Kelompok 5
2FA3
FAKULTAS FARMASI
V. Prosedur
A. Pembakuan NaOH
NaOH
+ 10 ml asam oksalat
+ 3 tetes PP
B. Penetapan Kadar
NaOH
+ 100 mg Aspirin
+ 10 ml etanol 95%
+3 tetes PP
Volume 1 10,2 ml
Volume 2 9,8 ml
Volume 3 10 ml
Volume rata rata 10 ml
Volume 1 12 ml
Volume 2 12,8 ml
Volume 3 13 ml
Voume rata rata 12,6 ml
VII. Perhitungan
A. Pembakuan NaOH
V1 x N1 = V2 x N2
10 ml x 0,1 N = 10 ml x N2
10 ml x 0,1 N
N2 =
10 ml
N2 = 0,1 N
B. Penetapan Kadar
1. Reaksi
C7H6O3 + NaOH → C7H5O3Na + H2O
2. Mmol NaOH =VxN
= 12,6 x 0,1
= 1,26 Mmol
Koef Aspirin
3. Mmol Aspirin = x Mmol Pentiter
koef NaOH
1
= x 1,26 Mmol
1
= 1,26 Mmol
4. Mg Aspirin = Mmol Aspirin x BM analit
= 1,26 x 180
= 226,8 mg
Mg Aspirin
5. % Kadar = x 100%
Timbang
226,8 mg
= x 100%
250 mg
= 90,72 % b/b
VIII. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penetapan kadar asam salisilat dengan
menggunakan salah satu metode titrimetri yaitu metode asidi-alkalimetri. Metode
titrimetri merupakan analisis kuantitatif dengan mengukur volume larutan yang
konsentrasinya diketahui dengan tepat yang diperlukan untuk bereaksi secara
kuantitatif dengan larutan yang zatnya akan ditetapkan (Basset, dkk., 1994).
Metode analisis titrimetri terdiri dari berbagai macam metode, salah satunya
asidi-alkalimetri. Sedangkan asidi-alkalimetri terdiri dari dua bagian yaitu asidimetri
dan alkalimetri. Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya
alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan
menggunakan baku basa. Asidi dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi, yaitu
reaksi antara hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal
dari basanya untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Salah satu kegunaan dari
reaksi netralisasi adalah untuk menentukan kosentrasi asam maupun basa yang tidak
diketahui (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada penetapan kadar asam salisilat ini titrasi yang dilakukan yaitu antara
larutan standar NaOH yang bertindak sebagai basa dan asam salisilat yang dibuat
dalam bentuk larutan sebagai asam. Dalam analisis titrimetri atau analisis volumetri
atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki
direaksikan dengan larutan baku (standar) yang kadar (konsentrasi)-nya telah
diketahui secara teliti (Gandjar dan Rohman, 2007). Sehingga, dalam praktikum ini
komponen-komponennya harus dalam bentuk larutan dan harus ada yang berperan
sebagai larutan baku (standar). Larutan baku terdiri dari dua macam yaitu larutan
baku primer dan larutan baku sekunder dimana larutan baku primer kemurniannya
tinggi dan larutan baku sekunder memiliki kemurnian yang cukup bervariasi
sehingga harus dibakukan oleh larutan baku primer (Gandjar dan Rohman, 2007).
Natrium hidroksida merupakan larutan baku sekunder maka agar dapat
digunakan untuk menetapkan kadar asam salisilat, sebelumnya NaOH harus
dibakukan terlebih dahulu. NaOH perlu ditetapkan kembali kadarnya karena NaOH
konsentrasinya dapat berubah-ubah selama penyimpanan yang dapat disebabkan oleh
reaksi oksidasi selama penyimpanan dan juga disebabkan oleh sifat NaOH yang
higroskopis sehingga dapat mengubah konsentrasinya selama penyimpanan. Saat
melakukan titrasi, basa yang digunakan harus bersifat baku agar dapat menentukan
kadar yang diketahui secara kuantitatif. Suatu larutan yang ingin digunakan sebagai
larutan baku haruslah memiliki persyaratan murni, mudah diperoleh, mudah larut,
tidak berubah saat penimbangan dan tidak teroksidasi oleh udara (Gandjar dan
Rohman,2007).
