Anda di halaman 1dari 43

1

LEMBAR PENGESAHAN NASKAH PROPOSAL

Judul : Eksplorasi Bakteri Termofilik Penghasil Enzim Amilase


dari Sumber Air Panas Aek Rangat Pangururan
Samosir

Nama : Natasya Irene Yopanca Sihotang

NIM : 4163210015

Program Studi : Kimia

Jurusan : Kimia

Medan, November 2019

Disetujui oleh,

Pembimbing , Ketua Prodi,

(Dr. Saronom Silaban, S.Pd, M.Pd) (Dr. Destria Roza, S.Si, M.Si)

NIP. 198011132008121003 NIP. 197112171997022001

Mengetahui:
Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Medan

(Dr. Ayi Darmana, M. Si )

NIP. 196608071990101001
i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN NASKAH PROPOSAL.....................................................i


DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.........................................................................................................v
BAB I.............................................................................................................................6
PENDAHULUAN.........................................................................................................6
1.1 Latar Belakang................................................................................................6
1.2 Identifikasi Masalah........................................................................................8
1.3 Batasan masalah..............................................................................................8
1.4 Rumusan Masalah...........................................................................................9
1.6 Manfaat Penelitian...............................................................................................9
BAB II.........................................................................................................................10
TINJAUAN TEORITIS...............................................................................................10
2.1 Bakteri Termofilik........................................................................................10
2.2 Amilum.........................................................................................................12
2.3 Enzim............................................................................................................15
2.4 Enzim Amilase..............................................................................................16
2.5 Mikroba Penghasil Enzim Amylase..............................................................19
2.6 Amilase Dari Mikroba Termofil...................................................................20
2.7 Sumber Air Panas Aek Rangat Pangururan..................................................23
BAB III........................................................................................................................25
METODE PENELITIAN............................................................................................25
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................25
3.2 Alat dan Bahan..............................................................................................25
3.3 Prosedur penelitian........................................................................................25
3.3.1 Pengambilan Sampel.............................................................................25

ii
iii

3.3.2 Sterilisasi alat.........................................................................................26


3.3.3 Pembuatan Medium Nutrient Agar (NA)..............................................26
3.3.4 Pembuatan Medium Agar Selektif Bakteri Amilolitik..........................26
3.3.5 Pembuatan Medium Pati 1%.................................................................27
3.3.6 Isolasi Bakteri........................................................................................27
3.3.7 Pengujian Aktivitas Amilase.................................................................27
3.3.8 Pengamatan Mikroskopik Dengan Pewarnaan Gram............................28
3.3.9 Uji Katalase...........................................................................................28
3.3.10 Pewarnaan Endospora............................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................36
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur kimia amilosa dan amilopektin 15


2. Jenis reaksi hidrolisis yang dikatalisi oleh enzim amylase 20-21

iv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman

1. Penggunaan amilum di bidang industri 15


2. Enzim hidrolitik yang berasal dari mikroorganisme 24
dan aplikasinya pada bidang industri

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Enzim memegang peranan penting dalam dunia industri seperti industri


tekstil, detergen, bahan pangan dan minuman, bahan kimia, obat obatan dan
industri kulit (Muchtadi et al., 1992). Salah satu jenis enzim yang banyak
dihasilkan oleh mikroorganisma adalah enzim amilase. Enzim amilase memiliki
distribusi yang sangat luas dan merupakan salah satu jenis enzim yang paling
banyak dipelajari baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Enzim ini memiliki
aplikasi untuk skala yang sangat luas mulai dari industri tekstil sampai ke
pengujian-pengujian yang sangat luas (Aiyer, 2005). Kebutuhan amilase di dunia
sangat tinggi, pada tahun 2004 saja mencapai penjualan sekitar US $2 milyar,
sedangkan amilase yang digunakan untuk industri makanan dan minuman pada
tahun 2004 bernilai sekitar US $11

Saat ini amilase yang bersumber dari mikroorganisma termofil dan


hipertermofil lebih banyak digunakan dalam bidang industri, terutama industri
yang menggunakan suhu tinggi dalam prosesnya. Hal ini terjadi karena enzim
yang berasal dari mikroorganisma tersebut memiliki termostabilitas dan aktivitas
yang tetap optimal pada suhu yang tinggi (Vieille & Zeikus, 2001). Enzim
termofil memiliki tingkat kontaminasi yang rendah, kecepatan reaksi lebih baik,
dan stabil pada temperatur tinggi (Edward, 1990). Proses-proses biologis ketika
dioperasikan dengan suhu diatas 60 ºC akan mengurangi resiko kontaminan oleh
organisme lain (Adams and Kelly, 1998). Mikrobia termofil mampu
menghasilkan enzim termofil sehingga reaksi enzimatis dapat berjalan lebih
cepat, mempercepat difusi, daya larut bahan semakin besar, memperkecil
viskositas dan tegangan permukaan media (Hartiko, 1992). Kebanyakan mikrobia

6
7

mengalami penurunan efektivitas kerja setelah fermentasinya menghasilkan


panas, tapi hal ini tidak terjadi pada mikroba termofil (Edward, 1990).

Banyak industri yang melibatkan bantuan enzim amilase terutama amilase


termostabil dalam proses reaksi-reaksi kimianya. Penggunaan enzim amilase
dalam industri sangat luas mulai dari industri pembuatan roti, sirup, pemanis,
campuran oligosakarida, dekstrin, industri textil, pembuatan ethanol, industri
detergen, industri obat dan suplemen enzim (Palmer, 1985). Oleh karena itu,
enzim ini menyumbang sekitar 30% dari produksi enzim dunia (Al-zazaee. et al.,
2011).

Salah satu karakter paling menarik dari bakteri termofilik adalah


kemampuannya dalam memproduksi enzim yang mampu mengkatalis reaksi pada
suhu lebih tinggi dibandingkan organisme mesofilik (Demirjian et al., 2001).
Menurut Brock (1978) bakteri termofilik penghasil enzim amilase dapat diisolasi
dari berbagai tempat seperti sumber-sumber geotermal, daerah vulkanik, air panas
di darat maupun air panas di laut dalam dan juga dari proses pembuatan kompos.
Bakteri termofilik mampu hidup secara optimal di atas suhu 45oC, dengan struktur
protein penyusun enzim yang tetap stabil atau tidak terdenaturasi oleh panas. Pada
lingkungan yang ekstrim baktesri termofilik dapat menghasilkan enzim dengan
sifat tahan terhadap suhu tinggi, yang dikenal sebagai enzim termofilik (Agustien,
2010).

Belerang sebagai salah satu senyawa anorganik yang dimanfaatkan oleh


bakteri termofilik. Bakteri akan memanfaatkan senyawa anorganik seperti: H2O,
H2, atau H2S sebagai donor elektron untuk mereduksi CO 2 menjadi komponen
karbon untuk sumber energy. Bakteri termofil penghasil enzim amilase dapat
diisolasi dari berbagai tempat seperti sumber-sumber geotermal, daerah
vulkanoik, pemandian mata air panas di darat maupun mata air panas di laut
8

dalam dan juga dari proses pembuatan kompos (Brock, 1978). Bakteri termofil
mampu hidup secara optimal di atas suhu 45oC, dengan struktur protein penyusun
enzim yang tetap stabil atau tidak terdenaturasi oleh panas. Mikroorganisma ini
sendiri tidak hanya bersifat toleran terhadap suhu lingkungannya yang bersifat
ekstrim tetapi juga mampu untuk bertahan hidup dan berkembangbiak pada
kondisi suhu yang ekstrim tersebut (Brock, 1986).

1.2 Identifikasi Masalah

Proses-proses kimia dalam bidang industri banyak yang berlangsung pada


suhu yang relatif tinggi di atas 40oC. Agar proses reaksi berlangsung cepat
dibutuhkan bantuan enzim, namun enzim yang digunakan harus bersifat stabil
pada suhu yang tinggi tersebut. Banyak industri yang melibatkan bantuan enzim
amilase terutama amilase termostabil dalam proses reaksi-reaksi kimianya, karena
itu perlu dicari dan diteliti sumber-sumber di muka bumi yang dapat
menghasilkan enzim amilase termostabil tersebut.
Indonesia juga sebagai salah satu wilayah yang memiliki aktivitas vulkanoik
dan sumber geotermal yang banyak, memiliki kesempatan untuk menghasilkan
sumber-sumber mikroorganisma yang dapat memproduksi enzim amilase
termostabil tersebut. Salah satu sumber geotermal itu adalah mata air panas yang
cukup banyak tersebar di Indonesia termasuk di Sumatera Utara. Di Sumatera
Utara sendiri terdapat sumber mata air panas yang banyak jumlahnya, salah
satunya adalah sumber mata air panas Aek Rangat Pangururan yang ada di
Kabupaten Samosir. Belum ada yang melaporkan penelitian mikroorganisme
termofilik dari sumber air panas Aek Rangat Pangururan. Untuk itu diharapkan
dari sumber mata air panas tersebut dapat ditemukan mikroorganisme termofil
terutama bakteri penghasil enzim amilase yang tetap memiliki aktivitas pada suhu
tinggi.
9

1.3 Batasan masalah

1. Sampel diambil dari sumber air panas aek rangat pangururan


2. Pengujian mikroskopis meliputi uji pewarnaan gram, uji katalase dan uji
pewarnaan endospora
3. Uji aktivitas yang diukur merupakan uji secara kualitatif

1.4 Rumusan Masalah

1. Apakah sumber air panas Aek Rangat pangururan mengandung bakteri


termofilik? Berapa banyak isolate yang didapatkan?
2. Bagaimana karakter isolat bakteri termofilik yang diperoleh dari sumber air
panas Aek Rangat Pangururan?
3. Bagaimana aktivitas enzim amilase kasar yang berasal dari sumber air panas
Aek Rangat Pangururan?

1.5 Tujuan
1. Untuk memperoleh isolate bakteri termofil amilolitik yang dapat
menghasilkan enzim amylase
2. Untuk mengetahui karakter isolate bakteri yang mampu menghasilkan enzim
amylase dari sumber air panas Aek Rangat Pangururan
3. Untuk mengetahui aktivitas enzim amylase kasar yang berasal dari sumber air
panas Aek Rangat Pangururan

1.6 Manfaat Penelitian

1. Untuk mendapatkan isolat bakteri termofil penghasil enzim amilase yang


hidup di sumber air panas Aek Rangat Pangurura dan data karakternya.
10

2. Untuk mengetahui berapa besar potensi aktivitas enzim amilase kasar yang
dihasilkan oleh isolat bakteri termofil Aek Rangat tersebut.
3. Sebagai sumber informasi untuk penelitian lebih lanjut terhadap usaha
ekplorasi enzim amilase termofil
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Bakteri Termofilik

Salah satu jenis mikroorganisme yang banyak dieksplorasi adalah


mikroorganisme termofilik yang hidup di daerah sekitar gunung berapi dan
sumber air panas. Mikroorganisme yang dapat hidup pada suhu termofilik
hanyalah prokariot dari kelompok Arkaea dan Bakteri (Madigan dan Marrs,1997).

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan mikroba.


Beberapa mikroba dapat tumbuh pada kisaran suhu yang luas. Berkait dengan
suhu pertumbuhan dikenal suhu minimum, optimum dan maksimum. Suhu
minimum adalah suhu yang paling rendah dimana kegiatan mikroba masih
berlangsung. Suhu optimum adalah suhu yang paling baik untuk kehidupan jasad.
Sedangkan suhu maksimum adalah suhu tertinggi yang masih dapat
menumbuhkan mikroba tetapi pada tingkat kegiatan fisiologis yang paling rendah
(Hidayat, 2006).

Berdasarkan suhu optimum pertumbuhan, mikroorganisme secara umum


dibedakan atas mikroorganisme psikrofil, mesofil, termofil, dan hipertermofil.
Bakteri psikrofil hidup pada kisaran suhu 0-20 oC, bakteri mesofil dapat tumbuh
pada suhu 20-45oC dan bakteri termofil tumbuh pada suhu 45-65oC. Bakteri
hipertermofil hidup pada suhu di atas 90oC dan maksimal pada suhu 100oC,
namun pada beberapa bakteri dapat hidup pada suhu 80-113oC (Prescott, 2005).

Indonesia sebagai negara tropis mempunyai banyak daerah dengan


aktivitas geoternal, seperti daerah pegunungan berapi, sumber air panas dan
cadangan minyak bumi dan batubara. Beberapa kondisi lingkungan yang berbeda
dalam setiap lokasi memungkinkan adanya heterogenitas bakteri termofil yang

11
12

tinggi (Indrajaya dkk.,2003). Bakteri termofil menghasilkan enzim termostabil


yang sangat penting dalam proses industri dan bioteknologi, seperti dalam teknik-
teknik biologi molekuler untuk kegunaan penelitian dan diagnostik (enzim yang
memproses DNA dan RNA) dan kemampuan enzim untuk mengubah tepung,
makanan, pengelolaan sampah, pembuatan kertas dan sintesis zat-zat
organik(Vielle dan Zeikus dalam Sutiamiharja, 2008).

Bakteri termofilik pertama kali diisolasi pada tahun 1879 oleh Miquel,
yang mampu berkembang biak pada suhu 72oC. Bakteri termofilik juga berhasil
diisolasi dari kawah air panas dan sedimen lautan geotermal (Edwards, 1990).
Spesies termofilik umumnya banyak ditemukan pada lingkungan yang ekstrim,
misalnya daerah vulkanik dan sumber air panas. Bakteri ini umumnya berasal dari
genus Beggiatoa, Thermochromatium, Acidithiobacillus, Thermithiobacillus,
Thermomonas, Methylococcus, Pyrococcus dan Alterococcus (Labeda, 1990).

Mikroorganisme termofil telah berhasil diisolasi dari berbagai sumber air


panas di Indonesia. Karina (2010), telah berhasil mengisolasi dan
mengidentifikasi bakteri Pseudomonas sp. dan Vibrio sp. dari sumber air panas
Songgoriti. Helin (2010), berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri
termofilik dari sumber air Gedong Songo dengan metode analisis gen 16S rRNA,
hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesamaan yang ditunjukkan oleh
bakteri Geobacillus thermoleovourans yang dapat tumbuh pada kisaran suhu
antara 65oC sampai 75oC. Brock (1978), menemukan bakteri Thermus aquaticus,
suatu bakteri yang mampu tumbuh di atas suhu 70oC. Bakteri ini menghasilkan
enzim termostabil. Bacillus umumnya merupakan mikroorganisme yang dominan
dalam suatu lingkungan. Pada lingkungan yang kurang cocok, bakteri ini
membentuk endospora, sementara bakteri lain yang tidak memiliki endospora
menuntut kondisi yang spesifik untuk dapat bertahan hidup (Sutiamiharja, 2008).
13

Menurut Brock (1986), terdapat tiga faktor yang menyebabkan bakteri


termofilik mampu bertahan hidup dan berkembang biak pada suhu tinggi, yaitu
kandungan enzim dan protein yang lebih stabil dan tahan terhadap panas, molekul
pensintesis protein yang stabil terhadap panas, dan membran lipid sel termofil
mengandung banyak asam lemak jenuh yang membentuk ikatan hidrofobik yang
sangat kuat. Bakteri termofilik, contohnya Thermus aquaticus memiliki membran
termostabil yang akan memproduksi lemak yang memiliki titik cair yang lebih
tinggi ketika temperatur lingkungan naik. Bakteri termofilik mampu mensintesis
molekul stabil, seperti enzim yang mampu mengkatalisis reaksi-reaksi biokimia
pada suhu tinggi dan lebih stabil dibandingkan enzim yang dihasilkan bakteri
mesofilik.

