Laporan Pendahuluan Epilepsi
Laporan Pendahuluan Epilepsi
EPILEPSI
DI RUANG HCU ANAK RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh:
Aprilia Dwi Nisa Anjani (P17220181019)
1
2
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam
waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang,
apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko
terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85%
dalam 36 bulan pertama kecuali bangkitan pertama yang terjadi pada saat
terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan
pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara
keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan.
Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan
pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang,
yakni pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan
adanya gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi,
kurang gizi (malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan
untuk terjadinya kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang
bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak janin sempat
mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio''
epilepsi bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya
gangguan pada otak seperti infeksi/ radang otak dan selaput otak, cedera
karena benturan fisik/ trauma serta adanya tumor otak atau kelainan
pembuluh darah otak juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
3
3. Klasifikasi
Epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum yaitu
klasifikasi epilepsi dengan sindrom epilepsi dan klasifikasi berdasarkan
tipe kejang
a) klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi
Berdasarkan penyebab
1. Epilepsi idiopatik: bila tidak diketahui penyebabnya, epilepsi pada
anak dengan paroksimal oksipital
2. Simtomatik: bila ada penyebabnya, letak fokus pada pada semua lobus
otak
b) klasifikasi tipe kejang epilepsi (browne, 2008)
1. Epilepsi kejang parsial (lokal, fokal)
a. Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan
kesadaran tetap normal
Dengan gejala motorik:
Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu
bagian tubuh saja
Fokal motorik menjalar: epilepsi dimulai dari satu bagian
tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga
epilepsi Jackson.
Versif: epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata,
tuibuh.
Postural: epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku
dalam sikap tertentu
Disertai gangguan fonasi: epilepsi disertai arus bicara yang
terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi
disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca
indera dan bangkitan yang disertai vertigo).
Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-
tusuk jarum.
Visual: terlihat cahaya
5
Dengan automatisme
Dengan komponen autonom.
Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
Gangguan tonus yang lebih jelas.
Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
b. Grand Mal
Kejang mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak,
sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot,
seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada
semua umur.
Kejang klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif,
tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso.
Dijumpai terutama sekali pada anak.
Kejang tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot
hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas,
flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada
anak.
Kejang tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang
terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan
aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang
kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang
kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri.
Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila
pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi
berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing
9
4. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan
sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak
ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron
ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang
berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps
terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni
GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi
dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan
fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar
melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami
muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan
terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis
11
Pathway
Trauma lahir, cedera kepala,
demam, gangguan metabolik,
Faktor idiopatik
tumor otak
Kerusakan neuron
G3 presesi
Ketidak sambungan lektrolit sensori
Isolasi
sosial
G3b depolarisasi (ke listrikan saraf) KEJANG
Parsial Umum
sederhana komplex
absen mioklonik Tonik klonik atonik
5. Manifestasi Klinik
a. Kehilangan kesadaran
b. Aktivitas motorik
1) Tonik klonik
2) Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
3) Kontraksi singkat dan mendadak disekelompok otot
4) Kedipan kelopak mata
5) Sentakan wajah
6) Bibir mengecap – ecap
7) Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
c. Fungsi pernafasan
1) Takipnea
2) Apnea
3) Kesulitan bernafas
4) Jalan nafas tersumbat (Tucker, 1998 : 432 )
Sedangkan manifestasi klinik berdasarkan proses terjadinya
keadaan epilepsi yang dialami pada penderitagejala yang timbul
berturut-turut meliputi di saat serangan, penyandang epilepsi tidak
dapat bicara secara tiba-tiba. Kesadaran menghilang dan tidak
mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada respon terhadap
rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun
rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan
dan tangannya kejang, sementara tungkainya menendang-nendang.
Gigi geliginya terkancing. Hitam bola mata berputar-putar. Dari
liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung berdebar.
16
1. Selama kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang
ingin tahu
b) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar
keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d) Longgarkan baju . Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping
untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras
diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk
mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak
disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan
pernapasannya.
f) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya
epilepsi atau yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan
sensasi aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada
aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di
telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya
berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan
untuk langsung beristirahat atau tidur.
g) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau
penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit
terdekat.
