Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah penyelaman tidak diketahui kapan pertama kali manusia mulai menyelam.
Manusia primitif sudah mulai mencoba melakukan penyelaman walaupun dengan teori yang
paling sederhana. Jadi usaha manusia melakukan penyelaman telah dimulai sejak zaman purba
seumur peradaban manusia sendiri. Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia berusaha
menciptakan alat selam berupa alat bantu pernapasan, pakaian selam, serta alat lain pendukung
penyelaman. Alat-alat bantu selam itu diperlukan untuk beradaptasi terhadap media (lingkungan)
penyelaman, sehingga perubahan-perubahan flsiologis pada tubuh sejak terjun ke dalam air,
menyelam ke dasar air, selama berada di kedalaman, sampai muncul kembali ke permukaan
dapat berlangsung dengan wajar tanpa tinibul komplikasi. Alat-alat yang diciptakan nianusia
diantaranya ialah : SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus) dan SSBA
(Surface Supplied Breathing Apparatus). Dengan alat-alat tadi manusia dapat menyelanii sungai,
laut, danau dan bahkan bawah es di daerah kutub (ice diving), lebih lama dan lebih dalam.

B. Tujuan
1. Mampu mengetahui kasushiperbarik
2. Mampu memahami kasus kompresor meledak, perahu terbelah dua nelayan meninggal
dunia
3. Mampu Menngetahui dan memahami kasus alat selam kompresor renggut nyawa nelayan
4. Bisa memahami kasus mengenal penyakit dekompresi yang rentan terjadi pada penyelam
5. Mampu memahami kasus emisi gas buang kendaraan bermotor dan dampaknya terhadap
kesehatan
6. Mampu mengetahui dan memahami kasus warga pesisir di kupang terkena penyakit aneh,
diduga dampak tumpahan minyak
7. Mampu mengetahui kasus kelalaian dalam menggunakan alat penyelam

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. MENGUASAI KONSEP SEJARAH PENYELAMAN DAN TERAPI HIPERBARIK

(Kasus Hiperbarik)
Kebakaran di ruang chamber rumah sakit Mintohardjo Jakarta menewaskan empat orang
pasiennya pada Senin (14/3/2016). Diduga penyebab kebakaran karena korsleting listrik di ruang
chamber yang menimbulkan percikan api. Empat pasien yakni mantan Kadiv Humas Mabes
Polri, Irjen Pol (Purn) Abubakar Nataprawira (65), Edi Suwandi (67), Dima (28) dan Sulistyo
(54), yang merupakan anggota DPD RI tidak berhasil diselamatkan sehingga tewas di tempat.
"Kebakaran, bukan ledakan. Itu kejadian dalam tabung chamber. Untuk pengobatan kesehatan,"
ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal), Laksma M Zainudin, di Jakarta, Senin,
(14/3/2016). Penelusuran Tirto.id kecelakaan di ruang terapi oksigen hiperbarik itu pernah terjadi
di berbagai negara: Pada 10 Februari 2012 seorang wanita berusia 28 tahun dan seekor kuda
tewas setelah ruang hiperbarik di pusat terapi di KESMARC Florida, Marion County, Amerika
Serikat meledak. KESMARC Florida merupakan pusat terapi untuk terapi kesehatan kuda dan
para atlet penunggang kuda. Kebakaran diduga karena kuda menendang dinding pelindung
tabung terapi tersebut. Satu setengah bulan kemudian, 25 April 2012, kejadian serupa terjadi.
Seorang balita Francesco Martini (4) dan nenek Vincenzo Pesce (62) menderita luka bakar kritis
ketika ruang hiperbarik di Ocean Hyperbaric Center Lauderdale-By-The-Sea Amerika Serikat
terbakar. Pesce meninggal pada hari berikutnya, sedangkan Francesco meninggal setelah
bertahan hidup dalam beberapa minggu. Penyebab kebakaran diduga berasal dari korsleting
listrik statis dalam ruangan yang menimbulkan percikan api. Butuh waktu hampir dua menit
untuk membebaskan dua korban tersebut sebelum benar-benar dilahap api. Tidak hanya di
Amerika Serikat, kecelakaan serupa terjadi di Cina. Pada 31 Juli 2014 seorang warga negara
Cina Liu Hung (65) meninggal setelah ia memutuskan merokok saat menjalani perawatan di
ruang oksigen tekanan tinggi di Rumah Sakit Rakyat Nanxiong di kota Nanxiong di provinsi
Guangdong, Cina. Tabung udara bertekanan tinggi tempat pria diterapi tersebut meledak.

2
B. MENGUASAI KONSEP FISIKA DAN FISIOLOGI PENYELAMAN

Kasus ( Kompresor Meledak, Perahu Terbelah Dua Nelayan Meninggal Dunia )


Perahu milik nelayan meledak di perairan Pulai Rusa dan Preleng, Kecamatan Lhoong,
Kabupaten Aceh Besar. Dua orang meninggal dunia dan dua mengalami luka-luka akibat
peristiwa itu.Peristiwa itu terjadi saat keempat nelayan sedang mencari ikan di perairan tersebut
pada Sabtu (30/3) pukul 14.30 WIB. "Akibatnya dua meninggal dunia, dua orang selamat dari
insiden itu, tetapi mengalami luka-luka," kata Wakil Sekretaris Jenderal Panglima Laot Aceh,
Miftah Cut Adek, Senin (1/4).
Ledakan berasal dari tabung kompresor yang digunakan untuk menyelam. Setelah korban selesai
menyelam dan naik ke permukaan air dan masuk ke dalam perahu, tiba-tiba kompresor meledak.
"Sedangkan perahu terbelah dua dan tenggelam," jelasnya.
Beberapa saat kemudian, korban diselamatkan sejumlah nelayan lainnya yang berada di lokasi
tersebut. Korban langsung dievakuasi dan dibawa ke Gampong Utamong, Kecaman Lhoong,
Kabupaten Aceh Besar.
Korban meninggal dunia adalah Defrizal (25) dan Syahrul (45) warga Gampong Utamong,
Kecamatan Lhoong. Sedangkan yang mengalami luka-luka Fitriadi (40) dan Yasmadi (40)
langsung dilarikan ke Puskesmas."Fitriadi mengalami luka berat di rujuk ke Rumah Sakit
Harapan Bunda dan Yasmadi dirujuk ke Puskemas Lhoong," tutupnya.

C. MENGUASAI KONSEP PENGENALAN PENYELAMAT

Kasus ( Alat Selam Kompresor Renggut Nyawa Nelayan )


SINGKIL - Warga Ujung Sialit, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil, masih saja
nekat menggunakan kompresor sebagai alat bantu selam untuk mencari ikan di laut. Akibat nekat
menggunakan alat tangkap yang dilarang Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan itu, Anema Zai (30), nelayan Ujung Sialit, meninggal diduga karena keracunan gas
buangan dari kompresor, Sabtu (26/8). Sedangkan temannya, Tulus (19) yang menyelam
berbarengan dengannya menggunakan kompresor kini dalam kondisi kritis.
Kepala Dinas Perikanan Aceh Singkil, Ir Ismet Taufiq, kepada Serambi di Singkil, Minggu
(27/8) mengatakan, Anema Zai dan Tulus menyelam menggunakan kompresor di sekitar perairan
Kepulauan Banyak. Keduanya melaut menggunakan satu perahu. Mereka diduga keracunan saat
menyelam menggunakan alat bantu kompresor. “Anema Zai meninggal, sedangkan kawanya
Tulus kritis,” kata Ismed.
Ismet menyesalkan karena masih ada nelayan yang mengabaikan larangan penggunaan
kompresor. Padahal, dinas perikanan setempat telah melarang keras penggunaan kompresor saat
menyelam.“Kepada ahli waris nelayan yang meninggal, maupun nelayan yang masih hidup tidak
diberikan santunan dari klaim asuransi lantaran mereka menggunakan alat tangkap ilegal,” ujar
Ismet.

3
Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala ini mengimbau nelayan agar segera
menghentikan penggunaan kompresor sebelum jatuh korban berikutnya. “Masih ada beberapa
oknum lagi nelayan Ujung Sialit yang nekat menggunakan kompresor. Padahal, pemerintah
sudah menyosialisasikan larangan penggunaan alat tersebut,” kata Ismet.
Bupati Aceh Singkil, Dulmusrid pekan lalu secara khusus saat menemui nelayan di atas boat
yang sedang berlayar di laut Kepulauan Banyak, menegaskan berdasarkan aturan tidak ada
kompromi penggunaan kompresor sebagai alat bantu selam untuk menangkap ikan. “Tetap
dilarang karena membahayakan keselamatan nelayan,” ujarnya.Sebagai solusi Dulmusrid,
mempersilakan nelayan mengajukan usulan per kelompok untuk pengadaan alat bantu pengganti
yang ramah lingkungan. Bupati menyetujui jika nelayan yang biasa menyelam beralih
menggunakan peralatan scuba, dengan catatan saat menyelam tidak merusak terumbu karang.
“Pemerintah menyediakan mesin oksigen, sedangkan tauke membelikan tabung oksigen untuk
anggotanya yang menyelam,” kata Dulmusrid.
Bukan tanpa alasan pemerintah melarang penggunaan kompresor sebagai alat bantu menyelam.
Berdasarkan catatan Serambi, di Kepulauan Banyak, selain dua warga Ujung Sialit, sebelumnya
belasan nyawa serta puluhan nelayan mengalami cacat fisik akibat menyelam menggunakan
kompresor. Pernah juga terjadi nelayan meninggal karena lehernya terlilit selang kompresor.
Dalam peristiwa lain, seorang nelayan meninggal akibat kehabisan oksigen saat menyelam
karena tali/selang kompresornya diputus oleh ikan hiu yang bergigi tajam.
Beberapa kalangan mendesak pemkab setempat diminta bersikap tegas terhadap nelayan yang
nekat menggunakan kompresor. Tidak sekadar imbauan atau sosialisasi. Pemkab Aceh Singkil
juga didesak segera merealisasikan pemberian alat bantu pengganti yang lebih ramah
lingkungan.

D. MENGUASAI KONSEP KELAINAN DAN PENYAKIT PADA PENYELAMAN


Kasu( Mengenal penyakit dekompresi yang rentan terjadi pada penyelam)
Pada hari Jumat (2/11) kemarin datang kabar duka, salah satu anggota Tim SAR
gabungan meninggal dunia ketika tengah mengevakuasi korban dan serpihan pesawat Lion Air di
perairan Karawang, Jawa Barat.
Syachrul Anto, salah satu penyelam dalam Tim SAR dan juga anggota Indonesian Diver Rescue
Team, meninggal dunia dan diduga akibat dekompresi.
Marsekal Madya Muhammad Syaugi, Kepala Badan SAR Nasional, mengonfirmasi kabar
tersebut dan turut menyatakan rasa belasungkawa atas wafatnya salah satu relawan tersebut.
“Almarhum adalah personel yang kualitasnya tinggi, militant, senior, jam selam cukup tinggi,”
tutur Syaugi seperti dinukil BBC.
Berdsarkan Hawai’i Journal of Medicine and Public Health  yang ditulis oleh Jennifer Hall,
seorang profesor medis di Philadelphia University di Amerika Serikat (AS), menjelaskan bahwa

4
penyakit dekompresi, Decompression Sickness (DCS) dan Pulmonary Overinflation Syndrome
(POIS) merupakan cidera yang terkait dengan risiko menyelam dan aktivitas scuba diving.
Hall menuliskan, DCS terjadi akibat kondisi gelembung-gelembung gas yang terbentuk saat
menyelam dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk diserap kembali.
Pelepasan dan pengembangan gelembung gas dari fase larut dalam darah serta jaringan tubuh
memengaruhi fungsi fatal pada jaringan dalam tubuh manusia.
Stepehen A Pulley, DO, MS, FACOEP, seorang profesor klinik di Department of Emergency
Medicine, menerangkan bahwa penyakit dekompresi yang dialami saat menyelam terjadi karena
kompleks tekanan barometik yang berubah, salah satunya penurunan tekanan udara.
Tenaga kerja yang beroperasi dalam terowongan, di kapal selama keadaan darurat, dan
penyelam, kata Pulley, lebih rentan mengalami efek fisiologi dari penurunan tekanan udara
sehingga menyebabkan perubahan pada fungsi organ dalam.
Situasi yang menciptakan perbedaan tekanan udara membentuk gelembung nitrogen dalam aliran
darah dan jaringan tubuh.
Gelembung tersebut mudah terjadi saat Anda bergerak dari bawah perairan menuju ke
permukaan dalam waktu yang singkat atau cepat.
Gejala dekompresi baru terasa setelah penyelaman usai dan penyelam telah kembali ke daratan.
Kasus terparah bisa menyebabkan pingsan dan kematian.
Namun, gejala dekompresi cenderung variatif pada setiap orang. Pasalnya, gelembung nitrogen
bisa terbentuk di berbagai bagian dalam tubuh.
Apabila Anda mencurigai terjadi dekompresi pada tubuh, pakar menyarankan untuk segera
berhenti melakukan penyelaman dan bergerak ke permukaan secara perlahan. Lalu, segera cari
bantuan dari seorang spesialis dalam tim menyelam.
Anda harus segera mendapatkan perawatan oksigen 100 persen di tempat dan selama perjalanan
menuju rumah sakit. Selanjutnya, Anda harus menjalani perawatan di ruang dekompresi.
Sakit kepala, vertigo, dan rasa lelah yang tidak biasa merupakan gejala umum yang bisa
menandakan telah terjadi dekompresi.
Selain itu, tubuh bisa mengalami ruam, nyeri pada satu atau lebih persendian, kesemutan di
lengan atau kaki, otot melemah, dan mendadak kelumpuhan pada berbagai bagian tubuh.
Umumnya, kondisi yang demikian baru terasa dalam waktu singkat setelah proses menyelam
selesai. Lebih kurang 50 persen penyelam mulai merasakan gejala terjadi dekompresi dalam satu
jam pertama usai menyelam. Lalu, 90 persen lainnya dalam kurun enam jam dan 98 persen 24
jam sesudah penyelaman berakhir.
Risiko DCS semakin tinggi ketika penyelaman terjadi pada perairan yang terlalu dalam dengan
durasi waktu yang lama.

5
Oleh karena itu, disarankan agar para penyelam untuk tetap menjaga tubuh dalam kondisi
terhidrasi dengan baik, tidur yang cukup, dan mawas pada kondisi kesehatan tubuh sendiri.
Sebab, perbedaan tekanan udara menciptakan efek samping yang tidak bisa Anda prediksi pada
tubuh dan fungsi organ dalam.

E. MENGUASAI KELOMPOK KELAINAN DAN PENYAKIT AKIBAT GAS


Kasus (EmisiGas Buang Kendaraan Bermotor dan Dampaknya Terhadap Kesehatan)

