Perkembangan Hukum Kontrak Bisnis Teori PDF
Perkembangan Hukum Kontrak Bisnis Teori PDF
Diterbitkan Oleh
R.A.De.Rozarie
(Anggota Ikatan Penerbit Indonesia)
Jl. Ikan Lumba-Lumba Nomor 40 Surabaya, 60177
Jawa Timur – Negara Kesatuan Republik Indonesia
www.derozarie.co.id – a_los_tesalonicenses@yahoo.com
Perkembangan Hukum Kontrak Bisnis;
Teori & Praktik
© September 2019
i
PRAKATA
ii
DAFTAR ISI
BAB I
POKOK-POKOK HUKUM PERIKATAN
1. Pengertian Umum Perikatan 1
2. Istilah Perikatan, Kontrak, Persetujuan Dan
Perjanjian 3
3. Ikhtisar Hukum Perikatan 6
4. Sumber-Sumber Perikatan 7
4.1 Persetujuan/Perjanjian 7
4.2 Undang-Undang 7
5. Sistem Terbuka Dan Asas Konsensualisme
Hukum Perikatan 8
5.1 Sistem Terbuka 8
5.2 Asas Konsensualisme 9
6. Syarat-Syarat Sahnya Persetujuan 10
7. Para Pihak Yang Terikat Dalam Persetujuan 14
8. Prestasi Suatu Persetujuan 15
9. Wanprestasi, Overmacht Dan Risiko 16
9.1 Wanprestasi 16
9.2 Overmacht 17
9.3 Risiko 20
10.Macam-Macam Perikatan 21
10.1 Perikatan Bersyarat 21
10.2 Perikatan Dengan Syarat Waktu 22
10.3 Perikatan Alternatif 23
10.4 Perikatan Tanggung Menanggung 23
10.5 Perikatan yang Dapat Dibagi dan
yang Tidak Dapat Dibagi 24
10.6 Perikatan Dengan Ancaman Hukuman 25
11.Hapusnya Perikatan 26
11.1 Pembayaran 26
11.2 Penawaran Pembayaran Tunai Disertai
Penitipan 28
11.3 Pembaharuan Utang 29
11.4 Perjumpaan Utang 30
11.5 Pencampuran Utang 31
11.6 Pembebasan Utang 31
11.7 Musnahnya Benda yang Terutang 32
iii
11.8 Kebatalan dan Pembatalan 33
11.9 Berlakunya Syarat Batal 34
11.10 Kedaluwarsa atau Lewat Waktu 35
BAB II
TINJAUAN UMUM PERIKATAN
DALAM SISTEM KETENAGAKERJAAN
1. Perjanjian Kerja 37
1.1 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) 37
1.2 Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
(PKWTT) 40
1.3 Perjanjian Kerja Lepas Harian (PKHL) 40
1.4 Perjanjian Kerja Antarkerja Antar Daerah 41
1.5 Perjanjian Kerja Antarkerja Antar Negara 41
1.6 Perjanjian Kerja Tenaga Asing (TKA) 42
1.7 Perjanjian Kerja Laut (PKL) 43
1.8 Perjanjian Kerja Perkebunan 43
1.9 Perjanjian Kerja Di Rumah 43
1.10 Perjanjian Kerja Adat 43
2. Berakhirnya Perjanjian Kerja 44
3. Perbandingan Beberapa Detail Penting Antara
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan,
dan Perjanjian Kerja Bersama 45
BAB IIII
PEMBAHARUAN PELATARAN
HUKUM KONTRAK
1. Latar Belakang Tradisi-Tradisi Hukum 50
1.1 Tradisi Civil Law 51
1.2 Tradisi Common Law 52
1.3 Tradisi Mixed Legal System 55
1.4 Tradisi Unification Law 56
2. Konsep-Konsep Umum Hukum Kontrak 57
2.1 Sifat Dasar dan Pembawaan Kontrak 57
2.2 Beberapa Definisi Umum 62
2.3 Komponen-komponen Universal
Hukum Kontrak 65
2.4 Kerangka Teoritik Perbedaan Kontrak,
Persetujuan, dan Prakontrak 68
iv
3. Peleburan Kerangka Teoritik Hukum Kontrak 71
3.1 Kajian Konseptual Lima Prinsip
Besar Hukum Kontrak 72
3.2 Kajian Konseptual Prinsip dan
Doktrin Penting Lainnya 103
BAB IV
PERANCANGAN KONTRAK
1. Tahapan Ideal Memformulasi
Dan Menutup Kesepakatan 127
2. Mematangkan Kesepakatan Melalui
Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak
Menurut Perspektif Hukum Dan Ekonomi 129
2.1 Prinsip Information as Label 129
2.2 Prinsip Voluntary Transfer 130
2.3 Prinsip Bargaining Equality 130
2.4 Prinsip Fulfilling Reasonable Expectations 130
3. Menetapkan Rambu-Rambu Kontrak 132
3.1 Dengan Menggunakan Prinsip-prinsip
Hukum Kontrak 132
3.2 Dengan Menggunakan Konsep
Transaction Cost 136
4. Mendeteksi Isu-Isu Potensial 137
5. Anatomi Kontrak Yang Ideal 140
6. Membuat Check-list 143
BAB V
FINALISASI PEMBUATAN KONTRAK
YANG IDEAL
1. Prinsip-Prinsip Umum Pembuatan Kontrak 155
1.1 Menetapkan Substansi Kontrak
Sesuai Dengan Hukum yang Diperlukan 155
1.2 Kelugasan Bahasa Kontrak 155
1.3 Definisi Untuk Menambah Kejelasan,
Bukan Sebaliknya 156
1.4 Hindari Frasa Bersyarat (Proviso) 157
1.5 Gunakan DAN/ATAU Dengan Tepat 158
1.6 Pastikan Keperluan Kata Majemuk 158
1.7 Penggandaan Angka dan Terbilangnya 158
v
1.8 Jangan Mengikutsertakan Ketidaktahuan 160
1.9 Desain Ideal 162
2. Penyusunan Provisi 163
2.1 Pleonasme 163
2.2 Mencari Kata Kerja yang Tepat 163
2.3 Kalimat Aktif Vs. Kalimat Pasif 164
2.4 Frasa Paralel Untuk Memparalel
Serentetan Peristiwa 166
2.5 Kelipatan Kalimat Negatif 166
2.6 Memadukan Detail Sesuai dengan
Tujuan Provisi 167
2.7 Kata Serapan Lebih Efektif 168
3. Kejelasan Dokumen Kontrak 169
4. Penyusunan Dan Perangkaian Paragraf 170
5. Lima Kebiasaan Yang Harus Dihindari 171
5.1 Berasumsi Semua Orang Mengetahui
Singkatan dan Akronim 171
5.2 Menggunakan Frasa yang Mengambang 172
5.3 Tidak Mengerti Fungsi Tanda Baca 172
5.4 Menonjolkan Sesuatu Secara Berlebihan 174
5.5 Modal Nekat 178
6. Implementasi Tahap Demi Tahap
Seluruh Teknik Dan Prinsip
Kedalam Pembuatan Kontrak 178
BAB VI
PENUTUP 187
mgcn.y=9&DETAIL=1804032132/N&caller=list&row_id=1&nume
ro=6&rech=11&cn=1804032132&table_name=WET&nm=18040321
52&la=N&dt=BURGERLIJK+WETBOEK+-&language=nl&fromta-
b=wet&sql=dt+contains++’BURGERLIJK’&+’WETBOEK’&tri=dd+
AS+RANK+&trier=afkondiging. Diakses pada tanggal 5 Januari
2014.
4
Pasal 1102: “suatu kontrak adalah bersifat timbal ba-
lik atau dua sisi untuk dan kepada para pihak
kontraktan”.
Berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik 7 (tujuh)
premis dasar terhadap pengertian perikatan, kontrak, per-
setujuan, dan perjanjian:
a. istilah persetujuan dipersamakan dengan perjanjian;
b. perjanjian atau persetujuan menimbulkan perikatan, yang
kemudian disebut dengan kontrak sehingga istilah
perikatan dapat dipersamakan dengan kontrak;
c. perikatan atau kontrak sebagai suatu pengikatan hukum
yang mengikat orang-orang/pihak-pihak sebagai hubu-
ngan hukum yang dilindungi atau dijamin oleh hukum
atau undang-undang;
d. oleh karena perikatan merupakan hubungan hukum an-
tara orang-orang/pihak-pihak (dua atau lebih), maka pe-
rikatan memiliki konsekuensi sebagai hukum yang
mengikat pula;
e. para pihak baik dalam persetujuan/perjanjian maupun
dalam perikatan/kontrak saling sepaham untuk bertukar
janji, sehingga pertukaran janji-janji ini menjadi prestasi
di mana pihak yang satu berhak dan pihak lainnya
berkewajiban untuk memenuhinya, demikian pula se-
baliknya;
f. kontrak memiliki arti lebih sempit yang ditujukan kepada
perjanjian atau persetujuan tertulis sehingga sifatnya
lebih teknis; dan
g. semua kontrak adalah persetujuan atau perjanjian, tetapi
tidak semua persetujuan atau perjanjian adalah kontrak.
5
3. Ikhtisar Hukum Perikatan
Hukum perikatan diatur dalam Buku III B.W yang terdiri atas 18 Bab, kemudian dibagi lagi dalam
bagian-bagian. Beberapa pasal penting terhadap perikatan dijelaskan melalui skema berikut ini:
Lahir dari
kontrak atau
Sumber persetujuan
Perikatan
(Ps. 1313 B.W)
(Ps. 1233 B.W)
Lahir dari UU
Dari UU saja
(Ps. 1352 B.W)
Perbuatan rechmatig
6
Ketentuan Pasal 1233 B.W menunjukan bahwa perikatan itu
terjadi karena persetujuan atau karena undang-undang,
dengan demikian undang-undang hanya mengenal dua
sumber perikatan. Ajaran umum tentang perikatan yang
bersumber pada persetujuan ditentukan dalam Pasal 1313
B.W, sedangkan perikatan yang bersumber pada undang-
undang ditentukan dalam Pasal 1352 B.W. Dari Pasal 1352
B.W ini, perikatan yang bersumber pada undang-undang
belum selesai perseolannya, sehingga masih terbagi lagi
menjadi perikatan dari undang-undang saja (uit de wet alleen)
dan dari undang-undang karena perbuatan manusia (uit de
wet door’s mensen toedoen). Kemudian menurut Pasal 1353
B.W perikatan yang dari undang-undang karena perbuatan
manusia itu masih dibagi lagi dalam perbuatan rechmatig
dan onrechmatig.
4. Sumber-Sumber Perikatan
Perikatan dilahirkan baik karena undang-undang
atau persetujuan/perjanjian. Lebih definitif lagi, Pasal 1233
Bab I Buku III B.W menentukan bahwa perikatan lahir
karena suatu persetujuan atau karena Undang-undang.8
4.1 Persetujuan/Perjanjian
Persetujuan/perjanjian adalah perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang
lain atau lebih.9 Dari peristiwa ini, lahir suatu hubungan
hukum antara dua orang/pihak atau lebih, itu yang dina-
makan perikatan. Persetujuan/perjanjian merupakan sum-
ber penting yang melahirkan perikatan, dibandingkan de-
ngan undang-undang sebagai sumber lainnya perikatan.
4.2 Undang-Undang
Sebagai sumber lainnya, undang-undang yang mela-
hirkan perikatan dapat diperinci lagi menjadi:
7
a. undang-undang saja; misalnya kewajiban orang tua ter-
hadap anak; dan
b. undang-undang yang berhubungan dengan perbuatan
orang lain; misalnya lembaga Zakwarneming (Pasal 1354
dan Pasal 1359 B.W) dan Onrechtmatigedaad (Pasal 1365
B.W).
Pada dasarnya, Zakwarneming menurut Pasal 1354 B.W ialah
pelaksanaan tugas tanpa kuasa yang esensinya berbeda de-
ngan pemberian kuasa. Zakwarneming adalah suatu keadaan
apabila seseorang secara sukarela tanpa perintah melaksana-
kan tugas orang lain dengan atau tidak dengan pengetahuan
yang mempunyai tugas. Ia terikat untuk melanjutkan tugas
itu sampai menyelesaikannya dengan baik, hingga orang
yang dia wakili itu dapat mengerjakannya sendiri. Pasal
1359 B.W menentukan bahwa pembayaran yang tidak ada
utangnya dapat dituntut kembali. Artinya, apabila senyata-
nya tidak ada utang, sedangkan pembayaran telah dilaku-
kan maka kelebihan pembayaran dapat dituntut kembali.
Penuntutan pembayaran tak terutang semacam ini dalam
bahasa Latin disebut condictio indebiti.10
5. Sistem Terbuka Dan Asas Konsensualisme Hukum Pe-
rikatan
5.1 Sistem Terbuka
Sistem terbuka hukum perikatan terimplementasi
melalui ketentuan Pasal 1338 ayat (1) B.W yang menentukan
bahwa “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan
undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”.11
18
alasan keadaan memaksa. Singkatnya, apabila orang atau
pihak dapat membuktikan bahwa wanprestasi itu bukan
karena kela-laiannya, melainkan akibat adanya overmacht,
maka menurut hukum ia dibebaskan dari tuntutan pihak
satunya. Sebaliknya, apabila wanprestasi itu berasal dari
kelalaian dan kealpaannya, bukan akibat adanya overmacht,
maka menurut hukum ia wajib mengganti kerugian yang
diderita pihak satunya.
Dalam tataran praktek, overmacht dipersamakan de-
ngan force majeure yang pada pokoknya menggambarkan
terjadinya suatu keadaan di luar kehendak para pihak. Oleh
karenanya keduanya sering diterjemahkan menjadi keadaan
memaksa sehingga menghalangi salah satu atau para
kontraktan dalam memenuhi prestasinya tersebut.
Sering kali menjadi perdebatan hukum, sampai
sejauh mana suatu keadaan yang terjadi dapat dikategorikan
sebagai keadaan memaksa. Apakah setiap kali terjadinya,
misalnya bencana alam, dapat serta merta dijadikan keadaan
memaksa sehingga pihak yang tidak memenuhi prestasinya
karena mengalami bencana alam tersebut juga dengan
otomatis tidak dikualifisir sebagai wanprestasi.
Sesuai dengan sistem norma yang terdapat di dalam
ketentuan Pasal 1244 dan Pasal 1245 B.W., maka suatu
keadaan baru dapat dikategorikan sebagai keadaan
memaksa apabila keadaan yang terjadi di luar kehendak
para pihak tersebut telah dicegah/diantisipasi secara patut.
Ini menegaskan adanya penekanan bahwa tidak semua
keadaan (misalnya bencana alam) akan selalu menjadi kea-
daan memaksa.24
24
sehingga masing-masing debitur diwajibkan untuk meme-
nuhi seluruh prestasinya itu.
10.6 Perikatan Dengan Ancaman Hukuman
Perikatan dengan ancaman hukuman (strafbeding)
merupakan perikatan yang mencantumkan syarat ancaman
hukuman untuk menjamin pelaksanaan perikatan. Dengan
demikian, apabila debitur lalai memenuhi perikatan, anca-
man hukuman ini dianggap sebagai pengganti kerugian
yang diderita oleh kreditur sebagai akibat hukum tidak
dipenuhinya perikatan oleh debitur.
Ancaman hukuman di dalam suatu perikatan dapat
dimaknai sebagai pendorong agar debitur benar-benar
melaksanakan pemenuhan kewajibannya. Pada hakikatnya
berupa pembayaran sejumlah uang yang merupakan
pembayaran kerugian yang dari semula sudah ditetapkan
sendiri oleh para pihak. Ini untuk membebaskan kreditur
dari pembuktian besarnya kerugian yang diderita karena
wanprestasi oleh debitur.
Ketentuan tentang ancaman hukuman ini terdapat
dalam Pasal 1304-1321 B.W. Hakim diberi wewenang oleh
undang-undang untuk meringankan hukuman itu apabila
debitur mulai memenuhi kewajibannya. Dalam hal debitur
belum atau tidak memenuhi kewajibannya sama sekali,
sedangkan ancaman hukuman bertambah berat, terutama
terhadap denda keterlambatan, maka Hakim harus
mempertimbangkan itikad baik dari para pihak (Pasal 1338
alinea 3 B.W).
11. Hapusnya Perikatan
Pasal 1381 B.W menentukan 10 (sepuluh) cara
hapusnya suatu perikatan, yakni karena:
11.1 Pembayaran
Pelaksanaan atau pemenuhan perikatan secara
sukarela, tidak ada paksaan atau eksekusi disebut pemba-
yaran. Pembayaran dapat berupa uang, penyerahan barang
25
yang dijual oleh penjualnya, atau pekerja yang melakukan
pekerjaan untuk majikan.
Kata pembayaran menurut undang-undang memiliki
arti yang luas, tidak hanya terbatas kepada pembeli yang
membayar harga barang yang dibelinya dari si penjual,
tetapi si penjual juga dianggap telah membayar apabila ia
telah menyerahkan barang (levering) tersebut kepada si
pembeli. Pihak yang berkewajiban membayar (hutang) ialah:
(i) orang yang berhutang atau debitur; (ii) orang yang turut
berhutang; (iii) penanggung hutang (borgtocht); dan (iv) pi-
hak ketiga yang bertindak atas nama sendiri (tidak meng-
gantikan debitur). Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa suatu pembayaran adalah sah apabila dilakukan oleh
orang yang berhak, dan pemilik barang yang berkuasa
memindahkannya.
Pembayaran dapat dilakukan di tempat yang telah
ditentukan dalam perikatan. Dalam hal tempat pembayaran
tidak ditentukan, maka pembayaran dapat dilakukan di
tempat barang itu berada pada waktu perikatan dilahirkan
(Pasal 1393 B.W). Selain kedua hal tersebut, pembayaran
juga dapat dilakukan di tempat tinggal kreditur, dan jika
suatu pembayaran berupa uang, maka pembayaran
dilakukan di tempat kreditur.
Persoalan pembayaran juga menimbulkan penggan-
tian hak-hak kreditur oleh pihak ketiga yang membayar
kepada kreditur (subrogatie). Subrogatie terjadi karena perse-
tujuan yang dinyatakan secara tegas atau dapat terjadi kare-
na undang-undang. Pasal 1401 B.W menentukan bahwa
subrogatie terjadi karena persetujuan:
a. bila kreditur, dengan menerima pembayaran dari pihak
ketiga, menetapkan bahwa orang ini akan menggantikan-
nya dalam menggunakan hak-haknya, gugatan-gugatan-
nya, hak-hak istimewa dan hipotek-hipotek terhadap
debitur; dan
26
b. bila debitur meminjam sejumlah uang untuk melunasi
utangnya, dan menetapkan bahwa orang yang memin-
jamkan uang itu akan mengambil alih hak-hak kreditur;
agar subrogasi ini sah, baik perjanjian pinjam uang
maupun tanda pelunasan, harus dibuat dengan akta
otentik, dan dalam surat perjanjian pinjam uang harus
diterangkan bahwa uang itu dipinjam guna melunasi
utang tersebut; sedangkan dalam surat tanda pelunasan
harus diterangkan bahwa pembayaran dilakukan dengan
uang yang dipinjamkan oleh kreditur baru.28
Pasal 1402 B.W menentukan bahwa subrogasi yang terjadi
karena undang-undang:29
a. untuk seorang kreditur yang melunasi utang seorang
debitur kepada seorang kreditur lain, yang berdasarkan
hak istimewa atau hipoteknya mempunyai suatu hak
yang lebih tinggi daripada kreditur tersebut;30
b. untuk seorang pembeli suatu barang tidak bergerak yang
memakai uang harga barang tersebut untuk melunasi
para kreditur, kepada siapa barang itu diperikatkan
dalam hipotek;31
c. untuk seseorang yang terikat untuk melunasi suatu utang
bersama-sama dengan orang lain, atau untuk orang lain,
dan berkepentingan untuk membayar utang itu;32 dan
d. untuk seorang ahli waris yang telah membayar utang-
utang warisan dengan uangnya sendiri, sedang ia
seterusnya, 1293, 1301 dan seterusnya, 1840, dan 1848 B.W, serta
Pasal-pasal 146, 148, 162, dan 284 W.v.K (Wetboek van Koophandel).
27
menerima warisan itu dengan hak istimewa untuk
mengadakan pencatatan tentang keadaan harta peningga-
lan.33
Ketentuan Pasal 1400-1403 B.W membedakan penger-
tian antara penggantian hak seseorang berpiutang (subro-
gatie) dengan dengan cessie. Cessie adalah suatu perbuatan
pemindahan suatu piutang kepada seseorang yang telah
membeli piutang.
11.2 Penawaran Pembayaran Tunai Disertai Penitipan
Penawaran pembayaran tunai dapat disertai dengan
penitipan (consignatie) ketika si berpiutang tidak mau
menerima pembayaran barang atau uang yang hendak
dibayarkan oleh si berhutang yang dibawa atau diantar
kepada si berpiutang. Apabila ia tetap menolak maka barang
atau uang itu disimpan di suatu tempat atas tanggungan si
berpiutang. Penawaran dan peringatan tersebut harus
dilakukan secara resmi oleh seorang juru sita yang
melakukan proses verbal dan melakukan penyimpanan di
kepaniteraan Pengadilan Negeri dengan memberitakannya
pada si berpiutang. Bila ketentuan tersebut telah dipenuhi,
maka si berhutang telah bebas dari hutangnya karena
dianggap telah membayar. Pembayaran secara “konsinyasi”
dapat terjadi bila debitur telah melakukan suatu penawaran
pembayaran dengan perantara notaris atau juru sita, kemu-
dian kreditur menolak penawaran tersebut.
Rekening atau nota konsinyasi adalah penitipan
barang untuk dijual atas nama si penitip atau pemilik
dengan ketentuan setiap barang yang telah terjual, jumlah
hasil penjualan barang tersebut disetor kepada pemilik atau
penitip barang dikurangi komisi yang telah disepakati (Pasal
1405-1407 B.W). Notaris atau juru sita membuat perincian
uang atau barang yang dibayarkan, kemudian pergi ke
33
Penuntutan pembatalan dapat ditolak oleh Hakim
bila ternyata sudah ada “penerimaan baik” dari pihak yang
dirugikan. Karena penerimaan baik suatu kekurangan atau
suatu perbuatan yang merugikan padanya dapat dianggap
telah melepaskan haknya untuk pembatalan. Pembatalan
juga dapat dilakukan oleh Hakim bila ternyata kedua belah
pihak telah meletakkan kewajiban timbal balik yang satu
sama lainnya tidak seimbang dan ternyata salah satu pihak
berbuat secara bodoh, kurang pengalaman atau dalam
keadaan terpaksa.
Untuk pembatalan secara aktif, undang-undang
memberikan batasan waktu 5 tahun (Pasal 1445 B.W),
sementara pembatasan pembelaan, tidak ada batas waktu.
Mengapa masih dapat dibedakan akibat hukum tidak
terpenuhinya syarat sahnya perjanjian antara batal demi
hukum dengan dapat dimintakan pembatalan? Menurut
Subekti, keduanya dapat dilihat dari sudut keamanan dan
ketertiban pembuatan kontrak. Dalam hal suatu kontrak
tidak memuat suatu hal (objek) dan tidak diperbolehkan
oleh hukum (tidak halal atau melanggar hukum dan
kesusilaan) maka kontrak tersebut tidak dapat dijalankan.
Sementara terhadap tidak terpenuhinya syarat subjektif,
maka pelaksanaan kontrak tersebut diserahkan kepada para
kontraktan sesuai dengan kepentingannya masing-masing
apakah ia atau mereka menghendaki pembatalan atau tidak.
11.9 Berlakunya Syarat Batal
Syarat batal merupakan ketentuan isi persetujuan
yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Syarat itu kalau
tidak dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal sehingga
perikatan menjadi hapus. Syarat batal pada asasnya berlaku
surut sejak perikatan itu dilahirkan. Perikatan batal dipulih-
kan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada
perikatan. Dipenuhinya syarat batal, maka perikatan
34
menjadi batal, pemulihan tidak berlaku surut tapi terbatas
sejak dipenuhi syarat itu.
11.10 Kedaluwarsa atau Lewat Waktu
Lewatnya waktu seseorang untuk memperoleh hak
milik dapat dibebaskan dari perikatan. Dengan lewatnya
waktu yang ditentukan, maka perikatan hapus. Terdapat 2
(dua) macam lampau waktu (daluarsa):
a. lampau waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu
barang disebut “acquisitive verjaring”; dan
b. lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan
atau dibebaskan dari tuntutan disebut “extinctive
verjaring”.
Selanjutnya terkait dengan lewatnya waktu (dalu-
arsa), Pasal 1963 B.W menentukan sebagai berikut:
a. barang siapa yang beritikad baik dan berdasarkan
sesuatu atas hak yang sah memperoleh suatu benda yang
tidak bergerak, suatu bunga atau suatu piutang lainnya
yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak
milik atasnya dengan daluwarsa, dengan penguasaan
selama 20 tahun; dan
b. barang siapa dengan itikad baik menguasai selama 30
tahun, memperoleh hak milik dengan tidak dapat
dipaksa menunjukkan atas haknya.
Daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan
diatur dalam Pasal 1967 B.W. Segala tuntutan baik yang
bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan hapus
karena kadaluwarsa, dengan lewatnya waktu 30 tahun,
sedang orang menunjukkan dakwaan tidak usah
menunjukkan tangkisan yang berdasarkan itikad buruk.
Terhadap benda bergerak yang berupa bunga atau piutang
oleh pembawanya tidak harus dibayar atas tunjuk, dalam
hal ini siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemilik.
Bila orang kehilangan atau kecuriaan suatu barang dalam
waktu 3 tahun terhitung sejak hilangnya atau dicurigainya
35
barang yang hilang atau dicuri sebagai barang miliknya di
tangan siapapun barang itu berada. Pemegang terakhir
dapat menuntut pada orang yang terakhir menyerahkan
atau menjual kepadanya suatu ganti kerugian.
Daluwarsa dapat dicegah, bila kenikmatan benda
lebih dari satu tahun diambil kembali dari tangan yang
menguasai benda tersebut, baik pemilik atau oleh pihak
ketiga. Mengenai upaya pencegahan daluwarsa dapat
dilakukan dengan:
a. dengan peringatan;
b. dengan teguran; dan
c. dengan gugatan atau perbuatan hukum lainnya.
Daluwarsa tidak dapat dicegah, apabila peringatan dan
gugatan ditarik kembali atau dinyatakan batal, digugurkan
atau ditolak oleh Hakim (Pasal 1981 B.W). Selanjutnya,
terkait dengan daluwarsa tidak berjalan dalam hal-hal
sebagai berikut:
a. terhadap anak yang belum dewasa atau orang di bawah
pengampuan;
b. terhadap istri selama perkawinan;
c. terhadap suatu hutang yang digantungkan pada suatu
syarat, selama syarat itu tidak terpenuhi; dan
d. terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu
warisan dengan hak istimewa untuk membuat
pendaftaran harta peninggalan mengenai piutang-
piutangnya terhadap harta peninggalan.
36
BAB II
TINJAUAN UMUM PERIKATAN DALAM SISTEM
HUKUM KETENAGAKERJAAN
1. Perjanjian Kerja
Suatu perjanjian kerja merupakan hubungan hukum
antara pengusaha sebagai pihak pemberi kerja dengan
pekerja atau buruh sebagai pihak penerima kerja. Perjanjian
mana pada pokoknya berisikan perikatan yang mengikat
hubungan kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak. Dalam sistem hukum
ketenagakerjaan, hak dan kewajiban para pihak diawali
dengan adanya perintah kerja dari pengusaha kepada
pekerja atau buruh.
Hubungan kerja merupakan hubungan antara
pengusaha de-ngan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian
kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Pasal 1320 KUHPerdata jo. Pasal 52 UU Ketenaga-
kerjaan:
a. Kesepakatan para pihak
b. Kecakapan melakukan perbuatan hukum
c. Pekerjaan yang diperjanjikan
d. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusi-
laan, dan peraturan perundang-undangan
Terdapat berbagai macam perjanjian kerja dalam
system ketenagakerjaan, yaitu:
Berdasarkan Pasal 1601 KUHPerdata:
1. Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
a. Pasal 1601b KUHPer
b. Pasal 1604 KUHPer
c. Pasal 1610 KUHPer
d. Pasal 1610-1616 KUHPer
e. Pasal 1367 KUHPer
f. Pasal 64-66 UUKK
37
2. Perjanjian Melakukan Jasa-jasa Tertentu
a. Pasal 1601 KUHPer
b. Pasal 66 UUKK
c. Kepmenakertrans No. Kep.101/MEN/VI/2004
3. Perjanjian Kerja
a. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
b. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
c. Perjanjian Kerja Harian Lepas (PKHL)
d. Perjanjian Antarkerja Antar Daerah (AKAD)
e. Perjanjian Antarkerja Antar Negara (AKAN)
f. Perjanjian Kerja Tenaga Kerja Asing (TKA)
g. Perjanjian Kerja Laut (PKL)
h. Perjanjian Kerja Di Perusahaan Perkebunan
i. Pekerjaan Kerja Di Rumah
j. Pekerjaan Kerja Adat
1.1 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Jenis dan kegiatan pekerjaan yang bisa dianggap
PKWT:
a. Sekali selesai atau sementara sifatnya
b. Diperkirakan untuk waktu yang tidak lama akan se-lesai
(paling lama 3 tahun)
c. Bersifat musiman atau yang berulang kembali
d. Bukan merupakan kegiatan pokok suatu perusahaan atau
merupakan pekerjaan penunjang
e. Berhubungan dengan produk baru, atau kegiatan baru
atau tambahan yang dalam pecobaan
1. Dibuat secara tertulis dengan Bahasa Indonesia dan
tulisan latin
2. Tidak boleh dipersyaratkan adanya masa percobaan
3. Dibuat rangkap 3, masing-masing untuk pekerja,
pengusaha, dan instansi ketenagakerjaan untuk di-
daftar
4. Seluruh biaya pembuatan kontrak ditanggung pe-
ngusaha
38
5. Tidak dapat ditarik kembali atau dirubah, kecuali atas
persetujuan para pihak atau karena alasan-alasan yang
diharuskan oleh UU
6. Jika diperpanjang, pemberitahuan tertulis kepada
pekerja selambat-lambatnya 7 hari sebelum be-rakhir
7. Proses pembaruan perjanjian paling lama 30 hari
8. Hanya boleh 1 kali pembaruan/perpanjangan un-tuk
jangka waktu yang sama dan tidak boleh me-lebihi
waktu seluruhnya 3 tahun.
9. Syarat formal pembuatan PKWT:
a. Dibuat rangkap 3
b. Didaftarkan pada Kantor/Dinas Tenaga Kerja se-
tempat
c. Biaya pembuatan PKWT ditanggung oleh pengu-
saha
d. Memuat identitas serta hak dan kewajiban para
pihak:
1. Nama dan alamat pengusaha atau perusaha-an
2. Nama, alamat, umur, dan jenis kelamin pe-
kerja
3. Jabatan atau jenis/macam pekerjaan
4. Besarnya upah serta cara pembayaran
5. Hak dan kewajiban pekerja
6. Hak dan kewajiban pengusaha
7. Syarat-syarat kerja
8. Jangka waktu berlakunya perjanjian
9. Tempat atau lokasi kerja
10. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat
11. Tanggal mulai berlakunya dan ditandata-ngani
oleh para pihak
12. PKWT yang tidak dibuat dalam Bahasa In-
donesia dan huruf latin berubah menjadi
PKWTT sejak adanya hubungan kerja
39
13. PKWT yang melanggar ketentuan berubah
menjadi PKWTT
14. Pembaruan PKWT tidak melalui masa teng-
gang 30 hari setelah berakhir, dan tidak di-
perjanjikan lain, PKWT berubah menjadi
PKWTT
1.2 Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
a. Perjanjian yang dibuat antara pekerja dengan pengu-saha
untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu yang
tidak ditentukan kapan berakhir
b. Biasanya diakhiri: wanprestasi, onrechtmatigedaad, ke-
hendak bebas para pihak, keadaan perusahaan
c. Jika dibuat secara lisan, pengusaha wajib membuat surat
pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan dengan
sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama & alamat pekerja;
2. Tanggal mulai bekerja;
3. Jenis pekerjaan; dan
4. Besarnya upah (Pasal 63 UUKK)
d. Dapat dipersyaratkat masa percobaan kerja paling lama 3
bulan
e. Selama masa percobaan, pengusaha dilarang mem-bayar
upah dibawah upah minimum
f. Jika tidak ditentukan, masa percobaan dianggap tidak
ada
1.3 Perjanjian Kerja Harian Lepas (PKHL)
a. Perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan
pekerja untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan
dapat berubah-ubah dalam hal waktu maupun volume
pekerjaan, dengan menerima upah yang didasarkan atas
kehadiran pekerja
b. Tidak boleh dilakukan untuk pekerjaan yang bersifat
rutin, tetap dan berkelanjutan, kecuali menurut sifat
jenisnya menggunakan pekerja harian lepas
40
c. Jangka waktu untuk mengerjakan pekerjaan dilakukan
dalam waktu yag relatif singkat dan tidak melebihi 3
bulan
d. Pekerjaan dilakukan tidak melebihi 20 hari kerja dalam
sebulan
e. Pekerjaan yang dilakukan untuk pekerjaan tertentu yang
berubah-ubah
f. Peraturan perundangan mengenai upah, kecelakaan
kerja, dan waktu istirahat juga berlaku terhadap PKHL
g. PKHL dapat dibuat berupa daftar pekerja yang mela-
kukan pekerjaan, yang paling tidak memuat:
1. Nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja
2. Nama/alamat pekerja
3. Jenis pekerjaan yang dilakukan
4. Besarnya upah dan/atau imbalan lainnya
h. Wajib dicatatkan kepada instansi ketenagakerjaan se-
tempat selambat-lambatnya 7 hari sejak perjanjian dib-uat
1.4 Perjanjian Kerja Antarkerja Antar Daerah
a. Perjanjian kerja yang dibuat antara pemberi kerja yang
memperkerjakan pekerja untuk dipekerjakan di luar
wilayah provinsi tempat tinggal pencari kerja, dalam
suatu waktu tertentu
b. Dibuat paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang 1
tahun
c. Pengusaha dapat memperpanjang jika sifat dan jenis
pekerjaannya memerlukan waktu lebih lama, misalnya
perkebunan kelapa sawit
d. Peraturan perundangan tentang upah, kecelakaan ker-ja,
waktu istirahat, dan fasilitas untuk pekerja juga ber-laku
terhadap AKAD
1.5 Perjanjian Kerja Antarkerja Antar Negara
a. Perjanjian tertulis yang dibuat antara pekerja Indo-nesia
(TKI) dengan pengguna, baik instansi pemerin-tah, badan
usaha atau perorangan di luar negeri
41
b. Sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama dan alamat pengguna
2. Nama dan alamat TKI
3. Jabatan atau jenis pekerjaan TKI
4. Hak dan kewajiban para pihak
5. Kondisi dan syarat kerja: upah, cara pembaya-rannya,
jam kerja, hak cuti dan waktu istirahat, fa-silitas, dan
jaminan sosial
6. Jangka waktu perjanjian
a. Dapat dibuat untuk 2 tahun dan dapat diper-
panjang 2 tahun lagi
b. Wajib didaftarkan pada perwakilan Indonesia di
negara setempat
c. Tujuannya, agar dapat diselesaikan menurut hu-
kum Indonesia jika terjadi sengketa
d. Penempatan TKI ke luar negeri harus memenuhi
ketentuan:
1. Negara tujuan memiliki peraturan perlindu-ngan
tenaga kerja asing
2. Negara tujuan membuka kemungkinan kerja-
sama bilateral dengan negara Indonesia dibi-
dang penempatan TKI
3. Keadaan di negara tujuan tidak membaha-yakan
keselamatan TKI
1.6 Perjanjian Kerja Tenaga Kerja Asing (TKA)
a. Perjanjian kerja antara perusahaan dengan seorang
pekerja warga negara asing, baik pendatang maupun
yang telah menjadi penduduk Indonesia
b. 2 bentuk:
1. TKA yang bekerja di perusahaan berdomisili di
Indonesia
2. TKA yang dipekerjakan di Indonesia oleh perusa-haan
induknya di luar negeri
c. Biasanya dalam bentuk PKWT dan berlaku 2 tahun
42
d. Pemberian izin kerja diberikan 1 tahun dan dapat
diperpanjang sesuai dengan izin tinggal TKA
e. Untuk TKA pendatang, perusahaan wajib melatih
pekerja Indonesia sebagai pendamping dan mem-bayar
biaya untuk latihan tersebut kepada Departe-men
Tenaga Kerja sebesar $100 sebulan untuk setiap TKA
pendatang
1.7 Perjanjian Kerja Laut (PKL)
a. Perjanjian yang dibuat antara pengusaha kapal dengan
pihak pekerja untuk melakukan pekerja dengan men-
dapat upah, baik sebagai Nakhoda atau anak buah ka-pal
b. Dapat dilakukan dengan PKWTT atau PKWT
c. PKL memiliki kekhususan, terutama dalam hal perse-
lisihan dan atau PHK
d. Dapat mengesampingkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, karena sifat dan kondisi PKL
memiliki kebiasaan
e. Tempat bekerja di kapal yang selalu berpindah-pindah,
tidak dapat dipastikan dan ditentukan terlebih dahulu
1.8 Perjanjian Kerja Perkebunan
Peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan
berlaku sama.
1.9 Perjanjian Kerja Di Rumah
Pekerjaan yang dilakukan dalam usaha mengha-silkan
suatu produk tertentu yang dilakukan di rumah (di luar
perusahaan) atas dasar pesanan/permintaan pihak lain, baik
perorangan atau pengusaha, dengan cara dipe-roleh sendiri
atau melalui perantara, dengan mendapat-kan imbalan
sistem borongan atau hasil, bukan atas jam kerja.
1.10 Perjanjian Kerja Adat
a. Kerja bagi hasil
b. Kerja Upah Mengupah
c. Kerja Borongan
43
2. Berakhirnya Perjanjian Kerja
Menginat perjanjian kerja juga merupakan perbuatan
hukum yang melahirkan hubungan hukum, maka
pengakhiran atau pemutusan hubungan hukum juga telah
ditentukan yaitu antara lain:
a. Harus mengupayakan dengan berbagai cara agar PHK
tidak terjadi.
b. Antara lain dengan memberikan pembinaan dan
pendidikan terhadap pekerja, memperbaiki kondisi
perusahaan, mutasi.
c. Memberikan peringatan kepada pekerja sebelum me-
lakukan PHK.
d. Jika tidak berhasil, pengusaha dapat mengajukan PHK
kepada lembaga PPHI.
e. PHK masal dapat dihindari dengan cara (SE Menaker No.
1273/M/1985):
1. Bagi perusahaan yang mengalami kemunduran,
hendaknya memberikan penjelasan kepada para
pekerja/SP mengenai keadaan perusahaan
2. Sebelum tahap PHK, kepada pekerja dapat di-
tuangkan dengan penurunan upah sebagai tahap pe-
nyelamatan perusahaan dengan efisiensi dan peng-
hematan
3. Jika penyelamatan PHK tidak berhasil, PHK hanya
dapat dilakukan dengan mengindahkan ketentuan
yang ada
f. Selama putusan atas PHK belum berkekuatan hukum
tetap, pekerja dan pengusaha harus tetap menjalankan
kewajibannya
g. Pekerja yang mengalami PHK tanpa penetapan lem-baga
PPHI adalah batal demi hukum dan pe-ngusaha wajib
mempekerjakan pekerja yang bersang-kutan ser-ta
membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya
diterima
44
3. Perbandingan Beberapa Detail Penting Antara Perjan-
jian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan Perjanjian Kerja
Bersama
Dalam sistem hukum ketenagakerjaan, perikatan
dapat terjadi melalui berbagai macam perbuatan hukum.
Selain perjanjian kerja, seperti peraturan perusahaan,
perjanjian kerja bersama juga memiliki substansi pengaturan
yang berbeda, baik dari para pihak, dasar hukum, syarat
sahnya, isi dan bentuk kesepakatan, mulai dan masa
berlaku, kekuatan mengikat, dan kedudukan hukum
perikatan itu sendiri.
Berikut tabel perbandingan beberapa detail penting
antara perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian
kerja bersama:
N Tentang Perjanjian Peraturan Perjanjian Kerja
o Kerja Perusahaan Bersama
1 Pihak- a. Pengusaha Pengusaha a. Pengusaha,
pihak b. Pekerja yang Pengusaha-
memperkerjak pengusaha
b. Serikat Pekerja-
an pekerja 10
Serikat Pekerja
orang atau yang tercatat di
lebih Depnaker
2 Dasar a. KUHPerda a. Undang a. Undang-Undang
Hukum ta Buku III - No. 13 Tahun
titel 7A Undang 2003 tentang
Pasal 1601 No. 13 Ketenagakerjaan
s/d 1603z Tahun b. Peraturan
b. Undang- 2003 Pemerintah No.
Undang tentang 49 Tahun 1954
No. 13 Ketenag c. Keputusan
Tahun akerjaan Menteri Tenaga
2003 b. Keputus Kerja dan
tentang an Transmigrasi No.
Ketenagak Menteri KEP-
erjaan Tenaga 48/MEN/IV/20
c. Keputusan Kerja 04
Menteri dan
Tenaga Transmi
Kerja dan grasi
Transmigr No.
45
asi No. KEP-
KEP- 48/ME
100/MEN/ N/IV/2
VI/2004 004
46
perundang bersama
-undangan d. Didaftarkan
yang pada instansi
berlaku ketenagakerjaan
sesuai dengan
tingkatannya
4 Isi Hak dan Syarat-syarat Syarat-syarat kerja,
Kesepaka kewajiban kerja, keadaan
tan pekerja dan keadaan ketenagakerjaan,
pengusaha, ketenagakerja serta tata tertib
syarat-syarat an, serta tata perusahaan yang
kerja dan tertib harus diperhatikan
jangka waktu perusahaan dalam perjanjian
kesepakatan, kerja
cara
berakhirnya
hubungan
kerja
5 Bentuk a. Lisan atau Tertulis, Tertulis dalam
Kesepaka tertulis dibagikan rangkap 3
tan b. Jika lisan, kepada
harus ada
seluruh
surat
pengangk pekerja
atan
c. Tertulis
dalam
rangkap 3
dalam
bahasa
Indonesia
dan
tulisan
latin
6 Mulai a. Sejak hari Sejak tanggal Sejak hari penanda
Berlaku penanda disahkan oleh tanganan atau pada
tanganan; Dinas Tenaga waktu yang
atau
Kerja/Ditjen ditetapkan dalam
b. Pada
waktu PHI kesepakatan
yang Depnakertran
ditetapka s
n dalam
kesepakat
an
47
7 Masa a. Sesuai Paling lama 2 Paling lama 2 tahun
Berlaku dengan tahun dan dapat
kesepakat diperpanjang paling
an
lama 1 tahun lagi
b. Untuk
Jangka
Waktu
Tertentu
paling
lama 2
tahun
dapat
diperpanj
ang 1 kali
untuk
waktu
paling
lama 1
tahun
8 Kekuatan Antara Antara a. Seluruh pekerja
Mengikat Pengusaha Pengusaha di perusahaan
dengan Pekerja dan seluruh b. Pengusaha/peg
usaha-
yang membuat Pekerja di
pengusaha dan
perjanjian perusahaan
seluruh anggota
yang Serikat Pekerja
bersangkutan yang bergabung
9 Keduduk Tidak boleh 1. Merupak Merupakan
an bertentangan an kesepakatan umum
hukum dengan peratura yang harus
n umum
Perjanjian diperhatikan dalam
dalam
Kerja Bersama pembuat pembuatan
atau Peraturan an Perjanjian Kerja
Perusahaan Perjanjia
n Kerja
2. Jika
sudah
tidak ada
Perjanjia
n Kerja
Bersama
tidak
dapat
diganti
dengan
Peratura
48
n
Perusaha
an
3. Persiapa
n kearah
pembuat
an
Perjanjia
n Kerja
Bersama
bila
Serikat
Pekerja/
Serikat
Buruh
telah
berdiri
49
BAB III
PEMBAHARUAN PELATARAN HUKUM KONTRAK
36 Arti Civil law sebagai suatu tradisi sangat berbeda dengan arti
civil law sebagai ranah hukum perdata yang merupakan hukum
bukan pidana (non-criminal law).
50
persoalan, bahkan sebaliknya, semua sistem hukum yang
berbeda ini justru saling melengkapi dan mengisi
kekosongan hukum kontrak. Pada titik ini, hukum kontrak
dalam sistem hukum yang dianut oleh suatu negara tidak
lagi berorientasi kepada kepastian hukum atau keadilan saja,
namun lebih luas mengarah ke penyesuaian diri agar hukum
kontrak mampu berjalan seiring senada dengan dunia
praksis.
Bab III ini khusus mengungkap evolusi hukum
kontrak dan lebih rinci melihat kontribusi masing-masing
tradisi hukum dalam melengkapi sekaligus memperkaya
kajian konseptual hukum kontrak di Indonesia. Sebagai
langkah awal sebelum lebih jauh memahami pembaharuan
hukum kontrak, dikemukakan terlebih dahulu 4 tradisi
hukum sebagai pelataran awal pembaharuan hukum
kontrak.
1.1 Tradisi Civil Law
Civil Law sebagai suatu tradisi hukum juga disebut
dengan code law. Artinya, tradisi ini memiliki ciri khas dalam
hal pembentukan aturan-aturan hukum dalam undang-
undang melalui badan atau institusi legislatif yang khusus
membentuk dan mengundangkan undang-undang. Pada
hakikatnya, tradisi ini tidak mengkategorikan putusan
pengadilan sebagai sumber hukum, walaupun pada
prakteknya yurisprudensi sering dijadikan acuan dalam
menjaga konsistensi putusan-putusan pengadilan dalam
perkara yang serupa.
Dalam hal sistem hukum, tradisi Civil Law menjadi
sistem hukum tertua di dunia yang mendominasi dunia
barat, khususnya Eropa.37 Beberapa negara di benua Eropa
penganut tradisi ini: Italia, Perancis, Spanyol, Jerman,
55
penganut tradisi ini, yaitu pencampuran tradisi Civil Law,
Islamic Law dan Customary Law.42
1.4 Tradisi Unification Law
Dalam hal hukum kontrak, Unidroit Principles of
International Commercial Contract (UPIC) merupakan wujud
tradisi hukum unifikasi. Terdapat dua desakan yang saling
berhubungan erat terhadap kebutuhan hukum ini, yaitu:
pertama, terbentuknya globalisasi ekonomi dan perdagang-
an bebas di seluruh dunia sehingga interaksi perdagangan
semakin terbuka, terpadu dan tanpa batas. Kedua, besarnya
disparitas perbedaan hukum kontrak antara satu negara
dengan negara-negara lain berdasarkan perbedaan tradisi-
tradisi hukum yang ada.
Desakan-desakan semacam ini menginginkan adanya
harmonisasi hukum yang dapat menyeragamkan
perbedaan-perbedaan. Paling tidak, UPIC menawarkan
beberapa indikator fundamental, seperti penerimaan, untuk
meningkatkan kepastian dan prediktabilitas. 3 bentuk
keseragaman UPIC yang ditawarkan adalah keseragaman
melalui kodifikasi di tingkat domestik; keseragaman pada
tingkat internasional; dan keseragaman aplikasi dan metode
interpretasi. Tradisi ini sering disebut dengan istilah har-
monization law atau uniformity law.
UPIC pertama kali menjadi hard law pada tahun 1994,
kemudian diperbarui di tahun 2004, dan penyesuaian
terbaru pada tahun 2010. Tujuan utama pembentukan dan
pembaharuannya adalah untuk menentukan aturan-aturan
umum kontrak komersial internasional berdasarkan penun-
dukan para kontraktan di bawah prinsip-prinsip umum
42 http://www.juriglobe.ca/eng/sys-juri/class-poli/sys-mixtes.p-
hp. Juga terdapat informasi tentang negara-negara penganut tra-
disi mixed legal systems.
56
hukum kontrak dan lex mercatoria.43 Selain lex mercatoria,
beberapa prinsip yang ditawarkan penyeragaman oleh UPIC
adalah kebebasan berkontrak, itikad baik dan transaksi yang
jujur, kebiasaan bertransaksi bisnis di negara setempat,
penawaran dan penerimaan, perlindungan kepada pihak
yang lemah dari syarat-syarat baku, perbedaan besar,
pengaruh tidak layak, contra preferentum dalam penafsiran
kontrak baku, kesukaran kontrak, keadaan memaksa, dan
lainnya.
2. Konsep-Konsep Umum Hukum Kontrak
2.1 Sifat Dasar dan Pembawaan Kontrak
Pada hakikatnya, kontrak menentukan hak dan
kewajiban para kontraktan. Pertukaran hak dan kewajiban
ini merupakan komponen prestasi para kontraktan yang
saling terikat untuk melaksanakannya. Lebih lengkapnya,
terdapat 8 komponen prestasi, yaitu hak (rights); kewajiban
(duty); keistimewaan (privilege); tanpa hak (no-right); kekua-
saan (power); pertanggungjawaban (liability); imunitas (immu-
nity); dan ketidakmampuan (disability).
