P
NIM: G0017137
Skenario 4, Blok 6.1 Obsgyn and Urology Disease
I. LO
II. Pembahasan
BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel
epitel berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon
seks dan respon sitokin. Di dalam prostat, testosteron diubah menjadi
dihidrotestosteron (DHT), DHT merupakan androgen dianggap sebagai
mediator utama munculnya BPH ini. Pada penderita ini hormon DHT
sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin berpengaruh pada
pembesaran prostat dengan memicu respon inflamasi dengan menginduksi
epitel. Prostat membesar karena hyperplasia sehingga terjadi penyempitan
uretra yang mengakibatkan aliran urin melemah dan gejala obstruktif yaitu
: hiperaktif kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah.
Penyebab BPH masih belum jelas, namun mekanisme
patofisiologinya diduga kuat terkait aktivitas hormon Dihidrotestosteron
(DHT).
1. Batu kalsium
2. Batu non-kalsium (struvit, asam urat, Cystine, Xantine,
Indinavir).
d. Batu infeksi
e. Batu lainnya
a. Persiapan alat
1. Sterile
- Kateter yang akan dipasang sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan satu
( 1 ) buah disiapkan dalam bak steril.
- Pinset anatomis 1 buah.
- Sarung tangan 1 pasang.
- Spuit 10-20 cc 1 buah.
- Kain kassa 2 lembar.
- Kapas sublimate dalam tempatnya.
- Air / aquabidest NaCl 0,9 % secukupnya.
- Xylocain jelly 2 % atau sejenisnya
- Slang dan kantong untuk menampung urine.
2. Tidak Steril
- Bengkok 1 buah.
- Alas bokong 1 buah
- Lampu sorot bila perlu
- sampiran tangan 1 pasang
- Selimut mandi / kain penutup
- Botol kecil steril untuk bahan pemeriksaan steril.
b. Persiapan klien
Terutama untuk tindakan kateterisasi urine klien harus diberi
penjelasan secara adekuat tentang prosedur dan tujuan pemasangan kateter
urine. Posisi yang biasa dilakukan adalah dorsal recumbent,berbaring di
tempat tidur / diatas meja perawatan khususnya bagi wanita kurang
memberikan fasa nyaman karena panggul tidak ditopang sehingga untuk
melihat meatus urethra menjadi sangat sulit. Posisi sims / lateral dapat
dipergunakan sebagai posisi berbaring / miring sama baiknya tergantung
posisi mana yang dapat memberikan praaan nyaman bagi klien dan perawat
saat melakukan tindakan kateterisasi urine.
c. Persiapan perawat
1. Mencuci tangan meliputi :
Melepaskan semua benda yang ada di tangan
Menggunakan sabun
Lama mencuci tangan 30 menit
Membilas dengan air bersih
Mengeringkan dengan handuk / lap kering
Dilakukan selama dan sesudah melakukan tindakan kateterisasi
urine
2. Memakai sarung tangan
3. Menjelaskan prosedur tindakan kepada klien.
d. Pelaksanaan
a) Pasang sampiran dan pintu ditutup
b) Perlak dan alasnya dipsang dibawah gluteus
c) Letakan 2 bengkok diantara kedua tungkai klien
d) Cuci tangan
e) Pada klien pria :
Klien berbaring, perawat berada di sebelah klien, meatus uretra
dan glandula penis disinfeksi dengan cairan antiseptic, pasang doek
bolong dan perawat memakai handscone steril, selang kateter diberi
jelly secukupnya pada pemukaan yang akan dimasukan pada uretra,
penis ditegakkan lurus keatas dan tanpa ukuran kateter urine
dimasukan perlahan kedalam buli-buli, anjurkan klien untuk menarik
nafas panjang.
f) Urine yang keluar ditampung dalam urine bag.
g) Isi balon kateter urine dengan aquabidest / nacl 0,9% = 10 cc sesuai
dengan petunjuk yang tertera pada pembungkus kateter urine.
h) Fiksasi kateter urine di daerah pangkal paha
i) Letakan urine bag lebih rendah daripada kandung kemih atau gantung
urine bag di bed.
j) Disinfeksi sambungan urine bag dengan kateter urine.
k) Rapihkan klien,bersihkan alat,
l) Cuci tangan
m) Memberikan penjelasan kembali tentang prosedur tindakan pada klien.
B. Pemeriksaan BNO
BNO merupakan satu istilah medis dari bahasa Belanda yang
merupakan kependekan dari Blass Nier Overzicht (Blass = Kandung
Kemih, Nier = Ginjal, Overzicht = Penelitian). Dalam bahasa Inggris, BNO
disebut juga KUB (Kidney Ureter Blass). Jadi, pengertian BNO adalah
suatu pemeriksaan didaerah abdomen / pelvis untuk mengetahui kelainan-
kelainan pada daerah tersebut khususnya pada sistem urinaria.
i. Kegunaan BNO
a. Mendeteksi penyakit pada sistem urinaria, misalnya
batu ginjal (pada foto rontgen, batu ginjal akan terlihat
opaque (putih)).
b. Sebagai plain photo (foto pendahuluan) pada rangkaian
pemeriksaan BNO IVP.
Peralatan Steril :
1. Spuit 1cc (untuk skin test)
2. Spuit 3 cc (untuk persiapan obat emergency)
3. Spuit 50 cc (untuk bahan kontras)
4. Wing needle
5. Jarum no 18
6. Kapas alkohol
Peralatan unsteril :
1. Kontras media (contoh : iopamiro, ultravist)
2. Stuwing (pembendung vena)
3. Gunting
4. Plester
5. Obat-obatan emergency (contoh : dhypenhydramine)
Daftar Pustaka
Gratzke, C., Bachmann, A., Descazeaud, A., Drake, M. J., Madersbacher, S., Mamoulakis,
C., Oelke, M., Tikkinen, K. A. O., & Gravas, S. (2015). EAU guidelines on the
assessment of non-neurogenic male lower urinary tract symptoms including benign
prostatic obstruction. In European Urology.
https://doi.org/10.1016/j.eururo.2014.12.038
McVary, K. T., Roehrborn, C. G., Avins, A. L., Barry, M. J., Bruskewitz, R. C., Donnell, R.
F., Foster, H. E., Gonzalez, C. M., Kaplan, S. A., Penson, D. F., Ulchaker, J. C., & Wei,
J. T. (2011). Update on AUA guideline on the management of benign prostatic
hyperplasia. Journal of Urology. https://doi.org/10.1016/j.juro.2011.01.074
Turk, Knoll, Petrik, Sarica, Skolarikos, Straub, S., Turk, C., Petrik, A., Sarica, K., Seitz, C.,
Skolarikos, A., Straub, M., Knoll, T., & Türk, C. (2018). EAU Guidelines on
Urolithiasis. European Association of Urology. https://doi.org/10.1002/wrcr.20090
ACC