Anda di halaman 1dari 20

PSIKOLOGI KLINIS

Dosen Pengampu:

H. A. Budhy Rakhmat, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Disusun Oleh:

Friniar (4518091153)

Dian Nurul Hasmi (4518091086)

Filisia pagayang (4518091087)

M shabrun manan (4519091165)

Kelas A (2018)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Psikoterapi Psikodinamik dan Psikoterapi
Hunamistik” ini.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
mata kuliah Psikologi Klinis. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga
dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat
kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat
kekurangannya.

Makassar, Maret 2020

Penyusun

Kelompok 5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Psikologi Klinis merupakan bagian dari keilmuan dalam Ilmu Psikologi yang
menekankan pada diagnosis, gangguan, dan penyembuhan dalam permasalahan-
permasalahan Psikologis, seperti perilaku Abnormal, gangguan kejiwaan, perilaku
patologis, dan yang lainnya. Gangguan jiwa yang terjadi pada diri seseorang dapat
disembuhkan melalui beberapa pendekatan. Pendekatan itu menggunakan beberapa
cara dari tokoh-tokoh psikologi dengan konsep dan metode yang sudah diterapkannya.
Misalnya pendekatan Psikodinamik, Behavior, Humanis, dan yang lainnya.
Teori-teori kepribadian sangat membantu kinerja psikolog klinis. Psikolog dapat
mengetahui bagaimana gangguan itu terjadi, makna dari gangguan itu sendiri dan
mencarikan jalan untuk menyembuhkan gangguan tersebut. Pada diri seseorang yang
mengalami gangguan jiwa dapat diketahui aspek-aspek kepribadian mana yang masih
stabil melalui teori-teori kepribadian.
BAB II

PEMBAHASAN

Mendefinisikan Psikoterapi Psikodinamik

Penggunaaan istilah psikoterapi psikodinamik merujuk secara luas pada karya rintisan
Sigmund Freud dan semua upaya yang dilakukan setelah itu untuk merevisi da
memperluasnya. Jadi, ini akan termasuk pendekatan terapi asli Freud, yang dalam bentuk
klasiknya dikenal sebagai psikoanalisis. Di berbagai titik di dalam evolusi teorinya oleh orang-
orang lain, istilah asli Freud, psikologi analisis digantikan oleh istilah-istilah seperti psikoterapi
psikoanalisis, terapi neufreudian, dan psikoterapi psikodinamik yang masing-masing telah
menghasilkan istilah-istilah yang bahkan lebih spesifik lagi untuk cabang-cabangnya.

Tujuan psikoterapi psikodinamik

Tujuan utama psikoterapi psikodinamik adalah untuk membuat yang tidak disadari
menjadi disadari. Psikoterapis psikodinamik membantu klien mereka agar menjaid sadar akan
pikiran, perasaan dan kegiatan-kegiatan mental lain yang tidak disadari oleh klien pada saat
terapi dimulai.

Mengakses Ketidaksadaran

Psikoterapis psikodinamik mengapresiasi proses tak sadar klien mereka dnegan


beragam cara. Metode-metode ini ccukup inferensial. Artinya, alih-alih memahami
ketidaksadaran seorang klien secara factual empiris, psikoterapis psikodinamik memahaminya
melalui inferensi, deduksi dan dugaan.

Asosiasi bebas, adalah sebuah teknik saat psikoterapis psikodinamik hanya sekedar meminta
klien untuk mengatakan apapun yang terlintas di benaknya tanpa ada sensor sama sekali.
Tugas klien ada memverbalisasikan pikiran apapun yang terjadi, tak peduli betapa tidak masuk
akalnya, tidak pantasnya, tidak logisnya atau tidak pentingnya pikiran tersebut.

Penting untuk membedakan asosiasi bebas dan asosiasi kata, sebuah teknik yang
diasosiasikan dengan Curl Jung. Di dalam asosiasi kata, terapis menyodorkan sebuah daftar
kata kepada klien. Setelah mendengar masing-masing kata, klien merespon dengan kata
pertama yang terlintas di benaknya.

Slip Freudian

Menurut psikoterapis psikodinamik, semua perilaku kita sudah ditentukan, tidak ada yang
disebut keslahan acak, kecelakaan, atau slip (tergelincir). Jadi, jika sebuah perilaku tidak
dijelaskan oleh motivasi yang kita sadari, pasti penyebabnya adalah motivasi yang tidak
disadari. Dengan cara ini, ketika kita mendekatkan sesuatu yang salah atau lupa akan sesuatu,
kita mengungkapkan keinginan tak sadar. Psikoterapis psikodinamik yang melihat slips of
tongue (salah bicara) selama sebuah sesi atau yang mendengar cerita klien tentang kejadian
semacam itu mungkin dapat melihat sekelebat niat yang mendasari klien. Meskipun
kebanyakan contoh slip Freudian bersifat verbal, tetapi mereka juga bisa bersifat perilaku.

 Liz dan Amy, kedua berumur 25 tahun, telah bersahabat sejak mereka berumur 18
tahun,ketika mereka menjadi teman sekamar selama tahun pertama kuliah. Pada waktu
itu Lis mulai berkencan dengan Sean. Mereka berpacaran selama 5 tahun berikutnya
dan menikah ketika Lis berumur 30 tahun. Lis dan Sean mendapatkan putra pertama
yang mereka beri nama Benyamin. Amy bahagia untuk mereka, dan ia salah satu di
antara banyak orang yang membawa kado untuk bayi yang baru lahir itu. Di kartu
ucapannya, Amy memberi selamat pada pasangan itu atas kelahiran “Benyamine”.
Kesalahan eja yang unik untuk nama bayi itu menggabungkan kata “Benyamin” dan
“Mine” (milikku), yang mengungkapkan keinginan tak sadar Amy bahwa dirinya, bukan
Lis, yang berpacaran, menikah, dan memiliki anak dengan Sean.

Mimpi

Meskipun sebagian lebih menekankan pada mimpi dibandingkan yang lain, pada
psikoterapis psikodinamik percaya bahwa mimpi kita mengomunikasikan materi yang tidak
disadari. Freud berteori bahwa pada saat kita tidur, pikiran kita mengubah isi laten (pikiran
dan perasaan mentah di dalam ketidaksadaran) menjadi isi manifest (alur mimpi
sebenarnya seperti yang kita ingat). Proses ini, yang disebut kerja mimpi, menggunakan
symbol-simbol untuk menyatakan keinginan, yang dapat menghasilkan keinginan tak sadar
yang selalu muncul dalam bentuk yang sangat terdistorsi atau tersamar.

Di dalam psikoterapi psikodinamik, terapis menganalisis mimpi dengan berusaha


mengungkapkan makna yang tidak disadari yang ada di baliknya/esensinya, melepaskan
kerja mimpi. Seringkali, terapis meminta klien untuk membantu di dalam proses interpretasi
mimpi dengan menjelaskan makna personal dari symbol-simbol yang muncul di dalam
mimpi.

Freud (1900) memberikan julukan yang termasyur pada mimpi sebagai “jalan utama”
(jalan langsung atau mudah ke tujuan) ke materi yang tidak disadari.