1. Pendahuluan
Kesadaran masyarakat akan pencemaran udara akibat gas buang kendaraan bermotor di
kota-kota besar saat ini makin tinggi. Dari berbagai sumber bergerak seperti mobil penumpang,
truk, bus, lokomotif kereta api, kapal terbang, dan kapal laut, kendaraan bermotor saat ini
maupun dikemudian hari akan terus menjadi sumber yang dominan dari pencemaran udara di
perkotaan. Di DKI Jakarta, kontribusi bahan pencemar dari kendaraan bermotor ke udara
adalah sekitar 70 %.
Resiko kesehatan yang dikaitkan dengan pencemaran udara di perkotaan secara umum, banyak
menarik perhatian dalam beberapa dekade belakangan ini. Di banyak kota besar, gas buang
kendaraan bermotor menyebabkan ketidaknyamanan pada orang yang berada di tepi jalan dan
menyebabkan masalah pencemaran udara pula. Beberapa studi epidemiologi dapat
menyimpulkan adanya hubungan yang erat antara tingkat pencemaran udara perkotaan dengan
angka kejadian (prevalensi) penyakit pernapasan. Pengaruh dari pencemaran khususnya akibat
kendaraan bermotor tidak sepenuhnya dapat dibuktikan karena sulit dipahami dan bersifat
kumulatif. Kendaraan bermotor akan mengeluarkan berbagai gas jenis maupun partikulat yang
terdiri dari berbagai senyawa anorganik dan organik dengan berat molekul yang besar yang
dapat langsung terhirup melalui hidung dan mempengaruhi masyarakat di jalan raya dan
sekitarnya. Makalah ini akan mengulas dampak pencemaran udara yang diakibatkan oleh emisi
gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan maupun lingkungan khususnya kendaraan
bermotor dengan bahan bakar fosil-bensin dan solar.
2. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor
Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan
senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi
bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi
rumit.
Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin maupun
bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya berbeda proporsinya karena perbedaan cara
operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari knalpot,kendaraan bermotor dengan bahan
bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin.
Walaupun gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri dari senyawa yang tidak berbahaya
seperti nitrogen, karbon dioksida dan upa air, tetapi didalamnya terkandung juga senyawa lain
dengan jumlah yang cukup besar yang dapat membahayakan gas buang membahayakan
6
kesehatan maupun lingkungan. Bahan pencemar yang terutama terdapat didalam gas buang
buang kendaraan bermotor adalah karbon monoksida (CO), berbagai senyawa hindrokarbon,
berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx), dan partikulat debu termasuk timbel (PB).
Bahan bakar tertentu seperti hidrokarbon dan timbel organik, dilepaskan keudara karena adanya
penguapan dari sistem bahan bakar. Lalu lintas kendaraan bermotor, juga dapat meningkatkan
kadar partikular debu yang berasal dari permukaan jalan, komponen ban dan rem.
Setelah berada di udara, beberapa senyawa yang terkandung dalam gas buang kendaraan
bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan sinar matahari dan uap
air, atau juga antara senyawa-senyawa tersebut satu sama lain. Proses reaksi tersebut ada yang
berlangsung cepat dan terjadi saat itu juga di lingkungan jalan raya, dan adapula yang
berlangsung dengan lambat. Reaksi kimia di atmosfer kadangkala berlangsung dalam suatu
rantai reaksi yang panjang dan rumit, dan menghasilkan produk akhir yang dapat lebih aktif
atau lebih lemah dibandingkan senyawa aslinya. Sebagai contoh, adanya reaksi di udara yang
mengubah nitrogen monoksida (NO) yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor
menjadi nitrogen dioksida (NO2 ) yang lebih reaktif, dan reaksi kimia antara berbagai oksida
nitrogen dengan senyawa hidrokarbon yang menghasilkan ozon dan oksida lain, yang dapat
menyebabkan asap awan fotokimi (photochemical smog). Pembentukan smog ini kadang tidak
terjadi di tempat asal sumber (kota), tetapi dapat terbentuk di pinggiran kota. Jarak
pembentukan smog ini tergantung pada kondisi reaksi dan kecepatan angin.
Untuk bahan pencemar yang sifatnya lebih stabil sperti limbah (Pb), beberapa hidrokarbon-
halogen dan hidrokarbon poliaromatik, dapat jatuh ke tanah bersama air hujan atau mengendap
bersama debu, dan mengkontaminasi tanah dan air. Senyawa tersebut selanjutnya juga dapat
masuk ke dalam rantai makanan yang pada akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia melalui
sayuran, susu ternak, dan produk lainnya dari ternak hewan. Karena banyak industri makanan
saat ini akan dapat memberikan dampak yang tidak diinginkan pada masyarakat kota maupun
desa.
Emisi gas buang kendaraan bermotor juga cenderung membuat kondisi tanah dan air menjadi
asam. Pengalaman di negara maju membuktikan bahwa kondisi seperti ini dapat menyebabkan
terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa mineral/logam, sehingga logam
tersebut dapat mencemari lingkungan.
3. Dampak Terhadap Kesehatan
Senyawa-senyawa di dalam gas buang terbentuk selama energi diproduksi untuk mejalankan
kendaraan bermotor. Beberapa senyawa yang dinyatakan dapat membahayakan kesehatan
adalah berbagai oksida sulfur, oksida nitrogen, dan oksida karbon, hidrokarbon, logam berat
tertentu dan partikulat. Pembentukan gas buang tersebut terjadi selama pembakaran bahan
bakar fosil-bensin dan solar didalam mesin.
Dibandingkan dengan sumber stasioner seperti industri dan pusat tenaga listrik, jenis proses
pembakaran yang terjadi pada mesin kendaraan bermotor tidak sesempurna di dalam industri
dan menghasilkan bahan pencemar pada kadar yang lebih tinggi, terutama berbagai senyawa
organik dan oksida nitrogen, sulfur dan karbon. Selain itu gas buang kendaraan bermotor juga

7
langsung masuk ke dalam lingkungan jalan raya yang sering dekat dengan masyarakat,
dibandingkan dengan gas buang dari cerobong industri yang tinggi. Dengan demikian maka
masyarakat yang tinggal atau melakukan kegiatan lainnya di sekitar jalan yang padat lalu lintas
kendaraan bermotor dan mereka yang berada di jalan raya seperti para pengendara bermotor,
pejalan kaki, dan polisi lalu lintas, penjaja makanan sering kali terpajan oleh bahan pencemar
yang kadarnya cukup tinggi. Estimasi dosis pemajanan sangat tergantung kepada tinggi
rendahnya pencemar yang dikaitkan dengan kondisi lalu lintas pada saat tertentu.
Keterkaitan antara pencemaran udara di perkotaan dan kemungkinan adanya resiko terhadap
kesehatan, baru dibahas pada beberapa dekade belakangan ini. Pengaruh yang merugikan mulai
dari meningkatnya kematian akibat adanya episod smog sampai pada gangguan estetika dan
kenyamanan. Gangguan kesehatan lain diantara kedua pengaruh yang ekstrim ini, misalnya
kanker pada paru-paru atau organ tubuh lainnya, penyakit pada saluran tenggorokan yang
bersifat akut maupun khronis, dan kondisi yang diakibatkan karena pengaruh bahan pencemar
terhadap organ lain sperti paru, misalnya sistem syaraf. Karena setiap individu akan terpajan
oleh banyak senyawa secara bersamaan, sering kali sangat sulit untuk menentukan senyawa
mana atau kombinasi senyawa yang mana yang paling berperan memberikan pengaruh
membahayakan terhadap kesehatan.
Bahaya gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari toksiats (daya racun)
masing-masing senyawa dan seberapa luas masyarakat terpajan olehnya. Beberapa faktor yang
berperan di dalam ketidakpastian setiap analisis resiko yang dikaitkan dengan gas buang
kendaraan bermotor antara lain adalah :
 Definisi tentang bahaya terhadap kesehatan yang digunakan
 Relevansi dan interpretasi hasil studi epidemiologi dan eksperimental
 Realibilitas dari data pajanan h Jumlah manusia yang terpajan
 Keputusan untuk menentukan kelompok resiko yang mana yang akan dilindungi
 Interaksi antara berbagai senayawa di dalam gas buang, baik yang sejenis maupun antara yang
tidak sejenis
 Lamanya terpajan (jangka panjang atau pendek)
Pada umumnya istilah dari bahaya terhadap kesehatan yang digunakan adalah pengaruh bahan
pencemar yang dapat menyebabkan meningkatnya resiko atau penyakit atau kondisi medik
lainnya pada seseorang ataupun kelompok orang. Pengaruh ini tidak dibatasi hanya pada
pengaruhnya terhadap penyakit yang dapat dibuktikan secara klinik saja, tetapi juga pada
pengaruh yang pada suatu mungkin juga dipengaruhi faktor lainnya seperti umur misalnya.
Telah banyak bukti bahwa anak -anak dan para lanjut usia merupakan kelompok yang
mempunyai resiko tinggi di dalam peristiwa pencemaran udara. Anak-anak lebih peka terhadap
infeksi saluran pernafasan dibandingkan dengan orang dewasa, dan fungsi paru-paru nya juga
berbeda. Para usia lanjut masuk di dalam kategori kelompok resiko tinggi karena penyesuaian
kapasitas dan fungsi paru-paru menurun, dan pertahanan imunitasnya melemah. Karena kapasitas
paru-paru dari penderita penyakit jantung dan paru -paru juga rendah, kelompok ini juga sangat
peka terhadap pencemaran udara.

