Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH AGAMA ISLAM

TANGGUNG JAWAB MANUSIA

Disusun oleh kelompok 1 :

Anggota: NIM:

1 Heru Setiawan P.2.06.20.2.17.055


2. Iis Siska P.2.06.20.2.17.056
3. Irna Tri Damayanti P.2.06.20.2.17.057
4. Mutiara Citra Rizky P.2.06.20.2.17.064

Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya wilayah Cirebon

Jl. Pemuda No.38 Kota Cirebon

2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tanggung Jawab Manusia” dalam
tugas mata kuliah Agama Islam oleh dosen Dr. Wawan A.R.,M.Ag.

Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses pembuatan makalah ini,
namun kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami mengharap kritik atau
saran kepada pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Kurang lebihnya kami ucapkan
Terima Kasih.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Istilah Manusia Menurut Al-Qur’an........................................................................2

2.2 Manusia Makhluk Allah Swt Yang Paling Sempurna.............................................4


2.3 Tujuan Dalam Dua Dimensi....................................................................................6
2.4 Menjadikan Hidup Penuh Makna............................................................................8
2.5 Kebutuhan manusia Akan Pedoman Hidup...........................................................14
2.6 Hakikat Manusia Sebagai Abdullah dan Khalifah.................................................15
2.7 Macam-macam Tanggung Jawab...........................................................................17

BAB III PENUTUP

1.4 Kesimpulan............................................................................................................19

3.2 Saran......................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan
dengan makhluk yang lainnya. Dalam islam, manusia mempunyai peranan penting dalam
menjaga kelestarian alam (lingkungan hidup). Islam merupakan agama yang memandang
lingkungan sebagai bagian yang tidak bisa terpisahkan dari keimanan seseorang terhadap
Tuhannya, manifestasi dari keimanan sesesorang dapat dilihat dari perilaku manusia,
sebagai khalifah terhadap lingkungannya. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai
makhluk dan hamba Tuhan, sekaligus sebagai wakil (khalifah) Tuhan di muka
bumi.Manusia mempunyai tugas untuk mengabdi, menghamba (beribadah) kepada sang
Pencipta (Al – Khalik).

1.2 Rumusan Masalah


A. Apa istilah manusia dalam Al – Qur’an?
B. Bagaimana manusia bisa disebut sebagai makhluk paling sempurna?
C. Apa saja tujuan hidup manusia?
D. Bagaimanana agar hidup manusia bermakna?
E. Apa kebutuhan manusia akan pedoman hidupnya?
F. Bagaimana hakikat manusia sebagai Abdullah dan Khalifah ?
G. Apa saja tanggung jawab manusia?

1.3 Tujuan Penulisan


          Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
A. Mengetahui tanggungjawab manusia sebagai khalifah di bumi.
B. Mengetahui peranan manusia sebagai ciptaan Allah.
C. Mengetahui tujuan sebenarnya manusia diciptakan.
D. Mengetahui makna hidup manusia.
E. Mengetahui kebutuhan manusia akan pedoman hidupnya.
F. Mengetahui hakikat manusia sebagai Abdullah dan Khalifah.
G. Mengetahui tanggung jawab manusia.

1
BAB II

TANGGUNG JAWAB MANUSIA

2.1 Istilah Manusia dalam Al-Qur’an


Manusia dalam porpektif Islam berbeda dengan konsep manusia dalam
pandangan agama-agama selain Islam. Al-Qur’an telah mengungkapkan dan
menjelaskan istilah-istilah manusia yaitu:

1. Al-insan
Kata al-insan berakar kata uns yang berarti jinak dan harmonis. Kata insan ini
tampak sebagai lawan dari makna “binatang liar”. Kata insan digunakan Al-
Qur’an untuk menunjuki kepada manusia kepada manusia dengan segala
totalitasnya, jiwa, dan raga. Manusia berbeda dengan binatang. Manusia memiliki
rasa malu, jiga melanggar aturan. Manusia adalah makhluk terhormat dan mulia.
Kata insan disebut sebanyak 65 kali dipakai untuk sebutan manusia tunggal
(individu), sedangkan kata al-nas disebut 241 kali untuk sebutan manusia jamak
(sosial). Pemakaian kata insan ditujukan kepada seluruh manusia secara individu
menyangkut dimensi karakter, seperti menerima pelajaran dari Tuhan, (QS Al-
Alaq [95]: 4), amanat yang dipikul dari Tuhan, (QS Al-Ahzab [33]: 72); waktu
yang harus digunakan supaya tidak merugi (QS Al-Ashr [103]: 2); balasan dari
apa yang dikerjakannya (QS An-Najm) [53]: 39); An-Naazi’at [79]: 35), musuh
yang nyata dengan setan (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 5); (Al-Israa’ [17]: 53); sopan
santun dan etika (QS Al-Ankabut [29]: 8); (Luqman [31]: 14); (Al-Ahqafr [46]:
15).
Manusia menerima pelajaran dari Allah Ta’ala sehibngga memiliki ilmu
pengetahuan yang luas. Dengan ilmu pengetahuan manusia menjadi tinggi
derajatnya; manusia dapat mengatasi masalah hidup dengan baik. Segala
fenomena dan kejadian ditampakkan oleh Allah Swt. untuk menjadi pelajaran
bagi manusia. Dalam setiap kejadian sekecil apa pun terapat pelajaran bagi orang-
orang yang berakal. Itulah al-insan namanya.

