Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN TUGAS MANDIRI

Ringkasan Topik Asuhan Keperawatan Penyalahgunaan Pada Anak, Remaja, Lansia


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II

Oleh
Anis Mahruniya (195070209111027)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
Penyalahgunaan Pada Anak

A. Definisi
Child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang
merugikan (Wong, 2013).Sedangkan menurut Khaliq (2014), Child abuse adalah tindakan secara
lisan yang membawa efek kekerasan, baik dengan kata-kata yang tersurat (surface structure)
ataupun kata-kata yang tersirat (deep structure), dan bisa berakibat sangat merugikan korban,
baik fisik maupun mental.
B. Penyebab Terjadinya Child Abuse
1. Stress yang berasal dari anak.
a. Fisik berbeda
b. Mental berbeda
c. Temperamen berbeda
d. Tingkah laku berbeda
e. Anak angkat
2. Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai
c. Perceraian
d. Anak yang tidak diharapkan
3. Stress berasal dari orang tua
a. Rendah diri
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah
c. Harapan pada anak yang tidak realistis
C. Klasifikasi Child Abuse
a. Dalam keluarga
 Penganiayaan fisik
 Kelalaian atau penelantaraan
 Penganiayaan secara emosional
 Penganiayaa seksual
 Syndrom Munchausen
b. Diluar Keluarga
 Dalam institusi atau lembaga
 Di tempat kerja
 Di jalan
 Di medan perang
D. Bentuk Child abuse
Bentuk dari Child abuse adalah sebagai berikut (Martha, 2008):

1. Tidak sayang dan dingin .


2. Intimidasi
3. Mengecilkan atau mempermalukan anak
4. Kebiasaan mencela anak
5. Tidak mengindahkan atau menolak anak
6. Hukuman ekstrim
E. Akibat Child abuse
Berikut dampak-dampak psikologis akibat kekerasan verbal pada anak (Widyastuti,
2006):

1. Anak menjadi tidak peka dengan perasaan orang lain


2. Menganggu perkembangan
3. Anak menjadi agresif
4. Gangguan emosi
5. Hubungan sosial terganggu
6. Kepribadian sociopath atau antisocial personality disosde
7. Menciptakan lingkaran setan dalam keluarga
8. Bunuh diri
F. Mekanisme koping
1. Sublimasi
2. Proyeksi Represi
3. Reaksi formasi
4. Displacement
G. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain atau
saudaranya untuk beberapa waktu.
2. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau masalah
psikiatrik.
3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse
4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan ketergantungan tinggi
(seperti prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi makanan, ketidakmampuan
perkembangan, hiperaktif, dan gangguan kurang perhatian)
5. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa dengan jenis
kelamin anak yang dilahirkan.
6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan anak.
7. Kaji respon psikologis pada trauma
8. Kaji keadekuatan dan adanya support system
9. Situasi Keluarga.
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan
berkaitan dengan child abuse, antara lain:

1. Psikososial
a. Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
b. Gagal tumbuh dengan baik
c. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
d. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
2. Muskuloskeletal
a. FrakturDislokasi
b. Keseleo (sprain)
3. Genito Urinaria
a. Infeksi saluran kemih
b. per vagina
c. pada vagina/penis
d. Nyeri waktu miksi
e. Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
4. Integumen
a. Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
b. Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
c. tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
d. Bengkak.
5. Pemeriksaan Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu
untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekerasan
2. Isolasi social
3. Koping keluarga inefektif
4. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan
C. Intervensi Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.


2) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
3) Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
4) Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
5) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
6) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
7) Berikan pujian.
8) Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
9) Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
10) Beri pujian atas keberhasilan klien.
11) Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
12) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
13) Beri pujian atas keberhasilan klien.
14) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
2. Isolasi social
Intervensi

1. Psikoterapeutik
a. Bina hubungan saling percaya
b. Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka
c. Kenal dan dukung kelebihan klien
d. Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal
2. Pendidikan kesehatan
3. Kegiatan hidup sehari-hari
4. Lingkungan Terapeutik
3. Koping keluarga inefektif
Intervensi
2) Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif .
3) Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif.
4) Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya terhadap anak.
5) Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua sebagai status pendukung
dalam proses tumbuh kembang anak.
6) Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua.
4. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya.


2) Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
3) Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
4) Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
5) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
6) Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
7) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
8) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
9) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
10) Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
11) Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
12) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”
13) Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
14) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
 Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan
yang memerlukan tenaga.
 Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
 Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif,
latihan manajemen perilaku kekerasan.
 Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi
kesabaran.
15) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
16) Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
17) Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
18) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
19) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
20) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga terhadap klien selama ini.
21) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

PENYALAHGUNAAN PADA USIA REMAJA (ADOLESCENT ABUSE)


A. Pengertian
Menurut WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan
terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak.
Usia remaja atau masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa awal. Pada masa ini
perubahan fisik sangat cepat pertumbuhan tinggi dan berat badan yang dramatis, masa dimana remaja
mulai mencari identitas diri dan kebebasan merupakan ciri utama pada periode ini sehingga lebih banyak
menghabiskan waktu dengan teman sebaya diluar rumah daripada bersama keluarga ( Santrock, 2007).
Kondisi yang labil pada masa ini sangat rentan menjadi korban kekerasan baik dirumah yang dilakukan
oleh orang terdekat maupun diluar rumah yang dilakukan oleh orang lain. Anak maupun remaja yang
mengalami korban kekerasan baik secara fisik, verbal maupun psikis dapat menimbulkan trauma
berkepanjangan.
Kekerasan yang dialami oleh anak maupun remaja baik itu kekerasan di dalam rumah maupun
kekerasan yang ditimbulkan dari lingkungan sekitarnya akan mengalami dampak buruk bagi remaja.
Terutama bila kekerasan itu dialami sejak usia anak-anak. Dampak kekerasan memiliki efek yang
menakutkan, kekerasan secara fisik dapat memunculkan perilaku agresif. Pada anak laki-laki cenderung
agresif sedangkan pada anak perempuan cenderung diam, menarik diri dan sering ketakutan. Terdapat
perbedaan dari tindak kekerasan jika dilihat dari jenis kelamin. Pada anak laki-laki kemungkinan akan
melakukan hal yang serupa ketika dewasa. Apabila kondisi ini tidak ditangani secara serius maka dampak
snow ball terhadap kasus ini akan semakin besar salah satunya akan mengalami Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD)

Penyalahgunaan remaja berbeda dari penyalahgunaan anak-anak atau orang dewasa. Beberapa jenis
pelecehan menjadi lebih sulit untuk dikenali. Mungkin ada berbagai alasan untuk ini termasuk:
a) perilaku mengambil risiko setelah pelecehan dapat dilihat sebagai perkembangan yang normal,
b) remaja cenderung distigmatisasi sebagai pelaku daripada sebagai korban,
c) perubahan perkembangan terjadi dengan cepat dan perubahan karena pelecehan mungkin di bawah
radar untuk pengasuh
d) orang tua dari remaja mungkin terganggu oleh masalah paruh baya mereka sendiri, dan
e) karena peningkatan keterampilan fisik dan kognitif, remaja mungkin merasakan opsi dan cara baru
untuk melindungi diri dari penyalahgunaan. Sayangnya, remaja mungkin belum memiliki kapasitas untuk
membuat pilihan bijak tentang perawatan diri. Seperti contohnya, Runaway Kids menjadi masalah yang
signifikan pada masa remaja.

B. TANDA DAN GEJALA

Perilaku remaja akibat mengalami atau menyaksikan kekerasan pada remaja :

1. Perasaan marah, malu dan penghianatan


2. Bolos sekolah, aktivitas seksual dini, penyalahgunaan zat, kenakalan remaja
3. Kurang berespon
4. Kehilangan memori masa kecil
5. Sikap bertahan
6. Perhatian rendah
C. INDIKATOR FISIK DAN PERILAKU PENGANIAYAAN

INDIKATOR FISIK INDIKATOR PERILAKU


Aniaya fisik Aniaya fisik
Kerusakan kulit : - Takut kontak dengan orang lain
- Memar dengan berbagai tingkat - Perihatin jika ada anak menangis
penyembuhan - Waspada/ketakutan
- Luka bakar - Agresif/pasif/menarik diri
- Lecet dengan goresan
Kerusakan skeletal :
- Fraktur
- Luka pada mulut, bibir, rahang, mata,
perineal
Penelantaran/pengabaian Penelantaran/pengabaian
- Kelaparan - Pengemis
- Kebersihan diri kurang - Sendiri tanpa pengasuhan pada waktu
- Pakaian tidak terurus yang panjang
- Tidak diurus dalam waktu lama - Penjahat, pencuri
- Tidak pernah periksa kesehatan - Datang cepat dan pulang lambat dari
sekolah
- Melaporkan tidak ada pengasuh
- Pasif, agresif
- penuntut
Aniaya seksual Aniaya seksual
- sukar jalan dan duduk - harga diri negatif
- pakaian dalam berdarah, bernoda - tidak percaya pada orang lain disfungsi
- genital gatal kognitif dan motorik
- memar dan berdarah pada daerah perineal - defisit kemampuan personal dan sosial
- penyakit kelamin - lari dari rumah
- ketergantungan obat - ketergantungan obat
- pertumbuhan dan perkembangan - depresi dan ide bunuh diri
terlambat - melaporkan aniaya seksual
- hamil pada usia remaja - psikotik
Aniaya emosional Aniaya emosional
- gagal dalam perkembangan - perilaku yang ekstrim : pasif-agresif
- pertumbuhan fisik tertinggal - kebiasaan yang terganggu/destruktif
- gangguan bicara - neurotik
- percobaan bunuh diri

D. INTERVENSI
1. Pendidikan pada remaja dan orang tua

Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling tepat untuk memberikan informasi mengenai kesehatan
berkaitan dengan penggunaan obat terlarang, masalah seks , pencegahan bunuh diri dan tindakan
kejahatan, begitu pula informasi mengenai fungsi emosi yang sehta. Dengan mengetahui perilaku remaja
dam memahami konflik yang dialami mereka, orang tua, guru, dan masyarakat akan lebih suportif dalam
menghadapi remaja, bahkan dapat membantu mengembangkan fungsi mandiri remaja. Dengan
meningkatkan keukuasaan antara remaja dan orang tua mereka, akan menimbulkan perubahan hubungan
yang positif

2. Terapi keluarga

Terapi keluarga khususnya diperlukan bagi remaja dengan gangguan kronis dalam interaksi keluarga
yang mengakibatkan gangguan perkembangan pada remaja. Oleh karena itu, perawat perlu mengkaji
tingkat fungsi keluarga dan perbedaan yang terdapat di dalamnya untuk menentukan cara terbaik bagi
perawat berinteraksi dan membantu keluarga. Pertemuan pertama antara keluarga dengan terapis.
Kemudian pertemuan selanjutnya, remaja dengan terapis. Pada akhirnya saat semua telah jelas, maka
keluarga dipertemukan dengan remaja.
3. Terapi kelompok

memanfaatkan kecenderungan remaja untuk mendapat dukungan dari teman sebaya. Konflik antara
keinginan untuk mandiri dan tetap tergantung serta konflik berkaitan dengan tokoh otoriter.

4. Terapi individu

Dilakukan oleh perawat spesialis jiwa yang berpengalaman dan mendapat pendidikan formal yang
memadai. Terapi individu terdiri atas terapi perilaku dan terapi penghayatan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan perawat ketika berkomunikasi dengan remaja antara lain penggunaaan teknik berdiam diri,
menjaga kerahasiaan, negativistic, resistent, berdebat, sikap menguji perawat, membawa teman untuk
terapi, dan minta perhatian khusus.

Penyalahgunaan Pada Lansia

A. Konsep Penyalahgunaan Lansia


Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia yang
dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lebih lanjut
Maryam (2008) juga mendefinisikan lansia sebagai seseorang yang telah berusia lanjut dan telah
terjadi perubahanperubahan dalam sistem tubuhnya.
B. Batasan Lansia
WHO dalam Kunaifi (2009) membagi lansia menurut usia ke dalam empat kategori, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
2. Lansia (elderly) : 60-74 tahun
3. Usia tua (old) : 75-89 tahun
4. Usia sangat lanjut (very old) : lebih dari 90 tahun
C. Penganiayaan Terhadap Lanjut Usia (Lansia)
Penganiayaan terhadap Lansia mengakibatkan cidera fisik atau penelantaran emosional:
a. Menentang keinginan Lansia
b. Mengintimidasi atau membuat keputusan yang kejam.
c. Eksploitasi mencakup tindakan illegal untuk mendapatkan atau menggunakan sumber atau
milik Lansia untuk kepentingan pribadi.
d. Penelantaran meliputi gagal memberikan sesuatu atau pelayanan yang diperlukan untuk
menghindarkan bahaya fisik, kemunduran mental, atau gangguan jiwa (Costa dalam
Townsend, 1996).
e. Penganiayaan terhadap Lansia, pada umumnya dilakukan oleh anak-anak mereka. Lansia
perempuan lebih cenderung dianiaya daripada lansia pria. Karakteristik lansia yang mungkin
menjadi korban penganiayaan antara lain: berusia tua, tergantung pada anggota keluarga atau
pemberi pelayanan, penyalah guna alkohol, atau ada riwayat konflik antar generasi antara
lansia dan pemberi pelayanan, kemunduran kondisi fisik dan mental, serta perilaku
provokatif.
D. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa klien merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti,
tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa.
3. Faktor predisposisi
a) Jenis kelamin (wanita lebih cepat depresi dibandingkan laki-laki), usia rata-rata awitan antara
20-40 tahun)
b) Status perkawinan terutama individu yang bercerai atau berpisah, geografis (penduduk dikota
lebih sering depresi daripada penduduk di desa)
c) Riwayat keluarga yang menderita gangguan depresi (kemungkinan lebih sering terjadi
depresi)
d) Kepribadian : mudah cemas, hipersensitif, dan lebih tergantung orang lain
e) Dukungan social yaitu seseorang yang tidak terintegrasi ke dalam masyarakat
f) Stresor sosial :peristiwa-peristiwa baik akut maupun kronik, tidak bekerja terutama individu
yang tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur.
1. Faktor presipitasi
a) Kehilanganketerikatan
b) Peristiwabesardalamkehidupan
c) Perandanketeganganperan
d) Perubahanfisiologik
2. Perilaku
Perubahan tingkah laku yang berhubungan dengan depresi :
1. Mood depresi hampir sepanjang hari
2. Hilang minat/rasa senang secara nyata dalam aktivitas normal
3. Berat badan menurun atau bertambah
4. Insomnia atau hipersomnia
5. Agitasi atau retardasi psikomotor
6. Kelelahan dan tidak punya tenaga
7. Rasa tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan
8. Sulit berkonsentrasi
9. Pikiran berulang tentang kematian, percobaan/ide bunuh diri.
3. Activity Daily Life
Pada klien lansia dengan gangguan depresi biasanya akan mengalami masalah dalam
pemenuhan nutrisi, kebutuhan istirahat tidur, kebersihan diri, hubungan peran, merasa dirinya
tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung
bunuhdiri
4. Psikososial
1. Genogram
2. Konsepdiri
3. Hubungan sosial
5. Status mental
Pada klien lansia dengan depressi biasanya memiliki afek tidak sesuai merasa bersalah dan
malu, sikap negatif yang curiga, rendah diri dan kecemasan berat.
6. Mekanisme koping
Klien apa bila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya pada orang orang lain
(lebih sering menggunakan koping menarik diri).
B. Diagnosis Keperawatan
1. Isololasi sosial (menarik diri) b.d depresi
2. Resiko perilaku kekerasan b.d depresi
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa 1: isolasi sosial (menarik diri) b.d depresi
TUM: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya
TUK 2: Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
TUK 3: Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

Diagnosa 2: Resiko perilaku kekerasan b.d depresi


TUM: Klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya
TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
TUK 3: Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan
Intervensi :
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Jelaskan tujuan pertemuan
3. Jujur dan menepati janji
4. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
5. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

DAFTAR PUSTAKA
Andini, dkk. 2019. Identifikasi kejadian kekerasan pada anak di kota Malang. Jurnal perempuan
dan anak (JPA), vol.2 no.1

Azizah, LM., Zainuri, I., Akbar A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi
Praktik Klinik. Edisi Pertama. Yogyakarta: Indomedia Pustaka

Budi, Anna Keliat. 2009. Model PraktikKeperawatanProfesionalJiwa. Jakarta : EGC

Muhith, abdul. 2015. Pendidikan keperawatan jiwa. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET

Rahayu, diah. 2016. Jurnal: Pposttraumatic growth korban kekerasan pada anak dan remaja
(study di kota Samarinda).universitas Mulawarman Samarinda

Munawir, muhammad. 2016. Jurnal: Dampak perbedaan pola asuh terhadap perilaku agresif
remaja di SMA 5 Peraya. Univversitas Muhammadiyah Malang

Indaryani, sri. 2018. Jurnal psikologi perseptual: Dinamika psikososial remaja korban kekerasan
seksual. Universitas Muria Kudus. http://jurnal.umk.ac.id/index.php/perseptual

Yosep, iyus dan titin sutini. 2016. Buku ajar keperawatan jiwa. Bandung: PT.Refika aditama

Hamid, A. Y. S. (2014). Aspek Psikososial Pada Korban Tindak Kekerasan Dalam Konteks Keperawatan
Jiwa. Jurnal Keperawatan Indonesia, 8(1), 23–29. https://doi.org/10.7454/jki.v8i1.143

Kartinah. (2008). MASALAH PSIKOSOSIAL PADA LANJUT USIA Kartinah * Agus Sudaryanto **.
Masalah Psikososial Pada Lanjutr Usia, 1, 93–96.

Keliat, B. A., & Pasaribu, J. (2016). prinsip dan praktek keperawatan kesehatan jiwa Stuart. Singapore:
elsevier.

Stuart. (2018). buku keperawatan jiwa.

Yosep, H. I., & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung.

Yusuf, dkk. 2015. Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta selatan: salemba medika

Anda mungkin juga menyukai