Anda di halaman 1dari 10

Skenario 1

1. Seorang wanita 50 tahun mengeluh nyeri pada gusi yang dirasakan sejak dua hari yang lalu. Pasien
datang ke klinik gigi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan gusi,  gusi terasa nyeri pada saat
disentuh, resesi gingiva, terbentuk kantong atau ruang yang berkembang di anntara gigi dan gusi,
terlihat nanah yang keluar dari daerah gigi dan gusi.Dokter gigi mendiagnosa dengan periodontitis.
Pasien  juga mengalami gastritis

Learning Task

1. Obat nyeri yang  aman diberikan pada pasien ini adalah ?


Jawab :
Berdasarkan kasus diatas obat nyeri yang aman diberikan pada pasien adalah: Celecoxib
Celecoxib merupakan salah satu obat anti inlamasi nonsteroid yang selektif terhadap COX-2
mempunyai aktifitas inflamasi, analgesik dan antipiretik.mekanisme kerjanya adalah dengan
menghambat sintesa prostaglandin,terutama melalui penghambatan siklooksigenase-2(COX-2).

Celecoxib adalah obat antiinflamasi nonsteroid yang selektif terhadap COX-2 yang tingkat
keamanan lebih baik  pada gastrointestinal.

2. Jelaskan prinsip pemberian obat yang rasional untuk pasien ini ?


Jawab :
Desain obat yang rasional menyiratkan kemampuan untuk memprediksi struktur molekul obat
yang tepat berdasarkan informasi tentang reseptor biologinya. Semakin banyak diketahui
tentang struktur reseptor, desain obat rasional akan menjadi lebih umum
Menurut kementrian kesehatan RI, terdapat beberapa prinsip untuk memberikan obat secara
rasional kepada pasien, diantaranya:
a.       Tepat Diagnosis. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan
mengacu pada diagnosis yang keliru sehingga obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan
indikasi yang seharusnya
b.      Tepat Indikasi. Penyakit Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Analgesik,
misalnya diindikasikan untuk meredakan sensasi rasa nyeri. Dengan demikian, pemberian obat
ini hanya dianjurkan untuk pasien yang mengalami rasa nyeri.
c.       Tepat Dosis. Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek
terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang
terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu
kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
d.      Tepat Interval Waktu Pemberian. Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana
mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat
per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus
diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8
jam.
e.       Pada kasus ini, pasien mengalami gastritis, sehingga penyakit tersebut harus
dipertimbangkan. Beberapa survei menunjukkan bahwa indometasin dan tolmetin adalah NSAID
dengan toksisitas terbesar, sementara salsalat, aspirin, dan ibuprofen paling tidak toksik.
Celecoxib inhibitor selektif COX-2 yang relatif mahal mungkin paling aman untuk pasien dengan
masalah sistem pencernaan tetapi mungkin memiliki risiko toksisitas kardiovaskular yang lebih
tinggi. Celecoxib atau NSAID nonselektif ditambah omeprazole atau misoprostol mungkin sesuai
pada pasien dengan risiko tertinggi untuk perdarahan GI
f.       Oleh karena itu, pilihan NSAID memerlukan keseimbangan kemanjuran, efektivitas biaya,
keamanan, dan banyak faktor pribadi (misalnya, obat lain yang juga digunakan, penyakit
bersamaan, kepatuhan, cakupan asuransi kesehatan), sehingga tidak ada NSAID terbaik untuk
semua pasien.

3. Jelaskan mekanisme kerja obat ini sebagai antiinflamasi dan anti nyeri ?
Jawab :
jadi mekanisme kerja obat ini secara umum adalah dengan memblok prostaglandin
(cyclooxygenase) atau COX yang dihasilkan dari metabolisme asam arakidonic yang sangat
berperan dalam terjadinya sebuah nyeri, sehingga dengan pemberian obat ini akan menurunkan
efek suatu nyeri maupun inflamasi. 