2
2. Al-Basyar
Al-Basyar adalah gambaran manusia secara materi yang dapat
dilihat,makan minum,berjalan berusaha untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Atau berarti menampakan sesuatu dengan baik dan indah. Kata
basyar diulang dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali,dipakai untuk menyebut
manusia dalam kaitannya dengan aspek-aspek jasmaniah.
Dalam konteks ini,al-basyar adalah manusia berdimensi biologis,yang
banyak dikaji oleh ilmu biologi dan kedokteran. Hasilnya dapat
dimanfaatkan oleh manusia sendiri melakukan pekerjaan-pekerjaan
penting.Manusia harus memanfaatkan masa lapang sebelum merasakan
sesak dan sempitnya diri karena dililit oleh berbagai masalah
3. Al-Nas
Al-Nas berkaitan tentang kehidupan manusia yang bersifat
kolektif,seperti kepemimpinan,perubahan sosial,perubahan alam.
Manusia selalu membutuhkan orang lain dalam berinteraksi,sehingga
tercipta saling memberikan manfaat antara satu dengan lainnya. Soal
kepempipinan harus profesional.

3
2.2 Manusia makhluk Allah S.W.T yang paling Sempurna

Manusia merupakan salah satu mahluk hidup yang menghuni dunia. Sejarah
penciptaan manusia dimulai dari adam dan hawa,yaitu manusia pertama yang
telah sempurna dengan segala aspek kemanusiaan nya termasuk kemampuan
intelegensinya yang tinggi sebagaimana diungkapkan Al-Qur’an:

“Dia mengajarkan kepada adam nama-nama segala benda,kemudian mengemukakan nya


kepada malaikat,seraya berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda-benda itu, jika
kalian memang benar! Mereka menjawab: Maha suci engkau,tidak ada yang kami ketahui
selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami,Sungguh Engkaulah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana,Allah berfirman: hai adam,beritahukan kepada mereka
nama-nama benda ini. Setelah Adam memberitahukan nama benda-benda itu kepada mereka
Allah berfirman: Bukanlah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi serta mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang
kamu sembunyikan. (QS.Albaqarah,2:31:33)

Pada ayat di atas tampak bahwa Allah telah menciptakan Adam sebagai manusia yang
sempurna dengan segala potensi kemanusiaan yang dimilikinya termasuk kemampuan
akalnya,karena itu dalam pandangan islam,manusia bukanlah proses dari evolusi dari mahluk
lain(primata) sebagaimana diyakini oleh sebagai ilmuan biologi. Kalaupun mungkin ada
manusia semebelumnya(purba) tidak bisa digolongkan sebagai manusia, tetapi binatang yang
wujudnya mungkin tidak begitu jauh dengan Para pemikir menunjuk akal sebagai ciri utama
yang menjadikan manusia sebaga makhluk yang paling berderajat. Kaum materialis dengan
jelas menunjuk akal (ratio) seagai bagian yang paling utama. Kelompok ini dikenal dengan
para rasionalis. Perkembangan pemikiran yang bersumber pada akal dan materi mendorong
kemajuan manusia dalam bidang material. Imu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat
dan pemenuhan kebutuhan material manusia telah mencapai tingkat yang paling tinggi.

4
Para pemikir menunjuk akal sebagai ciri utama yang menjadikan manusia sebagai
makhluk yang paling berderajat. Kaum materialis dengan jelas menunjuk akal (ratio) seagai
bagian yang paling utama. Kelompok ini dikenal dengan para rasionalis. Perkembangan
pemikiran yang bersumber pada akal dan materi mendorong kemajuan manusia dalam bidang
material. Imu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan pemenuhan kebutuhan
material manusia telah mencapai tingkat yang paling tinggi.

Dalam Al-Qur’an kata akal (al’aql) diungkapkan dalam kata kerja, yaitu ‘aqaluh 1
ayat, ta’qilun 24 ayat, na’qilun 1 ayat, ya’qiluha 1 ayat dan ya’qilun 22 ayat. Semua
diungkapkan dalam bentuk kata kerja (fi’il) yang mengandung arti paham dan mengerti.

Usaha mencari makna akal dalam Al-Qur’an dilakukan oleh Izutsu (1964:65). Ia
mengungkap makna akal dalam arti kecerdasan praktis (practica; intelligence) yang dalam
psikologi modern disebut kecakapan memecahkan masalah (problem solving capacity).
Orang berakal menurut pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk
menyelesaikan masalah, setiap kali ia dihadapkan dengan problem dan selanjutnya dapat
melepaskan diri dari bahaya yang ia hadapi.