Penjelasan singkat terhadap 8 komponen tersebut:
1. right; an enforcable claim to performance, action or forbearance
by another;
2. duty; the legal realtion of a person who is commanded by
society to act or forbear for the benefit of another person either
immediately or in the future, and who will be penalized by
society for disobedience;
3. privilege; the legal relation of A to B when A (with respect to B)
is free or at liberty to conduct himself in a certain manner as he
pleases; when his conduct is not regulated for the benefit of B by
the command of society, and when he is not threatened with any
penalty for disobedience;
43http://www.unidroit.org/english/principles/contracts/main.ht
m.
57
4. no-right; the legal relation of a person in whoose behalf society
is not commanding some particular conduct of another;
5. power; the legal relation of A to B when A’s own voluntary act
will cause new legal relations either between B and A or
between A and a third person;
6. liability; the relation of A to B when A may be brought into new
legal relations by voluntary act of B;
7. immunity; the relation of A to B when B has no legal power to
affect one or more of the existing legal relations of A;
8. disability; the relation of A to B when by no voluntary act of his
own can A extinguish one or more of the existing legal relations
of B.44
(Opposites) (Opposites)
Correlatives Correlatives
(Opposites) (Opposites)
Duty No-Right
59
Power (Contradictories) Immunity
(Opposites) (Opposites)
Correlatives Correlatives
(Opposites) (Opposites)
Liability (Contradictories) Disability
60
Penjelasan garis-garis panah dan analogi implemen-
tasi komponen:
Correlatives: dihubungankan dengan garis-garis panah
vertikal yang selalu timbul secara bersamaan, misalnya
dalam hal seseorang mendapatkan hak maka timbul
kewajiban, demikian pula dengan kekuasaan/kemampuan
maka timbul tanggung jawab.
Contoh: A sebagai penjual barang X dan B sebagai pembeli.
B berhak untuk membeli barang yang pantas/layak dijual
oleh A, sehingga korelasi hak B menjadikan kewajiban pada
A yang dalam hal ini wajib menjamin tiada cacat tersem-
bunyi pada barang X. Korelasi kewajiban A semacam ini
melahirkan hak bagi A untuk menerima pembayaran sesuai
dengan harga barang X, dan lagi, korelasi hak A ini
melahirkan kewajiban B untuk membayar A terhadap
barang X yang dibelinya itu.
Opposites: dihubungkan dengan garis-garis panah diagonal
yang menunjukan pertentangan atau saling berlawanan,
tidak bisa dimiliki seseorang pada waktu yang bersamaan,
misalnya antara orang yang mendapatkan imunitas tidak
melahirkan pertanggungjawaban.
Contoh: terhadap jual-beli tadi, B setuju untuk tidak
menuntut A dikemudian hari setelah X diterima dengan
baik oleh B. Dalam skema ini, A mendapatkan imunitas-
dilepaskan dari segala tuntutan ganti rugi-sehingga sudah
tidak ada pertanggung-jawaban A dikemudian hari. Imuni-
tas pembebasan tuntutan dari pihak satunya semacam ini
dikenal dengan istilah acquit et de charge (acquited on all
charges), rechtsverwerking, acquittance, release.46
als, and the Law, Oxford University Press 1981, hlm. 76.
64
mengemukakan bahwa seseorang yang lalai menjalankan
janji-janji wajib hukumnya sudah mengetahui kalau kontrak
tersebut tidak sesuai dengan pengharapan keuntungannya,
atau dari awal sudah terdapat wanprestasi (breach of
contracts) di dalamnya.51
Subekti mendefinisikan, perikatan adalah perhubu-
ngan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan
mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari yang
lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi hal itu.52
Subekti menambahkan bahwa unsur levering merupakan
unsur terpenting di dalam suatu kontrak sebagai penye-
rahan hak. Suatu levering yang sah menurutnya harus meme-
nuhi 2 (dua) syarat, yaitu titel yang sah dan orang yang
berhak berbuat bebas untuk melakukan levering.53 Levering
dapat dikatakan sebagai perbuatan yuridis yang merupakan
pertukaran hak kepemilikan atau transfer of ownership. Ajaran
inti yang ada dalam B.W tentang levering dibedakan menjadi
penyerahan yuridis (juridische levering) dan penyerahan
nyata (feitelijke levering). Pembedaan ini didasarkan perbe-
daan hakiki jenis benda sebagaimana diatur dalam B.W.
Tentang penyerahan yuridis, terkait dengan penyerahan
benda tetap dilakukan dengan cara balik nama, sementara
penyerahan nyata terkait dengan penyerahan benda-benda
bergerak yang dikuasai oleh pemiliknya.
2.3 Komponen-komponen Universal Hukum Kontrak
Penting untuk diketahui dan selalu diingat bahwa
tidak ada pertentangan antara asas, prinsip, konsep, dan
teori hukum kontrak berdasarkan sistem Civil Law dengan
hlm. 17.
53 Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995,
hlm. 12.
65
sistem Common Law. Pada tataran fungsional, kedua sistem
hukum kontrak ini justru saling mengimbangi dan saling
mengisi kekosongan. Dalam banyak hal, kedua sistem
hukum kontrak tersebut memiliki kekurangan, sehingga
dalam sub-sub bab ini dilakukan penggabungan kerangka
utama terhadap komponen-komponen umum hukum
kontrak dari kedua sistem hukum kontrak. Penggabungan
ini bukan sesuatu yang baru di dunia praksis, karena telah
terjadi peleburan antara kedua sistem hukum kontrak ini,
baik disadari atau tidak, sehingga secara de facto hasil
peleburan ini sering dijadikan semacam matriks penyusunan
kontrak terutama terhadap syarat sahnya kontrak.
✓ Komponen Offer dan Acceptance
Syarat pertama untuk terciptanya suatu persetujuan harus
terjadi kesepakatan para pihak. B.W tidak menguraikan
bagaimana cara melahirkan konsensus, sehingga kontrak
tidak mungkin lahir jika para pihak tidak dapat saling
bersepakat untuk membuat persetujuan atau perjanjian.
Tidak lahirnya persetujuan, maka tidak dapat mengikat
kontraktual bagi para pihak yang membuatnya. Sejauh ini di
Indonesia, cara-cara mencapai kata sepakat dilakukan dari
adanya penawaran yang kemudian diikuti dengan
penerimaan. Elemen penawaran dan penerimaan ini haki-
katnya berasal dari sistem Common Law. Bahkan pengaturan
terhadap tata cara pengiriman, batas waktu, dan pemodi-
fikasian penawaran atau penerimaan ditentukan dalam hu-
kum kontrak sistem Common Law. Pada sistem yang lebih
modern lagi, tata cara seperti penarikan kembali penawaran
(offer revocation), penawaran balik (counter offer) dan cara
pengkomunikasian penawaran-penerimaan. Komponen pe-
nawaran dan penerimaan untuk mencapai konsensus sema-
cam ini dapat diklasifikasikan, dan de facto sudah
diterapkan, sebagai komponen umum hukum kontrak yang
berlaku universal.
66
✓ Komponen Consideration
Komponen ini menyerupai syarat ke-empat sahnya perse-
tujuan, yaitu suatu sebab yang tidak terlarang (versi lain
kausa yang halal) menurut Pasal 1335 B.W. Consideration
menjelaskan bahwa janji-janji yang termuat dalam kontrak
sudah seharusnya tidak bersifat sepihak, artinya suatu janji
harus dibalas dengan janji juga sehingga menjadi
persetujuan. Consideration dapat dijadikan parameter ukur
terhadap unsur-unsur paksaan, khilaf, penipuan dalam
pembentukan kontrak, sehingga semakin tidak berimbang-
nya janji-janji semakin menonjol unsur-unsur yang dilarang
oleh hukum tersebut. Komponen ini juga merepresentasikan
idealisme terhadap persamaan posisi para pihak (equal
bargaining position) yang dapat menciptakan perhubungan
kontraktual berimbang kepada para kontraktan.
✓ Komponen Intention To Create Legal Relation
Komponen ini menambahkan syarat kedua agar persetujuan
menjadi sah, yaitu kecakapan para pihak. Selain para pihak
diharuskan untuk cakap melakukan perbuatan hukum,
komponen ini menawarkan esensi perikatan bahwa para
pihak diharuskan menunjukkan niatannya untuk mencip-
takan hubungan hukum. Hubungan hukum di dalam
kontrak ini membawa konsekuensi hukum bagi pihak yang
ingkar janji. Niatan untuk saling menundukkan diri dan
saling menciptakan hubungan hukum inilah yang menjadi
salah satu dasar pengadilan untuk menegakkan sengketa
kontrak. Di sisi lain, komponen ini merepresentasikan esensi
terpenting kontrak sebagai piranti tertulis persetujuan atau
perjanjian. Dengan ditutupnya kontrak melalui pembubu-
han tanda-tangan para kontraktan, komponen ini mengang-
gap bahwa para pihak telah menunjukan kesiapan dan
kesediaannya saling mengikatkan diri dan membuat hubu-
ngan hukum yang memiliki akibat hukum daripadanya.
67
✓ Komponen Ex Contractu
Kontrak yang dibuat pada pihak selalu diharapkan berjalan
independen tanpa hambatan dan campur tangan pihak
ketiga lain. Para kontraktan diharuskan mengerti tentang
hal-hal yang menjadi prestasinya sebagaimana tertuang
dalam kontrak, sehingga para pihak dapat menjalankan
semua hak dan kewajiban yang mengikat kontraktual itu
sesuai dengan kontrak (ex contractu). Komponen ex contractu
juga secara luas membenarkan tindakan hukum akibat
pelanggaran kontrak, dalam hal ini biasanya berbentuk
wanprestasi, sehingga pihak yang merasa dirugikan
diperbolehkan oleh hukum untuk menuntut pelaksanaan
kontrak. Tindakan penuntutan semacam ini selain untuk
mendapatkan ganti kerugian dan pemenuhan prestasi dari
pihak yang melanggar, juga untuk menegakkan inden-
pendensi kontrak (independent contract).
2.4 Kerangka Teoritik Perbedaan Kontrak, Persetujuan,
dan Prakontrak
Selain definisi-definisi tentang kontrak yang telah
diuraikan di atas, sub sub bab ini menambah beberapa
definisi kontrak untuk mendapatkan kerangka teoritik
perbedaan antara kontrak dengan persetujuan atau
perjanjian, dan dengan prakontrak dalam perspektif yang
lebih luas. Kontrak menurut kamus hukum standar Oxford
University Press:
A legally binding agreement. Agreement arises as a
result of offer and acceptance, but a number of other requirements
must be satisfied of an agreement to be legally binding:
a. there must be consideration;
b. the parties must have legal intention to create legal relations;
c. the parties must have capacity to contract;
d. the agreement must comply with any formal legal require-
ments;
e. the agreement must be legal;
68
f. the agreement must not be rendered void either by some
common-law or statutory rule or by some inherent defect.54
Penguraian tadi tidak jauh berbeda dengan standar
Butterworths, bahwa kontrak adalah
a. an agreement between competent persons upon a legal
consideration, to do or abstain from doing some act;
b. an agreement enforceable by law;
c. the agreement may be by parol, ie word of mouth, or writing
not under seal, or it may be specialty: in which case it is more
properly termed a covenant.
d. where a contract is not be specialty, it is called a parol or
simple contract to distinguish it from a contract is not by
specialty.55
Persetujuan, menurut kamus standar Black’s Law:
a. A mutual understanding between two or more persons about
their relative rights and duties regarding past or future
performances; a manifestation of mutual assent by two or
more persons;
b. The parties’ actual bargain as found in their language or by
implication from other circumstances, including course of
dealing, usage of trade, and course of performance.56
Menurut standar Butterworths, persetujuan adalah:
a. the consent or joining together of two minds in respect of
anything done or to be done;
b. also the written evidence of such consent;
c. an agreement exists either where a promise is made in one
side, and assented to on the other, or where two or more
persons enter into an engagement with each other, by a
promise on either side. 57
69
Definisi prakontrak menurut kamus standar Black’s Law:
a. a contract that preludes a party from entering into a com-
parable agreement with someone else;
b. historically, a precontract was usually a promise to marry. It
formed an impediment to marriage with any person other than
the promisee.58
Prakontrak menurut kamus standar Oxford University Press
dijelaskan:
... In practice, a contract would usually be in writing, but
a signed memorandum showing that the parties had been
bound from the time of an earlier oral agreement was
equally acceptable as evidence to support any claim to
enforce contract. However, ... now a mere memorandum
or note evidencing the terms of agreement will no longer
suffice.59
Bentuk prakontrak pada umumnya memiliki tajuk kepala
dengan nama-nama seperti Letter of Intent (LoI), Memoran-
dum of Understanding (MoU), Memory of Intent, Term Sheet,
Commitment Letter.60 Pada dasarnya, bentuk-bentuk prakon-
trak ini hanya berupa pernyataan tertulis para pihak yang
menjabarkan pemahaman awal saja. Kebanyakan, MoU
misalnya, dibuat oleh para pihak yang berencana untuk
masuk ke dalam persetujuan lebih detail, sehingga mereka
sifatnya sebagai pendahuluan latar belakang kontrak. Oleh
karena sifatnya hanya berupa pernyataan tentang pemaha-
man awal, maka prakontrak seperti ini tidak dimaksudkan
untuk mengikat para pihak dan tidak menghalangi adanya
transaksi dengan pihak ketiga lainnya.
Berdasarkan uraian kerangka teoritik di atas, terda-
pat 6 elemen dasar perbedaan antara kontrak dengan
persetujuan atau perjanjian, dan dengan prakontrak:
70
a. kontrak ≈ persetujuan atau perjanjian, tetapi ≠ pra-
kontrak;
b. kontrak adalah piranti tertulis persetujuan atau perjanjian
yang syarat-syarat legalitasnya telah terpenuhi, sehingga
kontrak dan persetujuan atau perjanjian seperti ini
memiliki pengikatan hukum (legal binding), tetapi tidak
terhadap prakontrak;
c. walaupun istilah persetujuan atau perjanjian sering
digunakan sebagai sinonim istilah kontrak, jika ditinjau
dari bentuknya maka istilah persetujuan atau perjanjian
memiliki ekspresi lebih luas dari maknanya sendiri dan
terdapat kekurangan dasar-dasar teknis;
d. jadi, istilah kontrak merupakan piranti tertulis persetu-
juan atau perjanjian yang lengkap dengan paling tidak
memenuhi syarat-syarat teknis yang ditentukan hukum;
e. dalam hal tercipta kontrak yang tidak lengkap, maka
kelengkapan kontrak diserahkan kepada pengadilan
untuk melengkapi atau mengisi kekosongan pada
kontrak yang tidak lengkap; dan
f. setiap kontrak adalah persetujuan atau perjanjian tetapi
tidak setiap persetujuan atau perjanjian adalah kontrak.
3. Peleburan Kerangka Teoritik Hukum Kontrak
Pandangan klasik terhadap hukum kontrak berkisar
pada ketentuan hukum yang berlaku independen bagi para
kontraktan. Ini memberikan pengertian yang tidak tepat,
karena seolah-olah hukum kontrak di masing-masing sistem
hukum tidak ada kaitannya dan berdiri sendiri-sendiri
dengan sistem hukum lain.
Desakan dan kemajuan zaman membuat hukum
kontrak telah berevolusi, terutama pada tataran praksis,
sehingga kontrak bukan saja berisikan hak dan kewajiban
(obligations) para kontraktan, tetapi juga terhadap pertang-
gungjawaban hukum yang semakin besar. Tuntutan
terhadap konkritisasi kontrak semacam ini semakin besar,
71
yaitu pelaksanaan kontrak yang para kontraktan telah saling
mengerti sampai sejauh mana hak, kewajiban dan pertang-
gungjawaban mereka ada dan berakhir.
Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas menci-
ptakan peleburan kerangka teoritik hukum kontrak. Pelebu-
ran ini dapat dimaknai sebagai harmonisasi hukum dalam
konteks mempersamakan premis-premis hukum kontrak.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa tidak
terdapat pertentangan prinsipil antara hukum kontrak
sistem Civil Law dengan hukum kontrak sistem Common Law,
bahkan keduanya saling mengisi dan melengkapi. Kiranya
peleburan kerangka teoritik hukum kontrak berikut ini
membuktikan pandangan tersebut.
3.1 Kajian Konseptual Lima Prinsip Besar Hukum Kon-
trak
3.1.1 Prinsip Kebebasan Berkontrak Burgerlijk Wetboek
Prinsip kebebasan berkntrak pada B.W dapat ditemu-
kan dalam Buku III B.W yang menganut sistem terbuka,
dengan pengertian peraturan hukum memberikan kelelu-
asan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola
pembuatan hubungan hukum. Apa yang diatur dalam Buku
III B.W hanya sekedar mengatur dan melengkapi (regelend
recht-aanvullendrecht).61 Berbeda dengan peraturan hukum
yang bersifat tertutup atau memaksa dalam Buku II B.W,
dimana para pihak dilarang menyimpangi aturan-aturan
yang ada di dalamnya.
Sistem terbuka dalam Buku III B.W dapat ditemukan
pada Pasal 1338 alinea (1) yang menentukan, “semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya”.62 Dengan adanya
73
Kebebasan berkontrak pada dasarnya merupakan
perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi
manusia yang perkembangannya dilandasi semangat libe-
ralisme yang mengagungkan kebebasan individu. Perkem-
bangan ini seiring dengan penyususnan B.W di negeri
Belanda, dan semangat liberalisme ini juga dipengaruhi
semboyan Revolusi Perancis “liberte, egalite et fraternite” yang
berarti kebebasan, persamaan dan persaudaraan.63 Dengan
kata lain, paham individualisme ini memperbolehkan setiap
orang untuk bebas memperoleh apa yang dikehendaki.
Dalam kaitannya dengan hukum kontrak, kebebasan
fundamental yang demikian ini apabila tidak diatur dengan
ketat dan jelas, kontrak yang dibuat dari hasil kebebasan
berkontrak tidak dapat menghasilkan keadilan ke arah
kesejahteraan
Kebebasan berkontrak terdiri atas:
a. kebebasan untuk membuat perjanjian atau tidak membu-
at perjanjian;
b. kebebasan untuk memilih dengan pihak mana akan mem-
buat perjanjian;
c. kebebasan untuk menentukan isi perjanjian;
d. kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian; dan
e. kebebasan untuk menentukan cara pembuatan perjan-
jian.64
Menurut Sutan Remi Sjahdeini, prinsip kebebasan
berkontrak menurut hukum kontrak Indonesia meliputi
ruang lingkup sebagai berikut:
a. kebebasan untuk membuat atau tidak membuat
perjanjian;
70 http://www.singaporelaw.sg/
8.8.4 First, just as parties are free to agree to bind themselves to a
contract, they are free to negotiate with each other to release themselves
from the obligations of that contract.
71 Ibid.
82
d. Pasal 1355 B.W, yang melarang dibuatnya kontrak tanpa
causa, atau dibuat berdasarkan suatu causa yang palsu
atau dilarang, dengan konsekuensi hukum tidaklah
mempunyai kekuatan;
e. Pasal 1337 B.W, yang menentukan bahwa suatu sebab
adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang,
atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau
ketertiban umum.
Pembuatan kontrak harus dilaksanakan dengan
itikad baik (with good faith) dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 1320 B.W tentang syarat sahnya persetujuan.
Pemenuhan syarat-syarat ini wajib dijalankan dan mengikat
para pihak yang membuatnya sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 1338 (1) B.W.
Menurut Tradisi Common Law Pada Umumnya
Prinsip itikad baik juga disebut bonafide berasal dari
bahasa Latin dengan makna “in good faith”, namun di dalam
penggunaannya didefinisikan “made in good faith; wihout
fraud or deceit, sincere; genuine.79 Pengertian yang serupa dan
lebih detail pada definisi good faith, yaitu
“a state of mind consisting in in (1) honesty in belief or
purpose, (2) faithfulness to one’s duty or obligation, (3)
observance of reasonable commercial standards of fair
dealing in a given trade or business, or (4) absensence of
intent to defraud or to seek unconscionable advantage” 80.
Penggunaan kata itikad baik sering ditemukan di
berbagai macam konteks yang biasanya disertai dengan
pengertiannya yang berbeda-beda di setiap konteks tersebut.
Secara teoritis, itikad baik dalam kontrak pada umumnya
lebih mengedepankan nilai kesetiaan kepada janji yang telah
disetujuinya itu, serta menekankan kepada tujuan bersama
84
Fair dealing adalah transparansi pelaksanaan perda-
gangan.83 Jika dikaitkan dengan itikad baik, maka kedua
prinsip ini memberi makna equal bargaining position para
pihak. Dengan kedudukan yang sama, para pihak secara
seimbang wajib saling mengisi dalam menyusun dan
membuat kontrak apa adanya yang penegakan isi kontrak
disetujui bersama. Sangat perlu menitik beratkan kepada
dua elemen, yaitu “secara jujur” dan “dengan jujur”
terhadap hubungan para pihak, baik pada waktu pra-
kontrak, pembuatan kontrak, penandatanganan, dan
pelaksanaan kontrak. Itikad yang baik ini dapat
direfleksikan pada kejujuran berprilaku dengan memper-
timbangan nilai-nilai keadilan, keseimbangan yang propor-
sional, kebersamaan, dan kepatutan.
Menurut UNIDROIT Principles of International Commer-
cial Contracts 2010
Sama dengan tradisi common law, pengakuan prinsip
itikad baik dalam UPIC 2010 dipersamakan dengan prinsip
transaksi berimbang. Selain itu, ketentuannya tidak lagi
bersifat rule of interpretation, namun secara terang dan jelas
ditentukan keberadaannya sehingga para pihak diharuskan
untuk menjunjung tinggi itikad baik dan transaksi
berimbang sebagai rule of law. Perbedaan signifikan antara
kebebasan berkontrak dan itikad baik – transaksi berimbang
yang ditentukan dalam prinsip ini adalah kebebasan
berkontrak menjadi kemerdekaan bagi para pihak untuk
dapat mengesampingkan ketentuan-ketentuan yang ada
dalam UPIC 2010, sementara kebebasan tersebut tidak lepas
dari prinsip itikad baik dan transaksi berimbang.
Keharusan ini dapat dilihat bahwa itikad baik dan
jujur ini tidak dapat dikesampingkan di dalam kontrak,
sebagaimana ditentukan dalam ARTICLE 1.7 (Good faith
89 Ibid.
ARTICLE 2.1.4 Revocation of offer
(1) Until a contract is concluded an offer may be revoked if the revocation
reaches the offeree before it has dispatched an acceptance.
(2) However, an offer cannot be revoked
(a) if it indicates, whether by stating a fixed time for acceptance or
otherwise, that it is irrevocable; or
(b) if it was reasonable for the offeree to rely on the offer as being
irrevocable and the offeree has acted in reliance on the offer.
ARTICLE 2.1.5 Rejection of offer
An offer is terminated when a rejection reaches the offeror.
92
ditawarkan itu dapat menunjukan persetujuannya dengan
melakukan tindakan tanpa pemberitahuan kepada penawar,
penawaran semacam ini berlaku efektif pada saat tindakan
itu dilaksanakan.
Dalam hal waktu penerimaan, telah ditentukan
dalam Pasal 2.1.7 bahwa suatu penawaran harus diterima
dalam kurun waktu yang telah ditentukan oleh penawar,
atau apabila tidak ada waktu yang ditentukan, dalam jangka
waktu yang dianggap wajar sesuai dengan keadaan. Suatu
penawaran lisan harus diterima segera kecuali keadaan
menunjukan sebaliknya.90
Pasal 2.1.8 menentukan bahwa periode waktu
penerimaan yang telah ditentukan oleh penawar dimulai
pada saat waktu penawaran dikirim. Waktu yang telah
ditunjukkan di dalam penawaran dianggap sebagai waktu
pengiriman, kecuali keadaan menunjukkan sebaliknya.
Dalam hal terdapat keterlambatan dalam pengiriman
penerimaan, ditentukan Pasal 2.1.9 bahwa (1) suatu
penerimaan yang terlambat tetap berlaku efektif sebagai
tanda penerimaan apabila diberitahukan kepada penawar
90 Ibid.
ARTICLE 2.1.6 Mode of acceptance
(1) A statement made by or other conduct of the offeree indicating assent
to an offer is an acceptance. Silence or inactivity does not in itself amount
to acceptance.
(2) An acceptance of an offer becomes effective when the indication of
assent reaches the offeror.
(3) However, if, by virtue of the offer or as a result of practices which the
parties have established between themselves or of usage, the offeree may
indicate assent by performing an act without notice to the offeror, the
acceptance is effective when the act is performed.
ARTICLE 2.1.7 Time of acceptance
An offer must be accepted within the time the offeror has fixed or, if no
time is fixed, within a reasonable time having regard to the
circumstances, including the rapidity of the means of communication
employed by the offeror. An oral offer must be accepted immediately
unless the circumstances indicate otherwise.
