Anda di halaman 1dari 9

1.

Model Pembelajaran Group Investigation (GI)


Sintak model pembelajaran group investigation

Tahap Aktivitas Guru dan Peserta Didik


Fase I Guru memberikan kesempatan bagi
Mengidentifikasi topik dan membagi siswa untuk memberi kontribusi apa
siswa ke dalam kelompok yang akan mereka selidiki. Kelompok
dibentuk berdasarkan heterogenitas.
Fase II Kelompok akan membagi sub topik
Merencanakan tugas. kepada seluruh anggota. Kemudian
membuat perencanaan dari masalah yang
akan diteliti, bagaimana proses dan
sumber apa yang akan dipakai.
Fase III Siswa mengumpulkan, menganalisis dan
Membuat penyelidikan mengevaluasi informasi, membuat
kesimpulan dan mengaplikasikan bagian
mereka ke dalam pengetahuan baru
dalam mencapai solusi masalah
kelompok
Fase IV Setiap kelompok mempersiapkan tugas
Mempersiapkan tugas akhir. akhir yang akan dipresentasikan di depan
kelas.
Fase V Siswa mempresentasikan hasil kerjanya.
Mempresentasikan tugas akhir. Kelompok lain tetap mengikuti.
Fase VI pembehasan mencakup seluruh topik
Evaluasi. yang telah diselidiki dan dipresentasikan.

Karekter materi kimia yang cocok dengan model pembelajaran Group


Investgation adalah materi kimia yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang banyak
terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehigga menurut saya materi yang cocok dengan
model pembelajaran Group Investigation adalah materi Redoks, laju reaksi, larutan
elektrolit dan non elektrolit serta materi koloid. Mengapa saya mengatakan materi
tersebut cocok dengan menggunakan model ini? Hal ini diikarekan materi-materi
tersebut merupakan materi yang berisi konsep-konsep dengan rumus perhitungan serta
reaksi yang memerlukan pemahaman siswa, misalnya pada materi redoks juga
berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari, yaitu reaksi redoks yang terjadi ada
pada saat aki (baterai Pb) mobil digunakan. Sehingga apabila seorang guru dapat
mengkaitkan peristiwa yang terjadi disekitar lingkugan dengan materi kimia, maka siswa
tersebut aka lebih memahami materi tersebut.

Seperti jurnal penelitian yang pertama model pembelajaran Group Investigation


yang berjudul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
(GI) UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN PROSES DAN PERSTASI
BELAJAR SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI KELAS XI SMA NEGERI 2
KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014 “. Yang diteliti oleh
Wildanisnaini, Elfi Susanti dan Haryono. Dimana mereka bertiga meneliti tentang
meningkatkan ketrampilan proses siswa melalui penerapan model pembelajaran Group
Investigation (GI) pada materi laju reaksi dan meningkatkan prestasi belajar siswa
melalui penerapan model pembelajaran Group Investigation (GI) pada materi laju reaksi.
Dan hasil dari penelitian mereka bertiga ialah bahwa Penerapan pembelajaran model
pembelajaran Group Investigation (GI) pada materi laju reaksi dapat meningkatkan
ketrampilan proses siswa. Dimana Pada siklus I persentase ketrampilan proses siswa
adalah 74,22 % dan meningkat menjadi 78,14% pada siklus II. Dan juga Penerapan
pembelajaran model pembelajaran Group Investigation (GI) dapat meningkatkan prestasi
belajar pada materi laju reaksi. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan siklus I dan siklus
II. Pada siklus I persentase siswa yang tuntas adalah 32,35 % dan meningkat menjadi
64,71 % pada siklus II. Sedangkan dari aspek afektif, menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan ketercapaian rata-rata indikator dari 74,49% pada siklus I menjadi 80,75 %
pada siklus II.

Dan jurnal penelitian yang kedua tentang model ini yang berjudul “ PENGARUH
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION
(MPKTGI) TERHADAP KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI PADA TOPIK TITRASI
ASAM-BASA”. Yang diteliti oleh Vera Pangni Fahriani, Wawan Wahyu, Nahadi, Reza
Setiawan dan Rahmat Hidayat. Dimana mereka meneliti dengan tujuan untuk
memperoleh informasi tentang efektifitas MPKTGI terhadap kemampuan berkomunikasi
siswa pada topik titrasi asam-basa. Dan hasil dari penelitian mereka ialah bahwa seluruh
tahapan MPKTGI terlaksana sesuai dengan sintaks model pembelajaran. Selain itu,
persentase rata-rata aktivitas guru dan siswa sebesar 100% dan 88,94% yang berarti
termasuk kategori baik sekali.Perbedaan kemampuan berkomunikasi siswa secara
keseluruhan menujukkan perbedaan yang signifikan setelah diuji menggunakan uji-t.
Pada kemampuan berkomunikasi lisan dan tulisan terdapat perbedaan yang signifikan
pada setiap indikatornya topik titrasi asam-basa melalui MPKTGI dengan siswa yang
tidak memperoleh MPKTGI. Peningkatan kemampuan berkomunikasi siswa melalui
MPKTGI lebih tinggi dibandingkan dengan tidak melalui MPKTGI dan siswa
memberikan respon positif terhadap penerapan MPKTGI.

