Anda di halaman 1dari 20

PENANGANAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA

PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA

Dosen Pengampu : Ana Sundari, S.SiT, M.Keb, MPH

Disusun oleh :

Lita Ayustina Gizela (P1337424118108)

UPP DIII KEBIDANAN SEMARANG KAMPUS KENDAL


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
Tahun Ajaran 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah yang berjudul “Penanganan Kesehatan Reproduksi Pada Penanggulangan
Bencana di Indonesia (Dasar hukum penanganan kesehatan reproduksi, kesehatan
reproduski dalam manajemen bencana alam dan pengorganisasian tim siaga
keehatan reproduksi)” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai salah
satu tugas kuliah mata ajar Manajemen Bencana Alam. Dan tak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Ana Sundari,S.ST, M.Keb MPH selaku dosen mata kuliah Manajemen
Bencana Alam yang memberi tugas.
2. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materi.
3. Teman-teman yang telah membantu menyusun makalah ini.
Berkat bantuan, dorongan, dan bimbingannya sehingga kendala-kendala yang
kami hadapi dalam pembuatan makalah ini dapat teratasi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kami harapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun demi terciptanya kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai. Aamiin.

Kendal, 12 April 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN UTAMA 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PEMDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Dasar Hukum Penanganan Kesehatan
Reproduksi 6
B. Kesehatan Reproduksi Dalam Manajemen
Bencana Alam
8
C. Pengorganisasian Tim Siaga Kesehatan
Reproduksi 12
BAB III PEMBAHASAN
A. Kasus 17
B. Analisis 17

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 19
B. Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap semua jenis
bencana yang tidak dapat diperkirakan datangnya dan tidak semua dapat dicegah.
Bencana tersebut dapat berupa bencana alam maupun bencana akibat perbuatan manusia.

Diantara semua jenis bencana, bencana alam merupakan bencana yang


paling sering terjadi dan kerap menyebabkan korban jiwa dan dampak kerusakan yang
hebat. Tsunami yang melanda provinsi Nangroe Aceh Darusallam dan Sumatera Utara
pada akhir tahun 2004 menyebabkan kematian lebih dari 160.000 orang, 37.000 orang
hilang dan 500.000 penduduk kehilangan rumah. Menyusul tsunami gempa besar
melanda daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada akhir bulan mei 2006 dan
merusak lebih 550.000 rumah penduduk, 5.760 korban jiwa dan 37.000 korban luka.
Setelah kejadian tersebut banyak bencana tejadi silih berganti.

Banyak pihak telah berupaya memberikan pelayanan kesehatan pada kondisi


krisis akibat bencana diatas, namun masih tebatas pada penanganan masalah kesehatan
secara umum. Sedang kesehatan reproduksi masih belum menajdi prioritas dan sering kali
tidak tersedia. Padahala pada kondisi darurat tetap saja ada ibu-ibu hamil yang
membutuhkan pertolongan, tetap ada proses kelahiran yang tidak bisa ditunda ataupun
adanya kebutuhan akan layanan keluarga berencana termasuk juga kebutuhan khusus
perempuan.

Dalam kondisi darurat risiko tejadinya kekerasan berbasis jender


cenderung untuk meningkat oleh karena itu perlu adanya upaya pencegahan maupun
penangananya.

Oleh karena itu, untuk memudahkan pemahaman dan penerapan program


kesehatan reproduksi dalam situasi bencana, Departemen kesehatan dengan dukungan
dari United Nations Population Fund (UNFPA) telah menyusun pedoman praktis
pelaksanaan program kesehatan reproduksi dalam situasi bencana alam.

4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kesehatan reproduksi pada manajemen bencana alam?
2. Apa saja dasar hukum penanganan reproduksi?
3. Bagaimana pengorganisasian tim siaga kesehatan reproduksi

C. Tujuan
1. Mengetahui pentingnya upaya kesehatan reproduksi pada saat bencana alam.
2. Mengetahui dasar hukum penanganan reproduksi
3. Mengetahui pengorganisasian tim siaga kesehatan reproduksi

BAB II

5
LANDASAN TEORI

1. Pengertian Kesehatan Reproduksi

Menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 71 ayat 1, Kesehatan


Reproduksi adalah suatu fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya terbebas dari
penyakit atau kecacatan dalam aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi
serta prosesnya baik pada laki-laki maupun perempuan.