93
mengenai hal-hal keterlambatannya itu dalam waktu
sesingkat-singkatnya. (2) apabila dapat ditunjukkan oleh
bentuk komunikasi bahwa apabila tidak ada keterlambatan
tersebut maka penerimaan dapat sampai sesuai dengan
batas waktunya, maka penerimaan semacam ini dianggap
efektif, kecuali penawar memberitahukan kepada pihak
yang ditawarkan bahwa penawarannya dianggap terselip
selama pengirimannya.91
Pasal 2.1.10 mengenai penarikan kembali penerimaan
ditentukan bahwa suatu penerimaan dapat saja ditarik
kembali apabila penarikannya telah diterima penawar
sebelum atau sama pada saat penerimaannya itu berlaku
efektif. Dalam hal memodifikasi penerimaan, Pasal 2.1.11
menentukan bahwa (1) suatu balasan terhadap penawaran
yang mengandung penerimaan tetapi terdapat penambahan,
perubahan, atau modifikasi lainnya dianggap sebagai
penolakan terhadap penawaran dan berisikan penawaran
kembali. (2) akan tetapi, suatu balasan terhadap penawaran
yang mengandung penerimaan namun berisikan tambahan
atau perubahan ketentuan yang tidak dapat menggantikan
syarat-syarat penawaran dapat dikatakan suatu penerimaan,
kecuali penawar langsung menyatakan keberatan terhadap
91 Ibid.
ARTICLE 2.1.8
Acceptance within a fixed period of time. A period of acceptance fixed by
the offeror begins to run from the time that the offer is dispatched. A time
indicated in the offer is deemed to be the time of dispatch unless the
circumstances indicate otherwise.
ARTICLE 2.1.9 Late acceptance. Delay in transmission
(1) A late acceptance is nevertheless effective as an acceptance if without
undue delay the offeror so informs the offeree or gives notice to that effect.
(2) If a communication containing a late acceptance shows that it has
been sent in such circumstances that if its transmission had been normal
it would have reached the offeror in due time, the late acceptance is
effective as an acceptance unless, without undue delay, the offeror informs
the offeree that it considers the offer as having lapsed.
94
ketidaksesuaiannya. Apabila penawar tidak menyatakan
keberatannya, syarat-syarat kontraknya adalah syarat-syarat
penawaran dengan modifikasi disertai dengan penerimaan.
Pasal 2.1.12 mengenai konfirmasi melalui tulisan,
ditentukan bahwa apabila suatu tulisan yang telah
dikirimkan dalam kurun waktu yang pantas setelah
penutupan kontrak, dan yang mempunyai pokok isi tentang
konfirmasi tentang kontrak yang berisikan tambahan atau
syarat berbeda, maka syarat-syarat tersebut menjadi bagian
dari kontrak, kecuali mereka merubah pokok kontrak atau
para pihak, atau menyatakan keberatannya karena tidak
sesuai.92
Dari uraian di atas, maka terhadap prinsip itikad,
baik menurut B.W, menurut tradisi common law pada
umumnya, maupun menurut UPIC 2010, dapat ditarik
kesimpulan bahwa ide dasar tentang konsensualisme pada
kontrak adalah adanya persatuan keinginan yang
mempertemukan pendapat secara umum, sehingga
92 Ibid.
ARTICLE 2.1.10 Withdrawal of acceptance
An acceptance may be withdrawn if the withdrawal reaches the offeror
before or at the same time as the acceptance would have become effective.
ARTICLE 2.1.11 Modified acceptance
(1) A reply to an offer which purports to be an acceptance but contains
additions, limitations or other modifications is a rejection of the offer and
constitutes a counter-offer.
(2) However, a reply to an offer which purports to be an acceptance but
contains additional or different terms which do not materially alter the
terms of the offer constitutes an acceptance, unless the offeror, without
undue delay, objects to the discrepancy. If the offeror does not object, the
terms of the contract are the terms of the offer with the modifications
contained in the acceptance.
ARTICLE 2.1.12 Writings in confirmation
If a writing which is sent within a reasonable time after the conclusion of
the contract and which purports to be a confirmation of the contract
contains additional or different terms, such terms become part of the
contract, unless they materially alter the contract or the recipient,
without undue delay, objects to the discrepancy.
95
penekanannya terletak pada sudut pandang secara luas
(common view). Selain konsensus berdasarkan penawaran
dan penerimaan, dimunculkan pula unsur saling
mendukung dan solidaritas, namun patuh dan tunduk
terhadap apa-apa saja yang sudah dijanjikan.
Syarat kesepakatan semata memerlukan formulasi
lebih jelas tentang tata cara pencapaian kesepakatan yang
menjadi dasar setiap kontrak. Pada tataran praksis, prinsip
penawaran-penerimaan ini sudah dipraktekkan di
Indonesia, baik sebagai wujud praktek kebiasaan maupun
peleburan tradisi hukum sebagai matrix pembuatan kontrak.
Prinsip ini menderivasi prinsip-prinsip penting lainnya
seperti consideration dan promissory estoppel yang dibahas
lebih detail pada sub bab tersendiri.
3.1.4 Prinsip pacta sunt servanda
Prinsip pacta sunt servanda juga sering disebut prinsip
daya mengikat kontrak atau kekuatan mengikat
dipopulerkan oleh para ahli hukum berdasarkan teori-teori
hukum serta doktrin-doktrin, kemudian disebarkan melalui
tulisan-tulisan dan/atau buku-buku kajian tentang hukum
kontrak. Pacta sunt servanda berasal dari bahasa Latin yang
berarti perjanjian harus dipertahankan. Peraturan yang ada
di dalam perjanjian dan ketentuan utamanya terutama yang
dimuat di dalam kontrak harus dipelihara.93
Sudah selayaknya apa yang telah dijanjikan oleh para
pihak, dipatuhi pula oleh para pihak yang telah membuat
janji-janji tersebut. Dengan demikian para pihak yang
berjanji tersebut harus melaksanakan kontrak yang telah
disepakati bersama, selayaknya keharusan untuk mentaati
undang-undang.
97
hubungan hukum. Doctrine of consideration and equity sudah
menjadi ciri khas common law system yang bahkan menjadi
salah satu elemen penting untuk menjadi kontrak yang valid.
Suatu kontrak yang valid menurut perspektif hukum kontrak
Singapura ialah kontrak yang dapat ditegakkan oleh hukum
atau enforceable by law.
Implementasi prinsip ini diwujudkan melalui
formulasi janji bertimbal balik (consideration), sehingga janji
harus dibalas dengan janji agar menimbulkan kekuatan
pengikatan hukum (legal binding). Formulasi yang lebih
spesifik lagi ialah adanya “perlengkapan” suatu penawaran
(offer) dan penerimaan (acceptance) yang mem-validasi
keabsahan substansi kontrak.
Menurut The UNIDROIT Principles of International Com-
mercial Contracts 2010
Kekuatan mengikat suatu kontrak ditentukan dalam
Pasal 1.3 tentang sifat mengikat suatu kontrak (binding
character of contract), yaitu suatu kontrak yang dibuat sah
mengikat kepada para pihak di dalamnya. Kontrak ini hanya
dapat dimodifikasi atau dibatalkan berdasarkan syarat
penentuannya atau melalui persetujuan atau sebagaimana
ditentukan lain dalam prinsip-prinsip UPIC. “A contract
validly entered into is binding upon the parties. It can only be
modified or terminated in accordance with its terms or by
agreement or as otherwise provided in these Principles”.
Di dalam pelaksanaan kontrak, UPIC 2010
mengharuskan adanya itikad baik dan bertransaksi dengan
jujur. Itikad baik dan jujur ini tidak dapat dikesampingkan
di dalam kontrak, sebagaimana ditentukan dalam: ARTICLE
1.7 (Good faith and fair dealing). (1) Each party must act in
accordance with good faith and fair dealing in international trade.
(2) The parties may not exclude or limit this duty. Selain itu,
98
dilarang pula untuk melakukan perbuatan tidak konsisten
yang dapat merugikan pihak lain selama berkontrak.98
Kontrak yang dibuat dan mengikat para pihak, dapat
dipergunakan sebagaimana yang telah diperjanjikan untuk
pemenuhan kewajiban-kewajiban mereka. Pelaksanaan
kontrak dalam hal perdagangan internasional, dilakukan
seluas-luasnya sesuai dengan praktek kebiasaan yang telah
diketahui umum, kecuali tidak masuk akal untuk
digunakan.99
Pasal 6.1.4 menentukan bahwa (1) para pihak terikat
untuk melaksanakan kewajibannya demi kelancaran
pelaksanaan kewajiban secara optimal, kecuali keadaan
menentukan sebaliknya. (1) dalam hal terdapat kewajiban
pelaksanaan yang harus dipenuhi salah satu pihak dahulu,
maka pihak tersebut terikat untuk menjalankannya terlebih
dahulu, kecuali keadaan menentukan sebaliknya.100
98 http://www.unidroit.org, op cit.
ARTICLE 1.8(Inconsistent Behaviour)
A party cannot act inconsistently with an understanding it has caused
the other party to have and upon which that other party reasonably has
acted in reliance to its detriment.
99 Ibid.
105
Begitu pentingnya konsep-konsep penawaran dan
penerimaan ini untuk menjadi formula terjadinya kontrak
sehingga keberadaannya telah menjadi salah satu prinsip
terpenting hukum kontrak. Prinsip penawaran-penerimaan
menunjukan banyak, walaupun tidak semua, titik awal
kesepakatan untuk menganalisa apakah kesepakatan itu
telah tercapai.
Pada prakteknya di Indonesia, penerapan
penawaran-penerimaan sudah sedemikian banyaknya
sehingga penawaran-penerimaan tergolong menjadi lex
mercatoria di dalam dunia perdagangan. Tidak
mengherankan jika sekarang bisa ditemukan civil law system
modern sudah banyak mengadopsi rumusan kesepakatan-
penerimaan di dalam pra-kontrak, komunikasi, perhitungan
batas-batas waktu, dan unsur-unsur penting lainnya di
dalam proses bargaining. Dengan tercapainya kesepakatan
yang solid (melalui mekanisme penawaran-penerimaan dan
proses bargaining), dapat mempertemukan kecocokan antara
kehendak atau kemauan para pihak yang akan mengadakan
kontrak. Tercapainya kata sepakat seperti ini dapat juga
disebut sebagai meeting of the minds dan concurence of wills
yang para pihak menghendaki “sama dalam kebalikannya”.
Lebih luas lagi, penentuan penawaran-penerimaan
tidak hanya untuk mencapai kata sepakat tetapi juga turut
menentukan hal-hal lain seperti tata cara proses pengiriman
proposal, cara-cara penarikan kembali, modifikasi penawa-
ran atau penerimaan, penekanan terhadap batas-batas waktu
sebagai hal esensial di dalam pembentukan kontrak.
Pada dasarnya, penawaran adalah janji awal atau
ungkapan keinginan dalam bentuk tertentu dari si penawar
untuk terikat dengan ketentuan-ketentuan tertentu yang
diatur setelah adanya penerimaan tanpa syarat oleh pihak
yang ditawarkan. Ungkapan semacam ini harus dimengerti
106
sebagai niat dan maksud untuk menciptakan hubungan
hukum.
Di sisi lain, penerimaan tanpa syarat terhadap
penawaran yang diterimanya itu harus diberitahukan
kepada si penawar baik secara tegas atau tersurat.
Penerimaan terhadap penawaran yang telah lewat masa
waktunya secara normatif tidak menunjukan terjadinya
kesepakatan. Kerangka umum hukum kontrak tradisi
Common Law membedakan bahwa bukan suatu penerimaan
jika penerimaan itu masih berisikan perubahan atau
modifikasi penawaran awal. Bentuk semacam ini dikatakan
sebagai tawaran balik (counter offer).
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
suatu kontrak yang konsensus menurut hukum dirumuskan:
Offer + Acceptance = Agreement. Unsur terpenting konsensua-
lisme melalui penawaran-penerimaan lainnya adalah
adanya pertemuan kehendak (meeting of the minds) dan
kesesuaian pendapat (concurence of wills) yang telah
mempersatukan para pihak. Bersatunya para pihak berarti
adanya keharmonisan atau kecocokan dalam pendapat,
pandangan, maksud dan tujuan yang dapat digabungkan
untuk mengatur peristiwa yang akan datang. Pengaturan
peristiwa ini yang mewujudkan syarat dan ketentuan dalam
kontrak.
3.2.3 Prinsip Consideration
Secara luas, consideration adalah janji bertimbal balik.
Prinsip ini juga menjadi ciri khas lain dalam hukum kontrak
tradisi common law. Dengan adanya janji yang dibalas
dengan janji, maka terjadilah janji-janji yang bertimbal balik
sehingga kontrak yang dibuat para pihak dapat ditegakkan
menurut hukum atau enforceable by law.
Consideration menurut Garner:
1. Something (such as an act, a forbearance, or a return promise)
bargained for and received by a promisor from a promisee; that
107
which motivates a person to do something esp. to engage in a
legal act. Consideration, or a substitute such as promissory
estopel, is necessary for an agreement tobe enforceable;
2. Loosely, valuable consideration; that is adequate to support
the bargained-for exchange between the parties.108
Suatu janji yang terkandung di dalam kesepakatan tidak
dapat diberlakukan kecuali bila disertai dengan imbalan
janji. Imbalan janji ini harus sesuatu yang bernilai sesuai
dengan yang diminta oleh pihak yang membuat janji,
sekaligus diberikan oleh pihak yang menerimanya yang
akan diberlakukan oleh pihak penerima janji. Ide dasar
imbalan janji dalam prinsip ini tidak sama dengan prinsip
penawaran-penerimaan, karena umumnya lebih khusus
mengatur tentang ide dasar imbalan janji (janji balasan)
antara para kontraktan. Ide imbalan yang mendasari bahwa
janji yang dibalas itu sudah bertimbal balik jika ada
hubungan kausa antara janji awal dan janji balasan. Dengan
demikian, imbalan janji tidak dapat berupa sesuatu yang
telah dilakukan sebelum janji dibuat. Untuk melengkapi ide
imbalan yang diharuskan sebagai kausa dalam kontrak,
bahwa imbalan janji itu harus memiliki kecukupan
(sufficiency) sehingga dapat diklasifikasikan sebagai janji
balasan yang berimbang dan bertimbal balik. Jadi, prinsip
consideration ini mendasarkan bahwa kontrak bukan janji
sepihak dan tidak bersifat gratis. Pada tataran fungsional,
prinsip ini mencerminkan pertukaran hak dan kewajiban
sehingga consideration juga sering disebut dengan istilah:
quid pro quo, tit for tat, something for something. Secara teoritik,
prinsip consideration juga menitikberatkan kepada prinsip
larangan menyangkal atau promissory estoppel.
120 Ibid.
121 Ibid, hlm. 1624.
116
Biaya transaksi memiliki 3 (tiga) komponen utama,
yaitu biaya pencarian (search cost), biaya pertukaran untuk
saling tawar-menawar (bargaining cost), dan biaya
pelaksanaan (enforcement cost). Dalam hal keterkaitannya
dengan kontrak, maka kontrak dikatakan efisien apabila
tidak ada biaya transaksi, seperti biaya untuk mendapatkan
informasi (cost of acquiring information). Pendek kata, kontrak
adalah efisien ketika ketentuan-ketentuan di dalamnya
mampu melancarkan intraksi dan transaksi para kontraktan.
3.2.8 Prinsip Utilitas
Terdapat hubungan yang sangat penting antara
efisiensi dan utilitas. Bagi kebanyakan pelaku ekonomi,
utilitas merefleksikan kemanfaatan dan faedah terhadap
barang ekonomi. Jika seseorang percaya bahwa tindakannya
itu secara sukses efisien, maka pada saat yang sama ia
menyimpulkan hasilnya adalah memuaskan. Hasil yang
memuaskan ini menandakan efektivitas di balik
tindakannya. Hasil yang memuaskan seperti ini juga
mencerminkan kepuasan manusia atas terpenuhinya
pengharapan keuntungan mereka.122 Keuntungan dalam hal
ini memiliki 2 (dua) jenis, yaitu keuntungan moneter dan
keuntungan non-moneter.
Manusia baik sebagai pelaku ekonomi dan subjek
hukum dalam kontrak, memiliki pengharapan keuntungan.
118
janjinya yang dibuat untuk B di mana B telah menjalankan
janjinya kepada A walaupun merugikan B.
Garner mendefinisikan estoppel sebagai suatu
penghalang yang mencegah seseorang untuk mengklaim
haknya yang bertentangan dengan apa yang telah diucapkan
atau telah dilakukannya sebelum atau atas sesuatu yang
dibuat secara sah.
“the principle that a promise made without consideration
may nonetheless be enforced to prevent justice if the
promisor should have reasonably expected the promise to
rely on the promise and if the promise did actualy rely on
the promise to his or her detriment”.123
3.2.10 Doktrin Privity of Contract
Pada dasarnya, doktrin privity of contract merupakan
perluasan terhadap doktrin kekuatan mengikat para
kontraktan (pacta sunt servanda). Doktrin privity of contract
lebih menjelaskan bahwa tidak semua kontraktan yang
terdapat dalam kontrak, walaupun saling terikat, memiliki
akibat hukum yang sama. Terutama terhadap kontrak yang
memiliki 3 (tiga) kontraktan atau lebih, doktrin ini
menguraikan bahwa: the relationship between the parties to a
contract, allowing them to sue each other but preventing a thrid
party from doing so.124
Definisi tadi merupakan prinsip pertama terhadap
doktrin ini. Pihak ketiga lainnya dibebaskan dari tuntutan
karena dianggap tidak mengetahui risiko-risiko dasar yang
lahir dari kontrak. Misalnya, A sebagai manufaktur dan
sekaligus sebagai penjual menjual barang X kepada B
dengan menggunakan jasa angkutan C. Dalam hal terjadi
cacat produk sehingga X tidak layak digunakan sebagai-
mana yang dijanjikan, berdasarkan doktrin ini, A dan B
125
untuk melindungi pihak-pihak agar tidak menjadi korban
dari pihak yang menggunakan posisi dominan atau
berpengaruh terhadapnya. Pengaruh yang dilakukan pada
umumnya tidak benar-benar secara langsung atau tidak
langsung mengarah kepada paksaan atau tekanan (duress).
Terdapat doktrin yang serupa dengan pengaruh tidak layak
ini dalam hal larangan bagi setiap orang dalam kontrak
untuk memperkaya dirinya dengan menguras pengeluaran
dan biaya pihak lawan yang lemah. Doktrin semacam ini
dikenal dengan sebutan doktrin unjust enrichment.
126
BAB IV
PERANCANGAN KONTRAK
134
Faktor Pemicu
Prinsip Hukum Langkah Langkah
Kontrak Menjadi
Kontrak Preventif Hukum
Bermasalah
Lindungi or- Interpretasika
Orang tidak
ang tidak ber- n kontrak le-
Ketidakcakapan mempunyai ka-
kapasitas dan bih banyak ke
(incapacity atau pasitas dan tidak
tidak berkom- arah kepenti-
incompetence/onb berkompeten
peten dengan ngan dan tu-
ekwaamheid) membuat perjan-
pertimbangan juan terbesar-
jian
risiko terkecil nya
Terdapat pemak-
saan kehendak Hilangkan se-
Kontrak batal
Paksaan (duress) untuk suatu ben- gala unsur
demi hukum
tuk kontrak di lu- paksaan
ar kebiasaan
Tidak ada tenden-
Berikan hadi-
si untuk memberi Berikan imba-
ah dan man-
pertolongan (ter- lan dan apre-
Keadaan memak- faat atas tin-
masuk tidak ada siasi terhadap
sa (force majeure) dakan perto-
keinginan untuk tindakan per-
longan yang
renegosiasi kontr- tolongan
diberikan
ak)
Pengalihan
risiko kepada
Keadaan dan kon- Anjurkan tin-
pihak yang
Kesukaran dan disi di kemudian dakan pence-
lebih mampu
ketidakmungkin hari tidak ditentu- gahan dan
(seperti asu-
an (hardship & kan atau meleset. pembagian ri-
ransi), pene-
impossibility) Terdapat ekspek- siko yang im-
rapan
tasi yang keliru. bang
manajemen
risiko
Pengalihan
Anjurkan tin- risiko kepada
Ketidakmenger-
dakan pence- pihak yang
Penyimpangan tian hakikat kon-
gahan dan lebih mampu
tujuan (frustrate- trak, sehingga isi-
pembagian ri- (seperti asu-
on of purpose) nya saling ber-
siko yang im- ransi), pene-
tumpang tindih
bang rapan mana-
jemen risiko
Anjurkan tin- Pengalihan
Para pihak mem- dakan pence- risiko kepada
Kesalahan
buat pengertian gahan dan pihak yang
(kekhilafan dan
yang salah terha- pembagian ri- lebih mampu
salah penggam-
dap fakta-fakta siko yang im- (seperti asu-
baran) mengenai
bang, meng- ransi), pene-
fakta
umpulkan rapan mana-
pengetahuan, jemen risiko
135
membuat
temuan
Tingkatkan Menghentika
proses pertu- n kontrak dan
karan sukare- renegosiasi
Kesalahan meng- Para pihak memi- la, memperte- pembuatan
enai identitas liki perbedaan pe- mukan kesa- kontrak baru
kontrak mahaman maan penda- berdasarkan
pat dan kese- persamaan
suaian kehen- maksud dan
dak tujuan
136
No Biaya Transaksi Rendah Biaya Transaksi Tinggi
1 Barang/jasa; umum diper- Barang/jasa; tidak umum (un-
dagangkan ik, langka)
2 Mengerti hakikat barang/jasa Ketidaktahuan hakikat barang
atau jasa
3 Hak dan kewajiban jelas Hak dan kewajiban tidak jelas
atau kompleks
4 Jumlah kontraktan sedikit Jumlah kontraktan banyak
5 Mengenal pihak kontraktan Tidak akrab dengan pihak
kontraktan
6 Prilaku dan karakter kon- Prilaku dan karakter kontrak
trak wajar tidak wajar/tidak umum
7 Pertukaran sesegera atau se- Pertukaran sambung meny-
ketika mungkin ambung
8 Tidak ada variabel tidak Banyak memuat ketidak-
tentu tentuan
9 Pengawasannya tidak repot Memerlukan pengawasan in-
tensif
10 Sanksi hukum tegas Sanksi hukum kabur
11 Tidak ada konflik kepen- Tercampur dengan konflik ke-
tingan pentingan
12 Penggunaan bahasa tunggal Penggunaan kontrak dual ba-
atau dual sesuai dengan ke- hasa yang tidak berguna
pentingannya
4. Mendeteksi Isu-Isu Potensial
Telah diketahui bahwa konsep biaya transaksi juga
memberikan gambaran lebih jelas terhadap isu-isu potensial
yang akan terjadi. Dalam hal terdeteksi isu potensial akbiat
biaya transaksi tinggi pada nomor 1 dan 2, maka langkah
pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan memper-
kuat hakikat eksistensi barang yang menjadi objek kontrak.
Hal ini dapat membantu perumusan yang lebih detail
terhadap jenis, bentuk, sifat, asal muasal objek kontrak pada
klausul definisi yang diuraikan lebih lanjut pada sub bab
berikutnya.
Dalam hal terdeteksi isu potensial akibat biaya
transaksi tinggi pada nomor 3, maka tindakan pencegahan
137
yang harus dilakukan adalah menghindari penggampangan
penyusunan prestasi kontrak. Iringi dengan pembagian hak
dan kewajiban se-proporsional mungkin sehingga menekan
kompleksitas kontrak. Ingat, kontrak yang dibuat gam-
pangan meningkatkan kompleksitas pada proses pertuka-
rannya. Pembagian proporsionalitas prestasi dapat
dilakukan dengan mempertegas klausul transaksi yang akan
diuraikan lebih lanjut pada sub bab berikutnya.
Biaya transaksi tinggi nomor 4 memberikan
gambaran isu potensial terhadap banyaknya jumlah
kontraktan. Dengan semakin bertambahnya jumlah kontrak-
tan, walaupun tidak ada larangan untuk itu, semakin
panjang mata rantai pertukaran. Jika salah satu pihak
mengalami hambatan dalam melakukan prestasinya, maka
pihak yang tidak berhubungan langsung sekali pun akan
merasakan imbasnya sehingga pertukaran akan memakan
waktu lebih lama. Langkah preventif yang dapat dilakukan
adalah dengan secara selektif mencermati kapasitas para
pihak yang benar-benar memiliki kepentingan langsung,
mereka-mereka yang benar-benar dapat melakukan
perbuatan hukum. Singkirkan pihak yang tidak perlu
diikutsertakan di dalam perancangan kontrak untuk
menghindari kekusutan. Tidak kalah pentingnya, hindari
penggunaan kuasa substitusi. Langkah-langkah preventif ini
dapat diwujudkan melalui kejelasan komparisi yang akan
diuraikan lebih lanjut pada sub bab berikutnya.
