1. Perusahaan membutuhkan investasi pada asset-aset baru : Unsur ini akan timbul
dari peluang-peluang investasi yang dipilih untuk dilaksanakan perusahaan dan
merupakan hasil dari keputusan penganggaran modal perusahaan.
2. Tingkat Leverage keuangan yang dipilih untuk dipergunakan : Hal ini akan
menentukan jumlah pinjaman yang akan digunakan oleh perusahaan untuk
mendanai investasinya pada asset riil. Hal ini adalah kebijakan struktur modal
perusahaan.
3. Jumlah kas yang dirasakan perusahaan perlu dan layak untuk dibayarkan
kepada pemegang saham: hal ini ada kebijakan dividen perusahaan.
4. Jumlah likuiditas dan modal kerja yang dibutuhkan perusahaan dalam operasi
sehari-hari: Ini adalah keputusan modal kerja bersih perusahaan.
48
49 Manajemen Keuangan
3. Kondisi Terbaik ( Best Condition): Kondisi ini merupakan kondisi ketika situasi
perusahaan atau perekonomian sedang berada dalam situasi terbaiknya sehingga
angka –angka yang dipakai dalam perencanaan adalah angka –angka yang
optimistik.
Ketika sebuah perencanaan keuangan dibuat maka rencana tersebut juga akan
memasukkan laporan keuangan yakni neraca, laporan laba-rugi sebagai bagian dari
perencanaan yang dibuat, adapun laporan keuangan ini disebut juga laporan keuangan
pro forma ( “dalam bentuk”) . Jadi dalam hal ini laporan keuangan pro forma ini akan
Manajemen Keuangan 50
Bisa saja, angka proyeksi penjualan akan diberikan dalam bentuk tingkat
pertumbuhan dalam penjualan, hal ini tidaklah menjadi persoalan karena perhitungan
proyeksi penjualan akan diketahui setelah diketahui tingkat pertumbuhannya. Sesudah
dilakukan serangkaian skenario, maka yang teRp.enting disini bukanlah proyeksi
penjualan harus tepat tetapi bagaimana hubungan atau keterkaitan antara investasi dan
kebutuhan pendanaan pada berbagai kemungkinan tingkat penjualan dapat diketahui
untuk dipelajari agar dapat dilakukan keputusan-keputusan strategis dan berdampak
jangka panjang.
Dalam hal investasi, disini akan diperkirakan proyeksi belanja modal, dan akan
terlihat juga disini proyeksi neraca melalui perubahan dalam total asset tetap dan
modal kerja bersih, sedangkan dalam hal keuangan (financing) akan bagaimana
mencari dana yang dibutuhkan terhadap dana investasi yang dibutuhkan, akan ada
persoalan tentang kebijakan deviden dan kebijakan utang agar perusahaan
mendapatkan dana yang “siap” untuk dipakai belanja modal.
Setelah data proyeksi penjualan dan perkiraan belanja modal yang dibutuhkan
diketahui maka akan terjadi ketidak-seimbangan dalam neraca, hal ini dikarenakan
proyeksi total asset pasti lebih besar dari proyeksi sisi total pasiva. Karena itu
dibutuhkan pendanaan baru untuk menutupi seluruh proyeksi belanja modal, variable
51 Manajemen Keuangan
penyeimbang inilah yang disebut “Plug” yang harus dipilih, Penyeimbang ini adalah
sumber dari pendanaan eksternal khusus yang dibutuhkan untuk mengatasi kekuranagn
(kelebihan) dalam pendanaan sehingga dana dapat menjadi seimbang lagi seperti
sebelumnya.
Tentu saja, yang terakhir dan juga sangat penting adalah dalam perencanaan
tersebut haruslah secara jelas menyatakan kondisi perekonomian suatu negara atau
wilayah kekuasaan politik dimana perusahaan tersebut berada, hal ini dikenal sebagai
kondisi makro-ekonomi suatu negara. Kondisi makro- ekonomian tersebut antara lain
tentang inflasi, tingkat suku bunga dan tarif pajak perusahaan.