5
2.3 Tujuan Hidup dalam Dua Dimensi
Islam diturunkan ke dunia oleh Allah Swt. bukanlah tidak mempunyai tujuan,
sebaliknya islam diturunkan adalah untuk memberikan tuntunan hidup manusia ke
jalan yang lurus, yang diridhoi Allah Swt. Manusia berkewajiban mempunyai tujuan
hidup yang jelas, terarah dan pasti, untuk diterapkan dalam bentuk pola – pola
kehidupan yang layak. Manusia yang tidak mempunyai tujuan hidup bagaikan kapas
yang terombang - ambing oleh angin, yang tidak tahu arah angin tersebut
menghembus.
Islam sebagai agama yang mengatur aspek kehidupan manusia, baik
kehidupan agama, politik, ekonomi, maupun sosial dan budaya seharusnya
mempunyai tujuan yang jelas dan mantap. Tujuan islam adalah untuk mengajarkan
umat manusia agar menjadi muslim sejati yang bertanggungjawab dan konsekuen
dalam menalankan ajaran islam secara murni tanpa pamrih dan pretensi, sehingga
mereka menalankan syariat islam berdasarkan taqwa kepada Allah. Upaya mencapai
ketaqwaan yang sesungguhnya dapat melalui latihan mengendalikan diri dan
menghindari perbuatan – perbuatan yang dilarang serta beberapa qobihah yang secara
implisit ditunjuk oleh syariat islam.
Nashrudin Toha mengatakan dalam bukunya “Pandangan Hidup Berdasarkan Al
– Quran”, bahwa tujuan utama agama islam itu meliputi tiga pokok permasalahan
(yang sanagat mendasar), yaitu :
1. Menciptakan dan mengarahkan kemakmuran bersama dan saling tolong
menolong
2. Mengadakan suatau hubungan persaudaraan yang betul – betul, dalam rangka
menciptakan kerukunan hidup yang abadi (terus menerus / lestari ) yang
selaras dengan tujuan hidup di dunia ini
3. Menciptakan perdamaian yang abadi (terus menerus / lestari) yang dapat
dinikmati oleh seluruh umat manusia. Sebab hakikatnya islam itu bukan
agama untuk berperang, menakut - nakuti (intimidasi).

Jika kita lihat dari segi agama, tujuan hidup manusia adalah untuk mengabdikan
diri kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta. Jika ditinjau secara filsafis, maka manusia
hidup adalah berusaha agar mampu menganalisis persoalan hidup dan kehidupan yang
dialami, baik dimasa lampau,sekarang dan juga yang akan datang.

6
Dalam hidup ini dituntut pemikiran yang mendalam tentang proses terjadinya
alam dan keseluruhan rahasianya. Dari segi agama, Allah menegaskan bahwa manusia
diciptakan hanyalah untuk menyembah kepada-Nya.

Dalam firmannnya disebutkan : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Q.S. Az – Zariyat ; 56)

Secara filosofis manusia diperintahkan oleh Allah untuk selalu berfikir dan
menganalisis secara teliti dan cermat tentang kejadian alam, sebab manusia diberi akal
untuk memikirkan segala hal yang menyangkut latar belakang Allah menciptakan
alam semesta yakni langit dan bumi dengan segala isinya. Manusia harus berfikir
lebih jauh dan mendalam permasalahan hidup dan manusia di muka bumi. Pernyataan
ini mengandung arti bahwa setiap orang dituntut untuk selalu berfikir : apa sebetulnya
hidup dan kehidupan itu.

Dalam surat Ali – Imron ayat 190 – 191 dinyatakan dengan jelas yang artinya
sebagai berikut :

sesungguhnya di dalam kejadian langit dan bumi, pergantian malam dan siang,
menjadi pertanda bagi orang – orang yang berakal. Yakni orang – orang yang ingat
akan Allah diwaktu berdiri, duduk, dan ketika berbaring serta memikirkan kejadian
langit dan bumi seraya mereka berkata : Ya Allah Tuhan kami, tidaklah Engkau
ciptakan semuanya ini dengan sia – sia. Maha suci Engkau, maka lindungilah kami
(peliharalah) dari siksaan api neraka.

Pada hakikatnya tujuan hidup manusia adalah untuk melakukan penyembahan.


Peribadatan secara sungguh – sungguh kepada dzat yang maha agung (Allah Swt) dan
sekaligus untuk menjadi manusia yang mampu memikirkan segala rahasia peristiwa
alam. Titik tolak tujuan ajaran islam adalah supaya manusia menjadi makhluk
beragama yang mantap dan menjadi pemikir yang luas dan mendalam sehingga
mampu memecahkan rahasia peristiwa – peristiwa alam semesta sebagai manifestasi
dalam menerapkan akal dan fikiran dalaam pola kehidupan manusia, hal ini berarti
sebutan “khalifah Tuhan” dimuka bumi betul –betul berfungsi bagi manusia dan
kemanusiaan. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang mulia dibandingkan
dengan makhluk yang lain.

7
2.4 Menjadikan Hidup Punya Makna

Dalam hidup ini, manusia dan hewan sama. Sama-sama makan, minum, bergerak,
berkembang biak, menyayangi anak, dan berinteraksi satu sama lain. Bedanya, hewan
melakukan semua itu dengan sekehndaknya. Sedangkan manusia, memang ada yang
melakukan dengan sekehendak hati (nafsu) nya namun ada pula yang menjadikan aturan
Allah Swt., penciptanya, sebagai aturan hidupnya. Bila manusia dalam menjalani hidupnya
ini hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semata, berarti tidaak ada bedanya
orang tersebut dengan hewan. Demikian pula, jika seseorang menjalani hidup ini seenak
perutnya, bebas tanpa aturan, memperturutkan logika dan hawa nafsunya, serta melupakan
aturan Allah Swt., saat itu orang tadi tidak dapat dibedakan dengan hewan. Berkaitan dengan
ini Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan di dalam al-Quran:

“Dan sesungguhnya, Kami jadikan untuk isi neraka jahanam itu kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai qulub, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-
ayat Allah), mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (kebenaran
dan kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk
mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. al-A’raf [7]: 179)