Keanekaragaman bakteri termofilik memberikan gambaran potensi yang


dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Pada saat ini bakteri termofilik
dipelajari dan diteliti secara intensif karena alasan pengembangan penelitian dasar
dan aplikasi bioteknologi. Bakteri termofilik berpotensi sebagai sumber-sumber
enzim khas yang dapat digunakan pada proses pengolahan limbah maupun
pelapukan mineral (Brock,1986). Enzim-enzim tersebut mampu bertahan dan
aktif pada temperatur yang tinggi.Sifat seperti ini sangat dibutuhkan oleh industri-
industri berbasis enzim. Penggunaan enzim yang mampu bertahan pada suhu
tinggi dalam bidang bioteknologi dapat menurunkan biaya operasionaldan
meningkatkan kecepatan reaksi (Aguilar dkk.,1998).

2.2 Amilum

Amilum adalah polimer karbohidrat dengan rumus molekul


(C6H10O5)n. Karbohidrat golongan polisakarida ini banyak terdapat di alam,
terutama pada sebagian besar tumbuhan. Amilum dalam bahasa sehari-hari
disebut juga pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian. Amilum
merupakan kelompok terbesar karbohidrat cadangan yang dimiliki oleh
14

tumbuhan sesudah selulosa (Liu, 2005). Butir-butir pati apabila diamati


dengan mikroskop ternyata berbeda-beda bentuknya dan ukurannya
tergantung dari tumbuhan apa pati tersebut diperoleh (Poedjiadi, 1994).

Amilum disusun oleh dua kelompok polisakarida yaitu amilosa


(Gambar 1.1), kira kira 20–28% dan amilopektin sebagai sisanya (Poedjiadi,
1994). Baik amilosa maupun amilopektin memiliki monomer yang sama yaitu
molekul glukopiranosa. Amilosa terdiri dari 100-10000 unit α-D-
glukopiranosa per molekulnya, yang tiap unitnya berikatan lewat ikatan α-1,4
glikosida (Liu, 2005). Tiap rantai polimer molekulnya memiliki satu ujung
gula tereduksi dan satu ujungnya lagi gula non reduksi sehingga molekul
amilosa merupakan rantai terbuka (Poedjiadi, 1994).

Amilosa merupakan bagian terdepan dari rantai amilum, bersifat larut


dalam air yang dipanaskan dan dapat membentuk endapan dalam air, yang
sifatnya tidak dapat balik (Aiyer, 2005). Amilopektin merupakan rantai
molekul polisakarida yang memiliki banyak percabangan. Molekul D-
glukopiranosa yang menjadi unit monomernya yang berikatan lewat ikatan α-
1,4 glikosida seperti pada amilosa yang membentuk rantai lurus dan ikatan α-
1,6 glikosida yang membentuk percabangan pada rantai amilopektin tersebut
(Murray et al., 2003). Molekul amilopektin lebih besar dari molekul amilosa
dengan berat moleklunya berkisar antara 106–109 g permolnya (Liu, 2005).
Molekul amilosa merupakan molekul yang larut dalam air dan memberikan
warna biru apabila tercampur dengan larutan iodin, sedang amilopektin
merupakan molekul yang tidak larut dalam air dan akan kelihatan berwarna
merah bila terkena iodin (Sale, 1961).

Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin, tetapi apabila suspensi
dalam air dipanaskan terbentuk suatu larutan koloid yang kental. Bila pati
15

dipanaskan dan didilusi dengan asam, pati akan terhidrolisis menjadi dekstrin,
maltosa dan Dglukosa (Sale, 1961). Semua hasil hidrolisis ini memiliki sifat
yang larut dalam air. Hidrolisis dari pati juga dapat terjadi dengan bantuan
enzim amilase yang akan mengubah amilum menjadi maltosa dalam bentuk β-
maltosa (Poedjiadi, 1994)

Gambar 2.1 Struktur kimia dari (a) Amilosa, (b) Amilopektin (Murray et al., 2003)
16

Dalam kehidupan manusia amilum berperan sebagai sumber makanan


penghasil energi utama dari golongan karbohidrat, disamping itu amilum juga
dapat berperan sebagai bahan aditif pada proses pengolahan makanan,
misalnya sebagai penstabil dalam proses pembuatan puding. Amilum juga
berperan dalam pembuatan sirup dan pemanis buatan seperti sakarin. Dalam
bidang non makanan, amilum digunakan untuk bahan baku dalam proses
pembuatan kertas, pakaian dari katun, industri cat, maupun untuk produksi
hidrogen. Tabel 1. di bawah ini menunjukkan peran amilum di berbagai
bidang.

Table 2.1 penggunaan amilum di bidang ndustry (Liu, 2005)


Jenis industry Penggunaan amilum/amilum termodifikasi
Makanan Pengental, pelapis makanan, film makanan
Bahan perekat Pembuat lem
Kertas dan papan Kertas penjilid, pembungkus, pengepak
Tekstil Dalam proses sizing, finishing, dan printing
Farmasi Kapsul obat, bahan pelarut oral
Pengobaran minyak Modifikasi pengental
Detergen Surfaktan, bahan pensuspensi, bahan pemutih,
activator pemutih
Kimia pertanian Pembungkus biji, pembungkus pestisida,
benang pintal
Plastik Pembungkus makanan, filler
Kosmetik Bedak dan talk
Purifikasi Flokulan
Bidang medis Scaffold, plasma eksterdem, produk absorben
untuk sanitasi

2.3 Enzim

Enzim merupakan protein khusus yang dapat bergabung dengan suatu


substrat spesifik untuk mengkatalisasi reaksi biokimia dari substrat tersebut
(Maier et al.,2000). Dalam reaksi tersebut enzim mengubah senyawa yang disebut
substrat menjadi bentuk suatu senyawa baru yang disebut produk. Enzim
memiliki substrat spesifik dan reaksi kimia yang spesifik untuk dikatalisnya
17

(Palmer, 1985). Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu, pH dari lingkungan


tempat enzim bekerja, konsentrasi substrat, aktivator dan inhibitor enzim.

Suhu bepengaruh besar terhadap aktivitas enzim. Semua enzim bekerja


dalam rentang suhu tertentu pada tiap jenis organisma. Peningkatan suhu
eksternal secara umum akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia enzim, tetapi
kenaikan suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya denaturasi enzim
yaitu kerusakan struktur protein enzim, terutama kerusakan pada ikatan ion dan
ikatan hidrogennya. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kecepatan reaksi
yang dikatalis oleh enzim tersebut. Denaturasi enzim di atas suhu optimum akan
menyebabkan terjadinya kematian pada sel organisma, tetapi beberapa organisma
mampu bertahan hidup dan tetap aktif pada suhu yang sangat tinggi, dimana
organisma lain sudah tidak mampu lagi hidup seperti bakteri dan alga yang
ditemukan pada sumber-sumber air panas di taman Nasional Yellow Stone
Amerika, suhu optimum untuk hidupnya sebesar 70oC (Brock & Brock, 1978).

Selain suhu aktivitas enzim dipengaruhi oleh pH lingkungan tempat enzim


tersebut bekerja. Banyak enzim yang sensitif terhadap perubahan pH dan setiap
enzim memiliki pH optimum untuk aktivitasnya. Perubahan pH dapat
menyebabkan berhentinya aktivitas enzim akibat proses denaturasi pada struktur
tiga dimensi enzim (Palmer, 1985). Umumnya enzim bekerja optimum pada
rentang pH 6-8, tetapi beberapa jenis organisma dapat hidup pada pH yang lebih
rendah yang dikenal dengan istilah asidofil ataupun pada pH yang lebih tinggi
yang dikenal dengan istilah alkalifil.

Aktivitas enzim di lingkungan juga terjadi pada berbagai sumber


mikroorganisma seperti bakteri, jamur dan aktinomisetes. Mikroorganisma ini
menghasilkan enzim intraseluler dan enzim ekstraseluler. Enzim intraseluler
merupakan enzim yang langsung digunakan di dalam sel, dan sering ditemukan
18

pada bagian membran dari sebuah organel sel. Enzim ekstraseluler merupakan
enzim yang dilepas dari sel ke lingkungan untuk menghidrolisis molekul polimer
di lingkungan, seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, ataupun juga untuk
memfasilitasi pengambilan suatu zat dari lingkungan bagi kebutuhan
metabolismanya (Maier et al., 2000). Enzim ekstraseluler dapat dipisahkan dari
lingkungan dengan filtrasi ataupun sentrifugasi (Palmer, 1985), sedangkan enzim
intraseluler dapat diekstrak dari dalam sel lewat proses pemecahan sel.

2.4 Enzim Amilase

Enzim merupakan penyususn sebagian besar protein total di dalam sel.


Mikroorganisme seperti bakteri, kapang maupun khamir dapat menghasilkan
berbagai macam enzim diantaranya amylase. Amylase merupakan salah satu
enzim yang mampu menghasilkan proses hidrolisis ikatan (α-1,4 ) glikosida pada
senyawa polimer karbohidrat dengan rumus umum (C 6H10O5)n. amylase dapat
digunakan untuk mengkonversi bahan-bahan berpati menjadi monomer yang
lebih sederhana dalam bentuk glukos, dekstrosa, fruktosa atau maltose.
Penggunaan enzim amylase sangat besar dalam bidang industry pangan, farmasi
dan tekstil namun enzim tersbut masih banyak di impor. Amylase dapat
dikelompokkan menjadi 3 golongan enzim (poejiadi, 1994) yaitu :

a. α-amilase (1,4- α-D-glukan-glukanohidrolase)


α-amilase merupakan enzim ekstraseluler yang menghidrolisis ikatan
1,4- α-glikosida. Α-amilase dibentuk oleh berbagai bakteri dan fungi.
Pada umumnya α-amilase diproduksi oleh mikroorganisme aerob yang
membutuhkan oksigen untuk pertumbuhananya. Beberapa
mikroorganisme anaerob mampu memproduksi enzim α-amilase
seperti Clostridium thermosulfuregenes dan B. steapthermophillus
(Brock, 1986). Kapang penghasil α–amylase adalah Aspergillus
oryzae, A. niger, Paecilomyces subglobossum dan Mucor pusilus
19

(Fogarty, 1983). Golongan α-amilase yang tahan pada suhu tinggi


umumnya digunakan pada proses likuifikasi, sedang α-amilase yang
bersifat labil digunakan dalam proses sakarifikasi pada pembuatan
gula cair . kegunaan α-amilase dalam barbabagai kondisi sangat
dipengaruhi oleh stabilitas enzim tersebut. α-amilase yang tidak stabil
akan tidak efektif memecah substrat karena aktivitasnya menurun. Hal
ini dapat dipertahankan dengan teknik imobilisasi dan modifikasi
kimia (Rosmimik et al, 2001). Aktivitas α-amilase ditentukan dengan
mengukur hasil degradasi pati, biasanya dari kadar penurunan pati
yang lartu atau dari kadar dekstrinnya dengan menggunakan substrat
jenuh. Hilangnya substrat dapat dihitung dengan pengukuran
penguranagan derajat pewarnaan iodium terhadap substrat. Pati yang
mengandung amilosa bereaksi dengan yodium menghasilkan warna
biru, sedangkan dekstrin bila bereaksi dengan yodium berwarna
coklat. Keaktifan α-amilase juga dapat dinyatakan dengan pengukuran
viskositas dan jumlah pereduksi yang terbentuk. Laju hidrolisis akan
meningkat bila tingkat polimerisasi menurun dan lajuhidrolisis akan
lebih cepat pada rantai lurus (Winarno,1986).
b. β-amilase (1,4-α-D-glukan maltohidrolase)
β-amilase ditemukan pada tanaman tingkat tinggi dan
mikroorganisme. Enzm β-amilase memecah ikatan α-1,4 pada pati dan
glikogen yang terjadi secara bertahap dari arah luar atau ujung rantai
gula yang bukan pereduksi karena pemotongannya dari arah luar maka
enzim ini disebut eksoamilase (Winarno, 1986). Beberapa
mikroorganisme yang mampu menghasilkan enzim β-amilase yaitu B.
polymyxa, B. cerenas, B. megaterium, Streptomyces sp, Pseudomonas
sp, dan R. japanicus (Cruger & Anneliese, 1984). Bekteri C.
thermosulforogenes memiliki ekstra kasar β-amilase (Dirnawan et al.,
2000).
c. γ-amilase (Glukoamilase)
20

glukoamilase jarang ditemukan pada bakteri, glukoamilase ditemukan


oleh beberapa fungi seperti A. niger, A. oryzae, A. awamori, dan R.
japanicus (Cruger & Anneliese, 1984). Glukoamilase memcah pati
dari uar dengan mengeluarkan unit-unit glukosa ujung bukan
pereduksi polimer pati. Hasil reaksinya hanya glukosa, sehingga dapat
dibedakan dengan α dan β amylase. Dengan pengaruh enzim
glukoamilase posisi glukosa α dapat diubah menjadi β, pH optimal 4-
5dan suhu optimal 50 – 60oC (Winarno,1986). Bakteri penghasil
enzim amylase dapat menghidrolisi pati menjadi molekul-molekul
maltose, glukosa dan dekstrin.

Gambar 2.2 Jenis reaksi hidrolisis yang dikatalisi oleh enzim amylase
(Nickerson & Brown, 1965)
21

2.5 Mikroba Penghasil Enzim Amylase

Enzim yang digunakan untuk keperluan industry sebagian besar diisolasi


dari mikroba. Pemilihan mikroba sebagai sumber enzim mempunyai beberapa
keuntungan bila dibandingkan dengan enzim yang diisolasi dari tumbuhan
maupun hewan. Keuntungan itu antara lain sel mikroba lebih mudah untuk
ditumbuhkan dan kecepatan pertumbuhannya relatif lebih cepat, skala produksi
sel lebih mudah ditingkatkan apabila dikehendaki produksi yang lebih besar,
biaya produksinya relatif lebih murah, kondisi selama produksi tidak tergantung
oleh adanya perubahan musim dan waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi
lebih singkat (Poernomo, 2003).

Amilase secara umum diproduksi oleh tumbuhan, hewan, manusia dan


mikroba, tetapi enzim amilase yang berasal dari fungi dan bakteri mendominasi
penggunaan enzim amilase di bidang industri. Beberapa dari jenis Bacillus sp.dan
Actinomycetes, termasuk Termomonospora dan Thermoactinomycetes merupakan
kelompok yang memiliki kemampuan besar dalam meproduksi enzim amilase,
Bacillus licheniformis memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim amylase
dalam kondisi lingkungan yang bersifat alkalis (Reddy et al., 2003)

Enzim amilase yang dihasilkan oleh mikroba terutama dari bakteri,


merupakan jenis enzim ekstraseluler (Palmer, 1985). Bakteri menghasilkan enzim
ini di dalam sel dan menggunakannya di luar sel, yaitu untuk menghidrolisis
sumber makanan yang mengandung amilum yang terdapat di lingkungannya.
Molekul amilum tidak dapat masuk ke dalam sel bakteri karena ukurannya sangat
besar, karena itu molekul amilum dihidrolisis terlebih dahulu oleh enzim amylase
ekstraselular menjadi molekul karbohidrat yang lebih sederhana dan kecil ukuran
molekulnya. Molekul hasil hidrolisis amilum oleh enzim amilase tersebut
selanjutnya akan ditransport masuk ke dalam sel bakteri dan digunakan sebagai
sumber karbon bagi aktivitas pertumbuhan dan kehidupannya (Benson, 1994).
22

Enzim amilase ekstraseluler yang dihasilkan bakteri maupun fungi


tersebut dimanfaatkan sebagai katalisator dalam industri maupun untuk
keperluaan dalam bidang kesehatan (Tabel 2.). Untuk mendapatkan enzim
amilase dari mikroba tersebut maka kultur mikroba yang memproduksi enzim
amilase ekstraseluler tersebut disentrifugasi untuk mendapatkan supernatan yang
mengandung enzim amilase ekstraselular (Palmer, 1985).

2.6 Amilase Dari Mikroba Termofil

Bakteri termofil dapat menghasilkan enzim termostabil seperti amylase.


Enzim dari mikroorganisma termofil ini memiliki nilai komersial yang cukup
tinggi dalam bidang industri karena memiliki daya termostabilitas yang tinggi,
stabil terhadap zat-zat yang bersifat dapat mendenaturasi enzim seperti detergen
dan senyawa organik lainnya, stabil dalam kondisi lingkungan yang asam maupun
alkalis, sangat cocok untuk proses fermentasi di bidang industri. Kelebihan-
kelebihan ini menjadikan enzim yang berasal dari mikroorganisma termofil
semakin berkembang penggunaannya dalam bidang industri dan bioteknologi.

Amilase termostabil digunakan dalam skala yang cukup luas pada proses
industri. Enzim amilase yang digunakan tersebut berkisar pada α-amilase, ß
amilase, glukoamilase, pullulanase dan jenis lainnya (Illanes, 1999). Diantara
semua jenis enzim amilase, α-amilase dari mikroorganisma termofil ini memiliki
nilai aplikasi komersil yang paling tinggi dalam bidang industri makanan,
minuman, pembuatan sirup yang mengandung glukosa, maltosa maupun
oligosakarida. Amilase pertama sekali diisolasi dari isolat Bacillus
amyloliquefaciens dan digunakan dalam bidang industri selama bertahun-tahun
(Cordeiro et al., 2002), tetapi penemuan enzim amilase termostabil dari isolate
Bacillus licheniformis ternyata menunjukkan adanya termostabilitas yang lebih
tinggi sekitar 10-20oC dibandingkan dari amilase termostabil pada B.
amyloliquefaciens (Rath & Subramanyam, 1998). Selanjutnya enzim–enzim
23

amilase termostabil juga berhasil didapatkan dari mikroorganisma seperti B.


subtilis, B. stearothermophilus, B. calcalovelox, B. alcalophilus, Thermus sp.,
Clostridium acetobutylicum, Pyrococcus furiosus, Sulfolobus acidocaldarius, dan
lainnya. Selain yang dihasilkan oleh bakteri ternyata beberapa kelompok fungi
seperti Aspergillus oryzae, A. niger dan Saccharomyces castelli juga
menghasilkan amilase termostabil, demikian juga halnya dengan kelompok
Aktinomisetes seperti Thermomyces vulgaris, Streptomyces thermoviolaceaus
memproduksi amilase yang bersifat termostabil (Rath & Subramanyam, 1998).

Konsep tentang termostabilitas yang dimiliki oleh enzim yang berasal dari
mikroorganisma termofil ini dilandaskan pada dua konsep yaitu pertama struktur
pada selnya yang memang tersusun oleh molekul protein yang termostabil, kedua
termostabilitas itu berkaitan dengan adanya asosiasi senyawa protein enzim
dengan molekul lainnya seperti lipid, polisakarida maupun protein lainnya yang
menyebabkan terbentuknya suatu senyawa yang memiliki mekanisma yang
memungkinkannya tetap stabil saat menghadapi kondisi yang dapat
menginaktivasinya (Hibino et al., 1974).

Adapun faktor-faktor yang dianggap berhubungan dengan termostabilitas


enzim-enzim dari mikroorganisma termofil bervariasi pada berbagai spesies
termofil, namun beberapa hal umum yang ditemukan antara lain terjadinya
peningkatan ikatan hidrogen dan salt bridge pada protein dari enzim termofik.
Selain itu ditemukan juga adanya perbedaan jenis dan komposisi asam amino
penyusun protein enzim termofil bila dibandingkan dengan protein enzim yang
mesofilik. Pada enzim temofilik terjadi penurunan jumlah sistein dan serin secara
nyata, sedangkan jumlah arginin dan tirosin meningkat secara nyata. Asam amino
prolin juga lebih sedikit ditemukan pada struktur α-heliks pada protein termofilik
(Kumar et al., 2000).
24

Dalam industry hidrolisis pati enzim digunakan untuk mencairkan


pati. Enzim tersebut berfungsi untuk menurunkan viskositas pati dan
menghidrolisisnya menjadi maltodekstrin (Lestari, 2000). Penggunaan enzim
amylase yang dihasilkan oleh bekteri termofilik memiliki beberapa
keuntungan yaitu dapat menekan biaya produksi, mengurangi terjadinya
kontaminasi, meningkatkan difusi masa, meningkatkan produktivitas dan
mempengaruhi daya larut saat pencampuran senyawa organik (Igarashi et al,
1998). Diantara sekian banyak enzim yang digunakan dalam industry, enzim
untuk industry pangan merupakan enzim yang menguasai pasar dunia. Pada
saat ini enzim yang sangat besar penggunaannya untuk biokonversi bahan
berpati ialah amylase (Rosmimik et al, 2001)

Industri bioetanol merupakan salah satu contoh yang menggunakan


enzim amilase termostabil. Pada produksi etanol, pati digunakan sebgai
substrat yang sering digunakan karena harganya murah dan mudah tersedia.
Proses hidrolisis pati melalui tiga tahap yaitu likuifikasi dan sakarifikasi. Pada
tahap likuifikasi pati menggunakan enzim α-amilase termostabil yang
berlangsung pada suhu sekitar 90°C, α-amilase pada enzim ini dapat
menghidrolisis ikatan α-1,4-glukosida secara spesifik menghasilkan dekstrin.
Proses selanjutnya, sakarifikasi membutuhkan glukoamilase untuk memecah
pati yang menghasilkan glukosa (Lestari dkk, 2001). Glukosa yang dihasilkan
digunakan sebagai bahan pembuatan bioetanol melibatkan proses fermentasi.
Proses fermentasi dilakukan dengan menambahkan ragi atau bakteri untuk
mengkonversi glukosa menjadi bioethanol (Souza et al, 2010).

Enzim termostabil yang dihasilkan mikroorganisme bermanfaat dan


aplikasinya dalam bidang industry dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini
25

Tabel 2.2 Enzim hidrolitik yang berasal dari mikroorganisme dan


aplikasinya pada bidang industri (Brock & Brock, 1978)

Enzim Sumber Aplikasi Industry


Amylase Jamur Roti Roti
Bakteri Pelapis kertas Kertas
Jamur Sirup dan gula Makanan dan minuman
Bakteri Bahan pencuci Pati
Jamur Obat pencernaan Farmasi
Bakteri Pembersih warna kain Kain
Protease Jamur Roti Roti
Bakteri Penghilang noda Pencuci pakaian
Bakteri Aroma daging Daging
Bakteri Pembersih luka Kesehatan
Bakteri Pembersih kain Kain
Bakteri Deterjen Rumah tangga

2.7 Sumber Air Panas Aek Rangat Pangururan

Manifestasi panas bumi di permukaan adalah sebagai indikasi adanya aktifitas


panas bumi di bawah permukaan tersebut. Bentuk manifestasi aktifitas panas
bumi di dalam perut bumi itu dapat berupa munculnya mata air panas, munculnya
bualan gas ke permukaan tanah, fumarola, solfatara dan tanah panas. Sumber air
panas atau mata air panas adalah mata air yang dihasilkan akibat keluarnya air
tanah dari kerak bumi setelah mengalami pemanasan geotermal. Indonesia adalah
salah satu kawasan tektonik yang paling aktif di dunia dengan lebih dari 70
gunung merapi yang masih aktif, dan memiliki banyak daerah geotermal
(Ahmaloka, 2006).

