Anda di halaman 1dari 3

TUGAS SOSIOLOGI HUKUM

Nama : I Dewa Gede Wirasatya P, SH.

NIM : 09201020592

Dosen : Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS.

1. Apa yang dimaksud dengan Sosiologi Hukum sebagai ilmu terapan?

Sosiologi hokum mengamati dan mencatat hokum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari
dan kemudian berusaha untuk menjelaskanya. Sosiologi sebagai ilmu terapan menjadikan
Sosiolofi sebagai subyek seperti Sosiologi dalam penerapan hokum, Pembangunan Hukum,
Pembaharuan hokum, perubahan masyarakat dan perubahan hokum, dampak dan efektifitas
hokum, kultur hokum, ilmu social juga berfungsi mengetahui efektifitas berlakunya hokum
positif dalam masyarakat dan dapat menggambarkan masalah-masalah social kaitanya
dengan penerapan hokum di masyarakat.

2. Apa Sumbangan sosiologi hokum dalam pembangunan hokum khususnya dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan?

Bentuk sumbanganya adalah khususnya dalam pembuatan peraturan perundang-undangan


adalah kemampuan sosiologi hokum dalam mengkonstruksikan fenomena hokum yang
terjadi di masyarakat, sehingga dapat memberikan jalan keluar ataupun gambaran mengenai
bentuk peraturan perundang-undangan yang dapat memenuhi aspirasi masyarakat serta
tujuan dari dibentuknya perundang-undangan dalam suatu Negara yaitu untuk kepastian
hokum bagi masyarakat.

3. Mengapa para penegak hokum sangat penting untuk menggunakan ilmu sosiologi hokum
dalam penerapan hokum khususnya di pengadilan?
Para penegak hokum sangat penting menggunakan sosiologi hokum khususnya di
pengadilan. Karena penegak hokum mempunyai tugas yaitu mendapatkan kebenaran. Oleh
karena itu, kebenaran yang di capai dalam pengadilan harus kebenaran sosiologi hokum,
yaitu kesesuaian antara fakta empiris dengan teori yang dijadikan dasar untuk melihat
kebenaran. Dengan demikian akan tercapainya manfaat hokum yaitu keadilan bagi
masyarakat.

4. Mengapa peraturan perundang-undangan tidak selalu dapat terlaksana secara efektif..?


Menurut Soerjono Soekanto, factor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penegakan hukum
adalah sebagai berikut :

1. Faktor hukumnya sendiri;


2. Faktor penegak hukum;
3. Faktor sarana dan fasilitas;
4. Faktor kesadaran masyarakat; dan
5. Faktor budaya hukum.

Dari berbagai factor tersebut diatas terlihat bahwa factor hukum (undang-undang) dan factor
penegak hukum merupakan dua di antara lima factor yang sangat menentukan efektifitas suatu
hukum. Karena itu, membuat suatu aturan hukum sama pentingya dan mungkin juga sama
susahnya dengan menegakan aturan tersebut karena di pengaruhi oleh banyak factor.

5. Mengapa hakim dalam menyelesaikan perkara dalam suatu daerah memandang perlu
menggali budaya hukum masyarakat yang bersangkutan?

Dengan system hukum Eropa Kontinental yang yang di anut Bangsa Indonesia, maka
peraturan hukum tersebut harus terlebih dahulu ada dari suatu perbuatan tersebut. Hal ini
dalam jaman sekarang yang serba maju menyebabkan banyak perbuatan yang dilakukan tetapi
tidak adanya hukum yang mengatur. Dalam hal ini hakim harus menemukan hukum dari
masyarakat.

Salah satu kewajiban yang diamanahkan oleh undang-undang ke pundak hakim adalah
kewajiban hakim untuk menggali hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam hal ini, peran
yang dimainkan oleh disiplin sosiologi hukum sangat besar. Tentunya hakim tidak sekadar
menggali, tetapi juga ikutanya adalah menerapkan dalam putusanya terdahap kewajiban
hakim untuk menggali hukum yang hidup dalam masyarakat . Undang-Undang tentang
kekuasaan kehakiman menentukan bahwa :”hakim wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Dengan demikian, memang jelas ada kewajiban hakim untuk mengetahui dan mendalami
kesadaran hukum dari masyarakat sehingga dapat pula mengetahui hukum yang hidup di
dalamnya. Khususnya dalam bidang hukum pidana, unsure keyakinan hakim yang juga di
persyaratkan oleh undang-undang dapat dijadikan wadah yang saling menyambung dengan
unsure kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat untuk diimplementasikan ke dalam
suatu putusan hakim.

Dengan begitu, adalah tidak pantas jika kita masih mendudukan hakim di menara gading
(ivory tower) yang mempunyai sekat yang tebal dengan masyarakatnya. Di samping itu,
ungkapan hakim hanya sebagai corong undang-undang juga tidak sepantasnya diberlakukan
secara mutlak.

Akan tetapi, undang-undang juga menentukan bahwa kedudukan hakim adalah independen,
dalam arti bebas dari pengaruh siapaun. Dalam hal ini, pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945
(amandement ke 3) menentukan bahwa :
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan”.

Dari ketentuan tersebut, terlihat dengan jelas bahwa memang benar profesi hakim merupakan
profesi yang independen. Akan tetapi, independen dalam hal ini tidak berarti hakim harus
selamanya menyendiri di tempat sunyi. Jika dia selalu menyepi, bagaomana dia dapat
menggali dan mengetahui hukum yang hidup dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai