Oleh
Anis Mahruniya (195070209111027)
A. Definisi
Child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang
merugikan (Wong, 2013).Sedangkan menurut Khaliq (2014), Child abuse adalah tindakan secara
lisan yang membawa efek kekerasan, baik dengan kata-kata yang tersurat (surface structure)
ataupun kata-kata yang tersirat (deep structure), dan bisa berakibat sangat merugikan korban,
baik fisik maupun mental.
B. Penyebab Terjadinya Child Abuse
1. Stress yang berasal dari anak.
a. Fisik berbeda
b. Mental berbeda
c. Temperamen berbeda
d. Tingkah laku berbeda
e. Anak angkat
2. Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai
c. Perceraian
d. Anak yang tidak diharapkan
3. Stress berasal dari orang tua
a. Rendah diri
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah
c. Harapan pada anak yang tidak realistis
C. Klasifikasi Child Abuse
a. Dalam keluarga
Penganiayaan fisik
Kelalaian atau penelantaraan
Penganiayaan secara emosional
Penganiayaa seksual
Syndrom Munchausen
b. Diluar Keluarga
Dalam institusi atau lembaga
Di tempat kerja
Di jalan
Di medan perang
D. Bentuk Child abuse
Bentuk dari Child abuse adalah sebagai berikut (Martha, 2008):
1. Psikososial
a. Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
b. Gagal tumbuh dengan baik
c. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
d. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
2. Muskuloskeletal
a. FrakturDislokasi
b. Keseleo (sprain)
3. Genito Urinaria
a. Infeksi saluran kemih
b. per vagina
c. pada vagina/penis
d. Nyeri waktu miksi
e. Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
4. Integumen
a. Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
b. Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
c. tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
d. Bengkak.
5. Pemeriksaan Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu
untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekerasan
2. Isolasi social
3. Koping keluarga inefektif
4. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan
C. Intervensi Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
Intervensi :
1. Psikoterapeutik
a. Bina hubungan saling percaya
b. Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka
c. Kenal dan dukung kelebihan klien
d. Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal
2. Pendidikan kesehatan
3. Kegiatan hidup sehari-hari
4. Lingkungan Terapeutik
3. Koping keluarga inefektif
Intervensi
2) Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif .
3) Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif.
4) Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya terhadap anak.
5) Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua sebagai status pendukung
dalam proses tumbuh kembang anak.
6) Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua.
4. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Intervensi :
Penyalahgunaan remaja berbeda dari penyalahgunaan anak-anak atau orang dewasa. Beberapa jenis
pelecehan menjadi lebih sulit untuk dikenali. Mungkin ada berbagai alasan untuk ini termasuk:
a) perilaku mengambil risiko setelah pelecehan dapat dilihat sebagai perkembangan yang normal,
b) remaja cenderung distigmatisasi sebagai pelaku daripada sebagai korban,
c) perubahan perkembangan terjadi dengan cepat dan perubahan karena pelecehan mungkin di bawah
radar untuk pengasuh
d) orang tua dari remaja mungkin terganggu oleh masalah paruh baya mereka sendiri, dan
e) karena peningkatan keterampilan fisik dan kognitif, remaja mungkin merasakan opsi dan cara baru
untuk melindungi diri dari penyalahgunaan. Sayangnya, remaja mungkin belum memiliki kapasitas untuk
membuat pilihan bijak tentang perawatan diri. Seperti contohnya, Runaway Kids menjadi masalah yang
signifikan pada masa remaja.
D. INTERVENSI
1. Pendidikan pada remaja dan orang tua
Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling tepat untuk memberikan informasi mengenai kesehatan
berkaitan dengan penggunaan obat terlarang, masalah seks , pencegahan bunuh diri dan tindakan
kejahatan, begitu pula informasi mengenai fungsi emosi yang sehta. Dengan mengetahui perilaku remaja
dam memahami konflik yang dialami mereka, orang tua, guru, dan masyarakat akan lebih suportif dalam
menghadapi remaja, bahkan dapat membantu mengembangkan fungsi mandiri remaja. Dengan
meningkatkan keukuasaan antara remaja dan orang tua mereka, akan menimbulkan perubahan hubungan
yang positif
2. Terapi keluarga
Terapi keluarga khususnya diperlukan bagi remaja dengan gangguan kronis dalam interaksi keluarga
yang mengakibatkan gangguan perkembangan pada remaja. Oleh karena itu, perawat perlu mengkaji
tingkat fungsi keluarga dan perbedaan yang terdapat di dalamnya untuk menentukan cara terbaik bagi
perawat berinteraksi dan membantu keluarga. Pertemuan pertama antara keluarga dengan terapis.
Kemudian pertemuan selanjutnya, remaja dengan terapis. Pada akhirnya saat semua telah jelas, maka
keluarga dipertemukan dengan remaja.
3. Terapi kelompok
memanfaatkan kecenderungan remaja untuk mendapat dukungan dari teman sebaya. Konflik antara
keinginan untuk mandiri dan tetap tergantung serta konflik berkaitan dengan tokoh otoriter.
4. Terapi individu
Dilakukan oleh perawat spesialis jiwa yang berpengalaman dan mendapat pendidikan formal yang
memadai. Terapi individu terdiri atas terapi perilaku dan terapi penghayatan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan perawat ketika berkomunikasi dengan remaja antara lain penggunaaan teknik berdiam diri,
menjaga kerahasiaan, negativistic, resistent, berdebat, sikap menguji perawat, membawa teman untuk
terapi, dan minta perhatian khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Andini, dkk. 2019. Identifikasi kejadian kekerasan pada anak di kota Malang. Jurnal perempuan
dan anak (JPA), vol.2 no.1
Azizah, LM., Zainuri, I., Akbar A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi
Praktik Klinik. Edisi Pertama. Yogyakarta: Indomedia Pustaka
Muhith, abdul. 2015. Pendidikan keperawatan jiwa. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET
Rahayu, diah. 2016. Jurnal: Pposttraumatic growth korban kekerasan pada anak dan remaja
(study di kota Samarinda).universitas Mulawarman Samarinda
Munawir, muhammad. 2016. Jurnal: Dampak perbedaan pola asuh terhadap perilaku agresif
remaja di SMA 5 Peraya. Univversitas Muhammadiyah Malang
Indaryani, sri. 2018. Jurnal psikologi perseptual: Dinamika psikososial remaja korban kekerasan
seksual. Universitas Muria Kudus. http://jurnal.umk.ac.id/index.php/perseptual
Yosep, iyus dan titin sutini. 2016. Buku ajar keperawatan jiwa. Bandung: PT.Refika aditama
Hamid, A. Y. S. (2014). Aspek Psikososial Pada Korban Tindak Kekerasan Dalam Konteks Keperawatan
Jiwa. Jurnal Keperawatan Indonesia, 8(1), 23–29. https://doi.org/10.7454/jki.v8i1.143
Kartinah. (2008). MASALAH PSIKOSOSIAL PADA LANJUT USIA Kartinah * Agus Sudaryanto **.
Masalah Psikososial Pada Lanjutr Usia, 1, 93–96.
Keliat, B. A., & Pasaribu, J. (2016). prinsip dan praktek keperawatan kesehatan jiwa Stuart. Singapore:
elsevier.
Yosep, H. I., & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung.
Yusuf, dkk. 2015. Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta selatan: salemba medika