Sumber air panas meskipun memiliki suhu cukup tinggi ternyata dapat
dijadikan untuk lingkungan tempat kehidupan bagi beberapa mikroorganisma
26

yang tahan terhadap suhu air yang panas tersebut, seperti bakteri, fungi maupun
alga yang bersifat termofil. Sumber air panas selain memiliki air yang suhunya
cukup tinggi juga memiliki suatu aroma khas yaitu berupa aroma hydrogen
peroksida (H2S) yang berasal dari aktifitas bakteri anaerob yang menggunakan
senyawa-senyawa sulfur.

Bakteri termofilik dapat diisolasi dari sedimen geothermal dan sumber air
panas yang salah satunya terdapat di Aek Rangat Pangururan Kabupaten Samosir.
Wisata di samosir yang merupakan salah satu destinasi wisata unggulan yang
terletak di kawasan Danau Toba Sumatera Utara. Pulau samosir yang terletak di
tengah danau Toba memiliki luas sekitar 630 km 2. Secara geografis kabupaten
samosir terletak diantara 2o21’38’’-2o49’48’’ Lintang Utara dan 98o24’00’’-
99o01’48’’ bujur Timur dengan ketinggian antara 904-2.157 meter di atas
permukaan laut. Aek rangat merupakan sebuah kawasan pemandian air panas
yang erada di Pangururan yang merupakan salah satu daerh dataran tinggi di
Pulau Samosir atau tepatnya di sisi barat Pulau Samosir. Pemandian air panas ini
berasal dari aliran kawah Gunung Pusuk Buhit, titik tertinggi di kawasan danau
toba yang mengandung zat belerang.
27
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi


FMIPA (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) Universitas
Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari – April 2020.
Bakteri termofilik penghasil enzim amilase diisolasi dari sumber air panas
Aek Rangat, Pangururan Kabupaten Samosir.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol steril, cawan
petri, tabung reaksi, freezer, incubator, Erlenmeyer, gelas ukur, batang
pengaduk, beker gelas, laminar air flow, vortex, pipet tetes, jarum ose, glass
spreader, termometer, pH universal, termos air panas, timbangan analitik,
Autoclave, mikro pipet, lampu spritus, aluminium foil, kain kasa, dan
mikroskop.
Bahan yang diigunakan adalah sampel air panas Aek Rangat,
Pangururan Kabupaten Samosir, akuades, alkohol, spritus, ekstrak yeast,
NaCl, tepung agar, lugol, Nutrien Agar, pati, bacto pepton, larutan iodin,
MgSO4.7H2O, NaCl, CaCl2.2H2O, dan agar.

3.3 Prosedur penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel isolat dilakukan menggunakan metode Ginting


(2009). Sampel isolat yang diduga mengandung bakteri termofilik diambil
berupa air panas. Sebelum sampel diambil, terlebih dahulu dilakukan

28
29

pengamatan mengenai kondisi sumber air panas berupa pH dan suhu air.
Serta diukur juga masing-masing kadar sulfur dari sampel tersebut.
Sampel air diambil sebanyak 100 mL dengan kedalaman ±10 cm dan
dimasukkan kedalam botol steril. Selanjutnya botol ditutup dengan rapat
dan diberi label, kemudian dimasukkan ke dalam termos air untuk
mempertahankan suhu. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium
Mikrobiologi Universitas Sumatera Utara dan segera dilakukan isolasi.

3.3.2 Sterilisasi alat

Semua alat yang terbuat dari kaca dicuci bersih dan dikeringkan.
Setelah itu dibungkus dengan kertas koran. Sterilisasi alat kaca
menggunakan oven dengan suhu 180oC selama 30 menit dan medium
dilakukan dengan Autoclave pada suhu 121°C dan tekanan 15 psi (2 atm).
Sterilisasi alat bertujuan untuk tidak terjadi kontaminasi dari alat-alat yang
digunakan pada penelitian.

3.3.3 Pembuatan Medium Nutrient Agar (NA)

Medium NA dibuat dengan menim bang NA sebanyak 20 g,


kemudian di masukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan
aquades steril sampai volume 1000 mL. Campuran dipanaskan sampai
mendidih, setelah mendidih medium dituangkan ke dalam erlenmeyer
steril kemudian ditutup rapat dengan kapas dan alumunium foil.
Medium disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan
15 psi selama 15 menit.

3.3.4 Pembuatan Medium Agar Selektif Bakteri Amilolitik

Medium agar selektif amilolitik dibuat dengan cara menimbang


yeast ekstrak sebanyak 2 g, pepton 5 g, MgSO 4. 7H2O 0,5 g, NaCl 0,5
g, CaCl2.2H2O 0,15 g, pati 10 g, dan agar 20 g, kemudian bahan-
30

bahan tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan


aqua des steril sampai volume 1000 mL. Campuran dipanaskan sampai
mendidih, setelah itu medium dituangkan ke dalam erlen meyer steril
kemudian ditutup rapat dengan kapas dan alumunium foil. Medium
disteril isasi di dalam autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 15 psi
selama 15 menit (Ginting, 2009).

3.3.5 Pembuatan Medium Pati 1%

Medium pati 1% dibuat dengan cara menimbang pati sebanyak 10


g dan agar 15 g, kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass dan
ditambahkan aquades steril sampai volume 1000 mL. Campuran di
panaskan sampai mendidih, setelah men didih medium dituangkan
kedalam erlen meyer steril kemudian ditutup rapat dengan kapas dan
alumunium foil. Medium disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121°C
dan tekanan 15 psi selama 15 menit.

3.3.6 Isolasi Bakteri

Sampel dalam botol dikocok agar homogen, kemudian diambil 1


ml, diteteskan kedalam cawan petri yang berisi Media NA yang masih
cair, selanjutnya cawan petri digoyang-goyang agar suspensi rata dalam
medium. Setelah membeku diinkubasi pada suhu tumbuh 520C selama 24-
48 jam, sehingga ada terlihat koloni-koloni bakteri yang tumbuh. Koloni-
koloni bakteri yang tumbuh pada Media NA diinokulasikan kembali
kecawan petri steril yang berisi Media NA secara penggoresan dengan
metode kuadran, selanjutnya diinkubasi pada suhu 520C selama 24-48 jam
sampai terlihat koloni-koloni tunggal yang tumbuh. Masing-masing
sampel dibuat pengulangan sebanyak 2 kali (duplo). Isolat murni yang
tumbuh dikarakterisasi melalui pengamatan mikroskopis berupa bentuk
koloni, warna koloni, tepi koloni dan elevasi koloni (Ginting, 2009).
31

3.3.7 Pengujian Aktivitas Amilase

Pengujian aktivitas amilase dari dari isolat termofilik dilakukan


mengikuti metode Ginting (2009). Sebelumnya isolat termofilik
ditumbuhkan pada media bakteri selektif amilolitik selama 24 jam.
Kemudian isolat yang tumbuh diujikan dalam bentuk suspensi.
Suspensi dibuat dengan cara mengambil 1-2 ose isolat biakan bakteri
yang telah berumur 1 hari ke dalam tabung reaksi steril yang telah
berisi larutan NaCl fisiologis 0,85%. Campuran dihomogenkan dengan
vortex, kekeruhan campuran dibandingkan dengan kekeruhan
Larutan Mac Farland skala 1 yang setara dengan 3.108 CFU/ml.
Sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri dipipet diatas kertas cakram pada
media agar pati. Kultur diinkubasi selama 72 jam pada suhu 50ºC.
Isolat bakteri yang tumbuh ditetesi dengan larutan iodin untuk
menyeleksi bakteri yang menghasilkan amilase. Isolat yang
menghasilkan amilase ditunjukan dengan adanya zona bening disekitar
koloni bakteri. Diameter zona bening bakteri yang terbentuk diukur
dengan menggunakan jangka sorong.

3.3.8 Pengamatan Mikroskopik Dengan Pewarnaan Gram

Kultur isolate yang telah berumur 24 jam diambil dengan


menggunakan jarum ose, kemudian dibuat preparat olesan (pada objek
kaca) dengan menggunakan natrium klorida fisiologis dan dikeringkan.
Kemudian difiksasi diatas Bunsen. Preparat ditetesi dengan larutan gram
A (Kristal violet) dan dibiarkan selama 3 menit, kemudian dibilas dengan
air mengalir. Larutan garam B (lugol) berfungsi untuk mengikat warna
dasar ungu atau sebagai penguat warna dan membentuk Kristal iodin
(Marc, 2001). Selanjutnya ditetesi dengan alcohol sampai sisa zat warna
hilang (sekitar 30 detik), dibilas kembali dengan air mengalir. Pada tahap
akhir preparat ditetesi dnegan larutan garam C (safranin) dan dibiarkan
32

hingga mongering. Sebelum pengamatan dilakukan, preparat terlebih


dahulu ditetesi dengan minyak imersi, selanjutnya dilakukan pengamatan
di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x. pengamatan dilakukan
dengan melihat morfologi sel dan warna. Bakteri gram positif akan
memberikan warna biru keunguan, sedangkan bakteri gram negatif
memberikan warna merah (Dali dkk, 2013).

3.3.9 Uji Katalase

Uji katalase dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri tersebut


memiliki enzim katalase untuk mereduksi efek toksik H2O2. Uji katalase
dilakukan dengan menggunakan 3% H2O2 yang diteteskan pada gelas
objek yang berisi isolate bakteri, uji positif bila terlihat pembentukan
gelembung udara (Capucino & Sherman, 1983; Lay, 1994).

3.3.10 Pewarnaan Endospora

Biakan murni bakteri amilolitik diambil sedikit secara aseptis


dengan menggunakan jarum ose dan disuspensikan dengan aquades steril
yang ada di gelas obyek, kemudian preparat difiksasi di atas api Bunsen.
Preparat ditetesi dengan Malachit green. Preparat diletakkan di atas kawat
yang sudah dipanaskan diatas air mendidih selama 10 menit. Preparat
dicuci dengan hati-hati dengan air mengalir. Preparat ditetesi dengan
mengunakan safranin, didiamkan selama 30 detik, kemudian dicuci
menggunakan air mengalir dan dikeringkan dengan hati-hati. Preparat
diamati dengan mikroskop, uji positif jika sel vegetative berwarna merah
dan spora berwarna hijau (Lay, 1994).
33

Bagan Alir Penelitian

1. Pengambilan sampel

Sampel air panas

diukur pH dan suhu masing-masing sampel

diukur kadar sulfur masing-masing sampel

diambil sebanyak 100 mL dengan kedalaman ± 10 cm


dan dimasukkan ke dalam botol steril

botol ditutup rapat dan diberi label

dimasukkan kedalam termos untuk mempertahankan


suhu
pH, suhu, dan kadar sulfur
masing-masing sampel

2. Sterilisasi alat
34

Alat-alat gelas

dicuci bersih dan dikeringkan

dibungkus dengan kertas Koran

disterilisasi dengan oven pada suhu 180oC selama 30 menit

Alat-alat gelas yang telah


steril

3. Pembuatan medium nutrient agar (NA)

Nutrient agar
ditimbang sebanyak 20 gram

dimasukkan ke dalam beaker gelas dan ditambahkan


aquades steril sampai volume 1000 mL

dipanaskan sampai mendidih

setelah mendidih dituangkan ke dalam Erlenmeyer


steril dan ditutup rapat dengan kapas dan aluminium
foil

media disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121 °C


dan tekanan 15 psi selama 15 menit
Media Nutrient agar yang
steril dan siap digunakan

4. Pembuatan medium agar selektif bakteri amilolitik

Media agar
35

Ditimbang yeast ekstrak sebanyak 2 gram, pepton 5 gram,


MgSO4.7H2O 0,5 gram, NaCl 0,5 g, CaCl2.2H2O 0,15 g,
pati 10 g, dan agar 20 g
Dimasukkan ke dalam beaker gelas dan ditambahkan
aquades steril sampai volume 1000 mL
setelah mendidih dituangkan ke dalam Erlenmeyer steril
dan ditutup rapat dengan kapas dan aluminium foil
media disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121 °C dan
tekanan 15 psi selama 15 menit

Media agar selktif yang


steril dan siap digunakan

5. Pembuatan medium pati 1%

Pati

Ditimbang pati sebanyak 10 gram dan agar 15 gram

Dimasukkan ke dalam beaker gelas dan ditambahkan


aquades steril sampai volume 1000 mL

setelah mendidih dituangkan ke dalam Erlenmeyer steril


dan ditutup rapat dengan kapas dan aluminium foil
media disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121 °C dan
tekanan 15 psi selama 15 menit

Media pati 1% yang steril


6. Isolasi bakteri

Sampel dalam botol


dikocok agar homogen, dan diambil sebanyak 1 ml dan
dituang kedalam cawan petri yang berisi media NA yang
masih cair
36

cawan petri dogoyang-goyang agar suspense rata dalam


medium
setelah beku, diinkubasi pada suhu 52oC selama 24-48 jam
sampai terlihat koloni-koloni bakteri yang tumbuh
koloni yang tumbuh diinokulasikan kembali pada media NA
secara penggoresan dengan metode kuadran
diinkubasi pada suhu 52oC selama 24-48 jam sampai terlihat
koloni-koloni tunggal yang tumbuh
dibuat pengulangan sebanyak 2 kali untuk masing-masing
sampel
dikarakterisasi isolate yang tumbuh melalui pengamatan
mikroskopis berupa bentuk koloni, warna koloni, tipe
koloni, dana elevasi koloni

Bentuk koloni, warna


koloni, tipe koloni dan
elevasi koloni isolate

7. Pengujian aktivitas amylase

Isolat

Ditumbuhkan pada media bakteri selektif amilolitik


selama 24 jam
Isolate yang tumbuh diujikan dalam bentuk suspense
Diambil 1-2 ose isolate bakteri biakan yang telah tumbuh
selama sehari ke dalam tabung reaksi steril yang telah
berisi larutan NaCl fisiologis 0.85%
Campuran dihomogenkan dengan vortex
Dipipet sebanyak 0.1 ml suspense bakteri diatas kertas
cakram pada media agar pati
Diinkubasi selama 72 jam pada suhu 50oC
Ditetesi larutan iodin ke dalam isolate yang tumbuh untuk
menyeleksi bakteri yang menghasilkan amylase. Isolate
yang menghasilkan amylase ditunjukan dengan adanya
zona bening disekitar koloni bakteri
Diukur diameter zona bening bakteri yang terbentuk
dengan menggunakan jangka sorong

Diameter zona bening


bakteri yang terentuk
37

8. Pengamatan mikroskopik dengan pewarnaan gram

Isolat

Kultur isolate yang telah berumur 24 jam, diambil dengan


jarum ose
Dibuat preparat dengan olesan dengan menggunakan NaCl
fisiologis dan dikeringkan
Difiksasi diatas Bunsen
Ditetesi dengan larutan garam A (Kristal violet) dan
dibiarkan selama 3 menit kemudian dibilas dengan air
mengalir
Preparat ditetesi dengan larutan iodin, didiamkan selama 60
detik dan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan
Ditetesi dengan alcohol sampai sisa zat warna hilang (sekitar
30 detik) dibilas kembali dengan air mengalir
Preparat ditetesi dengan larutan garam C (safranin) dan
dibiarkan hingga mongering
Preparat ditetesi dengan minyak imersi sebelum diamati,
selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran
1000x
38

Morfologi sel dan warna sel


bakteri

9. Uji katalase

Isolate

Ditetsi dengan 3% H2O2. Uji positif bila ada terbentuk


gelembung udara
Efek katalase isolate

10. Pewarnaan endospora

Isolat bakteri murni


diambil secara aseptis dengan jarum ose
disuspensikan dengan aquades steril yang ada di gelas objek
kemudian difiksasi di atas api Bunsen
ditetesi dengan Malachit green
diletakkan si atas kawat yang sudah dipanaskan di atas air
mendidih selama 10 menit
dicuci dengan hati-hati dengan air mengalir
ditetesi dengan menggunakan safranin dan didiamkan
selama 30 detik
dicuci menggunakan air mengalir dan dikeringkan dengan
hati-hati
diamati dengan mikroskop

Warna endospora sel bakteri


39
DAFTAR PUSTAKA

Adams, M.W.W., and Kelly, R.M., (1998), Finding and Using Hyperthermophilic
Enzymes,. TIBTECH, 16: 329-332.
Aguilar.A., Ingemansson T., & Magnien E., (1998), Extremophiles microorganisms
as Cell Factories: support from tea European Union. Extremophiles.
Agustien, A., (2010), Protease Bakteri Termofilik. Universitas Padjajaran PRESS.
Bandung.
Aiyer, P.V., (2005), Amylases and Their Application, African Journal of
Biotechnology, Vol. 4 (13).

Akhmaloka, Suharto, A. Nurbaiti, S. Tika, I. N., dan Warganegara, F. M. (2006) :


Ribotyping Identification of Thermophilic Bacterium from Papandayan
Crater, Proc. ITB Eng. Science, 38b (1), 1-10.

Anna, Poedjiadi, (1994), Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta.


Benson, dan Harold, J., (2002), Micrpbiological Apllications Laboratory Manual in
General Microbiology, McGraw-Hill, New York.
Brock.,T.D, and K.M. Brock., (1978), Basic Mikrobiology with Applications. Second
edition.Prentice-hall, New Jersey, ., Inc., Englewood Cliffs,
Brock, Thomas D., Brock, and Katherine, M., (1978), Basic Microbiology With
Applications. (2nd ed.), Prentice-Hall, New Jersey: ISBN 0-13-065284-9.
Cordeiro, C.A., Martin, M.L., & Luciano, A.B., (2002), Production and properties
of-amylase from thermophilic Bacillus sp. Brazilian, Journal of
Microbiology, ( 33).
Crueger., W., and A. Crueger., (1984), Biotechnology A Text Book of Industrial
Microbiology. Translated by Caroline Haessly. Science Tech. Madison
Souza, Paula M., and Oliveira, P.D., (2010), Application of microbial α-amylase in
industry, Braz J Microbiol, 41 (4): 850-861
Demirjian., D., Moris, V., and F., Cassidy, C.S, (2001), Enzymes from
Extremophiles, Current Opinion in Chemical Biology, 5:144-151.

40
41

Dirnawan., H. A., Suwanto, dan Puwadaria, T., Eksplorasi Bakteri Termofil


Penghasil Enzim Hidrolitik-Ekstraseluler dari Sumber Air Panas Gunung
Pancar, Hayati, 7:52-55
Edwards., C., (1990), Microbiology of Extreme Environment, Open University Pr,
Buckingham
Fogarty, William., M., (1983), Microbial Enzyme and Biotechnology, Applied
Science Publisher, New York
Hartiko, H., (1992), Biologi Mikroorganisme Termofilik, Pusat Antar Universitas
Biotek UGM, Yogyakarta.
Hibino. Y., Nosoch, Y., dan Samejima, J., (1974), Structur Stability Relationship In
Protein: New Approach To Stability Enzymes. Biochem, 75:553-561
Hidayat, dkk. (2006). Mikrobiologi Industri, C.V Andi Offset, Yogyakarta.
Igarshi. Y. H, Hiroshi. H, Katsuhisha. S., & Mikio. S., (1998), Enzymatic Properties
of A Novel Liquefying-Amylase from an Alkaliphilic Bacillus Isolate and
Entire Nucleotida and Amino Acid Sequences. Appl Environ Microbiol, 64:
3282–3289.
Illanes. A., (1999), Stability of Biocatalysts, Electronic Journal of Biotechnology,
2(1): 1-2.
Indrajaya, Madayanti F., dan Akhmaloka., (2003), Isolasi Identifikasi
Mikroorganisme Termofil Isolat. Kawah Wayang. Journal Mikrobiol Indones
(8).
Karina, dkk., (2010), Isolasi Bakteri Termofilik dari Sumber Air Panas di Songgoriti,
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap, Institut Teknologi 10 November.
Kumar, et al., (2007), Antimicrobial Effects of Indian Medical Plants Against
Acneinducing Bacteria, Topical journal of Pharmaceutical Research, 6(2);
717-723.
Labeda, D.P., (1990), Isolation of Actinomycetes for Biotechnology Application,
Isolation of Biotechnologycal Organism from Nature, McGraw-Hill
Publishing Company, New York.
Lestari P., (2000), Ulasan: Eksplorasi Enzim Termostabil dari Mikroba Termofil.
Hayati. 7: 0854-8587
Lestari, Puji., Darwis, A.A., Syamsu, K., Richana, Nur., Damarjdaki, D.S., (2001).
Anailsis Gula Reduksi Hasil Hidrolisis Enzimatik Pati Ubi Kayu oleh a-
Amilase Termostabil dan Bacilluss tearothermophilus T1112, Jurnal
Mikrobiologi Indonesia, ISSN 0853-358 : 23-26
42

Liu, Q., (2005), Understanding Starch and Their Role in Foods, Taylor & Francis
Group, LLC.
Madigan, M.T and B.L. Marrs, (1997), Scientific American, 276 (4):66-71.
Muchtadi M, Palupi. N. S, Astawan. M., (1992), Metode Kimia Biokimia Dan
Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan, Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Murray, Robert. K, et al., (2003), Biokimia Harper ed. 25, EGC, Jakarta.
Nickerson. W. J & Brown. R.G., (1965), Advanced in Applied Microbiology.
Academic Press, 7: 275.
Palmer, T., (1985), Understanding enzyme, Ellishorwood Publisher.
Prescott, dkk., (2005), Microbiology Sixth Edition, Mc Graw Hill Companier,
Amerika.
Purnomo, B., (2005), Dasar-Dasar Mikrobiologi, Ps. Ihpt, Faperta Unib.
Rath. C.C & Subramanyam. V.R., (1998), Isolation of Thermophilic Bacteria from
Hot Spring of Orissa, India. Geobios (25).
Reddy.G, Altaf. M. D, Naveena. B.J, Venkateshwar. M, and Kumar. E.V., (2008),
Amylolytic Bacterial Lactic Acid Fermentation, a review. Biotechnology
Advances 26: 22–34

Richana, N., P. Lestari, A. Thontowi, dan Rosmimik., (2000), Seleksi Isolat Bakteri
Lokal Penghasil Xilanase. J. Mikrobiologi Indonesia, 5(2):54-56.
Sale. B.S., (1961), Fundamental Principles of Bacteriology, Mc. Graw Hill Book
Company, Inc.
Souza. P.M & O.M. Perolade., (2010), Application of Microbial α-Amylase in
Industry-Review, Brazilian Journal of Microbiology, 41: 850– 861.
Sutiamiharja. N., (2008), Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Amilase kasar Termofilik
dari Sumber Air Panas Gurukinayan Karo Sumatera Utara, USU Repository.
Sumatera Utara.
Vieille, C., and Zeikus, G., (2001), Hyperthermophilic Enzymes: Source, Uses, and
Molecular Mechanism for Thermostability. Microbiology and Molecular
Biology Reviews, 65.
Winarno, F.G, (1986), Enzim Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai