Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Dehidrasi
Kehilangan cairan terjadi setiap saat dan mutlak diganti agar metabolisme tubuh
dapat berlangsung normal. Harus ada keseimbangan antara jumlah air yang berasal dari
masukkan serta dari hasil oksidasi karbohidrat, lemak, protein dan pada satu pihak lain
dengan keluarnya air melalui ginjal, paru, kulit dan saluran cerna. Keseimbangan air ini
dikelola dengan pengaturan masukkan dan pengeluaran. Air tubuh terdapat didalam sel
(intrasel) dan diluar sel (extrasel). Cairan extraselular meliputi cairan interstisial dan
plasma yang mempunyai komposisi yang sama. Natrium merupakan kation terpenting
sedangkan anion terpenting adalah klorida dan bikarbonant. Kation terpenting pada
intrasel adalah kalium dan magnesium sedangkan anion terpenting adalah fosfat organik,
protein dan sulfat. Biasanya perubahan komposisi plasma darah mencerminkan
perubahan yang terjadi dalam semua cairan tubuh.

Kehilangan cairan normal berlangsung akibat pemakaian energi yang dapat dibagi
menjadi tiga kategori yaitu kehilangan cairan insensibel, produksi urin serta kehilangan
cairan melalui tinja. Selain itu dapat terjadi kehilangan cairan abnormal yang disebabkan
oleh berbagai penyakit yang berupa pengurangan masukkan cairan atau peningkatan
pengeluaran cairan. Pemenuhan cairan berdasarkan kehilangan cairan akibat penyakit dan
kehilangan yang tetap berlangsung secara normal. Cara pemberian cairan akibat
kehilangan oleh karena penyakit bisa diberikan secara oral ataupun parenteral. Dalam
pelaksanaannya pemberian cairan secara intravena perlu diperhatikan hal-hal seperti
pemilihan jenis cairan, jumlah dan lama pemberian yang disesuaikan dengan keadaan
penyakit dan gejala klinik. Untuk itu keputusan yang tepat dan teliti dalam menentukan
hal diatas mutlak diperlukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal
ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya minum).
Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat
elektrolit tubuh.

Dehidrasi terbagi dalam tiga jenis berdasarkan penurunan berat badan, yaitu:
 Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor kurang,
suara serak (vox cholerica), pasien belum jatuh dalam presyok.
 Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8%): turgor buruk, suara serak, pasien jatuh
dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.
 Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang ditambah
kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.
Tanda dari kehilangan cairan dilihat dari presentasi berat badan:

Tanda 5% 10 % 15 %
Membran mukosa Kering Sangat kering Terpanggang
Sensorium Normal Lemas Sangat lemas
Perubahan ortostatik Normal Ada
Nadi > 15 bpm meningkat
Tekanan darah > 10 mmHg turun
Rata-rata aliran urin Penurunan ringan Penurunan Penurunan nyata
Rata-rata nadi Normal / meningkat Meningkat >100 Peningkatan nyata
bpm >120 bpm
Tekanan darah Normal Peningkatan ringan Penurunan
dengan variasi
pernapasan
Bpm (beats per minute)

Dehidrasi menurut Godberger E (1980)


Cara 1

1
 Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka
kehilangan air diperkirakan 2% dari berat badan pada waktu itu. Misalnya berat
badan 50 kg maka defisit air sekitar 1 liter atau 1000 ml.
 Jika seseorang berpergian 3-4 hari tanpa air dan ada rasa haus, mulut kering,
oligouria, maka defisit air diperkirakan sekitar 6% atau 3000 ml pada orang
dengan berat badan 50 kg.
 Bila ada tanda-tanda diatas ditambah dengan kelemahan fisis yang nyata,
perubahan mental seperti bingung atau delirium maka defisit air sekitar 7-14%
atau sekitar 3,5-7 liter pada orang dengan berat badan 50 kg.

Cara 2
Jika pasien dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 kg pada fase akut
sama dengan defisit air 4 liter.