2. Setelah kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba
setelah kejang
e) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap
lingkungan
21
10. Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya
jenis epilepsi faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan
minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup
menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat
dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu
akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang
bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau
absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang
serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai
kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis
relatif jelek.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien.
Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan
kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:
Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang?
Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah
pengalaman kerja? Mekanisme koping apa yang digunakan?
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Pasien sering mangalami kejang.
3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan
hebatnya keluhan, mulai timbul. Biasanya ditandai dengan anak mulai
rewel, kelihatan pucat, demam, anemia, terjadi pendarahan (pendarah
24
gusi dan memar tanpa sebab), kelemahan. nyeri tulang atau sendi
dengan atau tanpa pembengkakan.
25
b. Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran pasien
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
3. Penglihatan (mata)
Perubahan pada posisi bola mata, dan perubahan pupil
4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, perdarahan pada gusi
5. Ekstremitas:
Adanya kelemahan otot ekstremitas, distrosia osteo atau tidak
6. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
7. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi,
pusing.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
9. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal, akumulasi
cairan.
Tanda : dispnea, apnea, batuk
28
c. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: -- perubahan aktivitas Resiko cedera
listrik di otak
DO:
pasien kejang (kaki menendang- Keseimbangan terganggu
nendang, ekstrimitas atas fleksi), gigi
geligi terkunci, lidah menjulur gerakan tidak terkontrol
DS: gangguan nervus V, IX, Bersihan jalan napas tidak
sesak, X efektif
Adanya obstruksi
DS: Terjadi depolarisasi Gangguan persepsi sensori
terjadi aura (mendengar bunyi yang berlebih
melengking di telinga, bau- bauan, Bangkitan listrik di
melihat sesuatu), halusinasi, perasaan bagian otak serebrum
bingung, melayang2.
Menyebar ke nervus-
DO: nervus
penurunan respon terhadap stimulus,
terjadi salah persepsi Mempengaruhi aktivitas
organ sensori persepsi
DS: Stigma masyarakat yang Isolasi sosial
klien terlihat rendah diri saat berinteraksi buruk tentang penyakit
dengan orang lain epilepsi atau ”ayan”
Menyebar ke daerah
medula oblongata
Mengganggu pusat
respiratori
Mempengaruhi pola
29
napas
30
d. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan
lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
c. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk
penyakit epilepsi dalam masyarakat
d. Ketidakefektifan pola napas b.d terganggunya saraf pusat pernafasan
e. Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai penyakit
e. Intervensi
Dx 1. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol
(gangguan keseimbangan).
Tujuan :
Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat
meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan yang aman untuk
klien, menghindari adanya cedera fisik, menghindari jatuh denganKriteria
hasil tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak
ada memar, tidak jatuh
Intervensi Rasional
Kaji : Untuk mengetahui tindakan keperawatan
Kaji tanda-tanda vital selanjutnya.
Pasang penghalang tempat tidur pasien Penjagaan untuk keamanan, untuk mencegah
cidera atau jatuh
Letakkan pasien di tempat yang rendah Area yang rendah dan datar dapat mencegah
dan datar terjadinya cedera pada pasien
Tinggal bersama pasien dalam waktu Memberi penjagaan untuk keamanan pasien
beberapa lama setelah kejang untuk kemungkinan terjadi kejang kembali
Menyiapkan kain lunak untuk mencegah Lidah berpotensi tergigit saat kejang karena
terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi menjulur keluar
kejang
Tanyakan pasien bila ada perasaan yang Untuk mengidentifikasi manifestasi awal
tidak biasa yang dialami beberapa saat sebelum terjadinya kejang pada pasien
sebelum kejang
Kolaborasi:
Berikan obat anti konvulsan sesuai advice Mengurangi aktivitas kejang yang
dokter berkepanjangan, yang dapat mengurangi suplai
oksigen ke otak
Edukasi:
Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika Sebagai informasi pada perawat untuk segera
merasa ada sesuatu yang tidak nyaman, melakukan tindakan sebelum terjadinya kejang
atau mengalami sesuatu yang tidak biasa berkelanjutan
sebagai permulaan terjadinya kejang.