Dalam hal terdeteksi isu potensial yang datang dari
tingginya biaya transaksi nomor 5, maka langkah
penanggulangan yang harus dilakukan ialah dengan
membuat para pihak lebih nyaman melalui pembagian
tanggung gugat yang lebih merata. Yakinkan kepada para
pihak untuk lebih terbuka, terutama mengenai identitas diri
dan kejelasan tujuan berkontrak. Hal ini sangat penting
dilakukan karena menyangkut kapasitas hukum para pihak
138
dalam berkontrak. Selain memastikan langkah perancangan
selanjutnya, transaksi pertukaran juga akan menjadi nyaman
ketika para kontraktan saling mengenal, dalam hal
mengetahui secara pasti pihak lawan kontrak, sekaligus
meningkatkan rasa saling ketergantungan dari dan antara
pihak kontraktan. Hal-hal seperti ini dapat diwujudkan
dalam menguraikan bagian komparisi kontrak yang akan
diuraikan lebih lanjut pada sub bab berikutnya.
Pada saat isu potensial muncul akibat dari tingginya
biaya transaksi nomor 6 dan 7, langkah termudah untuk
meredam risiko adalah dengan cara menawarkan atau
mengarahkan pola kontrak kepada praktek kebiasaan. Selain
dapat menjadi guide of conduct bagi para kontraktan, praktek
kebiasaan dapat dijadikan model yang tepat untuk
mengharmonisasikan perilaku dan karakter yang tidak
wajar (diluar kebiasaan) kontrak. Untuk itu, perlu
merangkum hal-hal ini agar dapat diformulasikan ke dalam
penyusunan klausul spesifik yang akan diuraikan lebih
lanjut pada sub bab berikutnya.
Biaya transaksi yang tinggi nomor 8 mendeteksi
adanya isu potensial terhadap ketidaktentuan vaiabel-
variabel kontrak. Perlu disadari bahwa usaha menutupi
celah-celah terhadap variabel di masa akan datang melalui
kontrak tidak mudah. Pada hal salah satu fungsi kontrak
adalah melindungi pertukaran dengan cara pengendalian
risiko melalui klausul-klausulnya sehingga mengecilkan
risiko-risiko yang tidak pasti menjadi lebih pasti.
Pendekatan terhadap pengendalian risiko ini ialah
pendekatan mengurangi risiko terkecil dengan biaya
terendah (avoid loss at the least cost).
Pendekatan ini menuntun perancangan kontrak yang
menekankan pencermatan lebih kepada klausul-klausul
penunjang, seperti klausul force majeure, klausul pilihan
hukum dan domisili hukum, dan klausul kompensasi ganti
139
kerugian, yang sekaligus meredam isu potensial lainnya
akibat dari tingginya biaya transaksi nomor 9, 10, dan 11.
Klausul penunjang akan diuraikan lebih lanjut pada sub bab
berikutnya.
Dalam hal terjadi persetujuan antara para pihak yang
menggunakan bahasa yang sama, hindari penggunaan dual
bahasa pada kontrak untuk mengurangi mutitafsir. Misalnya
antara sesama orang Indonesia atau Badan Hukum yang
sama-sama didirikan dan terdaftar di Indonesia, gunakan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa satu-satunya dalam
kontrak yang memunculkan substansi kontrak tanpa mis-
interpretasi.
Kontrak dual bahasa sebaiknya dibuat sesuai dengan
keperluannya, dalam hal ini jika ada salah satu pihak
kontraktan yang menginginkannya dan disetujui oleh para
pihak. Pada saat kontrak dual bahasa semacam ini terjadi,
maka perlu dipertimbangkan pula klausul yang mengatur
tentang interpretasi kontrak. Bahasa manakah yang menjadi
acuan Hakim dalam hal terjadi sengketa. Seandainya
disetujui bahwa bahasa bukan Indonesia yang menjadi
acuan Hakim maka sangat perlu mempertimbangkan
apakah kontrak semacam ini, walaupun dual bahasa, dapat
ditegakan melalui Hakim atau tidak. Bagaimana halnya jika
Hakim tersebut tidak menguasai bahasa asing itu, dapat
memeriksa substansi kontrak untuk mengadili sengketa.
Hal-hal semacam ini perlu diformulasikan melalui
penentuan klausul interpretasi dual bahasa dalam kontrak
dengan pertimbangan dapat diterapkan/dijalankan atau
tidak.
5. Anatomi Kontrak Yang Ideal
Terdapat 3 (tiga) bentuk paling dasar dan universal
yang dapat diterapkan pada kontrak, yaitu bagian
kepala/pembuka, bagian badan/isi, dan bagian kaki/penu-
tup. Dari ketiga bentuk dasar ini dapat dibagi-bagi lagi
140
menjadi sub bagian-sub bagian yang memainkan peran dan
kegunaannya masing-masing.
Pada bagian kepala/pembuka atau preambule,
terdapat tiga sub bagian: pertama, dengan apa yang
dinamakan kepala kontrak; umumnya tentang judul yang
menerangkan substansi kontrak. Judul kontrak pada
umumnya dibuat dalam bentuk umum, misalnya dalam hal
jual-beli memakai judul: Kontrak Jual Beli. Terkadang juga
memuat nomor kontrak, biasanya nomor registrasi, sesuai
dengan tujuan penomoran dari salah satu pihak yang
berkontrak. Kedua, sub bagian yang dinamakan komparisi;
umumnya berisikan tentang keterangan para pihak sebagai
kontraktan. Penting untuk mencantumkan alas hukum
kapasitas masing-masing pihak dalam melakukan perbuatan
hukum ini, misalnya kapasitas bertindak untuk dan atas
nama Badan Hukum atau untuk diri sendiri. Ketiga, sub
bagian yang dinamakan recital; khususnya memuat tentang
latar belakang terjadinya kontrak itu, terkadang memuat
esensi kesepakatan para pihak untuk saling bersetuju
dengan syarat dan ketentuan dalam kontrak (kalimat-
kalimat penghubung).
Bagian badan/isi dalam istilah hukum kontrak
disebut habendum yang pada pokoknya berisikan seluruh
hak-kewajiban kontraktual (contractual provision) melalui
ketentuan klausul-klausul yang dibuat dan diurut sesuai
dengan substansi kontrak. Terdapat 5 (lima) klausul pokok
yang wajib dimuat dengan menentukan: pertama, klausul
definisi: memuat definisi keperluan kontrak, terutama
perihal objek kontrak dan istilah-istilah yang digunakan,
terutama istilah-istilah yang pada umumnya berbeda
dengan ketentuan umum atau pengertian kolektif. Kedua,
klausul title: menunjukan alas hak para pihak sebagai pihak
yang berwenang menurut hukum untuk melakukan
perbuatan hukum itu. Misalnya pihak pertama sebagai
141
penjual tanah dan sebidang rumah, maka pihak kesatu harus
menunjukan legal title nya sebagai orang yang sah berhak
menjual, dalam hal ini melalui bukti kepemilikan melalui
Sertifikat Hak Milik. Hak-hak hukum yang melekat pada
para pihak harus dapat dinyatakan dan dibuktikan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1865 B.W: “Setiap
orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak,
atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun
membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu
peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau
peristiwa tersebut”. Ketiga, klausul transaksi: memuat hal-
hal pokok pertukaran berupa hak dan kewajiban yang
berimbang (duties and nature of work). Intinya klausul ini
menentukan pengaturan umum dan tata cara dasar transaksi
yang dilakukan oleh para pihak, misalnya jual-beli-
penyerahan (levering). Keempat, klausul spesifik yang
memuat hal-hal lebih khusus atau detail tentang transaksi
atau pertukaran yang akan dilakukan, khususnya dalam hal
batas waktu dan prestasi sambung menyambung (misalnya
pembayaran atau pengiriman/penyerahan bertahap).
Klausul spesifik ini juga memuat hal-hal lebih khusus
tentang pembagian kewajiban para pihak, misalnya
pembayaran pajak-pajak yang berkenaan dengan transaksi
itu sesuai dengan porsi dan kewajiban masing-masing
pihak. Kelima, klausul penunjang: berisikan ketentuan-
ketentuan pendukung yang bersifat sambungan substansi
kontrak. Misalnya klausul-klausul seperti: kompensasi ganti
kerugian, force majeure, addendum, kewajiban pemberian
notice, pengakhiran/pembatalan, domisili hukum, pilihan
bahasa yang diacu (dalam hal kontrak dual bahasa),
pembebasan tuntutan hukum (hold harmless; save harmless;
acquit et de charge).
Bagian kaki/penutup dalam istilah kontrak disebut
attestation yang pada intinya merupakan bagian terakhir
142
kontrak. Bagian ini dibagi menjadi dua sub bagian: pertama,
testimonium: memuat pernyataan tegas terhadap prosesi
pembuatan dan penandatanganan kontrak, rangkap yang
dibuat dan dimiliki masing-masing pihak, serta
kekuatan/beban hukum yang sama terhadap salinan
kontrak yang dibuat dan ditanda-tanganinya itu. Kedua,
validasi (ada yang menyebutnya sebagai endorsemen,
otentikasi, afirmasi, dan sebagainya) yang pada intinya
merupakan bagian penempatan ruang tandatangan para
pihak dengan menyebut nama dan jabatan/kapasitas
sebagaimana tertera pada bagian komparisi. Tidak kalah
pentingnya untuk menyisihkan tempat tandatangan para
saksi jika menghadirkan atau diharuskan oleh hukum untuk
dibuat dihadapan saksi-saksi.
Pokok-pokok uraian singkat tentang bagian/sub
bagian/klausul tadi jika dianatomikan menjadi:
6. Membuat Check-List
Setelah mengetahui ke-lima hal tentang perancangan
kontrak, mulai dari tahapan persiapan perancangan: (i)
tahapan ideal memformulasi kesepakatan (deal); (ii)
143
mematangkan kesepakatan; (iii) menetapkan rambu-rambu
kontrak; (iv) mendeteksi isu-isu potensil; hingga
perancangan kontrak melalui: (v) anatomi kontrak yang
ideal, maka langkah selanjutnya sebelum tiba ke finalisasi
pembuatan kontrak, perlu terlebih dahulu membuat check-
list guna dikembangkan menjadi kontrak yang ideal.
✓ Judul Kontrak
Semua kontrak pada hakikatnya harus memiliki atau
menyandang judul yang mengukuhkan seluruh substansi
kontrak. Perlu diingat lagi, judul kontrak dapat dikatakan
ideal apabila memberikan kejelasan tujuan kontrak.
Tambahkan para pihak di dalam judul jika
memungkinkan, serta nomor sesuai kebutuhannya.
Misalnya: Kontrak Jual-Beli Baja Jenis I.W.F 200 S.N.I
Antara ABC Dengan XYZ.
✓ Identitas dan Deskripsi Para Pihak
Identitas para pihak harus jelas dan sesuai dengan
kapasitas hukumnya. Pendirian hukum bagi orang
perorangan tidak sama dengan badan hukum, sehingga
perlu dicermati siapa-siapa saja yang berhak bertindak
untuk dan atas namanya. Dalam hal para pihak bertindak
untuk dan atas namanya sendiri sebagai orang
perorangan, maka identitas harus jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan. Untuk keperluan semacam ini,
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu tanda pengenal
lainnya yang dikeluarkan oleh institusi pemerintah yang
lazim digunakan sebagai tanda pengenal merupakan
dasar identitas diri yang dapat dipercaya. Dalam hal para
pihak atau salah satunya bertindak untuk dan atas nama
badan hukum, maka perlu dilihat kedudukannya di
dalam badan hukum, kemudian diselaraskan dengan
kapasitasnya yang memang berwenang bertindak untuk
dan atas nama badan hukum tersebut. Tidak kalah
pentingnya untuk mencermati legalitas lainnya yang
144
menyangkut eksistensi badan hukum tersebut, misalnya
Akta Pendirian, Pengesahan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia, Anggaran Dasar
Rumah Tangga, serta akta-akta perubahan terakhir
lainnya yang pada intinya dapat menunjukkan kapasitas-
nya.
✓ Deskripsi Kesepakatan
Menurut hukum, kesepakatan merupakan syarat penting
pertama untuk terjadinya kontrak. Pada check-list ini,
deskripsi kesepakatan dilakukan dengan menguraikan
lebih jauh tentang who-how-what, yaitu: who is involved,
how they agree, dan what they agree on. Pertama, tentang who
is involved, para pihak sangat jelas sebagai subjek kontrak
yang terlibat langsung di dalam kontrak, sebagaimana
telah dirangkum di atas. Kedua, tentang how they agree. Ini
berisikan tentang kronologis pencapaian kesepakatan
yang diawali dari penawaran (offer) yang kemudian
dibalas dengan penerimaan (acceptance) sebagai tanda
disetujuinya penawaran itu. Pada bagian ini, perlu juga
ditonjolkan elemen consideration, yaitu janji bertimbal
balik, dan elemen niat untuk membuat pengikatan
hukum (intention to create legal relations). Ketiga, tentang
what they agree on. Bagian ini menetapkan hal-hal pokok
yang telah saling disetujui dan saling berjanji untuk
dipertukarkan, sekaligus penundukan diri di bawah
syarat dan ketentuan yang telah mereka sepakati.
✓ Syarat dan Ketentuan
Untuk membuat kontrak yang ideal, kontrak tersebut
harus berada di suatu keadaan yang merepresentasikan
hal-hal yang mereka saling setujui dan sepakatkan. Apa-
apa saja yang mereka setujui itulah yang pada akhirnya
menjadi klausul yang menstipulasi syarat dan ketentuan,
bahkan kondisi-kondisi tertentu, yang secara hukum
mengikat para pihak. Syarat dan ketentuan pada
145
dasarnya dapat mencakup apa saja yang berkaitan
dengan kontrak sepanjang tidak melanggar hukum.
Umumnya, syarat dan kentuan yang dimuat dalam
kontrak komersial umum memuat durasi kontrak,
pembayaran, penyerahan barang, modus prestasi, dan
klausul lainnya sebagai tambahan atau klausul khusus
untuk menunjang performa kontrak yang bersangkutan.
✓ Limitasi Kewajiban
Yang disebut dengan limitasi kewajiban adalah hal-hal
yang berkaitan dengan pembebasan, pelepasan dan
pengecualian kewajiban kontraktual tertentu. Umumnya,
limitasi ini memisahkan antara kewajiban apa-apa saja
yang termasuk dan tidak termasuk dalam inti kesepaka-
tan. Misalnya, ABC sebagai penjual baja jenis I.W.F 200
kepada XYZ berkewajiban untuk melakukan pengantaran
(delivery) tetapi tidak memiliki kewajiban kontraktual
untuk melakukan pembongkaran di tempat XYZ. Agar
prestasi menjadi berimbang, limitasi pihak satunya,
dalam hal ini XYZ, juga harus diberikan. Misalnya XYZ
sebagai pembeli, walaupun memiliki kewajiban kontrak-
tual untuk membongkar barang yang telah diantar ABC
tadi, dapat menolak melakukannya dalam hal terdapat
cacat pada barang yang dibelinya.
✓ Pengakhiran Kontrak
Pasal 1381 B.W menentukan cara pengakhiran kontrak
karena pembayaran; novasi; kompensasi; pencampuran
utang; pembebasan utang; kebatalan atau pembatalan;
dan berlaku syarat batal. Sementara konsignasi, musnah-
nya barang terutang; dan daluwarsa merupakan cara
pengakhiran perikatan yang lahir oleh undang-undang.
Terdapat 7 cara lain dalam praktek yang dapat
mengakhiri kontrak, khususnya yang lahir dari persetu-
juan:
146
a. cara tertentu yang telah saling disetujui dan ditetapkan
oleh para pihak dalam kontrak;
b. jangka waktu kontrak berakhir;
c. tujuan kontrak telah tercapai dengan sempurna;
d. terdapat perubahan fundamental yang mempengaruhi
pelaksanaan prestasi;
e. salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi atau
melanggar ketentuan kontrak;
f. pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu
pihak; dan
g. adanya putusan Pengadilan.
Cara-cara ini dapat dijadikan elemen dalam check-list ini.
✓ Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa kontrak dapat ditempuh melalui
dua pilihan, yaitu melalui Pengadilan dan di luar
Pengadilan. Penyelesaian di luar Pengadilan umum
disebut dengan Alternative Dispute Resolution (ADR).
Cara-cara non-litigasi ini lazim ditempuh dengan cara-
cara: mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli dengan
berbasis negosiasi. Ketika cara ini tidak berhasil, maka
salah satu pihak yang merasa dirugikan dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri sesuai dengan
kompetensinya. Untuk itu, penentuan domisili hukum
menjadi sangat penting untuk dimuat sebagai salah satu
syarat kelengkapan kontrak.
Pengembangan Check-List yang lebih rinci
Ketujuh check-list dasar yang dikemukakan di atas, dapat
dikembangkan lebih rinci guna membuat kontrak yang
lebih lengkap. Masing-masing check-list dasar tadi
menderivasi hal-hal lain (diberi tanda *) yang tidak kalah
pentingnya untuk diperhatikan.
Judul Kontrak
Identitas & Deskripsi Para Pihak
147
Deskripsi Kesepakatan
Syarat dan Ketentuan
✓ Deskripsi Consideration*
✓Terminology*
✓Title*
✓ Penyerahan dan Delegasi *
Limitasi Kewajiban
✓ Tugas dan Penghentian *
✓ Penjaminan *
✓ Risiko Kerugian *
✓ Pelepasan Tuntutan Hak *
Pengakhiran Kontrak
✓ Kompensasi *
✓Remedy lainnya *
Penyelesaian Sengketa
✓ Pilihan hukum *
✓ Domisili hukum *
Validasi Tanda Tangan *
Membuat Check-List Lagi
Check-list yang telah dikemukakan sebelumnya masih
memerlukan penyesuaian terhadap jenis kontrak tertentu.
Untuk tujuan improvisasi dan mempertajam analisis
tentang kebutuhan perancangan kontrak, berikut
diperlihatkan beberapa check-list khusus dalam meran-
cang kontrak penunjukan distributor.
✓ Judul Kontrak
Judul yang menunjukan substansi kontrak ini paling
tidak berbunyi: Kontrak Penunjukan Distributor.
✓ Definisi
Bagian ini mendefinisikan esensi ruang lingkup dan
tugas/kewajiban distributor, seperti:
- pembelian dan penjualan kembali produk menjadi
beban tunggal distributor;
148
- kewenangan promosi dan penjualan di dae-
rah/teritori distributor; dan
- pihak manufaktur tidak terikat hanya pada distri-
butor ini saja tetapi diberi kewenangan untuk
menunjuk distributor lain untuk teritori lain untuk
mendistribusikan barang.
✓ Identitas dan Deskripsi Para Pihak
Penting dari awal untuk menguraikan dan mengiden-
tifikasi identitas para pihak dalam kontrak sehingga
lingkup distributor dan tugasnya dapat dijabarkan
dengan benar.
✓ Izin dan Perizinan
Masing-masing perizinan yang diwajibkan oleh
hukum menjadi tanggung jawab masing-masing
pihak, yaitu perizinan manufaktur menjadi beban dan
tanggung jawab pihak manufaktur dan perizinan
distributor menjadi beban dan tanggung-jawab pihak
distributor. Dalam hal terjadi pemberian izin untuk
memakai merek milik manufaktur, maka perlu untuk
dijabarkan lebih lanjut tentang hak eksklusif atau non-
eksklusif yang diberikan kepada distributor.
✓ Tugas Utama Distributor
Umumnya menentukan kesanggupan distributor men-
jalankan pokok-pokok tugas seperti:
- menyanggupi melakukan usaha terbaiknya untuk
mempromosikan barang-barang manufaktur secara
aktif dan jujur demi meningkatkan penjualan
produk dalam wilayah/teritori yang ditugaskan
kepadanya;
- menyanggupi tidak melakukan perbuatan merugi-
kan yang dapat mempengaruhi penjualan produk
dalam wilayah/teritori yang ditugaskan kepada-
nya;
149
- menjaga keamanan dan keutuhan produk manu-
faktur (teknis penyimpanan) sehingga tidak rusak
di bawah pengawasan distributor (layak dijual).
✓ Tugas Utama Manufaktur
Agar berimbang, perlu ditentukan pula tugas utama
manufaktur melalui tanggung-jawab kontraktualnya
yang pada pokoknya:
- tugas untuk menyanggupi jumlah pemesanan yang
diajukan oleh distributor;
- bertanggungjawab untuk menyediakan dukungan
informasi teknis dan informasi perdagangan, mulai
dari standarisasi produk hingga ke kegiatan
periklanan terkait produk yang dijual distributor.
Melakukan pelatihan-pelatihan khusus terhadap
produk yang memerlukannya, mulai dari tahapan
produksi hingga distribusi yang semuanya menjadi
beban tanggungan manufaktur.
✓ Spesifikasi dan Ekslusifitas Produk
Oleh karena produk manufaktur menjadi objek
penting di dalam kontrak, maka perlu penjabaran
lebih khusus dan detail terhadap hakikatnya. Hal ini
membantu untuk memperkecil ruang lingkup yang
bias terhadap hakikat produk yang dihadapkan
kepada distributor, sehingga fokus para pihak bisa
lebih diarahkan kepada ekslusifitas produk dan
ketepatan spesifikasi. Hal ini memberikan tugas baru
kepada manufaktur dan distributor. Untuk manu-
faktur, ia diwajibkan untuk memproduksi sesuai de-
ngan standarisasi produknya, dan bagi distributor, ia
tidak diperbolehkan untuk merubah, menambah dan
melakukan modifikasi apapun yang dapat merubah
baik sebagian maupun keseluruhan hakikat produk
manufaktur.
150
✓ Stok Produk dan Jaminan Stok Kontraktual
Distributor dalam melakukan keseimbangan pasar,
perlu menetapkan stok produk yang diwajibkan untuk
selalu menjaga antara supply (penawaran) dan
demmand (permintaan). Atas dasar ini, perlu menentu-
kan kuantitas minimum produk yang harus distok
oleh distributor agar tidak kehilangan daya tanggap
permintaan pasar. Sebaliknya, manufaktur harus dapat
menjamin kuantitas stok kontraktual yang diperlukan
distributor selama menjalankan usahanya itu sesuai
dengan durasi kontrak.
✓ Pengiriman dan Bea
Dalam hal pengiriman menjadi tugas manufaktur,
maka biasanya segala bea akan dipikul pihak
manufaktur. Jika tidak, maka perlu ditentukan secara
jelas dan terang tentang pembagian kewajiban
kontraktual dalam hal pengiriman dan bea.
✓ Laporan Wajib Kinerja dan Inspeksi Kualitas
Untuk memantau kinerja distributor terhadap produk
manufaktur, umumnya distributor diwajibkan untuk
mebuat laporan tentang performa keseluruhan
penjualan. Tidak kalah pentingnya untuk membuat
laporan tentang inspeksi kualitas barang yang
dijualnya itu apakah sesuai dengan standarisasi
manufaktur atau tidak.
✓ Re-delegasi Tugas
Perlu ditentukan juga apakah distributor diperkenan-
kan untuk menunjuk pihak lain atau membuat
semacam perusahaan subsider di bawah pengawasan-
nya untuk meningkatkan pendistribusian dan penjual
produk manufaktur. Jika iya, maka perlu dijabarkan
lebih lanjut tentang ruang lingkup tugas distributor
dan syarat-syarat penunjukan.
151
✓ Rahasia Dagang dan Kerahasiaan Desain Industri
Manufaktur harus dapat menjamin kerahasiaan
menyangkut perdagangan yang dilakukan oleh distri-
butor. Sebaliknya distributor juga harus dapat menjaga
kerahasiaan desain industri dari manufaktur dalam
memproduksi barangnya.
✓ After-sales Service
After-sales service dalam hal ini tidak terbatas pada
produk-produk yang dapat diperbaiki dan diganti saja
(umumnya yang berkomponen elektrikal dan mesin),
tetapi termasuk pada hal-hal lain seperti customer care,
pengaduan dan perlindungan konsumen. Di sini perlu
pemisahan yang jelas terhadap aspek-aspek after-sales
service dan pihak mana yang menanganinya.
✓ Pertunjukan dan Pameran Perdagangan
Pertunjukan dan pameran perdagangan (exhibitions and
fair trades) menjadi salah satu cara untuk mempromosi-
kan produk. Untuk bergabung di dalam kegiatan ini,
pasti membutuhkan biaya finansial. Di sini perlu
pemisahan secara jelas terhadap pameran seperti apa
dan menyangkut barang yang mana saja menjadi
beban distributor dan yang ditanggung oleh manu-
faktur.
✓ Tanggal Efektif dan Masa Berlaku Kontrak
Penentuan tanggal efektif dan masa berlaku kontrak
ditentukan berdasarkan durasi yang disepakati. Selain
itu, perlu untuk menentukan tenggang waktu penga-
juan permohonan perpanjangan dan tata caranya yang
saling disetujui itu. Di sini perlu dicermati, dalam hal
terjadi perpanjangan durasi kontrak, apakah para
pihak diharuskan membuat kontrak baru, walaupun
dengan fundamental substansi yang sama, atau
menggunakan kontrak awal dengan cara renvoi atau
waarmerking.
152
✓ Termin Pembayaran
Menentukan bagaimana dan kapan distributor
diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada
manufaktur. Harus menjadi perhatian juga penentuan
terhadap cara pembayaran yang disepakati bersama
dan tentang jumlah pembayaran. Apakah distributor
diharuskan tanpa kecuali untuk melakukan
pembayaran secara sekaligus dan seketika, atau diper-
bolehkan dalam hal-hal tertentu melakukan pem-
bayaran bertahap. Porsi dan proporsi pembayaran
bertahap semacam ini harus diperjelas.
✓ Pembebasan Tuntutan
Selanjutnya, perlu pembagian jelas terhadap hal-hal
apa saja yang tidak dapat dituntut dari dan kepada
para pihak, karena masing-masing pihak memiliki
pertanggungjawaban mutlak (strict liability) dan
pertanggungjawaban absolut (absolute liability) yang
berbeda.
✓ Penyelesaian Sengketa
Aspek penyelesaian sengketa mutlak untuk diikut-
sertakan seperti hal-hal yang telah dijelaskan sebelum-
nya.
✓ Keadaan Memaksa (Force Majeure)
Tidak jauh berbeda dengan pemisahan pembebasan
penuntutan. Kriteria keadaan memaksa masing-
masing pihak perlu diperjelas kembali, karena mereka
memiliki kewajiban kontraktual yang berbeda. Paling
tidak, kriteria keadaan memaksa tidak digeneralisir
dengan hal-hal yang umumnya dikonotasikan dengan
force majeure dengan cara membedakan antara penun-
daan prestasi yang bersifat sementara dengan yang
bersifat permanen.
✓ Pengakhiran Kontrak
153
Cara-cara dan peritiwa bagaimana dan kapan kontrak
penunjukan distributor ini disetujui untuk berakhir.
154
BAB V
FINALISASI PEMBUATAN KONTRAK YANG IDEAL
159
1.8 Jangan Mengikutsertakan Ketidaktahuan
Pada saat menyusun klausul-klausul kontrak, jika
tidak mengerti arti dan tujuannya atau bentuk
ketentuannya, atau bahkan tidak mengerti mengapa klausul
itu harus diikutsertakan dalam kontrak anda, pertama,
cobalah lebih giat untuk memperoleh informasi untuk
memahaminya. Kedua, jika masih tidak bisa memahaminya,
segera singkirkan (kecuali klausul-klausul wajib). Harus
selalu diingat, ketahui dan kuasai kontrak yang anda buat
sendiri. Jika tidak, ketidaktahuan anda akan menyerang
anda kembali dengan banyak cara. Bahkan, walaupun anda
tahu dan kuasai kontrak itu, Anda harus mempersiapkan
kontra argumen hukum yang dihasilan dari kontrak yang
anda buat. Jadi, daripada meninggalkan ketidakpastian dan
membuat celah yang lebih besar, lebih baik menghapusnya.
Hal ini juga memberi pemahaman kepada kita untuk selalu
mengoreksi ulang kontrak yang kita buat sebelum dapat
memastikan kontrak tersebut siap ditandatangani.
Kontrak yang baik tidak dapat dinilai dari
kelengkapannya saja, tetapi secara utuh tidak memberikan
celah dan kesempatan bagi siapapun untuk mendapatkan
poin lunak, karena itu kontrak yang baik ialah kontrak yang
sukar disangkal.
160
Tahapan berikut ini dapat dijadikan metode untuk
menghilangkan poin lunak pada kontrak:
Legal premise
Factual premise
Conclusion
Possible objection
Answer to objection
Answer to objection
Clincher 145
163
guhnya dengan menggunakan sinonimnya. Misalnya, dalam
banyak jenis kontrak menggunakan kata kerja yang
memerintahkan salah satu pihak kontraktan untuk
“menyerahkan”. Kalau kita melihat sinonimnya, “menye-
rahkan” memiliki persamaan kata: memberikan, menerima-
kan, mengoper, melepaskan, mengasihkan, dan lain
sebagainya. Sederetan sinonim ini jika digunakan tanpa ada
maksud ketegasan timbal balik, maka varian kata-kata
sinonim ini tidak ada ketepatan penggunaannya. Dalam hal
ini, cara yang paling mudah yang dapat dilakukan untuk
mencari kata kerja yang tepat ialah dengan menyelaras-
kannya dengan antonim sebagai ketegasan timbal balik.
Contoh 1:
apabila pihak yang satu berkewajiban untuk menyerahkan
sesuatu, maka hak pihak satunya “menerima” (antonim
sebagai ketegasan timbal balik). Menyerahkanmenerima
(serah dan terima).
Contoh 2:
dalam hal kontrak jual-beli, maka kata kerja satu-satunya
yang paling tepat untuk menggambarkan hak-kewajiban
kontraktual para pihak adalah “menjual” dan “membeli”.
Menjualmembeli.
Contoh 3:
dalam hal menentukan provisi yang memuat akibat “cidera”
janji, maka ketegasan timbal baliknya adalah “pulih”, dalam
hal ini “pemulihan”. Ciderapulih.
2.3 Kalimat Aktif Vs. Kalimat Pasif
Bahasa merupakan sarana penting yang dapat
mengkomunikasikan isi kontrak. Jika tidak kita cermati
penggunaannya, penyusunan provisi kontrak dapat
berdampak lebih luas, baik terhadap interpretasinya
maupun keluwesan bahasa yang memengaruhi daya baca.
Terutama dalam analisis fungsi kalimat, terkadang kita
164
sering kebingungan menentukan pola fungsi yang terjadi
pada kalimat aktif dan kalimat pasif serta perubahannya.
Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya
melakukan pekerjaan atau melakukan perbuatan, sementara
kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai
pekerjaan atau dikenai perbuatan oleh objeknya.
Contoh kalimat aktif dalam provisi kontrak:
“Pihak Kesatu wajib menyerahkan Sertifikat Hak
Milik No. 331 Tahun 1999 kepada Pihak Kedua
pada saat Pihak Kesatu menerima pembayaran dari
Pihak Kedua”
Contoh kalimat pasif dengan kerangka yang sama:
“Sertifikat Hak Milik No. 331 Tahun 1999 wajib
diserahkan oleh Pihak Kesatu kepada Pihak Kedua
pada saat pembayaran dilakukan oleh Pihak Kedua
diterima oleh Pihak Kesatu”.
Pada dasarnya, kedua contoh tadi memiliki hakikat
makna yang sama, namun jika dicermati lebih mendalam
keduanya memiliki cara kerja dan pemahaman yang
berbeda, terutama terhadap penekanan secara kontraktual.
Contoh kalimat aktif di atas memberikan pema-
haman langsung dan esensi penekanan terhadap kewajiban
perbuatan Pihak Kesatu. Subjeknya adalah Pihak Kesatu,
perbuatan yang dilakukan adalah menyerahkan SHM No.
331 Tahun 1999 ketika menerima pembayaran. Sementara
pada contoh kalimat pasif, penekanan diletakan pada SHM
No. 331 Tahun 1991. Dalam hal ini, untuk diserahkan
kepada Pihak Kedua pada saat pembayaran telah dite-
rimanya.
Terhadap dua kedua contoh ini, kalimat aktif lebih
cocok diaplikasikan jika provisi ini berada di bawah tajuk
atau kepala “Hak dan Kewajiban Para Pihak” atau “Kewa-
jiban Pihak Kesatu” dan lain sebagainya yang secara khusus
menentukan kewajiban Pihak Kesatu. Sementara kalimat
165
pasif lebih cocok diaplikasian jika provisi ini berada di
bawah tajuk atau kepala yang secara khusus memuat
ketentuan tentang SHM itu sendiri atau yang menyangkut
objek kontrak. Misalnya provisi yang bertajuk “Obek
Kontrak Jual-Beli” atau “Pengalihan Hak Kepemilikan”, dan
lain sebagainya.
2.4 Frasa Paralel Untuk Memparalel Serentetan Peristiwa
Membuat provisi kontrak membutuhkan detail yang
memaksa kita untuk menghubungkan kata-kata yang
mendiskripsikan beberapa peristiwa secara bersamaan. Di
sini, kita harus bisa menyampaikan serentetan peristiwa itu
dalam bentuk gramatikal yang sama, misalnya sesama kata
kerja, kata sifat, dan kata benda. Untuk mewujudkan
pendeskripsian ini, frasa paralel dapat digunakan sebagai
cara yang merubah paralel peristiwa menjadi kalimat
informatif. Sebagai contoh, pada salah satu klausul dalam
recital:
[B]ahwa para pihak dengan dilandasai itikad baik
serta prinsip saling menguntungkan, telah dicapai
kesepakatan untuk membuat persetujuan
sebagaimana dengan ini saling bersetuju, berjanji,
untuk saling tunduk di bawah syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
[B]ahwa Pihak Kesatu dengan ini berkeinginan
untuk menjual hasil produksi batubara yang diakui
miliknya, bukan ilegal, bukan curian, tidak dalam
sengketa dan/atau pernah terjadi sengketa dengan
orang/pihak lain, bukan milik/titipan orang/pihak lain;
[B]ahwa Pihak Kesatu dengan ini menyatakan
sanggup, tidak berkeberatan serta menerima tawaran
Pihak Kesatu tersebut;
2.5 Kelipatan Kalimat Negatif
Penggunaan kalimat negatif tidak bisa ditiadakan
dengan begitu saja. Dalam banyak hal, kalimat negatif
166
sangat membantu merumuskan inti dari penulisan kalimat,
sekaligus menunjukan hal-hal yang dilarang dan yang tidak
diperbolehkan secara kontraktual. Misalnya:
[B]ahwa selama persetujuan sewa-menyewa ini
berlangsung, Pihak Kesatu tidak dapat menyewakan
kembali objek persetujuan ini kepada orang/pihak
lain.
Inti perumusan penulisan klausul di atas, secara jelas
memberikan pelarangan bagi Pihak Kesatu untuk menye-
wakan kembali objek yang telah disewanya. Akankah lebih
jelas inti perumusan klausul jika digunakan kelipatan kali-
mat negatif atau justru sebaliknya.
[B]ahwa Pihak Kesatu dengan ini berkeingi-nan
untuk menjual hasil produksi batubara yang diakui
miliknya, bukan ilegal, bukan curian, tidak dalam
sengketa dan atau pernah terjadi sengketa dengan
orang/pihak lain, bukan milik/titipan orang/pihak lain.
2.6 Memadukan Detail Sesuai Dengan Tujuan Provisi
Jika lebih kita cermati, setiap detail yang berbeda
dalam setiap kalimat memberi arti yang berbeda pula.
Perbedaan arti pada setiap kalimat ini akan menambah
perbedaan arti keseluruhan dalam satu klausul. Sebagai
contoh dalam satu kalimat yang umum:
a. Pihak Kesatu menyewa rumah milik Pihak Kedua selama
dua tahun yang beralamat di jalan ABC, kota XYZ.
b. Pihak Kesatu menyewa rumah milik Pihak Kedua yang
beralamat di jalan ABC, kota XYZ selama dua tahun.
c. Persetujuan sewa-menyewa antara Pihak Kesatu dan
Pihak Kedua ini dilakukan selama dua tahun semenjak
persetujuan ini ditanda-tangani.
Setiap contoh kalimat di atas mengekspresikan arti
yang berbeda-beda dengan. Contoh kalimat (1) detailnya
menekankan kepada lokasi, sementara kalimat (2) kepada
jangka waktu sewa-menyewa. Detail pada contoh kalimat (3)
167
memberikan penekanan lebih ke arah persetujuannya itu
sendiri.
2.7 Kata Serapan Lebih Efektif
Kata serapan merupakan kata pinjaman atau kata
pungutan yang berasal dari bahasa asing. Oleh karena
penerapan dan penggunaannya secara luas diakui dan lebih
diketahui daripada ucapan/istilah aslinya, maka dalam
banyak hal penggunaan kata serapan lebih efektif. Efektif di
sini berarti lebih dapat mempersamakan maksud dan makna
interpretatif isi kontrak. Tabel di bawah ini menunjukan
tingkat keakraban pemahaman kata serapan alih-alih artinya
dalam bahasa Indonesia.
148http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/defa
ult/files/pedoman_umum-ejaan_yang_disempurnakan.pdf
149 Ibid
150 Ibid
151 Ibid
173
Penjual selambat-lambatnya 3 hari setelah kontrak ini
ditanda-tangani”.
5.4 Menonjolkan Sesuatu Secara Berlebihan
Dokumen kontrak sering menonjolkan sesuatu hal
yang dianggap penting, misalnya saja terhadap tata cara
pembayaran yang bertahap. Cara yang paling umum
digunakan dengan memberi penebalan di seluruh
kalimatnya.
1. Tahap Pertama.
Pembayaran sebesar 50% (lima puluh persen) dari total
harga objek jual-beli dikali tonase kuantitas objek jual-
beli sebanyak _____ m3T (_____ metrik ton), atau
dengan rumusan = 50% x _____m3T x Rp. ______,-/m3T
(lima puluh persen dikali _____ metrik ton dikali
___________rupiah per metrik ton), yang akan
dibayarkan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Kesatu
berdasarkan Invoice yang diterbitkan oleh Pihak
Kesatu pada saat atau selambat-lambatnya 3 x 24 jam
setelah Kontrak Jual-Beli Batubara ini ditanda-tangani.
2. Tahap Kedua.
Pembayaran sebesar 40% (empat puluh persen) dari
total harga objek jual-beli dikali tonase kuantitas objek
jual-beli sebanyak _____ m3T (_____ metrik ton), atau
dengan rumusan = 40% x _____m3T x Rp. ______,-/m3T
(empat puluh persen dikali delapan ribu metrik ton
dikali __________ rupiah per metrik ton), yang akan
dibayarkan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Kesatu
pada saat tongkang Pihak Kedua telah selesai sandar
atau merapat di pelabuhan Jetty yang telah ditunjuk
dalam angka 4.8. di atas dan berdasarkan Invoice yang
diterbitkan oleh Pihak Kesatu untuk itu.
3. Tahap Ketiga.
Pembayaran sebesar 10% (sepuluh persen) atau sisa
harga pembayaran objek jual-beli dari total harga objek
jual-beli dikali tonase kuantitas aktual/nyata
174
berdasarkan hasil draft survey pihak Independent
Surveyor, atau dengan rumusan = 10% x _______m3T x
Rp. ______,-/m3T (sepuluh persen dikali ________
metrik ton dikali _________ ribu rupiah), yang akan
dibayarkan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Kesatu
berdasarkan Invoice yang diterbitkan oleh Pihak
Kesatu dan pada saat bersamaan muat atau loading
telah diselesaikan oleh Pihak Kesatu dan telah
dikeluarkannya hasil analisa berupa Certificate of
Analysis (C.O.A) dari pihak Independent Surveyor.
Pihak Kesatu berkewajiban untuk menyerahkan
dokumen-dokumen lainnya seperti tersebut dalam
angka 4.10. di atas.
Ada pula yang lebih ekstrim, dengan cara
menonjolkannya dengan menggunakan huruf besar.
1. TAHAP PERTAMA.
PEMBAYARAN SEBESAR 50% (LIMA PULUH PERSEN)
DARI TOTAL HARGA OBJEK JUAL-BELI DIKALI
TONASE KUANTITAS OBJEK JUAL-BELI SEBANYAK
_____ M3T (_____ METRIK TON), ATAU DENGAN
RUMUSAN = 50% X _____M3T X RP. ______,-/M3T
(LIMA PULUH PERSEN DIKALI _____ METRIK TON
DIKALI ___________RUPIAH PER METRIK TON),
YANG AKAN DIBAYARKAN OLEH PIHAK KEDUA
KEPADA PIHAK KESATU BERDASARKAN INVOICE
YANG DITERBITKAN OLEH PIHAK KESATU PADA
SAAT ATAU SELAMBAT-LAMBATNYA 3 X 24 JAM
SETELAH KONTRAK JUAL-BELI BATUBARA INI
DITANDA-TANGANI.
2. TAHAP KEDUA.
PEMBAYARAN SEBESAR 40% (EMPAT PULUH
PERSEN) DARI TOTAL HARGA OBJEK JUAL-BELI
DIKALI TONASE KUANTITAS OBJEK JUAL-BELI
SEBANYAK _____ M3T (_____ METRIK TON), ATAU
175
DENGAN RUMUSAN = 40% X _____M3T X RP. ______,-
/M3T (EMPAT PULUH PERSEN DIKALI DELAPAN
RIBU METRIK TON DIKALI __________ RUPIAH PER
METRIK TON), YANG AKAN DIBAYARKAN OLEH
PIHAK KEDUA KEPADA PIHAK KESATU PADA SAAT
TONGKANG PIHAK KEDUA TELAH SELESAI SAN-
DAR ATAU MERAPAT DI PELABUHAN JETTY YANG
TELAH DITUNJUK DALAM ANGKA 4.8. DI ATAS
DAN BERDASARKAN INVOICE YANG DITERBITKAN
OLEH PIHAK KESATU UNTUK ITU.
3. TAHAP KETIGA.
PEMBAYARAN SEBESAR 10% (SEPULUH PERSEN)
ATAU SISA HARGA PEMBAYARAN OBJEK JUAL-BELI
DARI TOTAL HARGA OBJEK JUAL-BELI DIKALI
TONASE KUANTITAS AKTUAL/NYATA BERDASAR-
KAN HASIL DRAFT SURVEY PIHAK INDEPENDENT
SURVEYOR, ATAU DENGAN RUMUSAN = 10% X
_______M3T X RP. ______,-/M3T (SEPULUH PERSEN
DIKALI ________ METRIK TON DIKALI _________ RIBU
RUPIAH), YANG AKAN DIBAYARKAN OLEH PIHAK
KEDUA KEPADA PIHAK KESATU BERDASARKAN
INVOICE YANG DITERBITKAN OLEH PIHAK KESATU
DAN PADA SAAT BERSAMAAN MUAT ATAU
LOADING TELAH DISELESAIKAN OLEH PIHAK
KESATU DAN TELAH DIKELUARKANNYA HASIL
ANALISA BERUPA CERTIFICATE OF ANALYSIS
(C.O.A) DARI PIHAK INDEPENDENT SURVEYOR.
PIHAK KESATU BERKEWAJIBAN UNTUK MENYE-
RAHKAN DOKUMEN-DOKUMEN LAINNYA SEPERTI
TERSEBUT DALAM ANGKA 4.10. DI ATAS.
Pendekatan yang lebih tepat adalah dengan menggu-
nakan kotak di bagian tersebut untuk menangkap perhatian
pembaca.
176
1. Tahap pertama
Pembayaran sebesar 50% (lima puluh persen) dari total
harga objek jual-beli dikali tonase kuantitas objek jual-beli
sebanyak _____ m3t (_____ metrik ton), atau dengan
rumusan = 50% x _____m3t x rp. ______,-/m3t (lima puluh
persen dikali _____ metrik ton dikali ___________rupiah per
metrik ton), yang akan dibayarkan oleh pihak kedua kepada
pihak kesatu berdasarkan invoice yang diterbitkan oleh
pihak kesatu pada saat atau selambat-lambatnya 3 x 24 jam
setelah kontrak jual-beli batubara ini ditanda-tangani
2. Tahap kedua
Pembayaran sebesar 40% (empat puluh persen) dari total
harga objek jual-beli dikali tonase kuantitas objek jual-beli
sebanyak _____ m3t (_____ metrik ton), atau dengan
rumusan = 40% x _____m3t x rp. ______,-/m3t (empat puluh
persen dikali delapan ribu metrik ton dikali __________
rupiah per metrik ton), yang akan dibayarkan oleh pihak
kedua kepada pihak kesatu pada saat tongkang pihak kedua
telah selesai sandar atau merapat di pelabuhan jetty yang
telah ditunjuk dalam angka 4.8. di atas dan berdasarkan
invoice yang diterbitkan oleh pihak kesatu untuk itu.
3. Tahap ketiga
Pembayaran sebesar 10% (sepuluh persen) atau sisa harga
pembayaran objek jual-beli dari total harga objek jual-beli
dikali tonase kuantitas aktual/nyata berdasarkan hasil draft
survey pihak independent surveyor, atau dengan rumusan =
10% x _______m3t x rp. ______,-/m3t (sepuluh persen dikali
________ metrik ton dikali _________ ribu rupiah), yang
akan dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak kesatu
berdasarkan invoice yang diterbitkan oleh pihak kesatu dan
pada saat bersamaan muat atau loading telah diselesaikan
oleh pihak kesatu dan telah dikeluarkannya hasil analisa
177
berupa certificate of analysis (C.O.A) dari pihak independent
surveyor. Pihak kesatu berkewajiban untuk menyerahkan
dokumen-dokumen lainnya seperti tersebut dalam angka
4.10. di atas.
178
KEPALA / PEMBUKA (PREAMBLE)
Kepala/Judul kontrak
PERSETUJUAN SEWA-
MENYEWA GUDANG
Komparisi
Masing-masing yang bertanda-tangan di
bawah ini:
Nama :
Nama :
KTP No.:
Pekerjaan :
Alamat :
Untuk selanjutnya di dalam Persetujuan Sewa-
Menyewa ini disebut Pihak Kedua.
Keterangan:
Oleh karena kapasitas hukum Pihak Kesatu dan Pihak
Kedua adalah orang perorangan yang bertindak untuk dan
atas namanya masing-masing, untuk keperluan semacam ini
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu tanda pengenal
lainnya yang dikeluarkan oleh institusi pemerintah yang
lazim digunakan sebagai tanda pengenal menjadi dasar
identitas diri yang dapat dipercaya.
179
Recital
TERLEBIH DAHULU MENERANGKAN:
a. dalam Persetujuan Sewa-Menyewa ini,
Pihak Kesatu dan Pihak Kedua secara
bersama-sama disebut dengan para pihak;
Klausul definisi
secara sendiri-sendiri disebut Pihak Kesatu
atau Pihak Kedua sesuai dengan
kedudukannya; Persetujuan Sewa-
Menyewa selanjutnya cukup disebut
dengan persetujuan; dan kata gudang
berarti sebidang tanah berikut gudang
yang berdiri di atasnya.
b. bahwa Pihak Kesatu bermaksud dan berke-
inginan untuk menyewa gudang yang
diakui tiada milik orang lain selain Pihak
Kedua;
c. bahwa Pihak Kesatu menawarkan
keinginannya tersebut kepada Pihak
Kedua untuk melakukan sewa-menyewa
gudang milik Pihak Kedua itu;
d. bahwa Pihak Kedua menyatakan sanggup,
tidak berkeberatan serta menerima tawa-
Deskripsi kesepakatan
BADAN/ISI (HABENDUM)
1. Bahwa Pihak Kedua mengaku sebagai pemilik
Klausul title
sah atas gudang yang terletak di jalan
________________ dengan luas sebesar
________ berdasarkan ______________ yang da-
lam persetujuan ini menjadi objek persetujuan.
Penjaminan
lain.
183
14. Bahwa selama persetujuan ini berlangsung,
Pihak Kedua berhak untuk datang dan mema-
suki objek persetujuan dengan memberi-
tahukan terlebih dahulu kepada Pihak Kesatu,
hanya sebatas melakukan kunjungan atau
pemantauan kondisi objek persetujuan.
Klausul Spesifik
apabila Pihak Kesatu membutuhkan suatu ben-
tuk bantuan, baik pikiran dan atau tenaga
mengenai segala sesuatu yang berhubungan
dengan objek persetujuan ini, maka Pihak
Kesatu dapat meminta bantuan tersebut kepa-
da Pihak Kedua dan Pihak Kedua menyatakan
tidak berkeberatan untuk itu, sepanjang tidak
melawan atau bertentangan dengan hukum
yang berlaku.
184
18. Bahwa dalam hal Pihak Kesatu tidak berke-
inginan untuk memperpanjang kembali perse-
tujuan ini setelah masa berlakunya habis, Pihak
Kedua memberikan izin kepada Pihak Kesatu
selambat-lambatnya __ (____) hari kalender
untuk mengosongkan, mengembalikan seluruh
objek sewa-menyewa seperti keadaan semula.
Klausul Penunjang
selambat-lambatnya __ hari kalender sebelum
masa berlakunya persetujuan ini habis.
20. Dalam hal Pihak Kedua tidak berkeberatan dan
menerima keinginan Pihak Kesatu untuk mem-
perpanjang kembali masa sewa dalam
persetujuan ini, maka para pihak akan
membuat persetujuan yang baru dengan hal-
hal dan ketentuan-ketentuan yang akan disepa-
Remedy
kati bersama.
