Anda di halaman 1dari 6

1

MAFIA TANAH
(Meneropong Terbitnya Sertifikat Tanah Wakaf nomor : 00005 Masjid Baitul A’la Lubuklinggau

“Benda yang bisa diwakafkan itu adalah milik perseorangan, organisasi, dan badan hukum”
(pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf)

I. PENDAHULUAN

Salah satu penguatan kelembagaan Negara adalah terbangunnya kepercayaan masyarakat

(trust public) kepada lembaga Negara tersebut, apapun lembaga itu namanya. Menurut World

Bank kepercayaan masyarakat akan tumbuh apabila bertumpu pada dasar Partisipasi, kesamaan

hukum, keterbukaan, responsif, Konsensus, equality, efektif dan effisien, pertanggungjawaban,

dan visi strategis. Atau dalam istilah yang sering kita jumpai yaitu good and clean governance.

Untuk mewujudkan konsep good and clean governance serta kepercayaan masyarakat

dibutuhkan sumber daya manusia unggul yang memiliki kejelasan visi dan perencananaan

strategis, model pengukuran kinerja serta laporan kinerja (performance report) yang akan

dimanfaatkan oleh eksternal pemerintahan dan internal pemerintahan untuk perbaikan

pemerintahan yang berkelanjutan.

Oleh karena itu pada zaman sekarang jika prilaku-prilaku di lembaga Negara

(pemerintahan) cenderung bertentangan dengan konsep-konsep kemajuan maka pemerintahan itu

akan tergilas oleh rakyat yang memberikan mandat itu. Prilaku pemerintahan koruptif dan

manipulatif serta tidak taat hukum dalam menjalankan system pemerintahan akan langsung

mendapat justice yaitu kepercayaan masyarakat yang menurun dan pada akhirnya memberikan

mosi ketidakpercayaan.

Persoalan mendasar bidang pertanahan di Indonesia adalah monopoli swasta dalam

penguasaan lahan, tumpang tindih kepemilikan dan tidak profesionalnya lembaga

Substansi reformasi bidang pertanahan adalah jalan untuk meningkatkan produktifitas

pertanian, menjamin pasokan bahan baku, dan menciptakan landasan yang kokoh bagi proses

industrialisasi. Reforma agraria sesungguhnya tidak hanya dapat dilaksanakan melalui land

reform tapi juga melalui pemberian hak pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan

skema  Reforma agraria sejatinya adalah upaya melakukan perombakan struktur agraria dengan
2

cara menghapuskan kepemilikan monopoli atas tanah dan sumber-sumber agraria. Reforma

agraria mendistribusikan tanah dan sumber-sumber agraria lainya kepada petani penggarap, baik

laki-laki maupun perempuan dalam rangka meningkatkan produktifitas yang tepat yang menjamin

kepastian hak mereka dalam jangka waktu yang cukup aman bagi kehidupan mayarakat.

Masjid Baitul A’la dibangun di atas lahan seluas 16.280 m 2 yang ditetapkan berdasarkan

Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Musi Rawas Nomor 121/HK/1985 tanggal 9 Agustus 1985

tentang Penunjukan Lokasi Untuk Pendirian Masjid Baitul A’la di Taba Pingin Lubuklinggau.

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor : HK.1/IMB/1986 Masjid Baitul A’la hanya

diberikan wewenang untuk bangunan seluas 2500 M2. Selanjutnya untuk

meramaikan/memakmurkan masjid tersebut oleh Yayasan Baitul A’la didirikan TK dan SD Baitul

A’la serta Sekolah Tinggi Agama Islam Bumi Silampari.

Sebenarnya jika dirunut dari beberapa tahun sebelumnya bahwa tanah di komplek Baitul

A’la Taba Pingin Lubuklinggau, Pada bulan Mei 2018, ada pihak yang mengaku sebagai pemilik

sebagian lahan Masjid Baitul A’la berdasarkan Sertifikat Lahan dari BPN Musi Rawas Nomor 01

tahun 1983, dan mulai melakukan pemagaran serta ada isu akan didirikan SPBU, sehingga

menimbulkan keresahan para jamaah masjid, para orang tua dan siswa/mahasiswa perserta didik

lembaga pendidikan di kawasan Masjid Baitul A’la, bahkan pernah dilakukan unjuk rasa, yang

membuat semakin meningkatnya keresahan masyarakat/jamaah.