Dan jurnal penelitian ketiga tetang model ini yang berjudul “ PENGARUH
MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION TERHADAP
KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI KOLOID DI SMA”. Yang di
teliti oleh Arina Ulfah, Rachmat Sahputra dan Rahmat Rasmawan. Dimana mereka
meneliiti dengan bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains pada
materi koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 9 Pontianak sebelum dan sesudah
diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation
dan besar pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe group investigation terhadap
keterampilan proses sains pada materi koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 9
Pontianak. Sampel penelitian ini adalah 25 siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 9
Pontianak. Dan hasil penelitian mereka ialah terdapat perbedaan keterampilan proses
sains pada materi koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 9 Pontianak sebelum dan
sesudah diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group
investigation. Pembelajaran dengan model pembelajaran group investigation
memberikan pengaruh sebesar 37,4 % terhadap peningkatan keterampilan proses sains
pada materi koloid kelas XI IPA SMA Negeri 9 Pontianak.

2. Model Pembbelajaran Problem Based Learning (PBL)


Sintak Model Pembbelajaran Problem Based Learning (PBL)

Fase Aktivitas Guru Aktivitas Siswa


Fase 1 Guru menyampaikan Siswa mendengarkan
Orientasi siswa terhadap tujuan belajar dan tujuan belajar yang
masalah autentik memotivasi menggunakan disampaikan oleh guru
kemampuannya dan mempersiapkan
memecahkan maslah. logistik yang diperlukan.
Fase 2 Guru memberikan tugas Siswa mendefinisikan dan
Mengorganisasi siswa belajr kepada siswa dan mengorganisasikan tugas
dalam belajar membantu siswa belajar yang di angkat.
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas
belajar yang diangkat.
Fase 3 Guru mendorong siswa Siswa mengumpulkan
Membantu siswa secara untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
individual atau kelompok informasi yang sesuai, melaksanakan
dalam melaksanakan melaksanakan eksperimen, dan berusaha
penelitian eksperimen, untuk menemukan jawaban atas
memperoleh jawaban masalah yang di angkat.
yang sesuai atas masalah.
Fase 4 Guru membantu siswa Siswa merencanakan dan
Mengembangkan dan dalam merencanakan dan menyiapkan karya, video,
menyajikan hasil karya menyiapkan karya seperti dan menyampaikannya
laporan, video, pada teman lain.
modelmodel dan
membantunya untuk
menyampaikan kepada
teman lain.
Fase 5 Guru membantu siswa Siswa melakukan refleksi
Analisis dan evaluasi melakukan refleksi kegiatan penyelidikannya
proses pemecahan masalah. kegiatan penyelidikannya dan proses yang
dan proses yang telah dilakukan.
dilakukan

Karakter materi kimia yang sesuai dengan model pembelajaran Problem


Based Learning (PBL) ialah materi kimia yang berkaitan dengan permasalahan yang
terjadi di kehidupan sehari-hari. Sehingga menurut saya materi yang sesuai dengan
model ini ialah materi redoks, larutan elektrolit dan non elektrolit, sistem koloid.
Mengapa materi-materi tersebut saya katakan dengan menggunakan model ini? Hal
itu dikarenakan permasalahan dari materi-materi tersebut banyak kita temui dalam
kehidupan sehari-hari kita atau dalam kehidupan nyata kita. Karena tujuan utama
PBL bukanlah penyampaian sejumlah besar pengetahuan kepada peserta didik,
melainkan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan
pemecahan masalah dan sekaligus mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
secara aktif membangunpengetahuan sendiri. Dan juga karakteristik dari model
Problem Based Learning (PBL) ialah Pembelajaran berbasis masalah dimana
masalah dijadikan sebagai titik pangkal dari proses belajar (problem driven learning).
Artinya, belajar dikembangkan dari mengkaji dan memecahkan masalah. Serta
Pembelajaran berbasis masalah dilakukan dalam bentuk aktivitas (activity based
learning). Artinya, belajarnya dilakukan sambil melaksanakan kegiatan (tidak dengan
mendengarkan ceramah guru).
Seperti jurnal penelitian yang pertama model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) yang berjudul “ PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL
PADA MATERI IKATAN KIMIA TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN
BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK SMA NEGERI 1 PANGA”. Yang diteliti
oleh Syaribuddin, Ibnu Khaldun dan Musri. Dimana mereka bertiga meneliti tentang
pengaruh penerapan model pembelajaran PBL dengan media audio visual terhadap
penguasaan konsep peserta didik SMA Negeri 1 Panga pada materi ikatan kimia dan
pengaruh penerapan PBL dengan media audio visual terhadap kemampuan berpikir
kritis peserta didik SMA Negeri 1 Panga. Dan hasil dari penelitian mereka ialah
bahwa Penerapan Model PBL dengan media audio visual berpengaruh signifikan
terhadap penguasaan konsep peserta didik SMA Negeri 1 Panga pada materi ikatan
kimia. Terbukti dari nilai ratarata kelas eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol. Nilai Indikator penguasaan konsep yang paling tinggi adalah pada
indikator analisis (C4). Dan Penerapan model PBL dengan media audio visual
berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis peserta didik SMA
Negeri 1 Panga. Terbukti dari nilai rata-rata kelas eksperimen yang lebih tinggi
dibandingkan kelas kontrol. Nilai kemampuan berpikir kritis yang paling tinggi
adalah pada indikator mengidentifikasi dan menangani suatu ketidaktepatan serta
kemampuan memberikan alasan.
Dan jurnal penelitian yang kedua yang berjudul “ PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN KONSEP PESERTA DIDIK PADA PELAJARAN KIMIA DI
KELAS XI MIA 3 SMAN 1 INDRALAYA”. Yang diteliti oleh Mutiara, Andi
Suharman dan Iceng Hidayat. Mereka meneliti tentang meningkatkan pemahaman
konsep peserta didik pada pelajaran kimia kelas XI MIA 3 SMA Negeri 1 Inderalaya
melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning. Dan hasil dari
penelitian mereka ialah bahwa model pembelajaran Problem Based Learning dapat
meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada pelajaran kimia, hal tersebut
dicerminkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar peserta didik dan nilai
ketuntasan hasil belajar peserta didik. Sebelum tindakan nilai rata – rata hasil belajar
yaitu 55,85, dan ketuntasan belajar yaitu 17,85. Setelah dilakukan tindakan pada
siklus 1 (T1), siklus 2 (T2) dan siklus 3 (T3) ketuntasan dan nilai rata-rata peserta
didik mengalami peningkatan. Hasil belajar peserta didik pada siklus 1 (T1) yaitu
dengan rata – rata hasil belajar peserta didik 58,63 dengan ketuntasan 28,46 % . Hasil
belajar peserta didik pada siklus 2 (T2) yaitu dengan rata – rata hasil belajar peserta
didik 69,85 dengan ketuntasan hasil belajar 55,55 % dan hasil belajar pada siklus 3
(T3) yaitu dengan rata – rata hasil belajar peserta didik 80,50 dengan ketuntasan
89,28 % sehingga menunjukan bahwa T3> T2> T1> T0.
Dan jurnal penelitian yang ketiga yang berjudul “ Pengaruh Model
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa Pada Materi Sistem Koloid”. Yang diteliti oleh Septiwi Tri Pusparini, Tonih
Feronika dan Evi Sapinatul Bahriah. Mereka meneliti dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi sistem koloid. Dan hasil
penelitiian mereka ialah bahwa rata-rata persentase kemampuan berpikir kritis siswa
kelas eksperimen lebih tinggi (82,8%) dibandingkan dengan kelas kontrol (73,3%)
serta hasil uji hipotesis diperoleh data sig < α yaitu 0,000 < 0,05 sehingga H0 ditolak
dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran
problem based learning (PBL) terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi
sistem koloid.

3. Model Pembelajaran Tipe Think Pair Share (TPS)


Sintak model pembelajaran Tipe Think Pair Share (TPS)

Tahap Aktivitas Guru


Fase 1 Guru menjelaskan aturan main dan
Tahap pendahuluan batasan waktu untuk setiap kegitan.
Memotivasi peserta didik terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah guru
menjelaskan Kompetensi yang harus
dicapai oleh peserta didik.
Fase 2 Guru menggali pengetahuan awal peserta
Tahap think diik melalui kegiatan demontrasi. Guru
memberikan lembar diskusi peserta didik
(LKPD).
Fase 3 Peserta didik dikelompokkan dengan
Tahap pair teman sebangkunya peserta didik
berdiskusi dengan pasangannya
mengenai jawaban tugas yang telah
dikerjakan
Fase 4 Satu pasang peserta didik dipanggil
Tahap share secara acak untuk berbagi pendapat
kepada seluruh peserta didik di kelas
dengan dipandu oleh guru
Fase 5 Pesrta didik dinilai secara individu dan
Tahap penghargaan kelompok. Nilai individu berdasarkan
hasil jawaban pada tahap think,
sedangkan nilai kelompok berdasarkan
jawaban pada tahap pair dan share,
terutama pada saat presentasi
memberikan penjelasan terhadap seluruh
kelas.