Ahli tafsir ternama, Imam Ibnu Katsir, memaknai ayat tadi dengan menyatakan bahwa
Allah Swt. menyediakan neraka jahanam bagi manusia yang melakukan perbuatan-perbuatan
para penghuni jahanam. Ini dikarenakan alat indera yang sebenarnya telah dijadikan oleh
Allah Swt. sebagai jalan datangnya hidayah tersebut tidak bermanfaat bagi mereka. Sebab,
mereka itu buta, tuli, dan bisu dari mengikuti petunjuk dari Allah Swt. Mereka yang tidak
mendengarkan kebenaran (Islam), tidak mengikuti kebenaran (Islam), dan tidak mengikuti
petunjuk Allah Swt. laksana hewan berjalan yang panca inderanya tadi tidak bermanfaat
sedikitpun kecuali untuk perkara-perkara yang diperlukannya secara lahiriah di dunia.
Mereka ketika diseru untuk beriman tidak mengindahkannya. Persis seperti hewan ternak saat
diseru oleh penggembalanya yang hanya menyahut dengan suaranya saja tanpa memahami
makna seruan si penggembala tersebut. Bahkan, mereka lebih sesat dari binatang,. Binatang
diciptakan Allah Swt. untuk dipergunakan manusia demi kepentingannya, dan hewan pun
memenuhinya. Sedangkan manusia diciptakan Allah untuk beribadah kepadaNya, namun
mereka malah kufur kepadaNya. Demikian, penuturan beliau

8
Selain seperti dipaparkan oleh Imam Ibnu Katsir tadi, jelaslah ayat tersebut
menjelaskan bahwa siapa saja yang tidak mempergunakan qulubnya (akal dan hatinya) untuk
mengkaji, memikirkan, dan menghayati Islam yang terdapat dalam nash-nash al-Quran dan
as-Sunnah sebagai teks kebenaran yang diwahyukan Allah Swt. niscaya ia akan seperti
hewan. Demikian pula orang yang tidak mempergunakan telinga dan matanya untuk
mendengar, melihat, dan mencari kebenaran. Hewan sekalipun diajari isi kandungan al-Quran
atau disuruh melihat-lihat tulisan al-Quran, mereka tidak akan dapat mengerti, memahami,
apalagi menghayati. Paling-paling hanya merespon dengan suara “embeee...” atau
“hieemmmm...”, “uk ‘uk ‘uk...” atau barangkali “auuu...” Sementara perbuatannya tetap saja
didasarkan pada kehendaknya. Ada makanan disikatnya tanpa memandang punya siapa, atau
saat ada betina diembatnya juga tanpa menegenal aturan.

Manusia yang ketika disodorkan ayat-ayat Allah tetapi tidak mau memahami,
mengerti, menghayati, dan mengamalkannya, Allah mengibaratkannya seperti hewan.
Bahkan, disebutkan lebih sesat daripada hewan! Sungguh merupakan ejekan yang luar biasa!
Andai saja ada orang yang mengatakan kepada kita bahwa kita seperti babi, apa perasaan
kita? Pasti marah! Sekarang, Allah Swt. menyatakan bahwa orang yang tidak memahami,
tidak tunduk, dan tidak patuh kepada wahyuNya disebut hewan bahkan lebih sesat dari
hewan. Padahal, sebinal-binalnya hewan tidak ada yang homo atau lesbian sesama hewan!
Sejahat-jahatnya hewan tidak ada yang mencincang dan merobek tubuh anaknya sendiri! Ini
berarti orang yang tidak taat kepada Allah Swt. sama atau bahkan lebihjahat dari hewan
tersebut. Astagfirullah al-‘Azhim! Allahu Akbar! Betapa lunglai jiwa ini. Bila demikian,
sungguh adanya akal, hati, penglihatan dan pendengaran pada diri orang seperti tadi sama
dengan tidak adanya. Allah menegaskan dalam firmanNya:

“Dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati,
tetapi pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna juapun bagi
mereka karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah,” (QS. al-Ahqaf [46]: 26)

Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali berupaya menjadikan akal dan hati untuk
memahami kebenaran, mata untuk mencari dan melihat kebenaran, dan telingan untuk
senantiasa mendengarkan kebenaran. Dan kebenaran itu adalah apa-apa yang datang dari
Allah yang Mahagagah, Lagi Mahabijaksana.

9
“Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk
orang-orang yang ragu.” (QS. al-Baqarah [2]: 147)

“Siapa saja yang menjadikan selain Islam sebagai dien (agama, sistem hidup),
niscaya ditolaklah apapun darinya dan ia di akhirat termasuk orang yang rugi.” (QS.
Ali Imran [3]: 85)

Dengan kata lain, segenap potensi yang dimilikinya itu harus digunakan untuk
memahami dan menghayati Islam untuk diterapkan dalam hidup sehari-hari.Berkaitan
dengan hal tersebut, Allah Swt, menyatakan:

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia selain untuk beribadah kepadaKu.” (QS.
adz-Dzariyat [51]: 56)

Jelas sekali Allah al-Khaliq, Sang pencipta manusia menetapkan bahwa keberadaan
manusia di dunia ini hanyalah untuk beribadah kepadaNya. Padahal, ibadah itu maknanya
tha’atullah wa khudhu’un lahu waltizamu ma syarahhu minad din. Yaitu, taat kepada Allah,
tunduk dan patuh kepadaNya serta terikat dengan aturan agama yang disyariatkanNya. Jadi,
manusia itu ada di dunia ini semata-mata untuk tunduk, taat, dan patuh kepada aturan dan
hukum-hukum Allah ‘azza wa Jalla dalam semua perkara: akidah, ibadah mahdhah, sosial,
politik, ekonomi, pendidikan, dan budaya. Untuk manusia pasca diutusnya Muhammad saw.
sebagai Nabi dan Rasul terakhir, berarti hidupnya itu untuk tunduk, patuh, dan taat kepada
syariat Islam yang di turunkan Allah kepada beliau saw.Melalui ibadah seperti inilah manusia
akan berbeda dengan hewan, bahkan melambung jauh lebih tinggi derajatnya ketimbang
hewan. Hewan makan, manusia juga makan. Tetapi manusia tidak sembarang makan. Ia
makan hanya makanan yang halal dan baik, memperolehnya dengan cara yang diperbolehkan
Allah Swt., cara makannya pun tidak serampangan. Hewan melampiaskan birahi, demikian
pula manusia. Namun, manusia hanya melampiaskan birahinya hanya kepada perempuan,
itupun yang sudah dinikahinya terlebih dahulu sesuai dengan hukum Islam. Setelah
pernikahan pun dipeliharanya istrinya tersebut, dididiknya, tujuannya pun bukan bersifat
seksual semata, melainkan untuk mendapatkan keturunan yang shalih. Hewan hidup bersama
dengan sesamanya. Demikian pula halnya manusia.

10
Bedanya, dalam kehidupannya hewan tidak diatur secara formal, yang kuat itulah yang
menang dan berkuasa. Sebaliknya, manusia diatur olrh aturan-aturan Allah Swt. dimana
kedaulatan sepenuhnya berada di tangan syara’, sehingga yang menentukan halal-haram,
baik-buruk, terpuji-tercela, serta mana yang boleh ada di tengah masyarakat dan mana yang
tidak boleh hanyalah Allah Swt, semata, yang diketahui hukumNya dalam al-Quran, as-
Sunnah, Ijma’ Sahabat, dan Qiyas.

Dalam hidupnya hewan semata memenuhi kebutuhan fisik dan nalurinya, sementara
manusia dalam hidup dan perikehidupannya disamping memenuhi kebutuhan fisiknya, juga
berupaya untuk meraih 4 nilai (Qimah) dalam kehidupan. Ia akan meraih nilai ruhiyah
dengan jalan menunaikan ibadah-ibadah mahdhah kepada Allah Swt. shalat wajib tak pernah
ia lupakan, shalat sunah baik tahajjud, istikharah, dhuha’, dan lainnya diupayakan untuk
selalu ia kerjakan. Dakwah tak pernah ia lalaikan, demikian pula kewajiban lainnya. Ia pun
berusaha meraih nilai khuluqiyah. Caranya dengan mendarah-dagingkan akhlak mulia di
dalam dirinya. Senantiasa berkasih-sayang kepada sesama muslim, hormat kepada yang lebih
tua, sayang kepada yang lebih muda, hormat kepada orang tua, menghargai guru, membantu
orang-orang yang memerlukan, menengok orang sakit, membantu orang yang terniaya, dan
seluruh akhlak mulia sesuai ajaran Islam ia lakukan.

Dia pun mengupayakan terus supaya hidupnya meraih nilai insaniyah, artinya peduli
kepada sesama manusia tanpa melihat suku, ras, ataupun agamanya. Ini dilakukannya dengan
melaksanakan seluruh hukum-hukum Allah Swt. yang berkaitan dengan manusia secara
umum. Misal, ketika di jalan ada orang yang tertabrak, tanpa perlu lagi bertanya apa suku,
bangsa, atau agamanya, ia pun segera menolongnya. Ketika ia menjadi penguasa, ia akan
menerapkan hukum Islam kepada siapa saja, dan akan berlaku adil pada siapa saja tanpa
melihat apa bangsa dan agamanya. Siapapun yang salah dikatakan salah sesuai dengan syariat
Islam. Contoh lain, bila ia datang ke kampung pengungsian, ia akan memberi bantuan kepada
siapa saja tanpa pandang bulu. Namun bukan hanya itu, ia pun akan meraih nilai materil
(madiah) dengan cara mendapatkan keuntungan materi di jalan yang sesuai dengan ajaran
Islam. Bila ia seorang pedagang, ia akan berupaya mendapat untung dengan tetap tidak
melakukan perkara-perkara haram dalam berdagangnya.

11
Begitu pula ketika ia membangun rumah, misalnya, akan berupaya agar rumahnya itu
kokoh, kuat, bagus,asri, indah, dan layak menurut kesehatan.

Jadi, di dalam hidupnya manusia itu meraih keempat nilai tersebut. Hanya saja, semua itu
baru akan dicapai dengan melakukan seluruh hukum Islam. Artinya, seseorang yang betul-
betul tunduk, patuh, dan taat kepada hukum-hukum Islam, maka ia akan dapat meraih semua
itu tanpa perlu tahu tentang teori nilai tadi. Dengan kata lain, sekali lagi, tidaklah perlu repot-
repot untuk menjadikan hidup ini dapat meraih hal-hal tadi. Hanya satu cara, terapkan dan
laksanakan seluruh aturan Islam: jadikan hidup ini untuk ibadah!

