Anda di halaman 1dari 24

Sosiologi Hukum |1

BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGANTAR

Sejak lahir di dunia, manusia telah bergaul dengan manusia-manusia


lain di dalam suatu wadah yang bernama masyarakat. Secara sepintas,
kemudia dia pun mengetahui, bahwa dalam berbagai haldia mempunyai
persamaan dengan orang lain, sedangkan dalam hal-hal lain dia mempunyai
sifat-sifat yang khas dan berlaku bagi dirinya sendiri. Sementara semakin
meningkat usianya, manusia mengetahui, bahwa dalam berhubungan dengan
warga lain dari masyarakat dia bebas, namun dia tidak boleh berbuat
semaunya.
Hubungan-hubungan antar manusia serta antara manusia dengan
masyarakat atau kelompoknya diatur oleh serangkaian nilai-nilai dan kaidah-
kaidah dan perikelakuannya lama-kelamaan melembaga menjadi pola-pola.
Kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan manusia dalam
masyarakat bermacam-macam ragamnya, dan diantara sekian macam kaidah
yang merupakan salah satu kaidah terpenting adalah kaidah-kaidah hukum di
samping kaidah-kaidah agama, kesusilaan, dan kesopanan. Kaidah-kaidah
hukum tersebut ada yang berwujud sebagai peraturan-peraturan
tertulis,keputusan-keputusan pengadlan maupun keputusan-keputusan
lembaga kemasyarakatan lainnya dan seterusnya.
Hal inilah yang antara lain menyebabkan bahwa sifat hakikat dan
sistem hukum merupakan objek penelitian yang tidak dapat diabaikan oleh
para sosiolog yang khusus memusatkan perhatiannya pada struktur
sosial,perubahan-perubahan sosial, dan budaya dalam massyarakat-
masyarakat tertentu.
Hukum secara sosiologis adalah penting dan merupakan suatu lembaga
kemasyarakatan (social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai,
kaidah-kaidah, dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-
kebutuhan pokok manusia. Hukum di dalam masyarakat ada yang terhimpun
dalam suatu sistem yang disusun dengan sengaja, yang sesuai dengan
pembidangnya.
Jadi, sosiologi hukum berkembang atas dasar suatu anggapan yang
mendasar bahwa proses hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau
sistem sosial yang dinamakan masyarakat. Artinya adalah hukum hanya dapat
dimengerti dengan jalan mamahami sistem sosial terlebih dahulu dan bahwa
hukum merupakan suatu proses. Misalnya, bagi seseorang ahli sosiologi
hukum tidaklah cukup untuk hanya mengetahui struktur dan organisasi
peradilan dalam sistem hukum di Indonesia, tetapi dia juga harus mengetahui
asal-usul hakimnya, bagaimana cara mereka mencapai kata sepakat dalam
menjatuhkan vonis, bagaimana perasaan keadilan para hakim, sampai sejauh
mana efek keputusan pengadilan terhadap masyarakat, dan seterusnya.
Sosiologi Hukum |2

B. KURANGNYA PERHATIAN PARA SOSIOLOG TERHADAP HUKUM

Apabila ditelaah tentang kenyataan di dalam masyarakat, bahwa


hukum mengatur hampir semua aspek kehidupan masyarakat, maka hukum
seharusnya merupakan objek penelitian dan bagian dari masyarakat yang
sangat penting untuk ditelaah para sosiolog. Akan tetapi, ternyata keadaan
adalah sebaliknya, sosiologi telah menelantarkan salah satu bidang
kemasyarakaan yang sangat penting, yaitu hukum.
Sebagai faktor dapat disebutkan sebagai penyebab kurangnya
perhatian para sosiolog terhadap hukum. Pertama-tama dapat dikemukakan,
bahwa para sosiolog mengalami kesulitan untuk menyoroti sistem hukum
semata sebagai himpunan kaidah-kaidah yang bersifat normatif, sebagaimana
halnya dengan para yuris.
Kadangkala seorang sosiolog merasakan adanya kesulitan-kesulitan
untuk menguasai keseluruhan data tentang hukum yang demikian banyaknya
dan pernah dihasilkan oleh beberapa generasi ahli-ahli hukum. Lagi pula,
sosiologi secara umum lebih mempunyai kecenderunganuntuk memperhatikan
alat-alat pengendalian sosial yang informal daripada yang formal, karena para
sosiolog ingin membuktikan bahwa pendapat yang menyatakan tentang
penerapan hukum harus selalu didukung oleh sanksi-sanksi, adalah tidak
benar.
Suatu fakta yang merupakan penghalang besar terhadap hubungan
antara sosiologi dengan hukum dan pada akhirnya menyebabkan lambatnya
perkembangan sosiologi hukum adalah kesulitan-kesulitan terjadinya
hubungan antara para sosiolog dengan para ahli hukum, karena kedua belah
pihak tidak mempergunakan bahasa dan kerangka pemikiran yang sama.
Apalagi bila didingat bahwa dalam kenyataan hidup bermasyarakat, tidak ada
suatu masyarakat pun yang wargaya selalu tatat dan patuh terhadap hukum
serta kaidah-kaidah lainnya. Hal ini disebabkan karena setiap manusia
mempunyai kebutuhan dan kepentingan masing-masing, dan bila hukum yang
berlaku dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan serta
kepentingan-kepentingannya, maka dia akan mencari jalan keluar serta
mencoba untuk menyimpang dari aturan-aturan yang ada.

C. BEBERAPA MASALAH YANG DISOROTI SOSIOLOGI HUKUM

Beberapa persoalan yang pada umumnya selalu mendapat sorotan dari


para ahli sosiologi hukum adalah:
1. Hukum dan Sistem Sosial Masyarakat
Pada hakikatnya hal ini merupakan objek yang menyeluruh dari
sosiologi hukum, oleh karena tak ada keraguan-keraguan lagi bahwa suatu
sistem hukum merupakan percerminan dari sisten soaial di mana sistem
hukum tadi merupakan bagiannya.
2. Persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan Sistem-sistem Hukum
Sosiologi Hukum |3

Penelitian perbandingan ini tidak perlu dilakukan dengan cara


membanding-bandingkan beberapa masyarakat yang berbeda, akan tetapi
dapat pula diadakan penelitian terhadap sistem-sistem hukum yang
berlaku dalam suatu masyarakat yang terdiri dari berbagai sistem sosial
dengan masing-masing hukumnya.
3. Sifat Sistem Hukum yang Dualistis
Hukum dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengendalikan warga
masyarakatHkum dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengendalikan
warga masyarakat aau dapat dijadikan sarana oleh sebagian kecil warga
masyarakat yang menamakan dirinya sebagai penguasa, untuk
mempertahankan atau dapat dijadikan sarana oleh sebagian kecil warga
masyarakat yang menamakan dirinya sebagai penguasa, untuk
mempertahankan kedudukan sosial-politik ekonomnya yang lebih tinggi
dari bagian terbesar warga masyarakat.
4. Hukum dan Kekuasaan
Baik buruknya suatu kekuasaan, tergantung dari bagaimana kekuasaan
tersebut dipergunakan. Akan tetapi, karena sifat dan hakikatnya,
kekuasaan tersebut supaya dapat bermanfaat harus ditetapkan ruang
lingkup, arah, dan batas-batasannya. Untuk itu diperlukan hukum yang
ditetapkan oleh penguasa itu sendiri yang hendak dipegang dengan teguh.
5. Hukum dan Nilai-nilai Sosial-Budaya
Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara hukum dengan nilai
sosial budaya masyarakat Indonesia, perlu ditinjau sejenak alam pikiran
bangsa Indonesia yang untuk sebagian besar hidup di daerah pedesaan.
Untuk mencapai kebahagiaan hidup, seseorang harus menyesuaikan diri
dengan tata cara sebagaimana telah ditetapkan oleh alam sekitarnya.
6. Kepastian Hukum dan Kesebandingan
Kepastian hukum dan kesebandingan merupakan dua tugas pokok dari
hukum.
7. Peranan Hukum Sebagai Alat untuk Mengubah Mayarakat
Setiap masyarakat, selama hidupnya pasti pernah mengalami
perubahan-perbahan. Ada perubahan-perubahan yang tidak menarik
perhatian orang, ada yang pengaruhnya luas, ada yang terjadi lambat, ada
yang berjalan dengan sangat cepat, ada pula yang direncanakan, dan
seterusnya. Untuk memberikan sedikit gambaran mengenai masalah itu,
akan dikemukakan beberapa persoalan sebagai berikut :
a. Pengadilan
Banyak sekali aspek-asek keputusan pengadilan yang belum
mendapat penelitian yang sebenarnya akan berguna bagi
perkembangan hukum di Indonesia serta proses peradilan pada
khususnya. Suatu penelitian yang juga akan sangat berguna, adalah
penelitian terhadap peranan hakim dalam mengubah
masyarakatmelalui keputusan-keputusannya.
b. Efek Suatu Peraturan Perundangan-Undangan dalam Masyarakat
Suatu peraturan perundang-undangan yang dikatakan baik,
belum cukup apabila hanya memenuhi persyaratan-persyaratan
Sosiologi Hukum |4

filosofis/ideologis dan yuridis saja, karena secara sosiologi peraturan


tadi juga harus berlaku. Peraturan perundang-undangan tersebut harus
diberi waktu agar meresap dalam diri warga masyarakat.
c. Tertinggalnya Hukum di Belakang Perubahan-perubahan Sosial Dalam
Masyarakat
Dalam setiap masyarakat,akan dijumpai suatu perbedaan antara
pola-pola perikelakuan yang berlaku dalam masyarakat dengan pola-
pola perikelakuan yang dikehendaki oleh kaidah-kaidah hukum. Suatu
keadaan yang lazim, bahwa kaidah-kaidah hukum disusun dan
direnvcanakan oleh sebagian kecil dari masyarakat yang menamakan
dirinya sebagai elit masyarakat tersebut, yang mungkin berbeda
kepentingan dan pola-pola perilakunya, lagi pula suatu kaidah hukum
berisikan patokan perilaku yang diharapkan.
Hukum tertinggal, apabila hukum tersebut tidak dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat pada suatu waktu dan tempat
tertentu.
d. Difusi Hukum dan Pelembagaannya
Bagaimana warga masyarakat mengentahui hukum yang
berlaku serta bagaimana hukum mempengaruhi tingkah laku mereka
setelah hal itu diketahui. Apabila hal ini tercapai, maka hukum
semakin efektif.
e. Hubungan Antara Para Penegak atau Pelaksana Hukum
Yang dimaksudkan disini adalah suatu penelitian bukan dari
segi perundang-undangan semata yang secara yuridis menentukan
kedudukan para pejabat di dalam masyarakat, akan tetapi tapi juga dari
sudut lain, misalnya dar sudut perkembangan sosial-politik.
f. Masalah Keadilan
Kadang-kadang keadilan didasarkan pada asas kesamarataan,
dimana setiap orang mendapat bagian yang sama. Adakalanya
keadilan didasarkan pada kebutuhan sehingga menghasilkan
kesebandingan yang bisanya diterapkan bidang hukum.

D. SOSIOLOGI HUKUM DAN GUNANYA

Dengan berpedoman pada persoalan-persoalan yang disoroti sosiologi


hukum, maka dapatlah dikatakan, bahwa sosiologi hukum merupakan suatu
ilmu pengetahuan yang secara teoritis analitisdan empiris menyoroti pengaruh
gejala sosial lain terhadap hukum, da sebaliknya.
Dari batasan, ruang lingkup maupun perspektif sosiologi hukum
sebagaimana dijelaskan diatas dapat dikatakan, bahwa kegunaan sosiologi
hukum dalam kenyataannya adalah sebagai berikut:
1. Sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan
bagi pemahaman terhadap hukum di dalam konteks sosial.
2. Penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan
kemampuan-kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektivitas
hukum dalam masyarakat.
Sosiologi Hukum |5

3. Sosiologi hukum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta


kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum di
dalam masyarakat.
Kegunaan-kegunaan umum tersebut, secara terinci dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Pada taraf organisasi dalam masyarakat
a. Sosiologi hukum dapat mengungkapkan ideologi dan falsafah.
b. Dapat diidentifikasikan unsur-unsur kebudayaan.
2. Pada taraf golongan dalam masyarakat
a. Pengungkapan dari golongan-golongan yang sangat menentukan
dalam pembentukan dan penerapan hukum.
b. Golongan-holongan yang beruntung atau sebaliknya malahan
dirugikan dengan adanya hukum-hukum tertentu.
3. Pada taraf individual
a. Dapat mengubah perikelakuan warga masyarakat.
b. Kekuatan, kemampuan, dan kesungguhan hati dari para penegak
hukum dalam melakukan fungsinya.
c. Kepatuhan dari warga masyarakat terhadap hukum, baik yang
berwujud kaidah maupun perilaku yang teratur.
Sosiologi Hukum |6

BAB II
ALIRAN-ALIRAN PEMIKIRAN YANG MEMPENGARUHI
TERBENTUKNYA SOSIOLOGI HUKUM

Filsafat hukum sebagai bagian dari disiplin hukum, telah memiliki


tradisi yang lama dan telah dikembangkan oleh ahli-ahli pemikir tersohor. Hal
ini terutama disebabkan karena timbulnya usaha-usaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti, apakah hukum itu, apakah keadilan, apakah
hukum yang tidak baik dapat dinamakan hukum, dan sterusnya.
Hal itulah yang menempatkan para sosiolog dalam kedudukan yang
sulit untuk dapat menerima cara-cara filsafat hukum menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut. Disini hanya akan dikemukakan hasil-hasil pemikiran
yang sangat berpengaruh terhadap sosiologi hukum dan secara relatif
dianggap penting sekali. Hasil-hasil pemikiran tersebut dapat dikelompokkan
ke dalam golongan besar, yaitu hasil-hasil pemikiran ahli filsafat hukum dan
ilmu hukum, serta hasil-hasil pemikiran para sosiolog pada masa-masa yang
lampau yang dikembangkan di negara-negara Barat.

A. HASIL PEMIKIRAN PARA AHLI FILSAFAT HUKUM DAN ILMU


HUKUM

Ada berbagai faktor yang menyebabkan para ahli hukum kemudian


menerjunkan diri ke dalam bidang filsafat hukum. Sebagai sebab, yaitu
timbunya kebimbangan akan kebenaran dan keadilan (dalam arti
kesebandingan) dari hukum yang berlaku. Di samping gejala tersebut, timbul
pula ketegangan antara hukum yang berlaku dengan filsafah, yang disebabkan
karena perbedaan antara dasar-dasar hukum yang berlaku, dengan pemikiran
orang di bidang filsafat.
Dengan demikian, maka filsafat hukum terutama bertujuan untuk
menjelaskan nilai-nilai dan dasar-dasar hukum sampai pada dasar-dasar
filsafatnya. Hasil pemikiran para ahli filsafat hukum tersebut terhimpun dalam
berbagai madzhab atau aliran, antara lain sebagai berikut:
1. Madzhab Formalistis
Salah satu cabang dari aliran tersebut adalah madzhab formalistis yang
teorinya lebih dikenal dengan nama analytical jurisprundence. Salah
seorang tokoh terkemuka dari madzhab ini adalah ahli filsafat hukum dari
Inggris John Austin (1790-1859).
Menurut Austin, hukum dibagi dalam dua bagian, yaitu hukum yang
dibuat oleh Tuhan dan hukum yang disusun oleh umat manusia.hukum
yang dibuat oleh umat manusia dapat dibedakan dalam:
Sosiologi Hukum |7

a. Hukum yang sebenarnya.


b. Hukum yang tidak sebenarnya.
Austin beranggapan bahwa hukum yang sebenarnya mengandung 4
unsur, yaitu perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan. Walaupun Austin
mengakui adanya hukum moral atau hukum alam yang mempengaruhi
warga masyarakat, akan tetapi hal itu secara yuridis tidak penting bagi
hukum.
Kelemahan-kelemahan ajaran analytical jurisprundence tersebut diatas
adalah antara lain bahwa suatu sistem hukum tidak mungkin untuk
sepenuhnya bersifat tertutup. Sistem yang tertutup secara mutlak akan
menyulitkan dan menghalang-halangi perubahan-perubahan yang terjadi
dalam masyarakat, perubahan-perubahan itu disebabkan oleh timbulnya
kebutuhan-kebutuhan baru yang kemudian menghasilkan kepentingan-
kepentingan baru. Lagi pula sistem hukum tak akan mungkin hidup lama
apabila tidak dapat dukungan sosial yang luas.
Pengaruh dari madzgab formalistis terlihat pada sikap beberapa ahli-
ahli teori hukum yang berorientasi pada sosiologi dan sosiolog-sosiolog
yang menaruh perhatian pada hukum. Para sarjana ilmu sosial yang ingin
menentkan bagaimana suatu keputusan pengadilan bekerja bagaimanapun
juga harus memperhitungkan, bahwa para hakim mungkin terikat oleh
analisis-analisis formal mengenai konsep-konsep dan masalah-masalah
hukum.
2. Madzhab Sejarah dan Kebudayaan
Madzhab sejarah dan kebudayaan, mempunyai pendirian yang sangat
berlawanan denan madzhab formalistis. Madzhab ini justru menekankan
bahwa hukum hanya dapat dimengerti dengan menelaah kerangka sejarah
dan kebudayaan di mana hukum tersebut timbul. Seorang tokoh terkemuka
dari madzhab ini adalah Friedrich Karl Von Savigny (1779-1861) yang
dianggap sebagai pemuka ilmu sejarah hukum. Von Savigny berpendapat,
bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat
(Volksgeist).
Kelemahan pokok dari teori Von Savigny terletak pada konsepnya
mengenai kesadaran hukum yang sangat abstrak. Menurut Maine,
hubungan-hubungan hukum yang didasarkan pada suatu warga
masyarakat yang masih sederhana, berangsur-angsur akan hilang apabila
masyarakat tadi berkembang menjadi masyarakat modern dan kompleks.
Hal inipun diakui oleh tokohtokoh teori sosiologi seperti Emile Durkheim
dan Max Weber yang menyadari betapa pentingnya aspek-aspek
kebudayaan dan sejarah untuk memahami gejala hukum dalam
masyarakat.
3. Aliran Utilitarianism
Jeremy Bentham (1748-1832) dapat dianggap sebagai salah seorang
tokoh yang terkemuka dari alran ini. Bentham mengemukakan bahwa
Sosiologi Hukum |8

pembentuk hukum harus membentuk hukum yang ail bagi setiap warga
masyarakat secara individual.
Tokoh lain dari aliran ini adalah Rudolph Von Ihering 9181-1892)
yang ajarannya biasanya disebut sebagai social uilitarianism. Von Ihering
mengganggap bahwa hukum merupakan alat bagi masyarakat untuk
mencapai tujuannya.

4. Aliran Siciological Jurisprudence


Seorang ahli hukum dari Austria yaitu Eugen Ehrlich (1826-1992)
dianggap sebagai pelopor dari aliran sociological jurispundence,
berdasarkan hasil karyanya yang berjudul Fundamental Principles of the
Sociologi of Law. Ajaran Ehrlich berpokok pada pembedaan antara hukum
positif denga hukum yang hidup (living law), atau dengan perkataan lain
suatu pembedaan antara kaidah-kaiah hukum dengan kaidah-kaidah sosial
lainnya.
Teori Ehrlich pada umumnya berguna sebagai bantuan untuk lebih
memahami hukum dalam konteks sosial. Akan tetapi, sulitnya aalah untuk
menentukan ukuran-ukuran apakah yang dapat dipakai untuk menentukan
suatu kaidah hukum benar-benar merupakan hukum yang hidup dan
dianggap adil.
Aliran sociologi Jurispundence telah meninggalkan pengaruh yang
mendalam, terutama pada pemikiran hukum di Amerika Serikat.
Walaupun aliran tersebut belum sepenuhnya dapat dinamakan sosiologi
hukum, karena usahanya untuk menetapkan kerangka normatif bagi
ketertiban hukum belum tercapai, akan tetapi aliran tersebut
memperkenalkan teori-teori dan metode-metode sosiologi pada ilmu
hukum.
5. Aliran Realisme Hukum
Seorang hakim harus selalu bisa memilih, dia yang menentukan
prinsip-prinsip mana yang dipakai dan pihak-pihak mana yangakan
menang. Aliran realisme hukum dengan buah pikirannya mengembangkan
pokok-pokok pikiran yang sangat berguna bagi penelitian-penelitian yang
bersifat interdisipliner, terutama dalam penelitian-penelitian yang
memerlukan kerja antara ilmu hukum denan ilmu-ilmu sosial.