Karakter materi kimia yang sesuai dengan model pembelajaran Tipe Think Pair
Share (TPS) ialah materi kimia yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan memiliki
permasalahhan pada kehidupan nyata, agar ketika guru dalam memberikan permasalah
yang ada di kehidupan nyata siswanya dapat memikirkan solusi atau jawaban yang sesuai
dengan masalah yang diberiikan. Karena model ini memiliki tiga langkah utama, yaitu
think, pair dan share. Dimana model ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang
memberi peserta didik waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama
lain. Model ini memperkenalkan ide “waktu berpikir atau waktu tunggu” yang menjadi
faktor kuat dalam meningkatkan kemampuan peserta didik dalam meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam merespon pertanyaan. Pembelajaran kooperatif model
Think Pair Share (TPS) ini relatif lebih sederhana karena tidak menyita waktu yang lama
untuk mengatur tempat duduk ataupun mengelompokkan peserta didik. Pembelajaran ini
melatih peserta didik untuk berani berpendapat dan menghargai pendapat teman. Selain
itu, model pembelajaran Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa percaya
diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpatisipasi dalam kelas.

Seperti jurnal penelitian yang pertama model pembelajaran Think Pair Share
(TPS) yang berjudul “PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK
PAIR SHARE (TPS) MENGGUNAKAN STRATEGI PETA KONSEP DAN PETA
PIKIRAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA MATERI IKATAN KIMIA
KELAS XI SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2013/2014”. Yang
diteliti oleh Aisah Ika Wardhani, M. Masykuri dan Budi Utami. Mereka meneliti untuk
mengetahui adanya perbedaan prestasi belajar siswa menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan strategi peta konsep dan peta pikiran
materi ikatan kimia kelas XI SMA Negeri 1 Karanganyar tahun ajaran 2013/2014. Dan
hasil dari penelitian mereka ialah bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar kognitif
model TPS strategi peta konsep dan peta pikiran. Hal ini dibuktikan dari perhitungan uji
tdua arah dengan taraf signifikan 5% dengan hasil uji t-dua arah diperoleh thitung = 2,05
> ttabel = 2,00 dan Terdapat perbedaan prestasi belajar model TPS strategi peta konsep
dan peta pikiran. Hal ini dibuktikan dari perhitungan uji tdua arah dengan taraf signifikan
5% dengan hasil uji t-dua arah diperoleh thitung = 3,08 > ttabel = 2,00.

Dan jurnal penelitian yang kedua yang berjudul “PENGGUNAAN MODEL


PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR-SHARE (TPS) PADA POKOK
BAHASAN STRUKTUR ATOM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 PALU”. Yang diteliti oleh Desi Eka Fajaryanti,
Vanny M. A, Tiwow dan Nurdin Rahman. Dimana mereka meneliti tentang hasil belajar
siswa kelas X SMA NEGERI 2 dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair-Share (TPS) pada materi struktur atom. Dimana hasil dari penelitian mereka
ialah bahwa hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 2 Palu pada materi struktur atom
dengan menggunakan model pembelajaran tipe TPS lebih baik dari hasil belajar siswa
yang tanpa menggunakan model pembelajaran TPS. Dengan nilai thitung sebesar 3,98dan
harga ttabel sebesar 1,66, dengan taraf signifikan α = 0,05 dan derajat kebebasan = 62.

Dan jurnal penelitian yang ketiga yang berjudul “Penerapan Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI
MIA.2 SMA Negeri 3 Model Takalar (Studi pada Materi Pokok Larutan Asam-Basa) “.
Yang menelitiya ialah Andi Khaerunnisa Hardyanti Arki, Army Auliah dan Iwan Dini.
Mereka meneliti dengan tujuan untuk mengetahui cara menerapkan langkah-langkah
metode pembelajaran kooperatif tipe TPS sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas XI MIA.2 SMA Negeri 3 Model Takalar. Dan hasil penelitian mereka ialah
bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe ThinkPair-Share (TPS) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas XI MIA 2 SMA Negeri 3 Model Takalar dengan hasil pada
siklus I yang tidak tuntas sebesar 78.12% dan yang tuntas sebesar 21.88%. sedangkan
pada siklus II yang tidak tuntas menurun secara drastis yaitu menjadi 3.12% sedangkan
yang tuntas meningkat secara drastis, yaitu sebesar 96.88%.

Anda mungkin juga menyukai