Kapan tunduk, patuh, dan taat kepada aturan Allah Swt.? jawabannya tegas,
setiap saat! Nabi saw., seperti diriwayatkan oleh Turmudzi, menegaskan:

“Bertakwalah engkau dimanapun engkau berada !” (HR. Turmudzi)

Sungguh, sabda Rasulullah tersebut sangat gamblang dipahami. Bagaimana tidak,


Allah Swt. itu akan menghisab seluruh perbuatan manusia. Dia bukan hanya sekedar
menghisab aktivitas manusia ketika sedang di masjid saja atau sedang mengadakan tablig
akbar saja. Sebaliknya, Dialah Zat Mahatahu yang akan meminta pertanggungjawaban
manusia tentang segala perbuatannya di kamar mandi, di tengah rumah, di kamar, di
halaman, di jalan, di dalam kendaraan, di terminal, di stasiun kereta api, di kantor, di pasar, di
supermarket, di kampus, di sekolah, di ruang pengadilan, di gedung-gedung pemerintahan
dan di setiap tempat. Semua perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban, apakah sesuai
dengan aturan Islam ataukan tidak, apakah sesuai dengan visi dan misi hidup di dunia, yaitu
ibadah, ataukah tidak. Allah Swt. berfirman :

“Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. ath-Thur [52]: 21)

“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. al-Mudatsir
[74]: 38)

12
Bila hidup manusia sesuai dengan tugas yang diberikan Allah Swt., maka hidupnya
akan bahagia di dunia dan di akhirat. Sebaliknya bila tidak, ia akan nestapa di dunia dan di
akhirat. Untuk itu patut di renungkan firman Allah Swt. berikut:

“Bukankah datang waktunya bagi orang-orang beriman untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah
mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya,
kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al Hadid [57]: 16)

Sungguh ayat di atas merupakan pernyataan retoris bagi mereka yang tetap tidak mau
menundukkan dirinya kepada aturan-aturan Allah Swt. Sekarang sudah tiba waktunya...”
Benar, sekarang sudah tiba waktunya. Kapan lagi ketundukan, kepatuhan, ketundukan kepada
Allah azza wa jalla bila bukan sekarang? Apa mungkin besok lusa? Bukankah mungkin saja
nyawa kita sudah tak ada saat esok lusa tiba? Jauh-jauh sebelumnya Rasulullah saw.
mengingatkan:

“Bila bukan sekarang? Apa mungkin besok lusa? Bukankah mungkin saja nyawa kita sudah
tak ada saat esok lusa tiba? Jauh-jauh sebelumnya Rasulullah saw. mengingatkan:

“Bersegeralah kalian untuk beramal sebelum datangnya tujuh hal: apakah yang kalian
nantikan kecuali kemiskinan yang dapat melupakan, kekayaan yang dapat menimbulkan
kesombongan, sakit yang dapat mengendorkan, tua renta yang dapat melemahkan, mati yang
dapat menyudahi segalanya, atau menunggu datangnya Dajjal padahal ia adalah sejek-jelek
yang ditunggu, atau menunggu datangnya hari kiamat padahal kiamat adalah sesuatu yang
sangat berat dan sangat menakutkan.” (HR. At-Turmudzi)

Benar, tidak ada yang perlu ditunggu! Kini saatnya memproklamirkan: hidup ini
untuk ibadah! Hanya dengan langkah begini hidup menjadi punya makna. Bila tidak, apa
bedanya dengan hidup hewan? Na’udzu billahi min dzalik

13
2.5 Kebutuhan Manusia Akan Pedoman Hidup

Berbekal potensi yang dimilikinya itu, manusia dapat hidup dan mengembangkan
kebudayaannya. Tetapi kemampuan potensial itu tidak memberikan segalanya bagi manusia.
Akal dan Qolbu memiliki keterbatasan sehingga dalam pemenuhan kebutuhan yang bersifat
rohaniyah, manusia tidak bisa hanya mengandalkan keduanya. Dalam kehidupan manusia
banyak hal yang tidak bisa dijawab oleh manusia dengan segala potensi kemanusiaannya.
Dengan akalnya saja, manusia tidak bisa menjawab tentang siapa yang menciptakan alam,
dari man ia berasal, kemana ia akan pergi setelah kematian.pertanyaan pertanyaan itu tidak
bisa dijawab oleh akal dan qolbunya.

Akal dapat menyampaikan manusia kepada pengetahuan akan adanya tuhan, tetapi ia
tidak bisa menjawab pertanyaan siapa Tuhan itu. Untuk mendapatkan jawaban yang benar
tentang Tuhan haruslah Tuhan sendiri yang menjawabnya. Untuk bertanya kepada Tuhan
langsung tidak mungkin dilakukan manusia, disinilah urgensinya seorang Rasulullah bagi
manusia sehingga manusia dapat mengetahui tentang Tuhan dari Tuhan sendiri melalui dia,
orang yang dipercayanya. Bukti-bukti kerasulan Muhammad tidak hanya tercatat dalam
sejarah tetapi tercatat dalam al-qur’an. Di al-quran terdapat penunjukan Muhammad sebagai
Rasul oleh Allah Swt.