B. HASIL-HASIL PEMIKIRAN PARA SOSIOLOG

1. Emile Durkheim (1858-1817)


Emile Durkheim dari Perancis adalah salah seorang tokoh penting
yang mengembangkan sosiologi dengan ajaran-ajaran yang klasik. Di
dakam teori-teorinya tentang masyarakat, Durkheim menaruh perhatian
besar terhadap kaidah-kaidah hukum yang dihubungkan dengan jenis-jenis
solidaritas yang dijumpai dalam masyarakat. Hukum dirumuskan sebagai
suatu kaidh yang bersanksi. Berat ringannya sanksi senantiasa tergantung
dari sifat pelanggaran, anggapan-anggapan serta keyakinan masyarakat
tentang baik buruknya suatu tindakan dan peranan sanksi-sanksi tersebut
Sosiologi Hukum |9

dalam msayarakat. Dengan demikian, maka kaidah-kaidah hukum dapat


diklarifkasikan menurut jenis-jenis sanksi yang menjadi bagian utama dari
kaidah hukum tersebut. Di dalam masyarakat dapat ditemukan 2 macam
kaidah hukum, yaitu represif dan restitutif.
Menurut Durkheim dapat ibedakan dua macam solidaritas positif yang
dapat ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:
a) Pada periode pertama, seorang warga masyarakat secara langsung
terikat kepada masyarakat. Di dalam hal solidaritas yang kedua,
seorang warga masyarakat tergantung kepada masyarakat, karena dia
tergantung pada bagian masyarakat yang bersangkutan.
b) Dalam hal solidaritas kedua tersebut, masyarakat tidak dilihat dari
aspek yang sama. Dalam hal pertama, masyarakat merupakan kesatuan
kolektif di mana terdapat kepercayaan dan perasaan yang sama.
c) Dari kedua perbedaan tersebut timbullah perbedaan yang lain yang
dapat dipakai untuk menentukan karakteristik dan nama dua macam
solidaritas di atas.
2. Max Weber (1864-1920)
Ajaran-ajaran Max Weber (seorang Jerman yang mempunyai latar
belakang pendidikan di bidang hukum) yang memberi saham dalam
perkembangan ilmu sosiologi sangat banyak dan bersifat klasik.
Selanjutnya, Max Weber berusaha mengemukakan beberapa
perbedaan dalam hukum yang masing-masing mempunyai kelemahan.
Pertama-tama disebutkan perbedasan antara hukum publik dengan hukum
perdata. Perbedaan ini kurang bermanfaat karena dapat mencakup
beberapa kemungkinan. Misalnya dapat dikatakan bahwa hukum publik
adalah kaidah-kaidah yang mengatur aktivitas-aktivitas negara, sedangkan
hukum perdata mengatur kegiatan-kegiatan lain yang bukan merupakan
aktivitas negara.
Dua pembedaan lain lebih menarik karena berhubungan erat dengan
dasar strukturan sosiologi hukum Max Weber. Pertama-tama adalah
perbedaan antara hukum objektif dengan hukum subjektif. Dengan hukum
objektif sebagai keseluruhan kaidah-kaidah yang dapat diterapkan secara
umum terhadap semua warga masyarakat, sepanjang mereka tunduk pada
suatu sistem hukum umum. Hukum subjektif mencakung kemungkinan-
kemungkinan bagi seorang warga masyarakat untuk meminta bantuan
kepada alat-alat pemaksa agar kepentingan-kepentingan material dan
spiritualnya dapat dilindungi.
Selanjutnya di dalam teori max Weber tentang hukum dikemukakan
empat tipe ideal dari hukum, yaitu masing-masing sebagai berikut:
a) Hukum irasional dan material, yaitu di mana pembentuk undang-
undang dan hakim mendasarkan keputusannya semata-mata pada nilai-
nilai emosional tanpa menunjuk pada suuatu kaidah.
b) Hkum irasional dan formal yaitu dimana pembentuk undang-undang
dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidan diluar akal, oleh karena
didasarkan pada wahyu atau ramalan.
S o s i o l o g i H u k u m | 10

c) Hkum rasional dan material, dimana keputusan-keputusan para


pembentuk undang-undang dan hakim menunjuk pada suatu kitab
suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa atau ideologi.
d) Hukum irasional dan formal yaitu dimana hukum dibentuk semata-
mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum.

C. HUKUM ADAT DI INDONESIA DAN SOSIOLOGI HUKUM

Tentang sistem hukum adat,soepomo menyatakan bahwa sitem


tersebut didasarkan pada suatu kebutuhan yang berdasarkan atas kesatuan
alam pikiran. Untuk menyelami sistem tadi, maka seseorang harus menyelami
dasar-dasar alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia.
Selanjutnya Soepomo berkata, bahwa “Berlakunya suatu peraturan
hukum adat adalah tampak dalam putusan (penetapan) petugas hukum,
misalnya putusan kumpulan desa, putusan hakim perdamaian desa, putusan
pegawai agama, dan sebagainya masing-masing dalam lapangan kopetensinya
sendiri-sendiri.”
Yang lebih penting lagi adalah kelanjutan uraian Soepomo adalah
sebagai berikut:
“ Cara (metode) penyelidikan setempat, ialah mendekati para pejabat desa,
orang-orang tua, para cerdik pandai, orang-orang terkemuka di daerah yang
bersangkutan, dan sebagainya. Meskipun jumlah perbuatan-perbuatan yang
sama di dalam daerah yang bersangkutan itu benar-benar dirasakan oleh
masyarakat sebagai hal yang memang sudah seharusnya, maka dari dua fakta
itu sudah ditarik kesimpulan adanya suatu norma hukum. Tentang soal
luasnya daerah, di mana sesuatu norma hukum adat adalah berlaku di dalam
daerah hukum yang merupakan kesatuan sosiologis.”
Ajaran-ajaran Soepomo tersebut banyak sekali mengandung
pendekatan-pendekatan sosiologi dan antropologis, walaupun mungkin hanya
merupakan alat pembantu saja bagi analisis hukum adat. Pendekatan dari
sudut ilmu hukum saja tidak cukup, oleh karena hukum adat senantiasa
tumbuh dari suatu kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup, dan pandangan
hidup, yang keseluruhannya merupakan kebudayaan mesyarakat sebagai
wadahnya. Untuk dapat mengerti benar-benar hukum adat tersebut sebagai
penjelmaan jiwa masyarakat Indonesia, perlu ditelaah terlebih dahulu struktur
berpikir, corak, dan sifat masyarakat Indonesia yang secara keseluruhan
merupakan mentalis yang mendasari hukum adat.
S o s i o l o g i H u k u m | 11

BAB III
STRUKTUR SOSIAL DAN HUKUM

A. KAIDAH-KAIDAH SOSIAL DAN HUKUM


Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau
norma, yang pada hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan
bersama yang tertib dan tenteram. Di dalam pergaulan hidup tersebut, manusia
mendapatkan pengalaman-pengalaman tentang bagaimana memenuhi
kebutuhan pokok atau primary needs, yang antara lain mencakup
sandang,pangan, papan, keselamatan jiwa dan harta, harga diri, potensi untuk
berkembang, dan kasih sayang. Sehingga, mnusia mempunyai konsepsi-
konsepsi abstrak mengenai apa yang baik dan harus dianuti, mana yang buruk
yang harus dihindari.
Pola-pola berpikir manusia mempengaruhi sikapnya yang merupakan
kecenderungan-kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu terhadap manusia, benda maupun keadaan-keadaan. Dengan
demikian, dapatlah dikatakan bahwa kaidah merupakan patokan-patokan atau
pedoman-pedoman perial tingkah laku atau perikelakuan yang diharapkan. Di
satu pihak, kaidah-kaidah tersebut ada yang mengatur pribadi manusia, dan
terdiri dari kaidah-kaidah kepercayaan dan kesusilaan. Secara sosiologis
merupakan suatu gejala yang wajar, bahwa akan ada perbedaan antara kaidah-
kaidah hukum di satu pihak, dengan peri kelakuan yang nyata. Hal ini
terutama disebabkan karena kaidah hukum merupakan patokan-patokan
tentang peri kelakuan yang diharapkan dalam hal-hal tertentu merupakan
abstraksi dari pola-pola perikelakuan. Namun demikian, ada baiknya untuk
mengemukakan beberapa pendapat dari para ahli ilmu-ilmu sosial mengenai
masalah ini, yaitu perbedaan antara perikelakuan sosial yang nyata dengan
perikelakuan sebagaimana yang diharapkan oleh hukum. Dengan uraian
tersebut, maka sedikit banyaknya akan terungkap beberapa dasar sosial dari
hukum.
Suatu pendekatan lain terhadap arti hukum dilakukan dengan
menelaah fungsi yang harus dipenuhi oleh hukum. E Adamson, Hobel dan
Karl Llewellyn menyatakan, bahwa hukum mempunyai fungsi penting demi
keutuhan masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan hubungan antara warga masyarakat.
b. Membuat alokasi wewenang dan menentukan dengan sesama pihak-
pihak.
S o s i o l o g i H u k u m | 12

c. Disposisi masalah-masalah sengketa.