KAKI/PENUTUP (ATTESTATION)
Demikian hasil persetujuan ini berdasarkan kese-
pakatan yang dihasilkan dari musyawarah
mufakat yang kemudian dimuat dan dibuat dalam
Persetujuan Sewa-Menyewa Gudang ini, serta
ditanda-tangani oleh para pihak di _______, pukul
____, pada hari ___ tanggal ___ bulan ___ tahun
Testimonium
___ sebagai bentuk mengikatnya persetujuan
dalam keadaan sadar/tanpa ada paksaan dari
pihak manapun juga.
( ) ( )
Saksi-saksi:
1.
2.
186
BAB VI
PENUTUP
187
DAFTAR BACAAN
188
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar),
Liberty, Yogyakarta, 2003.
Morrison, Wayne. Jurisprudence-from the Greeks to Post
Modernity, Cavendish Publishing, UK, diterjemahkan
dual bahasa oleh Zhang Wan Hong, 2002.
Posner, Richard A. Economic Analysis of Law, seventh edition,
Aspen Publishers, New York, 2007.
Prawirohamidjojo, R. Soetojo & Pohan, Marthalena.
HukumPerikatan, Bina Ilmu, Surabaya, 1984.
Puspa, Yan Pramadya. Kamus Hukum Bahasa Belanda,
Indonesia, Inggris, Aneka Ilmu, Semarang, 1977.
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2000.
Saherodji, Hari. Pokok-pokok Hukum Perdata, Aksara Baru,
Jakarta, 1980.
Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Dari
Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
Sjahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan
yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit
Bank Di Indonesia,
Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993.
Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 1980.
Subekti. Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
_____ & Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Pradnya Paramita, Jakarta, 2007.
Sugianto, Fajar. Analisis Ke-ekonomian Tentang Hukum Dalam
Kontrak Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah Pada
Bank Umum, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum
Untag Surabaya, Surabaya, 2011.
_____, Basic Elements of Legal Writing-Legal English Review
Book, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945,
2013.
_____, Economic Analysis of Law, Seri I: Pengantar, Prenada
Media Group, Jakarta, 2013.
_____, The Economic Approach To Law, Seri II, Prenada Media
Group, Jakarta, 2013.
Suharnoko & Hartati, Endah. Doktrin Subrogasi, Novasi, dan
Cessie, Prenada Media Group, Jakarta, 2005.
189
Supancana, I.B.R. Hukum Kontrak Internasional (Kerangka Teori
dan Pedoman Praktek), Seri Publikasi Center for
Regulatory Research.
Suryodiningrat, R.M. Azas-azas Hukum Perikatan, Tarsito,
Bandung, 1995.
Tay, Catherine Swee Kian & Tang, See Chim. Contract Law,
2nd edition, Marshall Cavendish International (Asia),
Singapore, 2000.
Walter J. Wessels. Economics, Barron’s Educational Series,
USA, 2006.
Yahman. Karakteristik Wanpprestasi dan Tindak Pidana
Penipuan; yang Lahir Dari Hubungan Kontraktual,
Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2011.
Situs internet:
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/
default/files/pedoman_umum-
ejaan_yang_disempurnakan.pdf
http://www.ejustice.just.fgov.be/cgi_loi/loi_a1.pl?imgcn.x
=43&imgcn.y=9&DETAIL=1804032132/N&caller=list&row_i
d=1&numero=6&rech=11&cn=1804032132&table_name=WE
T&nm=1804032152&la=N&dt=BURGERLIJK+WETBOEK+-
&language=nl&fromtab=wet&sql=dt+contains++'BURGERL
IJ
K'&+'WETBOEK'&tri=dd+AS+RANK+&trier=afkondiging
http://www.juriglobe.ca/eng/sys-juri/class-poli/sys-
mixtes.php
http://www.jus.uio.no/lm/wu.contract. principles. part1.1-
997/
http://www.singaporelaw.sg/
http://www.unidroit.org/english/principles/contracts/ma
in.htm
190
GLOSARIUM
Acquisitive verjaring:
lampau waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu
barang.
Adversarial Process:
argumen hukum dari para pihak (Penggugat dan Tergugat)
yang dibuat ekslusif oleh kuasa hukumnya, hakim tidak
diperbolehkan untuk membuat alur pertanyaan atau
mengembangkan argumen selama persidangan.
Asas Konsensualisme:
asas hukum kontrak yang menekankan bahwa suatu
perikatan telah lahir pada saat kata sepakat antara para
pihak, dan perikatan semacam ini sah tanpa memerlukan
suatu formalitas. Asas ini juga menitikberatkan kepada
unsur saling menerima secara bulat dan menyetujui tanpa
keberatan.
Attestation:
bagian kaki atau penutup kontrak yang berisikan
testimonium dan validasi.
Bonafide:
lihat Prinsip Itikad Baik.
Case law:
sengketa hukum di pengadilan diselesaikan pada basis
kasus-per-kasus yang putusannya mengikat pengadilan lain
untuk dijadikan dasar hukum untuk menjatuhkan putusan
serupa seperti kasus serupa sebelumnya (case-by-case-basis).
Cessie:
suatu perbuatan pemindahan suatu piutang kepada
seseorang yang telah membeli piutang.
Contra preferentum:
against offeror; pengaturan hukum kontrak yang menentukan
bahwa jika terdapat ambigu dalam klausul, maka harus
191
ditafsirkan berlawanan dengan pihak yang bersikeras
memasukan klausl tersebut dalam kontrak.
Derden beding:
janji-janji dalam persetujuan yang disetujui oleh pihak
ketiga.
Doktrin Frustation:
doktrin hukum kontrak yang menguraikan ketidak
mungkinan pelaksanaan prestasi kontrak karena terjadi
perubahan fundamental terhadap pertukaran kontraktual.
Ketidak-mungkinan ini sering dipersamakan dengan doktrin
impossibility of contract atau hardship.
Doktrin Gross Disparity:
doktrin hukum kontrak yang melarang adanya perbedaan
mencolok para kontraktan.
Doktrin Merger:
doktrin hukum kontrak yang menjelaskan penggabungan
bentuk-bentuk persetujuan para pihak yang dilebur menjadi
satu kontrak.
Doktrin Mistake:
doktrin hukum kontrak yang menguraikan 3 jenis kesalahan,
yaitu kesalahan umum, kesalahan bersama, dan kesalahan
unilateral.
Doktrin Objectivity:
doktrin hukum kontrak yang menekankan kepada
objektivitas kontrak, yaitu tindakan aktual para kontraktan
sesuai dengan peruntukan kontrak, apakah signifikan
dengan isi dan bentuk kontrak.
Doktrin Privity of Contract:
doktrin hukum kontrak yang oleh karena hubungan
kontraktual memperbolehkan sesama pihak kontraktan
untuk saling menggugat tetapi melepaskan tuntutan hukum
kepada pihak ketiga lainnya karena dianggap tidak
mengetahui risiko dasar kontrak.
192
Doktrin Promissory Estoppel:
doktrin larangan menyangkal janji yang sudah diberikan,
terutama larangan penarikan penawaran. Prinsip ini
menekankan kepada penarikan janji jika seseorang telah
menyebabkan orang lain untuk bertindak dengan cara
tertentu akibat dari penawarannya, maka si penawar
dilarang untuk menyangkal terhadap fakta itu.
Doktrin Undue Influence:
doktrin hukum kontrak yang melarang adanya pengaruh
tidak layak, baik dengan pengaruh, kekuasaan, hingga
mengelabui kepercayaan sehingga pihak satunya
terpengaruh untuk berkontrak.
Doktrin unjust enrichment:
doktrin hukum kontrak yang melarang kontraktan menjadi
oportunis dengan memperkaya dirinya secara tidak layak
melalui pengeksploitasian kelemahan kontraktan satunya.
Engkelvoleinding:
sifat alternatif dalam perikatan dengan pilihan atau yang
boleh dipilih oleh salah satu pihak di mana terdapat dua
atau lebih prestasi.
Equity:
dasar faham keadilan dengan memberlakukan kelaya-
kan/kewajaran dan keadilan, umumnya dipakai untuk
menyelesaikan sengketa dan tuntutan-tuntutan dari pihak-
pihak yang berkepentingan.
Ex Contractu:
keharusan untuk para kontraktan untuk mengerti tentang
hal-hal yang menjadi prestasinya sebagaimana tertuang
dalam kontrak, sehingga para pihak dapat menjalankan
semua hak dan kewajiban yang mengikat kontraktual itu
sesuai dengan kontrak.
Extinctive verjaring:
lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau
dibebaskan dari tuntutan.
193
Fair dealing:
prinsip hukum kontrak yang menekankan kepada transaksi
berimbang sebagai salah satu wujud itikad baik kontraktan.
Force majeure:
Suatu peristiwa atau akibat yang tidak dapat diantisipasi
atau tidak dapat dikendalikan. Istilah ini termasuk pada
bencana alam (seperti banjir dan angin badai) dan perbuatan
manusia (seperti kerusuhan, pemogokan, dan peperangan).
Freedom of contract:
lihat Prinsip Kebebasan Berkontrak.
Gevaarzettingstheorie:
teori hukum kontrak yang menjelaskan bahwa setiap orang
bertanggung jawab atas akibat-akibatnya, apabila ia
mengadakan kemungkinan yang berbahaya
Good faith:
lihat Prinsip Itikad Baik
Habendum:
bagian badan atau isi kontrak yang pada pokoknya berisikan
seluruh hak-kewajiban kontraktual (contractual provision)
melalui ketentuan klausul-klausul yang dibuat dan diurut
sesuai dengan substansi kontrak.
Hapusnya perikatan karena berlakunya syarat batal: syarat
batal merupakan ketentuan isi persetujuan yang telah saling
disetujui oleh kedua belah pihak. Syarat itu kalau tidak
dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal sehingga
perikatan menjadi hapus. Syarat batal pada asasnya berlaku
surut sejak perikatan itu dilahirkan.Perikatan batal
dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah
ada perikatan.
Hapusnya perikatan karena kebatalan dan pembatalan:
suatu kebatalan terjadi demi hukum ketika persetujuan tidak
memenuhi syarat obyektif. Akibat hukum terhadap
persetujuan yang dibuat oleh orang-orang yang tidak cakap
untuk bertindak sendiri, dibuat dengan paksaan, kekhilafan,
194
penipuan, atau mempunyai sebab atau causa yang
bertentangan dengan undang-undang kesusilaan, ketertiban
umum adalah “dapat dibatalkan” (vernietigbaar). Dengan
pembatalan ini, keadaan antara kedua belah pihak
dikembalikan semula seperti belum ada persetujuan.
Hapusnya perikatan karena kedaluwarsa: lewatnya waktu
seseorang untuk memperoleh hak milik dapat dibebaskan
dari perikatan. Dengan lewatnya waktu yang ditentukan
maka perikatan hapus.
Hapusnya perikatan karena musnahnya benda yang
terutang: apabila barang tertentu yang menjadi objek
perikatan musnah atau tidak dapat diperdagangkan atau
hilang di luar kesalahan debitur, sebelum ia lalai
menyerahkan pada waktu yang telah ditentukan maka
perikatan menjadi hapus.
Hapusnya perikatan karena pembaharuan utang:
pembaharuan utang (novasi) pada dasarnya dapat terjadi
karena disebabkan oleh pergantian: (i) suatu pembuatan
perikatan baru yang menghapuskan suatu perikatan lama;
atau (ii) debitur lama dengan debitur baru, kreditur lama
dengan kreditur baru, utang lama diganti utang yang baru.
Hapusnya perikatan karena pembayaran: hapusnya
perikatan karena pelaksanaan atau pemenuhan perikatan
secara sukarela, tidak ada paksaan atau eksekusi disebut
pembayaran. Pembayaran dapat berupa uang, penyerahan
barangyang dijual oleh penjualnya, pekerja yang melakukan
pekerjaan untuk majikan.
Hapusnya perikatan karena pembebasan utang: jika si
berpiutang dengan tegas menyatakan tidak menghendaki
lagi prestasi dari si berhutang dan melepaskan haknya atas
pembayaran atau pemenuhan perikatan, maka pembebasan
utang semacam ini mengakibatkan hapusnya perikatan.
Hapusnya perikatan karena penawaran pembayaran tunai
disertai penitipan: (consignatie) suatu penawaran pembaya-
195
ran tunai dapat disertai dengan penitipan ketika si
berpiutang tidak mau menerima pembayaran barang atau
uang yang hendak dibayarkan oleh si berhutang yang
dibawa atau diantar kepada si berpiutang.
Hapusnya perikatan karena pencampuran utang: terjadi
apabila kedudukan kreditur dan debitur menjadi satu
berada dalam satu tangan atau terjadi demi hukum secara
otomatis.
Hapusnya perikatan karena penjumpaan utang: perjumpaan
utang (compensatie) merupakan salah satu cara penghapusan
utang memperhitungkan utang-piutang masing-masing
pihak sehingga salah satu perikatan menjadi hapus.
Harmonization law atau uniformity law:
lihat Unidroit Principles of International Commercial
Contract.
Hybrid Law atau Composite Law:
lihat Tradisi Mixed Legal System.
Inquisitional process:
hukum acara peradilan bagi hakim untuk mengambil peran
aktif dalam mencari undang-undang (bukan dalam
persidangan) yang dapat dijadikan dasar putusannya. Peran
aktif hakim semacam ini biasanya diwujudkan dalam
mengarahkan pertanyaan-pertanyaan dan mengembangkan
argumen untuk mengungkap kebenaran.
Intention To Create Legal Relation:
penekanan terhadap para pihak dalam persetujuan untuk
menenjukan niatannya menciptakan hubungan hukum,
sehingga hubungan ini mengikat dan memiliki konsekuensi
hukum.
Judge-made law:
cara hakim menemukan hukum baru (rediscovering) dalam
keseragaman case law. Mereka dibenarkan untuk menemu-
kan hukum dengan mengacu kepada precedent dan norma-
196
norma sosial, atau dengan persyaratan rasionalitas kebijakan
publik
Juridische overmachtstheorie:
teori hukum kontrak yang memperjelas bahwa overmacht
tidak hanya memperhatikan unsur kesalahan tetapi juga
memperhatikan risiko yang harus ditanggung jika
kontraktan tetap diharuskan memenuhi kewajiban
kontraktualnya (teori overmacht juridis).
Kecakapan:
unsur yang menentukan apakah subjek hukum tertentu
memenuhi atau memiliki kapasitas hukum untuk
berkontrak; syarat kedua agar persetujuan menjadi sah.
Kerugian biaya kesempatan:
opportunity cost damages; kerugian yang dapat diukur dengan
cara mengembalikan posisi korban (pihak yang diingkari)
menjadi tidak berbeda dengan ingkar dan pelaksanaan
kontrak alternatif lainnya.
Kerugian yang bergantung:
reliance damages; kerugian imateriil yang dapat diukur
dengan cara mengembalikan posisi korban (pihak yang
diingkari) menjadi tidak berbeda dengan tidak ada kontrak
sebelumnya dan ingkar
Kerugian yang terekspektasi:
expectation damages; kerugian materiil yang dapat diukur
dengan cara mengembalikan posisi korban (pihak yang
diingkari) menjadi tidak berbeda antara pelaksanaan dan
ingkar.
Kesepakatan:
unsur saling menerima secara bulat dan saling menyetujui
tanpa keberatan; syarat pertama agar persetujuan menjadi
sah.
Klausul definisi:
klausul kontrak yang berisikan tentang definisi keperluan
kontrak, terutama perihal obyek kontrak dan istilah-istilah
197
yang digunakan-umumnya jika berbeda dengan ketentuan
umum atau pengertian kolektif.
Klausul penunjang:
klausul kontrak yang berisikan tentang ketentuan-ketentuan
pendukung yang bersifat sambungan substansi kontrak,
misalnya klausul-klausul seperti: kompensasi ganti
kerugian, force majeure, addendum, kewajiban pemberian
notice, peng-akhiran/pembatalan, domisili hukum, pilihan
bahasa yang diacu (dalam hal kontrak dual bahasa),
pembebasan tuntutan hukum
Klausul spesifik:
klausul kontrak yang berisikan tentang hal-hal lebih khusus
atau detil tentang transaksi atau pertukaran yang akan
dilakukan, juga memuat hal-hal lebih khusus tentang
pembagian kewajiban para pihak.
Klausul title:
klausul kontrak yang berisikan tentang alas hak para pihak
sebagai pihak yang berwenang menurut hukum untuk
melakukan perbuatan hukum tertentu.
Klausul transaksi:
klausul kontrak yang berisikan tentang hal-hal pokok
pertukaran berupa hak dan kewajiban yang berimbang, serta
pengaturan umum dan tata cara dasar transaksi yang
dilakukan oleh para kontraktan.
Komparisi:
sub bagian dari kepala/pembuka atau preamble kontrak yang
umumnya berisikan tentang keterangan para pihak sebagai
kontraktan.
Kontrak:
piranti tertulis persetujuan atau perjanjian yang lengkap
dengan memenuhi syarat-syarat tekhnis yang ditentukan
oleh hukum.
198
Legal binding:
kekuatan pengikatan hukum; lihat prinsip Pacta Sunt
Servanda.
Minderjarig:
ketidakcakapan salah satu pihak dalam persetujuan karena
dilakukan oleh anak dibawah umur.
Moratoir:
lihat wanprestasi
Mutual agreed promises:
janji bertimbal balik; lihat Prinsip considerations.
Negligent:
lihat wanprestasi
Novasi:
lihat Pembaharuan Utang.
Offer dan Acceptance:
lihat Prinsip Penawaran dan Penerimaan.
Overeenkomst:
lihat persetujuan/perjanjian.
Overmacht:
keadaan memaksa/kahar yang menunda sementara atau
menghentikan seterusnya perstasi kontraktual.
Pembaharuan utang:
pembaharuan utang yang dapat terjadi karena pergantian:
(i) suatu pembuatan perikatan baru yang menghapuskan
suatu perikatan lama; atau (ii) debitur lama dengan debitur
baru, kreditur lama dengan kreditur baru, utang lama
diganti utang yang baru; novasi.
Perikatan alternatif:
perikatan dengan pilihan atau yang boleh dipilih oleh salah
satu pihak di mana terdapat dua atau lebih prestasi.
Perikatan bersyarat:
(voorwaardelijk) adalah bersyarat jika digantungkan pada
suatu peristiwa yang mungkin terjadi dan memang belum
terjadi, baik dengan cara menangguhkan berlakunya
199
perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu, maupun
dengan cara membatalkan perikatan itu, tergantung pada
terjadi tidaknya persitiwa itu.
Perikatan dengan ancaman hukuman:
(strafbeding) merupakan perikatan yang mencantumkan
syarat ancaman hukuman untuk menjamin pelaksanaan
perikatan. Apabila debitur lalai memenuhi perikatan,
ancaman hukuman ini dianggap sebagai pengganti kerugian
yang diderita oleh kreditur sebagai akibat hukum tidak
dipernuhinya perikatan oleh debitur.
Perikatan dengan syarat waktu:
suatu syarat waktu (termijn) yang tidak menangguhkan
lahirnya perikatan seperti syarat dalam perikatan bersyarat,
melainkan hanya menunda atau menagguhkan pelaksanaan
prestasi saja. Syarat waktu juga sering digunakan sebagai
jangka waktu berlakunya persetujuan atau perikatan.
Perikatan tanggung-menanggung:
(solider) suatu perikatan apabila para pihaknya antara
seorang kreditur berhadapan dengan beberapa orang
debitur, atau sebaliknya. Dalam hal salah satu debitur
membayar seluruhnya maka debitur yang lain dibebaskan
pembayarannya. Jenis perikatan ini harus ditentukan secara
tegas, tidak boleh secara diam-diam.
Perikatan yang dapat dibagi:
pemenuhan kewajiban yang dapat terbagi, misalnya salah
satu pihak meninggal dunia sehingga digantikan oleh ahli
waris dalam hak-haknya juga pembayaran hutang-
hutangnya, sehingga pemenuhan hutang terbagi kepada ahli
waris.
Perikatan yang tidak dapat dibagi:
kecuali tidak saling disetujui antara para pihak, suatu
perikatan tidak dapat dibagi-bagi sebab si berpiutang selalu
berhak menuntut pemenuhan persetujuan untuk
seluruhnya.
200
Perikatan:
perhubungan hukum antara dua orang/pihak atau lebih
yang saling memiliki perhubungan saling mengikat, dalam
hal mana pihak yang satu berhak atas sesuatu, sedangkan
pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi sesuatu.
Perjanjian:
lihat Persetujuan.
Persetujuan:
perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih; Perjanjian.
Plus-sum:
suatu transaksi yang menghasilkan keuntungan (moneter
dan atau non-moneter).
Prakontrak:
pernyataan tentang kesepamahan awal para pihak yang
berencana masuk ke dalam persetujuan yang lebih rinci
sebelum pengikatan.
Preamble:
bagian kepala atau pembuka kontrak yang berisikan: (i)
kepala/judul kontrak: (ii) komparisi; dan (iii) recital.
Precedent:
yurisprudensi tetap; putusan pengadilan terhadap perkara
tertentu yang telah diputus sebelumnya untuk dijadikan
dasar hukum terhadap putusan perkara yang sama.
Prestasi:
pelaksanaan hak dan kewajiban kontraktual antara para
kontraktan sesuai dengan syarat dan ketentuan dalam
kontrak yang saling disetujui untuk dipertukarkan; Prestatie.
Prinsip Bargaining Equality:
prinsip hukum kontrak yang mengharuskan adanya
persamaan posisi tawar-menawar antara para pihak
sehingga mampu menciptakan keseimbangan dalam
kontrak.
Prinsip Consideration:
201
prinsip yang menekankan kepada pentingnya janji bertimbal
balik (janji dibalas dengan janji).
Prinsip Efisiensi:
prinsip yang menekankan kepada hasil perolehan yang
sebesar-besarnya dengan pengorbanan/usaha yang
minimal.
Prinsip Equity:
prinsip hukum kontrak yang berdasarkan pada faham
keadilan dengan memberlakukan kelayakan dan keadilan,
umumnya dipakai untuk menyelesaikan sengketa dan
tuntutan-tuntutan dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Prinsip Fulfilling Reasonable Expectations:
prinsip hukum kontrak yang menjaga pertukaran ekspektasi
keuntungan yang saling bertimbal balik antara para
kontraktan.
Prinsip Information as Label:
prinsip hukum kontrak yang menekankan kepada pertu-
karan informasi secara bebas dan saling terbuka dari dan
antara para pihak untuk membantu ketepatan transaksi
dalam kontrak.
Prinsip Interpretasi Kontrak:
prinsip yang menekankan kepada penggunaan bahasa
kontrak yang mudah dan luas untuk mengisi kekosongan
akibat kekakuan bahasa hukum.
Prinsip Itikad Baik:
prinsip yang menekankan kepada kejujuran, kesetiaan dan
kepatuhan berkontak, terutama terhadap janji pemenuhan
prestasi yang tertuang dalam kontrak.
Prinsip Kebebasan Berkontrak:
prinsip yang setiap orang mempunyai hak untuk mengi-
katkan diri secara hukum; konsep hukum terhadap kontrak
yang dibuat berdasarkan kesepakatan timbal balik dan
pilihan bebas, dan sehingga pembentukannya bebas dari
campur tangan pihak luar.
202
Prinsip Kedaulatan Hukum Nasional:
prinsip yang menundukan diri pada hukum nasional
tertentu ketika perbuatan hukum atau peristiwa hukum
yang tertuang dalam kontrak terjadi di dalam wilayah
negara tersebut.
Prinsip Konsensualisme:
prinsip yang menitikberatkan kepada unsur kesepakatan
yang konsensus untuk melahirkan perikatan, sehingga para
pihak saling menerima secara bulat dan saling menyetujui
tanpa keberatan.
Prinsip Lex Mercatoria:
(konseptual) hukum dagang yang diciptakan oleh komu-
nitas dagang untuk mengakomodir kebutuhan perdagangan
internasional; (fungsional) diklasifikasikan sebagai praktek
kebiasaan yang membentuk kepatutan dan kebiasaan
sebagai salah satu tata cara melaksanakan kontrak.
Prinsip Pacta Sunt Servanda:
prinsip daya mengikat kontrak atau kekuatan mengikat
antara para kontraktan untuk mentaati isi kontrak
selayaknya keharusan untuk mentaati Undang-Undang.
Prinsip Penawaran dan Penerimaan:
prinsip yang memformulasikan kesepakatan konsensus
melalui mekanisme penawaran (offer) dan penawaran
tersebut diterima melalui penerimaan (acceptance)
Prinsip Remedy:
prinsip hukum kontrak yang mengarah kepada perbaikan
atau pembetulan kontrak dalam hal tanggung-gugat
kontraktual salah satu kontraktan tidak mejalankan
prestasinya. Pada penerapan melalui perspektif ini, prinsip
remedy menekankan kepada penentuan ganti kerugian
sebagai kompensasi kecederaan atau kerugian (damages)
akibat wanprestasi.
Prinsip spremacy:
lihat prinsip kedaulatan hukum nasional.