Allah Swt bersabda:

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia
adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS.
Al-Ahzab, 33:40)”

Usaha pencarian Tuhan oleh manusia sendiri tidak hanya mengandalkan potensi akal
dan qalbunya, telah membuktikan lahirnya keanekaragaman konsep Tuhan yang
menyebabkan manusia menyembah Tuhan yang dipersepsinya sendiri. Jika demikian, berarti
Tuhan itu adalah karya berfikir manusia. Setiap hasil berfikir derajatnya lebih rendah dari
yang memikirkannya dan pencipta lebih tinggi dan mulia dibandingkan dengan ciptaan.
Karena itu, mustahil Tuhan lebih rendah dari manusia. Dalam konsep islam, Tuhan bukanlah
hasil pemikiran manusia, tetapi tuhan memberitahukan dirinya kepada manusia melalui orang
yang ditunjuknya sendiri yaitu Rasul. Dengan demikin ketuhanan dalam islam adalah Tuhan
menurut Tuhan sendiri.

14
2.6 Hakikat Manusia Sebagai ‘Abdullah dan Khalifah

Wahyu Allah mengarahkan tugas yang harus dilakukan manusia sepanjang hidupnya
agar tujuannya hidup bahagia dunia akhirat bisa tercapai. Tugas pokok manusia dialam raya
yang ditunjukkan wahyu adalah tugas sebagai Khalifah dan Abdullah. Khalifah adalah tugas
untuk menjaga, memelihara, memakmurkan dan menjadi wakil Allah di muka bumi. Manusia
diciptakan sebagai makhluk yang sempurna, karena itu ia ditunjuk untuk mewakilinya di
muka bumi. Tugas yang diberikan Allah itu diserahkan sepenuhnya kepada manusia. Apakah
ia akan melaksanakan tugas itu atau mengingkarinya.

Ia adalah makhluk yang memiliki kebebasan diantara makhluk lainnya. Hanya Allah
satu-satunya dzat yang membatasi kebebasaannya. Abdullah artinya “hamba Allah” yaitu
tugas perhambaan yang membatasi kebebasan manusia. Manusia adalah hamba (Budak)
Allah karena itu ia hanya tunduk dan taat kepada Allah. Ketaatan itu diimplementasikan
kepada ketundukan kepada kebenaran dan keadilan yang berdasarkan aturan yang sejalan
dengan hukum Allah.

Dua tugas manusia tersebut diatas hakikatnya merupakan satu kesatuan tugas hidup
yang utuh dan terpadu seperti dua sisi mata uang yang saling memberikan makna.
Kekhalifahan manusia di muka bumi merupakan wujud nyata ketundukan dan kepatuhan
kepada Allah menjelmahkan tugas kekhalifahan.

Ciri dan identitas muslim ditampilkan sebagai implikasi dari kesatuan tugas hidup
manusia sebagai Abdullah dan Khalifah. Ciri ke-Abdullah-an dan ke-khalifah-an manusia
muslim adalah orang yang memiliki sikap sebagai berikut:

A. Merdeka
Seseorang tidak akan tunduk kepada manusia atau makhluk apapun didunia. Ia
hanya tunduk dan patuh kepada Allah atau kepada aturan-aturan yang sesuai
ketentuan Allah. Karena itu, ia tidak akan memperhambahkan dirinya kepada orang
lain, harta, jabatan atau apapun yang ada didunia. Ia akan menjadi subjek yang
menentukan jalannya kehidupan; bukan objek yang hanya terbawa arus. Ia akan
menjadi pemimpin yang mampu memberikan makna dalam kehidupan dunia.Karena
itu, penjajahan dan perbudakan, baik

15
ideologi, politik, maupun ekonomi tidak sesuai jatidiri ke-Abdullah-an dan
harus dihilangkan.
B. Aktif dan Dinamis
Seorang hambah Allah hanya tunduk dan patuh kepada Allah, karena itu
semua hidupnya diserahkan kepada Allah. Esensi ketundukan kepada Allah adalah
mengisi segenap hidupnya dengan aktivitas ibadah kepada-Nya. Baik ibadah langsung
kepada Allah, memalui hubungan antar manusia, maupun hubungan dengan
lingkungannya. Karena itu, seorang hamba Allah selalu bergerak dari suatu aktivitas
kepada aktivitas lainnya yang samadengan melaksanakan ibadah lainnya. Sehingga
setiap detik waktu yang dimiliki seorang Abdullah memiliki makna ganda yaitu
makna material dan spiritual . Dengan demikian seorang muslim tidak pernah
membiarkan dirinya dalam keadaan diam, ia akan selalu bergerak dinamis.

C. Kreatif dan Inovatif


Hakekat Perhambaan terletak pada aktivitas atau kerja, karena itu nilai
kemanusiaan terletak pada amalianya dan itu pula yang diperhitungkan Allah
dikemudian hari. Karena itu seorang muslimakan selalu mencari dan menciptakan
alternatif-alternatif baru untuk meningkatkan peranannya yang lebih baik dan
bermakna bagi diri dan lingkungannya, karena dalam pelaksanaan peran tersebut
terletah nilai amal saleh. Dengan demikian, setiap hamba Allah akan selalu berkreasi
dan berinovasi dalam setiap aktivitas hidupnya.

D. Optimis
Seorang hamba Allah meyakini akan kasih sayang Allah yang dilimpahkan
kepada manusia karena itu tidak ada yang diberikan kepadanya melainkan untuk
kebaikan semata. Ia meyakini akan janji Allah yang akan diberikan kepada orang-
orang tunduk dan patuh kepoadanya diakhirat kelak. Keimanan kepada hari akhirat
bagi seorang hamba adalah harapan yang pasti untuk memperoleh kebahagiaan abadi.
Harapan akhirat ini berarti seorang muslim akan selalu melihat ke masa depan dengan
optimis dan penuh harapan .

16
Dengan demikian, pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa manusia telah
dianugerahi potensi yang sempurna untuk hidup didunia, yaitu akal, nafsu, dan qalbu.
Akal diarahkan kepada alam melalui proses tafakur sehingga manusia dapat
menguasai ilmu dan teknologi sebagai pelaksanaan tugas kekhalifahan. Sementara
qalbu yang diarahkan pada penghayatan firman-firman Allah melalui proses Dzikir
melahirkan keimanan sebagai bentuk pelaksanaan tugas ke-Abdullah-annya.
Penggunaan potensi akal secara terpisah dari qalbu akan melahirkan
materialisme yang kering dan hampa. Sementara penggunaan qalbu terpisah dari akal
melahirkan mistisisme yang statis dan beku. Karena itu, seluruh potensi yang dimiliki
manusia seyogyanya digunakan secara terpadu. Keterpaduan dalam penggunaan
potensi dan tugas tersebut akan mewujudkan sosok manusia yang utuh dan sempurna.

2.6 Macam-macam Tanggung Jawab Manusia


1. Tanggung jawab manusia terhadap diri sendiri
Menurut sifatnya manusia adalah makhluk bermoral, akan tetapi manusia
adalah seorang pribadi yang mempunyai pendapat, perasaan, angan-angan
untuk berbuat apapun . untuk itu manusia selalu berfikir jika ingin melakukan
tindakan agar tidak merugikan orang lain. Dengan cara itulah manusia dalam
kehidupannya memperoleh makna.
2. Tanggung jawab terhadap keluarga
Keluarga adalah unit terkecil yang pertama kali memberi sosialisasi dalam
kehidupan. Untuk itu manusia wajib bertanggung jawab terhadap semua
anggota keluarganya dengan menjaga nama baik, kesejahteraan, keselamatan,
pendidikan, dan kehidupan yang layak.
3. Tanggung jawab terhadap masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri melainkan perlu
bantuan orang lain, oleh karena itu ia hidup ditengah-tengah masyarakat. Ia
wajib mentaati semua peraturan nilai ataupun norma yang berlaku didalam
masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab di kehidupan bermasyarakat.

17
4. Tanggung jawab terhadap bangsa dan negara
Manusia hidup didalam suatu negara oleh karena itu ia harus mentaati semua
peraturan, nilai, norma yang dibuat oleh negara untuk menciptakan kestabilan
didalamnya. Karena komponen dari suatu bangsa dan negara adalah
masyarakat. Untuk itu masyarakat wajib bertanggungjawab dengan
mentaatinya.
5. Tanggung jawab terhadap Tuhan
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, manusia harus
bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan dimuka bumi ini sesuai
perintah Tuhan dan Larangan Tuhan. Jika manusia tidak menjalankan segala
perintah Tuhan maka akan memperoleh konsekuensi di Akhirat .

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keberadaan islam memang tidak sia-sia, turunnya islam didunia memiliki


tujuan yang sangat mendasar, mendalam, dan baku “Multi demensional” tujuan
islam pada dasarnya memiliki konsentrasi untuk memberi tuntunan hidup
manusia. Esensi tujuan islam adalah terciptanya manusia muslim sejati dengan
keikhlasan beribadah kepada Allah Swt dengan jaminan mendapat keadilan,
kemakmuran, ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan hidup tanpa batasan
ruang dan waktu. Pada hakikatnya tujuan hidup manusia secara global pasti sama,
yakni untuk mencapai “Kebaikan” yang asasi. Jika manusia mengabdi dengan
ikhlas kepada Allah Swt dengan memenuhi petunjuk-petunjuknya secara murni
dan konsekuen maka “Kebaikan Dunia” dan “Kebaikan Akhirat” akan dimiliki.

Jadi manusia diciptakan oleh Allah Swt sebagai Abdullah dan Khalifah
dimuka bumi ini. Ia memiliki tugas menjadi hamba Allah untuk beribadah
kepada-Nya dan memelihara atau mengelolah bumi ini karena manusia
mempunyai akal untuk berpikir .

3.2 Saran

Sebagai seorang manusia yang baik kita hidup dengan aturan yang telah
ditetapkan oleh Tuhan agar tidak salah jalan. Oleh karena itu, kita wajib
menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya agar hidup teratur dan tertata
dengan baik. Setiap tindakan yang kita lakukan didunia akan diminta
pertanggungjawabannya di Ahkirat nanti.

19
DAFTAR PUSTAKA

Kurnia,M.Rahmat.2010.Menjadi Pembela Islam.Bogor: Al Azhar Press

Fatah,Abdul Rohadi.1997.Ilmu Dan Teknologi Dalam Islam.Jakarta. PT Rineka Cipta

Sauri Sofyan.:Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama


Islam.Bandung.ALFABETA

Makbuloh Deden.2011.Pendidikan Agama Islam Arah Baru Pengembangan Ilmu dan


Kepribadian di Perguruan Tinggi.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada

Djazuli.2010.Kaidah – Kaidah Fikih. Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Anda mungkin juga menyukai