Sehubungan dengan hal tersebut, pihak-pihak yang merasa dirugikan telah melakukan

upaya berkirim surat kepada Kapolres Lubuklinggau dengan tembusan kepada berbagai pihak,

untuk mohon perlindungan hukum. Mengadakan pertemuan dengan tokoh masyarakat yang

berkaitan dengan awal pembangunan Masjid Baitul A`la, beraudiensi dengan Ketua

DPRD/Komisi A DPRD Kota Lubuklinggau. Menyampaikan persoalan sengketa tanah ini kepada

Bupati Musi Rawas, karena secara hukum masih merupakan aset Kabupaten Musi Rawas, dan

kepada Walikota Lubuklinggau, karena secara wilayah masuk dalam pemerintahan Kota

Lubuklinggau.
3

II. KRONOLOGIS KEJADIAN

1. Bahwa pada tanggal 22 Oktober 2018 Yayasan Baitul A’la Lubuklinggau

mengirimkan surat kepada Kepala BPN Lubuklinggau perihal mohon pengukuran

ulang lahan Baitul A’la Lubuklinggau.

2. Bahwa pada tanggal 7 November 2018, BPN kota Lubuklinggau mengirimkan

jawaban yang pada intinya tidak dapat melakukan pengukuran ulang.

3. Bahwa terkait jawaban BPN kota Lubuklinggau tersebut Yayasan Baitul A’la

Lubuklinggau kembali mengirimkan surat kepada BPN kota Lubuklinggau dengan

perihal Permohonan penerbitan sertifikat tanggal 9 November 2018.

4. Bahwa terkait permohonan sertifikat tersebut BPN Kota Lubuklinggau mengirimkan

surat balasan pada tanggal 19 November 2018 yang pada intinya agar Yayasan Baitul

A’la Lubuklinggau melengkapi persyaratan pembuatan sertifikat.

5. Bahwa sekitar pertengahan bulan Mei tahun 2019 BPN kota Lubuklinggau

mengadakan pengukuran tanah melibatkan pengurus Masjid Baitul A’la yang diwakili

oleh Nazir Masjid Baitul A’la yang bernama Lukman Ahmad dan kawan-kawan.

6. Bahwa pada tanggal 3 Juli 2019 BPN kota Lubuklinggau melalui Irjen BPN RI

bernama Sunraizal, SE., MM., CFrA., CFE didampingi kepala BPN Sumsel, kepala

BPN Kota Lubuklinggau menyerahkan sertifikat tanah wakaf nomor 00005 kepada

Pengurus Masjid Baitul A’la diwakili Ketua Nazir Lukman Ahmad .

7. Bahwa setelah ada penyerahan sertifikat tersebut BPN Kota Lubuklinggau kembali

menarik sertifikat tersebut dengan alasan masih kekurangan persyaratan yakni SK

Bupati asli Nomor 121/HK/1985 tanggal 9 Agustus 1985 tentang Penunjukan Lokasi

Untuk Pendirian Masjid Baitul A’la di Taba Pingin.

8. Bahwa terkait hal diatas Ketua Pengurus Masjid Baitul A’la membuat laporan

kehilangan pada tanggal 11 Juli 2019 di Polsek Lubuklingau Timur Kota

Lubuklinggau.
4

9. Bahwa pada tanggal 1 Agustus 2019 STAI Bumi Silampari mengirm surat sanggahan

kepada BPN Kota Lubuklinggau perihal pembatalan sertifikat wakaf masjid baitul

A’la nomor 00005 .

10. Bahwa pada tanggal 18 Agustus 2019 BPN Kota Lubuklinggau mengirimkan surat

balasan yang intinya menyatakan ;

a. Bahwa penerbitan sertifikat wakaf masjid baitul A’la nomor 00005

berdasarkan Surat Permohonan Ketua Yayasan Baitul A’la.

b. Surat Keputusan Bupati No.121/HK/1985 tentang penunjukan Lokasi untk

pendirian bangunan Masjid Baitul A’la

c. Surat Tanda bukti laporan kehilangan No.STBL/C-

433/VII2019/SUMSEL/LLG/SEK LLG TIMUR .