d. Menyelesaikan pola-pola hubungan dengan perubahan-perubahan
kondisi kehidupan.
Khususnya tentang fungsi-fungsi hukum pada umumnya terdapat suatu
kesepakatan antara para antropolog, ahli filsafat hukum maupun para sosiolog,
walaupun masing-masing mempergunakan istilah-istilah yang berbeda.
Kesepakatan tadi adalah tentang fungsi-fungsi suatu sitem hukum yang secara
menyeluruh menyangkut pengesahan wewenang, cara-cara menyelesaikan
oerselisihan, mekanisme yang mempermudah hubungan antara para warga
masyarakat, dan adanya penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan.
Memang perlu diakui, bahwa merupakan hal yang sulit untuk
membedakan hukum dan kaidah-kaidah lainnya secara tegas. Hal in
disebabkan karena baik hukum maupun kaidah-kaidah lainnya merupakan
unsur-unsur yang membentuk mekanisme pengendalian sosial. Pada
masyarakat tertentu kaidah-kaidah nonhukum berlaku lebih kuat daripada
kaidah-kaidah hukum, lebih-lebih pada masyarakat sederhana dimana
interaksi sosial lebih banyak dilakukan atas dasar hubungan-hubungan
pribadi.
Walaupun kesulitan-kesulitan tersebut di atas timbul, akan tetapi dapat
dikatakan bahwa hukum mempunyai ciri-ciri khusus yang dapat di bedakan
dengan kaidah-kaidah lain, sebaaimana telah dikemukakan di atas. Khususnya
tentang hal yang terakhir ini perlu ditegaskan bahwa badan-badan tersebut
mungkin merupakan orang-orang yang oleh masyarakat dianggap sebagai
pejabat pelaksana hukum msalnya kepada adat atau dewan sesepuh, pada
masyarakat yang masih sederhana sistem sosialnya. Yang terpenting adalah
hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian, yang berarti suatu keserasian
antara ketertiban dengan ketentraman.

A. LEMBAGA-LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Di dalam perkembanan selanjutnya kaidah-kaidah tersebut


berkelompok-kelompok pada berbaai keperluan pokok dari kehidupan
manusia seperti kebutuhan hidup kekerabatan, kebutuhan percarian hidup,
kebutuhan akan pendidikan, kebutuhan untuk menyatakan rasa keindahan,
kebutuhan jasmaniah dari manusia dan lain sebagainya. Msalnya, kebutuhan
kehidupan seperti keluarga batih,pelamaran, perkawinan, perceraian,
kewarisan, dan lain sebagainya. Denan demikian, maka lembaga-lembaga
kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Untuk memberikan pedoman kepada warga masyarakay.
2. Untuk menjaga keutuhan mesyarakat yang bersangkutan.
S o s i o l o g i H u k u m | 13

3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem


pengendalian sosial.
Dari penjelasan singkat tersebut terlihat nyata, bahwa tidak semua
kaidah-kaidah merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan, hanya kaidah-
kaidah yang mengatur kebutuhan pokok saja yan merupakan lembaga
kemasyarakatan. Artinya adalah bahwa kaidah-kaidah tersebut harus
mengalami proses pelembagaan terlebih dahulu, yaitu suatu proses yang
dilewati oleh suatu kaidah yang baru, untuk menjadi bagian dari salah satu
lembaga kemasyarakatan.
Setiap masyarakat mempunyai sistem nilai-nilai yang menentukan
lembaga kemasyarakatan manakah yang dianggap sebagai pusat dari
pergaulan hidup masyarakat yang kemudian dianggap berada di atas lembaga-
lembaga kemasyarakatn laiinya, akan tetapi, di dalam setiap masyarakat
sedikit banyak akan dapat dijumpai pola-pola yang mengatur hubungan antara
lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut.
Dengan melihat uraian di atas, maka tidak mudah untuk menentukan
hubungan antara hukum dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya
terutama di dalam menentukan hubungan timbal balik yang ada. Dengan kata
lain,lembaga kemasyarakatan yang pada suau waktu mendapatkan penilaian
tertinggi dari masyarakat, mungkin merupakan lembaga kemasyarakatan yang
mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya. Namun demikian, hukum merupakan suatu lembaga
kemasyarakatan yang primer di dalam suatu masyarakat apabla dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Sumber dari hukum tersebut mempunyai wewenang dan berwibawa.
2. Hukum tadi jelas dan sah secara yuridis, filosofis maupun sosiologis.
3. Penegak hukum dijadikan teladan bagi faktor kepatuhan terhadap
hukum.
4. Diperlihatkan faktor pengandapan hukum di dalam jiwa pada warga
masyarakat.
5. Para penegak dan pelaksana hukum merasa dirinya terikat pada hukum
yang diterapkan dan membuktikannya di dalam pola perikelakuan.
6. Sanksi-sanksi yang positif maupun negaif dapat dipergunakan untuk
menunjang pelaksanaan hukum.
7. Perlindungan yang efektif terhadap mereka yang terkena aturan-aturan
hukum.
Apabila syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka tidak mustahil hukum
akan berpengaruh terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya.
B. KELOMPOK-KELOMPOK SISOAL DAN HUKUM
S o s i o l o g i H u k u m | 14

Manusia, walaupun pada umumnya dilahirkan seorang diri, namung dia


mempunyai naluri untuk selalu hidup denan orang lain, naluri yang dinamakan
gregariousness. Kesemua itu menimbulkan kelompok-kelompok sosial di dalam
kehidupan manusia. Kelompok-kelompok sosialtadi merupakan kesatuan
manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan antara mereka. Dengan
demikian, maka suatu kelompok sosial mempunyai syarat-syarat sebgai berikut:
1. Setiap warga kelompok harus sadar bahwa dirinya sebagian dari
kelompok yang bersangkutan.
2. Ada hubungan timbal balik antara warga yang satu denan yang
lainnya.
3. Terdapat suatu faktor yang dimilik bersama warga kelompok itu.
4. Ada struktur.
5. Ada perankat kaidah-kaidah.
6. Menghasilkan sitem tertentu.
Mempelajari kelompok sosial merupakan hal yang penting bai hukum,
oleh karena hukum merupakan abstraksi dari interaksi sosial dinamis di dalam
kelompok-kelompok sosial tersebut. Walaupun mungkin terjadi kegoncangan
pada sistem pengendalian sosial yang imformal tadi, namun ada
kecenderungan untuk memperkuat kembali daripada membentuk penadilan
sosial uang formal yaitu hukum.
Kepastian hukum dan keadilan hukum acapkali bertentanan. Di dalam
hal itu hukum adat dengan tegas memilih memberatkan keadilan hukum.
Selaras dengan pandangannya atas manusia, maka diwayangkan manusia
sebagai orang yang percaya akan kemungkinan mengetahui keadilan. Betapa
pentingnya kelompok sisoal bagi usaha-uaha untuk mengenal sistem hukum.
Para hakim,jaksa dan polis secara sosiologis merupakan kategori sosial yang
merupakan suatu tipe kelompok sosial. Kemudian ditelaahnya pula konflik
antara polisi dengan kejaksaan, perihal pembagian kekuasaan yang juga
menyangkut soal kedudukan dan wibawa. Tentan metode yang digunakan
untuk menelaah masalah-masalah tersebut.

