Anda di halaman 1dari 2

Contoh PPN 1 Cara menghitung PPN yang harus disetorkan: Pajak keluaran – pajak masukan

PT. Gragas merupakan PKP yang menjual elektronik di Palembang. Selama Agustus 2016, PT Rp321.800.000 – Rp50.000.000 = Rp271.800.000
Gragas melakukan berbagai transaksi sebagai berikut:
Jadi, total PPn yang perlu PT. Gragas setorkan atas transaksi yang dilakukan selama Agustus
1. Penjualan secara langsung kepada konsumen sebesar Rp1.600.000.000. 2016 tersebut adalah sebesar Rp271.800.000.
2. Penyerahan BKP, yakni barang elektronik kepada Pemerintah Kota Palembang sebesar
Rp660.000.000. Harga tersebut sudah termasuk PPN.
Contoh PPN 2
3. PT. Gragas juga membangun sebuah gudang elektronik seluar 500m2 di kawasan
pergudangan sendiri dengan biaya sebesar Rp550.000.000. Toko Samson menjual kulkas sebanyak 20 kulkas dengan harga satuannya sebesar Rp6.000.000.
Lalu, berapakah PPN terutang toko Samson yang wajib disetorkan?
4. Menyumbang ke sebuah yayasan panti jompo 1 buah televisi dengan harga
Rp2.000.000 termasuk keuntungan Rp200.000. Jawab:

Selain transaksi di atas, terdapat tambahan transaksi selama bulan Agustus sebagai berikut: Total DPP atas penjualan 20 kulkas: 20 x Rp6.000.000 = Rp120.000.000

1. Membeli sebuah mobil box untuk mengangkut barang dengan harga Rp550.000.000 PPN = 10% x Rp120.000.000 = Rp12.000.000
dan harga tersebut sudah termasuk PPN. Jadi, PPN terutang yang wajib disetorkan Toko Samson adalah sebesar Rp12.000.000.
Dari transaksi-transaksi yang terjadi di atas, maka hitunglah PPN dari transaksi tersebut? Dan
berapa total PPN yang disetorkan?
Contoh 1: PKP A menjual tunai barang kena pajak (BKP) seharga Rp25.000.000. Maka PPN
Jawab: yang terutang = 10% x Rp25.000.000 = Rp2.500.000. PPN sebesar Rp2.500.000 tersebut
PPN dan PPnBM setiap transaksi contoh PPN di atas adalah sebagai berikut.  merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh PKP A.

Transaksi pertama: Contoh 2: PKP B melakukan penyerahan jasa kena pajak (JKP) dengan memperoleh penggantian
Rp20.000.000. Maka PPN yang terutang = 10% x Rp20.000.000 = Rp2.000.000. PPN sebesar
PPN = 10% x Rp1.600.000.000 = Rp160.000.000 (pajak keluaran/penjualan) Rp2.000.000 tersebut merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh PKP B.
Transaksi kedua: Contoh 3: Pengimpor C melakukan impor BKP dari luar daerah pabean dengan nilai impor
Rp15.000.000. PPN yang dipungut melalui Ditjen Bea dan Cukai = 10% x Rp15.000.000 =
DPP = 100/110 x Rp660.000.000 = Rp600.000.000 Rp1.500.000.
PPN = 10% x Rp600.000.000 = Rp60.000.000 (pajak keluaran/penjualan) Contoh 4: PKP D melakukan ekspor BKP dengan nilai ekspor Rp10.000.000. Maka PPN yang
Transaksi ketiga: terutang = 0% x Rp10.000.000 = Rp0. PPN sebesar Rp0 tersebut merupakan pajak keluaran.

DPP = 20% x Rp550.000.000 = Rp110.000.000 PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00

PPN = 10% x Rp110.000.000 = Rp100.000.000 (pajak keluaran)


Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
Transaksi keempat:
= 10% x Rp25.000.000,00
DPP = Rp2.000.000 – Rp200.000 = Rp1.800.000 (pajak keluaran)
= Rp2.500.000,00
Transaksi tambahan:
PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha
DPP = 100/110 x Rp550.000.000 = Rp500.000.000 Kena Pajak “A”.
PPN = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000 (pajak masukan) PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar
Rp20.000.000,00
Total PPN yang harus disetorkan:
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”
PPN keluaranya:
= 10% x Rp20.000.000,00
Transaksi pertama + transaksi kedua + transaksi ketiga + transaksi keempat
= Rp 2.000.000,00
Rp160.000.000 + Rp60.000.000 + Rp100.000.000 + Rp1.800.000 = Rp321.800.000
PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha
PPN masukannya:
Kena Pajak “B”.
Rp50.000.000
Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar
Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
= 10% x Rp15.000.000,00
= Rp 1.500.000,00
Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai
Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai
PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah tersebut adalah:
Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00
PPN = 10% x Rp5.000.000,00
= Rp500.000,00
PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00
= Rp1.000.000,00
Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP
yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%.
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan,
maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan
oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM yang
terutang adalah :
Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000,00
PPN = 10% x Rp50.000.000,00
= Rp5.000.000,00
c. PPn BM = 35% x Rp50.000.000,00
= Rp17.500.000,00
PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP
“D” dan PPN sebesar Rp5.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan
PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar
Rp17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.

Anda mungkin juga menyukai