Adapun sebuah contoh dari model perencanaan keuangan sederhana sebagai berikut :
PT. Campur
Laporan Keuangan
Pro Forma
Manajemen Keuangan 52
Asumsi bahwa seluruh variabel akan meningkat sebesar 20 persen, membuat kita juga
dapat membuat neraca pro forma.
Sekarang kita harus merekonsiliasi kedua pro forma. Contohnya dapatkah Laba bersih
sama dengan Rp.240 dan Modal Sendiri meningkat hanya Rp.50? Jawabannya adalah
bahwa PT.Campur harus membayar perbedaan sebesar Rp.240-
Rp.50=Rp.190,kemungkinan sebagai dividen. Dalam kasus ini dividen adalah plug
variable.
Misalkan PT.Campur tidak membayar Rp.190 tersebut. Dalam kasus ini, tambahan ke
Laba ditahan adalah sejumlah Rp.240. Pos Modal Sendiri PT.Campur akan bertambah
menjadi Rp.490(Rp.250 sebagai starting income+Rp.240 sebagai net income), dan
hutang harus dilunasi untuk menjaga jumlah asset tetap Rp.600.
Dengan Rp.600 di total Aset and Rp.490 di Modal Sendiri, maka Hutang harus Rp.600-
Rp.490=Rp.190. Karena saldo awal Hutang adalah Rp.250, maka PT.Campur harus
melunasi hutang sebesar Rp.250-Rp.110=Rp.140. Maka neraca pro forma akan
menjadi:
53 Manajemen Keuangan
Dalam kasus ini, Hutang adalah plug variable yang digunakan untuk menyeimbangkan
proyeksi total aset dan Kewajiban. Contoh ini menunjukkan interaksi diantara
pertumbuhan penjualan dan kebijakan keuangan. Ketika penjualan meningkat, total aset
juga meningkat. Hal ini terjadi karena perusahaan harus berinvestasi pada modal kerja
bersih (net working capital) dan Aset tetap (fixed asset) untuk mendukung tingkat
penjualan yang lebih tinggi. Karena Aset berkembang, total Modal Sendiri dan
Kewajiban (Hutang) juga akan berkembang.
Hal yang harus kita perhatikan dari contoh di atas adalah cara Kewajiban (Hutang) dan
Modal Sendiri berubah berubah bergantung pada pada kebijakan pendanaan dan
kebijakan dividen perusahaan. Pertumbuhan asset ditentukan bagaimana perusahaan
mendanai pertumbuhan tersebut.
Pada bagian ini, akan dijelaskan tambahan atau perluasan dari model sederhana
yang sebelumnya. Prinsip dasarnya adalah untuk memisahkan Laporan Rugi-Laba dan
Neraca menjadi 2 grup, dimana yang satu langsung terkait penjualan dan yang satunya
tidak langsung terkait. Jika suatu ramalan penjualan ditetapkan,maka akan dapat
Manajemen Keuangan 54
mengitung berapa banyak dana yang dibutuhkan perusahaan untuk menopang prediksi
tingkat penjualan.
TABLE 4.1
PT.HaLe
Laporan Laba Rugi
Penjualan Rp. 1,000
Biaya-biaya Rp. 800
Laba kena pajak Rp. 200
Pajak (34%) Rp. 68
Laba bersih Rp. 132
Rp.
Dividend 44
Rp.
Tambahan Laba ditahan 88
55 Manajemen Keuangan
TABLE 4.2
PT.HaLe
Laporan Laba Rugi Pro Forma
Penjualan(proyeksi) Rp. 1,250
Costs (80% dari penjualan) Rp. 1,000
Laba kena pajak Rp. 250
Pajak (34%) Rp. 85
Laba bersih Rp. 165
Untuk sebagian besar dari tahun sekarang, dividend payout ratio adalah :
= Rp.44/132 = 33 1/3%
Kita juga dapat menghitung ratio dari tambahan laba ditahan terhadap laba bersih :
Ratio ini biasa disebut dengan retention ratio atau plowback ratio, dan itu sama
dengan 1 dikurangi dengan dividend payout ratio, karena sisa yang tidak dibayarkan
menjadi laba yang ditahan. Dengan asumsi bahwa payout ratio konstan, berikut ini
adalah proyeksi dividen dan tambahan pada Laba yang ditahan:
Rp.165
Untuk menghasilkan pro forma Neraca, dimulai dengan statements yang paling baru.
