dapat lebih baik dan benar.

24
b. Saran Praktis

Penulis menyarankan bagi pembaca yang akan menjalankan (praktik) teori-teori di

pembahasan untuk mempertimbangkan segala kebijakan yang akan dikeluarkan

dengan matang. Perekonomian makro mencakup kehidupan bernegara yang luas, dan

meliputi hidup orang banyak, maka dari itu dampak yang akan terjadi harus

dipikirkan serta harus ada rencana yang akan diambil untuk mengatasi dampak

tersebut.

25
DAFTAR PUSTAKA

Banga, Wempy. 2017. Administrasi Keuangan Negara dan Daerah: Konsep, Teori, dan
Fenomena di Era Otonomi Daerah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Damayanti, Sari Minjari. 2014. Analisis Pengaruh Variabel-variabel Makroekonomi
terhadap Tingkat Pengembalian di Pasar Modal Periode 2000-2011 dengan
Membandingkan Hasil Estimasi OLS, GLS, dan MLE. (Online).
(http://journal.binus.ac.id/index.php/BBR/article/download/1215/1083, diakses 30
Oktober 2018).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. 2007. Jakarta.
Kurnianto, dkk. 2017. “Pengaruh Pajak terhadap Perekonomian”. (Online),
(https://sunflovender.wordpress.com/2018/05/28/makalah-pengaruh-pajak-terhadap-
perekonomian/, diakses 30 Oktober 2018).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional. 2008. Jakarta.
Purwanti, Evi Yulia. 2004. Disinsentif Bekerja Karena Pajak Penghasilan? Jurnal
Dinamika Pembangunan (JDP). Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas
Diponegoro.
Suparmoko, M. 2016. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik Edisi Keenam.
Yogyakarta: BPFE.

26

Anda mungkin juga menyukai