C. LAPISAN-LAPISAN SOSIAL, KEKUASAAN, DAN HUKUM

Selama di dalam masyarakat ada yang dihargai, dan setiap masyarakat


pasti mempunyai sesuatu yng diharganya, maka barang sesuatu tadi dapat
menjadi bibit yang menumbuhkan adanya sistem lapisan masyarakat tersebut.
Pada umumnya manusia bercita-cita agar tak ada perbedaan kedudukan dan
peranan di dalam masyarakat. Akan tetapi, cita-cita tersebut selalu akan
tertumbuk pada kenyataan yang berlainan. Dengan demikian, maka
masyarakat menhadapi dua persoalan,yaitu menempatkan individu-individu
tersebut dan mendorong mereka agar melaksanakan kewajibannya. Maka tak
dapat dihindarkan lagi bahwa masyarakat harus menydiakan beberapa macam
S o s i o l o g i H u k u m | 15

sistem pembalasan jasa sebagai pendorong agar warganya mau melaksanakan


kewajiban-kewajiban yan sesuai dengan posisinya di dalam masyarakat.
Dengan demikian, maka mau tidak mau, harus ada sistem lapisan di
dalam masyarakat, karena gejala tersebut sekaligus memecahkan persoalan
yang dhadapi oleh masyarakat, yaitu menempatkan warganya pada tempat-
tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorong mereka agar
melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta perannanya.
Pengisian tempat-tempat tersebut merupakan daya pendorong agar masyarakat
bergerak sesuai dengan fungsinya.
Adanya kekuasaan dan wewenang di dalam setiap masyarakat
merupakan gejala yang wajar, walaupun wujudnya kadang-kadang tidak
disukai oleh masyarakat itu sendiri, karena sifatnya mungkin abnormal
menurut pandanan masyarakat yan bersangkutan. Melalui sistem hukum, hak
dan kewajiban ditetapkan untuk warga masyarakat yang menduduki posisi
tertentu atau kepada seluruh masyarakat. Hak dan kewajiban mempunyai sifat
timbal balik, artinya hak seseorang menyebabkan timbulnya kewajiban pada
pihak lain dan sebaliknya.
Suatu sistem lapisan sosial yang tidak sengaja dibentuk, akan tetapi
menhasilkan hak dan kewajiban tertentu bagi warganya, antara lain dapat
dijumpaipada masyarakat tadi di daerah pedesaan di Jawa. Masing-masing
lapisan tadi mempunyai hak dan kewajiban masin-masin yang dengan tegas
dibedakan serta dipertahankan melalui sistem pengendalian sosial formal yang
ada. Sehubungan dengan apa yang dijelaskan, dapatlah ditemukan paling
sedikit dua hipotesis, yakni:
1. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratifikasi, semakin sedikit
pula hukum yang mengaturnya.
2. Semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratifikasi, maka semakin
banyak hukum yang mengaturnya.
Merupakan suatu hal yang sangat menarik untuk diteliti sampai sejauh mana
kebenaran kedua hipotesis tersebut.
S o s i o l o g i H u k u m | 16

BAB IV
PERUBAHAN-PERUBAHAN SOSIAL DAN HUKUM

A. BEBERAPA TEORI TENTAN HUKUM DAN PERUBAHAN-


PERUBAHAN SOSIAL

Sebagaimana telah disinggung di dalam pembahasan teori dari Max


Weber, salah satu sumbangan pemikirannya yang penting pendapatnya
atau tekanannya pada segi rasional dari perkembangan lembaga-lembaga
hukum terutama pada masyarakat-masyarakat. Menurut Max Weber,
perkembangan hukum materiil dan hukum acara mengikuti tahap-tahap
perkembangan tertemtu, mulai dari bentuk sederhana yang didasarkan
pada kharisma sampai pada tahap termaju dimana hukum disusun secara
sistematis serta dijalankan oleh orang yang telah mendapatkan pendidikan
dan latihan di bidang hukum.
Hal yang sama dapat pula ditafsirkan terhadap teori Max Weber
tentang tipe-tipe ideal dari sistem hukum, yaitu yang irasional dan
rasional. Suatu teori lain tentang hubungan antara hukum dengan
perubahan sosial pernah pula dikemukakan oleh Emile Durkheim yang
pada pokoknya menyatakan, bahwa hukum merupakan refleki dari
solidaritas sosia dalam masyarakat. Dengan meningkatnya diferensi dalam
masyarakat, reaksi yang kolektif terhadap pelanggaran-peanggaran kaidah
hukum menjadi berkurang, sehingga hukum yang bersifat represif berubah
menjadi hukum yang berifat restitutif.
Namun demikian, walaupun teori Durkheim tidak seluruhnya benar
secara empiris, hal itu bukan berarti teorinya sama sekali tidak berguna.
Baik pada masyarakat sederhana maupun kompleks hukuman merupakan
refleksi dari reaksi yang sentimentil atau kemarahan. Dalam hal ini,
mereka dalam melakukan tindakan-tindakan hukum ditentukan oleh
kedudukannya. Akan tetapi, pada masyarakat yang sudah kompleks,
S o s i o l o g i H u k u m | 17

seseorang mempunyai beberapa kebebasan dalam membuat suatu kontrak


atau untuk ikut dalam suatu kontrak tertentu. Yang kemudian mengikat
adalah ketentuan-ketentuan di dalam kontrak tersebut.
Teori lainnya yang menyangkut kebudayaan banyak dikemukakanoleh
para antropolog dan sosiolog, menyatakan bahwa proses pembaruan atau
perubahan terjadi apabila dua kebudayaan atau lebih berhubungan. Suatu
teori lain yang menghubungkan hukum dengan perubahan-perubahan
sosial adalah pendapat Haizirin tentang hukum adat. Khususnya dalam
hukum adat, ada hubungan langsung antara hukum dengan kesusilaan
yang akhirnya meningkat menjadi hubungan antara hukum dengan adat.
Dalam kata-kata Soepomo sendiri, “dengan tamatnya masa kolonial
itu, kami dihadapkan kepada masalah mengubah dan membaharui
Indonesia, yang berarti meruntuhkan tata tertib masyarakat yang lampau
dan menciptakan ukuran-ukuran baru, berdasarkan kebutuhan-kebutuhan
nasional dari bangsa Indonesia, disesuaikan dengan syarat-syarat hidup
modern.”
Meskipun Soepomo tidak secara rinci menguraikan teori-teori yang
menjadi besar dari uraiannya, setidaknya dapat disimpulkan bahwa hukum
mempunyai hubungan timbal-balik dengan lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya dalam masyarakat.

B. HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN-PERUBAHAN SOSIAL


DENGAN HUKUM

Perubahan-perubahan sosial yang terjadi di dalam suatu masyarakat


dapat terjadi oleh karena bermacam-macam sebab. Sebab-sebab terebut
dapat berasal dari masyarakat sendiri (intern) maupun dari luar masyarakat
(ekstern). Di dalam proses perubahan hukum terutama yang tertulis pada
umumnya dikenal adanya tiga badan yang dapat mengubah hukum, yaitu
badn-badan pembentuk hukum, badan-badan penegak hukum, dan badan-
badan pelaksana hukum.
Keadaan semacam di Indonesia membawa akibat bahwa sauran-
saluran untuk mengubah hukum dapat dilakukan melalui beberapa badan.
Artinya, apabila hukum harus berubah, agar sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, maka perubahan-perubahan tersebut tidak hanya tergantung
pada suatu badan semata-mata. Perubahan-perubahn sosial dan perubahan-
perubahan hukum atau sebaliknya, tidak selalu berlangsung bersama-
sama. Suatu keadaan yang menunjukan bahwa hukum tertinggal oleh
perkembangan bidang-bidang lainnya, seringkai menimbulkan hambatan-
hambatan terhadap bidang-bidang tersebut.
Di samping itu, maka progam Keluarga Berencana akan melaksanakan
pendidikan tentang kehidupan berkeluarga atau tentang kependudukan
kepada siswa-siswa sekolah, maupun di dalam kerangka pendidikan di
luar sekolah. Tertinggalnya kadah-kaidah hukum juga dapat
mengakibatkan terjadinya suatu disorganisasi, yaitu suatu keadaan dimana
S o s i o l o g i H u k u m | 18

kaidah-kaidah lama telah beredar, sedangkan kaidah-kaidah baru sebagai


penggantinya belum disusun atau dibentuk.
Kemungkinan, kesulitan-kesuitan diatas daat diatasi dengan terlebih
dahuu menganalisa peranan hukum dalam mendorong terjadinya
perubahan-perubahan sosial dengan membedakan antara aspek-aspek
hukum yang secara tidak langsung. Hukum mempunyai pengaruh yang
tidak langsung dalam mendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial
dengan membentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan tertentu yang
berpengaruh langsung terhadap masyarakat. Sebaliknya, apabila hukum
membentuk atau mengubah basic institution dalam masyarakat,maka
terjadi pengaruh langsung. Hal ini membawa pembicaraan pada pengguna
hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat.

C. HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MENGUBAH MASYARAKAT

Pada sub ini akan diuasahakan untuk membahas hukum sebagai alat
untuk mengubah masyarakat, dalam arti ahwa hukum mungkin
dipergnakan sebagai suatu alat oleh agen of change . agen of change atau
pelopor prubahan adalah seseorang atau keompok orang yang
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau
lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Sebagaimana disinggung diatas,hukum mungkin mempunyai pengaruh
langsung atau pengaruh yang tidak langsung di dalam mendorong
terjadinya perubahan sosial. Lembaga-lembaga pendidikan
memperkenalkan ide-ide baru lembaga-lembaga tersebut dapat menarik
orang-orang dari latar belakang etnk yang berbeda. Lembaga-lembaga
pendidikan tersebut dapat menarik warga-warga daerah pedesaan, dan
sampai batas-batas tertentu lembaga-lemaga tadi mendidik goongan elit
masa depan.
Di dalam berbagai hal, hukum mempunyai pengaruh yang langsung
terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan yang artinya adalah bahwa
terdapat hubungan yang langsung antara hukum dengan perubahan-
perubahan sosial. Pengalaman-pengalaman di negara lain dapat
membuktikan bahwa hukum, sebagaimana halnya dengan idang-idang
kehidupannya lainnya dpergunakan sebagai alat untuk mengadakan
perubahan-perubahan sosial. Misalnya, pengadilan dapat menolak untuk
memberikan izin, apabila para pihak yang akan menikah mempunyai
perbedaan usia yang terampau besar. Akan tetapi, keuntungan hukum
bertujuan untuk memelihara tata tertib dalam masyarakat tidak peru
bersifat konservatif.
Adat istiadat sebenarnya berarti menjauhkan dari perbuatan-perbuatan
buruk menurut aturan setempat. Di sini orang dianjurkan untuk
menyesuaikandiri dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah setempat. Suatu
contoh lain dapat dikemukakan dari beberapaperaturan yang dilaksanakan
S o s i o l o g i H u k u m | 19

di kota Jakarta, antara lain yang menyangkut soal kependudukan.apabila


dianalisis sebab-sebab yang dapat menjadi pendorong bagi orang-orang
desa untuk meninggalkan daerah tempat tinggalnya adalah antara lain :
1) Lapangan kerja di desa terbatas.
2) Penduduk desa, terutama kaum muda-mudi, merasa tertekan oleh adat
istiadat yang ketat.
3) Di desa-desa tidak banyak kesempatan untuk menamah pengetahuan.
4) Reaksi yang merupakan salah satu faktor penting di idang spiritual
kurang sekali dan kalaupun ada, perkemangannya sangat lambat.
Dari segala macam faktor yang berkaitan dengan urbanisasi, ternyata
arus proses tersebut tidaklah dapat ditahan antara lain dengan membuat
peraturan-peraturan pembatasan orang-orang menjadi warga kota, tetapi
ditempat asal penduduk tersebut harus pula diterapkan peraturan-peraturan
tertentu.

D. HUKUM SEBAGAI SARANA PENGATUR PERIKELAKUAN

Kalau hukum merupakan sarana yang dipiih untuk mencapai tujuan-


tujuan tersebut, maka prosesnya tidak hanya berhenti pada pemeliharaan
hukum sebagai sarana saja, kecuali pengetahuan yang mantap tentang
sigfat hakikat hukum, juga perlu diketahui adalah atas-batas di dalam
penggunaan hukum sebagai sarana untuk mengubah ataupun mengatur
perikelakuan warga masyarakat. Sebab, sarana yang ada membatasi
pencapaian tujuan, sedangkan tujuan menentukan sarana-sarana apakah
yang tepat untuk dipergunakan.
Kiranya telah jelas, ahwa di dalam rumusan yang sederhana, maka
masyarakat terdiri dari pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok, yang di
dalam kehidupannya berkaitan secara langsung dengan penentuan pilihan
terhadap apa yang ada di dalam lingkungn sekitar. Dengan demikian,
maka ingkungan sekeilingnya, meneyediakan pembatas-pembatas dan
keebasan-kebebasan bagi pribadi dan kelompok-kelompok sosial. Apabila
uraian tersebut ditelaah secara bersama, maka kaidah merupakan patokan
untuk bertingkah laku sebagaimana diharapkan.
Dengan demikian, maka pokok di dalam proses perubahan
perikelakuan melalui kaidah-kaidah hukum adalah konsepsi-konsepdi
tentang akidah, peranan dan sarana-sarana maupun cara-cara untuk
mengusahakan adanya kanformitas. Yang dimaksudkan dengan peranan,
adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan kpatokan-patokan
perikelakuan, pada kedudukan-kedudukan tertentu di daam masyarakat,
kedudukan mana dapat dipunyai pribadi atau kelompok-kelompok.tentang
hal tersebut, Hans Kelsen pernah mengemukakan sebagai berikut, “suatu
kaidah hukum yang berisikan larangan atau suruhan atau kebolehan bagi
subyek hukum, sekaigus merupakan kaidah hukum bagi penegak hukum
untuk melakukan tindakan terhadap pelanggar-pelanggarnya.” Kaidah
S o s i o l o g i H u k u m | 20