Pembakuan atau standarisasi NaOH dilakukan dengan menggunakan larutan
asam oksalat sebagai baku primer. Pembakuan NaOH dilakukan sebanyak tiga kali
dengan tujuan mendapatkan suatu perbandingan volume NaOH yang digunakan
untuk titrasi pembakuan NaOH sehingga didapat hasil yang lebih akurat. Berikut
reaksi yang terjadi antara asam oksalat dengan NaOH saat pembakuan:
H2C2O4 2H+ + C2O42-
2NaOH 2Na+ + 2OH-
H2C2O4 + 2NaOH 2Na+ + C2O42- + 2H2O
Pada saat titrasi diperlukan penambahan indikator fenolftalein (PP) sebagai
penanda titik akhir titrasi. Indikator PP ditambahkan ke dalam larutan asam oksalat.
Saat penambahan indikator PP ke dalam asam oksalat tidak mengalami perubahan
warna karena masih berada dalam suasana asam. Setelah dititrasi dengan NaOH
terjadi perubahan warna larutan menjadi merah muda yang menunjukkan titik akhir
titrasi dan titik ekivalen telah tercapai, asam oksalat telah tepat bereaksi dengan
NaOH. Pada saat itu, struktur PP akan pengalami penataan ulang pada kisaran 8,4-
10,4 (pKa = 9,4) karena proton dipindahkan dari struktur fenol PP sehingga pH nya
meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada pembakuan NaOH didapatkan volume NaOH pada titrasi I sebesar = 10,2 ml,
titrasi kedua =9,8 ml, dan titrasi ketiga = 10 ml, sehingga didapatkan normalistas
rata-rata NaOH setelah distandarisasi sebesar 0,1 N.
Setelah standarisasi NaOH dilanjutkan dengan penetapan kadar asam salisilat.
Asam Salisilat dilarutkan pertama-tama dengan etanol netral agar asam salisilat dapat
larut dengan baik dan tidak mempengaruhi kestabilan pH asam salisilat. Setelah
dilarutkan dengan etanol netral ditambahkan dengan aquadest agar asam salisilat
dapat larut lebih sempurna. Saat penambahan aquadest, ditambahkan dengan
perlahan dan melewati dinding, agar asam salisilat yang telah larut di dalam etanol
netral tidak menggumpal kembali. Setelah itu larutan asam salisilat dititrasi dengan
NaOH dan ditambahkan 3 tetes PP sebelum titrasi.
Titrasi yang dilakukan termasuk dalam alkalimetri karena kadar senyawa yang
ditetapkan bersifat asam dengan menggunakan baku basa (NaOH). Titrasi yang
dilakukan sebanyak 3 kali dengan volume NaOH yaitu 12 mL, 12,8 mL dan 13 mL.
Dari volume NaOH hasil titrasi dapat dihitung kadar rata-rata asam salisilat.
Kadar asam salisilat dicari dengan menggunakan kesetaraan asam salisilat dan
NaOH. Dengan kesetaraan tersebut dapat dihitung kadar asam salisilat dari titrasi
pertama hingga titrasi ketiga. Adapun kadar asam salisilat yaitu 90,72 % b/b hal ini
tidak sesuai dengan teori bahwa aspirin mengandung tidak kurang dari 99,5 %
(Dirjen POM, 1979).
IX. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan penetapan kadar aspirin
dilakukan mengguunakan metode tiitrasi alkalimetri, dengan pentiter NaOH yang
dibakukan terlebih dahulu menggunakan asam oksalat didapat normalitas 0,1 N.
Titik akhir titrasi yaitu larutan merah muda dan diperoleh kadar aspirin yaitu 90, 72
% hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa aspirin mengandung tidak kurang dari 99,5
%.
DAFTAR PUSTAKA
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas, Asas Dan Struktur. Jakarta : Binarupa Aksara
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Day, R.A., dan A.L Underwood. 1936. Analisis Kimia Kuntitatif. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Pembagian Tugas:
1. Riska Mulya Sari 11181197 (Dasar Teori)
2. Ayu Dwi Astuti 11181110 (Cover, Kesimpilan, Daftar Pustaka)
3. Diana Musyaropah 11181112 (Data Pengamatan, Perhitungan)
4. Dini Irwanti 11181113 (Prinsip Percobaan)
5. Mitsly Fauzia Jamil 11181126 (Tujuan)
6. Putri Rosanti 11181131 (Pembahasan)
7. Silvi Nur Amalia 11181139 (Prosedur)
8. Tina Susilawati 11181141 (Pembahasan)