Berikan informasi pada keluarga tentang Melibatkan keluarga untuk mengurangi resiko
tindakan yang harus dilakukan selama cedera
pasien kejang
32
Observasi
Identifikasi bersihan jalan nafas Mengurangi terjadinya subatan jalan
nafas
Mandiri
Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut Menurunkan resiko aspirasi atau
dari benda / zat tertentu / gigi palsu atau alat masuknya sesuatu benda asing ke faring.
yang lain jika fase aura terjadi dan untuk
menghindari rahang mengatup jika kejang
terjadi tanpa ditandai gejala awal.
Kolaborasi
Berikan oksigen sesuai program terapi Membantu memenuhi kebutuhan oksigen
agar tetap adekuat, dapat menurunkan
hipoksia serebral sebagai akibat dari
sirkulasi yang menurun atau oksigen
sekunder terhadap spasme vaskuler
selama serangan kejang.
Edukasi
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi Keluarga sebagai orang terdekat pasien,
kepada pasien sangat mempunyai pengaruh besar dalam
keadaan psikologis pasien
Dx 3. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma
buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
Tujuan: mengurangi rendah diri pasien
Kriteria hasil:
adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarakat
Intervensi Rasional
Kaji :
Kaji tanda-tanda sosial pasien Untuk mengetahui apakah pasien rendah diri
atau tidak
Observasi:
Memberi informasi pada perawat tentang
factor yang menyebabkan isolasi sosial
Identifikasi dengan pasien, factor- factor yang
pasien
berpengaruh pada perasaan isolasi sosial
pasien
Mandiri
Kolaborasi:
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi Keluarga sebagai orang terdekat pasien,
kepada pasien sangat mempunyai pengaruh besar dalam
keadaan psikologis pasien
Memberi informasi pada keluarga dan teman Menghilangkan stigma buruk terhadap
dekat pasien bahwa penyakit epilepsi tidak penderita epilepsi (bahwa penyakit epilepsi
menular dapat menular).
Mandiri :
Tanggalkan pakaian pada daerah leher/dada, Memfasilitasi usaha bernapas/ekspansi
abdomen dada
Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan Dapat mencegah tergigitnya lidah, dan
memfasilitasi saat melakukan
penghisapan lendir, atau memberi
sokongan pernapasan jika diperlukan
Menurunkan risiko aspirasi atau
asfiksia
Lakukan penghisapan sesuai sesuai indikasi
Kolaborasi:
Berikan tambahan O2 Dapat menurunkan hipoksia serebral
Edukasi :
Menganjurkan keluarga untuk memberi motivasi Keluarga sebagai orang terdekat pasien,
kepada pasien sangat mempunyai pengaruh besar
dalam keadaan psikologis pasien
INTERVENSI RASIONAL
Kaji :
Kaji pengetahuan orang tua pasien. Untuk mengetahui pengetahuan
keluarga tentang penyakit yg diderita
pasien
Observasi :
Identifikasi dengan orng tua pasien, Memberi informasi kepada perawat
factor-factor tentang pengetahuan tentang factor pengetahuan orng tua
orang tua pasien terhadap penyakit. pasien
Mandiri :
Jelaskan mengenai prognosis Memberikan kesempatan untuk
penyakit dan perlunya pengobatan mengklarifikasi kesalahan persepsi &
keadaan penyakit yang ada
Kolaborasi :
Diskusikan manfaat kesalahan umum Aktivitas yang sedang & teratur dapat
yang baik, seperti diet yang adekuat, membantu
& istirahat yang cukup menurunkan/mengendalikan faktor
presdiposisi
Edukasi :
Berikan informasi yang adekuat Pengetahuan yang diberikan mampu
tentang prognosis penyakit dan menurunkan resiko dari efek bahay
tentang interaksi obat yang potensial satu penyakit & cara menanganinya
d. Evaluasi
a. Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar
b. Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan aspirasi
c. Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar, pasien
tidak menarik diri (minder)
d. Pola napas normal, TTV dalam batas normal
e. Ansietas pasien dan keluarga berkurang, pasien tampak tenang
38
DAFTAR PUSTAKA