Dalam neracadi asumsikan bahwa beberapa pos atau akunnya dapat mempengaruhi
penjualan dan juga ada yang tidak. Untuk pos atau akun yang memliki hubungan
dengan penjualan, dinyatakan persentase penjualan pada tahun yang baru saja telah
selesai.Ketika sebuah pos tersebut tidak mempengaruhi penjualan secara langsung,
dituliskan “n/a” (not applicable).
Tabel 4.3
PT. HaLe
Neraca
Aset Kewajiban dan Ekuitas
Rp Persentase Rp Persentase
(juta) terhadap (juta) terhadap
Penjualan Penjualan
Aset lancar Kewajiban lancar
Kas 160 16 Utang dagang 300 30%
Piutang dagang 440 44 Wesel bayar 100 n/a
Persediaan 600 60 Total 400 n/a
Total 1200 120 Utang jangka panjang 800
Aset tetap Ekuitas pemegang saham
Pabrik dan Peralatan bersih 1800 180 Saham biasa dan modal disetor 800 n/a
Saldo laba ditahan 1000 n/a
Total 1800 n/a
Total Aset 3000 300% Total kewajiban dan ekuitas pemilik 3000 n/a
Untuk contoh, pada bagian aset, maka persediaan sama dengan 60% dari
Penjualan(Rp.600/1000) untuk akhir tahun. Kita asumsikan persentase diaplikasikan
untuk tahun yang akan datang, jadi setiap peningkatan Rp.1,- dalam penjualan,
persaediaan akan naik sebesar Rp..60. Ratio dari total assets kepada penjualan untuk
akhir tahun adalah Rp.3000/1000 = 3, atau 300%.
Ratio dari total assets kepada penjualan itu disebut sebagai capital intensity
ratio.Itu memberitahukan bahwa jumlah asset yang dibutuhkan untuk menghasilkan
Rp.1 pada penjualan. Jadi semakin tinggi ratio nya, semakin tinggi capital intensity
dalam suatu perusahaan.
mengikuti penjualan, sumsi awalnya tidak ada perubahan dan hanya menulis saldo
aslinya. Dari neraca diatas bahwa aset diproyeksikan naik sebesar Rp.750. Tetapi tanpa
pendanaan tambahan, kewajiban dan ekuitas (modal sendiri) hanya mengalami
kenaikan Rp.185 sehingga terjadi kekurangan sebesar Rp.750-185= Rp 565. Ini disebut
kebutuhan pendanaan eksternal (EFN= External Financing Needed)
Tabel 4.4
PT. HaLe
Neraca Pro Forma Parsial
Aset Kewajiban dan Ekuitas
Tahun ini Perubahan Tahun ini Perubahan
Rp dari Tahun Rp dari Tahun
(Juta) lalu (JutaRp) (juta) lalu ( Juta Rp)
Aset lancar Kewajiban lancar
Kas 200 40 Utang dagang 375 75
Piutang dagang 550 110 Wesel bayar 100 0
Persediaan 750 150 Total 475 75
Total 1500 300 Utang jangka panjang 800 0
Aset tetap Ekuitas pemegang saham
Pabrik dan Peralatan bersih 2250 450 Saham biasa dan modal disetor 800 0
Saldo laba ditahan 1110 110
Total 1910 110
Total Aset 3750 750 Total kewajiban dan ekuitas pemilik 3185 185
Kebutuhan pendanaan eksternal 565 565
Model prencanaan finansial ini mengingatkan pada humor tentang berita bagus
danberita buruk. Berita bagusnya, Perusahaan ternyata mampu memproyeksikan
kenaikan penjualan 25%. Berita buruknya adalah hal itu tidak mungkin terjadi kecuali
PT.HaLe entah dengan cara bagaimana harus mencari pembiayaan sebesar Rp.565.