8
Berdasarkan sifat kimia dan perilakunya di lingkungan, dampak bahan pencemar yang
terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor digolongkan sebagai berikut :
1. Bahan-bahan pencemar yang terutama mengganggu saluran pernafasan. Yang termasuk dalam
golongan ini adalah oksida sulfur, partikulat, oksida nitrogen, ozon dan oksida lainnya.
2. Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik, seperti hidrokarbon
monoksida dan timbel/timah hitam.
3. Bahan-bahan pencemar yang dicurigai menimbulkan kanker seperti hidrokarbon.
4. Kondisi yang mengganggu kenyamanan seperti kebisingan, debu jalanan, dll.
A. Bahan-Bahan Pencemar yang Terutama Mengganggu Saluran Pernafasan
Organ pernafasan merupakan bagian yang diperkirakan paling banyak mendapatkan pengaruh
karena yang pertama berhubungan dengan bahan pencemar udara. Sejumlah senyawa spesifik
yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor seperti oksidaoksida sulfur dan nitrogen,
partikulat dan senyawa-senyawa oksidan, dapat menyebabkan iritasi dan radang pada saluran
pernafasan. Walaupun kadar oksida sulfur di dalam gas buang kendaraan bermotor dengan bahan
bakar bensin relatif kecil, tetapi tetap berperan karena jumlah kendaraan bermotor dengan bahan
bakar solar makin meningkat. Selain itu menurut studi epidemniologi, oksida sulfur bersama
dengan partikulat bersifat sinergetik sehingga dapat lebih meningkatkan bahaya terhadap
kesehatan.
 Oksida sulfur dan partikulat
Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas buang yang larut dalam air yang langsung dapat
terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar saluran ke paru-paru. Karena partikulat di dalam
gas buang kendaraan bermotor berukuran kecil, partikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam
alveoli paru-paru dan bagian lain yang sempit. Partikulat gas buang kendaraan bermotor
terutama terdiri jelaga (hidrokarbon yang tidak terbakar) dan senyawa anorganik (senyawa-
senyawa logam, nitrat dan sulfat). Sulfur dioksida di atmosfer dapat berubah menjadi kabut asam
sulfat (H2SO4) dan partikulat sulfat. Sifat iritasi terhadap saluran pernafasan, menyebabkan SO2
dan partikulat dapat membengkaknya membran mukosa dan pembentukan mukosa dapat
meningkatnya hambatan aliran udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan menjadi lebih
parah bagi kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para
lanjut usia.
 Oksida Nitrogen
Diantara berbagai jenis oksida nitrogen yang ada di udara, nitrogen dioksida (NO2)
merupakan gas yang paling beracun. Karena larutan NO2 dalam air yang lebih rendah
dibandingkan dengan SO2, maka NO2 akan dapat menembus ke dalam saluran pernafasan lebih
dalam. Bagian dari saluran yang pertama kali dipengaruhi adalah membran mukosa dan jaringan
paru. Organ lain yang dapat dicapai oleh NO2 dari paru adalah melalui aliran darah. Karena data
epidemilogi tentang resiko pengaruh NO2 terhadap kesehatan manusia sampai saat ini belum
lengkap, maka evaluasinya banyak didasarkan pada hasil studi eksprimental. Berdasarkan studi
menggunakan binatang percobaan, pengaruh yang membahayakan seperti misalnya
meningkatnya kepekaan terhadap radang saluran pernafasan, dapat terjadi setelah mendapat
pajanan sebesar 100 µg/m3 Percobaan pada manusia menyatakan bahwa kadar NO2 sebsar 250

9
µg/m3 dan 500 µg/m3 dapat mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita asma dan
orang sehat.

 Ozon dan oksida lainnya


Karena ozon lebih rendah lagi larutannya dibandingkan SO2 maupun NO2, maka hampir
semua ozon dapat menembus sampai alveoli.Ozon merupakan senyawa oksidan yang paling kuat
dibandingkan NO2 dan bereaksi kuat dengan jaringan tubuh. Evaluasi tentang dampak ozon dan
oksidan lainnya terhadap kesehatan yang dilakukan oleh WHO task group menyatakan
pemajanan oksidan fotokimia pada kadar 200-500 µg/m³ dalam waktu singkat dapat merusak
fungsi paru -paru anak, meningkat frekwensi serangan asma dan iritasi mata, serta menurunkan
kinerja para olaragawan.
B. Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik
Banyak senyawa kimia dalam gas buang kendaraan bermotor yang dapat menimbulkan
pengaruh sistemik karena setelah diabsorbsi oleh paru, bahan pencemar tersebut dibawa oleh
aliran darah atau cairan getah bening ke bagian tubuh lainnya, sehingga dapat membahayakan
setiap organ di dalam tubuh. Senyawa-senyawa yang masuk ke dalam hidung dan ada dalam
mukosa bronkial juga dapat terbawa oleh darah atau tertelan masuk tenggorokan dan diabsorbsi
masuk ke saluran pencernaan. Selain itu ada pula pemajanan yang tidak langsung, misalnya
melalui makanan, seperti timah hitam. Diantara senyawa-senyawa yang terkandung di dalam gas
kendaraan bermotor yang dapat menimbulakan pengaruh sistemik, yang paling penting adalah
karbon monoksida dan timbel.
 Karbon Monoksida
Karbon monoksida dapat terikat dengan haemoglobin darah lebih kuat dibandingkan dari
oksigen membentuk karboksihaemoglobin (COHb), sehingga menyebabkan terhambatnya
pasokan oksigen ke jaringan tubuh. Pajanan CO diketahui dapat mempengaruhi kerja jantung
(sistem kardiovaskuler), sistem syaraf pusat, juga janin, dan semua organ tubuh yang peka
terhadap kekurangan oksigen. Pengaruh CO terhadap sistem kardiovaskuler cukup nyata teramati
walaupun dalam kadar rendah. Penderita penyakit jantung dan penyakit paru merupakan
kelompok yang paling peka terhadap pajanan CO. Studi eksperimen terhadap pasien jantung dan
penyakit pasien paru, menemukan adanya hambatan pasokan oksigen ke jantung selama
melakukan latihan gerak badan pada kadar COHb yang cukup rendah 2,7 %. Pengaruh pajanan
CO kadar rendah pada sistem syaraf dipelajari dengan suatu uji psikologi. Walaupun diakui
interpretasi dari hasil uji seperti ini sulit ditemukan bahwa kadar COHb 16 % dianggap
membahayakan kesehatan. Pengaruh bahaya ini tidak ditemukan pada kadar COHb sebesar 5%.
Pengaruh terhadap janin pada prinsipnya adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat
menyebabkan kurangnya pasokan oksigen pada ibu hamil yang konsekuennya akan menurunkan
tekanan oksigen di dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan
kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah dibandingkan normal.

10
Menurut evaluasi WHO, kelompok penduduk yang peka (penderita penyakit jantung atau paru-
paru) tidak boleh terpajan oleh CO dengan kadar yang dapat membentuk COHb di atas 2,5%.
Kondisi ini ekivalen dengan pajanan oleh CO dengan kadar sebesar 35 mg/m3 selama 1 jam, dan
20 mg/mg selama 8 jam. Oleh karena itu, untuk menghindari tercapainya kadar COHb 2,5-3,0 %
WHO menyarankan pajanan CO tidak boleh melampaui 25 ppm (29 mg/m3) untuk waktu 1 jam
dan 10 ppm (11,5 mg/mg3) untuk waktu 8 jam.
 Timbel
Timbel ditambahkan sebagai bahan aditif pada bensin dalam bentuk timbel organik (tetraetil-
Pb atau tetrametil-Pb). Pada pembakaran bensin, timbel organik ini berubah bentuk menjadi
timbel anorganik. Timbel yang dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan bermotor merupakan
partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01 µm. Partikel-partikel timbel ini akan bergabung
satu sama lain membentuk ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau
mengendap pada kenalpot.
Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada sintesa haemoglobin dan sistem pada
syaraf pusat maupun syaraf tepi. Pengaruh pada sistem pembentukkan Hb darah yang dapat
menyebabkan anemia, ditemukan pada kadar Pb -darah kelompok dewasa 60-80µg/100 ml dan
kelompok anak > 40 µg/100 ml. Pada kadar Pb-darah kelompok dewasa sekitar 40 µg/100 ml
diamati telah ada gangguan terhadap sintesa Hb, seperti meningkatnya ekskresi asam
aminolevulinat (ALA). Pengaruh pada enzim §-ALAD dapat diamati pada kadar Pb-darah sekitar
10µg/100 ml. Akumulasi protoporfirin dalam eritrosit (FEP) yang merupakan akibat dari
terhambatnya aktivitas enzim ferrochelatase, dapat terlihat pada wanita edngan kadar Pb-darah
2030 µg/100 ml, pada pria dengan kadar 25-35 µg/100 ml, dan pada anak dengan kadar > 15
µg/100 ml. Pengaruh Pb terhadap hambatan aktivitas enzim ALAD tidak menyatakan adanya
keracunan yang membahayakan, tetapi dapat menunjukkan adanya pajanan Pb terhadap tubuh.
Meningkatnya ekskresi ALA dan akumulasi FEP adalam urin mencerminkan adanya kerusakan
fungsi fisiologi yang pada akhirnya dapat merusak fungsi metokhondrial.
Pengaruh pada syaraf otak anak diamati pada kadar 60µg/100 ml, yang dapat menyebabkan
gangguan pada perkembangan mental anak. Penelitian pada pengaruh Pb yang dikaitkan IQ anak
telah banyak dilakukan tetapi hasilnya belum konsisten. Sistem syaraf pusat anak lebih peka
dibandingkan dengan orang dewasa. Gangguan terhadap fungsi syaraf orang dewasa berdasarkan
uji psikologi diamati pada kadar Pbdarah 50 µg/100 ml.
Sedangkan gangguan sistem syaraf tepi diamati pada kadar Pbdarah 30 µg/100 ml. Timbel dapat
menembus plasenta, dan karena perkembangan otak yang khususnya peka terhadap logam ini,
maka janinlah yang terutama mendapat resiko.
Bahan-Bahan Pencemar yang Dicurigai Menimbulkan Kanker
Pembakaran didalam mesin menghasilkan berbagai bahan pencemar dalam bentuk gas dan
partikulat yang umumnya berukuran lebih kecil dari 2µm. Beberapa dari bahanbahan pencemar
ini merupakan senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen,
formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH). Mesin solar akan