Dengan pengertian tersebut maka kesehatan Reprofuksi mempunyai ruang


lingkup yang sangat luas, yang mnecakup keselurhan siklus hidup manusia sejak konsepsi
hingga lanjut usia. Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama terhadap akses dan
pelayanan kesehatan reproduksi. Oleh karena itu, untuk dapat memenuhi hak kesehatan
reproduksi setiap individu, maka pelayanan kesehatan reproduksi hars dilaksanakan
secara berkesinambungan dan tepadu, disesuakan dengan usia individu dengan
memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

A. Dasar Hukum Penanganan Kesehatan Reproduksi pada


penanggulangan bencana

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999tentang Hak Asasi


Manusia (HAM) di Indonesia
2. Undang-undang Republik Indonesia Pemberamtasan Tindak Pidana
Perdagangan orang
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara tahun 2007 nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4723)
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Negara
Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2012 tentang
penanganan konflik sosial

6
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang
kesehatan jiwa
8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang
perubahan atas UU. No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang
penyandang Disabilitas
10. Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang
penyelenggaraaan penanggulangan bencana
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2014 kesehatan
reproduksi
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2015 tentang
penanganan konflik sosial
13. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 tahun 2013
tentang penanggulangan kesehatan
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014
tentang Upaya Kesehatan tertuang dalam Bagian Kelima tentang Pelayanan
Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 tahun 2014
tentang Pelayanan Kesehatan masa sebelum Hamil, Persalinan, dan Masa
Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta
Pelayanan Kesehatan Seksual.
16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 066/MENKES/SK/II/2006 tentang
Pedoman Manajemen Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan
Bencana
17. Surat Edaran Mentri Kesehatan Nomor : HK/MENKES/134/134/2014
tanggal 11 Maret 2014 tentang kerjasama Kementerian Kesehatan dengan
BNPB dalam penanggulangan krisis kesehatan dalam situasi bencana.

7
B.Kesehatan Reproduksi Dalam Manajemen Bencana Alam
1. Cakupan Pelayanan Kesehatan Reproduksi
a) Konseling dan informasi keluarga berencana atau KB.
b) Pelayanan kehamilan dan persalinan, temasuk pelayanan aborsi yang
aman serta pelayanan bayi baru lahir dan neonatal.
c) Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR).
d) Konseling, informasi, dan edukasi atau KIE mengenal kesehatan
reproduksi

2.Krisis Kesehatan

Krisis Kesehatan adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam


kesehatan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh bencana dan atau
berpotensi bencana.

3.Tahapan krisis kesehatan

Tahapan krisis Kesehatan dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Prakrisis : merupakan serangkaian kegiatan kesiagaan krisis kesehatan


yang dilakukan merupakan serangkaian kegiatan kesiagaan krisis
kesehatan yang dilakukan pada situasi tidak terjadi bencana atau situasi
terdapat potensi terjadinya bencan yang meliputi kegiataan perencanaan,
penanggulangan krisis kesehatan, pengurangan risiko krisis kesehatan,
pendidikan dan pelatihan, penetapan peryaratan standar teknis dan
analisis penanggulangan krisis kesehata, kesiapsiagaan dan mitigasi
kesehata.
b. Tanggap darurat: merupakan serangkaian kegiata yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian akibat bencana untuk menangani dampak
kesehatan yang ditimbulkan, yang meliputi (kegiatan penyelamatan dan
evkuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan dan
pemulihan kroban, memastikan ketersediaan prasarana serta fasilias
pelayanan kesehatan.
c. Pascakrisis kesehatan : merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera untuk memperbaii, memulihkan, dan atau membangun
kembali prasarana dan fasilitas pelayanan kesehatan

8
4. PPAM Kesehatan Reproduksi

Ketersediaan layanan kesehatan reproduksi sejak awal bencana/krisis


kesehatan dilakukan melalui pelaksanaan PPAM kesehatana reproduksi. Sasaran
PPAM adalah penduduk yang merupakan kelompok rentan kesehatan reproduksi
yaitu bayi baru lahir, ibu hamil, ibu bersalin, ibu pasca bersalin, ibu menyusui
anak perempuan, remaja dan wanita usia subur.