Cara 3
Dengan kenyataan bahwa konsentrasi natrium dalam plasma berbanding terbalik dengan
volume air ekstraseluler dengan pengertian bahwa kehilangan air tidak disertai dengan
perubahan konsentrasi natrium dalam plasma, maka dapat dihitung dengan rumus:

Na2 x BW2 = Na1 x BW1

Di mana:
Na1 : kadar natrium plasma normal, 142 meq/L
BW1 : volume air badan yang normal, biasanya 60% dari berat badan pria dan 50% dari
berat badan wanita
Na2 : kadar natrium plasma sekarang 8w2: volume air berat badan sekarang.

Contoh: seorang pria dengan berat badan 80 kg dan kadar natrium plasma sekarang 162
meq/L
Na2 x 8w2 = Na1 x 8w1

2
162 x (x) = 142 x 42
(x) = 37 L
Jadi defisit air 42 – 37 = 5 L.

Dehidrasi menurut Daldiyono:

Muntah 1
Suara serak 2
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor sampai koma 2
Tensi sistolik kurang atau sama dengan 2
90 mmHg
Nadi lebih atau sama dengan 120x/menit 1
Napas kussmaul (lebih dari 30x/menit) 1
Turgor kulit kurang 1
Facies cholerica 2
Ekstremitas dingin 1
Jari tangan keriput 1
Sianosis 2
Umur 50 tahun atau lebih -1 (negative)
Umur 60 tahun atau lebih -2 (negative)

Daldiyono (1973) mengemukakan salah satu cara menghitung kebutuhan cairan


untuk rehidrasi inisial pada gastroenteritis akut / diare koliform berdasarkan sistem score
(nilai) gejala klinis dapat dilihat pada tabel. Semua skor ditulis lalu dijumlah. Jumlah
cairan yang akan diberikan dalam 2 jam, dapat di hitung:

Skor x 10% BB (kg) x 1liter


15 Rehidrasi menurut
Morgan-Watten
Dengan mengukur berat jenis
plasma:

Berat jenis plasma – 1,025 x 40 x 4 ml = 800 ml


0,001

3
Contoh:
Seorang pria dengan berat badan 40 kg dan berat jenis plasma pada waktu itu 1,030,
maka kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial:
1,030 – 1,025 x 40 x 4 ml = 800 ml
0,001
Derajat dehidrasi berdasarkan berat jenis plasma
Pada dehidrasi berat jenis plasma meningkat:
a. dehidrasi berat: BJ plasma 1,032 – 1,040
b. dehidrasi sedang: BJ plasma 1,028 -1,032
c. dehidrasi ringan: BJ plasma 1,025 – 1,028

Derajat dehidrasi berdasarkan pengukuran central venous pressure


(CVP)
Bila CVP = 4-11 cmH2O: normal
Syok atau dehidrasi maka CVP < 4cmH2O

Dehidrasi WHO

1. Dehidrasi Ringan

Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Tandanya anak terlihat agak lesu,
haus, dan agak rewel.

4
2. Dehidrasi Sedang

Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:

 Gelisah, cengeng
 Kehausan
 Mata cekung
 Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera kembali ke
posisi semula.

3. Dehidrasi berat

Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:

 Berak cair terus-menerus


 Muntah terus-menerus
 Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk
 Tidak bisa minum, tidak mau makan
 Mata cekung, bibir kering dan biru
 Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
 Tidak kencing 6 jam atau lebih / frekuensi buang air kecil berkurang / kurang dari
6 popok / hari.
 Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi

Tubuh manusia sebagian besar terbentuk dari cairan, dengan presentase hampir
75% dari total berat badan. Cairan ini terdistribusi sedemikian rupa sehingga mengisi
hampir di setiap rongga yang ada pada tubuh manusia. Dehidrasi terjadi jika cairan yang
dikeluarkan oleh tubuh melebihi cairan yang masuk.

Namun karena mekanisme yang terdapat pada tubuh manusia sudah sangat unik
dan dinamis maka tidak setiap kehilangan cairan akan menyebabkan tubuh dehidrasi.

5
Dalam kondisi normal, kehilangan cairan dapat terjadi saat kita :
o Bernafas
o Kondisi cuaca sekitar
o Berkeringat
o Buang air kecil dan buang air besar.

Sehingga setiap hari kita harus minum cukup air guna mengganti cairan yang hilang saat
aktifitas normal tersebut. Untungnya, tubuh mempunyai mekanisme unik bila kekurangan
cairan. Rasa haus akan serta merta muncul bila keseimbangan cairan dalam tubuh mulai
terganggu. Tubuh akan menghasilkan hormon ADH guna mengurangi produksi kencing
oleh ginjal. Tujuan akhir dari mekanisme ini adalah mengurangi sebanyak mungkin
kehilangan cairan saat keseimbangan cairan tubuh terganggu.

Penyebab dehidrasi
Dehidrasi terjadi bila kehilangan cairan sangat besar sementara pemasukan cairan
sangat kurang. Beberapa kondisi yang sering menyebabkan dehidrasi antara lain :
o Diare. Diare merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan kehilangan
cairan dalam jumlah besar. Di seluruh dunia, 4 juta anak anak mati setiap
tahun karena dehidrasi akibat diare.
o Muntah. Muntah sering menyebabkan dehidrasi karena sangat sulit untuk
menggantikan cairan yang keluar dengan cara minum.
o Berkeringat. Tubuh kehilangan banyak cairan saat berkeringat. Kondisi
lingkungan yang panas akan menyebabkan tubuh berusaha mengatur suhu
tubuh dengan mengeluarkan keringat. Bila keadaan ini berlangsung lama
sementara pemasukan cairan kurang maka tubuh dapat jatuh ke dalam kondisi
dehidrasi.
o Diabetes. Peningkatan kadar gula darah pada penderita diabetes atau kencing
manis akan menyebabkan banyak gula dan air yang dikeluarkan melalui
kencing sehingga penderita diabetes akan mengeluh sering ke belakang untuk
kencing.

6
o Luka bakar. Penderita luka bakar dapat mengalami dehidrasi akibat keluarnya
cairan berlebihan pada pada kulit yang rusak oleh luka bakar.
o Kesulitan minum. Orang yang mengalami kesulitan minum oleh karena suatu
sebab rentan untuk jatuh ke kondisi dehidrasi.

Gejala dan tanda dehidrasi


Respon awal tubuh terhadap dehidrasi antara lain : Rasa haus untuk meningkatkan
pemasukan cairan yang diikuti dengan penurunan produksi kencing untuk mengurangi
seminimal mungkin cairan yang keluar. Air seni akan tampak lebih pekat dan berwarna
gelap. Jika kondisi awal ini tidak tertanggulangi maka tubuh akan masuk ke kondisi
selanjutnya yaitu :
 Mulut kering.
 Berkurangnya air mata.
 Berkurangnya keringat.
 Kekakuan otot.
 Mual dan muntah.
 Kepala terasa ringan terutama saat berdiri.
 Selanjutnya tubuh dapat jatuh ke kondisi dehidrasi berat yang gejalanya berupa
gelisah dan lemah lalu koma dan kegagalan multi organ. Bila ini terjadi maka
akan sangat sulit untuk menyembuhkan dan dapat berakibat fatal.

Terapi dehidrasi

Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi.
Dehidrasi terdiri dari ringan, sedang, berat. Ringan bila pasien mengalami kekurangan
cairan 2-5% dari berat badan. Sedang bila pasien mengalami kekurangan cairan 5-8%
dari berat badan. Berat bila pasien mengalami kekurangan cairan 8-10% dari berat badan

7
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan
jumlah caran yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan:
1. BJ plasma dengan rumus:

Kebutuhan cairan = BJ plasma -1,025 x berat badan x 4 ml


0,001

2. Metode Pierce berdasarkan klinis:


 Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x berat badan (kg)
 Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x berat badan (kg)
 Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x berat badan (kg)

3. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis, antara lain:

Kebutuhan cairan = Skor x 10% x kgBB x 1liter


15

Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama dengan 3 disertai
syok diberikan cairan per intravena. Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral
melalui selang nasogastrik atau intravena.

Bila dehidrasi sedang-berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infus


pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan–sedang pada pasien masiih dapat diberikan
cairan per oral atau selan nasogastrik, kecuali bila ada kontraindikasi atau oral / saluran
cerna tak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik
dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g Nacl, 2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 g KCl
setiap liter.

8
Prinsip utama pengobatan dehidrasi adalah penggantian cairan. Penggantian
cairan ini dapat berupa banyak minum, bila minum gagal maka dilakukan pemasukan
cairan melalui infus. Tapi yang utama disini adalah penggantian cairan sedapat mungkin
dari minuman. Keputusan menggunakan cairan infus sangat tergantung dari kondisi
pasien berdasarkan pemeriksaan dokter. Keberhasilan penanganan dehidrasi dapat dilihat
dari produksi kencing.

Indikasi pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah vena (Peripheral Venous
Cannulation):
1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids)
2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah
terbatas
3. Pemberian kantong darah dan produk darah.
4. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
5. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada
operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur inf\us intravena untuk
persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi
(kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah
kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.

Kontraindikasi dan peringatan pada pemasangan infus melalui jalur pembuluh darah
vena:
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis
(cuci darah).
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).

9
Jenis cairan infus
1) Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke
jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas
tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
“mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi
diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba
cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya
adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

2) Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian


cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh,
sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload
(kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%).

3) Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga


“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi
edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya
Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%
+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

10
Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:

a. Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan
(volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan
berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan
garam fisiologis. Sesuai dengan penggunaannya dapat dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu untuk pemeliharaan, pengganti dan tujuan khusus.

b. Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan
keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya
hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah
albumin dan steroid. Disebut juga sebagai plasma ekspander, karena memiliki
kemampuan besar dalam mempertahankan volume intra-vaskuler. Contoh cairan ini
antara lain: Dekstran, Haemacel, Albumin, Plasma, Darah. Cairan koloid ini
digunakan untuk menggantikan kehilangan cairan intra-vaskuler.

Keunggulan:
1.Lebih mudah tersedia dan murah
2. Komposisi serupa dengan plasma (Ringer asetat/ringer laktat)
3. Bisa disimpan di suhu kamar
4. Bebas dari reaksi anafilaktik
5. Komplikasi minimal

Kekurangan:

11
1. Edema bisa mengurangi ekspansibilitas dinding dada
2. Oksigenasi jaringan terganggu karena bertambahnya jarak kapiler dan sel
3. Memerlukan volume 4 kali lebih banyak 1. Anafilaksis
2. Koagulopati
3. Albumin bisa memperberat depresi miokard pada pasien syok (mungkin
dengan mengikat kalsium, mengurangi kadar ion Ca++

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

12
 Pemberian cairan diusahakan secara oral dan pada keadaan yang tidak
memungkinkan diberikan secara intravena.
 Cairan intravena yang dapat diberikan diantaranya adalah larutan kristaloid,
koloid dan kombinasi keduanya.
 Prinsip terapi cairan intravena yaitu menggantikan cairan yang hilang dengan
menghitung cairan yang dibutuhkan yaitu: defisit + rumatan + kehilangan cairan
yang sedang berlangsung.
 Pemilihan jenis, jumlah, cara dan lama pemberian cairan intravena didasarkan
atas beberapa parameter.

Saran

 Diperlukan pengalaman dan pengetahuan yang baik dalam memberikan cairan


yang harus disesuaikan dengan kebutuhan.

 Perhitungan pemberian cairan intravena agar dilakukan dengan teliti.


 Diperlukan pengetahuan dan penguasaan tentang sistem keseimbangan cairan
tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Daldiyono. Diare. Dalam: Sulaiman HA-Dsdaldiyono-Akbar HN-Rani AA


eds.Gastoenterologi Hepatologi. Jakarta. CV Infomedika. 1990.p 21-33.

13
2. WS Aru.Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed.Jakarta:Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
FKUI CO.; 2006
3. http://www.medicastore.com/diare/diagnosa_diare.htm
4. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=446
5. http://ilmukedokteran.net/pdf/Daftar-Masalah-Individu/dehidrasi.pdf Dehidrasi
6. http://dokmud.wordpress.com/2009/10/25/cairan-intravena/

7. http://www.blogdokter.net/2009/06/20/dehidrasi/

8. http://oknurse.wordpress.com/2009/09/02/therapi-cairan/

14

Anda mungkin juga menyukai