203
Prinsip Utilitas:
prinsip yang merefleksikan kemanfaatan dan faedah
kontrak.
Prinsip Voluntary Transfer:
prinsip hukum kontrak yang menekankan kepada penting-
nya kesukarelaan pertukaran kontraktual dari dan antara
para kontraktan.
Promissory estoppel:
larangan penarikan janji yang sudah ditawarkan.
Reciprocity:
kecukupan terhadap janji yang dibalas.
Recital:
sub bagian dari kepala/pembuka atau preamble kontrak yang
umumnya berisikan tentang latar belakang terjadinya
kontrak itu, terkadang memuat esensi kesepakatan para
pihak untuk saling bersetuju dengan syarat dan ketentuan
dalam kontrak.
Remedy:
perbaikan atau pembetulan kontrak dalam hal tanggung-
gugat kontraktual salah satu kontraktan tidak mejalankan
prestasinya, umumnya tentang penentuan ganti kerugian
sebagai kompensasi kecederaan atau kerugian (damages)
akibat wanprestasi.
Ruling domicile:
klausul kontrak berisikan tentang domisili hukum yang
saling disepakati dan telah dipilih oleh para kontraktan jika
terjadi perselisihan kontrak.
Sistem Terbuka:
sistem hukum kontrak yang memberikan keleluasan kepada
para pihak untuk mengatur sendiri pola pembuatan hubu-
ngan hukum sehingga setiap orang atau pihak yang hendak
membuat persetujaun/perjanjian diberi kebebasan untuk
membuat perikatan yang mengatur hubungan hukum
204
mereka tentang apa saja, bentuk apa saja asalkan tidak
bertentangan dengan Undang-undang.
Standard contract:
kontrak baku berbasis take-it-or-leave-it-contract yang
mustahil untuk dilakukan negosiasi terhadap isi kontrak dan
tidak mungkin untuk merubah substansi kontrak.
Stare decisis:
doktrin hukum kontrak yang mengharuskan penggunaan
precedent sebelumnya untuk dijadikan dasar hukum
terhadap putusan perkara yang sama.
Suatu Pokok Persoalan:
hal atau obyek tertentu dalam persetujuan, umumnya
disebut dengan barang yang diperdagangkan dan dapat
ditentukan jenis-jenisnya; syarat ketiga agar persetujuan
menjadi sah.
Suatu sebab yang tidak dilarang: isi persetujuan yang harus
diperbolehkan oleh undang-undang dan tidak bertentangan
dengan ketertiban umum serta kesusilaan; syarat keempat
agar persetujuan menjadi sah.
Subrogatie:
penggantian hak-hak kreditur oleh pihak ketiga yang
membayar kepada kreditur.
Sufficiency:
unsur kecukupan dalam imbalan janji sehingga pertukaran
janji menjadi berimbang dan bertimbal balik.
Testimonium:
sub bagian dari attestation yang memuat pernyataan tegas
terhadap prosesi pembuatan dan penanda-tanganan
kontrak, seperti rangkap yang dibuat dan dimiliki masing-
masing pihak, serta kekuatan/beban hukum yang sama
terhadap salinan kontrak yang dibuat dan ditanda-
tanganinya itu.
205
Tradisi Civil Law:
tradisi system hukum yang memiliki ciri khas dalam hal
pembentukan aturan-aturan hukum dalam undang-undang
melalui badan atau institusi legislatif yang khusus
membentuk dan mengundangkan undang-undang. Tradisi
ini tidak mengkategorikan putusan pengadilan sebagai
sumber hukum, walaupun pada prakteknya yurisprudensi
putusan pengadilan sering dijadikan acuan untuk menjaga
konsistensi putusan-putusan pengadilan dalam perkara
yang serupa.
Tradisi Common Law:
tradisi sistem hukum yang badan peradilannya terikat untuk
menggunakan yurisprudensi tetap (precedent) sebagai dasar
hukum dalam menyelesaikan sengketa serupa. Tradisi ini
juga sering diidentikan dengan ciri khas case-by-case-basis,
yang artinya sengketa hukum di pengadilan diselesaikan
pada basis kasus-per-kasus yang putusannya mengikat
pengadilan lain untuk dijadikan dasar hukum untuk
menjatuhkan putusan serupa seperti kasus serupa
sebelumnya.
Tradisi Mixed Legal System:
tradisi sistem hukum yang mencampurkan dua sistem
hukum atau lebih, umumnya interaksi tradisi Civil Law dan
Common Law, dan juga pencampuran dengan tradisi hukum
lain, misalnya hukum adat (customary law), hukum agama
(religious law).
Tradisi Unification Law:
tradisi sistem hukum yang mengharmonisasikan perbedaan
tradisi-tradisi hukum yang ada sebagai sistem hukum yang
terunifikasi.
Transaction Cost:
seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam melakukan
pertukaran; atau hal-hal yang menghambat suatu
pertukaran (bargaining).
206
Trial before a jury:
acara pemeriksaan perkara ata uji coba sebelum juri, hakim
berwenang untuk memutuskan pertanyaan hukum apakah
sengketa ini layak dipersidangkan, sedangkan tim juri
diharuskan untuk memutuskan pertanyaan faktual.
Unidroit Principles of International Commercial Contract:
aturan-aturan umum kontrak komersial internasional
berdasarkan penundukan para kontraktan di bawah prinsip-
prinsip umum hukum dan lex mercatoria.
Validasi:
sub bagian dari attestation yang pada intinya merupakan
bagian penempatan ruang tandatangan para pihak dengan
menyebut nama dan jabatan/kapasitas sebagaimana tertera
pada bagian komparisi.
Verbintenis:
lihat perikatan.
Verklarring Theorie atau teori pernyataan:
teori hukum kontrak yang menjelaskan bahwa perumusan
suatu persetujuan tidak terletak pada kehendak tetapi
terletak pada pernyataan yang diberikan oleh para pihak
yang saling mengerti.
Vertrouwenstheorie atau teori pernyataan yang dapat
diterima:
teori hukum kontrak yang menjelaskan bahwa hanya
pernyataan yang secara umum dianggap layak dan dapat
diterima lah menjadi dasar terjadinya persetujuan. Jika
pernyataan itu sesuai dengan kehendak si pemberi
pernyataan tersebut dan dapat diterima, maka kesepakatan
telah terjadi.
Wanprestasi:
tidak dilaksanakannya prestasi sebagaimana seharusnya
yang ditentukan menurut kontrak terhadap kontraktran
tertentu seperti yang diuraikan dalam kontrak.
207
Wilstheorie atau teori kehendak:
teori hukum kontrak yang menjelaskan bahwa kehendaklah
yang menjadi dasar membuat persetujuan. Kehendak ini
lahir dari adanya keinginan yang mencerminkan
persetujuan untuk mengikatkan diri.
Zero-sum:
suatu transaksi yang tidak menghasilkan keuntungan, tetapi
tidak rugi.
208
LAMPIRAN I
209
PERSETUJUAN SEWA-MENYEWA GUDANG
Nama :
KTP No. :
Pekerjaan :
Alamat :
Untuk selanjutnya di dalam Persetujuan Sewa-Menyewa ini
disebut Pihak Kedua.
210
c. Bahwa Pihak Kedua menyatakan sanggup, tidak
berkeberatan serta menerima tawaran sewa-menyewa
dari Pihak Kesatu tersebut;
d. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka
para pihak telah saling bersepakat dan bersetuju untuk
membuat dan menuangkan masing-masing tujuannya
dan keinginannya yang kemudian ditetapkan ke dalam
persetujuan ini;
e. Bahwa para pihak dengan dilandasai itikad baik serta
prinsip saling menguntungkan telah dicapai kesepakatan
untuk membuat persetujuan, sebagaimana dengan ini
saling bersetuju dan berjanji untuk tunduk di bawah
syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Bahwa Pihak Kedua mengaku sebagai pemilik sah atas
gudang yang terletak di jalan ________________ dengan
luas sebesar ________ berdasarkan ______________ yang
dalam persetujuan ini menjadi obyek persetujuan.
2. Bahwa Pihak Kedua menjamin kepada Pihak Kesatu,
obyek persetujuan bukan milik orang/pihak lain baik
sebagian dan atau seluruhnya, tidak dalam sengketa dan
atau pernah terjadi sengketa dengan orang/pihak lain.
3. Bahwa Pihak Kedua juga menjamin kepada Pihak Kesatu,
obyek persetujuan tidak sedang dan tidak akan diadakan
segala bentuk persetujuan/ikatan lain dan atau
kewajiban-kewajiban dengan orang/pihak lain, dan
karenanya Pihak Kesatu tidak akan mendapat tuntutan
dan atau gugatan dari siapapun juga yang menyatakan
mempunyai hak atau ikut berhak atas obyek persetujuan
baik terlebih dahulu dan atau setelah adanya persetujuan
ini.
4. Bahwa para pihak telah bersama-sama menentukan harga
sewa atas obyek persetujuan sebesar Rp. ________
(______________) selama __ (___) tahun atau dengan kata
lain berakhir pada tanggal ___ bulan ____ tahun ____
211
terhitung sejak persetujuan ini ditanda-tangani oleh para
pihak secara bersamaan.
5. Bahwa harga sewa atas obyek persetujuan tersebut di atas
sudah termasuk pajak dan segala macam retribusi daerah
yang menjadi tanggung-jawab Pihak Kedua, namun tidak
termasuk pada biaya penggunaan telepon, listrik, dan air
yang menjadi tanggung-jawab Pihak Kesatu untuk
membayarnya langsung kepada badan/instansi terkait.
6. Bahwa Pihak Kedua tidak akan mengenakan atau tidak
akan membebankan atau tidak akan memungut bunga
dan segala macam biaya lainnya selain harga sewa obyek
persetujuan ini kepada Pihak Kesatu.
7. Bahwa Pihak Kesatu tidak akan memotong atau tidak
akan membebankan suatu pungutan biaya apapun untuk
mengurangi biaya sewa obyek persetujuan ini kepada
Pihak Kedua.
8. Bahwa pembayaran harga sewa atas obyek persetujuan
ini akan dibayarkan penuh oleh Pihak Kesatu kepada
Pihak Kedua secara sekaligus dan seketika setelah
persetujuan ini ditanda-tangani oleh para pihak.
9. Bahwa atas pembayaran harga sewa atas obyek
persetujuan tersebut di atas, Pihak Kedua berkewajiban
untuk membuka dan memberikan kwitansi tanda
penerimaan pembayaran kepada Pihak Kesatu.
10.Bahwa selama persetujuan ini berlangsung, Pihak Kesatu
tidak dapat menyewakan kembali obyek persetujuan ini
kepada orang/pihak lainnya.
11.Bahwa selama persetujuan ini berlangsung, Pihak Kesatu
diberikan hak leluasa oleh Pihak Kedua untuk melakukan
segala kegiatan usahanya dengan menggunakan segala
fasilitas yang terdapat di dalam obyek persetujuan,
termasuk fasilitas gudang, sarana parkir, __________
sepanjang tidak melebihi atau melewati batas atau di luar
obyek persetujuan ini.
212
12.Bahwa apabila dianggap perlu oleh Pihak Kesatu, dengan
persetujuan dari Pihak Kedua, Pihak Kesatu dapat
melakukan hal-hal seperti penambahan dan atau
pengurangan bangunan dan fasilitas gudang, melakukan
dan mendirikan batas pagar bilamana terdapat batas-
batas obyek persetujuan yang belum dipagari/batasi oleh
Pihak Kedua, sepanjang tidak melewati/melebihi obyek
persetujuan ini.
13.Bahwa selama persetujuan ini berlangsung, Pihak Kesatu
berkewajiban untuk menjaga dan merawat secara baik
atas obyek persetujuan ini, termasuk melakukan
pembetulan-pembetulan, pengecatan kembali, menjaga
kebersihan, serta menjaga tata-tertib sekaligus mematuhi
adat kebiasaan setempat dalam menjalankan kegiatan
usahanya tersebut.
14.Bahwa selama persetujuan ini berlangsung, Pihak Kedua
berhak untuk datang dan memasuki obyek persetujuan
dengan memberi-tahukan terlebih dahulu kepada Pihak
Kesatu, hanya sebatas melakukan kunjungan atau
pemantauan kondisi obyek persetujuan.
15.Bahwa selama persetujuan ini berlangsung, apabila Pihak
Kesatu membutuhkan suatu bentuk bantuan, baik pikiran
dan atau tenaga mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan obyek persetujuan ini, maka Pihak
Kesatu dapat meminta bantuan tersebut kepada Pihak
Kedua dan Pihak Kedua menyatakan tidak berkeberatan
untuk itu, sepanjang tidak melawan atau bertentangan
dengan hukum yang berlaku.
16.Bahwa selama persetujuan ini berlangsung, apabila
terjadi force majeur atau suatu keadaan di luar
kemampuan, termasuk tetapi tidak terbatas seperti
perang, demonstrasi sipil, blockade, embargo,
pemberontakan, gempa bumi, badai, longsor, wabah
penyakit, dan perbuatan atau kehendak Tuhan lainnya,
213
maka Pihak Kesatu dibebaskan dari segala kerugian yang
timbul karenanya.
17.Bahwa selama persetujuan ini berlangsung, apabila
terjadi suatu kerugian materiil yang dikarenakan tidak
lancarnya kegiatan usaha Pihak Kesatu, maka Pihak
Kedua dibebaskan dari segala kerugian yang timbul
karenanya.
18.Bahwa dalam hal Pihak Kesatu tidak berkeinginan untuk
memperpanjang kembali persetujuan ini setelah masa
berlakunya habis, Pihak Kedua memberikan izin kepada
Pihak Kesatu selambat-lambatnya __ (____) hari kalender
untuk mengosongkan, mengembalikan seluruh obyek
sewa-menyewa seperti keadaan semula.
19.Bahwa dalam hal Pihak Kesatu bermaksud dan bertujuan
untuk memperpanjang kembali masa sewa dalam
persetujuan ini, maka Pihak Kesatu diwajibakan untuk
memberitahukan maksud dan tujuannya itu kepada
Pihak Kedua selambat-lambatnya __ hari kalender
sebelum masa berlakunya persetujuan ini habis.
20.Dalam hal Pihak Kedua tidak berkeberatan dan
menerima keinginan Pihak Kesatu untuk memperpanjang
kembali masa sewa dalam persetujuan ini, maka para
pihak akan membuat persetujuan yang baru dengan hal-
hal dan ketentuan-ketentuan yang akan disepakati
bersama.
21.Bahwa dalam hal terdapat ketentuan lain yang
dikemudian hari perlu dirubah, ditambah, diatur
kembali, maka para pihak bersetuju akan membuat
persetujuan tambahan atau adendum tersendiri secara
bersama-sama yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari persetujuan ini.
22.Bahwa para pihak telah bersetuju dan bersepakat bila
terdapat perselisihan yang timbul dikarenakan adanya
persetujuan ini, maka diutamakan akan diselesaikan
214
melalui musyawarah untuk mufakat. Akan tetapi bila
tidak tercapai kecocokan keinginan, maka para pihak
setuju dan sepakat memilih domisili hukum yang tetap
dan tidak berubah lagi yaitu di kantor Panitera
Pengadilan Negeri di _________.
Demikian hasil persetujuan ini berdasarkan kesepakatan
yang dihasilkan dari musyawarah mufakat yang kemudian
dimuat dan dibuat dalam Persetujuan Sewa-Menyewa
Gudang ini, serta ditanda-tangani oleh para pihak di
_______, pukul ____, pada hari ___ tanggal ___ bulan ___
tahun ___ sebagai bentuk mengikatnya persetujuan dalam
keadaan sadar/tanpa ada paksaan dari pihak manapun juga.
Persetujuan ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan telah
diberi materai cukup, sehingga masing-masing mempunyai
kekuatan hukum yang sama. Rangkap pertama diberikan
kepada Pihak Kesatu dan rangkap kedua diserahkan kepada
Pihak Kedua.
Pihak Kesatu Pihak Kedua
( ) ( )
Saksi-saksi:
1.
2.
215
LAMPIRAN II
216
PERJANJIAN KERJASAMA PENYEDIAAN GAS
OXIGEN MEDICAL GRADE
Nama :
KTP No. :
Alamat :
Pekerjaan :
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
sebagaimana diatur dalam ayat
(1) Pasal 98 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas jo Pasal 11 Anggaran Dasar/Anggaran
Rumah Tangga (AD/ART) yang dibuat di
Notaris di , pada hari ,
tanggal bulan tahun dengan nomor .
Dikarenanya dalam perjanjian ini sah dan berhak bertindak
untuk dan atas nama , untuk selanjutnya di-
sebut sebagai Pihak Kesatu.
Nama :
KTP No. :
Alamat :
Pekerjaan : Kepala Rumah Sakit
Untuk selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua.
PASAL 1
DEFINISI UMUM
218
1.5. Peralatan medis adalah peralatan yang diperuntukan
khusus bidang medis yang diantaranya membantu,
diagnosa, monitoring, perawatan medis yang didesain
khusus sesuai dengan ketentuan medis dan safety.
1.6. Agen adalah pihak ketiga lainnya yang menurut Pihak
Kesatu dan akan ditunjuk oleh Pihak Kesatu berke-
mampuan untuk melakukan pendistribusian obyek
perjanjian
PASAL 2
OBYEK PERJANJIAN
219
penyalur dari pabrik manufaktur yang telah ditunjuk
Pihak Kesatu untuk itu.
2.5 Pihak Kedua menyatakan bahwa obyek perjanjian
yang disediakan oleh Pihak Kesatu telah memenuhi
ketentuan standard medis dan utilitas, sehingga dapat
digunakan oleh Pihak Kedua sesuai dengan perun-
tukannya.
PASAL 3
TATA CARA PENYEDIAAN
220
an, sepanjang tidak ada kelalaian kewajiban dalam
perjanjian ini oleh para pihak.
3.5 Pihak Kesatu dalam melaksanakan penyediaan obyek
perjanjian dimaksud, harus mempunyai tanggung
jawab penuh atas penyediaan, penyetokan, pengantar-
an yang tidak termasuk dalam keadaan luar biasa atau
darurat atau force majeur, karenanya pelaksanaan
dimaksud harus dilaksanakan dengan baik dan tepat.
3.6 Pihak Kesatu bebas dapat menunjuk agen atau pihak
ketiga lainnya dengan mengacu pada semua syarat di
dalam perjanjian ini dan Pihak Kesatu tidak terlepas
dari tanggung jawab atas penunjukan tersebut.
3.7 Untuk maksud penunjukkan agen tersebut di atas,
perjanjian ini juga merupakan persetujuan memberi
kuasa kepada pihak ketiga dan hak subtitusi untuk
memberi kuasa kembali dengan berpegang kepada isi
perjanjian ini.
3.8 Dalam keadaan darurat atau keadaan luar biasa, yang
memerlukan tindakan langsung oleh salah satu pihak,
dapat mengambil langkah-langkah alternatif yang di-
anggap perlu atau disarankan untuk melindungi ke-
pentingan bersama sehubungan dengan perjanjian ini.
3.9 Pihak Kesatu dan Pihak Kedua dilarang memberikan
segala bentuk informasi, program kerja dan atau data-
data yang bersifat pribadi kepada Pihak Ketiga lainnya
tanpa mendapatkan persetujuan dan izin tertulis ter-
lebih dahulu dari salah satu pihak.
PASAL 4
PERALATAN DAN FASILITAS
PASAL 5
TATA CARA PEMBAYARAN
PASAL 6
FORCE MAJEUR
PASAL 7
KEGAGALAN & PENGHENTIAN PERJANJIAN
223
PASAL 8
DOMISILI HUKUM
PASAL 9
KETENTUAN LAINNYA
224
kan dengan jadwal kerja Pihak Kesatu dan Pihak Ke-
dua.
9.5. Bilamana dikemudian hari terdapat ketentuan yang
perlu diubah dan atau ditambah dan atau belum
diatur didalam perjanjian ini, maka kedua belah pihak
setuju akan membuat perjanjian tambahan tersendiri
yang merupakan satu kesatuan dengan perjanjian ini.
( ) ( )
225
LAMPIRAN III
226
SPECIMEN AGREEMENT
THIS AGREEMENT is made on the __ day of ____
_____ between ABC PTE.LTD, a company incorporated in
_______ and having its registered office at
_________________ (hereinafter called “the Company”) of
the one part and XYZ (ID No. __________) of ______________
(hereinafter called “the Manager”) of the other part.
WHEREAS
1. The Company is engaged in the hotel business and
requires a person with the necessary qualifications and
experience to manage its business.
2. The Manager has the necessary qualifications and
experience in the management of hotel industry,
especially in Food and Beverage industry.
3. The Company has agreed to employ the Manager and the
Manager has agreed to serve the Company on the terms
and conditions hereinafter appearing.
228
5. To pay monthly all moneys received in the business into
the Company’s bank account on the first day of every
month.
6. Generally to protect the interest of the Company.
SIGNED by _____
for and on behalf of
ABC PTE.LTD in the presence of:
SIGNED by XYZ
in the presence of:
229
LAMPIRAN IV
230
PERJANJIAN KERJA
PASAL 1
1. WAKTU PERJANJIAN
1. Perjanjian Kerja ini dibuat terhitung mulai tanggal ...................
2. Untuk waktu 3 (tiga) bulan pertama sejak mulai bekerja adalah sebagai
231
masa percobaan.
3. Setelah menyelesaikan masa percobaan dengan baik maka Pihak
Pertama mengangkat Pihak Kedua sebagai pekerja tetap.
PASAL 2
TUGAS DAN PENEMPATAN
1. Pihak Pertama mempekerjakan Pihak Kedua seba-gai...........................
2. Mengenai tugas-tugas, akan ditentukan oleh Kepala Bagian sesuai
dengan kebutuhan yang diperlukan.
3. Pihak Kedua bersedia dipindahtugaskan dan bersedia untuk kerja
malam hari bilamana diperlukan perusahaan (kerja shift).
4. Pihak Kedua akan melaksanakan tugas pekerjaannya dengan sebaik-
baiknya serta mematuhi petunjuk-petunjuk atasannya.
5. Bila dipandang perlu Pihak Pertama dapat menempatkan Pihak Kedua
pada tugas-tugas pekerjaan lain yang sesuai dengan kemampuan dan
pengalamannya.
PASAL 3
PENGGAJIAN
1. Pihak Pertama memberikan gaji kepada Pihak Kedua sebesar
Rp. ............ dan akan ditinjau sesudah masa percobaan berdasarkan
pencapaian kinerja Pihak Kedua.
2. Pajak Penghasilan dipotong dari gaji Pihak Kedua, pelaksanaan
pembayaran gaji dilakukan pada setiap akhir bulan.
3. Apabila Pihak Kedua mangkir atau tidak masuk kerja tanpa alasan
yang sah, gaji dipotong sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
PASAL 4
TATA TERTIB PERUSAHAAN
1. Pihak Kedua wajib melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan
penuh disiplin dan mematuhi ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam Peraturan Perusahaan dan ketentuan lainnya yang diterbitkan.
2. Apabila Pihak Kedua melakukan pelanggaran terhadap Ketentuan tata
tertib maka Pihak Kedua akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perusahaan dan Perundang-undangan yang berlaku.
3. Pihak Kedua dilarang menyebarkan informasi rahasia Pihak Pertama
kepada pihak yang tidak berhak selama dan setelah hubungan kerja
berakhir.
4. Pihak Kedua tidak boleh terikat pada perjanjian kerja lain dengan
pihak ketiga lainnya.
PASAL 5
WAKTU KERJA DAN CUTI
1. Waktu kerja di perusahaan adalah 8 jam sehari dan 40 jam seminggu
yang diatur sebagai berikut:
a. Hari Senin s/d Jumat Jam 08.00-17.00, istirahat satu jam. Hari
232
Sabtu dan Minggu libur.
b. Untuk melaksanakan sholat Jumat diberikan kesempatan
secukupnya.
2. Apabila Pihak Kedua bekerja melebihi dari ketentuan tersebut diatas,
kelebihannya akan diperhitungkan sebagai kerja lembur dan dibayar
upah lemburnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Cuti, izin meninggalkan pekerjaan dengan upah atau tanpa upah
diatur sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Perusahaan.
PASAL 6
KETENTUAN LAIN
1. Syarat kerja, hak dan kewajiban dan sebagainya yang belum
tercantum di dalam perjanjian ini diatur sesuai dengan Peraturan
Perusahaan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2. Perubahan terhadap perjanjian ini terlebih dahulu akan dibicarakan
oleh para pihak.
3. Hal-hal lain mengenai syarat kerja, hak dan kewajiban dan sebagainya
yang belum tercantum di dalam perjanjian ini diatur menurut
Peraturan Perusahaan dan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Perjanjian ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) masing-masing bermeterai
cukup dan masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama
serta dibuat dengan sebenarnya tanpa paksaan dari pihak manapun
juga.
…………, ……………………
Pihak Kedua, Pihak Pertama,
233
234