Resistensi

Kadang-kadang, ketika isu-isu tertentu muncul selama perjalanan terapi, klien


menjelaskan bahwa mereka tidak mau ke sana. Mereka mengomunikasikan
keengganannya dnegan berbagai cara sebagian dengan snagat jelas, sebagian tidak
kentara. Mereka mungkin mengubah pokok bahasan, tiba-tiba ingat ada hal baru yang ingin
mereka bahas. Mereka mungkin mengisi sesi dengan membicarakan tentang topic-topik
yang tidak esensial.

Psikoterapis psikodinamik mempunyai nama untuk perilaku klien ini resistensi. Jika
klien merasa bahwa pikiran dan perasaan tak sadar tertentu sedang dibeberkan secara
terlalu ekstensif atau terlalu cepat, mereka akan merasa was-was.
Sebagai contoh, simak Talia, seorang klien berumur 24 tahun, yang tumbuh bersama
seorang ayah yang senang menganiaya secara fisik. Di dalam terapi, ia tidak mengalami
kesulitan untuk mengungkapkan kebenciannya terhadap ayahnya, faktanya, itu menjadi
salah satu tema menonjol di dalam sesi-sesinya. Psikoterapis psikodinamiknya, Dr.
Harrison, melihat bahwa Talia jarang sekali membicarakan tentang ibunya yang juga tinggal
di rumah yang sama selama masa aknak-kanak Talia. Pada sebuah titik, selama
mendiskusikan tentang dampak ayahnya pada hidupnya, Dr. Harrison menanyakan kepada
Talia apakah ibunya tahu tentang penganiayaa ayahnya terhadapnya. Talia menjawab
tetapi dengan cara yang mengesampingkan pertanyaan Dr. Harrison : “pokoknya saya
sangat membencinya (ayahnya) untu apa yang telah dilakukannya kepada diri saya”. Pada
titik lain, Dr. Harrison apakah ada orang yang mengetahui pada saat penganiayaan itu
terjadi. Talia cepat-cepat mengubah topiknya, tiba-tiba ingat sebuah kejadian yang tidak
terkait yang terjadi kemarin.

Mekanisme pertahanan

Psikoterapis psikodinamik percaya bahwa dengan mengidentifikasi mekanisme-


mekanisme pertahanan yang tidak disadari dan membawanya ke kesadaran klien, mereka
dapat memperbaiki kualitas hidup klien. Sebelum kita menelaah mekanisme-mekanisme
pertahanan secara rinci, marilah kita tinjau komponen-komponen kepribadian yang menurut
Freud, menghasilkan mekanisme pertahanan tersebut.

Model struktur pikiran Freud mencakup 3 kekuatan, yang interaksi ketiganya


kebanyakan terjadi di luar kesadaran kita yaitu Id, superego, dan ego. Id adalah bagian
pikiran yang membangkitkan impuls hewani yang mencari kesenangan, mementingkan diri
sendiri, memanjakan diri sendiri. Kekuatan ini mencari kepuasan segera untuk keingina-
keinginannya, yang sebagian besar bersifat biologis, tanpa mengingat konsekuensinya.
Sebaliknya, superego adalah bagian pikiran yang menetapkan aturan, pembatasan dan
larangan. Ego adalah penengah, pembuat kompromi antara Id dan superego. Kekuatan ini
menghadapi tantangan memuaskan secara parsial kekuatan-kekuatan yang saling
berlawanan, dan juga memenuhu tuntutan realitas. Ego bisa cukup kreatif dalam cara
menangani konflik Id/superego. Seiring berjalannya waktu, ia mengembangkan koleksi
teknik-teknik yang diandalkannya. Seperangkat teknik inilah yang oleh Freud dan
pengikutnya disebut mekanisme pertahanan.

Mari kita bahas sebagian mekanisme pertahanan yang paling banyak diakui, dengan
mengingat bahwa semuannya terjadi tanpa disadari. Definisi-definisinya akan diikuti dengan
contoh-contoh:

 Represi. ketika Id mempunyai sebuah impuls dan superego menolaknya, ego dapat
merepresi (menekan) kesadaran tentang impuls tersebut dan konflik id/superego
seputar itu.
 Proyeksi. Ketika Id mempunyai sebuah impuls dan superego menolaknya ego dapat
memproyeksikan impuls id tersebut kepada orang lain di sekitar kita.
 Pengalihan . Ketiak Id mempunyai sebuah impuls dan superego menolaknya, ego
dapat mengalihkan impuls id ke arah target yang lebih aman.
 Bentuk reaksi. Ketika Id mempunyai sebuah impuls dan superego menolaknya, ego
dapat membentuk sebuah reaksi melawan impuls Id itu secara esensial, melakukan hal
yang merupakan lawan dari impuls tersebut.
 Suplimasi. Ketika Id mempunyai sebuah impuls dan superego menolaknya, ego dapat
menyublimasikannya secara esensial mengalihkan arahnya sedemikian rupa sehingga
perilaku yang dihasilkannya sebenarnya menguntungkan orang lain.
Untuk mengilustrasikan kelima mekanisme pertahanan ini, mari kita pilih sebuah impuls id
tertentu , agresi fisik, dan bayangkan bagaimana ego akan menangani konflik batin yang
disebabkannya ketika ego menolaknya. Ego anda bisa merepresi impuls tersebut. Di dalam
kasus semacam ini, anda sendiri tidak akan pernah menyadari bahwa anda mempunyai ampuls
tersebut. Ego anda bisa memproyeksikan pada orang lain, sedemikian rupa sehingga anda
menjadi yakin bahwa mereka bukan anda yang mempunyai impuls untuk menyerang. Ego juga
membentuk sebuah reaksi terhadap impuls tersebut. Dalam kasus ini, anda akan melakukan
hal yang berlawanan dengan agresif fisik anda mungkin menjadi luar biasa lembut dan baik hati
pada orang lain antara mengabdikan diri anda pada gerakan antikekerasan.
Psikoterapis psikodinamik percaya bahwa sebagian mekanisme pertahanan ini lebih
matang atau lebih sehat dibandingkan yang lain. Sebagai contoh, pengingkaran dan represi
dianggap agak kurang matang, sebagian besar karena mereka tidak memuaskan id secara
efektif, sehingga tuntutan-tuntutan id yang serupa dengan itu kelak akan muncul lagi ke
permukaan.
Mekanisme pertahanan dapat dipahami oleh mudah jika mempertimbangkan definisi
alternative dari beberapa istilah inti Freudian: id, superego dan ego.

Transferensi

Di antara semua cara untuk mengakses materi tak-sadar seorang klien transferensi
mungkin yang paling esensial bagi pendekatan psikodinamik. Transferensi mengacu pada
kecenderungan klien untuk membentuk hubungan dengan terapis, yaitu mereka secaratidak
sadar dan secara tidak realistis berharap terapisnya untuk berperilaku seperti orang-orang
penting dari masa lalu klien.

Mungkin konsep transferensi sebaiknya diilustrasikan melalui contoh sehari-hari (selain


itu, psikoterapis psikodinamik percaya bahwa transferensi tidak eksklusif untuk terapi tetapi ada
di semua jenis hubungan). Simak Asaan seorang anak laki-laki berumur 7 tahun yang ikut les
piano dengan Ms. Terrell sejak ia berumur 4 tahun.Ms.Terrell adalah guru yang keras dan
banyak menuntut. Ia mengharapkan kesempurnaan dari murid-muridnya, dan jika kurang dari
itu, ia menghardik mereka tanpa simpati. Ia juga memberikan komentar-komentar yang bernada
menghina atau mematahkan semangat, seperti “payah!”. Secara spesifik ia takut dan
membencinya. Ketika keluarga Asaan pindah ke kota lain, orang tuanya mengaturnya agar bisa
ikut les piano dengan seorang guru baru, Ms. Wallace. Di pelajaran pertamanya dengan Ms.
Wallace, Asaan membuat kesalahan, dan sebelum Ms. Wallace memberikan respon apapun
perasaan-perasaan kuat timbul di dalam batin Asaan. Ia mengantisipasi komentar Ms. Wallace
Asaan tahu apa yang dipikirkan Ms.Wallace “payah!” dan semacamnya pendek kata Asaan
tanpa sadar mentransfer perasaan dan ekspektasinya dari hubungan formatif awalnya dengan
Ms. Terrell.
Menurut teori psikodinamik apa yang terjadi di Asaan dan gurunya juga terjadi di kita
semua, dalam pengertian yang jauh lebih luas. Kita semua mengalami hubungan yang kuat
selama tahun-tahun formatif kita, khususnya dengan orang tua dan hubungan tersebut
membentuk ekspektasi kita tentang hubungan-hubungan di masa mendatang

Daripada mempelajari hubungan transferensi klien secara tidak langsung melalui


deskripsi mereka tentang hubungan-hubungan dengan orang lain, psikoterapsi psikodinamik
mencoba mengalami transferensi tersebut dari tangan pertama.

Peran “layar kosong” psikoterapis psikodinamik esensial bagi proses pemindahan.


Psikoterapis psikodinamik biasanya lebih sedikit mengungkapkan tentang dirinya sendiri
kepada kliennya baik melalui komunikasi verbal maupun nonverbal. (faktanya, inilah alasan
utama mengapa Freud menyuruh klien untuk berbaring di kursi panjang sementara ia duduk di
belakangnya di sebuah kursi, di luar pandangan klien.

Sebagai contoh klinis proses transfer, simak Felicia seorang klien berumur 27 tahun
yang menemui Dr. Kirk, seorang psikoterapis psikodinamik untuk gejala-gejala depresi setelah
putus dnegan pacarnya, Dave. Pada pertemuan pertamanya Ffelicia mulai mendeskripsikan
situasinya, hubungannya dengan Dave, dan bagaimana mereka putus, tetapi 10 menit
kemudian dia mulai berhenti berbicara dan meminta maaf kepada Dr. Kirk “maaf saya tahu saya
telah menyia-nyiakan waktu anda”. Dr. Kirk mendorong Felicia untuk terus mendeskripsikan
putus hubungan dengan depresinya dan Felicia menurutinya. Namun 15 menit kemudia dia
menghentikan bicaranya sendiri. Penting untuk dicatat bahwa Dr. Kirk faktanya tidak bosan
dengan Felicia. Ia tidak tertidur menatap ke luar jendela, atau melirik arlojinya tetapi meskipun
demikian Felicia merasa yakin bahwa Dr. Kirk sama sekali tidak tertarik dengannya. Akibatnya,
Dr. Kirk telah bersikap layar kosong, tetapi ketika Felicia melihat ke layar tersebut, ia melihat
ketidaktertarikan dan ketidaksabaran.

Felicia bukan hanya mentransfer perasaan dan ekspektasi itu pada Dr. Kirk tetapi
seperti yang dipelajari Dr. Kirk ia telah melakukan sesuatu yang sangat mirip dengan banyak
pacar laki-laki termasuk Dave. Dengan diskusi terus-menerus bersama Dr. Kirk, Felicia
berangsur-angsur menjadi lebih menyadari tentang kecenderungan ini. Ketika ia memulai
hubungan pacaran lagi, ia mampu “menangkap” transfer tak realistisnya sendiri terhadap pacar
barunya dan menggantinya dengan penilaian yang lebih obejktif dan realstis.

Sebagai cacatan terakhir tentang transferensi, penting untuk diingat bahwa terapis juga
manusia, dan seperti klien yang dapat mentransfer ke terapis, terapis juga dapat mentranfer
kepada klien. Psikoterapis psikodinamik menyambut transferensi oleh terapi terhadap klien ini
transferensi-balik, dan secara umum terapis berusaha meminimalkan karena melibatkan
sebuah reaksi terhadap klien yang secara tak sadar terdistorsi oleh pengalaman pribadi terapis
sendiri.

Tahap-tahap psikoseksual: implikasi klinis

Tahap-tahap perkembangan psikoseksual Freud-oral, anal, falik, latensi dan genital


adalah salah satu di antara aspek-aspek yang paling luas diketahui dari teorinya. Daripada
menyebutkan kembali penjelasan yang dapat ditemukan di dalam buku teks pengantar
psikologi, mari kita simak implikasi-implikasi yang paling relevan bagi psikolog klinis dan bagi
pendekatan psikoterapi psikodinamik pada khususnya.

Fiksasi merujuk pada ide bahwa ketika anak memulai tahap-tahap perkembangan,
mereka mungkin menjadi terjebak secara emosional di salah satu tahap perkembangan sampai
tingkat tertentu, dan terus bergulat dengan isu-isu yang terkait dengan tahap itu selama
bertahun-tahun, sering kali bahkan sampai dewasa.

 Tahap oral
Tahap oral yang terjadi sekitar satu setengah tahun pertama kehidupan anak. Selama
masa ini, anak mengalami semua sensasi kenikmatan melalui mulut, dan feeding
(memberi makan) (asi atau botol) adalah isu utamanya. Anak-anak yang orang tuanya
keliru dalam mengelolah tahap ini dapat memperlihatkan perilaku yang jelas-jelas “oral”
di dalam hidupnya kelak: merokok, makan berlebih,minum-minum, senang menggigit
kuku dan lain-lain. Akan tetapi, banyak di antara konsekuensi-konsekuensinya yang
tidak begitu tampak jelas. Menurut teori psikodinamik, salah satu isu utama di tahap ini
adalah ketergantungan. Bayi sangat tergantung pada orang lain untuk bertahan hidup
dan mendapatkan kenyamanannya. Mereka tidak dapat makan, berpakaian, mandi,
melindungi atau mengurusi dirinya sendiri, hingga mereka harus bergantung pada orang
dewasa dalam hidupnya.

Tahap Anal

Tahap anal menyusul tahap oral,yang terjadi ketika anak berumur sekitar 1,5 sampai 3
tahun. Latihan ke toilet adalah salah satu tugas utama tahap ini,tetapi bukan satu-satunya cara
anak untuk belajar mengontrol dirinya sendiri. Bahkan control adalah isu sentral tahap ini. Pada
umur ini orang dewasa (khususnya orang tua)mulai membuat berbagai tuntutan terhadap anak
tentang ucapan dan perilaku mereka. Jika orang tua terlalu menuntut anak ditahap ini maka
anak dapat menjadi terlalu menghawatirkan tentang ketepatan. Dikamar mandi, ini dapat berarti
“tidak ada kecelakaan” tetapi secara lebih umum,ini berarti menempatkan segala sesuatu
ditempat yang tepat dan disaat yang tepat. Anak-anak sering tumbuh menjadi orang dewasa
yang berfikir secara obsesif dan berperilaku secara kompulsif agar tetap terkontrol: mereka
menata mejanya dengan sangat cermat,mereka membuat program jadwal harian sejak awal
sampai akhir,dan mereka mengganti oli mobilnya tepat setiap 3.000 mil. Sebaliknya jika orang
tua terlalu lembek terhadap anak ditahap ini,anak dapat menjadi lemah tentang organisasi,dan
ciri sifat ini dapat berlanjut sampai dewasa: meja mereka penuh dengan tumpukan berantakan
jadwal mereka teratur dan serampangan dan mereka mengganti oli mereka “kapan
saja”.Kecenderungan “terlalu rapi” atau “jorok” ini dapat memiliki implikasi klinis yang
signifikan,termasuk gangguan kecemasan seperti gangguan obsesif-kompulsif dan berbagai
masalah hubungan yang timbul akibat gaya hidup tidak sesuai.

Tahap Falik

Tahap Falik yang terjadi mulai umur 3 sampai sekitar 6tahun,adalah salah satu konsep
freud yang paling kontroversial. Faktanya,banyak diantara ide-ide yang asalnya terkandung
didalam deskripsi Freud tentang tahap ini,khususnya ide-ide yang berkaitan erat dengan biologi
spesifik-gender telah banyak ditinggalkan secara luas oleh para psikoterapis psikodinamik
kontemporer. Yang masih ada adalah ide fundamental yang diimplikasikan oleh Oedipus
kompleks dan Electra: anak-anak pada usia ini ingin memiliki hubungan yang dekat dan special
dengan orang tuanya .respon orang tua terhadap keinginan anak ini adalah isu krisual bagi
psikolog klinis,karena respons ornag tua ini secara kuat membentuk pandangan anak tentang
dirinya sendiri. Pandangan tentang diri sendiri- yang esensinya adalah penghargaan diri-adalah
konsekuensi kunci tahap falik. Situasi idealnya tentu saja adalah secara psotif orang tua
merespon terlalu positif ,jika mereka membalas keinginan anak dengan terlalu kuat mereka
akan terlalu menggembungkan kesadaran diri anak. Anak semacam itu dapat tumbuh menjadi
orang dewasa yang pendapatnya tentang diri sendiri terlalu tinggi secara tidak realistis
sehingga mereka dianggap arogan atau egoistic oleh orang lain. Sebaliknya orang tua yang
menolak keinginan anak akan hubungan yang dekat dan special dapat melukai rasa
penghargaan diri anak. Anak semacam ini dapat tumbuh menjdi orang dewasa yang kurang
menilai rendah dirinya sendiri dan merasa sangat tidk yakin dan meragukan dirinya sendiri.
Seperti tahap-tahap perkembangan psikoseksual lain,tahap falik sering memunculkan berbagai
isu yang didiskusikan didalam psikoterapi prikodinamik, termasuk gangguan-gangguan seperti
depresi,distimia,kecemasan,masalah hubungan, dan isu lain yang dapat melibatkan berbagai
pertanyaan tentang penghargaan diri.

Bentuk – bentuk Psikoterapi Psikodinamik yang lebih kontemporer

Sejak asal muasalnya dengan freud,psikoterapi psikodinamik telah diciptakan kembali


dalam berbagai bentuk yang tak terhitung jumlahnya. Kebanyakan revisi ini mengurangi
tekanannya pada elemen-elemen biologis dan seksual. sebagai contoh,psikologi ego yang
dicontohkan oleh Erik Erikson dan teori perkembangan delapan –tahapnya, merevisi tahap-
tahap psikoseksual Freud untuk menyoroti hubungan sosial dan menekankan kecendurungan
adaptif ego atas dorongan berbasis kesenangan id. Aliran relasi objek ,yang dipimpin Melanie
Klien,Otto Kernberg,dan lain-lain. Tidak menekankan konflik internal (id versus superego)dan
menekankan hubungan diantara “objek” yang diinternalisasikan yang pada dasarnya adalah
orang-orang penting dikehidupan anak. Aliran psikologi diri Hans Kohut dan lain-lain
menekankan peran orang tua didalam perkembangan anak dengan perhatian khusus pada
makna narsisme di berbagai titik,termauk dalam terapi.

Sepanjang sejarahnya dan didalam semua variasinya yang begitu banyak,psikoterapi


psikodinamik selalu menjadi bentuk psikoterapi yang paling panjang/lama dan paling mahal-
ketidaksesuaian bagi masyarakat kita saat ini,yang ditandai keinginan untuk mendapat hasil
cepat dan perusahaan asuransi enggan untuk membayar penanganan yang mereka anggap
berlebihan. Secara kolektif banyak bentuk psikoterapi psikodinamik singkat telah menjadi jauh
lebih lazim selama tahun-tahun belakangan ini dibandingkan versi ortodoks psianalisis Freudian
yang merupakan asal derivasinya. Dibandingkan psikoterapi pskodinamik jangka
panjang,psikoterapi psikodinamik singkat cenderung lebih sukses jika masalah klien ringan dan
didefinisikan secara sempit,terapisnya aktif dan fokusnya mencakup masa kini dan bukan
hanya masa lalu semata.
Perbadingan psikoterapi Psikodinamik Singkat dan Jangka Panjang

Psikoterapi psikodinamik Singkat Psikoterapi psikodinamik Jangka-Panjang


Membentuk aliansi teraupeutik dengan cepat Membentuk aliansi teraupeutik secara
berangsur angsur
Focus pada masalah spesifik yang Focus pada rentan masalah yang luas
didefinisikan secara sempit
Tingkat aktivitas terapis relative tinggi Tingkat aktivitas terapis relative rendah
Psikopatologi klien tidak terlalu berat Psikopatologi klien lebih berat
Focus terutama pada apa yang terjadi Focus pada masa lalu dan masa kini
disini,pada saat ini
Kemampuan klien untuk menerima perpisahan Kemampuan klien untuk menerima perpisahan
tinggi beragam
Klien memiliki hubungan objek yang baik Klien memiliki hubungan objek yang buruk

Dua diantaranya Contoh variasi psikoterapi psikodinamik kontemporer

Terapi Interpersonal (IPT) yang didasarkan pada aliran pemikiran psikodinamika interpersonal
dengan Harry Stack Sullivan adalah salah seorang tokohnya,dikembangkan pada 1980an oleh
Gerald Klerman,Myrna Weissman,dan rekan-rekan sejawatnya. Terapi ini awalnya diciptkan
untuk menangani depresi, tetapi sejak itu digunakan untuk menangani banyak gangguan lain .

Asumsi funda mental IPT adalah bahwa depresi terjadi didalam korteks hubungan
interpersonal. Jadi memperbaiki hubungan klien dengan orang lain akan memfasilitasi
kemajuan didalam gejala-gejala depresif klien. Terapis yang mempraktikan IPT telah
menemukan bahwa bagi kebanyakan klien,khusunya bagi mereka yang memiliki
depresi,beberapa bidang permasalahan interpersonal tertentu cenderung berkontribusi pada
masalah klien,yaitu : transisi peran,seperti menjadi orang tua atau lulus kuliah;konflik
peran,seperti memasuki gerbang pernikahan ; gangguan interpersonal,seperti kurangnya
dukungan sosial dan kesedihan,seperti reaksi terhadap kehilangan orang yang dicintai.