hukum yang pertama disebutnya adalah kaidah hukum sekunder,


sedangkan yang kedua disebutkan kaidah hukum primer. Kaidah hukum
sekunder hanya merupakan gejala lanjutan dari kaidah hukum primer.
Oleh karena model dari Kelsen tersebut sangat terbatas ruang
lingkupnya, maka diperlukan kerangka yang lebihuas yang mungkin lebih
banyak mempertimbangkan masalah-masalah di sekitar penegak hukum
subyek-subyek hukum lainnya. Membentuk hukum yang efektif memang
memerlukan waktu yang lama. Hal itu disebabkan, antara lain karena daya
cakupnya yang sedemikian luas,lagi pula hukum itu harus dapat
menjangkau jauh ke muka, sehingga memerluka pendekatan yang
mutidispliner.

E. BATAS-BATAS PENGUNAAN HUKUM

Di dalam sebuah tuisan yang berjudul Tantangan Bagi Pembinaan


Hukum Nasional sarjana hukum pernah menulis sebagai berikut :
pembangunan hukum itu dapat diadakan di sela-sela pembangunan fisik
dan mental, dengan terlebih dahulu menentukan tujuan hukum dan
perkembangannya, mengadakan suatu analisa deskriptif, dan
mengumpulkan data-data tentang hukum yang masih dianggap melekat
dalam diri anggota-anggota masyarakat. Menentukan tujuan hukum dan
perkembangannya saya kira tidaklah sulit, sealiknya yang saya anggap
sulit adalah menetapkan apakah anggota-anggota masyarakat itu dapat
menerima atau mengakui tujuan hukum tersebut, karena taatnya anggota-
anggota masyarakat kepada hukum dapat diseabkan oeh dua faktor yang
dominan, yaitu :
Pertama, bahwa tujuan hukum identik dengan kata lain taatnya
anggota-anggota masyarakat itu atau dengan kata lain taatnya anggota-
anggota masyarakat.
Kedua, karena adanya kekuasaan yang imperatif melekat dalam
hukum tersebut, dengan sanksi apaila ada orang yang berani melanggarnya
ia akan memperoleh akibat-akibat hukum yang tak diingini.
Faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan sekali apaila hukum hendak
dipakai sebgai alat untuk mengubah masyarakat. Akan tetapi, yang lebih
penting lagi adalah pelopor perubahan yang ingin mengubah masyarakat
dengan memakai hukum seagai alatnya. Namun demikian, dari cerita
tersebut dapatlah ditarik beberaoa kondisi yang harus mendasari suatu
sistem hukum agar dapat dipakai sebagai alat untuk menguah masyarakat.
Kondisi-kondisi tersebut adalah:
1. Hukum merupakan aturan-aturan hukum yang tetap.
2. Hukum harus jeas dan diketahui oleh warga masyarakat.
3. Harus dihindari penerapan peraturan-peraturn yang bersifat retroaktif.
4. Hukum harus dimengerti oleh umum.
5. Tak ada peraturan-peraturan yang saling bertentangan.
6. Pementukan hukum harus mengetahui kemampuan warga.
7. Perlu dihindarkan dengan seringnya perubahan-perubahan hukum.
S o s i o l o g i H u k u m | 21

8. Adanya korelasi antara hukum dengan peaksanaan atau penerapan


hukum tersebut.

BAB V
KESIMPULAN
Sosiologi hukum meneliti mengapa manusia patuh pada hukum dan mengapa
dia gagal untuk mentaato hukum tersebut, serta faktor-faktor sosial yang
mempengaruhinya. Suatu cabang sosiologi yang relatif baru,imu sosiologi hukum
dikembangkan untuk menjelaskan huungan timbal balik pola-pola perilaku dan
hukum yang belum dapat dijelaskan oleh caang-cabang ilmu pengetahuan sosial
lainnya.
Sebagai suatu buku pengantar, buku ini bermanfaat sebagai pegangan bagi
para ahli hukum dan sebagai pengetahuan baru bagi pembaca yang memberikan
perhatian kepada fungsi-fungsi hukum dalam masyarakat.
S o s i o l o g i H u k u m | 22

PENUTUP
Puji syukur kepada Allah SWT, yang mana telah memberikan kekuatan
waktu, pengetahuan dan sebagainya untuk dapat menyelesaikan tugas ini dengan
baik. Penulis mohon dengan sangat apabila di dalam penulisan buku ini banyak akan
kesalahan atau kekurangan. Disamping penulis masih dalam tingkatan proses belajar,
ilmu yang dimiliki penulis juga belum begitu banyak, maka dari itu, mohon kritik dan
saran untuk menjadikan buku ini lebih bagus dan bermanfaat nantinya.
S o s i o l o g i H u k u m | 23

INSPIRASI YANG BISA DI AMBIL


1. Setelah saya membaca sederhana dari sebagian isi buku ini, saya baru
mengetahui kalau cangkupan hukum yang ada di Indonesia ini sangatlah luas,
yang mana kemampuan berfikir saya ini tidak akan pernah bisa mengampu
semuanya dalam waktu sekejap, melainkan dengan membutuhkan waktu yang
juga tak sedikit.
2. Setelah saya membaca buku ini, saya mengetahui bahwa ilmu sosioogi hukum
itu merupakan imu untuk meneiti kenapa manusia itu taat pada hukum dan
mengapa manusia itu tidak taat terhadap hukum..
3. Setelah saya meresume buku ini, saya merasa bahwa diri saya ini tak lain
hanya mahasiswa yang sangat kurang dalam hal ilmu tentang hukum
khususnya di bidang sosiologi.
4. Setelah saya meresume buku ini, dan berkat utusan tugas dari dosen,
alhamdulillah bisa menambah ilmu pengetahuan saya mengenai ruang lingkup
sosiologi hukum yang ada di Indonesia ini meskipun tidak semuanya tapi
secara garis kecil .
S o s i o l o g i H u k u m | 24

HIKMAH YANG BISA DI AMBIL


“ilmu itu merupakan sesuatu yang harus melekat pada setiap diri seseorang
yang bernyawa, dan untuk mendapatkannya kita tidak bisa menerima langsung
instan begitu saja, melainkan harus adanya niat, keyakinan, semangat dan tekad
yang kuat, serta proses yang juga tidak sebentar”
“Dengan adanya tugas riview ini, mengajarkan saya untuk lebih menghargai
waktu yang ada, disela-sela kesibukan dan aktivitas yang tidak dapat ditinggalkan,
mengajarkanku bahwa jika kita mempunyai suatu keinginan, maka kita harus
berusaha agar keinginan itu segera tercapai, dan aku membuktikannya melalui in,
keinginan untuk dapat menyelesaikan tugas ini saya seau berusaha menyempatkan
waktu yang ada untuk mengerjakannya”

Anda mungkin juga menyukai