Selain itu, hal ini merupakan contoh yang bagus bagaimana proses perencanaan
dapat menyelesaikan masalah dan potensi konflik. Mengapa ? kalau kita lihat pada
PT.HaLe, misalkan perusahaan ini punya tujuan tidak mau meminjam sedikitpun untuk
dana tambahan dan tidak mau menjual ekuitas baru, maka kenaikan 25% mungkin tidak
bisa dilakukan. Bila kita menambahkan Rp.565 sebagai pendanaan yang baru maka
Manajemen Keuangan 58
Table 4.5
PT. HaLe
Neraca Pro Forma
Aset Kewajiban dan Ekuitas
Tahun ini Perubahan Tahun ini Perubahan
Rp dari Tahun Rp dari Tahun
(juta) lalu ( Juta Rp) (Juta) lalu ( JutaRp)
Aset lancar Kewajiban lancar
Kas 200 40 Utang dagang 375 75
Piutang dagang 550 110 Wesel bayar 325 225
Persediaan 750 150 Total 700 300
Total 1500 300 Utang jangka panjang 1140 340
Aset tetap Ekuitas pemegang saham
Pabrik dan Peralatan bersih 2250 450 Saham biasa dan modal disetor 800 0
Saldo laba ditahan 1110 110
Total 1910 110
Total Aset 3750 750 Total kewajiban dan ekuitas pemilik 3750 750
.
Jika kita mengasumsikan bahwa PT.HaLe beroperasi pada 70% dari keseluruhan
kapasitas, maka kebutuhan dana eksternal akan sedikit berbeda. Ketika dikatatakan “ 70
persen dari kapasitas”, hal ini bermaksud bahwa level penjualan saat ini 70 persen dari
keseluruhan kapasitas
Ini memberitahukan bahwa penjualan naik hampir 43 persen dari Rp.1000 menjadi
Rp.1429 sebelum sedikitpun aset tetap dibutuhkan.
Pada skenario sebelumnya, diasumsikan bahwa penambahan aset tetapRp.450
sangat dibutuhkan. Sedangkan di skenario yang sekarang, tidak ada aset tetap yang
dibutuhkan karena penjualan hanya diproyeksikan hanya menjadi Rp.1250 yang mana
kurang dari Rp.1429 sebagai level kapasitas penuh. Hasilnya, estimasi awal sebesar
Rp.565 pada dana eksternal dinilai terlalu tinggi. Kita berasumsi bahwa Rp.450 pada
aset tetap baru dibutuhkan. Padahal tidak ada penggunaan dari aset baru tetap
dibutuhkan. Sehingga bila beroperasi pada 70 persen kapasitas, maka hanya
memerlukan Rp.115 (Rp.565-Rp.450) pada dana eksternal.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengadakan hubungan antara EFN dan
Growth. Untuk melakukannya kita akan menunjukan income statement singkat dan
neraca dari PT,HaLe pada table 4.6
tabel 4.6
PT,HaLe
Laporan Rugi Laba
Penjualan Rp. 500
Biaya Rp. 400
Laba kena pajak Rp. 100
Pajak (34%) Rp. 34
Laba bersih Rp. 66
Deviden Rp. 22
Tambahan Laba ditahan Rp. 44
PT.HaLe
Neraca
Asset Kewajiban
Percentage Percentage
Rp. Rp.
of Sales of Sales
20 25
Aset lancar 0 40% Total Hutang 0 n/a
Aktiva Tetap 30 25
bersih 0 60% Modal Sendiri 0 n/a
50 Total Kewajiban and Modal 50
Total Asset 0 100% Sendiri 0 n/a
PT.HaLe memperkirakan level penjualan tahun depan sebesar Rp. 600, meningkat
Rp. 100. Diketahui bahwa persentase kenaikan penjualan sebesar 20% maka pada tabel
4.7 mengilustrasikan dengan tingkat pertumbuhan 20%, PT.HaLe membutuhkan
penambahan Rp.100 pada asset baru (dianggap kapasitas penuh). Proyeksi penambahan
pada laba yang ditahan adalah Rp. 52.8, maka EFN nya adalah Rp.100 - 52.8 = Rp.47.2
61 Manajemen Keuangan
tabel 4.7
PT.HaLe
Pro-Forma Income Statement
Penjualan(projected) Rp. 600.0
Biaya (80% of Sales) Rp. 480.0
Neraca PT HaLe
Aset Liabilities
Proyeksi Kebutuhan
Rp. Persentase Rp. Percentage
Pertumbuhan Peningkatan Tambahan Laba
Penjualan Proyeksi Rasio
Penjualan
penjualan(%)
Aset Lancar Aset(Rp.)