Psikoterapi Dinamik Berbatas-Waktu (TLDP) adalah aplikasi modern dari apa yang disebut
“pengalaman emosional korektif” klien akan dibawa pada terapi isu transferensi yang sama
yang mereka bawa ke banyak hubungan lain,dan tugas terapis dalah memastikan bahwa kali ini
interaksinya akan berakhir dan cara lain. Dengan kata lain jika hubungan klien dengan terapis
mengikuti “skrip” tak-sadar seperti hubungan-hubungan klien lainnya,hubungan itu mungkin
akan berakhir buruk ,tetapi jika terapis dapat membuat klien menyadari tentang skrip dan
menawarkan peluan untuk memberlakukan skrip yang lebih realistis maka “pengalaman
emosional” itu akan “korektif” atau terapeutik.

TLDP bersifat menurut pengalaman,hubungan disini dan sekarang antara terapis dank
lien merupakan alat utama untuk perubahan teraupetik. Seperti kebanyakan bentuk psikoterapi
psikodinamik yang lebih baru, TLDP biasanya jauh lebih singkat dibandingkan psikoanalis
klasik. tugas primer terapis adalah mengidentifikasi “skrip” yang tampaknya tanpa sadar dikuti
oleh klien . skrip ini adalah produk sampingan dari hubungan-hubungan sebelumnya (seringkali
dengan orang tua) ketika klien belajar tentang apa yang dapat diharapkan dari orang lain.
Terapis TLDP berasumsi bahwa masalah klien paling tidak sebagian disebabkan oleh
penerapan skrip ini pada hubungan atau situasi yang tidak sesuai. Dengan kata lain seorang
klie mungkin terlibat dalam pertengkaran yang sering dengan kekasihnya karena ia “tahu” apa
yang mungkin dipikirkan dan dirasakan oleh pasangannya tetapi “pengatahuan” ini sebenarnya
tidak realistis dan keliru. Ketika klien mencoba menerapkan skrip yang sama dengan
terapis,terapis mengenalinya,menolak untuk terprovokasi dan terjebak kedalamnya,dan
menunjukan proses ini pada klien. Dengan cara ini mereka tidak mengekalkan skrip yang sudah
using ini dan klien dipaksa untuk mengembangkan cara baru yang lebih realistis untuk
berhubungan dengan orang lain, yang tidak dikaitkan dengan asumsi skrip yang secara tak
sadar diikutinya.

Seberapa Baikkah Hasilnya?

Sifat psikoterapi psikodinamik sangat menyulitkan pengukuran efek-efeknya. Dari sudut


pandang seorang peneliti empiris tantangan mendefiniskan dan mengukur hasil psikoterapi
psikodinamik –dan bahkan konsep-konsep dasarpsikoanalisi s yang menjadi dasar
terapi,seperti ketidaksadaran,transferensi,pemahaman dan mekanisme pertahanan –akan
sangat menantang. Terlepas dari tantangan-tantangan metodologis , sudah banyak upaya
untuk mengukur hasil psikoterapi psikodinamik. Sebuah tinjauan skala besar terhadap studi
hasil psikodinamik dan psikoanalisis yang,secara total mencakup hampir 2.000 klien yang
ditangani oleh sekitar 500 terapis diberbagai macam lingkungan, menunjukkan bahwa sebagian
besar klien membaik secara substansial. Tinjauan lebih mutakhir terhadap studi studi hasil
psikoterapi psikodinamik jugs memuji-muji data yang mendukung penggunaannya pada
beragam masalah spesifik,termasuk depresi,bulimia,anoreksia,gangguan panic dan gangguan
kepribadian ambang-kondisi –kondisi klinis kompleks jangka panjang yang dapat mencakup
lebih dari satu diagnosis.

UNSUR-UNSUR PSIKOTERAPI HUMANISTIK

Karena aktualisasi-diri adalah kecenderung alamiah utama semua orang, terapis hanya
perlu menciptakan kondisi yang tepat agar hal itu terjadi. Terapis tidak secara langsung
menyembuhkan klien; sebaliknya, terapis mendorong kecenderungan menyembuhkan-diri-
sendiri klien ke arah pertumbuhan.

Empati

Seorang terapis mengalami empati terhadap seorang klien ketika terapis mampu
merasakan emosi-emosi klien, seperti apa yang akan dipersepsikan dan dipahami klien tentang
berbagai peristiwa dalam hidupnya dengan cara yang penuh welas asih. Empati melibatkan
pemahaman yang mendalam dan tidak menghakimi pengalaman klien, sementara menahan
nilai-nilai dan sudut pandang terapis.

Jika seorang terapis menekankan akurat dan empati tersebut secara efektif, maka ia
dapat memiliki dampak positifYang pada klien. Empati dapat memampukan klien unuk
mengklarifikasikan saannya sendiri untuk dirinya sendiri dan memiliki rasa percaya diri Yang bih
besarpada yang dialaminya. dapat membuat rasa dihargai dan didukung sebagai individu.
Perhatian Positif Tanpa Syarat

Perhatian positif tanpa syarat (Ilnconditional Positivc Regard) esensinya adalah


penerimaan penuh atas orang lain secara "apa adanya”. Rogers (1959) menyatakan bahwa
terapis yang membuktikan UPR kepada seorang klien

Jika terapis menghargai klien tanpa syarat, dari waktu ke waktu, klien akan dapat menghargai
dirinya sendiri tanpa syarat, yang memfasilitasi tingkat kongruensi dan aktualisasi-diri yang lebih
tinggi.

Ketulusan

Empati dan UPR tidak ada artinya jika tidak tulus. Terapis humanistik, Oleh sebab itu,
harus tulus dalam hubungan mereka dengan klien. Mereka tidak bertindak empati terhadap
klien atau bertindak seakan-akan mereka menghargai mereka tanpa syarat. Sebaliknya,
mereka benar-benar empati terhadap klien dan benar-benar menghargai mereka tanpa syarat.
Ketulusan ini yang oleh Rogers dan para pengikutnya disebut kongruensi terapis, karena ada
kesesuaian antara diri sejati dan diri ideal terapis yaitu lawan dari sebuah peran atau
berpurapura. Jika kita merasa bahwa orang Iain (teman, keluarga atau terapis) melakukannya,
kita cenderung tidak banyak mengungkapkan tentang diri kita sendiri. Di Iain pihak, jika kita
merasa bahwa orang Iain benar-benar tulus peduli dengan kita dan menerima kita, kita
cenderung terbuka dan terlibat lebih utuh dalam hubungan tersebut.