11
menghasilkan partikulat dan senyawa-senyawa yang dapat terikat dalam partikulat seperti PAH,
10 kali lebih besar dibandingkan dengan mesin bensin yang mengandung timbel. Untuk
beberapa senyawa lain seperti benzena, etilen, formaldehid, benzo(a)pyrene dan metil nitrit,
kadar di dalam emisi mesin bensin akan sama besarnya dengan mesin solar.
Emisi kendaraan bermotor yang mengandung senyawa karsinogenik diperkirakan dapat
menimbulkan tumor pada organ lain selain paru. Akan tetapi untuk membuktikan apakah
pembentukan tumor tersebut hanya diakibatkan karena asap solar atau gas lain yang bersifat
sebagai iritan.
Dalam banyak kasus, analisis risiko dibuat berdasarkan hasil studi epidemiologi. Apabila
analisis-analisis tersebut cukup lengkap dan dapat mengendalikan berbagai faktor pengganggu
(confounding) seperti misalnya kebiasaan merokok, maka kesimpulan yang ditarik dapat sangat
berharga, tanpa peduli apakah hasil studi pada umumnya hasil studi seperti itu jarang didapatkan.
Mengesampingkan pengaruh yang langka akibat pencemaran, seperti penyakit tumor dan
kangker semata-mata berdasarkan hasil studi epidemiologi yang negatif, sebenarnya kurang
tepat. Pada studi yang melibatkan populasi kecil (misalnya 1000 orang) terasa wajar apabila hasil
studi tentang sejenis tumor yang hanya terjadi pada beberapa kasus per 100.000 orang, menjadi
negatif. Kesulitan menjadi lebih besar apabila pengaruh yang dicari tersebut dapat timbul karena
hal lain, dapat diperkirakan bahwa persentase peningkatan dalam prevalensi akan sangat kecil.
Hal yang sama ditemukan pada studi eksperimental. Di dalam studi eksperimental, adanya
hubungan antara dosis dan respons untuk dosis rendah sangat sulit untuk dibuktikan, karena
kecilnya jumlah orang yang dapat diteliti. Pengaruh jangka panjang bisa dilaksanakan pada
binatang percobaan, tetapi lagi-lagi di dalam mengekstrapolasikan penemuan tersebut untuk
manusia sering tidak pasti. Hal yang sering ditemui dalam studi eksperimental seperti ini adalah
kesulitan untuk mensimulasikan kondisi pajanan yang sebenarnya. Karena itu maka evaluasi
secara ilmiah tentang dampak dari suatu pencemaran terhadap kesehatan, apabila mungkin, harus
didasarkan pada sifat kimiawi dari tiap senyawa, metabolismenya dan sifat umum lainnya, di
samping yang juga ditemukan dalam studi epidemiologi dan eksperimental.
4. Dampak terhadap lingkungan
Tidak semua senyawa yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor diketahui
dampaknya terhadap lingkungan selain manusia. Beberapa senyawa yang dihasilkan dari
pembakaran sempurna seperti CO2 yang tidak beracun, belakangan ini menjadi perhatian orang.
Senyawa CO2 sebenarnya merupakan komponen yang secara alamiah banyak terdapat di udara.
Oleh karena itu CO2 dahulunya tidak menepati urutan pencemaran udara yang menjadi perhatian
lebih dari normalnya akibat penggunaan bahan bakar yang berlebihan setiap tahunnya. Pengaruh
CO2 disebut efek rumah kaca dimana CO2 diatmosfer dapat menyerap energi panas dan
menghalangijalanya energi panas tersebut dari atmosfer ke permukaan yang lebih tinggi.
Keadaan ini menyebabkan meningkatnya suhu rata-rata di permukaan bumi dan dapat
mengakibatkan meningginya permukaan air laut akibat melelehnya gununggunung es, yang pada
akhirnya akan mengubah berbagai sirklus alamiah.

12
Pengaruh pencemaran SO2 terhadap lingkungan telah banyak diketahui. Pada tumbuhan, daun
adalah bagian yang paling peka terhadap pencemaran SO2, dimana akan terdapat bercak atau
noda putih atau coklat merah pada permukaan daun. Dalam beberapa hal, kerusakan pada
tumbuhan dan bangunan disebabkan karena SO2 dan SO3 di udara, yang masing-masing
membentuk asam sulfit dan asam sulfat. Suspensi asam di udara ini dapat terbawa turun ke tanah
bersama air hujan dan mengakibatkan air hujan bersifat asam. Sifat asam dari air hujan ini dapat
menyebabkan korosif pada logam-logam dan rangka-rangka bangunan, merusak bahan pakian
dan tumbuhan.
Oksida nitrogen, NO dan NO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Pengaruh NO yang
utama terhadap lingkungan adalah dalam pembentukan smog. NO dan NO2 dapat memudarkan
warna dari serat-serat rayon dan menyebabkan warna bahan putih menjadi kekuning-kuningan.
Kadar NO2 sebesar 25 ppm yang pada umumnya dihasilkan adari emisi industri kimia, dapat
menyebabkan kerusakan pada banayak jenis tanaman. Kerusakan daun sebanyak 5 % dari
luasnya dapat terjadi pada pemajanan dengan kadar 4 -8 ppm untuk 1 jam pemajanan.
Tergantung dari jenis tanaman, umur tanaman dan lamanya pemajanan, kerusakan terjadi dapat
bervariasi. Kadar NO2 sebesar 0,22 ppm dengan jangka waktu pemajanan 8 bualan terus menrus,
dapat menyebabkan rontoknya daun berbagai jenis tanaman.
5. Penutup
Pada umumnya dalam berbagai kasus pencemaran udara, dalam hal ini pencemaran udara yang
diakibatkan oleh gas buang emisi kendaraan bermotor, dibutuhkan upaya segera dalam
penanggulangannya. Pemantauan udara ambien dan emisi telah dilaksanakan di DKI Jakarta.
Hasil pemantauan pada tahun 1996 yang dilakukan dalam suatu studi oleh JICA, menunjukan
bahwa diantara berbagai bahan pencemaran yang dipantau, jenis pencemar udara yang sering
dilampaui kreteria mutu udara, adalah partikulat dan hidrokarbon (non-metan). Walaupun hasil
penelitian mengenai dampak pencemaran kedua parameter tersebut masih belum konsisten,
mengingat dampak yang telah disebutkan di atas, maka pencemaran partikulat dan hidrokarbon
yang dicurigai dapat bersifat karsinogenik dan mutagenik, perlu diwaspadai.
Di dalam pengendalian pencemaran udara, seringkali teknologi yang tepat belum tentu menjamin
dapat segera terlaksananya upaya tersebut. Pertimbangan segi ekonomi sering menjadi kendala
utama. Di lain pihak kadang pemecahan tidak segera dapat ditemukan karena kurangnya fasilitas
teknologi yang ada. Dalam keadaan seperti ini maka upaya pengendalian pencemaran terhadap
lingkungan dapat dilakukan secara administratif dengan menerapkan peraturan perundangan
yang telah ada secara ketat.

13
F. MENGUASAI KONSEP KELAINAN DAN PENYAKIT AKIBAT LINGKUNGAN AIR
Kasus( Warga Pesisir di Kupang Terkena Penyakit Aneh, Diduga Dampak Tumpahan
Minyak )

Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanone, mengatakan bahwa sejumlah warga yang
bermukim di sepanjang pesisir pantai di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menderita
penyakit aneh akibat penggunaan bubuk kimia beracun oleh Pemerintah Australia dalam
menenggelamkan tumpahan minyak Montara di Laut Timor. Menurut Ferdi, penyakit aneh yang
diderita warga, khususnya beberapa orang nelayan di Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa
Lima, Kota Kupang, itu berupa gatal-gatal di sekujur tubuh. “Penyakit aneh ini tidak pernah
dialami oleh masyarakat sebelum terjadi petaka tumpahan minyak Montara tahun 2009 silam.
Namun, setelah 2010 hingga 2012, penyakit itu muncul hingga saat ini,” kata Ferdi kepada
Kompas.com, Sabtu (1/10/2016) petang. Ferdi menuding Pemerintah Australia menggunakan
bubuk kimia beracun Dispersant jenis Corexit 9500 dan 9572 A, yang digunakan untuk
menenggelamkan tumpahan minyak Montara di Laut Timor sejak 2009 lalu. “Jenis Dispersant
ini telah dilarang penggunaannya di 60 negara di dunia, karena menimbulkan akibat fatal
terhadap manusia, di antaranya penyakit gatal-gatal, rasa mual, pendarahan, buta, lemah syaraf,”
ujar Ferdi. Karena itu, kata Ferdi, penyelidikan secara intensif harus dilakukan oleh semua pihak
terhadap dampak tumpahan minyak Montara terhadap kesehatan manusia. Terkait hal itu,
seorang Nelayan di Kelapa Lima, Mustafa, mengatakan bahwa penyakit aneh yang menimpa
rekan nelayannya berupa gatal-gatal di sekujur tubuh dan bisul di bagian leher. Badan para
nelayan menjadi gatal ketika kena air laut, saat mencari ikan di Laut Timor. “Kita mengharapkan
agar pemerintah daerah sampai pusat bisa mencari jalan keluar karena dampak air laut yang
tercemar zat beracun ini bisa membahayakan kami para nelayan,” kata dia. Menurut dia, akibat
kejadian ini, nelayan mengalami dua kali kerugian, yakni pendapatan menjadi berkurang karena
jumlah ikan mulai menurun dan kesehatan mereka terganggu sehingga kerja menjadi tidak
maksimal. Sebelumya diberitakan, sejumlah nelayan asal Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur
(NTT), melihat pesawat Australia terbang rendah di atas Laut Timor, NTT, sambil

14
menyemprotkan barang cair di atas gumpalan minyak akibat meledaknya kilang minyak Montara
di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009 lalu. Muhammad Hatta, koordinator
nelayan asal Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, kepada Kompas.com,
Senin (22/8/2016), mengaku bahwa sepekan setelah kasus meledaknya kilang minyak tersebut, ia
beberapa kali melihat pesawat milik Australia berwarna merah menyemprotkan cairan di atas
Laut Timor. "Saat itu kami berada di titik koordinat 124 derajat Bujur Timur dan 35 derajat
Lintang Selatan di sekitar perairan Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Kami
melihat ada pesawat dari Australia menyemprotkan cairan di atas gumpalan minyak di wilayah
perairan Kolbano tersebut," kata Hatta. Menurut Hatta, kegiatan kapal asal Australia dengan
menyemprotkan benda cair berwarna putih di Laut Timor itu berlangsung lebih kurang sepekan
lamanya.

G. MENGUASAI KONSEP KECELAKAAN DAN PENYELAMAN


Kasus( Kelalaian Dalam Menggunakan Alat Penyelam )
Upaya bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan nasional yang meliputi aspek
keamanan dan aspek kesejahteraan, telah dilaksanakan rangkaian pembangunan nasional yang
terencana, bertahap dan terpadu. Pelaksanaan pembangunan nasional bagi suatu Negara
kepulauan yang terdiri atas 13.677 pulau besar dan kecil dengan 2/3 wilayahnya adalah laut
mengharuskan pula tersedianya tenaga kerja matra laut. Dilain pihak, kepentingan bangsa
Indonesia di laut nusantara adalah pemanfaatan laut nusantara sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan dan keamanan bangsa Indonesia. Pemanfaatan ini telah terlihat dengan laju
pertumbuhan ekonomi dewasa ini yang memungkinkan berkembangnya kegiatan eksplorasi
kekayaan laut.
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat antara lain; penangkapan ikan,
lobster, teripang, abalone dan mutiara. Kegiatan tersebut dilakukan dengan melakukan
penyelaman sampai dengan beberapa puluh meter di bawah laut, karena lobster, teripang,
abalone dan mutiara banyak terdapat di dasar laut. Penyelaman ini banyak dilakukan oleh
masyarakat pesisir karena ikan jenis tertentu, lobster, teripang dan mutiara mempunyai nilai
ekonomis yang cukup tinggi. Penyelaman pada kedalaman lebih dari 20 m mempunyai resiko
yang cukup besar terhadap keselamatan dan kesehatan penyelam. Oleh karena itu penyelaman

15
harus dilakukan dengan syarat tertentu dan menggunakan alat selam yang memenuhi standar
(Scuba). Penyelam pencari hasil laut di beberapa wilayah di Indonesia masih menggunakan
kompresor (penyelam tradisional) sebagai alternatif pengganti alat selam Scuba.
Kompresor sebagai alat bantu bernapas di dalam air, dipasang selang (warna kuning)
sepanjang 50-75 m yang disambungkan salah satu ujungnya ke saluran udara ( output pipe )
kompresor ban tersebut. Diujung satunya dipasang regulator yang akan membantu nelayan untuk
menghirup udara yang berasal dari selang tersebut melalui mulutnya. Di satu kompresor bisa
terpasang sampai 4 buah selang. Selang-selang tersebut selanjutnya diikatkan ke tubuh
penyelam, biasanya di bagian pinggang. Tujuannya adalah agar tidak terbawa arus yang bisa
melepaskanregulator dari mulut penyelam. Akibat ikatan yang erat ke tubuh penyelam, aliran
udara akan terhambat sehingga udara yang dihirup oleh penyelam sebagian besar berasal dari
gelembung-gelembung air yang keluar dari selang yang terhambat tadi. Jika terjadi sesuatu hal
seperti mesin kompresor mati mendadak atau kehabisan bahan bakar, seorang penjaga (operator)
di atas perahu tidak punya pilihan selain harus segera menarik selang dan penyelamnya ke
permukaan. Pada titik inilah sering terjadi kasus dekompresi dan kecelakaan penyelaman karena
penyelam tidak punya kesempatan untuk melakukan decompression stop, sebuah istilah
penyelaman yang artinya berhenti di kedalaman tertentu untuk mengeluarkan gas-gas terlarut
dari dalam tubuh penyelam dajlam perjalanan menuju permukaan air. Kondisi ini diperburuk
dengan tidak adanya jam tangan atau alat penunjuk kedalaman yang merupakan syarat standar
dalam penyelaman, juga pelatihan yang memadai tentang melakukan penyelaman yang sehat dan
aman, antara lain bagaimana merencanakan penyelaman dan melakukan stop untuk dekompresi.
Puluhan warga kelurahan Pulau Barang Lompo, kecamatan Ujung Tanah, Makasar,
Sulawesi Selatan terserang penyakit lumpuh akibat menyelam. Kurangnya kesadaran
menggunakan alat pengaman saat menyelam diduga menjadi penyebab kelumpuhan.
Berdasarkan data puskesmas setempat, penyakit yang menyerang warga pulau ini terjadi sejak
tahun 2000 yang lalu. Hingga tahun 2006, warga yang lumpuh mencapai 60 orang dan 13
diantaranya meninggal dunia. Jumlah ini setiap bulan meningkat bahkan tahun ini tercatat 30
orang dan 2 diantaranya meninggal dunia. Kepala Puskesmas pembantu Pulau Barang lompo,
mengatakan penderita lumpuh kebanyakan nelayan pencari teripang dan warga yang menderita
kelumpuhan akibat menyelam dengan tidak menggunakan alat selam sesuai standar. Para
nelayan ini pada umumnya hanya memakai selang udara yang disambung ke mesin pemompa

16
udara (kompresor) sebagai alat bantu pernapasan selama berada di bawah laut. Selain itu mereka
juga sering menggunakan potassium untuk menangkap ikan sehingga sering menghirup zat kimia
tersebut saat menyelam.
Karenanya dibutuhkan tindakan pencegahan untuk mengurangi resiko kelumpuhan,
ketulian dan kecelakaan lainnya. Langkah-langkah pencegahan dan sosialisasi teknik
penyelaman yang lebih baik dan benar perlu diupayakan, baik dari institusi pemerintah maupun
lembaga non pemerintah termasuk memberikan pelayanan kesehatan jika ada yang terkena
serangan dekompresi utamanya pada pulau-pulau yang jauh.
Dari 38 reponden, 35 responden pernah mengalami kecelakaan. Hanya 3 responden yang
belum pernah mengalami kecelakaan. Kecelakaan yang pernah dialami responden ketika
melakukan penyelaman sangat bervariasi dan bebeerapa responden pernah mengalami lebih dari
1 kali kecelakaan. Kecelakaan yang pernah dialami responden antara lain : tergores karang
( 34.3% responden ), digigit binatang laut seperti ikan berbisa, tiram dan ular laut ( 57.1%
responden ), tenggelam ( 2.9% responden ), selang terjepit ( 5.7% responden ).
Seluruh responden ( 100% ) pernah mengalami gangguan kesehatan. Jenis gangguan
kesehatan sangat bervariasi dan sebagian besar responden mengalami gangguan kesehatan lebih
dari 1 jenis gangguan. Gangguan yang paling banyak dirasakan responden adalah pusing dan
perdarahan.Responden yang pernah mengalami kecelakaan pada saat menyelam, 16 responden
berpendidikan rendah ( tidak sekolah, tidak tamat SD, SD ).
Responden yang mempunyai masa kerja dibawah 5 tahun, 93.5% pernah mengalami
kecelakaan. Pada kelompok umur 6 tahun sampai 10 tahun, hanya 66.7% yang pernah
mengalami kecelakaan tetapi pada kelompok umur 11 tahun sampai 15 tahun dan 16 tahun
sampai 20 tahun seluruhnya pernah mengalami kecelakaan. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa masa kerja tidak ada kecenderungan mempengaruhi kejadian kecelakaan. Perdarahan
hanya terjadi pada kelompok umur dibawah 5 tahun. Responden dengan masa kerja diatas 5
tahun tidak mengalami perdarahan. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa masa kerja tidak ada
kecenderungan mempengaruhi kejadian perdarahan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Darryl ( 2005 ) pada penyelam tradisional di Minahasa Utara, menunjukkan bahwa gangguan
pendengaran banyak terdapat pada penyelam tradisional dengan masa kerja diatas 6 tahun.
Gangguan yang diakibatkan dari penyelaman, bukan hanya gangguan yang langsung dirasakan
sesaat setelah melakukan penyelaman tetapi juga gangguan jangka panjang, yang dirasakan

17
setelah beberapa tahun menjadi penyelam tradisional. Dari hasil penelitian yang dilakukan
Kemal ( 2005 ) pada penyelam tradisional di Pulau Barrang Lompo, Sulawesi, menunjukkan
bahwa faktor cara dan kecepatan penyelam naik ke permukaan mempunyai korelasi yang paling
erat dengan terjadinya dekompresi pada penyelam tradisional. Responden yang tidak sekolah,
tidak tamat SD dan SLTA seluruhnya pernah mengalami kecelakaan. Pada kelompok SD dan
SLTP meski tidak seluruhnya pernah mengalami kecelakaan tetapi persentase terjadinya
kecelakaan cukup besar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan tidak ada
kecenderungan mempengaruhi kejadian kecelakaan. Perdarahan terjadi pada responden yang
tidak tamat SD. Pada kelompok pendidikan lainnya ( SD, SLTP, SLTA ) persentase terjadinya
perdarahan tidak terlalu besar. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa pendidikan tidak ada
kecenderungan mempengaruhi kejadian perdarahan. Pendidikan responden yang memang relatif
rendah mungkin menyebabkan ketidaktahuan mereka terhadap resiko pemakaian kompresor.
Mereka hanya melihat bahwa pemakaian kompresor lebih aman dan lebih baik. Selain itu mereka
hanya tahu bahwa dengan memakai kompresor, mereka dapat menyelam lebih lama dan lebih
dalam, berarti akan mendapatkan hasil lebih baik dan lebih banyak. Mereka tidak melengkapi
diri dengan sarung tangan dan pelindung kaki agar tidak terkena goresan karang. Mereka juga
tidak tahu mengapa ada rekannya yang mengalami lumpuh, tuli atau perdarahan. Bahkan ada
yang menganggap peristiwa itu ada hubungannya dengan magis.
Resonden yang menyelam lebih dari 60 menit, seluruhnya pernah mengalami kecelakaan.
Sedangkan respoden yang menyelam kurang dari 60 menit, 72.7% saja yang pernah mengalami
kecelakaan. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa lama penyelaman ada kecenderungan
mempengaruhi kejadian kecelakaan. Responden yang menyelam kurang dari 60 menit, 18.2%
mengalami perdarahan. Persentase ini meningkat pada kelompok selanjutnya. 37.5% responden
yang menyelam selama 60 menit sampai 120 menit pernah mengalami perdarahan. Sedangkan
pada responden yang menyelam lebih dari 120 menit, 45.5% yang mengalami perdarahan. Dari
hasil tersebut dapat dilihat bahwa lama menyelam ada kecenderungan mempengaruhi kejadian
perdarahan. Dari hasil penelitian Djuanri Thiritz dan Abdul Kadir ( 2006 ) pada penyelam
tradisional suku Bajo, Sulawesi Selatan menunjukkan dari 47 penyelam, 25.325 responden
mengalami gangguan pendengaran dan keseimbangan. 49.15% reponden mengalami gangguan
pendengaran dan 14.91% responden mengalami gangguan keseimbangan. Jumlah penyelam
dengan gangguan pendengaran bertambah sesuai dengan dalamnya penyelaman tetapi penyelam

18
dengan gangguan keseimbangan bertambah dengan semakin lamanya menyelam yang dilakukan
responden dalam satu hari. Responden yang menyelam sampai kedalaman 10 meter, 72.7% yang
pernah mengalami kecelakaan. Persentase itu meningkat pada responden yang menyelam pada
kedalaman diatas 10 meter. Semua responden yang menyelam dengan kedalaman diatas 10 meter
pernah mengalami kecelakaan. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kedalaman menyelam ada
kecenderungan mempengaruhi kejadian kecelakaan. Hanya 18.2% responden yang menyelam
dibawah 10 meter pernah mengalami perdarahan. Tetapi persentase itu meningkat sampai dengan
40% pada responden yang menyelam diatas 10 meter. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa
kedalaman menyelam ada kecenderungan mempengaruhi kejadian perdarahan. Dari hasil
penelitian Sad Ari Kartono ( 2007 ) pada penyelam di kabupaten Jepara, menunjukkan bahwa
faktor resiko yang paling dominan untuk kejadian barotrauma adalah faktor kedalaman
penyelaman ( OR=0.55 ). Setiap penurunan kedalaman penyelaman 10 meter, risiko penyelam
mengalami kejadian barotrauma sebesar 0,55 kali. Faktor risiko yang paling dominan terhadap
kejadian dekompresi adalah penurunan temperatur air laut (OR=2.1). semakin dingin temperatur
air laut, akan meningkatkan faktor risiko dekompresi pada penyelam sebesar 2.1 kali. Menurut
Darjo, dalam kumpulan makalah ( 1983 ), Makin dalam responden menyelam, akan
mendapatkan tekanan makin besar, berarti makin besar pengaruhnya pada kesehatan penyelam.
Tubuh manusia yang mendapat tekanan air di kedalaman akan menyesuaikan dengan tekanan ini.
Bila tubuh tidak dapat menyesuaikan dengan tekanan tersebut maka dapat terjadi squeese /
trauma. Squeese / trauma umumnya dapat terjadi pada penyelaman 10 meter dan dekompresi
dapat terjadi pada penyelaman 12.5 meter. Selain itu semakin dalam penyelaman, suhu air
semakin dingin, oleh karena itu penyelam dapat kehilangan panas tubuh, disusul gangguan lain
(kesemutan, kram dll). Persentase penambahan tekanan paling besar pada kedalaman 10 meter
pertama, oleh karena itu penyelam tidak boleh turun terlalu cepat, kecepatan yang disarankan
untuk 10 meter pertama adalah 7 – 8 meter permenit. Makin dalam meyelam, makin tinggi
tekanan, makin banyak pula gas N2 yang larut dalam jaringan tubuh. Sewaktu penyelam naik,
tekanan akan berkurang dan terjadi pengeluaran gas N2 . bila penyelam naik perlahan,
pengeluaran gas N2 akan melalui paru. Bila penyelam naik terlalu cepat, disamping pengeluaran
gas N2 melalui paru, gas N2 juga keluar di dalam jaringan atau cairan darah dalam bentuk
gelembung, maka terjadilah dekompresi 77.8% responden yang melakukan penyelaman satu kali
dalam1 hari pernah mengalami kecelakaan. Persentase itu meningkat, 94.1% responden yang