III. BEBERAPA KONTRADIKSI PENERBITAN SERTIFIKAT NOMOR 00005 TAHUN


2019 ATAS NAMA MASJID BAITUL A’LA

1. Pihak yang berhak mengajukan sertifikat tanah masjid Baitul A’la adalah Yayasan Baitul

A’la, karena secara legalitas masjid Baitul A’la dibawah naungan Yayasan Baitul A’la

(YBA), hal ini diakui oleh BPN bahwa tanah masjid Baitul A’la secara keperdataan hak

milik Yayasan Baitul A’la sebagaimana tercantum dalam surat BPN nomor 752/100.2-

16.73/VIII/2019.

2. BPN dalam suratnya nomor 752/100.2-16.73/VIII/2019 menyatakan bahwa sejak tahun

2003 tanah komplek Baitul A’la tidak lagi terdaftar sebagai aset Pemerintah Daerah

Kabupaten Musi Rawas, padahal tanah dan gedung masjid Baitul A’la termasuk dalam

berita acara serah terima barang milik daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 07

tahun 2001 tentang pembentukan kota lubuklinggau, tanggal 01 oktober 2019.

3. Sertifikat nomor 00005 tahun 2019 yang telah diterbitkan menghilangkan tanah BPGD

yang keberadaaanya berbatasan dengan sertifikat nomor 01 tahun 1983.


5

4. Dengan tidak membatalkan sertifikat tanah nomor 00005 tahun 2019 BPN kota

Lubuklinggau telah menyalahi keputusan bersama tentang berita acara tanggal 01 oktober

2019.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan kronologis dan bukti bukti diatas maka didapat kesimpulan sebagai berikut

1. Bahwa yang mengajukan permohonan penerbitan sertifikat adalah Yayasan Baitul A’la

akan tetapi BPN kota Lubuklinggau menerbitkan Sertifikat wakaf atas nama Nazir Masjid

Baitul A’la

2. Bahwa Tanah seluas 16.280 M2 adalah aset Pemda Musi Rawas

3. Bahwa Penerbitan sertifikat wakaf Masjid Baitul A’la telah bertentangan dengan UU

No.41 tahun 2004 tentang Wakaf (pasal 7) karena tanah tersebut milik Negara.

4. Bahwa sertifikat wakaf Masjid Baitul A’la terbit pada tanggal 19 Juni 2019, sedangkan

laporan kehilangan dibuat pada tanggal 11 Juli 2019, dengan demikian penerbitan

sertifikat oleh BPN Kota Lubukligau mendahului laporan kehilangan yang dibuat oleh

Lukman Ahmad (Ketua Masjid Baitul A’la) .

5. Bahwa dalam sertifikat 00005 luas tanah keseluruhan adalah 13.770 M2 sedangkan dasar

penerbitan Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Musi Rawas Nomor 121/HK/1985 tanggal

9 Agustus 1985 tentang Penunjukan Lokasi Untuk Pendirian Masjid Baitul A’la di Taba

Pingin Lubuklinggau dengan luas tanah 16.280 M2.

6. Bahwa dengan terbitnya sertifikat 00005 maka keberadaan STAI Bumi Silampari,TK

Islam Baitul A’la, SD Islam Baitul A’la dan KUA (Kantor Urusan Agama) Kec.

Lubuklinggau Selatan yang sudah lama menempati komplek tanah Baitul A’la kurang

lebih 25 tahun terancam eksistensinya.

7. Terdapat banyak kontradiksi dalam penerbitan sertifikat tanah nomor 00005 taun 2019.

8. Dengan diterbitkannya sertifikat nomor 00005 tanah BPGD dan beberapa gedung STAI-

Bumi Silampari secara hukum hilang.


6

V. TUNTUTAN

1. Mendesak Wali Kota Lubuklinggau untuk mengeluarkan SK Status Quo

(Mengnolkan kembali) Lahan Baitul A’la sebelum ada tindak penyelesaian lebih

lanjut.

2. Mendesak BPN Kota Lubuklinggau untuk membatalkan Sertifikat 00005 tahun

2019 dengan Surat Keputusan (SK) yang resmi

3. Mendesak pemerintah kota Lubuklinggau untuk segea menghentikan kegiatan

pembangunan dan penggusuran di tanah komplek Baitul A’la.

Anda mungkin juga menyukai