Jawaban lainnya
NSAID dapat dibedakan menjadi 2 yaitu jenis NSAID non-selektif dan NSAID selektif (COX-2
selective inhibitor). Golongan COX-2 inhibitor disebut juga golongan coxib, misalnya celecoxib
yang digunakan sebagai pengobatan pada kasus di atas. Obat golongan COX-2 inhibitor (coxib)
merupakan suatu inhibitor kompetitif bekerja secara selektif pada enzim siklooksigenase (COX-
2). Celecoxib secara reversibel menghambat transformasi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin prekursor yang merupakan mediator nyeri. Aktivitasnya yang selektif pada COX-2
membuat celecoxib ini memiliki aktivitas sebagai antipiretik, analgesik dan antiinflamasi serta
meminimalkan efek samping obat pada saluran pencernaan (tukak lambung) yang umum terjadi
pada penggunaan obat-obat NSAID non selektif.

4. Jelaskan dosis obat yang diberikan pada pasien dan berapa lama diberikan ?

Jawab :

Dosis Celecoxib 200 mg per hari. Sedian berupa kapsul 100 / 200 mg. (Scott S. Reuben, in Current
Therapy in Pain, 2009)

Lama diberikan, sampai rasa nyeri pasien sudah berkurang / sesuai anjuran dokter.

5. Jelaskan cara kerja obat antisteroid antiinflamasi, steroid dan opioid sebagai antiinflamasi dan
antinyeri ?

Jawab :
Cara kerja opioid sebagai antiinflamasi dan antinyeri :

1. Mengurangi influks kalsium di presynaptic voltage-gated calcium channel

2. Menghambat respon postsynaptic membrane neurotransmitter dengan mengaktivasi channel


kalium sehingga terjadi hiperpolarisasi membran

3. Mengikat reseptor negatif yaitu dengan menghambat ikatan protein G ke adenylyl cyclase
sehingga mengurangi formasi c AMP 

Opioid merupakan basa lemah yang sangat mudah larut, memiliki keterikatan terhadap protein yang
cukup tinggi. analgetik opioid dapat berdungsi sebagai analgesik terutama untuk nyeri berat. Obat ini
bekerja pada thalamus dan substansia gelatinosa medulla spinalis, di samping itu obat dapat
menimbulkan kantuk yang dose dependent. 

Cara kerja Non steroid antiinflamasi / NSAIDs sebagai antiinflamasi dan antinyeri : 

 mempunyai kemampuan untuk menghambat sintesis prostaglandin sehingga NSAIDs


mempunyai efek analgesik, anti inflamasi dan antipiretika. Hambatan terhadap enzim
prostaglandin terjadi pada level molekuler yang dikenal sebagai siklooksigenase (COX). Seperti
diketahui terdapat dua isoform prostaglandin yang dikenal sebagai COX-1 dan COX-2. Nsaids
menghambat Isoform COX-2 ekpresinya meningkat pada keadaan inflamasi, dan COX-1 yang
konstitutif bersifat mempertahankan mukosa lambung dan trombosit dalam keadaan yang utuh
sehingga dikatakan dapat menurunkan rasa nyeri dan inflamasi.

Tambahan :

Steroid

Peradangan kronis ditandai oleh peningkatan ekspresi beberapa gen inflamasi yang diatur oleh faktor
transkripsi proinflamasi, seperti faktor-kappaB dan protein aktivator-1, yang mengikat dan mengaktifkan
molekul koaktivator, yang kemudian asetat histones inti untuk beralih pada transkripsi gen.
Kortikosteroid menekan beberapa gen inflamasi yang diaktifkan pada penyakit inflamasi kronis, seperti
asma, terutama dengan membalikkan histone asetilasi gen inflamasi aktif melalui pengikatan reseptor
glukokortikoid liganded (GR) ke koaktivator dan perekrutan histone deacetylase-2 (HDAC2) ke kompleks
transkripsi yang diaktifkan. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dari kortikosteroid GR homodimer juga
berinteraksi dengan situs pengenalan DNA untuk transkripsi aktif gen anti-inflamasi dan untuk
menghambat transkripsi beberapa gen yang terkait dengan efek samping kortikosteroid.

6. Jelaskan indikasi pemberian obat antisteroid antiinflamasi, steroid dan opiod sebagai antiinflamasi
dan antinyeri ?

Jawab : 

               Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai
rangsangan yang mencakup luka fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen-antibodi.Mekanisme kerja
obat antiinflamasi golongan steroid dan non-steroid terutama bekerja menghambat pelepasan
prostaglandin ke jaringan yang mengalami cedera. 

Efektivitas kerja Antiinflamasi antisteroid/NSAID didapatkan dari kemampuannya menghambat kerja


enzim siklooksigenase diketahui bekerja pada jalur konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin
dan tromboksan, sehingga ketika enzim ini dihambat maka asam arakhidonat tidak dapat dikonversi
menjadi prostaglandin dan tromboksan.

Skenario 2

1. Seorang wanita berusia 50 tahun datang ke klinik gigi dengan mengeluh gigi molar goyang. Pada
pemeriksaan fisik, tekanan darah pasien 140/90 mmHg. Dokter rencananya mencabut  gigi tersebut dan
memberikan anestesi lokal.

Learning Task

1. Diantara obat anestesi yang ada (Lidocain, Lidocain dengan adrenalin, Procain) obat anestesi lokal
yang manakah yang akan dipilih ? Berikan penjelasan

Jawab :

Lidocaine merupakan obat anestesi yang paling sering digunakan dalam pencabutan gigi. 

 onset cepat (2-3 menit) karena cenderung

 menyebar dengan baik ke seluruh jaringan

 durasi kerja sedang

 tingkat toksisitas dan alergi rendah dibandingkan dengan obat anestesi lain

 ketersediaan banyak

 harga relatif murah

2. Jelaskan mekanisme kerja obat anestesi sebagai obat anestesi sekaligus mengghilangkan rasa nyeri ?

Jawab :

Obat anestesi local mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi) dengan menghambat
pengiriman ion natrium melalui gerbang ion natrium selektif pada membrane saraf.Gerbang natrium
sendiri adalah reseptor spesifik molekul obat anestesi local. Penyumbaatn gerbang ion yang terbuka
dengan molekul obat anestesi local berkontribusi sedikit sampai hampir keseluruhan dalam inhibisi
permeabilitas natrium. Kegagalan permeabilitas gerbang ion natrium untuk meningkatkan perlambatan
kecepatan depolarisasi seperti ambang batas potensial tidak tercapai sehingga potensial aksi tidak
disebarkan. Obat anestesi local tidak mengubah potensial istirahat transmembran atau ambang batas
potensial.

Lokal anestesi juga memblok kanal kalsium dan potasium dan reseptor Nmethyl-D-aspartat (NMDA)
dengan derajat yang berbeda-beda. Beberapa golongan obat lain, seperti antidepresan trisiklik
(amytriptiline), meperidine, anestesi inhalasi, dan ketamin juga memiliki efek memblok kanal sodium.

Jawaban lain

Obat anestesi lokal mencegah proses terjadinya depolarisasi membran saraf pada tempat suntikan obat,
selanjutnya membran akson tidak akan dapat bereaksi dengan asetilkolin sehingga membran akan tetap
dalam keadaan semipermeabel dan tidak terjadi perubahan potensial. Keadaan ini menyebabkan aliran
impuls yang melewati saraf tersebut terhenti, sehingga segala macam rangsang atau sensasi nyeri tidak
sampai ke sistem saraf pusat.

Sumber : Katzung, Bertram G. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta: EGC, 1997.

3. Jelaskan farmakokinetika obat anestesi lokal lidokain ?

Jawab :

Lidokain hampir semuanya dimetabolisme di hati menjadi monoethylglycinexylidide melalui proses


dealkylation, kemudian diikuti dengan hidrolisis menjadi xylidide. Monoethylglycinexylidide mempunyai
aktivitas 80% dari lidokain sebagai antidisritmia ( gangguan konduksi impuls), sedangkan xylidide
mempunyai aktivitas antidisritmia hanya 10%. Xylidide diekskresi dalam urin sekitar 75% dalam bentuk
hydroxy-2,6-dimethylaniline. Lidokain sekitar 50% terikat dengan albumin dalam plasma.

Pemberian secara intravena,Lidokain mengubah konduksi sinyal di neuron dengan menghalangi cepat
tegangan gated sodium (Na +)) saluran dalam membrane sel saraf yang bertanggung jawab untuk
propagasi sinyal. Dengan cukup penyumbatan membrane dari neuron postsynaptic tidak akan
depolarize dengan demikian akan mencegah sinyal rasa sakit dan merambat ke otak.

Tambahan : 

Klirens obat anastesi lokal dari jaringan saraf dan tubuh berpengaruh terhadap lama kerja dan potensi
untuk terjadinya efek toksisitas. Efek secara klinis obat anastesi lokal dalam darah tergantung dari
beberapa faktor lokal, sementara efek toksisitas sistemik terutama tergantung dari kadar obat anastesi
dalam darah. Kadar obat anastesi lokal dalam darah tergantung dari proses absorbsi, distribusi, dan
eliminasi dari obat anastesi lokal tersebut.

Lidokain adalah obat anestesi lokal yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan.
Larutan lidokain 0,5 % digunakan untuk anestesi infiltrasi, sedangkan larutan 1–2 % untuk anestesi blok
dan topikal. Obat anestesi lokal ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan
absorpsi dan toksisitasnya akan bertambah, dan masa kerjanya lebih pendek. Efek samping lidokain
biasanya berkaitan dengan efeknya pada sistem saraf pusat, misalnya
mengantuk,pusing,parestesia,gangguan mental, koma, dan kejang.
Farmakokinetik lidokain

Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak. Kadarnya dalam
plasma fetus dapat mencapai 60 % kadar dalam darah ibu. Di dalam hati, lidokain mengalami dealkilasi
oleh enzim mixed-function oxydase membentuk monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid, yang kemudian
dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin dan xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin
xilidid maupun glisin xilidid masih memiliki efek anestesi lokal. Pada manusia, 75 % dari xilidid akan
diekskresi bersama urin dalam bentuk metabolitakhir,4hidroksi-2-6 dimetil-anilin.

4. Jelaskan farmakodinamik obat anestesi lokal lidokain ?


Jawab :
FARMAKODINAMIK
Selain menghalangi hantaran sistem saraf tepi, lidokain juga mempunyai efek penting pada
sistem saraf pusat, ganglia otonom, sambungan saraf-otot dan semua jenis serabut otot.
·         Sistem saraf pusat
Semua obat anestesi lokal akan mempengaruhi sistem saraf pusat menyebabkan gelisah dan
tremor yang mungkin berubah menjadi kejang klonik. Secara umum, makin poten suatu
anestetik, makin mudah menimbulkan kejang. Efek ini akan diikuti depresi dan dapat
menyebabkan kematian yang biasanya terjadi karena kelumpuhan nafas.
·         Sambungan saraf-otot dan ganglion
Lidokain dapat mempengaruhi transmisi di sambungan saraf-otot, yaitu menyebabkan
berkurangnya respon otot atas rangsangan saraf atau suntikan asetilkolin intra-arteri;
sedangkan perangsangan impuls langsung pada otot masih menyebabkan kontraksi.
·         Sistem kardiovaskular
Pengaruh utama lidokain pada otot jantung ialah menyebabkan penurunan eksitabilitas,
kecepatan konduksi dan kekuatan kontraksi. Lidokain juga menyebabkan vasodilatasi arteriol.
Efek terhadap kardiovaskular biasanya baru terlihat sesudah dicapai kadar obat sistemik yang
tinggi, dan sesudah menimbulkan efek pada sistem saraf pusat.
·         Otot polos
lidokain berefek spasmolitik dan tidak berhubungan dengan efek anestetik. Efek spasmolitik ini
mungkin disebabkan oleh depresi langsung pada otot polos, depresi pada reseptor sensorik,
sehingga menyebabkan hilangnya tonus refleks setempat. 
Tambahan:
Farmakodinamik lidocaine adalah melalui inhibisi kanal sodium. Pada keadaan normal, kanal ion
sodium pada membran neuron berada dalam kondisi istirahat. Ketika mendapatkan stimulasi,
kanal ion tersebut menjadi aktif. Akibatnya, sejumlah besar ion sodium masuk ke dalam sel dan
memicu depolarisasi. Peningkatan voltage membran neuron yang drastis ini akan
mengembalikan kanal ion sodium ke kondisi istirahat sehingga menyebabkan repolarisasi.
Lidocaine akan masuk ke dalam sitoplasma dalam bentuk yang belum diubah (uncharged form).
Penetrasi ini dipelopori oleh ujung lipofilik dari lidocaine. Setelah sampai di sitoplasma, lidocaine
mengalami protonasi. Bentuk terprotonasi inilah yang akan berikatan dengan kanal sodium dari
sisi sitoplasma.
Lidocaine bekerja dengan menghambat aktivasi kanal sodium sehingga menstabilkan membran
neuron. Akibatnya, tidak terjadi potensial aksi dan konduksi impuls saraf menjadi terganggu.
Mekanisme kerja lidocaine bergantung pada dosis dan waktu. Semakin besar dosis yang
diberikan, maka semakin banyak kanal sodium yang terinhibisi. Efek inhibisi ini bersifat
reversibel dan akan semakin berkurang seiring bertambahnya waktu. Selain itu, mekanisme
kerja lidocaine juga dipengaruhi oleh pH. Jaringan yang sedang meradang memiliki pH rendah
sehingga efek lidocaine terhambat.

5. Jelaskan dosis maksimal pemberian anestesi lokal lidokain ?


Jawab :
Dosis maksimal Lidocaine adalah 350 mg atau 5 mg/kg jika digunakan sendiri.
Jika dilakukan penambahan epinefrin, maka dosis maksimal adalah 500 mg atau 7 mg/kg
Sebagai contoh, jika berat badan seseorang 50 kg, maka dosis maximal lidocaine yang diberikan
yaitu (5x50) = 250 mg. 

Tambahan:
Dari sumber University of Iowa Carver College of Medicine :
 Dosis total yang dapat digunakan
o Maximum dose of lidocaine (plain, without vasoconstrictor)  is 4.5 mg/kg (not to exceed
300 mg)
o Example patient weight - 10 kg
o Total dose that can be used for this patient = 4.5 mg/kg x 10 kg = 45 mg
 Volume maksimum lidokain yang teradministrasi
o Depends on concentration (see conversion table above)
o E.g. for 1% lidocaine: contains 10 mg of lidocaine per 1 mL
o Max volume of 1% lidocaine that can be administered to a 10 kg patient  = 45 mg /
10mg/mL = 4.5 mL

2.A child , 5 years old, brough to  the clinic by his mother with spasticity (increase in tonic stretch
reflexes and flexor muscle spasms together with muscle weakness). The doctor had diagnosed  the
patient with cerebral palsy.

Learning Task

1. What kinds of  drug can be given to this patient to reduce the hyperactive stretch reflex ?
Jawab :
Antispastik (pelemas otot)
 Baclofen (Botulinum toxin, or Botox(R))
 Diazepam (Valium(R))
 Dantrolene
 Flexeril (Cyclobenzadrine)
Antikolinergik (gerakan tubuh yang tidak terkontrol):
 Benztropine mesylate
 Carbidopa-levodopa (Sinemet)
 Glycopyrrolate (Robinul)
Antikonvulsan (obat kejang)
 Gabapentin (Neurontin)
 Lamotrigine (Lamictal)
 Oxcarbazepine (Trileptal)

Tambahan:
Antipastik: 
 Dantrium (Dantrolene)
 Intrathecal Baclofen
 Tizanidine
Antikolinergik
 Procyclidine hydrochloride (Kemadrin)
 Trihexyphenidyl hydrochloride
Antikonvulsan
 Topiramate (Topamax)
 Zonisamide (Zonegran)

2. Please explain the spasmolytic action of diazepam and baclofen  in the spinal cord !
Jawab :
 Diazepam: Benzodiazepin memfasilitasi aksi GABA di SSP. Diazepam bekerja di sinapsis GABA,
dan aksinya dalam mengurangi kelenturan yang setidaknya sebagian dimediasi di medula
spinalis karena efektif pada pasien dengan transeksi medula spinalis. Meskipun diazepam dapat
digunakan pada pasien dengan kejang otot dari hampir semua asal (termasuk trauma otot
lokal), diazepam juga menghas
ilkan sedasi pada dosis yang diperlukan untuk mengurangi tonus otot. Dosis awal adalah 4 mg /
hari, dan secara bertahap ditingkatkan hingga maksimum 60 mg / hari. Benzodiazepin lain telah
digunakan sebagai spasmolitik (misalnya midazolam), tetapi pengalaman klinis dengan mereka
terbatas.
 
Baclofen Baclofen (p-chlorophenyl-GABA) dirancang untuk menjadi agen mimesis GABA yang
aktif secara oral dan merupakan agonis pada reseptor GABAB. Aktivasi reseptor ini oleh baclofen
menghasilkan hiperpolarisasi oleh tiga tindakan berbeda: 1) penutupan saluran kalsium
presinaptik, 2) peningkatan konduktansi K + postinaptik, dan 3) penghambatan saluran
masuknya kalsium dendritik. Melalui pengurangan pelepasan pemancar rangsang di otak dan
sumsum tulang belakang, baclofen menekan aktivitas aferen sensorik Ia, interneuron tulang
belakang, dan neuron motorik. Baclofen juga dapat mengurangi rasa sakit pada pasien dengan
kelenturan, mungkin dengan menghambat pelepasan zat P (neurokinin-1) di sumsum tulang
belakang. Baclofen setidaknya sama efektifnya dengan diazepam dalam mengurangi kelenturan
dan mengurangi sedasi. Selain itu, baclofen tidak mengurangi kekuatan otot secara keseluruhan
Ini cepat dan sepenuhnya diserap setelah pemberian oral dan memiliki paruh plasma 3 - 4 jam. 
obat bekerja pada pertemuan spinal cord sinaps, primary, dan secondary sinaps.
diazepam bekerja pada reseptor GABA-gamma. Ketika Diazepam menempel pada GABA
reseptor, Diazepam akan mempengaruhi perlekatan GABA pada reseptornya (allosteric effect).
hal ini menyebabkan ion klorin masuk pada reseptor postsinaps dan menyebabkan
hiperpolarisasi. keadaan hiperpolarisasi menyebabkan tidak adanya potensial aksi pada neuron
sehingga signal terhenti.

3. What kind of drug usually been used in the treatment of malignant hyperthermia and explain the
mechanism action of this drug ?

Jawab :

Menurut Katzung and Trevor (2015)

Obat yang biasa digunakan untuk perawatan malignant hyperthermia yaitu Dantrolene.

Dantrolene adalah turunan hydantoin yang terkait dengan phenytoin yang memiliki mekanisme aktivitas
spasmolitik yang unik. Berbeda dengan obat yang bekerja secara terpusat, dantrolene mengurangi
kekuatan otot rangka dengan mengintervensi penggandaan-kontraksi pada serat otot. Respons
kontraktil normal melibatkan pelepasan kalsium dari simpanannya di retikulum sarkoplasma (lihat
Gambar 13-1 dan 27-10). Kalsium aktivator ini menghasilkan interaksi aktin yang menimbulkan
ketegangan dengan miosin.

Kalsium dilepaskan dari retikulum sarkoplasma melalui saluran kalsium, yang disebut saluran reseptor
ryanodine (RyR) karena penempatan alkaloid ryanodine bergabung dengan reseptor pada protein
saluran.

Dantrolene mengganggu pelepasan kalsium aktivator melalui saluran kalsium retikulum sarkoplasma ini
dengan mengikat ke RyR1 dan memblokir pembukaan saluran. Motor unit yang berkontraksi dengan
cepat lebih sensitif terhadap efek obat daripada unit yang merespons lebih lambat. Otot jantung dan
otot polos mengalami depresi minimal karena pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma mereka
melibatkan saluran RyR yang berbeda (RyR2)

Aplikasi khusus dantrolene dalam pengobatan hipertermia maligna, kelainan herediter yang jarang yang
dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, termasuk anestesi umum (misalnya, anestesi volatil) dan obat
penghambat neuromuskuler (misalnya, suksinilkolin; lihat juga Bab 16). Pasien yang berisiko untuk
kondisi ini memiliki perubahan herediter dalam pelepasan Ca2 +  yang diinduksi melalui saluran RyR1
atau penurunan kemampuan retikulum sarkoplasma untuk menyerap kalsium melalui transporter Ca2 + 

Beberapa mutasi yang terkait dengan risiko ini telah diidentifikasi.

Setelah pemberian salah satu agen pemicu, akan terjadi pelepasan kalsium yang tiba-tiba dan
berkepanjangan, dengan kontraksi otot masif, produksi asam laktat, dan peningkatan suhu tubuh.

Perawatan segera sangat penting untuk mengontrol asidosis dan suhu tubuh dan untuk mengurangi
pelepasan kalsium. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian dantrolene intravena,
mulai dengan dosis 1mg / kg IV, dan ulangi seperlunya hingga dosis maksimum 10mg / kg.

Tambahan:

Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 – 130 mmHg dan kelainan
funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari
vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi
maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang
terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal.  

Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara
intravena (melalui pembuluh darah):

 • diazoxide 

• nitroprusside

 • nitroglycerin 

• labetalol. 

Anda mungkin juga menyukai