19
melakukan penyelaman 2 kali dalam 1 hari, pernah mengalami kecelakaan. Bahkan 100%
responden yang melakukan penyelaman lebih dari 2 kali dalam 1 hari pernah mengalami
kecelakaan. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa frekuensi menyelam ada kecenderungan
mempengaruhi kejadian kecelakaan. 11.1% responden yang melakukan penyelaman satu kali
dalam 1 hari pernah mengalami perdarahan. Persentase itu meningkat, 41.2% responden yang
melakukan penyelaman 2 kali dalam 1 hari pernah mengalami perdarahan dan 41.7% reponden
yang menyelam lebih dari 2 kali dalam 1 hari pernah mengalami perdarahan. Dari hasil tersebut
dapat dilihat bahwa frekuensi penyelaman ada kecenderungan mempengaruhi kejadian
perdarahan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Darryl ( 2005 ) pada penyelam tradisional
di Minahasa Utara, juga menunjukkan bahwa barotrauma terbanyak dialami oleh penyelam
tradisional dengan frekuensi penyelaman 5 sampai 7 kali seminggu. Selang penyelaman yang
dianjurkan adalah 18 jam setelah penyelaman, hal ini untuk mencegah terjadinya gangguan
dekompresi pada penyelam. Frekuensi penyelaman dengan selang 18 jam untuk penyelaman
berikutnya adalah 4 kali seminggu. Semua responden yang menggunakan kompresor pernah
mengalami kecelakaan. Sedangkan responden yang tidak menggunakan kompresor hanya 78%
yang pernah mengalami kecelakaan. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa pemakaian
kompresor ada kecenderungan mempengaruhi kejadian kecelakaan. 46.2% responden yang
menggunakan kompresor, pernah mengalami perdarahan. Pada responden yang tidak
menggunakan kompresor, hanya 8.3% yang pernah mengalami perdarahan. Dari hasil tersebut
dapat dilihat bahwa pemakaian kompresor ada kecenderungan mempengaruhi kejadian
perdarahan. Responden yang menggunakan kompresor menyelam lebih lama dan lebih dalam
untuk memperoleh hasil yang lebih banyak. Oleh karena itu kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan gangguan kesehatan menjadi lebih besar dibandingkan pada responden yang menyelam
tanpa bantuan kompresor. Adakalanya kompresor mati mendadak atau kehabisan bahan bakar,
seorang penjaga di atas perahu tidak punya pilihan selain harus segera menarik selang ( dan
penyelamnya ) ke permukaan. Pada titik inilah sering terjadi kasus dekompresi dan kecelakaan
penyelaman. Penyelam tidak punya kesempatan untuk melakukan decompression stop ( berhenti
untuk kedalaman tertentu untuk mengeluarkan gas terlarut dari dalam tubuh ). Dari hasil
penelitian Farjiani ( 2005 ) pada penyelam tradisional di kecamatan Semarang Utara kota
Semarang menunjukkan bahwa 67.5% responden mengalami gangguan fungsi paru. Ada
hubungan yang bermakna antara penggunaan alat selam dan ketaatan pada prosedur penyelaman

20
dengan gangguan fungsi paru pada penyelam tradisional. Menurut Iskandar Siregar ( 2008 ),
kasus lumpuh maupun meninggal yang dialami penyelam kompresor akibat ketidaktahuan
mereka terhadap tata cara penyelaman yang aman. Penyelam kompresor lebih beresiko terkena
keracunan nitrogen.
Umur responden berkisar antara 16 tahun sampai 55 tahun. Sebagian besar responden
( 42.1% ) berumur antara 26 tahun sampai 35 tahun. Masa kerja responden berkisar antara 2
bulan sampai 20 tahun. Sebagian besar ( 81.6% ) masa kerja responden dibawah 5 tahun. 81.6%
responden sudah menikah. Pendidikan responden mulai tidak sekolah sampai SLTA. Sebagian
besar ( 44.8% ) responden berpendidikan SD. Kecelakaan yang pernah dialami responden, antara
lain ; tergores karang ( 12 responden ), digigit binatang laut / disengat binatang laut berbisa ( 20
responden ), selang terjepit ( 2 responden ) dan tenggelam ( 1 responden ). Gangguan kesehatan
responden, antara lain; perdarahan, pusing, nyeri pada persendian dan tulang pinggang,
pandangan mata kabur, tuli, kelelahan berlebihan, gatal-gatal, tremor, tidak sadarkan diri,
kesulitan buan air kecil dan vertigo. Riwayat kesehatan responden, antara lain ; sakit kepala,
batuk, batuk darah, hipertensi, kram, nyeri pada dada sebelah kiri, sakit pada persendian, sesak
nafas, tukak lambung dan malaria. Lama responden menyelam antara 5 menit sampai 120 menit.
Sebagian besar (42.1%) menyelam antara 60 menit sampai 120 menit. Responden melakukan
penyelaman dengan kedalaman antara 5 meter sampai 25 meter. Sebagian besar ( 57.9% )
menyelam antara 10 meter sampai 20 meter. 76.3% responden melakukan penyelaman setiap
hari. 68.4% responden melakukan penyelaman dengan bantuan kompresor. Faktor alat selam
yang digunakan, masa kerja, lama penyelaman, kedalaman penyelaman dan frekuensi menyelam
ada kecenderungan mempengaruhi kejadian kecelakaan. Faktor masa kerja, lama penyelaman,
kedalaman penyelaman, frekuensi menyelam dan alat selam yang digunakan ada kecenderungan
mempengaruhi kejadian gangguan kesehatan ( perdarahan ).

21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
- Terapi oksigen hiperbarik adalah terapi komplementer yang dilakukan bersamaan
dengan terapi medis konvensional di bidang kedokteran, yang memiliki dasar keilmuan
kedokteran (Evident Base Medicine) dan telah terbukti secara klinis dengan cara
menghirup oksigen murni didalam suatu ruangan bertekanan tinggi.
- Pengetahuan terapan hukum-hukum fisika yang berhubungan dengan penyelaman
adalah persyaratan terpenting bagi tehnik penyelaman yang aman. Banyak masalah
kesehatan penyelaman yang secara langsung diakibatkan oleh pengaruh-pengaruh
fisiologis dari hukum-hukum tersebut terhadap manusia
- Menyelam adalah kegiatan yang dilakukan di bawah permukaan air, dengan atau
tanpa menggunakan peralatan, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
- Menyelam adalah kegiatan yang di lakukan di bawah permukaan air,dengan atau
tanpa mengunakan peralatan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.hal penting dalam
penyelaman adalah penguasaan perlengkapan atau peralatan yang di pakai.
- Keracunan karbon monoksida adalah kondisi di mana seseorang menghirup gas
karbon monoksida dalam jumlah yang banyak.Secara singkat, karbon monoksida (CO)
adalah gas beracun yang dihasilkan dari proses pembakaran.
- Pengertian pencemaran air adalah terjadinya fenomena perubahan keadaan di suatu
tempat penampungan air misalnya seperti danau, sungai, lautan dan air tanah yang terjadi
akibat aktivitas manusia, baik secara langsung atau tidak langsung.

-Menyelamadalahkegiatan yang dilakukan di bawahpermukaan air,


denganatautanpamenggunakanperalatan,untuk mencapai suatu tujuan tertentu.Namun
dalam menyelam kita perlu memperhatikan beberapa hal agar supaya tidak terjadi
kecelakaan saat menyelam.

B. SARAN
Dengan adanya makalah ini hendaknya pembaca khususnya mahasiswa keperawatan
lebih memahami tentangfisika dan fisiologipenyelaman.

22
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/search?
q=KASUS+HIPERBARIK&oq=KASUS+HIPERBARIK&aqs=chrome..69i57.1987j0j7&sourceid=chrome&ie=
UTF-8

https://www.liputan6.com/news/read/2458732/ini-chamber-hiperbarik-yang-tewaskan-4-
orang-di-rsal-mintohardjo

https://www.google.com/search?q=KASUS+(+Kompresor+Meledak
%2C+Perahu+Terbelah+Dua+Nelayan+Meninggal+Dunia+)&oq=KASUS+(+Kompresor+Meledak
%2C+Perahu+Terbelah+Dua+Nelayan+Meninggal+Dunia+)&aqs=chrome..69i57.3894j0j8&sourceid=c
hrome&ie=UTF-8.

Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Alat Selam Kompresor Renggut
Nyawa Nelayan, https://aceh.tribunnews.com/2017/08/28/alat-selam-kompresor-renggut-nyawa-
nelayan..
https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/mengenal-penyakit-dekompresi-yang-rentan-terjadi-pada-
penyelamSyafrina Syaaf 11:17 WIB - Minggu, 04 November 2018

Ilustrasi penyelam | Rich Carey /Shutterstock 23SEBARAN.


http://www.kpbb.org/makalah_ind/Emisi%20Gas%20Buang%20Bermotor
%20%26%20Dampaknya%20Terhadap%20Kesehatan.pdf.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Warga Pesisir di Kupang Terkena Penyakit
Aneh, DidugaDampakTumpahanMinyak",

https://regional.kompas.com/read/2016/10/01/21021191/warga.pesisir.di.kupang.terkena.penyakit
.aneh.diduga.dampak.tumpahan.minyak..Penulis : Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere.

https://www.google.com/search?
q=kasus+KELALAIAN+DALAM+MENGGUNAKAN+ALAT+MENYELAM&oq=kasus&aqs=chro
me.0.69i59l3j69i57j69i59j0.5236j0j8&sourceid=chrome&ie=UTF-8

23

Anda mungkin juga menyukai