240 40% ditahan (Rp.)
Total Hutang EFN 250 Utang-Ekuitas
n/a
Aktiva tetap 0 360 0
60% 44
Modal Sendiri -44
302.8 n/a 0,7
bersih 5 25 46,2 -21,2 0,77
10
Total Asset 600 50
100% 48,4 1,6
Total hutang 552.8 n/a 0,84
15 75 50,6
and Modal24,4 0,91
20 100 52,8
Sendiri47,2 0,98
25 125 EFN 55 7047.2 n/a 1,05
(Kebutuhan
pendanaan dari
luar)
Tabel di atas menunjukkan EFN dari tingkat pertumbuhan yang berbeda. Proyeksi
tambahan ke Laba yang ditahan dan proyeksi ratio Hutang dan Modal Sendiri untuk
setiap scenario juga terdapat di tabel. Dalam menentukan rasio Hutang dan Modal
Sendiri, diasumsikan bahwa dana yang dibutuhkan adalah pinjaman, dan juga
Manajemen Keuangan 62
berasumsi bahwa dana surplus digunakan untuk melunasi hutang. Lalu untuk
pertumbuhan nol, utang berkurang sebanyak Rp.44 dari Rp.250 menjadi Rp.206..
Pertambahan asset yang dibutuhkan sama dengan aset asli sebanyak Rp.500 dikalikan
dengan tingkat pertumbuhan. Tambahan ke retained earning sama dengan Rp.44
ditambah dengan Rp.44 dikali tingkat pertumbuhan.
Untuk tingkat pertumbuhan yang relatif rendah, PT.HaLe akan menjalankan surplus
dan rasio Hutang dan Modal Sendirinya akan menurun. Tetapi tingkat pertumbuhan
meningkat sampai 10 persen, surplus menjadi berubah defisit. Lebih lanjut, ketika
tingkat pertumbuhan melebihi 20 persen, rasio Hutang dan Modal Sendirinya akan
melewati nilai 1,0.
di sini, ROA adalah laba atas aset (Return on Aset), dan b adalah ratio retensi, rasio
yang melihat dana ditanamkan kembali ke perusahaan.
Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate): ( ROE x b)/ 1 – ROE
xb
Perhitungan ini identik dengan tingkat pertumbuhan interna, kecuali rasio profitabilitas
yang digunakan adalah ROE bukan ROA.l
Manajemen Keuangan 64
Untuk perusahaan PT.HaLe, Laba bersihnya adalah Rp.66 dan totl ekuitasnya
Rp.250, dengan demikian ROEnya Rp.66/Rp.250 = 26.4 %, sedangkan Plowback
rationnya adalah, b, tetap 2/3, jadi Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable
Growth Rate) sebagai berikut :
Disini dapat melihat, apapun yang menambah ROE akan menambah tingkat
pertumbuhan yang berkelanjutan dengan cara membuat pembilang semakin besar dan
penyebut semakin kecil. Meningkatkan plowback ratio juga akan menimbulkan efek
yang sama. Jikalau semuanya disatukan dapat diketahui bahwa kemampuan perusahaan
menopang pertumbuhan berdasarkan 4 faktor berikut ini :
1. Profit Margin : Penambahan profit margin akan meningkatkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan dana secara internal serta meningkatkan
pertumbuhan yang sustain atau dipertahankan.
65 Manajemen Keuangan
BAB 4.
1. Lihat laporan keuangan sederhana di bawah ini untuk PT. Sanully (diasumsikan
tidak ada pajak penghasilan) :