PPAM merupakan serangkaian kegiatan prioritas kesehatan reproduksi


yang harus segera dilaksanakan pada tanggap darurat krisis kesehatan dalam
rangka penyelamatan jwa kelompok rentan.PPAM kesehatan reproduksi
dilaksanakan pada saat fasilitas pelayanan kesehatan tidak berfungsi atau akses
tehadap pelayanan kesehatan reproduksi sulit terjangkau oleh masyarakat
terdampak. PPAM kesehatan reproduksi diterapkan pada semua jenis bencana,
baik bencana alam maupun non alam.

Jika PPAM kesehatan reproduksi tidak dilaksanakan, akan memiliki konseuensi

a) Meningkatnya kematian maternal dan neonatal

b) Meningkatnya resiko kasus kekerasan seksual dan komplikasi lanjutan

c) Meningkatnya penularan infeksi menular seksual (IMS)

d) Terjadinya kehamilan tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman

e) Terjadinya penularan HIV

Penjelasan PPAM Kesehatan Reproduksi

Paket Kegiatan koordinasi, perencanaan dan logistik.


Paket tidak berarti seuah kotak tetapi mengacu
pada strategi yang mencakup koordinasi,
perencanaan , supplies dan kegiatan -kegiatan
kesehatan seksual dan reproduksi
pelayanan Pelayanan kesehatan reproduksi yang diberikan
kepada penduduk terdampak
Awal Dilaksanakan sesegera mungkin dengan melihat
hasil penilaian kebutuhan awal

9
Minimum Dasar,terbatas

5. Komponen Dan Waktu Pelaksanaan PPAM

Komponen PPAM kesehatan reproduksi dilaksanakan segera setelah


mendapatkan hasil penilaian dari tim kaji cepat di lapangan (tim RHA).

PPAM tediri dari 5 komoponen sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi koordinator PPAM kesehatan reproduksi

2) Mencegah dan menangani kekerasan seksual

3) Mencegah penularan HIV

4) Mencegah meningkatnya kesakitan dan kematian maternal dan neonatal

5) Merencanakan pelayanan kesehatan reproduksi komperhensif dan


teintegrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar ketika situasistabil
pascakrisis kesehatan.

Selain komponen diatas yerdapat beberapa prioritas tambahan dari komponen PPAM
, yang harus dilakukan adalah :

a. Memastikan suplai yang memadai untuk kelanjutan penggunaan


kontrasepsi dalam keluarga berencana (KB)

b. Melaksanakan kesehatan reproduksi remaja di semua komponen PPAM

c. Mendistribusikan kit individu.

6. Tujuan Paket Pelayanan Awal Minimum kesehatan reproduski

1) Mengidentifikasi koordinator PPAM kesehatan reproduksi :

a. Mengidentifikasi seorang koordinator pelayanan kesehatan reproduksi


untuk mengkoordinir lintas program, lintas sektoral, lembaga lokal
dan internasional.

b. Melaksanakan pertemuan koordinasi untuk mendukung dan


menetapkan penanggung jawab pelaksana di setiap komponen PPAM
(SGBV, HIV, maternal dan neonatal serta Logistik)

10
c. Melaporkan isu-isu dan data terkait kesehatan reproduksi ,
ketersediaan sumber daya logistik pada pertemuan koordinasi.

2) Mencegah dan menangani kekerasan seksual :

a. Melakukan perlindungan bagi penduduk yang terkena dampak,


terutama pada perempuan dan anak-anak

b. Menyediakan pelayanan medis dan dukungan psikososial bagi


peniytas perkosaan

c. Memastikan masyarakat mengetahui informasi tersedianya pelayanan


medis,psikososial,rujukan perlindungan dan bantuan hukum.

d. Memastikan adanya jejaring untuk pencegahan dan penanganan


kekerasan seksual.

3) Mengurangi penularan HIV

a. Memastikan tersedianya transfusi darah yang aman.

b. Memfasilitasi dan menekankan penerapan kewaspadaan standar.

c. Memastikan ketersediaan kondom.

4) Mencegah meningkatnya ketersediaan dan kematian maternal dan


neonatal :

a) Memastikan adanya tempat khusus untuk bersalin di beberapa tempat


seperti pos kesehatan, di lokasi pengungsian, atau tempat lain yang
sesuai

b) Memastikan tersedianya pelayanan normal dan kegawatdaruratan


maternal dan neonatal (PONED dan PONEK) di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan

c) Tersedianya perlengakapan persalinan yang diberikan pada ibu hamil


yang akan melahirkan dalam waktu dekat

d) Memastikan masyarakat mengetahui adanya layanan pertolongan


persalinan dan kegawatdaruratan maternal dan neonatal.

11
5) Merencanakan pelayanan kesehatan dasar ketika situasi stabil.

a) Mengidentifikasi kebutuhan logistik kesehatan reproduksi


berdasarkan estimasi sasaran

b) Mengumpulkan data riil sasaran dan data cakupan pelayanan

c) Mengidentifikasi fasilitas kesehatan untuk menyelenggarakan


pelayanan kesehatan reproduksi yang komperhensif.

A. Pengorganisasian Tim Siaga Kesehatan Reproduksi

1. Pengorganisasian Tim Siaga Kesehatan Reproduksi Di Bawah


Koordinasi Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes Pada Badan
Penanggulangan Bencana

Berikut ini adalah struktur organisasi penanggulangan bencana berdasarkan UU


no 24 tahun 2007. keberadaan tim siaga kesehatan reproduksi di tingkat pusat
direkomendasikan berada dibawah struktur dan koordinasi pusat penanggulangan krisis
depkes di bawah struktur dari Pelaksana Penanggulangan Bencana

2. Pembagian Tanggung Jawab Pada Masing-masing Badan

12
Penanggulangan Bencana

a. Upaya penanganan masalah kesehatan reproduksi pada manajemen


bencana ada pada tingkat kabupaten/kota adalah tanggung jawab tim
siaga kesehatan reproduksi bekerja sama dengan dinas kesehatan
setempat.

b. Tanggung jawab upaya penanganan masalah kesehatan reproduksi


pada tingkat provinsi bersifat suportif dan rjukan pada tingkatan
provinsi bersifat suportif dan rjukan (referal) kepada tim siaga
kesehatan reproduksi kabupaten atau kota.

c. Tim siaga kesehatan reproduksi pusat bersifat suportif dan rjukan


kepada tim kesehatan provinsi

Struktur Tim Siaga Kesehatan Reproduksi

3. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian tugas dan tanggung jawab tim siaga kesehatan reproduksi :

Fungsi dari tim siaga kesehatan reproduksi adalah sebagai


pelaksana kegiatan kesehatan reproduksi dalam kondisi bencana.

13
14
15
BAB III

KASUS DAN ANALISA

Contoh jurnal

“Strategi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Dalam Situasi Darurat Bencana Di Dinas


Kesehatan Kabupaten Pidie”

A. KASUS

Di Kabupaten Pidie pelayanan kesehatan reproduksi sudah tersedia saat bencana,


walaupun dengan kualitas pelayanan yang masih kurang, berdasarkan informasi
responden, tidak semua pelayanan kesehatan reproduksi tersedia. Jenis pelayanan yang
diterima oleh satu responden dengan responden lainnya berbeda, tergantung kepada

16
petugas yang piket pada saat reponden datang ke posko.

Kapasitas untuk petugas yang bak 50% dan untuk petugas yang masih kurang
50%. hal ini terjadi karena pada saat bencana petugas yang memberikan pelayanan adalah
petugas yang bergantian darisetiap puskesmas yang ada di kabupaten Pidiedan masing-
masing petugas memiliki sikap dan kompetensi yang berbeda, sehingga penilaian
kapasitas petugas oleh responden berbeda antara satu responden dengan responden
lainnya.

Fasilitas untuk pelayanan kesehatan reproduksi yang ada pada saat bencana
masih kurang baik, baik dari segi tempat maupun peralatan yang ada, dimana tempat
untuk pelayanan tidak dipisahkan dengan kesehatan dasar lainnya, seingga wanita usia
subur (WUS) yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi merasa tidak
tejaga privasinya. Selain itu fasilitas yang dibutuhkan pelayan keseahatan reproduksi
dibawa oleh bidan desa ketika piket di posko, namun ketika bidan desa tidak ada fasilitas
teseut tidak tersedia.

B. ANALISA

Menurut pendapat saya agar kualitas pelayanan kesehatan reproduksi dalam


situasi darurat bencana berjalan dengan baik, tim siaga kesehatan reproduksi harus
menyusun rencana yang lebih spesifik pada setiap tahapan bencana supaya semua petugas
yang memberikan pelayanan, mempunya kapasitas yang baik dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat korban bencana.

Sumber daya manusia dan fasilitas merupakan bagian dari komponen kesiapan
penanggulangan bencana. Pelayanan kesehatan reproduksi merupakan salah satu upaya
penanggulangan bencana bidang kesehatan. Upaya tersebut membutuhkan persiapan, agar
pelayanan yang diberikan kepada korban bencana sesua dengan standar. Dan seharusnya
ketersediaan fasilitas kesehatan reproduksi harus di tingkatkan dan dipersiapkan agar
tujuan tecapai, dan harus tersedia agar setiap saat dapat menggunakanya.

17
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan reproduksi merpakan bagian dari hak asasi manusia yang berlaku
untuk setiap individu baik dalam situasi umum maupun situasi darurat/situasi bencana.
Oleh karen aitu, setiap orang yang berada disituasi krisis kesehatan harus memiliki akses
pada informasi dan pelayanan kesehatan, khususnya informasi dan pelayanan kebutuhan
yang priortitas dalam program penanggulangan bencana , padahal kebutuhan akan
kesehatan reproduksi merupakan kesehatan yang tidak kalah penting dalam situasi
tersebut.

B. Saran

1) Meningkatkan pelayanan kesehatan pada situasi bencana

2) Meningkatkan alat kesehatan pada situasi bencana , agar kapanpun dibutuhkan


alat kesehatan selalu siap digunakan

18
3) Memastikan agar semua masyarakat mengetahui adanya pelayanan kesehatan,
agar masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi
mengetahui dimana tempat pelayanan kesehatan

4) Meningkatkan tempat pelayanan kesehatan agar terjaga privasinya

DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI. 2017 Pedoman Pelkasanaan Paket Pelayanan Awal Minimum
(PPAM) Kesehatan reproduksi pada Krisis Kesehatan. Jakarta : Kementrian Keseshatan
RI

Kementrian Kesehatan RI.2018 Pedoman Pelaksanaan Paket Awal Minimum (PPAM)


Kesehatan Remaja Pada Krisis Kesehatan. Jakarta Kementrian Kesehatan RI.

Kementrian Kesehatan RI. 2015 Buku Pedoman Paket Pelayanan Awal Minimum
(PPAM) Kesehatan reproduksi pada Kesehatan. Jakarta : Kementrian Keseshatan RI

Wenehen, Lucia. 2015. Seksual & Agama Kesehatan Reproduksi dalam Perspektif
Agama-agama. Jakarta : PT Gramedia

Efendi, Ferry 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika

Harnani, Yessi. 2015. Teori Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: CV BUDI UTAMA

19
Khambali, I. 2017. Manajemen Penanggulangan Bencana. Yogyakarta : Andi

Kementrian Kesehatan RI. 2017 Pedoman Pelkasanaan Paket Pelayanan Awal Minimum
(PPAM) Kesehatan reproduksi pada Kesehatan. Jakarta : Kementrian Keseshatan RI

Munawarah, Siti. Strategi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Dalam Situasi Darurat


Bencana Di Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie. Aceh : Magister Ilmu Kebencanaan PPS
Unsiyah

Peninjauan Lapangan. 2010. Buku Pedoman Lapangan Antar-Lembaga Kesehatan


Reproduksi dalam Situasi Darurat Bencana

20

Anda mungkin juga menyukai