Bersikap tulus dengan klien membantu terapis humanistik untuk membangun hubungan
terapeutik yang terasa "nyata". Hubungan semacam itu sangat berbeda dengan hubungan
terapis-klien, yaitu terapis bersembunyi di balik topeng profesionalisme; sebaliknya, kepribadian
terapis memainkan peran Yang lebih menonjol. Seperti yang diduga, Rogers dan kaum
humanis Iain mendorong derajat transparansi yang relatif tinggi Oleh terapis. Berbeda dengan
terapis psikodinamik dengan peran "layar kosong", humanis cenderung lebih terus-terang dan
terbuka tentang pikiran dan perasaannya sendiri selama sesi-sesi. Namun, mereka memahami
bahwa sesi-sesi itü adalah demi kebaikan klienj bukan tera pis, dan pengungkapan-diri mereka
dipedomani oleh tujuan ini (Rogersj 1957)

Jika saya dapat menciptakan hubungân yang berkarakter di pihak saya:

 ketulusan dan transparansi, saya dengan perasaan sejati saya;


 Penerimaan yang hangat dan menghargai orang lain sebagai seorang individü yang
terpisah;
 Kemampuan sensitif untuk melihat dunia dan dirinya seperti yang dilihat olehnya sendiri.

Maka orang lain di dalam hubungan tersebut:

 akan mengalami dan memahami aspek-aspek dirinya yang sebelumnya telah direpresi;
 akan menemukan dirinya menjadi lebih utuh, lebih mampu untuk berfungsi secara
efektif;
 akan menjadi lebih mirip dengan orang yang diinginkannya;
 akan lebih mengarahkan diri dan percaya diri;
 akan lebih menjadi seorang pribadi, lebih unik, dan lebih mengekspresikan diri;
 akan lebih memahami orang lain, lebih menerima orang lain;
 lebih mampu mengatasi masalah hidup secara memadai dan dengan lebih nyaman.

Sikap Terapis, Bukan Perilaku

Terlepas apakah empati, UPR dan ketulusan perlu, mencukupi, atau keduaduanya,
penting untuk diingat bahwa kaum humanis melihat mereka sebagai sikap, bukan perilaku
(Bozarth, 1997; Tudor & Worrall, 2006). Kaum humanis menolak keras pendekatan formula-
mekanis, dan oleh sebab itu, mereka cenderung tidak menawarkan banyak usulan spesifik
tentang apa yang seharusnya dilakukan terapis dengan kliennya. Sebaliknya, mereka
menekankan bagaimana terapis seharusnya bersikap dengan klien.

Berlawanan dengan pendapat banyak psikoterapis, saya sejak lama berpendapat


bahwa bukan keterampilan teknis atau pelatihan terapis yang menentukan kesuksesannya —
bukan, misalnya, interpretasi mimpinya yang piawai, refleksi perasaan sensitifnya, cara
penanganan transferensinya, penggunaan penguatan positifnya. Sebaliknya, saya percaya
bahwa adanya sikap-sikap tertentu pada diri terapis, yang dikomunikasikan pada, dan
dipersepsi Oleh klienlah yang memengaruhi kesuksesan di dalam psikoterapi.

REFLEKSI: SALAH SATU RESPONS PENTING TERAPIS

Meskipun mereka percaya bahwa sikap terapis lebih vital dibandingkan tindakan terapis,
kaum humanis pada umumnya setuju bahwa salah satu perilaku terapis refleksi dapat
memberikan kontribusi signifikan bagi kesuksesan psikoterapi. Refleksi berfungsi sebagai
sebuah mekanisme yang dapat mengounikasikan empati, UPR dan ketulusan dan sebagai
sebuah pernyataan sikap yang ditekankan Oleh humanis.

Refleksi terjadi ketika seorang terapis merespons seorang klien dengan mengubah
pandangan atau mengemukakan kembali pernyataan dengan cara menyoroti perasaan atau
emosi klien (Campbell, 2004). Refleksi bukan sekadar mengulangi kata-kata klien untuk
menunjukkan bahwa kata-kata itu sudah didengar, tetapi komentar Oleh terapis yang
menunjukkan apresiasi terapis terhadap pengalaman emosional klien. (Faktanya, humanis
sering menggunakan frasa "refleksi perasaan" daripada disingkat "refleksi" untuk
mengilustrasikan penekanan pada emosi.) Ketika melakukan refleksi, terapis humanis
mencerminkan perasaan klien, bahkan perasaan tersebut tidak dinyatakan secara eksplisit.

Di akhir kariernya, Rogers mengungkapkan penyesalan tentang bagaimana "refleksi


perasaan" telah digunakan oleh banyak orang di dalam maupun di luar gerakan humanistik. Ia
terutama tidak senang dengan kenyataan bahwa refleksi telah diajarkan dan dipahami secara
keliru "sebagai sebuah teknik, dan kadang-kadang sebagai sebuah teknik yang sangat kaku"
(Rogers, 1986, hlm. 375). Selain itu, Rogers percaya bahwa refleksi seharusnya adalah sebuah
sikap, bukan sebuah keterampilan teknis. Dan sikap ini seharusnya termasuk kerendahan hati,
yang bisa hilang jika terapis melakukan refleksi secara mekanis. Ketika melakukan refleksi,
terapis seharusnya tidak memberi tahu klien tentang bagaimana dan apa yang dirasakannya,
tetapi seharusnya menanyakan kepada klien apakah pemahamannya tentang perasaan klien
benar. Dengan kata Iain, terapis seharusnya tidak menjadi terlalu yakin dengan kemampuannya
untuk membaca emosi klien dan seharusnya selalu menghormati keahlian klien tentang
perasaan mereka sendiri. Rogers selain itu juga "menyarankan bahwa respons terapis ini tidak
disebut 'refleksi perasaan' tetapi 'menguji pemahaman' atau 'memeriksa persepsi"'. Saya
percaya bahwa istilah-istilah semacam itu lebih akurat [dalam mengomunikasikanl keinginan
untuk bertanya daripada niat untuk 'melakukan refleksi"' (hlm. 375). Meskipun istilah refleksi dan
refleksi perasaan masih berlaku, peringatan Rogers tentang bagaimana mereka seharusnya
dipahami dan digunakan, sangatlah penting.

BERBAGAI ALTERNATIF UNTUK HUMANISME

Alternatif Historis

Psikoterapi eksistensial adalah sebuah pendekatan terapi yang awalnya dikembangkan


oleh Rollo May, Victor Frankl dan Irvin Yalom. Psikoterapi ini berpusat pada premis bahwa
setiap orang pada dasarnya sendirian di dunia ini dan kesadaran tentang kenyataan ini dapat
membanjiri kita dengan kece_ masan. Kecemasan ini dapat memiliki sejumlah bentuk, dan
merupakan akar dari semua psikopatologi. Selain kesimpulan kesendirian yang tak terhindarkan
ini, teori eksistensial mengatakan bahwa hal-hal tak terelakkan lain dalam kehi_ dupan
manusia, khususnya kematian, memberikan kontribusi pada perasaan tak berarti yang kuat
pada banyak orang. Terapis eksistensial memberikan tekanan kuat pada kemampuan klien
untuk mengatasi ketidakberartiannya dengan menciptakan makna sendiri melalui keputusan
yang dibuatnya. Mereka terutama mendorong klien untuk membuat pilihan-pilihan yang jujur
untuk dirinya sendiri di masa sekarang dan di masa mendatang, dan bukan pilihan-pilihan yang
ditentukan oleh hubungan terbatas yang mereka miliki di masa lalu. Mereka berempati dengan
reaksi Idien terhadap fakta eksistensi yang tak terhindarkan, tetapi melalui tanyajawab dan
diskusi, mereka membantu klien untuk memegang kendali dan melekatkan signifikansi pada
hidupnya (Frankl, 1963; May, 1983; Schneider & Krug, 2010; Yalom, 1980).

Wawancara Motivasional

Wawancara Motivasional selama beberapa tahun terakhir, cabang-abang baru terapi


humanistik telah mun cui, di antara mereka banyak yang menekankan pendekatan yang lebih
singkat (Tudor, 2008). Contoh utamanya —sebuah terapi yang telah menghimpun bukti empiris
signifikan dan pengaruh yang luas di bidang ini— adalah wawancara motivasional (motivational
interviewillg, MI), yang dikembangkan oleh William Miller. Miller mendeskripsikan pendekatan
terapi MI-nya sebagai sebuah revisi dari penerapan prinsip-prinsip humanistik dasar (Hettema,
Steele & Miller, 2005; Miller & Rose, 2009). Ivfl awalnya dikembangkan untuk menangani
perilaku adiktif seperti penyalahgunaan narkoba, tetapi ia telah digunakan untukberbagai
macam masalah klien. MI terpusat pada menangani ambivalensi atau ketidakpastian klien
tentang membuat perubahan penting di dalam jalan hidupnya. Sementara banyak terapis
mungkin menyebut ambivalensi semacam itu sebagai resistensi, pengingkaran, atau kurang
motivasi, terapis MI mengakui bahwa itu adalah tantangan normalbagi siapa pun yang sedang
menghadapi keputusan sulit untuk melanjutkan gaya hidup tidak sehat yang sudah sangat
dikenalnya atau menjalani kehidupan yang lebih sehat tetapi tidak familier. Salah satu kunci
pendekatan MI adalah bahwa praktisinya tidak menekan klien untuk berubah, karena taktik
semacam itu bisa menjadi bumerang, yang berakibat klien menentang kemajuannya sendiri.
Sebaliknya, mereka membantu klien melihat ketidaksesuaian antara perilaku dan nilai-nilainya
sendiri (atau yang disebut inkongruensi oleh Rogers). Dengan begitu mereka memunculkan
motivasi dari dalam diri klien sendiri, dan bukan menanamkan dari yang sebelumnya tidak ada.
Ini memungkinkan klien untuk mengaktifkan nilai-nilai intrinsiknya sendiri sebagai inspirasi untuk
meng ubah perilakunya. Pendek kata, klinisiyang menggunakan MI membantu klien
memutuskan untukberubah demi dirinya sendiri

Prinsip-prinsip sentral MI mengungkapkan akar humanistiknya (Arkowitz & Westra, 2009; Miller
& Rollnick, 2002; Moyers, 1998):

 Mengekspresikan empati. Mengambil sudut pandang klien dan menghormati perasaan


mereka mengenai pengalaman-pengalaman mereka yang vital bagi
 Mengembangkan ketidaksesuaian. Terapis MI menyoroti bagaimana perilaku seorang
klien tidak konsisten dengan tujuan atau nilai-nilainya. Inimemperkuat motivasi-diri klien
untuk berubah dan menempatkan klien (bukan terapis) pada posisi beragumentasi untuk
cara hidup baru.
 Menghindari argumentasi. Terapis MI tidak mengonfrontasi klien secara Ian Sung,
bahkanjika klien terlibat dalam perilaku merusak diri sendiri. Mereka mengakui bahwa
klien harus memilih untuk berubah dan bukan karena dipaksa oleh seorang terapis.
 Bergulirdengan resistansi. Ketika klien mengekspresikan keraguan Untukber_ ubah,
terapis MI menerima dan merefleksikannya, bukan memeranginya. Mereka
menghormati bahwa klien memiliki perasaan campur-aduk tentang melakukan
perubahan. Sebagai contoh, klien secara simultan mungkin ingin berhenti minum,
padahal ia mengakui bahwa kebiasaan itu telah menjadi masalah besar dan sekaligus
percaya bahwa perilaku minumnya sebenamya masih terkendali atau bahwa
manfaatnya lebih besar daripada mudaratnya.
 Mengidentifikasi "pertahanan kata" dan "perubahan kata". Resistensi untuk berubah
sering kali dikomunikasikan oleh klien sebagai pertahanan kata. pertahanan kata
berbentuk pernyataan-pernyataan klien yang lebih condong ke arah meneruskan
perilaku bermasalah: "Saya sudah biasa makan makanan yang tidak sehat, begitu juga
seluruh keluarga saya. Saya bahkan tidak tahu apa makanan Iain yang harus dibeli di
toko atau dipesan di restoran". Perubahan kata, di Iain pihak, adalah pernyataan-
pernyataan klien yang lebih condong ke arah mengubah perilaku bermasalahnya: "Berat
badan dan kolesterol saya mulai tak terkendali. Bentuk badan saya sudah sangat tidak
ideal dan tidak sehat — saya benar-benar perlu makanan yang lebih sehat". Terapis MI
mengakui bahwa kedua suara ini ada di dalam diri klien. Mereka dengan penuh kasih
memahami konflik batin itu dan mengizinkan klien untuk mengupayakan resolusi bagi
dirinya sendiri. Penelitian yang menyelidiki kandungan-kandungan spesifik di dalam Ml
yang membuatnya sukses menunjuk pada perubahan kata, yang telah ditemukan
memprediksi perubahan perilaku positif (Miller & Rose, 2009).
 Mendukung efikasi-diri. Terapis MI berusaha mengomunikasikan kepada klien bahwa ia
memiliki daya untuk memperbaiki dirinya sendiri. Peran terapis bersifat fasilitatif; klienlah
yang memiliki sebagian besar kekuatan untuk berubah.
Banyak studi empiris telah dilakukan tentang efikasi MI, dengan hasil-hasil yang sangat
impresif. Meta-analisis terhadap studi hasil Ml menunjukkan bahwa Ml mendapatkan hasil-hasil
yang bermanfaat untuk masalah-masalah yang luar biasa beragam, termasuk gejala-gejala
psikologis maupun fisik. Ml ditemukan telah memperbaiki gangguan-gangguan terkait-
substansi, berjudi, merokok, upaya mengurangi berat badan, gangguan kecemasan, depresi,
kekerasaan terhadap pasangan intim, kadar kolesterol, dan tekanan darah — terutama dengan
menyulut perubahan dalam perilaku yang memperburuk atau memperbaiki masalah-masalah ini
(Arkowitz & Westra, 2009; Burke, Arkowitz & Menchola, 2003; Jensen dkk., 2011; Lundahl &
Burke, 2009; Miller & Rose, 2009; Musser & Murphy, 2009; Rubak dkk., 2005). Di samping itu,
MI juga dapat diintegrasikan menjadi bentuk-bentuk penanganan lain, yang memperluas
penggunaan potensialnya (Hettema dkk., 2005). Pada daftar penanganan berbasisbukti yang
cenderung didominasi oleh terapi perilaku dan terapi kognitif, MI jelas merupakan titik terang
bagi terapi humanistik.

Intervensi Positif dan Konseling Berbasis-Kekuatan

Di dalam gerakan psikologi positif, yang muncul pada 1990-an di bawah pimpinan Martin
Seligman, yang telah berekspansi dengan cepat pada 2000-an, terdapat tumbang tindih dengan
beberapa landasan fundamental humanisme. Psikologi positif adalah sebuah pendekatan
berbasis-luas yang lebih menekankan kekuatan manusia daripada patologi, dan menumbuhkan
kebahagiaan di samping mengurangi gejala-gejala di dalam psikoterapi (Duckworth, Steen &
Seligman, 2005; Seligman, 2011). Pendekatan ini mengakui potensi bawaan individu untuk
mengembangkan dan mempertahankan atribut positif yang didasarka.n pada aset-aset seperti
harapan, kearifan, kreativitas, keberanian, kemandirian, optimisme, tanggung jawab dan
pertumbuhan. Di samping itu, pendekatan ini mengatakan bahwa memperkuat kekuatan-
kekuatan ini sering kali merupakan cara yang diabaikan untuk mencegah masalah-masalah
psikologis seperti depresi dan kecemasan atau memperbaiki kehidupan orang-orang yang
sudah mengalaminya (Seligman, 2003; Seligman & Csikszentmihalyi, 2000; Seligman &
Peterson, 2003). Meskipun psikologi positif tidak mengklaim derivasi secara eksplisit dari
humanisme, psikologi positif dan humanisme memiliki pandangan dasar yang sama bahwa
manusia memiliki kekuatan dan kemampuan bawaan yang membimbing mereka sepanjang
hayat dan menyangga mereka dari ketidakbahagiaan, dan pandangan tentang komitmen
terhadap pekerjaan klinis yang berkorespondensi dengannya, yang dirancang untuk
memperkuat kekuatan dan kemampuan tersebut. (Tautan Web 13.4 Pusat Psik010M Positif.)
Berbeda dengan para praktisi kebanyakan bentuk psikoterapi terkini lain yang fokus secara
lebih eksklusif pada sebuah model berbasis-penyakit, terapis_ terapis yang dipengaruhi oleh
psikologi positif menjalankan peran terapeuük yang "menyembuhkan yang lemah dan
memelihara yang kuat" (Seligman & Peterson, 2003, hlm. 313; lihat juga Rashid, 2009; Snyder,
Lopez & Pedrotå 2011). Penekanan yang disebutkan terakhir —memelihara faktor yang kuat
Pada klien— merupakan gema kontemporer dari teori asli Rogers. Secara khusus, Ro_ gers
menangkap esensi pertumbuhan sehat yang melekat pada kecenderungan aktualisasi-diri, yang
merupakan inti pendekatan humanistik (Joseph & pat_ terson, 2008).

Terapi-terapi yang diderivasi dari psikologi positif memiliki beragam nama, tetapi mereka
paling sering diberi label intervensi positifatau konseling berbasis_ kekuatan. Seperti dirangkum
oleh Seligman (2011), terapi-terapi ini kurang menekankan pengurangan gejala berbasis-
diagnosis dan lebih menekankan pada peningkatan kesejahteraan klien secara keseluruhan,
khususnya aspek-aspek seperti emosi positif klien, keterlibatan dengan kehidupan, hubungan,
makna dan prestasi. Banyak pakar lain telah menyampaikan usulan-usulan serupa untuk
memasukkan pemahaman yang lebih holistik atau komprehensif tentang klien yang
memasukkan kekuatan maupun kelemahan.

Alternatif Kontemporer Lain

Adaptasi modern Iain dari humanisme telah dikembangkan Oleh Arthur Bohart dan
Karen Tallman. Judul buku yang mendeskripsikan pendekatan mereka — Flow Clients Make
Therapy Work: The Process o/Active Self-Healing— mengilustrasikan penekanannya (Bohart &
Tallman, 1999). Bohart dan Tallman berpendapat bahwa terapi paling efektifjika terapis
mengakui bahwa klien adalah kreatif, menjadi aktif, mampu menghasilkan solusinya sendiri
untuk berbagai masalah pribadi jika diberikan iklim belajar yang baik. Bagi kami, terapi adalah
proses mencoba menciptakan sebuah iklim yang lebih baik untuk mengatasi masalah daripada
mencoba memperbaiki individunya.

Jadi, peran terapis bukan sebagai seorang teknisi melainkan seorang kolaborator
dengan klien yang pandangan dan pendapatnya dihormati. Bohart dan Tallman secara eksplisit
berniat untuk menawarkan sebuah terapi modern yang bertentangan dengan gerakan saat ini
ke arah pendekatan terapi terfokus-gejala, terapi dengan panduan dan terapi dengan dominasi-
teknik. Mereka percaya bahwa pendekatan-pendekatan semacam itu menempatkan klien pada
peran pasif dan meremehkan kemampuannya sendiri untuk memperbaiki hidupnya.

Bohart dan Tallman percaya bahwa terapis seharusnya memobilisasi klien untuk menolong
dirinya sendiri, bukan secara paternalistik mengasumsikan bahwa mereka tidak mampu dan
menerapkan teknik-teknik yang diasumsikan pada mereka.

SEBERAPA BAIKKAH HASILNYA?

Terlepas dari berbagai tantangan empiris yang melekat pada psikoterapi humanistik
bagaimana cara mendefinisikan dan mengukur aktualisasi diri dan bagaimana cara
mentranslasikan sikap humanistik ke dalam perilaku terapis yang dirumuskan dengan baik Carl
Rogers adalah salah seorang pionir penelitian hasil psikoterapi. Pendekatannya mungkin tidak
mendasarkan diri pada tes-tes empiris sebanyak pendekatan terapi lain (misalnya
behaviorisme); bagaimanapun juga, Rogers sering berusaha menyuguhkan ide-idenya sebagai
hipotesis yang dapat diuji dan memasukkan banyak ide untuk studi empiris ke dalam tulisan
teoretisnya.

Beberapa upaya empiris terkini ke arah menentukan seberapa baik terapi humanistik
bekerja fokus pada unsur-unsur spesifiknya yaitu, empati, perhatian positif dan ketulusan. Hasil
studi-studi ini berulang kali menemukan bahwa masing-masing unsur ini memainkan peran
penting di dalam keberhasilan terapi bukan hanya untuk terapi humanistik tetapi untuk jenis
terapi apa pun. Dengan kata lain, sejauh mana adanya empati, perhatian positif dan ketulusan,
khususnya dari sudut pandang klien, berkorelasi secara signifikan dengan kesuksesan
hubungan terapeutik dan, pada akhirnya, dengan keberhasilan terapi itu sendiri terlepas dari
apakah terapis yang bersangkutan melakukan upaya yang disengaja untuk memasukkan atau
menekankan ketiga unsur ini. Jadi, bahkan jika seorang terapis tidak mengidentifikasikan
dirinya sebagai seorang humanis, adalah bijaksana jika ia mempertimbangkan empati,
perhatian positif dan ketulusan unsur-unsur yang senantiasa dianggap esensial oleh Rogers
sebagai komponen terapi yang didukung secara empiris, bersama teknik apa pun yang
dipilihnya untuk dimasukkan.

DAFTAR PUSTAKA

M.Pomerantz, Andrew, 2014. Psikologi Klinis Ilmu Pengetahuan Praktik dan Budaya, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai